Tesis 18 Sep 2015

advertisement
1. PENDAHULUAN
Integrasi pasar modal kawasan atau yang disebut Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN) dimulai sejak 1967. Awalnya, ASEAN lebih merupakan kerjasama
bidang politik, kemudian berkembang lebih luas, termasuk bidang ekonomi. Pada
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Oktober 2003 di Bali dalam deklarasi
ASEAN Concord II (Bali Concord II) menyepakati pembentukan ASEAN Economic
Community (AEC) yang akan dimulai 31 Desember 2015 (asean.org). AEC merupakan
realisasi dari aspirasi ASEAN sebagai kawasan yang terbuka, inklusif, dinamis, dan
tangguh pada tahun 2020 (Guerrero, 2010). Program yang ditujukan di AEC tidak saja
meliputi kebebasan aliran barang, tenaga kerja, aliran modal, namun juga mengurangi
kemiskinan serta kesenjangan sosial (Soesastro, 2004).
Pasar modal Indonesia melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki salah satu
indikator indeks yang berlaku yaitu Jakarta Composite Index (JKSE). JKSE merupakan
suatu indeks yang digunakan dalam mengukur kinerja seluruh saham yang tercatat pada
BEI. JKSE di BEI meliputi pergerakan-pergerakan harga untuk saham biasa dan saham
preferen (Hartono, 2009). Adanya perkembangan dan pergerakan pasar menyebabkan
JKSE mengalami periode naik dan turun. Pada tanggal 6 Maret 2015, JKSE mencapai
level tertinggi sepanjang sejarah yaitu ditutup naik 1,17 persen ke level tertinggi
5.514,78 (idx.co.id).
Merujuk Gambar 1, JKSE bersama dengan empat indeks saham negara ASEAN
yang lain yaitu Philippines Stock Exchange (PSE), Kuala Lumpur Composite Indeks
(KLCI), Straits Time Index (STI), dan The Stock Exchange of Thailand (SET) pada
tahun 2000 hingga tahun 2014 menunjukkan tren yang positif. Namun terjadi penurunan
sebesar 50 persen pada JKSE dari 2.745,83 pada tahun 2007 ke level 1.355,41 pada
tahun 2008. Penurunan pada JKSE ini diakibatkan oleh adanya imbas krisis subprime
mortgage Amerika. Krisis subprime mortgage yang terjadi tahun 2007-2009 (Yehoue,
2009: Eubanks, 2010: Vayid, 2013) tercatat sebagai salah satu krisis terhebat selain
great depression (Afzal & Ali, 2012: Torii, et al., 2013) disebabkan oleh beberapa
faktor mencakup pemberian kredit perumahan berisiko tinggi, tingkat hutang
perusahaan, distribusi produk keuangan tanpa menjelaskan risiko, kebijakan moneter
dan perumahan yang buruk, ketidakseimbangan perdagangan internasional, tingkat suku
1
bunga rendah, dan kebijakan pemerintah yang tidak tepat (Stiglitz, 2008: Bianco, 2008:
Simkovic, 2013).
6000
5000
4000
JKSE Indonesia
PSE Filipina
3000
KLCI Malaysia
2000
STI Singapura
SET Thailand
1000
0
Gambar 1. Perkembangan Indeks Saham 5 Negara ASEAN Tahun 2000 – 2014
Saat krisis subprime mortgage di Amerika terjadi, tidak hanya Indonesia yang
mengalami penurunan pada indeks harga sahamnya, namun negara ASEAN seperti
Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand juga terkena imbasnya. Ditunjukkan pada
Gambar 1. Ketika krisis melanda Amerika, indeks keempat negara tersebut yaitu PSE,
KLCI, STI, dan SET ikut terdorong jatuh grafiknya.
Negara-negara ASEAN yang masih tergolong sebagai negara berkembang masih
rentan akan kondisi ekonomi dunia. Krisis subprime mortgage di Amerika membawa
dampak terhadap penurunan bursa saham di Amerika dan diikuti oleh bursa saham di
ASEAN. Krisis subprime mortgage memberi dampak negatif terhadap pasar modal,
khususnya pasar modal negara berkembang (Heilmann, 2010: Thao & Daly, 2012:
Aswani, 2015).
