Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi MODEL PEMBELAJARAN DISPERSI IMAJINASI: UPAYA MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN PADA ERA INDUSTRI KREATIF Oleh: Ruli Andayani (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang) email: [email protected] ABSTRACT: Indonesia follows the global trend entering the creative industries, including the publication of literary works. It is a challenge for educationists to inculcate creativity among students literary writing. Students are expected to be a productive man in composing short story as stated in the 2013 curriculum. Considering this, the dispersion learning model is designed for students to learn writing a short story, achieving learning goal planned, and realize the goals of national education. The learning model is not only allows student to be creative and productive in writing short story, but also emphasize discussion in group with mutual support. Since the beginning of learning, students were involved in group, while the teacher acts as a facilitator, motivator, and inspirator. The learning procedure includes six activities: watch, share, give character figure, thugh, exercise, and publish. Keywords: learning, writing short stories, dispersion imagination PENDAHULUAN Industri penerbitan merupakan salah satu bidang yang menjanjikan dalam era ekonomi kreatif. Kebutuhan terhadap bahan bacaan dan referensi serta tuntutan zaman agar pelajar menguasai informasi dan memahami isu-isu terkini menjadi motivasi tersendiri untuk mewujudkan maju pesatnya industri penerbitan. Melimpahnya sumber bacaan sesungguhnya dapat memberi keuntungan bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan bangsa yang melek aksara. Akan tetapi, produktivitas buku di Indonesia dapat dikatakan masih lemah dibandingkan dengan negara lain. Menurut Jalal (dalam Tim Kreatif LKM UNJ, 2011:166), Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 225 juta jiwa, hanya mampu M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 107 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi menghasilkan sekitar 8.000 buku per tahun. Sementara itu, Vietnam dengan jumlah penduduk sekitar 80 juta jiwa mampu menghasilkan 15.000 buku per tahun. Jauh di atas Indonesia, Widiantoro (2012) menyebut bahwa Jepang mampu memproduksi 40.000 buku setiap tahun, sementara India 16.000 buku, dan China sekitar 140.000 buku. Data ini menunjukkan lemahnya produktivitas buku di dalam negeri. Padahal, tidak ada negara yang maju tanpa buku. Dari data yang memprihatinkan ini sebenarnya tergambar prospek yang menjanjikan dari industri penerbitan di Indonesia. Kurangnya produktivitas buku saat ini hendaknya memicu penulis atau pelaku industri kreatif penerbitan untuk meningkatkan hasil produksinya, baik kualitas maupun kuantitasnya. Penerbitan karya sastra diharapkan dapat ikut mengambil peran agar industri kreatif lebih bernilai budaya dan tidak hanya berorientasi pada keuntungan financial, karena karya sastra adalah produk budaya. Usaha penerbitan buku (berupa novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan sejenisnya) yang bersifat komersial dianggap sebagai industri budaya. Seirama dengan pesatnya industri kreatif di Indonesia, semakin kuat juga kecenderungan untuk menyiasati penerbitan buku sastra sebagai sebuah industri. Penerbitan karya sastra pun menjadi bagian tak terpisahkan dari industri penerbitan. Menulis cerpen, sebagai salah satu keterampilan bersastra, memiliki posisi penting dalam mengambil peran dalam industri kreatif di Indonesia. Menulis kreatif cerpen diharapkan dapat memicu pertumbuhan produktivitas buku bacaan di dalam negeri. Di beberapa kota di Indonesia seperti Yogyakarta, Solo, dan Malang, geliat pertumbuhan penulis cerpen M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 108 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi semakin tampak membanggakan, padahal jumlah majalah sastra yang mewadahinya semakin berkurang. Penulis-penulis muda yang dalam hal ini adalah siswa dan mahasiswa termotivasi untuk memupblikasikan cerpennya ke koran Minggu lokal dan nasional. Dalam ranah pendidikan, kegiatan akademik menulis cerpen bisa saja dikolaborasikan dengan kegiatan penerbitan. Setidaknya, ada tiga manfaat yang dapat diperoleh: (1) melatih keterampilan siswa menulis kritis-kreatif, (2) berperan serta dalam meningkatkan industri kreatif penerbitan, dan (3) menciptakan pembelajaran yang bermakna. Dengan menulis cerpen dan menerbitkannya, siswa terpacu untuk menghasilkan karya nyata. Siswa tidak hanya belajar tentang cerpen (teori)—seperti anggapan selama ini—melainkan juga praktik langsung. Sudah