ARTI PENTING HISTORIOGRAFI DAN METODOLOGI DALAM PENELITIAN SEJARAH Novi Triana Habsari* Abstrak Arah historiografi Indonesia sejak tahun 1980 an mengalami perkembangan yang pesat. Tema-tema mulai bergeser dari sejarah-orang besar ke sejarah orangorang kecil atau rakyat biasa. Disertasi Sartono Kartodirdjo mengenai pemberontakan Banten tahun 1988 dengan perspektif Indonesia sentris, memang mendapat perubahan yang besar khususnya pendekatan dan sumber-sumber yang digunakan, juga telah memperoleh banyak pengikut, terutama para muridnya di Universitas Gajahmada dan para sejarawan Indonesia yang dididik di Belanda dalam program kerjasama Indonesia Belanda. Penggunaan sejarah lisan nampaknya berjalan sejajar dengan perkembangan historiografi Indonesia dan historiografi Sejarah Lisan . Walaupun demikian cara-cara di dalam mana sejarawan menggunakan sumber lisan , membaca memeori yang sampai kepadanya masih menjadi problematika. Sikap kritis dan menempatkan obyek (memori) dalam konteks yang lebih luas semestinya dipertimbangkan , agar sejarawan tidak terporosok ke dalam detil-detil yang tak bermakna dan bisa membuat gambaran historis yang komprehensip.Salah satu pendekatan baru yang dimaksud adalah kelompok Subaltern history pada awalnya dikembangkan oleh sejarawan India di penghujung tahun 1980 an. Melalui fusi pendekatan sejarah dan antropologi, di sebut juga sebagai sejarah alternatif. Dia muncul sebagai reaksi terhadap sejarah nasional India yang satandarnya neo imperialis. Ada sebelas jilid buku sejarah Subaltern yang telah diterbitkan. Terlepas dari kritik yang diajukan terhadap pendekatan ini. Yang jelas bahwa pengaruh sejarah Subaltern juga sudah meluas ke Amerika latin. Menurut hemat saya apa esensi yang kita harus ubah jika kita akan mengikuti kelompok tersebut yaitu mengjejaki perubahan-perubahan metode, asumsi dan proposisi dalam historiografi Indonesia ke depan adalah bagaimana mendefenisikan masalahmasalah dan kemungkinan sejarah harus dilihat sebagai total history seperti yang sudah lama didengun-dengunkan oleh aliran Annales School. Kata kunci: Historiografi, Metodologi, Penelitian Sejarah Pendahuluan berarti sudah terjadi. Melihat pada makna secara kebahasaan dari berbagai bahasa di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu penting dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah ini dengan membuat periodisasi. Ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta kejadian-kejadian dengan maksud untuk kemudian menilai secara Pada istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam literatur Bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan history yang berarti masa lalu manusia, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis yang Novi Triana Habsari adalah Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI MADUIN 58 Arti Penting Historiografi Dan Metodologi kritis seluruh hasil penelitiannya tersebut, untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan. Pada umumnya orang mengartikan "sejarah" sebagai perubahan, tetapi bukan sekedar dalam pengertian change, namun yang dimaksud sesungguhnya adalah development. Antara change dan development terdapat perbedaan yang besar. Sejarah sebagai change saja bisa bersifat siklis, seperti umumnya terdapat dalam masyarakat tradisional. Pada masyarakat tradisional sejarah diartikan sebagai berulang-ulangnya struktur sosialbudaya tradisional dari saat ke saat, sehingga nampak seolah-olah masyarakat yang bersangkutan tidak mengenal perubahan baru. Begitu pula dalam masyarakat modern pun kini muncul dengan subur wawasan sejarah yang siklis itu karena orang merasa khawatir dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat di masa kini sehingga seolah-olah masyarakat kehilangan pegangan. Masa lampau, dalam hal terakhir itu, lalu dijadikan model untuk masa kini, atau dengan kata lain, keinginan untuk mewujudkan masa lampau di masa kini. "Change" dalam pengertian "development" adalah unsur budaya modern. Masyarakat modern yang mengalami perubahan yang terus-menerus tidak lagi mengarahkan pandangan ke masa lampau tetapi ke masa depan dan meninggalkan wawasan sejarah siklis. Perubahan-perubahan sosial-ekonomi yang dahsyat yang diakibatkan oleh munculnya kapitalisme, industrialisasi dan negarabangsa, menyebabkan orang menjadi sangat sadar bahwa perubahan adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari dan masa depan tidak bisa lagi merupakan sekedar pengulangan dari masa lalu. Sejarah tidak saja diartikan sebagai "development", tetapi diyakini pula bahwa perubahan itu disebabkan oleh manusia, atau manusialah yang membuat