58 ARTI PENTING HISTORIOGRAFI DAN METODOLOGI DALAM

advertisement
ARTI PENTING HISTORIOGRAFI DAN METODOLOGI
DALAM PENELITIAN SEJARAH
Novi Triana Habsari*
Abstrak
Arah historiografi Indonesia sejak tahun 1980 an mengalami perkembangan
yang pesat. Tema-tema mulai bergeser dari sejarah-orang besar ke sejarah orangorang kecil atau rakyat biasa. Disertasi Sartono Kartodirdjo mengenai
pemberontakan Banten tahun 1988 dengan perspektif Indonesia sentris, memang
mendapat perubahan yang besar khususnya pendekatan dan sumber-sumber yang
digunakan, juga telah memperoleh banyak pengikut, terutama para muridnya di
Universitas Gajahmada dan para sejarawan Indonesia yang dididik di Belanda dalam
program kerjasama Indonesia Belanda. Penggunaan sejarah lisan nampaknya
berjalan sejajar dengan perkembangan historiografi Indonesia dan historiografi
Sejarah Lisan . Walaupun demikian cara-cara di dalam
mana sejarawan
menggunakan sumber lisan , membaca memeori yang sampai kepadanya masih
menjadi problematika. Sikap kritis dan menempatkan obyek (memori) dalam konteks
yang lebih luas semestinya dipertimbangkan , agar sejarawan tidak terporosok ke
dalam detil-detil yang tak bermakna dan bisa membuat gambaran historis yang
komprehensip.Salah satu pendekatan baru yang dimaksud adalah kelompok Subaltern
history pada awalnya dikembangkan oleh sejarawan India di penghujung tahun 1980
an. Melalui fusi pendekatan sejarah dan antropologi, di sebut juga sebagai sejarah
alternatif. Dia muncul sebagai reaksi terhadap sejarah nasional India yang
satandarnya neo imperialis. Ada sebelas jilid buku sejarah Subaltern yang telah
diterbitkan. Terlepas dari kritik yang diajukan terhadap pendekatan ini. Yang jelas
bahwa pengaruh sejarah Subaltern juga sudah meluas ke Amerika latin. Menurut
hemat saya apa esensi yang kita harus ubah jika kita akan mengikuti kelompok
tersebut yaitu mengjejaki perubahan-perubahan metode, asumsi dan proposisi dalam
historiografi Indonesia ke depan adalah bagaimana mendefenisikan masalahmasalah dan kemungkinan sejarah harus dilihat sebagai total history seperti yang
sudah lama didengun-dengunkan oleh aliran Annales School.
Kata kunci: Historiografi, Metodologi, Penelitian Sejarah
Pendahuluan
berarti sudah terjadi. Melihat pada makna
secara kebahasaan dari berbagai bahasa di
atas dapat ditegaskan bahwa pengertian
sejarah menyangkut dengan waktu dan
peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu
penting dalam memahami satu peristiwa,
maka para sejarawan cenderung mengatasi
masalah ini dengan membuat periodisasi.
Ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki
secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa
lampau beserta kejadian-kejadian dengan
maksud untuk kemudian menilai secara
Pada istilah bahasa-bahasa Eropa,
asal-muasal istilah sejarah yang dipakai
dalam literatur Bahasa Indonesia itu
terdapat beberapa variasi, meskipun begitu,
banyak yang mengakui bahwa istilah
sejarah
berasal-muasal,dalam
bahasa
Yunani historia. Dalam bahasa Inggris
dikenal dengan history yang berarti masa
lalu manusia, bahasa Prancis historie,
bahasa Italia storia, bahasa Jerman
geschichte, yang berarti yang terjadi, dan
bahasa Belanda dikenal gescheiedenis yang
Novi Triana Habsari adalah Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI MADUIN
58
Arti Penting Historiografi Dan Metodologi
kritis seluruh hasil penelitiannya tersebut,
untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan
keadaan sekarang serta arah proses masa
depan. Pada umumnya orang mengartikan
"sejarah" sebagai perubahan, tetapi bukan
sekedar dalam pengertian change, namun
yang dimaksud sesungguhnya adalah
development.
Antara
change
dan
development terdapat perbedaan yang
besar. Sejarah sebagai change saja bisa
bersifat siklis, seperti umumnya terdapat
dalam masyarakat tradisional. Pada
masyarakat tradisional sejarah diartikan
sebagai berulang-ulangnya struktur sosialbudaya tradisional dari saat ke saat,
sehingga nampak seolah-olah masyarakat
yang
bersangkutan
tidak
mengenal
perubahan baru. Begitu pula dalam
masyarakat modern pun kini muncul
dengan subur wawasan sejarah yang siklis
itu karena orang merasa khawatir dengan
perubahan-perubahan yang sangat cepat di
masa kini sehingga seolah-olah masyarakat
kehilangan pegangan. Masa lampau, dalam
hal terakhir itu, lalu dijadikan model untuk
masa kini, atau dengan kata lain, keinginan
untuk mewujudkan masa lampau di masa
kini.
"Change"
dalam
pengertian
"development" adalah unsur budaya
modern.
Masyarakat
modern
yang
mengalami perubahan yang terus-menerus
tidak lagi mengarahkan pandangan ke masa
lampau tetapi ke masa depan dan
meninggalkan wawasan sejarah siklis.
Perubahan-perubahan sosial-ekonomi yang
dahsyat yang diakibatkan oleh munculnya
kapitalisme, industrialisasi dan negarabangsa, menyebabkan orang menjadi
sangat sadar bahwa perubahan adalah
kenyataan yang tidak bisa dihindari dan
masa depan tidak bisa lagi merupakan
sekedar pengulangan dari masa lalu.