saatnya pembelajaran dikembalikan pada fungsi yang sebenarnya, yakni untuk mengembangkan kemampuan dan potensi siswa agar cakap dan kreatif. Seperti yang telah tertuang dalam Undang- Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 4 ayat 5 yang menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Ini artinya bahwa pembelajaran tidak berhenti pada teori, tetapi sudah harus membentuk budaya literasi (membaca dan menulis). Proses pembelajaran hendaknya memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk memperoleh pengalaman dan kecakapan hidup yang bermakna. Kegiatan menulis cerpen di sekolah perlu didesain sebaik mungkin yang dapat mengarahkan siswa agar mampu berpikir kritis dan kreatif, berkembang daya imaji dan kekritisannya, serta mampu M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 109 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi merepresentasikannya dalam bentuk karya literer yang bermakna. Model pembelajaran menulis cerpen yang hanya terpaku pada teori patut ditinggalkan. Siswa tidak hanya dibekali dengan teori menulis, tetapi yang terpenting adalah praktik menulis, mengasah keterampilan menulis. Model pembelajaran dispersi imajinasi dirancang untuk memudahkan siswa dalam belajar menulis cerpen, mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang direncanakan, dan mewujudkan cita-cita pendidikan nasional. Model pembelajaran ini tidak hanya memungkinkan siswa untuk kreatif dan produktif dalam menulis cerpen secara individu, tetapi juga mengedepankan diskusi dalam satu kelompok yang saling mendukung. PEMBAHASAN A. Hakikat Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi Model pembelajaran dispersi imajinasi dikembangkan dari metode belajar investigasi kelompok, yaitu salah satu turunan dari teori belajar kooperatif. Belajar kooperatif dimaknai sebagai bentuk pembelajaran yang berusaha menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Eggen dan Kauchak (2012:136) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi mengajar yang memberikan peran terstruktur bagi siswa seraya menekankan interaksi antarsiswa. Karakteristiknya mirip dengan belajar kelompok, tetapi pembelajaran ini lebih terstruktur dan memberikan peran spesifik bagi siswa. Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah konstruksitivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang mengharuskan siswa secara individual M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 110 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, menerima informasi dengan aturan yang ada, dan merevisinya apabila perlu. Dengan model pembelajaran ini, siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri atas 4—6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik, baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Slavin (2010: 215) menegaskan bahwa investigasi kelompok tidak dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas. Komunikasi dan interaksi kooperatif di antara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, sehingga pertukaran di antara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan. Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5—6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 111 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Metode investigasi kelompok terdiri atas enam tahapan pembelajaran yang berkesinambungan. Pertama, kegiatan seleksi topik. Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2—6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik. Kedua, merencanakan kerjasama. Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih. Ketiga, implementasi. Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. Keempat, analisis dan sintesis. Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh dan merencanakan agar dapat diringkas dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas. Kelima, penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa di dalam kelas saling terlibat dalam mencapai perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Keenam, evaluasi. Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 112 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok atau keduanya. Aunurrahman (2009:152) menyatakan bahwa seorang guru dapat menggunakan strategi investigasi kelompok di dalam proses pembelajaran dengan beberapa keadaan, yaitu (1) guru bermaksud agar siswa mencapai studi yang mendalam tentang isi atau materi, yang tidak dapat dipahami secara memadai dari sajian-sajian informasi yang terpusat pada guru, (2) guru bermaksud mendorong siswa untuk lebih skeptis tentang ide-ide yang disajikan dari fakta-fakta yang didapatkan, (3) guru bermaksud meningkatkan minat siswa terhadap suatu topik yang memotivasi mereka membicarakan berbagai persoalan di luar kelas, (4) guru bermaksud membantu siswa memahami tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan atas interpretasi informasi yang berasal dari penelitian-penelitian orang lain yang mungkin dapat mengarah pada pemahaman yang kurang positif, (5) guru bermaksud mengembangkan keterampilan-keterampilan penelitian, dan (6) apabila guru menginginkan peningkatan dan perluasan kemampuan siswa. Peran guru dalam investigasi kelompok adalah sebagai narasumber dan fasilitator. Guru tersebut berkeliling di antara kelompokkelompok yang ada untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya dan membantu setiap tugas siswa dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran. Istilah dispersi imajinasi mengandung maksud bahwa dalam pembelajaran yang dilakukan terjadi kegiatan menggali dan mengolah M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 113 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi imajinasi siswa untuk keperluan menulis cerpen. Istilah dispersi merupakan istilah yang sering digunakan dalam seni memotong batu berlian. Ketepatan dalam pemotongan tersebut membuat batuan berlian mampu menguraikan cahaya putih menjadi warna pelangi. Ketepatan dalam pemotongan dan kemampuan dispersi inilah yang membuat batuan berlian menjadi bernilai tinggi, selain juga ditentukan oleh kekerasan batuan. Dalam model pembelajaran dispersi imajinasi, siswa dilatih untuk mengembangkan imajinasi kreatifnya dalam satu kelompok sehingga dalam satu kelompok dan satu kesatuan ide, siswa dapat menghasilkan ide-ide kecil yang berbeda sudut pandang pemaknaannya. Misalnya, dengan ide cerita ketulusan pengabdian seorang guru, siswa dapat menghasilkan tiga cerita yang berbeda. Siswa pertama mengembangkan ide dengan menggunakan sudut pandang siswa, siswa kedua mengembangkan ide dengan menggunakan sudut pandang guru, dan siswa ketiga mengembangkan ide dengan menggunakan sudut pandang orangtua siswa. Konflik dalam ide-ide kecil inilah yang harus dikembangkan secara individual oleh siswa dalam satu kelompok. Di sinilah hakikatnya, kekhasan model dispersi imajinasi, yakni adanya satu tema besar yang kemudian diuraikan menjadi tema-tema kecil dan menciptakan cerpen yang berbeda. B. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi Model pembelajaran dispersi imajinasi memiliki prinsip-prinsip yang sangat khas dan berbeda dengan model-model pembelajaran yang M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 114 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi lain. Prinsip-prinsip tersebut meliputi empat hal, yakni prinsip pembagian kelompok, keterlibatan siswa, sifat, dan peran guru. Pertama, pembagian kelompok. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dengan anggota 3-4 siswa yang heterogen (memiliki kemampuan akademik yang beragam agar memenuhi standar kesamarataan) dan dapat dibentuk berdasarkan pertimbangan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu, atau bahkan keragaman budaya. Pembagian kelompok ini berkaitan dengan tugas membuat cerita dalam satu tema besar dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Masing-masing anggota kelompok menulis cerpen setema, namun dengan pengembangan konflik dan sudut penceritaan yang berbeda. Kedua, keterlibatan siswa. Siswa terlibat langsung dalam pembelajaran, yakni sejak perencanaan pembelajaran (menentukan topik dan cara investigasi) hingga akhir pembelajaran (pembuatan cerpen). Siswa dalam satu kelompok diharapkan saling bertukar pemikiran dalam merancang tulisan dengan cara mengkritisi ide dan memberi sumbangan pemikiran kreatif dalam proses penyuntingan cerpen teman. Meskipun terdapat tagihan individual, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab bersama terhadap keberhasilan penulisan. Ketiga, sifat. Model pembelajaran ini mengedepankan sifat demokrasi dan kooperatif. Segala keputusan merupakan hasil diskusi dan pemikiran bersama. Masing-masing individu dalam sebuah kelompok tidak bisa berjalan sendiri dan harus memiliki keputusan bersama. Dengan M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 115 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi demikian, model pembelajaran ini juga ikut serta dalam meningkatkan keterampilan sosial. Keempat, peran guru. Peran utama guru dalam pembelajaran dispersi imajinasi adalah sebagai fasilitator, yakni guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Peran guru semacam ini membawa konsekuensi logis terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang biasanya lebih bersifat top-down ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat top-down, guru seringkali diposisikan sebagai atasan yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, dan instruksi bergaya birokrat. Sementara itu, siswa lebih diposisikan sebagai bawahan yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru. Berbeda dengan pola hubungan top-down, hubungan kemitraan antara guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Lebih besar dari sekadar fasilitator, dalam pembelajaran dengan model dispersi imajinasi ini guru juga berperan sebagai motivator dan inspirator siswa dalam menulis cerpen. Guru harus mampu mendorong kemauan siswa, memahami dan memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya secara optimal. Selain itu, guru harus mampu membangun pribadi siswa agar lebih percaya diri dalam menulis. Guru berperan sebagai inspirator, yakni mampu menginspirasi siswa. M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 116 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi C. Prosedur Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi Secara rinci, prosedur pembelajaran dalam model Dispersi Imajinasi dirangkum dalam akronim Toba Karollas yang tampak pada tabel berikut. Akronim Kegiatan TO Tonton Siswa menonton film dramatik yang memiliki unsur kekayaan konflik. Mengulas/mengapresiasi film yang ditonton. BA Bagikan Dalam satu kelompok, siswa merumuskan tema besar Siswa dalam satu kelompok membagi sudut pandang penceritaan. Siswa memahami dan menganalisis model cerpen. KAR OL Karakterisa si Olah Uraian Siswa menentukan ide kecil untuk dikembangkan menjadi cerpen secara individu. Siswa memberi karakter pada tokoh yang dipilih. Siswa mendaftar pertistiwa penting dalam cerpen. Siswa mengolah peristiwa yang telah didaftar sehingga membentuk konflik yang sesuai dengan tema. LA Latihan Siswa melakukan latihan menulis cerpen secara bertahap dengan bimbingan guru. Latihan dimulai dengan membuat pembuka cerpen, dilanjutkan dengan latihan menulis dialog, penutup cerpen, dan merumuskan judul serta menyuntingnya. S Sajikan Siswa menyajikan hasil suntingan cerpen dalam bentuk karya yang dianggap terbaik. Kompeten si Dasar 4.1 4.1 4.1 dan 3.3 4.2 (pramenulis ) 4.2 4.2 4.2 (pramenulis ) 4.2 4.3 4.3 Tabel 1. Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi Toba Karollas M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 117 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi Adapun apabila langkah-langkah prosedural model pembelajaran tersebut divisualisasikan akan tampak seperti pada gambar berikut. Gambar 1. Tahapan Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi D. Implementasi Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi Model pembelajaran dispersi imajinasi dapat diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah sesuai dengan karakteristik masingmasing sekolah dan siswa. Prinsip-prinsip dasar dapat dalam model ini dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Kegiatan pertama dalam model ini, misalnya, dapat diimplemtasikan secara berbeda di berbagai tempat di Indonesia. Sekolah di Papua mengimplementasikannya dengan menonton film berlatar Papua; sekolah di Aceh mengimplemtasikan dengan menonton film berlatar Aceh. Sekolah M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 118 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi di kota dapat mengimplemtasikannya dengan menonton film di bioskop, di aula, atau ruang multimedia, sedangkan sekolah di desa yang minim fasilitas dapat menggunakan pemutar film sederhana. Yang terpenting adalah dari kegiatan ini siswa berkembang imajinasinya untuk menulis literer. Berikut adalah contoh implementasi model pembelajaran dispersi yang dapat dilakukan di sekolah. Dengan mengikuti tahapan pembelajaran dan prinsip-prinsip model dispersi imajinasi, dapat dilakukan pembelajaran sebagaimana dideskripsikan berikut. Proses pembelajaran dibuka dengan kegiatan menonton film dramatik yang dilakukan siswa dengan pendampingan guru mata pelajaran. Jika pembelajaran dilakukan pada jam pertama atau jam setelah istirahat, seluruh perlengkapan harus sudah siap sebelum siswa masuk kelas. Kelas didesain seperti bioskop mini agar menghadirkan suasana baru di kelas. Jika ada ruang multimedia atau ada sistem rolling class, proses ini dapat disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan. Genre film sengaja dipilih film dramatik sebab genre ini lebih banyak menampilkan cerita bermakna yang sarat akan konflik sehingga diharapkan mampu menginspirasi siswa dalam mengembangkan ide menulis cerpen. Film-film yang memuat pesan-pesan moral, menyentuh hati, dan inspiratif sangat disarankan untuk