pendaftaran dan komersialisasi hak kekayaan

advertisement
Syafrinaldi. Pendaftaran dan Komersialisasi …
1
PENDAFTARAN DAN KOMERSIALISASI HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL DI INDONESIA1
Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH., MCL2.
[email protected]
Abstrack
The filing of intelellctual property rights has now become serious problems in Indonesia
while many intellectual property holders do not file application for obtaining their rights,
such as patent, trademark, industrial design, etc. The few of dissemination activities made
by government has become the classic factor for not filing the applications. Besides, the
low standard of legal awareness of the society has contributed to be another important
factor for that. The registration of IPR is closely related to the effort of commercialization
of IPR which has to be done by the rights holders. Therefore the commercialization of IPR
is regarded as important factor for enjoying the economic rights.
Key words : Intellectual Property Rights, Registration and Commercialization.
Pendahuluan
Era masyarakat Informasi ditandai dengan semakin maju pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Globalisasi merupakan konsekuensi logis dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut. Sebenarnya proses globalisasi itu berasal dari negaranegara barat (Eropa dan Amerika khususnya) yang kemudian ditularkan dengan
menggunakan media information technology ke negara-negara lain di seluruh jagad raya
melalui dunia perdagangan, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Keterkaitan IT dan
ilmu hukum semakin terintegrasi dan saling membutuhkan3.
Sebagai negara berkembang (developing country), Indonesia bersama dengan negaranegara yang termasuk kedalam kelompok negara dunia ketiga tidak dapat menghindar dari
globalisasi4. Arus masuk berupa ilmu pengetahuan dan teknologi ke Indonesia bukanlah
merupakan sesuatu hal untuk dihindari, melainkan telah menjadi kebutuhan suatu bangsa
untuk mencapai suatu kemajuan5 dan perlu disikapi dengan arif dan bijaksana.
1
Makalah Disampaikaan Pada Seminar HKI yang diselenggarakan oleh FH Universitas Pancabudi Medan
pada Hari Jumat, 16 Mei 2013.
2
Guru Besar Dalam Bidang Hak Kekayaan Intelektual dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau.
3
Lihat Heru Supratomo, Hukum Dan Komputer, Alumni, Bandung, 1996, hlm. 1 dan 76 dstnya.
4
Selama ini Negara-negara berkembang masih menjadi obyek dari globalisasi yang dimainkan oleh Negaranegara maju.
5
Syafrinaldi, Hukum, Hak Milik Intelektual Dan Pembangunan, UIR Press, 2003, hal. 1 dstnya.; baca juga
Budi Agus Riswandi, hukum Cyberspace, Gita Nagari, Yogyakarta, 2006, hlm. 1 dstnya.
2
JURNAL KONSTITUSI NO. 1 VOL. 1 JUNI 2013: 1 - 7
Peran teknologi informasi dalam masyarakat komunikatif sekarang ini semakin
memainkan peran penting6. Dalam banyak hal kehidupan manusia memperlihatkan
ketergantungannya pada teknologi informasi, seperti berbagai mesin dalam dunia usaha dan
industri yang siap menggantikan tenaga manusia, internet yang memiliki banyak
keunggulan dalam berusaha telah menawarkan alternatif kepada pelaku usaha dan
konsumen serta kemajuan lainnya. Semua kemajuan yang positif itu, tidak jarang pula
memiliki dampak yang negatif, sehingga hal ini cenderung melahirkan modus-modus baru
dalam kejahatan yang memerlukan kesiapan dan profesionalisme aparat hukum di
lapangan7.
Pada peringatan hari Hak Kekayaan Dunia yang ke 13 pada tanggal 26 April 2013 lalu,
World Intellectual Property Organization (WIPO) mengusung Thema :Creativity : The
Next Generation”. Tema tersebut di atas saya nilai sangat tepat, karena kreatifitas manusia
menjadi faktor penentu dalam kemajuan suatu bangsa ke depan. Kreatifitas manusia di
dalam bidang hak kekakayaan intelektual, seperti hak cipta, paten, merek, perlindungan
varietas tanaman, rahasia dagang, desian industri dan desain tata letak sirkuit terpadu
merupakan karya intelektual yang tidak terhingga nilainya dari segi ekonomi. Oleh karena
itu setiap kreatifitas karya intelektual tersebut perlu didaftarkan untuk mendapatkan
perlindungan hukum8 dari negara, sehingga komersialisasinya akan dapat dinikmati pula
oleh pencipta atau inventor. Tulisan singkat ini mencoba membahas dua aspek yaitu
pendaftaran dan komersialisasi HKI yang kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang
sangat erat satu sama lain.
Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual
Secara garis besar HKI dibagi atas dua kelompok, yakni Hak Cipta dan Hak-Hak
Terkait dan Kekayaan Industri. Di Indonesia9 terdapat tujuh UU yang mengatur mengenai
Kekayaan Intelektual :
1. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2. UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten
3. UU No. 15/2001 tentang Merek
4. UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
5. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
6. UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
7. UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
Ketujuh bidang tersebut di atas sesuai dengan ketentuan hukum internasional dalam
bidang hukum internasional yang berlaku, yakni Paris Convention For The Protection of
Industrial Property, 1883 dan Berne Convention For the Protection of Scientific, Literary
and Artistic Works, 1886.
6
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hal. 113
7
Baca Ahmad M. Ramli, Cyber law Dan HAKI, Refika,Aditama, Bandung, 2004, hlm. 1 dstnya.
8
Kecuali untuk hak cipta dan rahasisa dagang tidak perlu didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan
hukum.
9
Bandingkan dengan Ruang lingkup IPR di india yang meliputi: the Biological Diversity Act, 2002, The
Copyright Act, 1957, The Designs Act, 2000, the Geographical Indications of Goods Act, 1999, The Patent
Act, 1970, the Protection of Plant Varieties and Farmers’ Rights Act, 2001, The Semiconductor Integrated
Circuits Layout-Designs act, 2000 and The Trademark Act, 1999; lihat Justice Yatindra Singh, Cyber Laws,
Fourth Edition, Universal Law Publishing, New Delhi, India, hlm. 45.
Syafrinaldi. Pendaftaran dan Komersialisasi …
3
Hak kekayaan intelektual dewasa ini telah merupakan alat yang ampuh untuk
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu bangsa (a powerful tool for economic
development)10. Data menunjukan bahwa umumnya ekspor negara-negara berkembang
dalam bentuk hasil-hasil dan kekayaan alam tidak dapat dibanggakan lagi. Kemerosotan
prosentase ekspor tersebut mencapai 70% pada tahun 1900 turun hingga 20% pada akhir
abad ke 2011. Data tersebut menunjukkan bahwa sumber kekayaan alam yang dimiliki oleh
suatu bangsa pada kenyataannya tidak dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi
rakyatnya. Tetapi, dengan menghandalkan hak kekayaan intelektual banyak sudah Negaranegara menjadi Negara sejahtera (welfare state). Karya intelektual manusia merupakan
potensi ekonomi yang tidak habis-habisnya dan akan terus mengalami perkembangan dan
kemajuan.
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa hak kekayaan intelektual merupakan pintu gerbang
bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi tidak lahir dengan sendirinya,
seperti halnya manusia yang lahir dari kandungan ibunya. Suatu teknologi dihasilkan
karena adanya daya kreasi intelektual manusia yang diwujudkan melalui suatu tahapan
penelitian yang kemudian menghasilkan invensi (invention).
Berbagai perkembangan teknologi dalam berbagai bidang, baik itu yang sifatnya
sederhana maupun high tech, merupakan hasil invensi manusia yang dipatenkan dan dengan
demikian dilindungi oleh kaedah hukum, baik hukum internasional maupun hukum nasional
suatu negara. Perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual itu terdapat hak
komersial12 yang besar jumlahnya, disamping juga hak moral13.
Menurut pengertian ini dapat dikatakan bahwa hukum memainkan peran penting dan
menentukan dalam pembangunan ekonomi suatu masyarakat baik local, nasional maupun
internasional. Apalagi di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hukum tidak hanya
dirasakan oleh masyarakat awam dan si pencari keadilan dalam berperkara di pengadilan
saja, tetapi pelaku bisnis, ekonom, petani dan teknokrat juga membutuhkan hukum yang
tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum untuk bidang dan profesinya
masing-masing.
Pendaftaran HKI merupakan suatu keharusan, kecuali untuk hak cipta dan rahasia
dagang. Hukum hanya memberikan perlindungan kepada karya intelektual yang sudah
didaftarkan, seperti paten, merek, perlindungan varietas tanaman, desain industri dan desain
tata letak sirkuit terpadu. Prinsip ini dikenal dengan constitutive principle. Pasal 58 UU
Paten menetapkan, bahwa paten mulai berlaku pada tanggal diberikan sertifikat paten dan
berlaku surut sejak tanggal penerimaan. Di dalam hal merek Pasal 28 UU Merek
menegaskan bahwa merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat
diperpanjang. Di dalam Pasal 10 UU Desain Industri disebutkan bahwa Hak Desain
Industri diberikan atas dasar permohonan. Perlindungan terhadap hak desain industri
diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan (Pasal
10
Lihat Syafrinaldi, Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Makalah disampaikan pada Penataran DosenDosen Kopertis Wilayah X di Padang pada tanggal 22 dan 23 Juni 2004 di Padang.