Sejarah tidak saja diartikan sebagai
"development", tetapi diyakini pula bahwa
perubahan itu disebabkan oleh manusia,
atau manusialah yang membuat sejarahnya
sendiri. Ini merupakan pandangan yang
muncul dalam masa Enlightenment di abad
ke-18.
Inilah
yang
sesungguhnya
merupakan wawasan yang melahirkan ilmu
……………| 59
sejarah dalam abad ke-19. Bersamaan
dengan itu sejarah dalam hal ini dilihat
sebagai sejarah universal, karena yang
dipentingkan adalah faktor-faktor yang
universal,
seperti
kapitalisme,
industrialisasi, negara-bangsa, dan lainnya
menjadi penting di sini.
Perkembangan ilmu sejarah sejak
itu hingga tahun-tahun 1970-an telah
melahirkan empat metodologi sejarah
sosial berbeda-beda (Lloyed 1993: 66-88).
Pertama adalah historiografi aliran empirispositifis yang dalam tahun-tahun 1950-an
dihidupkan kembali oleh Carl Hempel
(Hempel 1942). Kedua adalah aliran yang
melihat individu saja sebagai faktor utama
perubahan
sosial
yang
bersifat
internasional dengan hermeneutika sebagai
metodologinya (Collingwood 1956; Dray
1986). Ketiga adalah aliran struktural dari
Prancis dikenal sebagai "aliran Annales"
yang deterministis (Bloch 1989; Braudel
1979; Burke 1990: 1264). Keempat
tergolong struktural juga, tetapi lebih
dikenal sebagai metodologi fungsional atau
struktural sistematis yang bertumpu pada
"grand theory" dari Talcott Parsons dan
Neil Smelser (Lloyed, loc.cit.).
Perkembangan Historiografi
Indonesia
Historiografi berkembang pesat di
Indonesia
sejak tahun 1980 an. Ada
berbagai alasan yang mungkin bisa
memperkuat bahwa historiografi Indonesia
tumbuh mengalami kemajuaan. Sejak
tahun 1980-an telah muncul sejarah
pedesaan dengan berbagai tema seperti
gerakan petani, gerakan misianis, peranan
para bekel, Tanam Paksa, studi berbagai
komoditi pertanian seperti kopra, lada,
tembakau, kopi, untuk meyebut beberapa di
antaranya cukup memberikan variasi dan
diversifikasi yang kaya mengenai sejarah
pedesaan Indonesia, Jawa dan Luar jawa.
Walaupun demikian,
yang dipilih
cenderung periodesasi kolonial dengan
penggunaan sumber-sumber Belanda yang
cukup dominan.
Kecenderungan menjadikan pedesaan sebagai obyek penelitian juga dilakukan
60 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016
oleh para Indonesianis baik yang ada di
Belanda, Australia, Amerika dan Jepang.
Apakah dalam rangka memberikan respon
terhadap teori involusinya Geertz mengenai
petani
Jawa ataupun reaksi terhadap
pendekatan yang lebih sosiologis dari Jan
Breman mengenai desa-desa di Jawa. Selain
itu ada tema-tema seperti kehidupan
masyarakat petani di perkebunan tebu oleh
oleh Robert Elson, kaitan pemetaan
geografis
Jawa, lingkungan, dengan
produksi pertanian dan penduduk oleh
Van der Eng, diversifikasi ekonomi
pedesaan Jawa oleh Boomgaard, kaitan
antara kemunculan elite
dengan
komersialisasi pertanian kopi di Sumatra
barat oleh Elizabeth Graves, kontrol dan
mobilisasi petani masa pendudukan Jepang
oleh aiko Kurasawa, Buruh pertambangan
di Sulawesi Selatan pada pendudukan
Jepang oleh A. Rasyid`Asba patut diakui
sebagai arah baru
yang kaya dalam
perkembangan historiografi Indonesia di
Era sejak tahun 1980 an hingga sekarang.
Apa yang harus dicatat dalam penulisan
mereka tidak berlakunya involusi bagi
seluruh petani Jawa, dan melumpuhkan
generalisasi yang dibuat sosiologi Belanda
mengenai masayarakat pedesaan Jawa yang
tertutup dan statis sebelum kedatangan
pemerintah Kolonial Belanda.
Tema-tema lain seperti Sejarah
intelektual Islam dan perubahan sosial oleh
Taufik Abdullah di Sumatra barat tahun
1930 an, juga menandai
diversifikasi
historiografi Indonesia di era tahun 1970
an. Pengikutnya kalu boleh dikatakan
demikian
sebagian besar juga telah
melakukan berbagai studi perkembangan
intelektual Islam di berbagai daerah.
Disertasi Azzumardi Azra mengenai
hubungan tokoh-tokoh gerakan modernis
Islam di Sumatra barat dengan dunia Arab.
Dan gerakan modernis Islam di Palembang
oleh Jeroan Peter (Belanda) misalnya cukup
memberikan pengayaan mengenai tema
sejarah Intelektual Islam Indonesia.