sejarahnya sendiri. Ini merupakan pandangan yang muncul dalam masa Enlightenment di abad ke-18. Inilah yang sesungguhnya merupakan wawasan yang melahirkan ilmu ……………| 59 sejarah dalam abad ke-19. Bersamaan dengan itu sejarah dalam hal ini dilihat sebagai sejarah universal, karena yang dipentingkan adalah faktor-faktor yang universal, seperti kapitalisme, industrialisasi, negara-bangsa, dan lainnya menjadi penting di sini. Perkembangan ilmu sejarah sejak itu hingga tahun-tahun 1970-an telah melahirkan empat metodologi sejarah sosial berbeda-beda (Lloyed 1993: 66-88). Pertama adalah historiografi aliran empirispositifis yang dalam tahun-tahun 1950-an dihidupkan kembali oleh Carl Hempel (Hempel 1942). Kedua adalah aliran yang melihat individu saja sebagai faktor utama perubahan sosial yang bersifat internasional dengan hermeneutika sebagai metodologinya (Collingwood 1956; Dray 1986). Ketiga adalah aliran struktural dari Prancis dikenal sebagai "aliran Annales" yang deterministis (Bloch 1989; Braudel 1979; Burke 1990: 1264). Keempat tergolong struktural juga, tetapi lebih dikenal sebagai metodologi fungsional atau struktural sistematis yang bertumpu pada "grand theory" dari Talcott Parsons dan Neil Smelser (Lloyed, loc.cit.). Perkembangan Historiografi Indonesia Historiografi berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 1980 an. Ada berbagai alasan yang mungkin bisa memperkuat bahwa historiografi Indonesia tumbuh mengalami kemajuaan. Sejak tahun 1980-an telah muncul sejarah pedesaan dengan berbagai tema seperti gerakan petani, gerakan misianis, peranan para bekel, Tanam Paksa, studi berbagai komoditi pertanian seperti kopra, lada, tembakau, kopi, untuk meyebut beberapa di antaranya cukup memberikan variasi dan diversifikasi yang kaya mengenai sejarah pedesaan Indonesia, Jawa dan Luar jawa. Walaupun demikian, yang dipilih cenderung periodesasi kolonial dengan penggunaan sumber-sumber Belanda yang cukup dominan. Kecenderungan menjadikan pedesaan sebagai obyek penelitian juga dilakukan 60 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016 oleh para Indonesianis baik yang ada di Belanda, Australia, Amerika dan Jepang. Apakah dalam rangka memberikan respon terhadap teori involusinya Geertz mengenai petani Jawa ataupun reaksi terhadap pendekatan yang lebih sosiologis dari Jan Breman mengenai desa-desa di Jawa. Selain itu ada tema-tema seperti kehidupan masyarakat petani di perkebunan tebu oleh oleh Robert Elson, kaitan pemetaan geografis Jawa, lingkungan, dengan produksi pertanian dan penduduk oleh Van der Eng, diversifikasi ekonomi pedesaan Jawa oleh Boomgaard, kaitan antara kemunculan elite dengan komersialisasi pertanian kopi di Sumatra barat oleh Elizabeth Graves, kontrol dan mobilisasi petani masa pendudukan Jepang oleh aiko Kurasawa, Buruh pertambangan di Sulawesi Selatan pada pendudukan Jepang oleh A. Rasyid`Asba patut diakui sebagai arah baru yang kaya dalam perkembangan historiografi Indonesia di Era sejak tahun 1980 an hingga sekarang. Apa yang harus dicatat dalam penulisan mereka tidak berlakunya involusi bagi seluruh petani Jawa, dan melumpuhkan generalisasi yang dibuat sosiologi Belanda mengenai masayarakat pedesaan Jawa yang tertutup dan statis sebelum kedatangan pemerintah Kolonial Belanda. Tema-tema lain seperti Sejarah intelektual Islam dan perubahan sosial oleh Taufik Abdullah di Sumatra barat tahun 1930 an, juga menandai diversifikasi historiografi Indonesia di era tahun 1970 an. Pengikutnya kalu boleh dikatakan demikian sebagian besar juga telah melakukan berbagai studi perkembangan intelektual Islam di berbagai daerah. Disertasi Azzumardi Azra mengenai hubungan tokoh-tokoh gerakan modernis Islam di Sumatra barat dengan dunia Arab. Dan gerakan modernis Islam di Palembang oleh Jeroan Peter (Belanda) misalnya cukup memberikan pengayaan mengenai tema sejarah Intelektual Islam Indonesia. 1 Dipelopori oleh A.B. Lapian sejarah maritim mulai di kembangkan. Sejarah mengenai bajak laut, raja laut dan seterusnya, kini sudah mengalami pergeseran yang lebih variatif dari sudut permasalahan dan wilayah. Studi tentang bajak laut kini sudah mulai mengcakup kawasan Asia Tenggara dengan diterbitkannya in South East Asia oleh Institut Asia Tenggara di Singapura.. Tematema juga mengalami variasi , Misalnya tema organisasi produksi nelayan di Jawa oleh Masyhuri, di Pekalongan oleh Pudjo Semedi dan kelompok sejarawan Makassar dan Semarang yang meneliti mengenai berbagai pelabuhan. Seperti perdagngan Pelabuhan Makassar oleh Edward Poelinggmang, Ekspor Kopra dan Buruh pelabuhan Makassar oleh Rasyid Asba, pelabuhan