Perekonomian global telah saling terkait satu dengan yang lainnya melalui
perdagangan dan investasi, sehingga kondisi perekonomian yang tercermin dari
pergerakan indeks akan berpengaruh terhadap negara lain. Fenomena ini dibuktikan
dengan kajian empiris bahwa pasar modal ASEAN merupakan cointegerated (Majid, et
al., 2009: Gee, et al., 2009: Guesmi, 2012: Meric, et al., 2012: Karim & Karim, 2012:
Sutanto, et al., 2013: Kenani, et al., 2013: Karim & Ning, 2013: Lee & Isa, 2014).
2
Pasar modal ASEAN merupakan bagian tak terpisahkan dari pasar modal global
(Lim, 2007: Rizavi, et al., 2011: Tahir, et al., 2013 & Wang, 2014). Indeks Dow Jones
dan Indeks FTSE 100 adalah indeks harga saham di pasar modal Amerika dan Inggris.
Sedangkan Indeks ASX 200 dan Nikkei 225 merupakan indeks di pasar modal Australia
dan Jepang. Indeks Hangseng merupakan indeks di pasar modal Hongkong yang
digunakan oleh investor ASEAN sebagai pertimbangan sebelum melakukan transaksi
jual beli saham (forbes.com).
Penelitian empiris tentang pengaruh indeks global terhadap pasar modal ASEAN
atau salah satu negara di Asia sudah sering dilakukan (Xie & Goldstern, 2009: Yoon &
Kang, 2011: Lee, at al., 2012 & Ritopan, 2015). Tetapi penelitian yang membandingkan
pengaruh indeks global terhadap pasar modal ASEAN pada kondisi sebelum krisis, saat
krisis, dan setelah krisis subprime mortgage di Amerika masih terbatas. Atas dasar ini
maka penulis tertarik untuk meneliti “Pengaruh Indeks Global terhadap Indeks Pasar
Modal 5 Negara ASEAN pada Kondisi: Sebelum Krisis Subprime Mortgage (20002006)? Saat Krisis (2007-2009)? Dan Setelah Krisis (2010-2014)?”
Perumusan masalah yang akan dicoba untuk dijawab adalah:
a. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap Jakarta Composite Index
(JKSE) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah
krisis.
b. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap Philippines Stock
Exchange (PSE) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis,
dan setelah krisis.
c. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap Kuala Lumpur
Composite Indeks (KLCI) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat
krisis, dan setelah krisis.
d. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap Straits Time Index (STI)
pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis.
e. Apakah indeks global berpengaruh signifikan terhadap The Stock Exchange of
Thailand (SET) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan
setelah krisis.
3
2. KAJIAN LITERATUR
A. Integrasi Pasar Modal
Integrasi ekonomi dikatakan sebagai pengurangan atau penghapusan hambatan
perdagangan serta koordinasi kebijakan moneter dan fiskal antar negara yang bertujuan
untuk meningkatkan perdagangan negara-negara dalam sebuah perjanjian (Setiawan,
2012). Sedangkan Bae (1995) menjelaskan bahwa pasar modal dikatakan terintegrasi
secara internasional apabila aset-aset dengan karakteristik risiko yang identik memiliki
harga yang sama walaupun diperdagangkan pada pasar modal yang berbeda.
Secara teoritis pasar modal internasional yang terintegrasikan sepenuhnya
(artinya tidak ada hambatan apapun untuk memiliki sekuritas di setiap pasar modal, dan
juga tidak ada hambatan dalam capital inflow outflow) akan menciptakan biaya modal
yang lebih rendah daripada seandainya pasar modal tidak terintegrasikan (Husnan,
2005). Hal ini disebabkan karena para pemodal bisa melakukan diversifikasi investasi
dengan lebih luas, bukan hanya antar industri tetapi juga antar negara. Karena risiko
yang relevan bagi pemodal hanyalah risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan
diversifikasi, maka semakin besar bagian risiko total yang bisa dihilangkan dengan
diversifikasi semakin menarik diversifikasi internasional bagi para pemodal. Dengan
demikian kecilnya yang ditanggung pemodal, maka tingkat keuntungan yang
diisyaratkanpun akan lebih kecil. Dengan kata lain biaya modal akan lebih kecil.