1
Dipelopori oleh
A.B. Lapian
sejarah
maritim mulai di kembangkan. Sejarah
mengenai bajak laut, raja laut dan
seterusnya,
kini
sudah
mengalami
pergeseran yang lebih variatif dari sudut
permasalahan dan wilayah. Studi tentang
bajak laut kini sudah mulai mengcakup
kawasan
Asia
Tenggara
dengan
diterbitkannya in South East Asia oleh
Institut Asia Tenggara di Singapura.. Tematema juga mengalami variasi , Misalnya
tema organisasi produksi nelayan di Jawa
oleh Masyhuri, di Pekalongan oleh Pudjo
Semedi dan kelompok sejarawan Makassar
dan Semarang yang meneliti mengenai
berbagai pelabuhan. Seperti perdagngan
Pelabuhan
Makassar
oleh
Edward
Poelinggmang, Ekspor Kopra dan Buruh
pelabuhan Makassar oleh Rasyid Asba,
pelabuhan Cilacap oleh Susanto Zuhdi dan
kelompok Sejarawan dari Universitas
Diponegoro Semarang (Singgih, Agus
Supriyono,
Endang
Susilowati
dan
Indrianto) telah dan sedang mempelajari
peranan laut Jawa, pelabuhan Semarang,
Banjarmasin dan Surabaya 1
Tema-tema lain seperti sejarah
perburuhan
baik
buruh
disektor
pertambangan,
perkebunan,
buruh
perkotaan
dan buruh perusahaanperusahaan lain. Studi tentang gender
untuk menyebut beberapa di antaranya
mulai dikembangkan di Indonesia Misalnya
proyek penelitian Urban Workers: Change
and Continuity in Indonesia (1930-1965)
yang sedang proses penyelesaiaan akhir
kerjasama dengan Nederlands Intituut voor
Oorlog Documentatatie ( NIOD) Belanda.
Fokus perhatian tidak hanya para buruh di
sektor formal, akan tetapi juga pada orangorang yang bekerja di sektor informal
seperti
pembantu rumah tangga dan
tukang becak ( atna Saptari dan Erwiza
2005). Persolan kemudian tidak hanya
masalah bagaimana memperoleh sumber
informasi baik tertulis maupun lisan akan
tetapi juga terletak pada
bagaimana
merumuskan pertanyaan-pertanyaan.
Uraian lebih mendalam tentang Sejarah Lisan dalam Historiografi Indonesia dapat dilihat dalam
makalah Erwiza Erman, Worskhop Sejarah Lisan Jepang di Makassar, Pusat Kajian Multikultural dan
Pengembangan Regional Unhas. tahun 2006
Arti Penting Historiografi Dan Metodologi
Nampaknya pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan terhadap sumber informasi atau
terhadap karya-karya sejarah yang sudah
diterbitkan masih konvensional. Persolan
mengembangkan
historigrafi dalam
merumuskan pertanyan-pertanyaan juga
berhubungan dengan persoalan pendekatan
atau metodologis. Pertanyaan-pertanyaan
baru akan bisa muncul jika para sejarawan
juga berdialog dengan ilmuan sosial yang
lain. Sayangnya kondisi seperti itu jarang
terjadi di kalangan sejarawan, dialog antar
disiplin kurang berkembang. Komunitas
Ilmuan Belanda yang lebih luas-khususnya
ilmuan sosial tetap ada pemikiran bahwa
sejarah terdiri dari pekerjaan meluruskan
fakta, sejenis pekerjaan jurutulis tinggkat
tinggi. Kini di Indonesia diskusi mengenai “
meluruskan sejarah” sedang berkembang.
Khusunya sejak jatuhnya rezim Orde Baru
dan bermulanya era reformasi. Meluruskan
sejarah terutama dari kelompok yang
kalah dan dirugikan pada masa peralihan
politik Orde lama ke Orde Baru, kini sedang
berlangsung oleh kelompok tersebut dan
juga menjadi debat-debat di kalangan
sejarawan prefesional sendiri yang ikut
sebagai juru tulis tingkat tinggi dan tidak
terlepas dari problem meluruskan fakta
atau semacam pekerjaan juru tulis tinggakt
tinggi2
Postmodernism dan Penulisan Sejarah
Indonesia
Krisis dalam ilmu sejarah yang juga
terdapat dalam ilmu-ilmu lainnya itu,
nampaknya akan berkelanjutan dalam masa
mendatang terutama karena globalisasi
yang akan menjadi ciri utama masa datang
itu.
Doktrin
postmodernisme
yang
menekankan
relativitas
budaya
itu
menyebabkan keabsahan ilmu sebagai
wacana yang menampilkan kebenaran
mengenai kenyataan nampaknya akan
makin terancam.
Istilah postmodernisme pertama
kali dimunculkan oleh Jean-Francois
Lyotard. Roland Barthes adalah seorang
2
Ibid, hal. Hal, 5
……………| 61
ahli filsafat ilmu yang pernah membahas
postmodernisme
dalam
historiografi.
Postmodernisme sesungguhnya muncul
sebagai
reaksi
atas
"common-sense
thinking" dalam kritik sastra. Kritik itu pada
awalnya ditujukan pada wacana-wacana
moralistik yang menganggap pandangannya
sendiri sebagai kebenaran mutlak yang
tidak dapat dibantah tanpa dikenakan
sangsi.
Kritik
postmodernisme
itu
kemudian berkembang menjadi kritik
terhadap pandangan universalisme yang
terkandung dalam suatu sistem budaya.
Doktrin postmodernisme bersumber
pada teori linguistik dari Ferdinand
Saussure yang berpendapat, bahwa bahasa
hanyalah signifier (petunjuk) pada signified
(yang ditunjuk). Kata, dalam teori tersebut,
tidak mengacu pada kebenaran atau
realitas, tetapi hanya pada suatu "konsep"."
Kata-kata dengan demikian samasekali
tidak mengacu pada realitas, dan arti katakata baru terungkap dalam hubunganhubungannya dengan kata-kata lain dalam
bahasa yang bersangkutan. Berkaitan
dengan
teori
itu
postmodernisme
beranggapan bahwa semua wacana, seperti
dikatakan Jean-Francoise Lyotard, hanyalah
"language game", dan sebab itu kebenaran
atau obyektifitas (realitas) tidak terungkap
di dalamnya. Dalam ilmu sejarah itu berarti
bahwa historiografi hanyalah permainan
kata-kata, language game. Para sejarawan
yang terpengaruh oleh doktrin tersebut,
seperti Hayden White umpamanya,
berkeyakinan bahwa dalam historiografi
tidak bisa dibedakan antara fiksi dan
kenyataan. Bahkan bagi para sejarawan
yang tergolong dalam "New Historicisme",
tidak ada perbedaan hakiki antara
historiografi dan teks biasa.