Cilacap oleh Susanto Zuhdi dan kelompok Sejarawan dari Universitas Diponegoro Semarang (Singgih, Agus Supriyono, Endang Susilowati dan Indrianto) telah dan sedang mempelajari peranan laut Jawa, pelabuhan Semarang, Banjarmasin dan Surabaya 1 Tema-tema lain seperti sejarah perburuhan baik buruh disektor pertambangan, perkebunan, buruh perkotaan dan buruh perusahaanperusahaan lain. Studi tentang gender untuk menyebut beberapa di antaranya mulai dikembangkan di Indonesia Misalnya proyek penelitian Urban Workers: Change and Continuity in Indonesia (1930-1965) yang sedang proses penyelesaiaan akhir kerjasama dengan Nederlands Intituut voor Oorlog Documentatatie ( NIOD) Belanda. Fokus perhatian tidak hanya para buruh di sektor formal, akan tetapi juga pada orangorang yang bekerja di sektor informal seperti pembantu rumah tangga dan tukang becak ( atna Saptari dan Erwiza 2005). Persolan kemudian tidak hanya masalah bagaimana memperoleh sumber informasi baik tertulis maupun lisan akan tetapi juga terletak pada bagaimana merumuskan pertanyaan-pertanyaan. Uraian lebih mendalam tentang Sejarah Lisan dalam Historiografi Indonesia dapat dilihat dalam makalah Erwiza Erman, Worskhop Sejarah Lisan Jepang di Makassar, Pusat Kajian Multikultural dan Pengembangan Regional Unhas. tahun 2006 Arti Penting Historiografi Dan Metodologi Nampaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap sumber informasi atau terhadap karya-karya sejarah yang sudah diterbitkan masih konvensional. Persolan mengembangkan historigrafi dalam merumuskan pertanyan-pertanyaan juga berhubungan dengan persoalan pendekatan atau metodologis. Pertanyaan-pertanyaan baru akan bisa muncul jika para sejarawan juga berdialog dengan ilmuan sosial yang lain. Sayangnya kondisi seperti itu jarang terjadi di kalangan sejarawan, dialog antar disiplin kurang berkembang. Komunitas Ilmuan Belanda yang lebih luas-khususnya ilmuan sosial tetap ada pemikiran bahwa sejarah terdiri dari pekerjaan meluruskan fakta, sejenis pekerjaan jurutulis tinggkat tinggi. Kini di Indonesia diskusi mengenai “ meluruskan sejarah” sedang berkembang. Khusunya sejak jatuhnya rezim Orde Baru dan bermulanya era reformasi. Meluruskan sejarah terutama dari kelompok yang kalah dan dirugikan pada masa peralihan politik Orde lama ke Orde Baru, kini sedang berlangsung oleh kelompok tersebut dan juga menjadi debat-debat di kalangan sejarawan prefesional sendiri yang ikut sebagai juru tulis tingkat tinggi dan tidak terlepas dari problem meluruskan fakta atau semacam pekerjaan juru tulis tinggakt tinggi2 Postmodernism dan Penulisan Sejarah Indonesia Krisis dalam ilmu sejarah yang juga terdapat dalam ilmu-ilmu lainnya itu, nampaknya akan berkelanjutan dalam masa mendatang terutama karena globalisasi yang akan menjadi ciri utama masa datang itu. Doktrin postmodernisme yang menekankan relativitas budaya itu menyebabkan keabsahan ilmu sebagai wacana yang menampilkan kebenaran mengenai kenyataan nampaknya akan makin terancam. Istilah postmodernisme pertama kali dimunculkan oleh Jean-Francois Lyotard. Roland Barthes adalah seorang 2 Ibid, hal. Hal, 5 ……………| 61 ahli filsafat ilmu yang pernah membahas postmodernisme dalam historiografi. Postmodernisme sesungguhnya muncul sebagai reaksi atas "common-sense thinking" dalam kritik sastra. Kritik itu pada awalnya ditujukan pada wacana-wacana moralistik yang menganggap pandangannya sendiri sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat dibantah tanpa dikenakan sangsi. Kritik postmodernisme itu kemudian berkembang menjadi kritik terhadap pandangan universalisme yang terkandung dalam suatu sistem budaya. Doktrin postmodernisme bersumber pada teori linguistik dari Ferdinand Saussure yang berpendapat, bahwa bahasa hanyalah signifier (petunjuk) pada signified (yang ditunjuk). Kata, dalam teori tersebut, tidak mengacu pada kebenaran atau realitas, tetapi hanya pada suatu "konsep"." Kata-kata dengan demikian samasekali tidak mengacu pada realitas, dan arti katakata baru terungkap dalam hubunganhubungannya dengan kata-kata lain dalam bahasa yang bersangkutan. Berkaitan dengan teori itu postmodernisme beranggapan bahwa semua wacana, seperti dikatakan Jean-Francoise Lyotard, hanyalah "language game", dan sebab itu kebenaran atau obyektifitas (realitas) tidak terungkap di dalamnya. Dalam ilmu sejarah itu berarti bahwa historiografi hanyalah permainan kata-kata, language game. Para sejarawan yang terpengaruh oleh doktrin tersebut, seperti Hayden White umpamanya, berkeyakinan bahwa dalam historiografi tidak bisa dibedakan antara fiksi dan kenyataan. Bahkan bagi para sejarawan yang