1. PENDAHULUAN Integrasi pasar modal kawasan atau yang disebut Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dimulai sejak 1967. Awalnya, ASEAN lebih merupakan kerjasama bidang politik, kemudian berkembang lebih luas, termasuk bidang ekonomi. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Oktober 2003 di Bali dalam deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II) menyepakati pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) yang akan dimulai 31 Desember 2015 (asean.org). AEC merupakan realisasi dari aspirasi ASEAN sebagai kawasan yang terbuka, inklusif, dinamis, dan tangguh pada tahun 2020 (Guerrero, 2010). Program yang ditujukan di AEC tidak saja meliputi kebebasan aliran barang, tenaga kerja, aliran modal, namun juga mengurangi kemiskinan serta kesenjangan sosial (Soesastro, 2004). Pasar modal Indonesia melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki salah satu indikator indeks yang berlaku yaitu Jakarta Composite Index (JKSE). JKSE merupakan suatu indeks yang digunakan dalam mengukur kinerja seluruh saham yang tercatat pada BEI. JKSE di BEI meliputi pergerakan-pergerakan harga untuk saham biasa dan saham preferen (Hartono, 2009). Adanya perkembangan dan pergerakan pasar menyebabkan JKSE mengalami periode naik dan turun. Pada tanggal 6 Maret 2015, JKSE mencapai level tertinggi sepanjang sejarah yaitu ditutup naik 1,17 persen ke level tertinggi 5.514,78 (idx.co.id). Merujuk Gambar 1, JKSE bersama dengan empat indeks saham negara ASEAN yang lain yaitu Philippines Stock Exchange (PSE), Kuala Lumpur Composite Indeks (KLCI), Straits Time Index (STI), dan The Stock Exchange of Thailand (SET) pada tahun 2000 hingga tahun 2014 menunjukkan tren yang positif. Namun terjadi penurunan sebesar 50 persen pada JKSE dari 2.745,83 pada tahun 2007 ke level 1.355,41 pada tahun 2008. Penurunan pada JKSE ini diakibatkan oleh adanya imbas krisis subprime mortgage Amerika. Krisis subprime mortgage yang terjadi tahun 2007-2009 (Yehoue, 2009: Eubanks, 2010: Vayid, 2013) tercatat sebagai salah satu krisis terhebat selain great depression (Afzal & Ali, 2012: Torii, et al., 2013) disebabkan oleh beberapa faktor mencakup pemberian kredit perumahan berisiko tinggi, tingkat hutang perusahaan, distribusi produk keuangan tanpa menjelaskan risiko, kebijakan moneter dan perumahan yang buruk, ketidakseimbangan perdagangan internasional, tingkat suku 1 bunga rendah, dan kebijakan pemerintah yang tidak tepat (Stiglitz, 2008: Bianco, 2008: Simkovic, 2013). 6000 5000 4000 JKSE Indonesia PSE Filipina 3000 KLCI Malaysia 2000 STI Singapura SET Thailand 1000 0 Gambar 1. Perkembangan Indeks Saham 5 Negara ASEAN Tahun 2000 – 2014 Saat krisis subprime mortgage di Amerika terjadi, tidak hanya Indonesia yang mengalami penurunan pada indeks harga sahamnya, namun negara ASEAN seperti Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand juga terkena imbasnya. Ditunjukkan pada Gambar 1. Ketika krisis melanda Amerika, indeks keempat negara tersebut yaitu PSE, KLCI, STI, dan SET ikut terdorong jatuh grafiknya. Negara-negara ASEAN yang masih tergolong sebagai negara berkembang masih rentan akan kondisi ekonomi dunia. Krisis subprime mortgage di Amerika membawa dampak terhadap penurunan bursa saham di Amerika dan diikuti oleh bursa saham di ASEAN. Krisis subprime mortgage memberi dampak negatif terhadap pasar modal, khususnya pasar modal negara berkembang (Heilmann, 2010: Thao & Daly, 2012: Aswani, 2015). Perekonomian global telah saling terkait satu dengan yang lainnya melalui perdagangan dan investasi, sehingga kondisi perekonomian yang tercermin dari pergerakan indeks akan berpengaruh terhadap negara lain. Fenomena ini dibuktikan dengan kajian empiris bahwa pasar modal ASEAN merupakan cointegerated (Majid, et al., 2009: Gee, et al., 2009: Guesmi, 2012: Meric, et al., 2012: Karim & Karim, 2012: Sutanto, et al., 2013: Kenani, et al., 2013: Karim & Ning, 2013: Lee & Isa, 2014). 