model pembelajaran dispersi imajinasi: upaya

advertisement
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
MODEL PEMBELAJARAN DISPERSI IMAJINASI:
UPAYA MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENULIS
CERPEN PADA ERA INDUSTRI KREATIF
Oleh: Ruli Andayani
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang)
email: [email protected]
ABSTRACT: Indonesia follows the global trend entering the creative
industries, including the publication of literary works. It is a challenge for
educationists to inculcate creativity among students literary writing.
Students are expected to be a productive man in composing short story as
stated in the 2013 curriculum. Considering this, the dispersion learning
model is designed for students to learn writing a short story, achieving
learning goal planned, and realize the goals of national education. The
learning model is not only allows student to be creative and productive in
writing short story, but also emphasize discussion in group with mutual
support. Since the beginning of learning, students were involved in group,
while the teacher acts as a facilitator, motivator, and inspirator. The
learning procedure includes six activities: watch, share, give character
figure, thugh, exercise, and publish.
Keywords: learning, writing short stories, dispersion imagination
PENDAHULUAN
Industri
penerbitan
merupakan
salah
satu
bidang
yang
menjanjikan dalam era ekonomi kreatif. Kebutuhan terhadap bahan
bacaan dan referensi serta tuntutan zaman agar pelajar menguasai
informasi dan memahami isu-isu terkini menjadi motivasi tersendiri untuk
mewujudkan maju pesatnya industri penerbitan. Melimpahnya sumber
bacaan sesungguhnya dapat memberi keuntungan bagi bangsa Indonesia
dalam mewujudkan bangsa yang melek aksara. Akan tetapi, produktivitas
buku di Indonesia dapat dikatakan masih lemah dibandingkan dengan
negara lain. Menurut Jalal (dalam Tim Kreatif LKM UNJ, 2011:166),
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 225 juta jiwa, hanya mampu
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
107
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
menghasilkan sekitar 8.000 buku per tahun. Sementara itu, Vietnam
dengan jumlah penduduk sekitar 80 juta jiwa mampu menghasilkan
15.000 buku per tahun. Jauh di atas Indonesia, Widiantoro (2012)
menyebut bahwa Jepang mampu memproduksi 40.000 buku setiap tahun,
sementara India 16.000 buku, dan China sekitar 140.000 buku. Data ini
menunjukkan lemahnya produktivitas buku di dalam negeri. Padahal, tidak
ada negara yang maju tanpa buku. Dari data yang memprihatinkan ini
sebenarnya tergambar prospek yang menjanjikan dari industri penerbitan
di Indonesia. Kurangnya produktivitas buku saat ini hendaknya memicu
penulis atau pelaku industri kreatif penerbitan untuk meningkatkan hasil
produksinya, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Penerbitan karya sastra diharapkan dapat ikut mengambil peran
agar industri kreatif lebih bernilai budaya dan tidak hanya berorientasi
pada keuntungan financial, karena karya sastra adalah produk budaya.
Usaha penerbitan buku (berupa novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi,
dan sejenisnya) yang bersifat komersial dianggap sebagai industri
budaya. Seirama dengan pesatnya industri kreatif di Indonesia, semakin
kuat juga kecenderungan untuk menyiasati penerbitan buku sastra
sebagai sebuah industri. Penerbitan karya sastra pun menjadi bagian tak
terpisahkan dari industri penerbitan.
Menulis cerpen, sebagai salah satu keterampilan bersastra,
memiliki posisi penting dalam mengambil peran dalam industri kreatif di
Indonesia. Menulis kreatif cerpen diharapkan dapat memicu pertumbuhan
produktivitas buku bacaan di dalam negeri. Di beberapa kota di Indonesia
seperti Yogyakarta, Solo, dan Malang, geliat pertumbuhan penulis cerpen
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
108
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
semakin tampak membanggakan, padahal jumlah majalah sastra yang
mewadahinya semakin berkurang. Penulis-penulis muda yang dalam hal
ini adalah siswa dan mahasiswa termotivasi untuk memupblikasikan
cerpennya ke koran Minggu lokal dan nasional.