tergolong dalam "New Historicisme", tidak ada perbedaan hakiki antara historiografi dan teks biasa. C. Morris beranggapan bahwa postmodernisme dalam wacana ilmiah dan fiktif dalah sama yang membedakan hanyalah bahasa yang digunakan" (Morris: 1997: 5,6). Aliran postmodernisme meihat bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan hanyalah suatu cara untuk melegitimasi kedudukan seorang pakar. Itlah sebabanya 62 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016 kebenaran ilmiah lebih banyak ditentukan oleh ideologi yang dominan pada saat tertentu. Berdasarkan teori korelasi mengenai kebenaran sejarah itu, Mc.Cullan membantah pandangan dalam doktrin postmodernisme, dan mencoba membuktikan melalui penelitian historiografis, bahwa para ahli sejarah, khususnya yang menggunakan pendekatan naratifisme, dapat mengungkapkan kebenaran (realitas) berdasarkan sumber sejarah (dokumen, arsip, kesaksian lisan) karena memiliki cara-cara tertentu (metode sejarah) untuk menilai teks atau dokumen, dan cara-cara tertentu untuk menjelaskannya (diskripsi atau analisis). Bahkan cara yang digunakan ahli sejarah untuk membuat inferensi (inference) atau menarik kesimpulan dari dokumen bisa obyektif, karena pada dasarnya tindakan-tindakan manusia di masa lampau dialami juga oleh manusia masa kini. McCullagh bisa menerima pendapat postmodernisme bahwa para ahli sejarah terikat pada kondisi budaya mereka. Namun hal itu tidak harus menghasilkan relativisme budaya dalam historiografi. Ahli sejarah selalu menjelaskan fakta sejarah melalui generalisasi yang bersifat diskriptif, interpretatif ataupun melalui teori-teori kausalitas tertentu. Generaliasi-generaliasi dan teori-teori itu senantiasa bisa diubahubah agar lebih mencerminkan realitas. Dengan demikian metode sejarah dan historiografi bisa juga menjamin bahwa apa yang disampaikan melalui bahasa dalam bentuk naratif itu bukan sekedar language game tetapi memiliki kaitan (korelasi) dengan kenyataan. Kemampuan akademik para ahli sejarah itulah yang menjamin bahwa historiografi tidak terjerumus dalam relativisme budaya, dan tetap memiliki kadar realitas yang cukup tinggi. Pendekatan Strukturistik dalam Ilmu sejarah Sejumlah ahli sejarah mencoba mengatasi serangan dari postmodernisme itu dengan upaya menegakkan kembali teori korespondensi dalam ilmu sejarah. Kelompok tersebut berupaya untuk mencari cara-cara yang bisa menjamin realitas sepenuhnya dalam ilmu sejarah, bukan sekedar kaitan atau korelasi saja. Kelompok tersebut menamakan dirinya alitan "strukturis". Sesungguhnya aliran strukturis tidak sama dengan aliran struktural yang bersumber pada aliran An'nals dari Prancis yang diilhami oleh oleh Talcot Parson. Aliran sejarah strukturis samasekali meninggalkan pendekatan empiris dalam ilmu sejarah dengan menekankan teori-teori sosiologi tertentu, khususnya konsep-konsep "emergency" dan "agency". Pendekatan ini mengacu pada cara kerja structure of reasoning dalam ilmu-ilmu alam, tetapi disesuaikan dengan ilmu sejarah dimana data hanya dapat diperoleh dari sumber sejarah. Pendekatan strukturis bertujuan menampilkan realitas dalam bentuk causal factors yang tidak tertangkap oleh pancaindra. Fenomenafenomena seperti pemberontakan, revolusi, perubahan sosial, dsb. dapat ditangkap melalui pancaindra, karena terkandung dalam sumber sejarah yang dapat dibaca dan dipelajari. Tetapi sebab-musababnya tidak muncul secara empiris dalam sumber sejarah, karena tersembunyi dalam struktur sosial yang unobservable itu. Secara teoritis terdapat interaksi antara manusia (individu atau kelompok) dan struktur sosial dimana mereka berasal. Maka untuk menampilkan causal factor yang unobservable itu seorang sejarawan yang mendapat datanya dari sumber sejarah harus menggunakannya untuk menganalisa struktur sosial agar dapat menampilkan interaksi antara manusia yang konkrit (observable) dan struktur sosial yang tidak kasat mata itu (unobservable). Pengertian struktur sosial yang unobservable dalam pendekatan ini berasal dari sosiologi realis. Struktur sosial bukanlah kumpulan manusia yang kongkret (agregasi), tetapi suatu unit yang memiliki ciri-ciri umum yang bersifat "emergence" berupa peran-peran, aturan-aturan, pola interaksi, dan pemikiran (mentalite). Tetapi berbeda dengan sosiologi pada umumnya, Arti Penting Historiografi Dan Metodologi menurut pendekatan strukturis, perubahan sosial tidak disebabkan oleh struktur sosial lainnya (kriminalitas yang meningkat disebabkan pengangguran yang meningkat), tetapi perubahan struktural justru disebabkan tindakan-tindakan kongkret dan observable dari manusia (individu atau