MAKALAH SEMINAR PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER

advertisement
MAKALAH SEMINAR
PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MEMPERCEPAT DAN
MEMPERMUDAH PERBAIKAN KUALITAS TANAMAN TEH (Camellia sinensis
(L.) O. Kuntze)
Disusun oleh :
Enik Nurlaily Afifah
09/288499/PN/11848
Dosen Pembimbing
: Dr. Ir. Suyadi MW, M.Sc.
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pengesahan ...................................................................................................................i
Daftar Isi .................................................................................................................................... ii
Intisari....................................................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Tujuan Makalah ................................................................................................................ 1
II. ISI
A. Botani dan Morfologi Tanaman Teh ................................................................................. 2
B. Pengertian dan Macam Penanda Molekuler ....................................................................... 3
C. Penanda Genetic pada Tanaman Teh ................................................................................. 4
III. PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 11
B. Saran .............................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 12
LAMPIRAN
Daftar Pertanyaan Diskusi ......................................................................................................... 14
INTISARI
Tanaman teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman yang menyerbuk silang, keturunan
yang dihasilkan masih sangat heterogen, sehingga kesamaan sifat morfologi, agronomi, serta
sifat fisiologis belum tentu menjamin adanya kesamaan genetic (identik). Pendekatan genetika
molekuler dengan menggunakan penanda DNA telah berhasil membentuk penanda molekuler
yang mampu mendeteksi gen dan sifat-sifat tertentu.
Marka molekuler pada tanaman dapat dibedakan menjadi dua yaitu penanda yang
mendasarkan teknik PCR dan yang tidak mendasarkan teknik PCR. Penanda molekuler yang
mendasarkan teknik PCR antara lain RAPD, AFLP dan SSR, sedangkan penanda molekuler yang
tidak mendasarkan teknik PCR yaitu RFLP.
Penggunaan penanda molekuler RAPD pada tanaman teh untuk menentukan keragaman
genetic teh, mendapatkan hubungan kekerabatan genetic yang konsisten dengan keragaman
taxonomi, dan dapat digunakan untuk membedakan klon teh komersial yang tidak dapat
dibedakan secara morfologi ataupun fenotipik. Penanda molekuler sangat bermanfaat untuk
membantu mempercepat dan mempermudah perbaikan kualitas tanaman melalui seleksi,
utamanya pada tanaman keras.
Key words: Penanda molekuler , RAPD, RFLP, AFLP, SSR, keragaman genetik.
MAKLAH SEMINAR KELAS
SEMESTER I TAHUN AKADEMIK 2012/2013
PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MEMPERCEPAT DAN
MEMPERMUDAH PERBAIKAN KUALITAS TANAMAN TEH (Camellia sinensis
(L.) O. Kuntze)
Disusun oleh :
Nama
: Enik Nurlaily Afifah
NIM
: 09/288499/PN/11848
Makalah ini telah disahkan dan diterima sebagai kelengkapan mata kuliah Seminar Kelas
Semester Ganjil Tahun Akademik 2012/2013.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Tanda Tangan
Tanggal
Dr. Ir. Suyadi MW., M.Sc
............................
............................
Mengetahui,
Koordinator Seminar
Jurusan Budidaya Pertanian
Tanda Tangan
Tanggal
Dr. Rudi Hari Murti, S.P. M.P.
............................
............................
Mengetahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Tanda Tangan
Tanggal
Dr. Ir. Taryono, M.Sc.
............................
............................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komoditi teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) memiliki arti penting dalam
perekonomian Indonesia, karena banyak membantu dalam menyediakan lapangan pekerjaan.
Luas areal perkebunan teh pada tahun 2005 mencapai 140.538 ha dengan produksi 167.276
ton dan produktivitas 1.426 kg/ha/tahun, sedangkan pada tahun 2006 luas areal perkebunan
teh mengalami penurunan sebanyak 1.69% menjadi 138.169 ha, namun produksi meningkat
0.36% menjadi 167.811 ton dan produktivitas meningkat 1.09% menjadi 1.478 kg/ha/tahun.
Volume ekspor teh dari tahun 2005 ke tahun 2006 mengalami penurunan dari 102.000 ton
menjadi 95.339 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2006).