C. Morris beranggapan
bahwa
postmodernisme dalam wacana ilmiah dan
fiktif dalah sama yang membedakan
hanyalah bahasa yang digunakan" (Morris:
1997: 5,6). Aliran postmodernisme meihat
bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan
hanyalah suatu cara untuk melegitimasi
kedudukan seorang pakar. Itlah sebabanya
62 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016
kebenaran ilmiah lebih banyak ditentukan
oleh ideologi yang dominan pada saat
tertentu.
Berdasarkan
teori
korelasi
mengenai kebenaran sejarah itu, Mc.Cullan
membantah pandangan dalam doktrin
postmodernisme, dan mencoba membuktikan melalui penelitian historiografis, bahwa
para ahli sejarah, khususnya yang
menggunakan pendekatan naratifisme,
dapat mengungkapkan kebenaran (realitas)
berdasarkan sumber sejarah (dokumen,
arsip, kesaksian lisan) karena memiliki
cara-cara tertentu (metode sejarah) untuk
menilai teks atau dokumen, dan cara-cara
tertentu untuk menjelaskannya (diskripsi
atau analisis). Bahkan cara yang digunakan
ahli sejarah untuk membuat inferensi
(inference) atau menarik kesimpulan dari
dokumen bisa obyektif, karena pada
dasarnya tindakan-tindakan manusia di
masa lampau dialami juga oleh manusia
masa kini.
McCullagh bisa menerima pendapat
postmodernisme bahwa para ahli sejarah
terikat pada kondisi budaya mereka.
Namun hal itu tidak harus menghasilkan
relativisme budaya dalam historiografi. Ahli
sejarah selalu menjelaskan fakta sejarah
melalui generalisasi yang bersifat diskriptif,
interpretatif ataupun melalui teori-teori
kausalitas tertentu. Generaliasi-generaliasi
dan teori-teori itu senantiasa bisa diubahubah agar lebih mencerminkan realitas.
Dengan demikian metode sejarah
dan historiografi bisa juga menjamin bahwa
apa yang disampaikan melalui bahasa
dalam bentuk naratif itu bukan sekedar
language game tetapi memiliki kaitan
(korelasi) dengan kenyataan. Kemampuan
akademik para ahli sejarah itulah yang
menjamin bahwa historiografi tidak
terjerumus dalam relativisme budaya, dan
tetap memiliki kadar realitas yang cukup
tinggi.
Pendekatan Strukturistik dalam Ilmu
sejarah
Sejumlah ahli sejarah
mencoba
mengatasi serangan dari postmodernisme
itu dengan upaya menegakkan kembali
teori korespondensi dalam ilmu sejarah.
Kelompok tersebut
berupaya untuk
mencari cara-cara yang bisa menjamin
realitas sepenuhnya dalam ilmu sejarah,
bukan sekedar kaitan atau korelasi saja.
Kelompok tersebut menamakan dirinya
alitan "strukturis". Sesungguhnya aliran
strukturis tidak sama dengan aliran
struktural yang bersumber pada aliran
An'nals dari Prancis yang diilhami oleh
oleh Talcot Parson.
Aliran
sejarah
strukturis
samasekali
meninggalkan
pendekatan
empiris dalam ilmu sejarah dengan
menekankan teori-teori sosiologi tertentu,
khususnya konsep-konsep "emergency"
dan "agency". Pendekatan ini mengacu pada
cara kerja structure of reasoning dalam
ilmu-ilmu alam, tetapi disesuaikan dengan
ilmu sejarah dimana data hanya dapat
diperoleh dari sumber sejarah. Pendekatan
strukturis bertujuan menampilkan realitas
dalam bentuk causal factors yang tidak
tertangkap oleh pancaindra. Fenomenafenomena seperti pemberontakan, revolusi,
perubahan sosial, dsb. dapat ditangkap
melalui pancaindra, karena terkandung
dalam sumber sejarah yang dapat dibaca
dan dipelajari. Tetapi sebab-musababnya
tidak muncul secara empiris dalam sumber
sejarah, karena tersembunyi dalam struktur
sosial yang unobservable itu. Secara teoritis
terdapat interaksi antara manusia (individu
atau kelompok) dan struktur sosial dimana
mereka berasal. Maka untuk menampilkan
causal factor yang unobservable itu seorang
sejarawan yang mendapat datanya dari
sumber sejarah harus menggunakannya
untuk menganalisa struktur sosial agar
dapat menampilkan interaksi antara
manusia yang konkrit (observable) dan
struktur sosial yang tidak kasat mata itu
(unobservable).
Pengertian struktur sosial yang
unobservable dalam pendekatan ini berasal
dari sosiologi realis. Struktur sosial
bukanlah kumpulan manusia yang kongkret
(agregasi), tetapi suatu unit yang memiliki
ciri-ciri umum yang bersifat "emergence"
berupa peran-peran, aturan-aturan, pola
interaksi, dan pemikiran (mentalite). Tetapi
berbeda dengan sosiologi pada umumnya,
Arti Penting Historiografi Dan Metodologi
menurut pendekatan strukturis, perubahan
sosial tidak disebabkan oleh struktur sosial
lainnya (kriminalitas yang meningkat
disebabkan pengangguran yang meningkat), tetapi perubahan struktural justru
disebabkan tindakan-tindakan kongkret
dan observable dari manusia (individu atau
kolektfitas) yang dengan sengaja mengubah
peran, aturan, interaksi berdasarkan
pemikiran tertentu. Pendekatan strukturis
bertujuan menjelaskan perubahan dari
masyarakat tradisional menjadi masyarakat
yang modern.