Menurunnya
biaya
modal
tertentu
akan
membuat
investasi
makin
menguntungkan, apabila hal-hal lain sama. Ini akan berarti bahwa investasi akan makin
banyak dilakukan, penyerapan tenaga kerja akan makin besar, dan seterusnya. Dengan
demikian nampaknya pasar modal internasional yang terintegrasi sepenuhnya akan
memberikan manfaat yang besar dibandingkan dengan seandainya tersegmentasi
sepenuhnya (Husnan, 2005).
Secara teoritis penghilangan hambatan bagi pemodal asing akan membuat pasar
modal di seluruh dunia menjadi terintegrasikan secara penuh (fully integrated capital
market) (Husnan, 2005). Maka pertimbangan risiko dan keuntungan akan dilakukan
dalam lingkup dunia dan tidak lagi dalam batasan negara tertentu. Manfaat yang akan
4
diperoleh adalah bahwa harga saham akan lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan
dimana pasar modal semuanya tertutup (fully segmented markets).
Menurut Husnan (2005), pasar modal Indonesia dikatagorikan sebagai pasar
modal yang masih tersegmentasikan. Pasar modal yang tersegmentasikan ditafsirkan
bahwa pembentukan harga saham di pasar modal tersebut dipengaruhi oleh kondisi
bursa-bursa di luar negeri. Menurut Santoso (2013), pasar modal yang tersegmentasi
cenderung dipengaruhi oleh gejolak dalam negeri saja, dan kemungkinan hanya
memiliki investor asing yang relatif lebih sedikit dan kapitalisasi pasar masih kecil.
B. Contagion Effect Theory (Teori Efek Domino)
Contagion didefinisikan sebagai sebuah peningkatan signifikan pada hubungan
lintas pasar setelah shock pada suatu negara (atau sekelompok negara), sebagaimana
diukur oleh perbandingan harga aset atau pergerakan bersama arus keuangan di pasar
terhadap co-movement pada masa stabil. Kedekatan geografis dan kesamaan
karakteristik memungkinkan negara di kawasan Asia memiliki efek domino (contagion
effect) yang sangat tinggi (Muzzamil, 2011).
Menurut Rigobon (2002) mengemukakan tiga definisi contagion. Pertama,
contagion dapat diinterprestasikan sebagai terjadi krisis di suatu negara dan krisis yang
terjadi di negara tersebut menimbulkan serangan spekulasi pada negara lain. Sebagai
contoh adalah serangan besar-besaran yang menyebabkan Brazil menderita pada akhir
1998 setelah Rusia jatuh. Kedua, contagion dalam arti restriktif merupakan tranmisi dari
suatu shock meliwati lintas batas negara atau secara umum terjadi korelasi yang
signifikan antar negera yang terjadi di luar hubungan fundamental antara negara dan di
luar common shocks. Contagion dalam arti restriktif biasanya disebut sebagai excess comovement dan umumnya dijelaskan oleh herd behavior. Ketiga, contagion dalam arti
sangat restriktif yaitu suatu fenomena yang terjadi ketika korelasi antar lintas negara
meningkat selama periode krisis dibandingkan pada saat perekonomian normal.
Menurut Trihadmini (2011), terdapat empat kriteria yang dapat digunakan untuk
menditeksi ada tidaknya contagion effect, yaitu berdasarkan korelasi harga aset,
conditional probability dari krisis mata uang, terjadinya tranmisi dari perubahan
volatilitas dan adanya pergerakan aliran modal.
5
Teori domino adalah fenomena perubahan berantai berdasarkan prinsip geostrategis. Pola perubahan dianalogikan seperti domino China (mahyong) yang berdiri
tegak, apabila domino paling awal dijatuhkan, ia akan menimpa domino terdekat, dan
proses ini akan berlanjut hingga ke keping domino terakhir. Menutur para ahli, efek
domino terjadi karena adanya teori pasar kuat mempengaruhi pasar yang lebih lemah
(Wijayanti, 2013). Menurut Dornbusch, et al. (2000), penyebab terjadinya contagion
terdiri dari beberapa penyebab seperti fundamental dan prilaku investor.