Tanaman teh merupakan tanaman yang menyerbuk silang, keturunan yang dihasilkan
masih sangat heterogen, sehingga kesamaan genetic belum tentu bisa didapatkan jika
seleksinya hanya mendasarkan pada kesamaan morfologi, agronomi, serta sifat fisiologis.
Dalam bidang pemuliaan tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) hingga saat ini
masih terbatas pada seleksi dan uji lapang dengan menggunakan karakter morfologi dalam
upaya mendeskripsikan tanaman. Dalam hal ini, kebanyakan karakter yang nampak
merupakan interaksi genetik dan kondisi lingkungan. Oleh karen itu, diperlukan adanya
upaya analisis molekuler pada tanaman teh. Teknik biologi molekuler telah memberikan
peluang untuk mengembangkan dan mengidentifikasi peta genetik dari suatu kultivar
tanaman. Pendekatan genetika molekuler dengan menggunakan penanda DNA telah berhasil
membentuk penanda molekuler yang mampu dalam mendeteksi gen dan sifat-sifat tertentu,
evaluasi keragaman dan evolusi pada tingkat genetik (Hoon-Lim et al., 1999). Beberapa
teknik penanda DNA tersebut adalah Restriction Fragment Length Polymorphism, Amplified
Fragment Length Polymorphism dan Random Amplified polymorphic DNA.
B. Tujuan
1. Mengetahui manfaat penanda molekuler pada tanaman keras
2. Pemanfaatan RAPD, AFLP, SSR, dan RFLP pada tanaman teh
BAB II
PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MEMPERCEPAT DAN
MEMPERMUDAH PERBAIKAN KUALITAS TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O.
Kuntze)
A. Botani dan Morfologi Tanaman Teh
Klasifikasi tanaman teh menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub-Divisio
: Angiospermae
Classis
: Dycotyledoneae
Sub-Classis
: Dialypetalae
Ordo
: Guttiferales (Clusiales)
Familia
: Camelliaceae (Tehacheae)
Genus
: Camellia
Species
: Camellia sinensis
Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu teh Sinensis dan teh Assamica. teh Sinensis
ini juga disebut teh jawa yang ditandai dengan ciri-ciri: Habitusnya berupa semak,
pendek/rendah, tingginya sampai 3 m dari permukaan tanah, cepat berbunga dan lebat, dauya
kecil, panjang maksimum 9 cm, lebar daunya maksimum 3 cm, daunya berwarna hijau muda,
pucuk peko seringnya berwarna agak kemerahan, tahan suhu dingin, dan berasal dari dataran
Cina. Teh Assamica mempunyai ciri- ciri: habitusnya berupa pohon, tinggi sampai 12 m dari
permukaan tanah, lambat berbunga dan sedikit, daunnya besar panjang minimal 12 cm, lebar
minimal 4 cm, warna daunya hijau gelap, ada pula yang hijau muda, warna pucuk pekonya
hijau atau agak kekuningan, tidak tahan suhu dingin, berasal dari Assam (Nanninga, 1916).
Setyamidjaja (1986) menyebutkan bahwa bunga teh berupa bunga sempurna,
mempunyai putik dengan 5-7 mahkota. Daun bunga jumlahnya sama dengan mahkota,
berwarna putih halus berlilin. Daun bunga berbentuk lonjong cekung. Tangkai sari panjang
dengan benang sari kuning bersel kembar, menonjol 2-3 mm ke atas. Putik berambut 3-5
tangan. Hanya sekitar 2% dari keseluruhan bunga pada sebuah pohon berhasil membentuk
biji.. Tanaman teh merupakan tanaman yang menyerbuk silang.
B. Pengertian dan Macam Penanda Molekuler
Penanda genetik, juga disebut dengan penanda, marker, marka, atau markah di
berbagai kepustakaan, merupakan penciri individu yang terdeteksi dengan alat tertentu yang
menunjukkan genotipe suatu individu. Penanda genetik menggambarkan perbedaan genetik
diantara individu dalam suatu organisme atau spesies. Bentuknya dapat berupa penampilan
fenotipe/morfologi tertentu, kandungan senyawa (protein atau produk biokimia tertentu),
berkas (band) pada suatu lembar hasil elektroforesis gel atau kromatogram, atau hasil
pembacaan sekuensing. Terdapat bermacam-macam penanda genetik, yang masing-masing
memiliki kelebihan dan kelemahan yaitu (Wikipedia, 2012):
1. Penanda morfologi
Penanda ini mudah dilihat oleh mata dan telah banyak digunakan sejak masa awal genetika.