11
Lihat National Knowledge Resources Matter, dalam Message of Director General of WIPO; lebih jauh lihat
www.wipo.int/about.wipo
12
Hak ini disebut juga dengan economic rights atau immaterielles Recht, lihat Syafrinaldi, Der Schutz des
geistigen Eigentums in der Verfassung der Bundesrepublik Deutschland und der Rechtsordnung der Republik
Indonesien (disertasi), 2000.
13
Ng-Loy Wee loon, Law of Intellectual Property of Singapore, Sweet & Maxwell Asia, Singapore, 2008,
hlm. 17.
4
JURNAL KONSTITUSI NO. 1 VOL. 1 JUNI 2013: 1 - 7
5 ayat (1) UU Desain Industri). Untuk desain tata letak sirkuit terpadu disebutkan, bahwa
perlindungannya diberikan kepada pemegang hak sejak pertama kali desain tersebut
dieksploitasi secara komersial dimanapun, atau sejak tanggal penerimaan 14. Perlindungan
tersebut berlaku untuk ujangka waktu 10 (sepuluh) tahun15.
Dalam kenyataannya, masalah pendaftaran karya intelektual di Indonesia menjadi
masalah yang cukup serius, karena sangat kurangnya kesadaran masyarakat untuk
mendaftarkan karya intelektual yang telah dilahirkannya kendatipun pemerintah sudah
berulangkali melakukan diseminasi berbagai peraturan perundanga-undangan di bidang
HKI.
Diseminasi peraturan perundang-undangan ditengah-tengah masyarakat merupakan
rangkaian dari system hukum secara keseluruhan. Artinya, suatu ketentuan hukum yang
baru diberlakukan harus dilakukan diseminasi oleh pemerintah agar supaya ketentuan
hukum tersebut dapat diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat luas dan
semua pihak. Idealnya diseminasi tersebut sudah harus dimulai pada saat rancangan
undang-undang tersebut dibicarakan di parlemen.
Berkenaan dengan hak kekayaan intelektual di Indonesia, ketentuan hukum yang
mengatur bidang-bidang hak kekayaan intelektual, seperti : hak cipta, paten, merek,
perlindungan varietas tanaman (PVT), rahasia dagang, desain industri, dan desain tata letak
sirkuit terpadu (DTLST) belum terdiseminasi dengan baik dan menyeluruh. Hal ini
merupakan salah satu titik lemah dari pelaksanaan hukum dalam bidang hak kekayaan
intelektual di Indonesia.
Kurangnya diseminasi yang dilakukan oleh pemerintah disebabkan oleh beberapa
factor, seperti minimnya pemahaman pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerah,
dalam bidang hak kekayaan intelektual. Kondisi ini ditambah lagi dengan kurangnya
alokasi dana untuk kegiatan diseminasi hak kekayaan intelektual baik untuk lingkungan
internal mereka maupun untuk masyarakat luas.
Peran swasta dalam mengembangkan hak kekayaan intelektual di Indonesia dirasakan
sangat kurang sekali. Disamping itu yang lebih tragis lagi adalah para akademisi baik pada
tingkat sekolah menengah umum maupun pendidikan tinggi masih banyak yang belum
memahami hak kekayaan intelektual dengan baik. Padahal, kampus merupakan salah satu
sumber yang sangat potensial dalam mencetuskan ide-ide suatu penelitian sebagai cikal
bakal lahirnya invensi. Ini merupakan salah satu tahapan untuk menghasilkan suatu
teknologi baru yang termasuk dalam ruang lingkup paten.
II. Komersialisasi Hak Kekayaan Intelektual
Salah satu aspek penting dari karya intelektual adalah komersialisasi. Masalah
komersialisasi karya intelektual menjadi salah satu faktor penentu dalam memberikan
perlindungan hukum atas karya intelektual tersebut. Hal ini disebabkan karena nilai
ekonomi (economic factor) yang terdapat pada karya intelektual harus dikomersialkan agar
mendapat manfaat secara ekonomi bagi si pemegang hak.
Invention yang didapatkan oleh seseorang (inventor) tidak akan mungkin dapat
dikomersialkan tanpa adanya pendaftaran untuk mendapatkan hak paten dari negara.
Demikian juga dengan merek yang dimiliki oleh sesorang atas barang dan jasa tidak
mungkin dilindungan oleh hukum, kecuali setelah didaftarkan sebagaimana diatur dalam
14
15
Lihat Pasal 4 ayat (1) UU DTLST.
Lihat Pasal 4 ayat (3) UU DTLST.