Contoh-contoh dari pendekatan
strukturis
ini
bisa
kita
temukan
umpamanya dalam karya-karya dari Max
Weber dan Norbert Elias (sosiolog),
Mandelbaum dan Le Roy Ladurie (ahli
sejarah) Cliffort Geertz (antropolog),
dan masih banyak lagi 3.
Kalau dibandingkan antara kedua
pendekatan tersebut di atas (empiris dan
strukturis), maka dapat dikatakan, bahwa
di Indonesia pendekatan empiris lebih
menonjol dibandingkan dengan pendekatan
strukturis. Hasil historiografi empiris
sesungguhnya bisa dibedakan antara karyakarya sejarah yang diskriptlf dan yang
analitik. Di Indonesia diskripsi atau
interpretasi terutama digunakan oleh para
penulis sejarah yang "amatir" (bukan
profesional) dan hasilnya bisa kita saksikan
dalam toko-toko buku, baik yang
menggunakan peristiwa sebagai unit, atau
hidup manusia maupun struktur sosial.
Banyak sekali karya-karya jenis ini yang
……………| 63
berupa biografi atau otobiografi yang
bermunculan dalam tahun-tahun yang lalu.
Diantaranya ada yang dapat dikatakan
cukup baik, seperti karya A.M. Nasution,
baik yang unit diskripsinya adalah suatu
peristiwa, atau hidup manusia (otobiografi),
maupun
struktur
sosial
(perang
kemerdekaan).
Beberapa kajian yang ada lebih
mengfokuskan pada masalah perdagangan
di Indonesia Timur. Di antaranya dapat
disebutkan Anthony
Reid ( 1983),
Sutherland (1987; 1989), Edward, L.
Poelinggomang (1991).4 Kajian sejarah
yang menempatkan ekonomi kepulauan
sebagai determinisme geografi dalam
membentuk jaringan perdagangan antar
pulau
dan antar laut hampir tidak ada.
Belakangan ini, Cristiaan Geraad Heersink
(1995) 5 melakukan penelitian terhadap
peranan pulau Selayar sebagai wilayah
ekonomi periphery dari pusat, namun
kajian-kajian mereka masih merupakan
tahap-tahap pendahuluan. Sejauh ini ,
kajian-kajian yang ada pada umumnya
berkaitan
dengan masalah-masalah
perdagangan yang dihubungkan dengan
kebesaran kerajaan Gowa (Makassar)
sebagai kekuatan kerajaan Maritim pada
abad ke- 17. Berbagai kajian lain
membahas saratnya
dinamika politik
Makassar setelah kemerdekaan, misalnya
kajian Barbara Sillars Harvey (1984), C.
Van Dijk (1983), Audrey R. Kahin (1990),
R.Z. Leirissa (1991), dan Anhar Gonggong
(1992) 6. Dengan demikian perdagangan di
Christopher Lloyed (1993). The Structures of History. London: Basil Blackwell, 1993
Anthony Reid, “ The Rise of Makassar”, dalam : Rima (Vol. 17,1983), hal . 117; H. A. Sutherland, “
Eastern Emporium and Company Town: Trade and Society in Eighteenth- Century Makassar” dalam
Frank Broeze,ed. Brides of the Sea: Port Cities of Asia From the 16 tth17th Centuries ( Kensington: New
South Wales University Press, 1989) , hal 98.; Edward Lamberthus Poelinggomang, Proteksi dan
Perdagangan Bebas Kajian Tentang Perdagangan Makassar pada Abad ke-19. Academisch Proefschrift
Vrije Universiteit. Amsterdam 1991.
5 Cristiaan Gerard Heersink, The Green Gold of Selayar: A Socio –Economic History of an Indonesian
Coconut Island, c. 1600-1950: Perpectives from a Periphery. Academisch Proefschrift, Vrije
Universiteit.1995
6. HJ.S. Harvey, Permesta Pemberontakan Setengah Hati, Jakarta: Grafiti Pers, 1984; C. Van Dijk, Darul
Islam Sebuah Pemberontakan, Jakarta: Grafiti Pers, 1983; Audrey R. Kahin. Pergolakan Daerah pada
Awal Kemerdekaan, Jakarta: Grafiti Pers.1990.; R. Z. Leirissa. PRRI - Permesta Strategi Membangun
Indonesia Tanpa Komunis, Jakarta: Grafiti Pers, 1991; Anhar Gonggong. Abdul Qahhar Mudzakkar Dari
Patriot Hingga Pemberontak, Jakarta: Grasindo, 1992.
3
4.
64 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016
Makassar
penting
jika peristiwa itu
dibahas tanpa mengabaikan struktur dan
konjuntur. Tradisi penulisan ini sering
disebut paradigma aliran Braudelian. Ia
menjelaskan bahwa dalam kurun waktu
tertentu terdapat paling kurang tiga jenis
fakta, yaitu
pertama, peristiwa (event),
kedua, konjungtur (conjoncture) dan ketiga
struktur (structure). 7
Suatu penelitian ilmiah memiliki
peranan yang sangat penting dalam
mencari kebenaran dan merupakan sebuah
pemikiran kritis. Penelitian dalam ilmuilmu budaya, sama halnya dengan
penelitian pada umumnya merupakan
suatu proses yang terus menerus yang
dilakukan secara kritis dan terorganisasi
untuk melakukan analisa, memberikan
penjelasan dan interpretasi terhadap
fenomena
sosial
yang
mempunyai
hubungan yang kait-mengkait.