Contohnya adalah warna, ukuran, atau bentuk organ tertentu. Walaupun mudah dan masih
dipakai (biasanya digunakan untuk mengontrol berhasilnya suatu persilangan), penanda
morfologi dapat termodifikasi oleh pengaruh lingkungan sehingga dianggap tidak stabil.
Selain itu, penanda morfologi jumlahnya sangat terbatas dan untuk mengamatinya orang
harus menunggu hingga sifat penanda itu muncul.
2. Penanda biokimia
Penanda biokimiawi biasanya memerlukan alat atau metode khusus untuk mengamatinya.
Kalangan genetika tumbuhan banyak menggunakan penanda biokimia sejak tahun 1960-an
dengan menggunakan isoenzim (isozim). Penanda isoenzim bersifat kodominan sehingga
dapat dipakai pada populasi segregasi dengan individu heterozigot. Meskipun cukup
diskriminatif dan tidak mudah terpengaruh lingkungan, penanda ini seringkali diekspresikan
pada waktu dan organ tertentu saja. Jumlahnya tidak banyak dan analisisnya memakan waktu
dan biaya. Semenjak ditemukannya enzim endonuklease restriksi, penanda biokimia mulai
ditinggalkan penggunanya.
3. Penanda molekul
Penanda molekul adalah penanda yang mengandalkan sifat-sifat aplikatif DNA atau cDNA.
Jadi, penanda biokimia tidak termasuk di dalamnya meskipun sebenarnya juga merupakan
molekul. Penanda molekul bersifat stabil karena DNA bersifat baka dan tidak terpengaruh
lingkungan.
C. Penanda Genetik pada Tanaman Teh
Jenis marka molekuler pada tanaman ada dua yaitu penanda yang mendasarkan teknik
PCR dan yang tidak mendasarkan teknik PCR. Penanda molekuler yang mendasarkan teknik
PCR antara lain RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment
Length Polymorphism) dan SSR (Simple Sequence Repeats) yang lebih mendasarkan pada
sequencing DNA. Sedangkan Penanda molekuler yang tidak mendasarkan teknik
PCR
hanya ada satu jenis yaitu RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisme) (Azrai,
2005). Setiap penanda molekuler memiliki teknik yang berbeda-beda baik dalam hal jumlah
DNA yang dibutuhkan, dana, waktu, prosedur pelaksanaan, tingkatan polimorfisme dan
pengujian secara statistik (Garcia et al., 2004). Penanda tersebut masing-masing mempunyai
kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, kombinasi beberapa teknik akan memberikan data
yang lebih komprehensif dan akurat. Penentuan teknik yang digunakan sangat penting untuk
mendapatkan hasil sesuai dengan yang diinginkan. Umumnya strategi pemilihan teknik
berdasarkan pada tujuan studi, ketersediaan dana dan fasilitas serta kemampuan sumber daya
manusia.
Pemilihan marka molekuler yang akan digunakan dalam analisis genetik perlu
mempertimbangkan tujuan yang diinginkan, sumber dana yang dimiliki, fasilitas yang
tersedia serta kelebihan dan kekurangan masing-masing tipe marka. Penanda molekuler yang
diinginkan yaitu; kemudahan akses (diperdagangkan dan cepat didapat), kemudahan prosedur
analisis, polymorphismenya tinggi, Co- dominant (dapat membedakan homozigot dan
heterozigot), reproducibility-nya tinggi. Berukut adalah jenis-jenis penanda yang biasanya
digunakan untuk analisis DNA pada tanaman teh:
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Reaksi berantai polimerase atau dikenal sebagai PCR adalah suatu proses
sintesis
enzimatik untuk mengamplifikasi suatu sekuen nukleotida tertentu secara invitro. Teknik
PCR biasanya memiliki sensivitas yang sangat tinggi, sehingga kontaminasi sampel DNA
dapat mempengaruhi hasil analisis. Ada 5 (lima) komponen utama PCR yaitu oligonukleotida
primer,
buffer amplifikasi,
deoxyribonucleoside triphosphates
(template DNA) dan Taq DNA polimerase. Dalam analisis
(dNTP), sekuen target
keragaman, hal penting yang
perlu diperhatikan adalah pemilihan primer yang dapat menampilkan polimorfisme pita-pita
DNA diantara individu yang diuji serta kualitas pita DNA untuk memudahkan dalam
interpretasi data (Fatchiyah, 2008).