C. DIVERSIFIKASI INTERNASIONAL
Diversifikasi adalah sebuah strategi investasi dengan menempatkan dana dalam
berbagai instrumen investasi dengan tingkat risiko dan potensi keuntungan yang
berbeda, atau dikenal dengan strategi alokasi aset (asset allocation). Alokasi aset ini
lebih fokus pada penempatan dana di berbagai instrumen investasi, bukan memfokuskan
terhadap pilihan saham dalam portofolio. Dari hasil studi, perbedaan kinerja lebih
banyak dikarenakan alokasi aset bukan karena pilihan investasi. Diversifikasi bertujuan
untuk mengurangi tingkat risiko dan tetap memberikan potensi tingkat keuntungan yang
cukup. Menurut Rodoni (2008) faktor yang penting dalam diversifikasi adalah korelasi
yang rendah antara keuntungan. Semakin rendah korelasi ini, maka semakin besar
manfaat diversifikasi portofolio.
Markowitz (1952) memperkenalkan konsep awal diversifikasi. Markowitz
menurunkan manfaat utama diversifikasi secara kuantitatif dengan menggunakan
portofolio atas dua aset berisiko. Dengan memanfaatkan matematika sederhana, dirinya
berhasil membuktikan risiko portofolio dapat menjadi minimum jika kedua aset
memiliki koefisien korelasi negatif sempurna yakni -1. Markowitz juga menemukan
bahwa diversifikasi selalu dapat menurunkan risiko portofolio sepanjang koefisien
korelasi tidak positif sempurna atau lebih kecil dari satu.
Dampak globalisasi yang terjadi pada abad 21 terhadap ekonomi menyebabkan
pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistem ekonomi global. Melalui semangat
globalisasi inilah para investor di berbagai negara melakukan diversifikasi internasional
yang menyebabkan adanya portofolio internasional. Diversifikasi internasional
memberikan manfaat lebih besar bagi inverstor dibanding hanya berinvestasi pada pasar
6
lokal. Dalam jangka panjang, kontribusi return melalui diversifikasi internasional yang
diperoleh investor akan lebih tinggi dibanding investasi yang hanya dilakukan pada
pasar lokal. Dengan melakukan diversifikasi internasional, investor akan memiliki
manfaat pengurangan risiko pada tingkat keuntungan tertentu.
3.
HIPOTESIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Hipotesis
Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1
: Indeks global berpengaruh signifikan terhadap Jakarta Composite Index
(JKSE) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah
krisis.
H2
: Indeks global berpengaruh signifikan terhadap Philippines Stock Exchange
(PSE) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah
krisis.
H3
: Indeks global berpengaruh signifikan terhadap Kuala Lumpur Composite
Indeks (KLCI) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan
setelah krisis.
H4
: Indeks global berpengaruh signifikan terhadap Straits Time Index (STI) pada
kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah krisis.
H5
: Indeks global berpengaruh signifikan terhadap The Stock Exchange of Thailand
(SET) pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage, saat krisis, dan setelah
krisis.
7
B. Kerangka Konseptual
Dow Jones Amerika
Pasar Modal 5 Negara
ASEAN
FTSE 100 Inggris
Indeks Global
ASX 100 Australia
Nikkei 225 Jepang
(Sebelum Krisis 20002006, Saat Krisis 20072009, Setelah Krisis
2010-2014)
Integrasi Pasar Modal
Hangseng Hongkong
Contagion Effect Theory
Diversifikasi Internasional
4. METODE
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian, yaitu pengaruh indeks global terhadap indeks
pasar modal 5 negara ASEAN pada kondisi: sebelum krisis subprime mortgage (20002006), saat krisis (2007-2009), dan setelah krisis (2010-2014), maka jenis penelitian ini
adalah:
a. Berdasarkan pendekatan penelitian, maka penelitian ini dilakukan pada bidang
penelitian sosial pada ranah manajemen khususnya manajemen keuangan
dengan paradigma positivisme.
b. Berdasarkan pendekatan kuantitatif, maka penelitian ini juga dinamakan dengan
penelitian konfirmatori yang berfokus pada melakukan konfirmasi teori untuk
berlakunya pada suatu objek penelitian tertentu, baik untuk eksplanasi maupun
prediksi.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bursa efek di lima negara ASEAN.