Peneliti ilmu sosial walaupun
berpijak pada metode
ilmiah, tetapi
beberapa ciri khas yang ada di dalam
masing-masing bidang ilmu, menyebabkan
si peneliti dituntut memiliki ketrampilan
yang khas pula dan harus didukung oleh
kerangka teori dan analitik yang berbeda
dalam
menganalisa
interaksi
antar
fenomena
disebabkan
kompleksnya
fenomena-fenomena yang diteliti. Masalahmasalah sosial yang mudah berubah dan
sulit diukur mengakibatkan kurangnya
kemampuan melakukan prediksi, tidak seeksak prediksi dalam ilmu alam.
Penggunaan metode kuantitatif
yang telah baku dan lazim dipakai dalam
penelitian ilmu-ilmu alam ternyata tidak
cukup mampu mengungkapkan dan
mendeskripsikan
fenomena-fenomena
sosial yang ada dalam masyarakat karena
variabel-variabelnya sulit untuk diukur.
Bidang ilmu humaniora yang
mencakup bidang hukum, antropologi,
sastra,
linguistik,
filsafat,
sejarah,
merupakan bidang ilmu yang “kurang
cocok” bila dipakai pendekatan kuantitatif.
7
Oleh karena itu akhir-akhir ini dengan
perkembangan teori-teori sosial yang lebih
menekankan dan melebihkan unsur makna
dalam ”human action” dan “interaction”
sebagai determinan utama eksistensi
kehidupan bermasyarakat, berkembang
teori-teori yang berparadigma baru dengan
konsekuensi metodologinya yang hendak
lebih mengkaji aksi-aksi individu dengan
makna-makna
simbolik
yang
direfleksikannya akan lebih kualitatif
daripada kuantitatif.
Humaniora adalah bidang ilmu yang
memiliki objek manusia sebagai human
being dalam masyarakat yang mencakup
disiplin-disiplin ilmu antara lain Hukum,
Politik, Antropologi, Sosiologi, Perilaku
Kesehatan, Linguistik, Sastra, Filologi, Seni,
Pendidikan, Sejarah, dan Filsafat. Dengan
demikian yang diteliti adalah hal-hal yang
lebih menekankan pada aspek budaya
manusia sebagai bagian dari masyarakat.
Oleh karena itu cakupan kajian ilmu-ilmu
humaniora adalah tentang ekspresi dan
aktualisasi yang terwujud dalam perilaku,
sikap, orientasi, nilai, norma, tata makna,
pandangan hidup, spiritualitas, etika dan
estetika. Dengan demikian tema-tema
penelitian yang dapat dikernbangkan di
bidang ini antara lain berkisar tentang
perubahan
sosial,
dampak
sosial
pembangunan, kontinuitas dan perubahan
dalam masyarakat, etos kerja, dan respons
masyarakat terhadap berbagai perubahan,
dan sebagainya.
Mengingat bahwa pembangunan
Indonesia
dimaksudkan
untuk
mensejahterakan seluruh bangsa Indonesia
lahir-batin, jasmani-rohani, maka perlu kita
sadad bahwa pembangunan secara fisik
semata belum memberikan arti yang
memadai. Pembangunan di bidang-bidang
yang lebih menekankan pada aspek
kejiwaan, nilai, moral, masih amat
dibutuhkan dalam upaya pembangunan dan
pelestarian hasil-hasilnya. Seyogianya ilmuilmu humaniora diberi kesempatan untuk
. Christopher Lloyd. The Structures of History. Balckwell: Cambridge University Press. 1993. hal 21 -27.
Arti Penting Historiografi Dan Metodologi
berkembang secara wajar sehagaimana
ilmu-ilmu yang lain.
Sejarah Lisan Dalam Penelitian
sejarah
Sejarah lisan merupakan rekaman
rekaman tip tentang sisa-sisa yang
disampaikan oleh narator dari pengetahuan
tingkat pertama. Melalui wawancara yang
sebelumnya
dirancang,
informasi
dirangkum dalam pertanyaan dan jawaban
oleh petugas wawancara sejarah lisan.
Petugas harus memiliki pengetahuan latar
belakang tentang subyek dan keahlian
sosial dalam memahami bagaimana
memisahkan pengisahnya. Sejarah lisan
bukan merupakan rekaman tip dari pidato
atau peristiwa sosial lain, meskipun ini
hendaknya merupakan bagian lain dari
program pengumpulan informasi oleh
masyarakat sejarawan.
Wawancara sejarah lisan berbeda
dengan wawancara jurnalistik atau
penelitian sejarah khusus di mana
informasi digunakan di masa depan oleh
sejumlah besar peneliti; karena itu
jangkauannya hendaknya lebih luas
daripada
apa
yang
dicakup
bagi
penggunaan khusus atau segera.
Definisi tentang sejarah lisan
sebagai
gerakan
modern
dalam
melestarikan sejarah antara lain:
1. Perekaman dan pelestarian, sering
dengan sarana mekanis, dari kisah
pribadi saksi mata
2. Rekonstruksi masa lalu melalui ingatan
informan dan sisa-sisa ucapan
3. Pembuktian sumber tertulis melalui
wawancara terencana dengan informan
yang sangat memahami “ketika
berbicara mengenai rekaman”.
Penggunaan masing-masing unsur
dalam definisi kerja yang sangat sederhana
ini menghasilkan definisi berikut ini:
sejarah lisan : perekaman dan pelestarian
wawancara terencana degnan orang-orang
terpilih yang mampu mengisahkan memori
yang
dikumpulkan
dan
karenanya
membantuk rekonstruksi masa lalu.