Dalam ranah pendidikan, kegiatan akademik menulis cerpen bisa
saja dikolaborasikan dengan kegiatan penerbitan. Setidaknya, ada tiga
manfaat yang dapat diperoleh: (1) melatih keterampilan siswa menulis
kritis-kreatif, (2)
berperan serta dalam meningkatkan industri kreatif
penerbitan, dan (3) menciptakan pembelajaran yang bermakna. Dengan
menulis cerpen dan menerbitkannya, siswa terpacu untuk menghasilkan
karya nyata. Siswa tidak hanya belajar tentang cerpen (teori)—seperti
anggapan selama ini—melainkan juga praktik langsung.
Sudah saatnya pembelajaran dikembalikan pada fungsi yang
sebenarnya, yakni untuk mengembangkan kemampuan dan potensi siswa
agar cakap
dan kreatif. Seperti yang telah tertuang dalam Undang-
Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 4 ayat 5 yang menyatakan bahwa
pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Ini artinya bahwa
pembelajaran tidak berhenti pada teori, tetapi sudah harus membentuk
budaya literasi (membaca dan menulis). Proses pembelajaran hendaknya
memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk memperoleh
pengalaman dan kecakapan hidup yang bermakna.
Kegiatan menulis cerpen di sekolah perlu didesain sebaik mungkin
yang dapat mengarahkan siswa agar mampu berpikir kritis dan kreatif,
berkembang
daya
imaji
dan
kekritisannya,
serta
mampu
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
109
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
merepresentasikannya dalam bentuk karya literer yang bermakna. Model
pembelajaran menulis cerpen yang hanya terpaku pada teori patut
ditinggalkan. Siswa tidak hanya dibekali dengan teori menulis, tetapi yang
terpenting adalah praktik menulis, mengasah keterampilan menulis.
Model pembelajaran dispersi imajinasi dirancang untuk memudahkan
siswa
dalam
belajar
menulis
cerpen,
mencapai
tujuan-tujuan
pembelajaran yang direncanakan, dan mewujudkan cita-cita pendidikan
nasional. Model pembelajaran ini tidak hanya memungkinkan siswa untuk
kreatif dan produktif dalam menulis cerpen secara individu, tetapi juga
mengedepankan diskusi dalam satu kelompok yang saling mendukung.
PEMBAHASAN
A. Hakikat Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
Model pembelajaran dispersi imajinasi dikembangkan dari metode
belajar investigasi kelompok, yaitu salah satu turunan dari teori belajar
kooperatif. Belajar kooperatif dimaknai sebagai bentuk pembelajaran yang
berusaha menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam
kelompok.
Eggen
dan
Kauchak
(2012:136)
menyatakan
bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan strategi mengajar yang memberikan
peran terstruktur bagi siswa seraya menekankan interaksi antarsiswa.
Karakteristiknya mirip dengan belajar kelompok, tetapi pembelajaran ini
lebih terstruktur dan memberikan peran spesifik bagi siswa.
Teori
yang
melandasi
pembelajaran
kooperatif
adalah
konstruksitivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme adalah
suatu
pendekatan
yang
mengharuskan
siswa
secara
individual
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
110
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, menerima
informasi dengan aturan yang ada, dan merevisinya apabila perlu.
Dengan model pembelajaran ini, siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri atas
4—6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode
yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam
pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan,
baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan
yang baik, baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses
kelompok.
Slavin (2010: 215) menegaskan bahwa investigasi kelompok tidak
dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak
mendukung dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi
rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas. Komunikasi dan interaksi
kooperatif di antara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik
apabila dilakukan dalam kelompok kecil, sehingga pertukaran di antara
teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan.
Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok
membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5—6
siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat
juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat
terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin
dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
111
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di
depan kelas secara keseluruhan.
Metode
investigasi
kelompok
terdiri
atas
enam
tahapan
pembelajaran yang berkesinambungan. Pertama, kegiatan seleksi topik.
Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum
yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa
selanjutnya
diorganisasikan
menjadi
kelompok-kelompok
yang
berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2—6
orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik,
maupun kemampuan akademik. Kedua, merencanakan kerjasama. Para
siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus,
tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan
subtopik
yang
telah
dipilih.
Ketiga,
implementasi.