kolektfitas) yang dengan sengaja mengubah peran, aturan, interaksi berdasarkan pemikiran tertentu. Pendekatan strukturis bertujuan menjelaskan perubahan dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat yang modern. Contoh-contoh dari pendekatan strukturis ini bisa kita temukan umpamanya dalam karya-karya dari Max Weber dan Norbert Elias (sosiolog), Mandelbaum dan Le Roy Ladurie (ahli sejarah) Cliffort Geertz (antropolog), dan masih banyak lagi 3. Kalau dibandingkan antara kedua pendekatan tersebut di atas (empiris dan strukturis), maka dapat dikatakan, bahwa di Indonesia pendekatan empiris lebih menonjol dibandingkan dengan pendekatan strukturis. Hasil historiografi empiris sesungguhnya bisa dibedakan antara karyakarya sejarah yang diskriptlf dan yang analitik. Di Indonesia diskripsi atau interpretasi terutama digunakan oleh para penulis sejarah yang "amatir" (bukan profesional) dan hasilnya bisa kita saksikan dalam toko-toko buku, baik yang menggunakan peristiwa sebagai unit, atau hidup manusia maupun struktur sosial. Banyak sekali karya-karya jenis ini yang ……………| 63 berupa biografi atau otobiografi yang bermunculan dalam tahun-tahun yang lalu. Diantaranya ada yang dapat dikatakan cukup baik, seperti karya A.M. Nasution, baik yang unit diskripsinya adalah suatu peristiwa, atau hidup manusia (otobiografi), maupun struktur sosial (perang kemerdekaan). Beberapa kajian yang ada lebih mengfokuskan pada masalah perdagangan di Indonesia Timur. Di antaranya dapat disebutkan Anthony Reid ( 1983), Sutherland (1987; 1989), Edward, L. Poelinggomang (1991).4 Kajian sejarah yang menempatkan ekonomi kepulauan sebagai determinisme geografi dalam membentuk jaringan perdagangan antar pulau dan antar laut hampir tidak ada. Belakangan ini, Cristiaan Geraad Heersink (1995) 5 melakukan penelitian terhadap peranan pulau Selayar sebagai wilayah ekonomi periphery dari pusat, namun kajian-kajian mereka masih merupakan tahap-tahap pendahuluan. Sejauh ini , kajian-kajian yang ada pada umumnya berkaitan dengan masalah-masalah perdagangan yang dihubungkan dengan kebesaran kerajaan Gowa (Makassar) sebagai kekuatan kerajaan Maritim pada abad ke- 17. Berbagai kajian lain membahas saratnya dinamika politik Makassar setelah kemerdekaan, misalnya kajian Barbara Sillars Harvey (1984), C. Van Dijk (1983), Audrey R. Kahin (1990), R.Z. Leirissa (1991), dan Anhar Gonggong (1992) 6. Dengan demikian perdagangan di Christopher Lloyed (1993). The Structures of History. London: Basil Blackwell, 1993 Anthony Reid, “ The Rise of Makassar”, dalam : Rima (Vol. 17,1983), hal . 117; H. A. Sutherland, “ Eastern Emporium and Company Town: Trade and Society in Eighteenth- Century Makassar” dalam Frank Broeze,ed. Brides of the Sea: Port Cities of Asia From the 16 tth17th Centuries ( Kensington: New South Wales University Press, 1989) , hal 98.; Edward Lamberthus Poelinggomang, Proteksi dan Perdagangan Bebas Kajian Tentang Perdagangan Makassar pada Abad ke-19. Academisch Proefschrift Vrije Universiteit. Amsterdam 1991. 5 Cristiaan Gerard Heersink, The Green Gold of Selayar: A Socio –Economic History of an Indonesian Coconut Island, c. 1600-1950: Perpectives from a Periphery. Academisch Proefschrift, Vrije Universiteit.1995 6. HJ.S. Harvey, Permesta Pemberontakan Setengah Hati, Jakarta: Grafiti Pers, 1984; C. Van Dijk, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, Jakarta: Grafiti Pers, 1983; Audrey R. Kahin. Pergolakan Daerah pada Awal Kemerdekaan, Jakarta: Grafiti Pers.1990.; R. Z. Leirissa. PRRI - Permesta Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis, Jakarta: Grafiti Pers, 1991; Anhar Gonggong. Abdul Qahhar Mudzakkar Dari Patriot Hingga Pemberontak, Jakarta: Grasindo, 1992. 3 4. 64 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016 Makassar penting jika peristiwa itu dibahas tanpa mengabaikan struktur dan konjuntur. Tradisi penulisan ini sering disebut paradigma aliran Braudelian. Ia menjelaskan bahwa dalam kurun waktu tertentu terdapat paling kurang tiga jenis fakta, yaitu pertama, peristiwa (event), kedua, konjungtur (conjoncture) dan ketiga struktur (structure). 