1.1 RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
RAPD atau teknologi polimorpisme amplifikasi fragmen DNA yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan bantuan PCR. Teknik PCR ini memanfaatkan dua sifat utama
DNA, yaitu komplementasi basa-basanya (A=T; G=C) dan anti paralelisme dari kedua rantai
DNA-nya. Amplifikasi DNA dengan teknik ini secara teknis dapat memberikan keuntungan
dibandingkan metode-metode lainnya. Untuk mendapatkan karakterisasi sampel, metode ini
dapat dikatakan sederhana, cepat dan akurat. Marka RAPD dapat dilakukan dengan
mengamplifikasi DNA secara random primer. Adanya polimorphic DNA dapat dideteksi di
bawah cahaya ultraviolet setelah sebelumnya gel elektroforesis diberi Etidhium Bromida
(EtBr) sehingga dapat menimbulkan pendaran. Semakin banyak jenis primer yang digunakan
akan menambah besar kemampuan mendeteksi perubahan yang kecil dan pasangan basa
DNA genom (Ishak, 1998).
Kelebihan dari teknik analisa RAPD ialah pelaksanaannya lebih cepat, hanya
membutuhkan sampel DNA dalam jumlah sedikit (0,5-50 nm) dan tidak membutuhkan
radioisotop (Demeke dan Adam, 1994). Selain itu menurut Yu dan Pauls (1994), RAPD tidak
membutuhkan informasi sekuen DNA lebih dulu dan prosedurnya lebih sederhana, lebih
cepat, lebih murah daripada RFLP. Sedangkan kelemahan dari teknik RAPD adalah tidak
dapat membedakan individu homozigot dan heterozigot karena bersifat sebagai penanda
dominan serta sulit mendeteksi perubahan yang kecil pada struktur DNA (gen), kecuali jika
menggunakan lebih dari 500 jenis primer (Schmidt et al., 1993 dalam Ishak, 1998),
polymorphismenya rendah, reproducibility rendah (dapat diperbaiki dengan emphasizedRAPD dengan menambah nucleotide (A,T,G, atau C) pada ujung 3’ pada primer yang asli
(Tanaka and Taniguchi, 2002). Selain itu RAPD menghasilkan data yang tidak spesifik dan
tidak kodomain, namun karena kemudahan dan kecepatan dalam menganalisa data, maka
teknik ini banyak digunakan (Bustaman dan Moeljopawiro, 1998). Berikut adalah beberapa
contoh aplikasi RAPD pada tanaman teh:

Penggunaan RAPD untuk mengetahui hubungan kekerabatan genetik antar tanaman teh
F1. Penanda RAPD telah digunakan untuk mendeteksi variabilitas genetik tanaman teh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelompokkan varietas dan silsilah klon
berdasarkan penanda RAPD ternyata sesuai dengan taksonomi yang ada dan catatan
silsilah klon, bahkan penanda RAPD mampu memisahkan antar klon yang sulit
dibedakan berdasarkan karakter fenotipik. Dari pengukuran tingkat kesamaan
menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan menggunakan penanda RAPD pada tanaman
teh sesuai dengan hubungan kekerabatan menggunakan data karakter fenotipik,
kompatibilitas, dan afinitas terpenoid (Wachira et al., 1995). Hal ini menunjukkan bahwa
penanda RAPD dapat digunakan untuk mengkonstruksi hubungan kekerabatan genetik
pada populasi tanaman teh secara cepat dan akurat, sehingga dapat digunakan untuk
membantu memilih tetua dalam persilangan agar dapat memunculkan efek heterosis (Jain
et al., 1994).