Para
siswa
melaksanakan rencana yang telah dirumuskan. Pembelajaran harus
melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas
dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber. Guru
secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan
bantuan jika diperlukan. Keempat, analisis dan sintesis. Para siswa
menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh dan
merencanakan agar dapat diringkas dalam suatu penyajian yang menarik
di depan kelas. Kelima, penyajian hasil akhir. Semua kelompok
menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah
dipelajari agar semua siswa di dalam kelas saling terlibat dalam mencapai
perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Keenam, evaluasi. Guru
beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
112
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat
mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok atau keduanya.
Aunurrahman (2009:152) menyatakan bahwa seorang guru dapat
menggunakan strategi investigasi kelompok di dalam proses pembelajaran
dengan beberapa keadaan, yaitu (1) guru bermaksud agar siswa
mencapai studi yang mendalam tentang isi atau materi, yang tidak dapat
dipahami secara memadai dari sajian-sajian informasi yang terpusat pada
guru, (2) guru bermaksud mendorong siswa untuk lebih skeptis tentang
ide-ide yang
disajikan dari fakta-fakta yang didapatkan, (3) guru
bermaksud meningkatkan minat siswa terhadap suatu topik yang
memotivasi mereka membicarakan berbagai persoalan di luar kelas, (4)
guru
bermaksud
membantu
siswa
memahami
tindakan-tindakan
pencegahan yang diperlukan atas interpretasi informasi yang berasal dari
penelitian-penelitian orang lain yang mungkin dapat mengarah pada
pemahaman yang kurang positif, (5) guru bermaksud mengembangkan
keterampilan-keterampilan penelitian, dan (6) apabila guru menginginkan
peningkatan dan perluasan kemampuan siswa.
Peran
guru
dalam
investigasi
kelompok
adalah
sebagai
narasumber dan fasilitator. Guru tersebut berkeliling di antara kelompokkelompok yang ada untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola
tugasnya dan membantu setiap tugas siswa dalam interaksi kelompok,
termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang
berkaitan dengan proyek pembelajaran.
Istilah dispersi imajinasi mengandung maksud bahwa dalam
pembelajaran yang dilakukan terjadi kegiatan menggali dan mengolah
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
113
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
imajinasi siswa
untuk
keperluan
menulis cerpen.
Istilah dispersi
merupakan istilah yang sering digunakan dalam seni memotong batu
berlian. Ketepatan dalam pemotongan tersebut membuat batuan berlian
mampu menguraikan cahaya putih menjadi warna pelangi. Ketepatan
dalam pemotongan dan kemampuan dispersi inilah yang membuat batuan
berlian menjadi bernilai tinggi, selain juga ditentukan oleh kekerasan
batuan.
Dalam model pembelajaran dispersi imajinasi, siswa dilatih untuk
mengembangkan imajinasi kreatifnya dalam satu kelompok sehingga
dalam satu kelompok dan satu kesatuan ide, siswa dapat menghasilkan
ide-ide kecil yang berbeda sudut pandang pemaknaannya. Misalnya,
dengan ide cerita ketulusan pengabdian seorang guru, siswa dapat
menghasilkan tiga cerita yang berbeda. Siswa pertama mengembangkan
ide
dengan
menggunakan
sudut
pandang
siswa,
siswa
kedua
mengembangkan ide dengan menggunakan sudut pandang guru, dan
siswa ketiga mengembangkan ide dengan menggunakan sudut pandang
orangtua
siswa.
Konflik
dalam
ide-ide
kecil
inilah
yang
harus
dikembangkan secara individual oleh siswa dalam satu kelompok. Di
sinilah hakikatnya, kekhasan model dispersi imajinasi, yakni adanya satu
tema besar yang kemudian diuraikan menjadi tema-tema kecil dan
menciptakan cerpen yang berbeda.
B. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
Model pembelajaran dispersi imajinasi memiliki prinsip-prinsip
yang sangat khas dan berbeda dengan model-model pembelajaran yang
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
114
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
lain. Prinsip-prinsip tersebut meliputi empat hal, yakni prinsip pembagian
kelompok, keterlibatan siswa, sifat, dan peran guru.