……………| 65
Definisi ini bisa berbeda-beda, tetapi
selalu ada unsur konstan; wawancara
sejarah, merekam memori manusia, fokus
pada masa lalu untuk menangkap suara
manusia, dan tujuan yang diterima dalam
melengkapi informasi tertulis dengan
dokumen atau sumber lisan. Penerimaan
sejarah lisan secara populer tidak segera
terjadi; namun ketika terjadi, publik yang
terikat padanya seperti Betty Crocker
menemukan resep baru bagai puding
pisang. Hanya sedikit orang yang
menunjukkan minat kuat pada mulanya
terhadap
rencana
arsiparis
untuk
mengumpulkan rekaman dan transkrip
sejarah lisan, tetapi publik menyukai
sejarah lisan itu muncul dalam bentuk lain.
Arsiparis
dan
pustakawan
di
kalangan non-pemerintah telah menemui
pelajaran
serupa
yang
sebelumnya
dipelajari oleh arsiparis federal. Mereka
menyatakan, wawancara sejarah lisan
sering mengarah pada penemuan naskahnaskah pribadi, carikan kertas, koleksi foto,
dan data-data lain dengan potensi sejarah
yang besar. Melalui Masyarakat Arsiparis
Amerika, para manager naskah profesional
dan laporan lain telah mengembangkan
kelompok diskusi formal untuk menggali
dampak-dampak
sejarah
lisan
bagi
karyanya dan telah mendorong penerbitan
artikel tentang subyek ini dalam The
American Archivist, suatu majalah yang
dicurahkan pada profesi arsip. Banyak
museum telah juga mensponsori aktivitas
sejarah lisan bagi bidang subyek khusus
lainnya.
Sejarah
ekonomi
memperoleh
keuntungan dari penampilan sejarah lisan
dalam organisasi niaga dan tenaga kerja.
Perusahaan dagang, besar dan kecil,
menjadi sasaran penelitian, beberapa
disponsori oleh uiveng lain dilaksanakan di
kalangan pengusaha sendiri. Beberapa dari
industri terbesar di AS telah mendukung
proyek sejarah lisan intern selama lebih
dari satu dekade. Sejarawan buruh terdapat
di antara para pengguna yang paling
bersemangat dari wawancara sejarah lisan.
Mereka menduga bahwa sejarah lisan
membantu pendekatan “bottom-up” bagi
penulisan kembali sejarah dengan
66 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016
pertimbangan bagi kehidupan orang yang
biasanya meninggalkan sisa-sisa bagi
ilmuwan masa mendatang. Generasi
mendatang memiliki setumpuk koleksi
memori lisan dari para anggota serikat yang
dominan dan lapisan bawah di sejumlah
kelompok buruh – pekerja baja, penambang
batubara, dan pekerja garmen, misalnya.
Program arsip buruh utama dengan
komponen sejarah lisan telah menjadi garis
depan gerakan itu.
Pertanyaan yang sering muncul
adalah
bagimana
perkembangan
historiografi sejarah lisan di Indonesia .
Proyek sejarah lisan baru dikembangkan
di bawah koordinasi
Arsip Nasional
Indonesia pada tahun 1970 an, mengikuti
perkembangan di negara-negara Eropa dan
Amerika. Fokus perhatian sejarah lisan
tersebut
lebih masih berkisar pada
kelompok elite, bekas menteri , para
pemimpin partai politik, militer dan para
pemimpin PRRI/ Permesta. Selain itu
periode pendudukan Jepang pada tahun
1980 an lupuk juga menjadi perhatian
tetapi sangat terbatas karena hanya
berkisar pada tokoh-tokoh pergerakan
yang seirama dengan heroisme dalam
mempertahan RI, masyarakat kecil, koflikkonflik sosial sebagai dampak pilkada,
kelompok buruh, petani hampir tidak
terekam
bagaimana mereka mewakili
kelompoknya dalam mmbicarakan realitas
zaman..
Penutup
Dalam dekade terakhir ini sejumlah
ahli sejarah berupaya meningkatkan
kemampuan ilmu sejarah untuk mencapai
kadar obyektifitas yang lebih tinggi.
Perkembangan "realisme filosofis" dalam
falsafah ilmu (philosophy of science)
membuka jalan bagi suatu peninjauan
kembali atas dasar-dasar metodologi
sejarah sosial yang berkembang sejak
munculnya Revolusi Annales pada fese ke
dua abad ke-20. Pendekatan struktural
Annales Schoolnya itu menjadi landasan
dari sejarah-sejarah sosial kini dianggap
kurang
memadai
karena
tidak
menampilkan unsur individu sebagai
penentu perjalanan sejarah sosial. Suatu
pendekatan baru kini telah muncul dengan
istilah "metodologi strukturis". Metodologi
strukturis kembali menampilkan peran
sosial
individu
dalam
menentukan
perjalanan sejarah, sekalipun landasanlandasan dari sejarah sosial yang telah
diterima oleh para ahli sejarah tetap
dipertahankan.
Arah historiografi Indonesia sejak
tahun 1980 an mengalami perkembangan
yang pesat. Tema-tema mulai bergeser dari
sejarah-orang besar ke sejarah orang-orang
kecil atau rakyat biasa. Disertasi Sartono
Kartodirdjo mengenai pemberontakan
Banten tahun 1988 dengan perspektif
Indonesia sentris, memang mendapat
perubahan yang besar
khususnya
pendekatan dan sumber-sumber yang
digunakan, juga telah memperoleh banyak
pengikut, terutama para muridnya di
Universitas Gajahmada dan para sejarawan
Indonesia yang dididik di Belanda dalam
program kerjasama Indonesia Belanda.