ditayangkan dalam pembelajaran ini, misalnya film Laskar Pelangi (mengisahkan tentang perjuangan anak-anak pinggiran dalam meraih impian meski hidup penuh dengan keterbatasan); Taare Zameen Par (mengisahkan perjuangan seorang anak disleksia dalam menemukan bakatnya); Wedding Dress M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 119 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi (mengisahkan seorang ibu yang sangat mencintai anaknya; dalam kondisi tubuhnya yang diserang sel kanker masih berjuang seorang diri untuk membesarkan anaknya); Hafalan Surat Deliza (mengisahkan kegigihan dan ketekunan seorang anak dalam menghafalkan bacaan salat, bahkan dalam keadaan yang memprihatinkan setelah terjadi tsunami Aceh). Terlebih dahulu guru harus menyediakan sebuah film yang telah melalui proses penyuntingan. Film utuh dipotong bagian-bagian yang tidak mempengaruhi alur dan tidak menghilangkan bagian penting cerita. Pemotongan ini dilakukan agar film yang diputar di sekolah ini sesuai dengan alokasi waktu belajar. Adapun durasi yang disarankan berkisar 45—60 menit. Dengan durasi putar tersebut, masih ada sisa waktu sekurang-kurangnya 30 menit untuk mengulas film yang telah ditonton, mengapresiasi, dan memetik ide yang mungkin dapat dikembangakan menjadi cerpen oleh siswa. Setelah menonton film bersama, siswa membentuk kelompok kecil yang terdiri atas 3—4 anggota. Jumlah kelompok yang tidak terlalu banyak bertujuan untuk menghindari kesamaan dalam pengembangan cerita. Berdasarkan film yang baru saja ditonton, setiap kelompok membagi sudut pandang penceritaan untuk mengembangkan ide cerita. Pada tahap inilah tercermin model dispersi imajinasi yang paling khas. Ada penyebaran (penguraian) sudut pandang penceritaan. Sebagai contoh, siswa menonton film Taare Zameen Par. Dari film ini dipilih tiga sudut pandang tokoh paling penting, misalnya Ishaan (sebagai tokoh utama yang menderita disleksia, gangguan membaca yang tidak mampu membedakan huruf bermiripan); Ram Shankar Nikumbh M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 120 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi (seorang guru melukis yang menyadari bakat Ishaan dan satu-satunya guru yang sangat mengerti keterbatasan Ishaan, hingga guru ini pula yang membebaskan Ishaan dari keterbatasan itu dengan telaten melatihnya membaca dan menulis dengan cara yang sangat menyenangkan; Nandkishore Awasthi (ayah Ishaan yang sangat ambisius membentuk Ishaan menjadi ilmuwan, tanpa menghiraiukan bakat dan minat Ishaan yang sebenarnya adalah di bidang seni). Dari film ini saja bisa menghasilkan tiga cerpen yang berbeda. Cerpen pertama memandang Ishaan dengan sudut pandang Ishaan sendiri, tentu akan menghasilkan cerpen yang menggali efek psikologis; cerpen kedua memandang Ishaan dari sudut pandang seorang guru tentu memiliki gaya dan jalan cerita yang berbeda; cerpen ketiga memandang Ishaan dari sudut pandang sang ayah yang sangat ambisius tentu juga memberi warna berbeda pada cerpen yang dibuat siswa. Siswa diberi keleluasaan jika ingin mengganti film sebagai sumber inspirasi. Ide yang dikembangkan tidak harus sama dengan film yang baru saja ditonton. Namun, yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan cerita film yang dipilih harus memuat nilai-nilai moral dan cara pembagian sudut pandang harus tetap mengikuti contoh. Berdasarkan sudut pandang yang ditentukan bersama, siswa mulai memberi perwatakan (karakterisasi) pada tokoh. Pada tahap ini dapat dilakukan kegiatan menulis paragraf pendek yang menggambarkan sudut pandang yang digunakan. Contoh kalimat dapat dilihat sebagai berikut. M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 121 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi Sudut Pandang Ishaan Abjad itu mengajakku menari. Tak seorang pun tahu kecuali aku. Di antara ayah, ibu, kakak, dan aku, hanya aku yang memiliki rahasia ini. Sudut Pandang Nandkishore Awasthi (ayah) Setiap anak harusnya memiliki kemampuan yang sama. Tidak ada yang tidak mungkin jika mau berusaha. Hanya anak malas yang gagal mencapai cita-cita. Contoh paragraf tersebut sedikit banyak dapat menggambarkan pemikiran yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda pula. Karakter tokoh telah mulai muncul meski dalam paragraf pendek pun. Pilihan kata menunjukkan karakter tokohnya. Langkah selanjutnya, setelah merancang karakter tokoh adalah merangkai alur cerita. Siswa merangkai jalan cerita, konfliknya, dan kejutan-kejutan yang akan ditampilkan dalam cerpen. Tahap ini penting dilakukan untuk mengarahkan siswa dalam mengembangkan cerita agar tidak meluas. Misalnya, siswa terlebih dahulu mendaftar