Pertama, pembagian kelompok. Kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok kecil dengan anggota 3-4 siswa yang heterogen (memiliki
kemampuan
akademik
yang
beragam
agar
memenuhi
standar
kesamarataan) dan dapat dibentuk berdasarkan pertimbangan keakraban
persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu, atau bahkan
keragaman budaya. Pembagian kelompok ini berkaitan dengan tugas
membuat cerita dalam satu tema besar dengan sudut pandang yang
berbeda-beda. Masing-masing anggota kelompok menulis cerpen setema,
namun dengan pengembangan konflik dan sudut penceritaan yang
berbeda.
Kedua,
keterlibatan siswa.
Siswa
terlibat
langsung dalam
pembelajaran, yakni sejak perencanaan pembelajaran (menentukan topik
dan cara investigasi) hingga akhir pembelajaran (pembuatan cerpen).
Siswa dalam satu kelompok diharapkan saling bertukar pemikiran dalam
merancang tulisan dengan cara mengkritisi ide dan memberi sumbangan
pemikiran kreatif dalam proses penyuntingan cerpen teman. Meskipun
terdapat tagihan individual, setiap anggota kelompok memiliki tanggung
jawab bersama terhadap keberhasilan penulisan.
Ketiga, sifat. Model pembelajaran ini
mengedepankan sifat
demokrasi dan kooperatif. Segala keputusan merupakan hasil diskusi dan
pemikiran bersama. Masing-masing individu dalam sebuah kelompok tidak
bisa berjalan sendiri dan harus memiliki keputusan bersama. Dengan
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
115
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
demikian, model pembelajaran ini juga ikut serta dalam meningkatkan
keterampilan sosial.
Keempat, peran guru. Peran utama guru dalam pembelajaran
dispersi imajinasi adalah sebagai fasilitator, yakni guru berperan dalam
memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses
pembelajaran. Peran guru semacam ini membawa konsekuensi logis
terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang biasanya lebih
bersifat top-down ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat
top-down, guru seringkali diposisikan sebagai atasan yang cenderung
bersifat otoriter, sarat komando, dan instruksi bergaya birokrat. Sementara
itu, siswa lebih diposisikan sebagai bawahan yang harus selalu patuh
mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
Berbeda dengan pola hubungan top-down, hubungan kemitraan antara
guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para
siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan.
Lebih besar dari sekadar fasilitator, dalam pembelajaran dengan model
dispersi imajinasi ini guru juga berperan sebagai motivator dan inspirator
siswa dalam menulis cerpen. Guru harus mampu mendorong kemauan
siswa, memahami dan memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya
secara optimal. Selain itu, guru harus mampu membangun pribadi siswa
agar lebih percaya diri dalam menulis. Guru berperan sebagai inspirator,
yakni mampu menginspirasi siswa.
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
116
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
C. Prosedur Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
Secara rinci, prosedur pembelajaran dalam model Dispersi
Imajinasi dirangkum dalam akronim Toba Karollas yang tampak pada
tabel berikut.
Akronim
Kegiatan
TO
Tonton
 Siswa menonton film dramatik yang
memiliki unsur kekayaan konflik.
 Mengulas/mengapresiasi film yang
ditonton.
BA
Bagikan
 Dalam satu kelompok, siswa merumuskan
tema besar
 Siswa dalam satu kelompok membagi
sudut pandang penceritaan.
 Siswa memahami dan menganalisis model
cerpen.
KAR
OL
Karakterisa
si
Olah
Uraian
 Siswa menentukan ide kecil untuk
dikembangkan menjadi cerpen secara
individu.
 Siswa memberi karakter pada tokoh yang
dipilih.
 Siswa mendaftar pertistiwa penting dalam
cerpen.
 Siswa mengolah peristiwa yang telah
didaftar sehingga membentuk konflik yang
sesuai dengan tema.
LA
Latihan
Siswa melakukan latihan menulis cerpen
secara bertahap dengan bimbingan guru.
Latihan dimulai dengan membuat pembuka
cerpen, dilanjutkan dengan latihan menulis
dialog, penutup cerpen, dan merumuskan
judul serta menyuntingnya.
S
Sajikan
Siswa menyajikan hasil suntingan cerpen
dalam bentuk karya yang dianggap terbaik.