Penggunaan
sejarah
lisan
nampaknya berjalan sejajar dengan
perkembangan historiografi Indonesia dan
historiografi Sejarah Lisan . Walaupun
demikian cara-cara di dalam
mana
sejarawan menggunakan sumber lisan ,
membaca memeori yang sampai kepadanya
masih menjadi problematika. Sikap kritis
dan menempatkan obyek (memori) dalam
konteks yang lebih luas semestinya
dipertimbangkan , agar sejarawan tidak
terporosok ke dalam detil-detil yang tak
bermakna dan bisa membuat gambaran
historis yang komprehensip.
Salah satu pendekatan baru yang
dimaksud adalah kelompok Subaltern
history pada awalnya dikembangkan oleh
sejarawan India di penghujung tahun 1980
an. Melalui fusi pendekatan sejarah dan
antropologi, di sebut juga sebagai sejarah
alternatif. Dia muncul sebagai reaksi
terhadap sejarah nasional India yang
satandarnya neo imperialis. Ada sebelas
jilid buku sejarah Subaltern yang telah
diterbitkan. Terlepas dari kritik yang
diajukan terhadap pendekatan ini. Yang
jelas bahwa pengaruh sejarah Subaltern
juga sudah meluas ke Amerika latin.
Arti Penting Historiografi Dan Metodologi
Menurut hemat saya apa esensi yang kita
harus ubah jika kita akan mengikuti
kelompok tersebut
yaitu mengjejaki
perubahan-perubahan metode, asumsi dan
proposisi dalam historiografi Indonesia ke
depan adalah bagaimana mendefenisikan
masalah-masalah
dan kemungkinan
sejarah harus dilihat sebagai total history
seperti yang sudah lama didengundengunkan oleh aliran Annales School.
Daftar Pustaka
Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol ,
Studi tentang Perubahan Sosial di
Pedesaan
Jawa 1942-1945,
Jakarta: Gramedia, 1993
Angkersmit. Refleksi Tentang Sejarah .
Pendapat-Pendapat
Modern
tentang Fisafat Sejarah. Terj.
Jakarta: Penerbit Gramedia. 1987
Anderson, Benedict R.O G. Some Aspects of
Indonesian Politics Under the
Japanese
Occupatins
and
Resistence 1944-1946. Cornel
University Press, 1972.
A. Portelli, The Death of Luigi Trastulli
and
Other Stories: Form and
Meaning in Oral History. Albany:
State university of New York
Press. 1991
Bambang Purwanto & Asvi Warman Adam.
Menggugat Historiografi Indonesia..
Yogyakarta. Ombak.2005.
Bambang Purwanto., Gagalnya Historiografi
Indonesia Sentris ?! Yogyakarta:
Ombak. 2006.
Peter Buke . The French Historical
Revolution. The Annales School
1929-1989. London. Polity Press.
1990
Bruin R. De. Japanese Propaganda in Indie,
de Stam van Nippon dalam Bericht
van de Twede Wereld Oorlog,
Amsterdam:
Uitge
Verij
Amsterdam Boek B.V. 1970.
C. Behan McCullagh (1998). The Truth of
History.
London-New York:
Routledge, 1998
Christopher Lloyed (1993). The Structures
of
History. London: Basil
Blackwell, 1993
……………| 67
Departemen of Commersce U S. Japanese
Military
Administration
in
Indonesia , office of Technical
Services, 1963
Departemen Penerangan RI.
Propinsi
Sulawesi , Makassar 1953
Djawa
Seinendan,
Jakarta,
Djawa
Goensikanboe, 2603 (1943)
E.R. Wolf, Europe and the People Wihout
History. Berkley/ los Angeles/
London University of California
Press, 1982
Heather A. Sutherland, Writing Indonesia
History in the
Netherlands:
Rethinking the Past, dalam BKI,
150-IV (1994)
James Fenress and Chris Wickham, Social
Memory: New Perpectives on the
Past, Cambridge, Massachusetts:
Blacwell Publishers, 1992
J.R. Chaniago ed. Di bawah Pendudukan
Jepang, Jakarta: ARNA. RI.1985
Joanne Rapport, The Politics of Memori:
Native Historical Interpretation in
the Colombian Andes, Durham dan
london: Duke University Press.
1998.
Luissa Passerini, Fascism
in Popular
Memory: The Cultural Experience
of the Turin Working Class,
Cambridge: Cambridge University
Press, 1987
______Work Ideologi and Jonsensus under
Italian
Fascism, dalam Robert
Perks and Alistair Thomson, The
Oral History Reader, London and
New York : Routledge, 1998:
M. Frish. A. Shared Authrity: Essays on the
Craft and Meaning of Oral and
Public History. Albany,
State
University of New York Press
1990. P. 188. Lihat pula
A.
Thompson dkk. The memory and
history
debates:
Some
International Perspective dala
Oral History, 1994 vol 22 no 22
Pedoman Pembangoenan Asia Timur Raya,
Jakarta Dai Nippon Gunseibu, 2604
(1944)
Peringatan Enam Bulan Pemerintahan Bala
Tentara dai Nippon. Djakarta
Oesaha Baroe “ Panjar” 2602
68 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016
(1942)
Peter Buke . The
French Historical
Revolution. The Annales School
1929-1989. London. Polity Press.
1990
Robert Perks and Alistair Thompson, The
Oral History Reader, London and
New York: Rout ledge, 1998
Sendjinkoen, Penoentoen Bagi Balatentara
Dai Nippon, Jakarta: Percetakan
Asia raya ( Dai Nippon Gunseibu)
2602 (1942)
The Making of The English Working Class,
London: Pelican Books. Penguin,
1963
Download