7 Suatu penelitian ilmiah memiliki peranan yang sangat penting dalam mencari kebenaran dan merupakan sebuah pemikiran kritis. Penelitian dalam ilmuilmu budaya, sama halnya dengan penelitian pada umumnya merupakan suatu proses yang terus menerus yang dilakukan secara kritis dan terorganisasi untuk melakukan analisa, memberikan penjelasan dan interpretasi terhadap fenomena sosial yang mempunyai hubungan yang kait-mengkait. Peneliti ilmu sosial walaupun berpijak pada metode ilmiah, tetapi beberapa ciri khas yang ada di dalam masing-masing bidang ilmu, menyebabkan si peneliti dituntut memiliki ketrampilan yang khas pula dan harus didukung oleh kerangka teori dan analitik yang berbeda dalam menganalisa interaksi antar fenomena disebabkan kompleksnya fenomena-fenomena yang diteliti. Masalahmasalah sosial yang mudah berubah dan sulit diukur mengakibatkan kurangnya kemampuan melakukan prediksi, tidak seeksak prediksi dalam ilmu alam. Penggunaan metode kuantitatif yang telah baku dan lazim dipakai dalam penelitian ilmu-ilmu alam ternyata tidak cukup mampu mengungkapkan dan mendeskripsikan fenomena-fenomena sosial yang ada dalam masyarakat karena variabel-variabelnya sulit untuk diukur. Bidang ilmu humaniora yang mencakup bidang hukum, antropologi, sastra, linguistik, filsafat, sejarah, merupakan bidang ilmu yang “kurang cocok” bila dipakai pendekatan kuantitatif. 7 Oleh karena itu akhir-akhir ini dengan perkembangan teori-teori sosial yang lebih menekankan dan melebihkan unsur makna dalam ”human action” dan “interaction” sebagai determinan utama eksistensi kehidupan bermasyarakat, berkembang teori-teori yang berparadigma baru dengan konsekuensi metodologinya yang hendak lebih mengkaji aksi-aksi individu dengan makna-makna simbolik yang direfleksikannya akan lebih kualitatif daripada kuantitatif. Humaniora adalah bidang ilmu yang memiliki objek manusia sebagai human being dalam masyarakat yang mencakup disiplin-disiplin ilmu antara lain Hukum, Politik, Antropologi, Sosiologi, Perilaku Kesehatan, Linguistik, Sastra, Filologi, Seni, Pendidikan, Sejarah, dan Filsafat. Dengan demikian yang diteliti adalah hal-hal yang lebih menekankan pada aspek budaya manusia sebagai bagian dari masyarakat. Oleh karena itu cakupan kajian ilmu-ilmu humaniora adalah tentang ekspresi dan aktualisasi yang terwujud dalam perilaku, sikap, orientasi, nilai, norma, tata makna, pandangan hidup, spiritualitas, etika dan estetika. Dengan demikian tema-tema penelitian yang dapat dikernbangkan di bidang ini antara lain berkisar tentang perubahan sosial, dampak sosial pembangunan, kontinuitas dan perubahan dalam masyarakat, etos kerja, dan respons masyarakat terhadap berbagai perubahan, dan sebagainya. Mengingat bahwa pembangunan Indonesia dimaksudkan untuk mensejahterakan seluruh bangsa Indonesia lahir-batin, jasmani-rohani, maka perlu kita sadad bahwa pembangunan secara fisik semata belum memberikan arti yang memadai. Pembangunan di bidang-bidang yang lebih menekankan pada aspek kejiwaan, nilai, moral, masih amat dibutuhkan dalam upaya pembangunan dan pelestarian hasil-hasilnya. Seyogianya ilmuilmu humaniora diberi kesempatan untuk . Christopher Lloyd. The Structures of History. Balckwell: Cambridge University Press. 1993. hal 21 -27. Arti Penting Historiografi Dan Metodologi berkembang secara wajar sehagaimana ilmu-ilmu yang lain. Sejarah Lisan Dalam Penelitian sejarah Sejarah lisan merupakan rekaman rekaman tip tentang sisa-sisa yang disampaikan oleh narator dari pengetahuan tingkat pertama. Melalui wawancara yang sebelumnya dirancang, informasi dirangkum dalam pertanyaan dan jawaban oleh petugas wawancara sejarah lisan. Petugas harus memiliki pengetahuan latar belakang tentang subyek dan keahlian sosial dalam memahami bagaimana memisahkan pengisahnya. Sejarah lisan bukan merupakan rekaman tip dari pidato atau peristiwa sosial lain, meskipun ini hendaknya merupakan bagian lain dari program pengumpulan informasi oleh masyarakat sejarawan. Wawancara sejarah lisan berbeda dengan wawancara jurnalistik atau penelitian sejarah khusus di mana informasi digunakan di masa depan oleh sejumlah besar peneliti; karena itu jangkauannya hendaknya lebih luas daripada apa yang dicakup bagi penggunaan khusus atau segera. Definisi tentang sejarah lisan sebagai gerakan modern dalam melestarikan sejarah antara lain: 1. Perekaman dan pelestarian, sering dengan sarana mekanis, dari kisah pribadi saksi mata 2. Rekonstruksi masa lalu melalui ingatan informan dan sisa-sisa ucapan 3. Pembuktian sumber tertulis melalui wawancara terencana dengan informan yang sangat memahami “ketika berbicara mengenai rekaman”. Penggunaan masing-masing unsur dalam definisi kerja yang sangat sederhana ini menghasilkan definisi berikut ini: sejarah lisan : perekaman dan pelestarian wawancara terencana degnan orang-orang terpilih yang mampu mengisahkan memori yang dikumpulkan dan karenanya membantuk rekonstruksi masa lalu. ……………| 65 Definisi ini bisa berbeda-beda, tetapi selalu ada unsur konstan; wawancara sejarah, merekam memori manusia, fokus pada masa lalu untuk menangkap suara manusia, dan