Penggunaan RAPD untuk identifikasi gen ketahanan tanaman teh terhadap penyakit cacar
daun. Penanda RAPD dapat digunakan sebagai alat bantu seleksi secara tidak langsung
dalam seleksi klon teh yang tahan terhadap penyakit cacar apabila terdapat pautan yang
kuat antara penanda RAPD dengan gen pengendali karakter ketahanan dalam kromosom
(Burr, 1994).

Penggunaan RAPD untuk menentukan keragaman genetic teh, Warchira et al. (1995)
mendapatkan hubungan kekerabatan genetic yang konsisten dengan keragaman taxonomi
38 klon teh Kenya menggunakan RAPD, dapat membedakan semua 38 klon teh
komersial, bahkan klon teh tersebut tidak dapat dibedakan secara morfologi ataupun
fenotipik.
(Sriyadi et al., 2002)
1.2 AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism)
Merupakan teknik yang bekerja atas dasar selektif PCR amplifikasi dari DNA
fragmen yang degenerate dengan enzim retriksi. Pada dasarnya AFLP merupakan gabungan
dari teknik RLFP dan teknik PCR. Keunggulan teknik AFLP menurut Vos et al. (1995),
antara lain; tidak memerlukan informasi sekuen dari genom dan perangkat (kit)
oligonukleotida yang sama ketika dilakukan analisis dan dapat diaplikasikan pada semua
spesies tanaman, hasil amplifikasinya stabil, tingkat pengulangan dan variabilitasnya sangat
tinggi, memiliki efisiensi yang sangat tinggi dalam pemetaan lokus, karena sekali amplifikasi
dapat meliputi beberapa lokus, dapat digunakan untuk menganalisis sidik jari semua DNA
dengan mengabaikan kompleksitas dan asal usulnya, dapat bertindak sebagai jembatan antara
peta genetik dan peta fisik pada kromosom, jumlah lokus yang diperoleh dari setiap reaksi
lebih banyak, hal ini disebabkan karena penggunaan primer PCR yang lebih panjang
sehingga memungkinkan dilakukannya reaksi pada suhu yang tinggi.
Kelemahan dari teknik AFLP adalah cara aplikasinya relatif lebih rumit, sehingga
memerlukan waktu lebih lama, keterampilan khusus, serta pengadaan alat dan bahan sangat
mahal. Teknik ini sedikit rumit karena melibatkan enzim restriksi dan amplifikasi. Prosedur
AFLP lebih banyak membutuhkan tenaga dan lebih mahal daripada analisis RAPD, Marka
AFLP mirip dengan RAPD, tetapi primernya spesifik dan jumlah pitanya lebih banyak.
Marka AFLP dikategorikan 18-25 nukleotida. Contoh penggunaan AFLP pada tanaman teh
yaitu; Dendrogam menggunakan AFLP pada 32 klon teh, menghasilkan teh yaitu: Assam
(Assamica), China (Sinensis), dan Kamboja (Assamica ssp. Lasiocalyx), konsisten dengan
klasifikasi atas dasar taksonomi dan asal daerah.
2. SSR (Simple Sequence Repeats)
SSR yang juga sering disebut dengan mikrosatelit merupakan alat bantu yang sangat
akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi
genotip untuk karakter yang diinginkan. SSR tergolong sebagai penanda molekuler yang
sangat efektif, yakni sekuen DNA yang bermotif pendek dan diulang secara tandem dengan 2
sampai 5 unit basa nukleotida (dikenal sebagai motif) yang tersebar dan meliputi seluruh
genom. Motif ini misalnya urutan ATT (tri nukleotida) yang kemudian diulang 9-30 kali
(ATTATTATTATTATTATTATTATTATTATT). Kelebihan marka ini yaitu bersifat
kodominan sehingga tingkat heterozigositasnya tinggi yang berarti memiliki daya pembeda
antar individu sangat tinggi serta dapat diketahui lokasinya pada DNA sehingga dapat
mendeteksi keragaman alel pada level yang tinggi, mudah dan ekonomis dalam
pengaplikasiannya karena menggunakan proses PCR (Prasetiyono dan Tasliah, 2004). SSR
memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi stabil secara somatik dan diwariskan secara
Mendelian. Kelemahan teknik ini adalah marka SSR tidak tersedia pada semua spesies
tanaman, sehingga untuk merancang primer yang baru dibutuhkan waktu yang lama dan
biaya yang cukup mahal (Powell et al., 1996 dalam Azrai, 2005). Contoh penggunaan SSR
pada tanaman teh yaitu:

Vo (2006) menyatakan bahwa enam pasang dari 17 pasang primer SSR dapat mendeteksi
115 allele yang berbeda pada 69 acessions teh dari 96 acessions yang dicoba. Jumlah
allele per penanda SSR berkisar antara 11-25, dan ekspektasi heterozigosity sangat tinggi,
berkisar antara 0,703 sampai 0,928.