Penelitian ini tidak menggunakan sampel karena seluruh populasi dijadikan sebagai
sampel penelitian sehingga penelitian ini disebut penelitian populasi. Adapun bursa efek
8
di lima negara ASEAN meliputi: 1) Jakarta Composite Index (JKSE), 2) Philippines
Stock Exchange (PSE), 3) Kuala Lumpur Composite Indeks (KLCI), 4) Straits Time
Index (STI), dan 5) The Stock Exchange of Thailand (SET).
C. Teknik Pengumpulan Data
Jenis data penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dari
yahoo.finance.com dan bloomberg.com (2000-2014) dan merujuk langsung dari website
pasar modal lima negara ASEAN. Penelitian ini menggunakan data time series harian
dari Januari 2000-Desember 2014.
D. Metode Analisis
Metode analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif
dan statistik inferensial. Statistik deskriptif akan disajikan dalam bentuk statistika ratarata yang dilengkapi dengan nilai maksimum, minimum dan standar deviasi. Tujuannya
adalah untuk memberikan deskriptif empiris atas data yang telah dikumpulkan.
Selanjutnya yaitu statistik inferensial tujuannya adalah untuk menjawab hipotesis yang
telah diajukan sebelumnya. Statistik inferensial yang digunakan adalah analisis
kausalitas dengan regresi linear berganda, uji beda rata-rata dengan software SPSS 19.
Adapun model persamaan dari penelitian ini adalah:
Yi,t = α i,t + b1X1 i,t + b2X2 i,t + b3X3 i,t + b4X4 i,t + b5X5 i,t + ε i,t
Dimana:
Yi
= Return indeks pasar modal 5 negara ASEAN (Indonesia, Filipina, Malaysia,
Singapura, dan Thailand)
α i,t
= Konstanta periode t indeks pasar modal i
X1 i,t = Indeks Dow Jones Amerika periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i
X2 i,t
= Indeks FTSE 100 Inggris periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i
X3 i,t
= Indeks ASX 100 Australia periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i
X4 i,t
= Indeks Nikkei 225 Jepang periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i
X5 i,t
= Indeks Hangseng Hongkong periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i
ε i,t
= Disturbance error periode t indeks pasar modal 5 negara ASEAN i
9
Uji beda rata-rata yang dilakukan adalah:
1. Uji Normalitas
Tujuannya adalah untuk menguji data variabel independen (X) terhadap data
variabel dependen (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan, berdistribusi normal
atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan criteria: a)
Data berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 5% atau 0,05 dan b) Data
tidak berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 5% atau 0,05.
2. Uji Asumsi Klasik
Tujuannya untuk mengetahui apakah persamaan regresi yang dibentuk telah
memenuhi asumsi teoritis atau belum. Uji asumsi klasik terdiri dari: 1)
Multikolinearitas, 2) Heteroskedastisitas, dan 3) Autokorelasi. Uji multikolinearitas
bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara variabel independen caranya
dengan menentukan nilai tolerance yaitu besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan
secara statistik (α) atau nilai variance inflation factor (VIF) yaitu faktor inflasi
penyimpangan baku kuadrat. Kriteria variabel independen dikatakan mengalami
multikolinearitas jika: a) α hitung < α dan VIF hitung > VIF = terjadi multikolinearitas
dan b) α hitung > α dan VIF hitung < VIF = tidak terjadi multikolinearitas.
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah penelitian yang
dilakukan memiliki varians yang sama atau tidak antar observasi yang ada.