2 Pasar modal ASEAN merupakan bagian tak terpisahkan dari pasar modal global (Lim, 2007: Rizavi, et al., 2011: Tahir, et al., 2013 & Wang, 2014). Indeks Dow Jones dan Indeks FTSE 100 adalah indeks harga saham di pasar modal Amerika dan Inggris. Sedangkan Indeks ASX 200 dan Nikkei 225 merupakan indeks di pasar modal Australia dan Jepang. Indeks Hangseng merupakan indeks di pasar modal Hongkong yang digunakan oleh investor ASEAN sebagai pertimbangan sebelum melakukan transaksi jual beli saham (forbes.com). Penelitian empiris tentang pengaruh indeks global terhadap pasar modal ASEAN atau salah satu negara di Asia sudah sering dilakukan (Xie & Goldstern, 2009: Yoon & Kang, 2011: Lee, at al., 2012 & Ritopan, 2015). Tetapi penelitian yang membandingkan pengaruh indeks global terhadap pasar modal ASEAN pada kondisi sebelum krisis, saat krisis, dan setelah krisis subprime mortgage di Amerika masih terbatas. Atas dasar ini maka penulis tertarik untuk meneliti “Pengaruh Indeks Global terhadap Indeks Pasar Modal 5 Negara ASEAN pada Kondisi: Sebelum Krisis Subprime Mortgage (20002006)? Saat Krisis (2007-2009)? Dan Setelah Krisis (2010-2014)?” Perumusan masalah yang akan dicoba untuk dijawab adalah: a. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap Jakarta Composite Index (JKSE) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. b. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap Philippines Stock Exchange (PSE) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. c. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap Kuala Lumpur Composite Indeks (KLCI) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. d. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap Straits Time Index (STI) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. e. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap The Stock Exchange of Thailand (SET) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. 3 2. KAJIAN LITERATUR A. Integrasi Pasar Modal Integrasi ekonomi dikatakan sebagai pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan serta koordinasi kebijakan moneter dan fiskal antar negara yang bertujuan untuk meningkatkan perdagangan negara-negara dalam sebuah perjanjian (Setiawan, 2012). Sedangkan Bae (1995) menjelaskan bahwa pasar modal dikatakan terintegrasi secara internasional apabila aset-aset dengan karakteristik risiko yang identik memiliki harga yang sama walaupun diperdagangkan pada pasar modal yang berbeda. Secara teoritis pasar modal internasional yang terintegrasikan sepenuhnya (artinya tidak ada hambatan apapun untuk memiliki sekuritas di setiap pasar modal, dan juga tidak ada hambatan dalam capital inflow outflow) akan menciptakan biaya modal yang lebih rendah daripada seandainya pasar modal tidak terintegrasikan (Husnan, 2005). Hal ini disebabkan karena para pemodal bisa melakukan diversifikasi investasi dengan lebih luas, bukan hanya antar industri tetapi juga antar negara. Karena risiko yang relevan bagi pemodal hanyalah risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi, maka semakin besar bagian risiko total yang bisa dihilangkan dengan diversifikasi semakin menarik diversifikasi internasional bagi para pemodal. Dengan demikian kecilnya yang ditanggung pemodal, maka tingkat keuntungan yang diisyaratkanpun akan lebih kecil. Dengan kata lain biaya modal akan lebih kecil. Menurunnya biaya modal tertentu akan membuat investasi makin menguntungkan, apabila hal-hal lain sama. Ini akan berarti bahwa investasi akan makin banyak dilakukan, penyerapan tenaga kerja akan makin besar, dan seterusnya. Dengan demikian nampaknya pasar modal internasional yang terintegrasi sepenuhnya akan memberikan manfaat yang besar dibandingkan dengan seandainya tersegmentasi sepenuhnya (Husnan, 2005). Secara teoritis penghilangan hambatan bagi pemodal asing akan membuat pasar modal di seluruh dunia menjadi terintegrasikan secara penuh (fully integrated capital market) (Husnan, 2005). Maka pertimbangan risiko dan keuntungan akan dilakukan dalam lingkup dunia dan tidak lagi dalam batasan negara tertentu. Manfaat yang akan 4 diperoleh adalah bahwa harga saham akan lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan dimana pasar modal semuanya tertutup (fully segmented markets). Menurut Husnan (2005), pasar modal Indonesia dikatagorikan sebagai pasar modal yang masih tersegmentasikan. Pasar modal yang tersegmentasikan ditafsirkan bahwa pembentukan harga saham di pasar modal tersebut dipengaruhi oleh kondisi bursa-bursa di luar negeri. Menurut Santoso (2013), pasar modal yang tersegmentasi cenderung dipengaruhi oleh gejolak