Kompeten
si
Dasar
4.1
4.1
4.1 dan 3.3
4.2
(pramenulis
)
4.2
4.2
4.2
(pramenulis
)
4.2
4.3
4.3
Tabel 1. Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi Toba Karollas
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
117
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
Adapun apabila langkah-langkah prosedural model pembelajaran
tersebut divisualisasikan akan tampak seperti pada gambar berikut.
Gambar 1. Tahapan Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
D. Implementasi Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
Model pembelajaran dispersi imajinasi dapat diimplementasikan
dalam pembelajaran di sekolah sesuai dengan karakteristik masingmasing sekolah dan siswa. Prinsip-prinsip dasar dapat dalam model ini
dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Kegiatan
pertama dalam model ini, misalnya, dapat diimplemtasikan secara
berbeda
di
berbagai
tempat
di
Indonesia.
Sekolah
di
Papua
mengimplementasikannya dengan menonton film berlatar Papua; sekolah
di Aceh mengimplemtasikan dengan menonton film berlatar Aceh. Sekolah
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
118
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
di kota dapat mengimplemtasikannya dengan menonton film di bioskop, di
aula, atau ruang multimedia, sedangkan sekolah di desa yang minim
fasilitas dapat menggunakan pemutar film sederhana. Yang terpenting
adalah dari kegiatan ini siswa berkembang imajinasinya untuk menulis
literer.
Berikut adalah contoh implementasi model pembelajaran dispersi
yang
dapat
dilakukan
di
sekolah.
Dengan
mengikuti
tahapan
pembelajaran dan prinsip-prinsip model dispersi imajinasi, dapat dilakukan
pembelajaran sebagaimana dideskripsikan berikut.
Proses pembelajaran dibuka dengan kegiatan menonton film
dramatik yang dilakukan siswa dengan pendampingan guru mata
pelajaran. Jika pembelajaran dilakukan pada jam pertama atau jam
setelah istirahat, seluruh perlengkapan harus sudah siap sebelum siswa
masuk kelas. Kelas didesain seperti bioskop mini agar menghadirkan
suasana baru di kelas. Jika ada ruang multimedia atau ada sistem rolling
class, proses ini dapat disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan.
Genre film sengaja dipilih film dramatik sebab genre ini lebih
banyak menampilkan cerita bermakna yang sarat akan konflik sehingga
diharapkan mampu menginspirasi siswa dalam mengembangkan ide
menulis cerpen. Film-film yang memuat pesan-pesan moral, menyentuh
hati,
dan
inspiratif
sangat
disarankan
untuk
ditayangkan
dalam
pembelajaran ini, misalnya film Laskar Pelangi (mengisahkan tentang
perjuangan anak-anak pinggiran dalam meraih impian meski hidup penuh
dengan keterbatasan); Taare Zameen Par (mengisahkan perjuangan
seorang anak disleksia dalam menemukan bakatnya); Wedding Dress
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
119
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
(mengisahkan seorang ibu yang sangat mencintai anaknya; dalam kondisi
tubuhnya yang diserang sel kanker masih berjuang seorang diri untuk
membesarkan anaknya); Hafalan Surat Deliza (mengisahkan kegigihan
dan ketekunan seorang anak dalam menghafalkan bacaan salat, bahkan
dalam keadaan yang memprihatinkan setelah terjadi tsunami Aceh).
Terlebih dahulu guru harus menyediakan sebuah film yang telah
melalui proses penyuntingan. Film utuh dipotong bagian-bagian yang tidak
mempengaruhi alur dan tidak menghilangkan bagian penting cerita.
Pemotongan ini dilakukan agar film yang diputar di sekolah ini sesuai
dengan alokasi waktu belajar. Adapun durasi yang disarankan berkisar
45—60 menit. Dengan durasi putar tersebut, masih ada sisa waktu
sekurang-kurangnya 30 menit untuk mengulas film yang telah ditonton,
mengapresiasi, dan memetik ide yang mungkin dapat dikembangakan
menjadi cerpen oleh siswa.
Setelah menonton film bersama, siswa membentuk kelompok kecil
yang terdiri atas 3—4 anggota. Jumlah kelompok yang tidak terlalu banyak
bertujuan untuk menghindari kesamaan dalam pengembangan cerita.