tujuan yang diterima dalam melengkapi informasi tertulis dengan dokumen atau sumber lisan. Penerimaan sejarah lisan secara populer tidak segera terjadi; namun ketika terjadi, publik yang terikat padanya seperti Betty Crocker menemukan resep baru bagai puding pisang. Hanya sedikit orang yang menunjukkan minat kuat pada mulanya terhadap rencana arsiparis untuk mengumpulkan rekaman dan transkrip sejarah lisan, tetapi publik menyukai sejarah lisan itu muncul dalam bentuk lain. Arsiparis dan pustakawan di kalangan non-pemerintah telah menemui pelajaran serupa yang sebelumnya dipelajari oleh arsiparis federal. Mereka menyatakan, wawancara sejarah lisan sering mengarah pada penemuan naskahnaskah pribadi, carikan kertas, koleksi foto, dan data-data lain dengan potensi sejarah yang besar. Melalui Masyarakat Arsiparis Amerika, para manager naskah profesional dan laporan lain telah mengembangkan kelompok diskusi formal untuk menggali dampak-dampak sejarah lisan bagi karyanya dan telah mendorong penerbitan artikel tentang subyek ini dalam The American Archivist, suatu majalah yang dicurahkan pada profesi arsip. Banyak museum telah juga mensponsori aktivitas sejarah lisan bagi bidang subyek khusus lainnya. Sejarah ekonomi memperoleh keuntungan dari penampilan sejarah lisan dalam organisasi niaga dan tenaga kerja. Perusahaan dagang, besar dan kecil, menjadi sasaran penelitian, beberapa disponsori oleh uiveng lain dilaksanakan di kalangan pengusaha sendiri. Beberapa dari industri terbesar di AS telah mendukung proyek sejarah lisan intern selama lebih dari satu dekade. Sejarawan buruh terdapat di antara para pengguna yang paling bersemangat dari wawancara sejarah lisan. Mereka menduga bahwa sejarah lisan membantu pendekatan “bottom-up” bagi penulisan kembali sejarah dengan 66 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016 pertimbangan bagi kehidupan orang yang biasanya meninggalkan sisa-sisa bagi ilmuwan masa mendatang. Generasi mendatang memiliki setumpuk koleksi memori lisan dari para anggota serikat yang dominan dan lapisan bawah di sejumlah kelompok buruh – pekerja baja, penambang batubara, dan pekerja garmen, misalnya. Program arsip buruh utama dengan komponen sejarah lisan telah menjadi garis depan gerakan itu. Pertanyaan yang sering muncul adalah bagimana perkembangan historiografi sejarah lisan di Indonesia . Proyek sejarah lisan baru dikembangkan di bawah koordinasi Arsip Nasional Indonesia pada tahun 1970 an, mengikuti perkembangan di negara-negara Eropa dan Amerika. Fokus perhatian sejarah lisan tersebut lebih masih berkisar pada kelompok elite, bekas menteri , para pemimpin partai politik, militer dan para pemimpin PRRI/ Permesta. Selain itu periode pendudukan Jepang pada tahun 1980 an lupuk juga menjadi perhatian tetapi sangat terbatas karena hanya berkisar pada tokoh-tokoh pergerakan yang seirama dengan heroisme dalam mempertahan RI, masyarakat kecil, koflikkonflik sosial sebagai dampak pilkada, kelompok buruh, petani hampir tidak terekam bagaimana mereka mewakili kelompoknya dalam mmbicarakan realitas zaman.. Penutup Dalam dekade terakhir ini sejumlah ahli sejarah berupaya meningkatkan kemampuan ilmu sejarah untuk mencapai kadar obyektifitas yang lebih tinggi. Perkembangan "realisme filosofis" dalam falsafah ilmu (philosophy of science) membuka jalan bagi suatu peninjauan kembali atas dasar-dasar metodologi sejarah sosial yang berkembang sejak munculnya Revolusi Annales pada fese ke dua abad ke-20. Pendekatan struktural Annales Schoolnya itu menjadi landasan dari sejarah-sejarah sosial kini dianggap kurang memadai karena tidak menampilkan unsur individu sebagai penentu perjalanan sejarah sosial. Suatu pendekatan baru kini telah muncul dengan istilah "metodologi strukturis". Metodologi strukturis kembali menampilkan peran sosial individu dalam menentukan perjalanan sejarah, sekalipun landasanlandasan dari sejarah sosial yang telah diterima oleh para ahli sejarah tetap dipertahankan. Arah historiografi Indonesia sejak tahun 1980 an mengalami perkembangan yang pesat. Tema-tema mulai bergeser dari sejarah-orang besar ke sejarah orang-orang kecil atau rakyat biasa. Disertasi Sartono Kartodirdjo mengenai pemberontakan Banten tahun 1988 dengan perspektif Indonesia sentris, memang mendapat perubahan yang besar khususnya pendekatan dan sumber-sumber yang digunakan, juga telah memperoleh banyak pengikut, terutama para muridnya di Universitas Gajahmada dan para sejarawan Indonesia yang dididik di Belanda dalam program kerjasama Indonesia Belanda. Penggunaan sejarah lisan nampaknya berjalan sejajar dengan perkembangan