kejadian penting dalam cerpen lalu dilajutkan dengan menyusun alur dengan mempertimbangkan ketepatan penempatan konflik dan suspensi. Adapun mengembangan alur, siswa dapat mencobanya seperti cara berikut. Klimaks Konflik Meningkat ke Tahap II Konflik Tahap I Peredaman Peredaman Penyelesaian Tanpa Pengenalan pada Awal Cerita Gambar 2. Contoh Skema Pengembangan Alur M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 122 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi Pada tahap selanjutnya, siswa melakukan latihan menulis cerpen secara bertahap dengan bimbingan guru. Latihan dimulai dengan membuat pembuka cerpen, dilanjutkan dengan latihan menulis dialog, penutup cerpen, dan merumuskan judul serta menyuntingnya. Sampai tahap ini guru perlu menyajikan pemodelan dan pembimbingan secara intensif. Pada tahap ini berlangsung pembelajaran KI 4.2 dan 4.3 kurikulum 2013, seperti yang tertuang dalam kurikulum untuk kelas 2 SMA. Latihan dilakukan setiap bagian, selanjutnya disempurnakan menjadi cerpen yang utuh, mulai bagian paragraf pemuka sampai penutup, lengkap dengan judulnya. Dengan demikian, kegiatan mencoba dan memproduksi berhasil dilewati di tahap ini. Selanjutnya adalah proses penyuntingan dengan memperhatikan aturan penulisan. Tahap terakhir dalam pembelajaran dengan model dispersi imajinasi adalah menyajikan tulisan secara utuh dan siap dibaca oleh khalayak. Ada beberapa pilihan cara untuk menyajikan cerpen tersebut, yakni dengan cara dibukukan menjadi kumpulan cerpen satu kelas, diunggah dalam laman atau blog, atau dipublikasikan ke media massa. Namun, cara yang sangat disarankan adalah dengan cara dibukukan, baik secara indi, mencetak sendiri untuk dokumentasi kelas maupun ber-ISBN. Pada tahap ini proses pembelajaran telah memasuki proses pembelajaran membuat jejaring, sebagaimana diamanahkan dalam kurikulum 2013 (yang tidak lama lagi disempurnakan menjadi kurikulum nasional). M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 123 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi KESIMPULAN Pembelajaran menulis cerpen dengan model dispersi imajinasi sangat diperlukan, khususnya untuk membantu siswa dalam mengembangan ide menjadi cerita yang utuh. Model pembelajaran ini memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menulis cerpen secara bertahap, yakni sejak menemukan ide yang menarik, latihan mengembangkannya, menuliskannya secara utuh, sampai menyunting ejaan. Dengan demikian, tahap-tahap pemebejaran saintifik pun telah terakomodasi dalam inovasi model pembelajaran ini. Dalam pembelajaran ini, siswa tidak hanya diajak mengenal cerpen, tetapi juga memproduksi dan mempublikasi. Penggunaan multimedia berupa film mampu menghadirkan warna baru dalam pembelajaran menulis cerpen. Pembagian sudut pandang memandu siswa dalam mengembangkan gagasan. Sementara peran guru yang tidak sekadar sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai motivator dan inspirator juga mampu memberi energi baru dalam proses pembelajaran. Agar pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, penerapan model dispersi imajinasi hendaknya dilaksanakan dengan tepat waktu sebab jika ada keterlambatan akan mengacaukan tahap pembelajaran berikutnya, terutama ketika pemutaran film. Dengan demikian, perlengkapan multimedia harus siap sebelum pembelajaran berlangsung. Latihan menulis dilakukan di sekolah secara terbimbing sampai siswa menghasilkan cerpen yang siap dipublikasikan. Hal ini untuk menjaga keotentikan tulisan siswa. M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 124 Ruli Andayani, Model Pembelajaran Dispersi Imajinasi DAFTAR RUJUKAN Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Eggen dan Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir Edisi 6. Terjemahan Satrio Wahono. Jakarta: Indeks. Republika. 2008. Minat Baca Anak Indonesia Memprihatinkan, (Online), (http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/07/08/123680minat-baca-anak-indonesia-memprihatinkan), diakses 10 April 2014. Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara. Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Terjemahan Narulita Yusron. Bandung: Penerbit Nusa Media. Sumardjo, J. 2004. Seluk-Beluk dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Kaifah. Tim Kreatif LKM UNJ. 2011. Restorasi Pendidikan Indonesia: Menuju Masyarakat Terdidik Bebrbasis Budaya. Jogjakarta: Ar-Ruz Media. Widiantoro, W. 2012. Jumlah Terbitan Buku di Indonesia Rendah, (Online),http://edukasi.kompas.com/read/2012/06/25/08121853/Juml ah. Terbitan.Buku.di.Indonesia.Rendah), diakses 19 April 2015. M U A D D I B Vol.06 No.01 Januari-Juni 2016 ISSN 2088-3390 125