Berdasarkan film yang baru saja ditonton, setiap kelompok membagi sudut
pandang penceritaan untuk mengembangkan ide cerita. Pada tahap inilah
tercermin model dispersi imajinasi yang paling khas. Ada penyebaran
(penguraian) sudut pandang penceritaan.
Sebagai contoh, siswa menonton film Taare Zameen Par. Dari film
ini dipilih tiga sudut pandang tokoh paling penting, misalnya Ishaan
(sebagai tokoh utama yang menderita disleksia, gangguan membaca yang
tidak mampu membedakan huruf bermiripan); Ram Shankar Nikumbh
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
120
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
(seorang guru melukis yang menyadari bakat Ishaan dan satu-satunya
guru yang sangat mengerti keterbatasan Ishaan, hingga guru ini pula yang
membebaskan Ishaan dari keterbatasan itu dengan telaten melatihnya
membaca dan menulis dengan cara yang sangat menyenangkan;
Nandkishore Awasthi (ayah Ishaan yang sangat ambisius membentuk
Ishaan menjadi ilmuwan, tanpa menghiraiukan bakat dan minat Ishaan
yang sebenarnya adalah di bidang seni). Dari film ini saja bisa
menghasilkan tiga cerpen yang berbeda. Cerpen pertama memandang
Ishaan dengan sudut pandang Ishaan sendiri, tentu akan menghasilkan
cerpen yang menggali efek psikologis; cerpen kedua memandang Ishaan
dari sudut pandang seorang guru tentu memiliki gaya dan jalan cerita
yang berbeda; cerpen ketiga memandang Ishaan dari sudut pandang
sang ayah yang sangat ambisius tentu juga memberi warna berbeda pada
cerpen yang dibuat siswa.
Siswa diberi keleluasaan jika ingin mengganti film sebagai sumber
inspirasi. Ide yang dikembangkan tidak harus sama dengan film yang baru
saja ditonton. Namun, yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan cerita
film yang dipilih harus memuat nilai-nilai moral dan cara pembagian sudut
pandang harus tetap mengikuti contoh.
Berdasarkan sudut pandang yang ditentukan bersama, siswa
mulai memberi perwatakan (karakterisasi) pada tokoh. Pada tahap ini
dapat dilakukan kegiatan menulis paragraf pendek yang menggambarkan
sudut pandang yang digunakan. Contoh kalimat dapat dilihat sebagai
berikut.
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
121
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
Sudut Pandang Ishaan
Abjad itu mengajakku menari. Tak seorang pun tahu kecuali
aku. Di antara ayah, ibu, kakak, dan aku, hanya aku yang
memiliki rahasia ini.
Sudut Pandang Nandkishore Awasthi (ayah)
Setiap anak harusnya memiliki kemampuan yang sama. Tidak
ada yang tidak mungkin jika mau berusaha. Hanya anak
malas yang gagal mencapai cita-cita.
Contoh paragraf tersebut sedikit banyak dapat menggambarkan
pemikiran yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda pula. Karakter
tokoh telah mulai muncul meski dalam paragraf pendek pun. Pilihan kata
menunjukkan karakter tokohnya.
Langkah selanjutnya, setelah merancang karakter tokoh adalah
merangkai alur cerita. Siswa merangkai jalan cerita, konfliknya, dan
kejutan-kejutan yang akan ditampilkan dalam cerpen. Tahap ini penting
dilakukan untuk mengarahkan siswa dalam mengembangkan cerita agar
tidak meluas. Misalnya, siswa terlebih dahulu mendaftar kejadian penting
dalam
cerpen
lalu
dilajutkan
dengan
menyusun
alur
dengan
mempertimbangkan ketepatan penempatan konflik dan suspensi. Adapun
mengembangan alur, siswa dapat mencobanya seperti cara berikut.