historiografi Indonesia dan historiografi Sejarah Lisan . Walaupun demikian cara-cara di dalam mana sejarawan menggunakan sumber lisan , membaca memeori yang sampai kepadanya masih menjadi problematika. Sikap kritis dan menempatkan obyek (memori) dalam konteks yang lebih luas semestinya dipertimbangkan , agar sejarawan tidak terporosok ke dalam detil-detil yang tak bermakna dan bisa membuat gambaran historis yang komprehensip. Salah satu pendekatan baru yang dimaksud adalah kelompok Subaltern history pada awalnya dikembangkan oleh sejarawan India di penghujung tahun 1980 an. Melalui fusi pendekatan sejarah dan antropologi, di sebut juga sebagai sejarah alternatif. Dia muncul sebagai reaksi terhadap sejarah nasional India yang satandarnya neo imperialis. Ada sebelas jilid buku sejarah Subaltern yang telah diterbitkan. Terlepas dari kritik yang diajukan terhadap pendekatan ini. Yang jelas bahwa pengaruh sejarah Subaltern juga sudah meluas ke Amerika latin. Arti Penting Historiografi Dan Metodologi Menurut hemat saya apa esensi yang kita harus ubah jika kita akan mengikuti kelompok tersebut yaitu mengjejaki perubahan-perubahan metode, asumsi dan proposisi dalam historiografi Indonesia ke depan adalah bagaimana mendefenisikan masalah-masalah dan kemungkinan sejarah harus dilihat sebagai total history seperti yang sudah lama didengundengunkan oleh aliran Annales School. Daftar Pustaka Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol , Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945, Jakarta: Gramedia, 1993 Angkersmit. Refleksi Tentang Sejarah . Pendapat-Pendapat Modern tentang Fisafat Sejarah. Terj. Jakarta: Penerbit Gramedia. 1987 Anderson, Benedict R.O G. Some Aspects of Indonesian Politics Under the Japanese Occupatins and Resistence 1944-1946. Cornel University Press, 1972. A. Portelli, The Death of Luigi Trastulli and Other Stories: Form and Meaning in Oral History. Albany: State university of New York Press. 1991 Bambang Purwanto & Asvi Warman Adam. Menggugat Historiografi Indonesia.. Yogyakarta. Ombak.2005. Bambang Purwanto., Gagalnya Historiografi Indonesia Sentris ?! Yogyakarta: Ombak. 2006. Peter Buke . The French Historical Revolution. The Annales School 1929-1989. London. Polity Press. 1990 Bruin R. De. Japanese Propaganda in Indie, de Stam van Nippon dalam Bericht van de Twede Wereld Oorlog, Amsterdam: Uitge Verij Amsterdam Boek B.V. 1970. C. Behan McCullagh (1998). The Truth of History. London-New York: Routledge, 1998 Christopher Lloyed (1993). The Structures of History. London: Basil Blackwell, 1993 ……………| 67 Departemen of Commersce U S. Japanese Military Administration in Indonesia , office of Technical Services, 1963 Departemen Penerangan RI. Propinsi Sulawesi , Makassar 1953 Djawa Seinendan, Jakarta, Djawa Goensikanboe, 2603 (1943) E.R. Wolf, Europe and the People Wihout History. Berkley/ los Angeles/ London University of California Press, 1982 Heather A. Sutherland, Writing Indonesia History in the Netherlands: Rethinking the Past, dalam BKI, 150-IV (1994) James Fenress and Chris Wickham, Social Memory: New Perpectives on the Past, Cambridge, Massachusetts: Blacwell Publishers, 1992 J.R. Chaniago ed. Di bawah Pendudukan Jepang, Jakarta: ARNA. RI.1985 Joanne Rapport, The Politics of Memori: Native Historical Interpretation in the Colombian Andes, Durham dan london: Duke University Press. 1998. Luissa Passerini, Fascism in Popular Memory: The Cultural Experience of the Turin Working Class, Cambridge: Cambridge University Press, 1987 ______Work Ideologi and Jonsensus under Italian Fascism, dalam Robert Perks and Alistair Thomson, The Oral History Reader, London and New York : Routledge, 1998: M. Frish. A. Shared Authrity: Essays on the Craft and Meaning of Oral and Public History. Albany, State University of New York Press 1990. P. 188. Lihat pula A. Thompson dkk. The memory and history debates: Some International Perspective dala Oral History, 1994 vol 22 no 22 Pedoman Pembangoenan Asia Timur Raya, Jakarta Dai Nippon Gunseibu, 2604 (1944) Peringatan Enam Bulan Pemerintahan Bala Tentara dai Nippon. Djakarta Oesaha Baroe “ Panjar” 2602 68 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 1 JANUARI 2016 (1942) Peter Buke . The French Historical Revolution. The Annales School 1929-1989. London. Polity Press. 1990 Robert Perks and Alistair Thompson, The Oral History Reader, London and New York: Rout ledge, 1998 Sendjinkoen, Penoentoen Bagi Balatentara Dai Nippon, Jakarta: Percetakan Asia raya ( Dai Nippon Gunseibu) 2602 (1942) The Making of The English Working Class, London: Pelican Books. Penguin, 1963