Heteroskedastisitas dapat dilihat menggunakan scatterplot titik-titik hasil pengolahan
data antara ZPRED dan SRESID. Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titiktitiknya mempunyai pola yang teratur baik menyempit, melebar maupun bergelombanggelombang. Tidak terjadi apabila scatterplot titik-titiknya menyebar di bawah maupun
di atas titik origin (angka 0) pada sumbu Y dan tidak mempunyai pola yang teratur.
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu periode
sebelumnya atau t-1 (Wijaya, 2009). Salah satu ukuran menentukan ada tidaknya
masalah autokorelasi dengan uji Durbin-Watson (DW).
10
3. Uji Hipotesis
Uji t, uji ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh indeks global
terhadap indeks pasar modal 5 negara ASEAN. Dasar keputusan adalah jika nilai
signifikan < 0,05 atau 5%, maka hipotesis dinyatakan diterima dan jika nilai signifikan
> 5%, maka hipotesis dinyatakan ditolak.
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar variabel
independen dapat mempengaruhi variabel dependen. Semakin mendekati nilai satu R2
maka dapat disimpulkan bahwa variabel indeks global dapat menjelaskan varians dari
variabel pasar modal 5 negara ASEAN.
11
DAFTAR PUSTAKA
Afzal, M & Ali, R. 2012. Impact of Global Financial Crisis on Stock Markets: Evidence
from Pakistan and India. Full length research paper
Aswani, Jitendra. 2015. Analyzing the Impact of Global Financial Crisis on the
Interconnectedness of Asian Stock Markets using Network Science. Indira
Gandhi Instite of Development Reseach, Mumbai. WP-2015-020
Bianco, 2008. The Subprime Lending Crisis: Causes and Effects of the Mortgage
Meltdown.
Bragues, G. 2009. The Ethics of U.S. Monetary Policy in Response to the Financial
Crisis of 2007-2009. Libertarian Paper Vol. 1, ART. No. 31.
Daly, D & Thao, T.P. 2012. The Impact of the Global Financial Crisis on Southeast
Asian Equity Markets Integration. International Journal of Trade, Economics
and Finance, Vol. 3, N0.4.
Eubanks, W.W. 2010. The Europian Union’s Response to the 2007-09 Financial Crisis.
Congressional Research Service 7-5700.
Guerrero, R.B. 2010. Regional Integration: the ASEAN Vision in 2020. IFC Bulletin
No. 32.
Guesmi, K. 2012. Characterizing South-East Asian Stock Market Integration through
Time. International Journal of Business. Vol. 17, No. 1, ISSN: 1083-4346.
Hartono, Yogiyanto. 2009. Teori Portofolio Dan Analisis Investasi, Cetakan Keenam.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Heilmann, Kilian, 2010. Stock Market Linkages – A Cointegration Approach.
Dissertation. University of Nottingham.
http://edition.cnn.com/2008/POLITICS/09/17/stiglitz.crisis/index.html?iref=topnews
diunduh 15 September 2015.
http://www.forbes.com/2007/08/29/market-timing-djia-pf-educationin_gc_0829investopedia_inl.html diunduh 16 September 2015.
http://www.asean.org/communities/asean-economic-community diunduh 16 September
2015.
http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/Publication/Newsletter/FileDownload/201504
20_IDX-Newsletter.pdf diunduh 16 September 2015.
Husnan, S. 2005. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP AMP
YKPN. Yogyakarta.
12
Karim, B.A & Karim, Z.A. 2012. Integration of ASEAN-5 Stock Markets: A Revisit.
Asian Academy of Management Journal of Accounting and Finance. Vol. 8, No.
2, 21-4.
Karim, B.A & Ning, H.X. 2013. Driving Forces of the ASEAN-5 Stock Markets
Integration. Asia Pasific Journal of Business Administration. Vol. 5(3): 186
191.
Kenani, J.M: Purnomo, J & Maoni, F. 2013. The Impact of Global Financial Crisis on
the Integration of the Chinese and Indonesian Stock Markets. International
Journal of Economics and Finance; Vol. 5, No. 9.
Lee, A.P & Isa, M. 2014. Stock Market Integration and the Impact of the Subprime
Financial Crisis: A Malaysian Perspective. Asian Journal of Business and
Accounting. ISSN 1985-4064.