Freeman et al. (2004) menggunakan marka SSR untuk menentukan keragaman pada
tanaman teh.
3. RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisme)
Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa secara molekuler keragaman genetik
diantara individu dalam suatu populasi. Selain itu teknik ini mempunyai spesifitas sampai
tingkat inter spesies dimana adanya mutasi pada daerah non coding DNA menyebabkan
perbedaan tempat pemotongan oleh enzim tersebut dapat dipisahkan melalui elektroforesis
gel agarosa. Perbedaan pola potongan DNA atau polimorfisme tersebut akan diwariskan
kepada generasi berikutnya. Metode analisa ini juga dapat digunakan untuk menentukan
kesamaan dan perbedaan kedua gen (Primarck et al.,1998).
Kelebihan dari penggunaan metode ini yaitu bersifat kodominan, sehingga sangat
baik untuk komparatif pemetaan genom. Polymorphisme akan menghasilkan perbedaan
ukuran fragmen yang terpotong, sehingga setiap siklus restriksi dapat dipetakan, dapat
diturunkan dari nuclear genom, kloroplas genom, dan mitokondia genom (Adam et al.,
1992). Kelemahan teknik ini yaitu menyita banyak tenaga dan waktu, kuantitas dan kualitas
DNA yang diperlukan sangat tinggi, prosedur hibridisasinya rumit, sehingga menyulitkan
otomatisasi, dan memerlukan pustaka probe untuk spesies-spesies tanaman yang belum
pernah dieksplorasi sebelumnya (Prasanna 2002). Contoh penggunaan RFLP pada tanaman
teh yaitu:

Matsumoto et al., (1994) dengan RFLP melihat keragaman tanaman teh yang
mengandung catechin tinggi dan rendah menggunakan probe Phenylalanine ammonialyase (PAL) cDNA.

Matsumoto et al., (2004) dengan RFLP menggunakan (PAL) untuk evaluasi 297 kultivar
teh, didapat bahwa lokus PAL teh Korea paling sedikit 10 fragment alleles.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penanda molekuler sangat bermanfaat untuk membantu mempercepat dan mempermudah
perbaikan kualitas tanaman melalui seleksi, utamanya pada tanaman keras.
2. Penanda genetic menggambarkan perbedaan genetic diantara individu dalam suatu
organisme atau spesies.
3. Jenis marka molekuler pada tanaman ada dua yaitu penanda yang mendasarkan teknik
PCR dan yang tidak mendasarkan teknik PCR.
4. Pertimbangan utama memilih markah yang akan digunakan dalam kegiatan analisis
genetik adalah materi genetik yang akan digunakan, jenis studi genetik, tujuan yang ingin
dicapai, ketersediaan dana yang cukup, dan sarana dan prasarana yang diperlukan di
laboratorium.
5. Penanda genetik sangat bermanfaat untuk identifikasi genetik tanaman teh yang hasil
persilanganya sangat heterogen.
B. Saran
Diperlukan pengetahuan yang cukup dalam melakukan analisis molekuler agar hasil yang
didapat lebih akurat, terutama untuk tanaman keras yang keturunanya sangat heterogen.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, R.L.P., J.T. Knowle dan D.P. Leader. 1992. The Biochemistry of The Nucleid Acids
(11th ed). Chapman dan Hall Publishing, London.p 117-120.