Klimaks
Konflik Meningkat
ke Tahap II
Konflik Tahap I
Peredaman
Peredaman
Penyelesaian
Tanpa Pengenalan
pada Awal Cerita
Gambar 2. Contoh Skema Pengembangan Alur
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
122
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
Pada tahap selanjutnya, siswa melakukan latihan menulis cerpen
secara bertahap dengan bimbingan guru. Latihan dimulai dengan
membuat pembuka cerpen, dilanjutkan dengan latihan menulis dialog,
penutup cerpen, dan merumuskan judul serta menyuntingnya. Sampai
tahap ini guru perlu menyajikan pemodelan dan pembimbingan secara
intensif. Pada tahap ini berlangsung pembelajaran KI 4.2 dan 4.3
kurikulum 2013, seperti yang tertuang dalam kurikulum untuk kelas 2
SMA. Latihan dilakukan setiap bagian, selanjutnya disempurnakan
menjadi cerpen yang utuh, mulai bagian paragraf pemuka sampai
penutup, lengkap dengan judulnya. Dengan demikian, kegiatan mencoba
dan memproduksi berhasil dilewati di tahap ini. Selanjutnya adalah proses
penyuntingan dengan memperhatikan aturan penulisan.
Tahap terakhir dalam pembelajaran dengan model dispersi
imajinasi adalah menyajikan tulisan secara utuh dan siap dibaca oleh
khalayak. Ada beberapa pilihan cara untuk menyajikan cerpen tersebut,
yakni dengan cara dibukukan menjadi kumpulan cerpen satu kelas,
diunggah dalam laman atau blog, atau dipublikasikan ke media massa.
Namun, cara yang sangat disarankan adalah dengan cara dibukukan, baik
secara indi, mencetak sendiri untuk dokumentasi kelas maupun ber-ISBN.
Pada tahap ini proses pembelajaran telah memasuki proses pembelajaran
membuat jejaring, sebagaimana diamanahkan dalam kurikulum 2013
(yang tidak lama lagi disempurnakan menjadi kurikulum nasional).
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
123
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
KESIMPULAN
Pembelajaran menulis cerpen dengan model dispersi imajinasi
sangat
diperlukan,
khususnya
untuk
membantu
siswa
dalam
mengembangan ide menjadi cerita yang utuh. Model pembelajaran ini
memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menulis cerpen secara
bertahap,
yakni
sejak
menemukan
ide
yang
menarik,
latihan
mengembangkannya, menuliskannya secara utuh, sampai menyunting
ejaan. Dengan demikian, tahap-tahap pemebejaran saintifik pun telah
terakomodasi dalam inovasi model pembelajaran ini.
Dalam pembelajaran ini, siswa tidak hanya diajak mengenal
cerpen, tetapi juga memproduksi dan mempublikasi. Penggunaan
multimedia berupa film mampu menghadirkan warna baru dalam
pembelajaran menulis cerpen. Pembagian sudut pandang memandu
siswa dalam mengembangkan gagasan. Sementara peran guru yang tidak
sekadar sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai motivator dan inspirator
juga mampu memberi energi baru dalam proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik,
penerapan model dispersi imajinasi hendaknya dilaksanakan dengan
tepat waktu sebab jika ada keterlambatan akan mengacaukan tahap
pembelajaran berikutnya, terutama ketika pemutaran film. Dengan
demikian, perlengkapan multimedia harus siap sebelum pembelajaran
berlangsung. Latihan menulis dilakukan di sekolah secara terbimbing
sampai siswa menghasilkan cerpen yang siap dipublikasikan. Hal ini untuk
menjaga keotentikan tulisan siswa.
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
124
Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi
DAFTAR RUJUKAN
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Eggen dan Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran:
Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir Edisi 6. Terjemahan
Satrio Wahono. Jakarta: Indeks.
Republika. 2008. Minat Baca Anak Indonesia Memprihatinkan, (Online),
(http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/07/08/123680minat-baca-anak-indonesia-memprihatinkan), diakses 10 April 2014.
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik.
Terjemahan Narulita Yusron. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Sumardjo, J. 2004. Seluk-Beluk dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek.
Bandung: Pustaka Kaifah.
Tim Kreatif LKM UNJ. 2011. Restorasi Pendidikan Indonesia: Menuju
Masyarakat Terdidik Bebrbasis Budaya. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Widiantoro, W. 2012. Jumlah Terbitan Buku di Indonesia Rendah,
(Online),http://edukasi.kompas.com/read/2012/06/25/08121853/Juml
ah. Terbitan.Buku.di.Indonesia.Rendah), diakses 19 April 2015.
M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390
125
Download