dalam negeri saja, dan kemungkinan hanya memiliki investor asing yang relatif lebih sedikit dan kapitalisasi pasar masih kecil. B. Contagion Effect Theory (Teori Efek Domino) Contagion didefinisikan sebagai sebuah peningkatan signifikan pada hubungan lintas pasar setelah shock pada suatu negara (atau sekelompok negara), sebagaimana diukur oleh perbandingan harga aset atau pergerakan bersama arus keuangan di pasar terhadap co-movement pada masa stabil. Kedekatan geografis dan kesamaan karakteristik memungkinkan negara di kawasan Asia memiliki efek domino (contagion effect) yang sangat tinggi (Muzzamil, 2011). Menurut Rigobon (2002) mengemukakan tiga definisi contagion. Pertama, contagion dapat diinterprestasikan sebagai terjadi krisis di suatu negara dan krisis yang terjadi di negara tersebut menimbulkan serangan spekulasi pada negara lain. Sebagai contoh adalah serangan besar-besaran yang menyebabkan Brazil menderita pada akhir 1998 setelah Rusia jatuh. Kedua, contagion dalam arti restriktif merupakan tranmisi dari suatu shock meliwati lintas batas negara atau secara umum terjadi korelasi yang signifikan antar negera yang terjadi di luar hubungan fundamental antara negara dan di luar common shocks. Contagion dalam arti restriktif biasanya disebut sebagai excess comovement dan umumnya dijelaskan oleh herd behavior. Ketiga, contagion dalam arti sangat restriktif yaitu suatu fenomena yang terjadi ketika korelasi antar lintas negara meningkat selama periode krisis dibandingkan pada saat perekonomian normal. Menurut Trihadmini (2011), terdapat empat kriteria yang dapat digunakan untuk menditeksi ada tidaknya contagion effect, yaitu berdasarkan korelasi harga aset, conditional probability dari krisis mata uang, terjadinya tranmisi dari perubahan volatilitas dan adanya pergerakan aliran modal. 5 Teori domino adalah fenomena perubahan berantai berdasarkan prinsip geostrategis. Pola perubahan dianalogikan seperti domino China (mahyong) yang berdiri tegak, apabila domino paling awal dijatuhkan, ia akan menimpa domino terdekat, dan proses ini akan berlanjut hingga ke keping domino terakhir. Menutur para ahli, efek domino terjadi karena adanya teori pasar kuat mempengaruhi pasar yang lebih lemah (Wijayanti, 2013). Menurut Dornbusch, et al. (2000), penyebab terjadinya contagion terdiri dari beberapa penyebab seperti fundamental dan prilaku investor. C. DIVERSIFIKASI INTERNASIONAL Diversifikasi adalah sebuah strategi investasi dengan menempatkan dana dalam berbagai instrumen investasi dengan tingkat risiko dan potensi keuntungan yang berbeda, atau dikenal dengan strategi alokasi aset (asset allocation). Alokasi aset ini lebih fokus pada penempatan dana di berbagai instrumen investasi, bukan memfokuskan terhadap pilihan saham dalam portofolio. Dari hasil studi, perbedaan kinerja lebih banyak dikarenakan alokasi aset bukan karena pilihan investasi. Diversifikasi bertujuan untuk mengurangi tingkat risiko dan tetap memberikan potensi tingkat keuntungan yang cukup. Menurut Rodoni (2008) faktor yang penting dalam diversifikasi adalah korelasi yang rendah antara keuntungan. Semakin rendah korelasi ini, maka semakin besar manfaat diversifikasi portofolio. Markowitz (1952) memperkenalkan konsep awal diversifikasi. Markowitz menurunkan manfaat utama diversifikasi secara kuantitatif dengan menggunakan portofolio atas dua aset berisiko. Dengan memanfaatkan matematika sederhana, dirinya berhasil membuktikan risiko portofolio dapat menjadi minimum jika kedua aset memiliki koefisien korelasi negatif sempurna yakni -1. Markowitz juga menemukan bahwa diversifikasi selalu dapat menurunkan risiko portofolio sepanjang koefisien korelasi tidak positif sempurna atau lebih kecil dari satu. Dampak globalisasi yang terjadi pada abad 21 terhadap ekonomi menyebabkan pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistem ekonomi global. Melalui semangat globalisasi inilah para investor di berbagai negara melakukan diversifikasi internasional yang menyebabkan adanya portofolio internasional. Diversifikasi internasional memberikan manfaat lebih besar bagi inverstor dibanding hanya berinvestasi pada pasar 6 lokal. Dalam jangka panjang, kontribusi return melalui diversifikasi internasional yang diperoleh investor akan lebih tinggi dibanding investasi yang hanya dilakukan pada pasar lokal. Dengan melakukan diversifikasi internasional, investor akan memiliki manfaat pengurangan risiko pada tingkat keuntungan tertentu. 3. HIPOTESIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Hipotesis Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Indeks global berpengaruh signifikan terhadap Jakarta Composite Index (JKSE) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. H2 : Indeks global berpengaruh signifikan terhadap Philippines Stock Exchange (PSE) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. H3 : Indeks global berpengaruh signifikan terhadap Kuala Lumpur Composite Indeks (KLCI) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. H4 : Indeks global berpengaruh signifikan terhadap Straits Time Index (STI) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. H5 : Indeks global berpengaruh signifikan terhadap The Stock Exchange of Thailand (SET) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis. 7 B. Kerangka Konseptual Dow Jones Amerika Pasar Modal 5 Negara ASEAN FTSE 100 Inggris Indeks Global ASX 100 Australia Nikkei 225 Jepang (Sebelum Krisis 20002006, Saat Krisis 20072009, Setelah Krisis 2010-2014) Integrasi Pasar Modal Hangseng Hongkong Contagion Effect Theory Diversifikasi Internasional 4. METODE A. Jenis Penelitian Sesuai dengan judul penelitian, yaitu pengaruh indeks global terhadap indeks pasar modal 5 negara ASEAN pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage (20002006), saat krisis (2007-2009), dan setelah krisis (2010-2014), maka jenis penelitian ini adalah: a. Berdasarkan pendekatan penelitian, maka penelitian ini dilakukan pada bidang penelitian sosial pada ranah manajemen khususnya manajemen keuangan dengan paradigma positivisme. b. Berdasarkan pendekatan kuantitatif, maka penelitian ini juga dinamakan dengan penelitian konfirmatori yang berfokus pada melakukan konfirmasi teori untuk berlakunya pada suatu objek penelitian tertentu, baik untuk eksplanasi maupun prediksi. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bursa efek di lima negara ASEAN. Penelitian ini tidak menggunakan sampel karena seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian sehingga penelitian ini disebut penelitian populasi. Adapun bursa efek 8 di lima negara ASEAN meliputi: 1) Jakarta Composite Index (JKSE), 2) Philippines Stock Exchange (PSE), 3) Kuala Lumpur Composite Indeks (KLCI), 4) Straits Time Index (STI), dan 5) The Stock Exchange of Thailand (SET). C. Teknik Pengumpulan Data Jenis data penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari yahoo.finance.com dan bloomberg.com (2000-2014) dan merujuk langsung dari website pasar modal lima negara ASEAN. Penelitian ini menggunakan data time series harian dari Januari 2000-Desember 2014. D. Metode Analisis Metode analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif akan disajikan dalam bentuk statistika ratarata yang dilengkapi dengan nilai maksimum, minimum dan standar deviasi. Tujuannya adalah untuk memberikan deskriptif empiris atas data yang telah dikumpulkan. Selanjutnya yaitu statistik inferensial tujuannya adalah untuk menjawab hipotesis yang telah diajukan sebelumnya. Statistik inferensial yang digunakan adalah analisis kausalitas dengan regresi linear berganda, uji beda rata-rata dengan software SPSS 19. Adapun model persamaan dari penelitian ini adalah: Yi,t = α i,t + b1X1 i,t + b2X2 i,t + b3X3 i,t + b4X4 i,t + b5X5 i,t + ε i,t Dimana: Yi = Return indeks pasar modal 5 negara ASEAN (Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand) α i,t = Konstanta periode t indeks pasar modal i X1 i,t = Indeks Dow Jones Amerika periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i X2 i,t = Indeks FTSE 100 Inggris periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i X3 i,t = Indeks ASX 100 Australia periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i X4 i,t = Indeks Nikkei 225 Jepang periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i X5 i,t = Indeks Hangseng Hongkong periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i ε i,t = Disturbance error periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i 9 Uji beda rata-rata yang dilakukan adalah: 1. Uji Normalitas Tujuannya adalah untuk menguji data variabel independen (X) terhadap data variabel dependen (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan, berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan criteria: a) Data berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 5% atau 0,05 dan b) Data tidak berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 5% atau 0,05. 