Azrai, M. 2005. Sinergi Teknologi Marka Molekuler Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung. Jurnal
Litbang Pertanian 25: 81-89.
Burt, B. 1994. Some concept and new methods for moleculer mapping in plants crop. In:
Phillips, R.L. and I.K. Vasil (Eds.). DNA-Based Markers in Plants.
Bustaman, M dan S. Moeljopawiro. 1998. Pemanfaatan teknologi sidik jari dna di bidang
pertanian. Zuriat. 9: 77-90.
Demeke, T and R.P. Adams. 1994. PCR Technology Current Innovation: The Use PCR RAPD
Analysis in Plant Taxonomy and Evolution. CRC. Press. Inc.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2006. Statistika Perkebunan Indonesia: Teh 2003
- 2006. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Fatchiyah. 2008. Amplifikasi DNA: Fungsi Dasar dan Aplikasinya. Disampaikan pada Kursus
Singkat Analisis Variabilitas Genetik Tanaman Menggunakan PCR (RAPD).
Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya, Malang. pp.9.
Freeman, S., J. West, C. James, V. LEA, and S. Mayes. 2004. Isolation and characterization of
highly polymorfic microsatellites in tea (Camellia sinensis). Mol. Ecol. Notes. 4: 324326.
Garcia, A.A.F., L. Luciana, Benchimol, A.M.M. Barbosa, I.O. Geraldi, C.L. Souza Jr. And A.P.
de Souza. 2004. Comparison of RAPD, RFLP, AFLP and SSR Markers for Diversity
Studies in Tropical Maize Inbred Lines, Genetics and Molecular Biology 27: 579-588.
Hoon-Lim S, Peng Teng PC, Lee Y.H, and Goh CJ. 1999. RAPD analysis of some species in the
genus vanda (orchidaceae). Annuals of Botany. 83: 193-196.
Ishak. 1998. Identifikasi DNA Genom Mutan Padi Atomita-2 dan Tetuanya Menggunakan
RAPD Markers. Zuriat. 9: 71-83.
Jain, A., S. Bhatia, S.S. Banga, and S. Prakash. 1994. Potential use of random amplified
polymorphic DNA (RAPD) technique to study the genetic diversity in Indian mustard
(Brassica juncea) and its relationship to heterosis. Theor Appl. Genet. 88: 116−122.
Matsumoto, S., A. Takeuchi, M. Hayatsu, S. Kondo. 1994. Molecular cloning of phenylalanine
ammonia-liase cDNA and classification of varieties and cultivars of tea plants (Camellia
sinensis L. ) using the tea PAL cDNA probe. Theor Appl Genet 89: 671- 675.
Matsumoto, S., Y. Kiriwa, and S. Yamaguchi. 2004. The Korean Tea Plant (Camellia sinensis L.
): RFLP analysis of genetic diversity and relationship to Japanes Tea. Breeding Science
54: 231- 237.
Nanninga, A. W. 1916. De tehecultuur in Ned, Indie, Amterdam.
Prasanna, B.M. 2002. DNA-based markers in plants. Part of Manual ICAR Short-Term Training
Course: Molecular Marker Application in Plant Breeding. Division of Genetics Indian
Agricultural Research Institute, New Delhi.
Prasetiyono, J. dan Tasliah. 2004. Marka Mikrosatelit: Marka Molekuler yang Menjanjikan.
Buletin AgroBio: Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian 6: 4551.
Primarck, R.B., J. Supriatna, M. Indrawan dan P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi.
Yayasan Obor Indonesia.
Setyamidjaja, D. 1986. Budidaya Teh. CV Yasaguna, Jakarta.
Sriyadi, B., R Setiamihardja, A. Baihaki, W. Astika. 2002. Hubungan kekerabatan genetik antar
tanaman teh F1 dari persilangan TRI 2024 × PS 1 berdasarkan penanda RAPD . Zuriat
13: 1-20.
Tanaka and Taniguchi. 2002. Emphasized-RAPD (e-RAPD): Simple and efficient technique to
make RAPD bands clearer. Breeding science 3: 225-229.
Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Vo, T.D. 2006. Assesing genetic diversity in Vietnam tea (Camellia sinensis L. ). O. Kounze
using morphology, Inter-Simple Sequence Repeat (ISSR) and microsatellite (SSR)
markers. Ph.D. Dissertation Dept. of Crop. Sci. Fac. Of Agriculture Science. GeorgAugust University. Gottingen. Germany.
Wachira, F.N. 1995. Waugh R., Hackett C. A., W. Powell. 1995. Detection of genetic diversity
in tea (Camellia sinensis L. ). O. Kounze using RAPD markers. Genome 38: 201-210.
Wikipedia, 2012. Penanda Genetik. http://id.wikipedia.org/wiki/Penanda_genetik. Diakses pada
tanggal 17 November 2012.
Yu and K.P. Pauls. 1994. PCR Technology Current Innovation: Optimation of DNA-Extraction
and Procedures For RAPD Analysis in Plants. CRC. Press Inc.
LAMPIRAN

Pertanyaan dan jawaban Hasil Diskusi (Hari Kamis, 13-12-12)
1. Melati 2011
Pertanyaan:
Diantara metode molekuler yang telah dijelaskan, mana diantaranya yanglebih efisien dalam
hal ekonomis juga biaya dan tekniasnya?
Jawaban:
Masing- masing metode molekuler memiliki kekurangan dan kelebihan. Tidak semua marka
molekuler efisiensi dalam hal ekonomis, eknis, dan hasilnya juga akurat. RAPD merupakan
marka molekuler yang efisiensi dalam hal ekonomis, dan teknis, namun hasilnya kurang
akurat yaitu reproducibility nya rendah. Sedangkan RFLP merupakan metode yang
memberikan hasil yang akurat, namun biayanya mahal. Pertimbangan utama memilih markah
yang akan digunakan dalam kegiatan analisis genetik adalah materi genetik yang akan
digunakan, jenis studi genetik, tujuan yang ingin dicapai, ketersediaan dana yang cukup, dan
sarana dan prasarana yang diperlukan di laboratorium.
2. Septin Kristiani 11696/2009
Pertanyaan:
Apakah marka RAPD hanya mampu endeteksi gen pengendali ketahanan cacar daun pada
tanaman teh?
Jawaban:
Penanda molekuler RAPD tidak hanya digunakan untuk mendeteksi gen ketahanan pada
tanaman teh, namun bisa digunakan untuk mendeteksi gen pengendali sifat yang lainya
seperti gen pengendali warna buah pada tomt, gen pengendali penyakit yang lain pada
beberapa tanaman, tergantung dari ketersediaan primernya
Tanggapan:
Apakah primer RAPD dapat digunakan sebagai primer pada marka yang lain?Darimana
primer bisa didapatkan?
Jawaban:
Primer itu merupakan sekuaen DNA yang terdiri dari beberapa pasangan basa, digunakan
untuk menginisiasi pengkopian DNA dan membatasi perpanjangan kopianya. Primer bersifat
spesifik, jadi marka yang berbeda maka butuh pimer yang berbeda pula, begitu juga apabila
tanamannya berbeda, maka primernya juga berbeda. Primer biasanya bisa dibeli, bisa
dirangkai namun pembuatanya membutuhkan biaya yang sangat mahal terutama pada
tanaman tertentu.
3. Rini Latal Wafiroh 11854/2009
Pertanyaan:
Apakah RFLP bisa mendeteksi gen pengendali sifat yang berada diluar inti?
Gen pengendali Katekin yang merupakan penentu kualitas teh yang dapat dideteksi dengan
RFLP berada dimana?di luar inti apa di dalam?
Jawaban:
Berdasarkan penelitian Matsumoto et al., (1994) dengan RFLP melihat keragaman tanaman
teh yang mengandung catechin tinggi dan rendah menggunakan probe Phenylalanine
ammonia-lyase (PAL) cDNA. Katekin merupakan senyawa penentu kualitas pada teh, gen
pengendali katekin terletak di sitoplasma. Salah satu keunggulan marka RFLP yaitu dapat
mendeteksi gen di dalam inti dan di luar inti sel seperti di mitokondria, sitplasma, dan
kloroplas.
Download