Lee, B.S: Kim, H.W & Kim, B.H. 2012. Spillover Effects of the U.S. Financial Crisis
on Financial Markets in Emerging Asian Countries. Auburn University
Department of Economics Working Paper.
Lim L.K. 2007. “Linkages Between ASEAN Stock Market: A Cointegration Approach“.
Edith Cowan University.
Majid, M.S.A: Meera, A.K.M: Omar, M.A & Aziz, H.A. 2009. Dynamic Linkeges
Among ASEAN-5 Emerging Stock Market. International Journal of Emerging
Market. Vol. 4(2): 160-184.
Meric, I: Kim, J.H: Gong, L & Meric, G. 2012. Co-movement of and Linkages between
Asian Stock Markets. Business and Economics Research Journal, Vol. 3, No.1,
ISSN: 1309-2448.
Muzzamil, A. 2011. Analisis Pengaruh Indeks Saham Asia Tenggara terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (JKSE) di Bursa Efek Indonesia. Universitas
Pembangunan Negara “Veteran”, Jakarta, Indonesia.
Phuan, S.M: Lim, K.P & Ooi, A.Y. 2009. Financial Liberalization and Stock Market
Integration for ASEAN-5 Countries. International Business Research. Vol. 2,
No. 1.
Ritopan, A. 2015. Keterkaitan Pergerakan Return Indeks Negara Maju dan
Berkembang terhadap Return Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Indonesia. Tesis. Program Studi Megister Ilmu Ekonomi Bidang Kajian Utama
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya.
Rizavi, S.S: Naqvi, B & Rizvi, S.K. 2011. Global and Regional Financial Integration of
Asian Stock Markets. International Journal of Business and Science. Vol. 2, No.
9.
13
Santoso, T.N & Darwati, S. 2014. Pengaruh Perubahan Nilai Tukar, Suku Bunga,
Harga Minyak Dunia dan Indeks Saham Dow Jones terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan pada Pasar Modal di Negara-Negara ASEAN. The 7th NCFB
and Doctotal Colloquium 2014, Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS,
Surabaya.
Setiawan, Sigit. 2012. Analisis Sektor Pasar Modal Indonesia Menghadapi Liberalisasi
dan Integrasi ASEAN: Policy Paper No. 2/2012 Pusat Kebijakan Regional dan
Bilateral-BKF.
Simkovic, Michael. 2013. Competition and Crisis in Mortgage Securitization. Indiana
Law
Journal.
Indiana
University
Vol.
88
Issue
1
(http://ssrn.com/abstract=1924831).
Soesastro, Hadi. 2004. Kebijakan Persaingan, Daya Saing, Liberalisasi, Globalisasi,
Regionalisasi dan Semua Itu: Economics Working Paper Series CSIS.
Tahir, H.M: Sabir, H.M: Ali, Y: Ali, S.J & Ismail, A. 2013. Interdependence of South
Asian & Developed Stock Markets and Their Impact on KSE (Pakistan). Asian
Economic and Financial Review. Vol. 3, No. 1.
Torii, H & Srilayatha, M.A.K. 2013. Interdependence of the Stock Markets, Before and
During the Economic Crisis: The Case of East and South Asia.
Trihadmini, N. 2011. Contagion dan Spillover Effect Pasar Keuangan Global sebagai
Early Warning System. Finance and Banking Journal, Vol. 13 No. 1.
Vayid, I. 2013. Central Bank Communications Before, During and After the Crisis:
From Open-Market Operations to Open-Mouth Policy. Bank of Canada
Working Paper 2013-14.
Wijaya, T. (2009). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Xie, D & Goldstern, M. 2009. The Impact of the Financial Crisis on Emerging Asia.
Working Paper Series WP 09-11.
Yehoue, E.B. 2009. Emerging Economy Responses to the Global Financial Crisis of
2007-09: An Emperical Analysis of the Liquidity Easing Measures. IMF
Working Paper WP/09/265.
Yoon, S.M & Kang, S.H. 2011. The Global Financial Crisis and the Integration of
Emerging Stock Market in Asia. Journal of East Asian Economic Integration.
Vol. 15, No. 4.
14
15
Download