2. Uji Asumsi Klasik Tujuannya untuk mengetahui apakah persamaan regresi yang dibentuk telah memenuhi asumsi teoritis atau belum. Uji asumsi klasik terdiri dari: 1) Multikolinearitas, 2) Heteroskedastisitas, dan 3) Autokorelasi. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara variabel independen caranya dengan menentukan nilai tolerance yaitu besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistik (α) atau nilai variance inflation factor (VIF) yaitu faktor inflasi penyimpangan baku kuadrat. Kriteria variabel independen dikatakan mengalami multikolinearitas jika: a) α hitung < α dan VIF hitung > VIF = terjadi multikolinearitas dan b) α hitung > α dan VIF hitung < VIF = tidak terjadi multikolinearitas. Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah penelitian yang dilakukan memiliki varians yang sama atau tidak antar observasi yang ada. Heteroskedastisitas dapat dilihat menggunakan scatterplot titik-titik hasil pengolahan data antara ZPRED dan SRESID. Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titiktitiknya mempunyai pola yang teratur baik menyempit, melebar maupun bergelombanggelombang. Tidak terjadi apabila scatterplot titik-titiknya menyebar di bawah maupun di atas titik origin (angka 0) pada sumbu Y dan tidak mempunyai pola yang teratur. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya atau t-1 (Wijaya, 2009). Salah satu ukuran menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji Durbin-Watson (DW). 10 3. Uji Hipotesis Uji t, uji ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh indeks global terhadap indeks pasar modal 5 negara ASEAN. Dasar keputusan adalah jika nilai signifikan < 0,05 atau 5%, maka hipotesis dinyatakan diterima dan jika nilai signifikan > 5%, maka hipotesis dinyatakan ditolak. Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar variabel independen dapat mempengaruhi variabel dependen. Semakin mendekati nilai satu R2 maka dapat disimpulkan bahwa variabel indeks global dapat menjelaskan varians dari variabel pasar modal 5 negara ASEAN. 11 DAFTAR PUSTAKA Afzal, M & Ali, R. 2012. Impact of Global Financial Crisis on Stock Markets: Evidence from Pakistan and India. Full length research paper Aswani, Jitendra. 2015. Analyzing the Impact of Global Financial Crisis on the Interconnectedness of Asian Stock Markets using Network Science. Indira Gandhi Instite of Development Reseach, Mumbai. WP-2015-020 Bianco, 2008. The Subprime Lending Crisis: Causes and Effects of the Mortgage Meltdown. Bragues, G. 2009. The Ethics of U.S. Monetary Policy in Response to the Financial Crisis of 2007-2009. Libertarian Paper Vol. 1, ART. No. 31. Daly, D & Thao, T.P. 2012. The Impact of the Global Financial Crisis on Southeast Asian Equity Markets Integration. International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 3, N0.4. Eubanks, W.W. 2010. The Europian Union’s Response to the 2007-09 Financial Crisis. Congressional Research Service 7-5700. Guerrero, R.B. 2010. Regional Integration: the ASEAN Vision in 2020. IFC Bulletin No. 32. Guesmi, K. 2012. Characterizing South-East Asian Stock Market Integration through Time. International Journal of Business. Vol. 17, No. 1, ISSN: 1083-4346. Hartono, Yogiyanto. 2009. Teori Portofolio Dan Analisis Investasi, Cetakan Keenam. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Heilmann, Kilian, 2010. Stock Market Linkages – A Cointegration Approach. Dissertation. University of Nottingham. http://edition.cnn.com/2008/POLITICS/09/17/stiglitz.crisis/index.html?iref=topnews diunduh 15 September 2015. http://www.forbes.com/2007/08/29/market-timing-djia-pf-educationin_gc_0829investopedia_inl.html diunduh 16 September 2015. http://www.asean.org/communities/asean-economic-community diunduh 16 September 2015. http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/Publication/Newsletter/FileDownload/201504 20_IDX-Newsletter.pdf diunduh 16 September 2015. Husnan, S. 2005. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. 12 Karim, B.A & Karim, Z.A. 2012. Integration of ASEAN-5 Stock Markets: A Revisit. Asian Academy of Management Journal of Accounting and Finance. Vol. 8, No. 2, 21-4. Karim, B.A & Ning, H.X. 2013. Driving Forces of the ASEAN-5 Stock Markets Integration. Asia Pasific Journal of Business Administration. Vol. 5(3): 186 191. Kenani, J.M: Purnomo, J & Maoni, F. 2013. The Impact of Global Financial Crisis on the Integration of the Chinese and Indonesian Stock Markets. International Journal of Economics and Finance; Vol. 5, No. 9. Lee, A.P & Isa, M. 2014. Stock Market Integration and the Impact of the Subprime Financial Crisis: A Malaysian Perspective. Asian Journal of Business and Accounting. ISSN 1985-4064. Lee, B.S: Kim, H.W & Kim, B.H. 2012. Spillover Effects of the U.S. Financial Crisis on Financial Markets in Emerging Asian Countries. Auburn University Department of Economics Working Paper. Lim L.K. 2007. “Linkages Between ASEAN Stock Market: A Cointegration Approach“. Edith Cowan University. Majid, M.S.A: Meera, A.K.M: Omar, M.A & Aziz, H.A. 2009. Dynamic Linkeges Among ASEAN-5 Emerging Stock Market. International Journal of Emerging Market. Vol. 4(2): 160-184. Meric, I: Kim, J.H: Gong, L & Meric, G. 2012. Co-movement of and Linkages between Asian Stock Markets. Business and Economics Research Journal, Vol. 3, No.1, ISSN: 1309-2448. Muzzamil, A. 2011. Analisis Pengaruh Indeks Saham Asia Tenggara terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (JKSE) di Bursa Efek Indonesia. Universitas Pembangunan Negara “Veteran”, Jakarta, Indonesia. Phuan, S.M: Lim, K.P & Ooi, A.Y. 2009. Financial Liberalization and Stock Market Integration for ASEAN-5 Countries. International Business Research. Vol. 2, No. 1. Ritopan, A. 2015. Keterkaitan Pergerakan Return Indeks Negara Maju dan Berkembang terhadap Return Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Tesis. Program Studi Megister Ilmu Ekonomi Bidang Kajian Utama Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya. Rizavi, S.S: Naqvi, B & Rizvi, S.K. 2011. Global and Regional Financial Integration of Asian Stock Markets. International Journal of Business and Science. Vol. 2, No. 9. 13 Santoso, T.N & Darwati, S. 2014. Pengaruh Perubahan Nilai Tukar, Suku Bunga, Harga Minyak Dunia dan Indeks Saham Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada Pasar Modal di Negara-Negara ASEAN. The 7th NCFB and Doctotal Colloquium 2014, Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS, Surabaya. Setiawan, Sigit. 2012. Analisis Sektor Pasar Modal Indonesia Menghadapi Liberalisasi dan Integrasi ASEAN: Policy Paper No. 2/2012 Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral-BKF. Simkovic, Michael. 2013. Competition and Crisis in Mortgage Securitization. Indiana Law Journal. Indiana University Vol. 88 Issue 1 (http://ssrn.com/abstract=1924831). Soesastro, Hadi. 2004. Kebijakan Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi, Globalisasi, Regionalisasi dan Semua Itu: Economics Working Paper Series CSIS. Tahir, H.M: Sabir, H.M: Ali, Y: Ali, S.J & Ismail, A. 2013. Interdependence of South Asian & Developed Stock Markets and Their Impact on KSE (Pakistan). Asian Economic and Financial Review. Vol. 3, No. 1. Torii, H & Srilayatha, M.A.K. 2013. Interdependence of the Stock Markets, Before and During the Economic Crisis: The Case of East and South Asia. Trihadmini, N. 2011. Contagion dan Spillover Effect Pasar Keuangan Global sebagai Early Warning System. Finance and Banking Journal, Vol. 13 No. 1. Vayid, I. 2013. Central Bank Communications Before, During and After the Crisis: From Open-Market Operations to Open-Mouth Policy. Bank of Canada Working Paper 2013-14. Wijaya, T. (2009). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta Xie, D & Goldstern, M. 2009. The Impact of the Financial Crisis on Emerging Asia. Working Paper Series WP 09-11. Yehoue, E.B. 2009. Emerging Economy Responses to the Global Financial Crisis of 2007-09: An Emperical Analysis of the Liquidity Easing Measures. IMF Working Paper WP/09/265. Yoon, S.M & Kang, S.H. 2011. The Global Financial Crisis and the Integration of Emerging Stock Market in Asia. Journal of East Asian Economic Integration. Vol. 15, No. 4. 14 15