Syafrinaldi. Pendaftaran dan Komersialisasi …
5
undang-undang Merek sebagaimana telah diuraikan di atas. Komersialisasi atas suatu
karya intelektual yang tidak terdafta adalah sia-sia, karena tidak mempunyai alas dan
kepastian hukum.
Komersialisasi HKI merupakan suatu hal yang diharuskan sebagaimana dapat dilihat
dari pemahaman dari salah satu persyaratan paten, yaitu applicable in industry. Tujuan dari
industrialisasi adalah memproduksi secara besar-besaran atas suatu karya intelektual,
seperti dalam bidang teknologi informasi handphone. Perusahaan Nokia misalnya
memproduksi setiap jenis HP dalam jutaan unit yang dijual di seluruh negara di dunia.
Demikian juga dengan industri pesawat Boeing dan Airbus.
III. Penegakan Hukum (Law Enforcement)
Permasalahan law enforcement merupakan topik yang tidak henti-hentinya dibicarakan
di setiap negara, terutama di negara-negara dunia ketiga atau developing countries.
Penegakan hukum secara tepat dan konsekwen merupakan modal dasar untuk mencapai
tujuan Negara domokratis dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal16. Apalagi
potret intellectual property rights di negara-negara berkembang masih sangat sulit
berkembang. Demikian juga dengan praktek penegakan hukum dalam bidang hak
kekayaan intelektual.17
Kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual di Indonesia, seperti pembajakan
berbagai karya-karya cipta, pemalsuan merek dan lain sebagainya makin hari semakin
tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas. Anehnya, sangat jarang kasus-kasus
pelanggaran tersebut yang sampai dinaikkan ke Pengadilan. Padahal, kasus-kasus
pelanggaran hak kekayaan intelektual itu dapat ditemui dengan mudah di hamper setiap
sudut kota di Indonesia.
Bila kita melihat praktek-praktek yang dilakukukan masyarakat, maka dapat dikatakan
bahwa penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia sangat lemah
sekali. Inilah salah satu sebab kenapa Indonesia dimasukkan ke dalam daftar “watchlist
country” oleh Amerika Serikat.
Di mata internasional Indonesia telah mendapat prediket sebagai bangsa pembajak
karya cipta milik orang lain dan bangsa lain. Artinya, Indonesia merupakan salah satu
negara yang paling parah dalam penegakan hokum dalam bidang hak kekayaan intelektual
Tidak hanya itu, bila dibandingkan dengan Malaysia saja, Indonesia merupakan negara
yang relatif kecil menerbitkan buku-buku dalam bidang hak cipta. Padahal, dari sisi jumlah
penduduk Indonesia memiliki penduduk hampir tujuh kali banyak dari jumlah penduduk
Malaysia.
IV. Hak Kekayaan Intelektual Di Negara-Negara ASEAN
Dibandingkan dengan negara-negara di kawasan lain, seperti Eropa, dan Amerika,
negara-negara ASEAN pada umumnya masih tertinggal dalam bidang hak kekayaan
intelektual. Sejak disetujuinya Perjanjian mengenai Hak Kekayaan Intelektual oleh negara-
16
Disamping factor law enforcement masih terdapat factor-faktor lainnya, seperti domestic security and
political stability.
17
Lihat Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era
Globalisasi, UIR Press, 2009, hal. 70 dstnya; lihat juga Syafrinaldi, Fn. 1.
6
JURNAL KONSTITUSI NO. 1 VOL. 1 JUNI 2013: 1 - 7
negara ASEAN pada tahun 1995 di Bangkok18, hingga tahun 2004 ini belum terlihat
langkah maju yang konkrit yang ditunjukkan oleh negara-negara anggota ASEAN dalam
bidang hak kekayaan intelektual, kecuali beberapa Negara anggota secara sendiri-sendiri,
seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Hal ini sangat dapat dimengerti, karena kondisi
ekonomi negara anggota ASEAN yang sangat berbeda satu sama lainnya.
Krisis ekonomi dan politik yang melanda beberapa negara ASEAN, sperti Indonesia,
Malaysia dan Thailand pada tahun akhir tahun 1997 merupakan salah satu factor yang
menyebabkan sulit terlaksananya isi perjanjian hak kekayaan intelektual tersebut.
Indonesia saja misalnya, hingga kini krisis yang telah berlangsung sejak akhir 1997 tersebut
semakin melilit kehidupan bangsa dan negara baik dalam bidang ekonomi dan moneter,
politik, budaya dan moral.
Kerjasama ASEAN yang ditandatangani di Bangkok tanggal 15 Desember 1995 memiliki
tujuan sebagai berikut19 :
a. Untuk memperkuat kerjasama negara-negara anggota dalam bidang IPR melalui suatu
pegangan yang kuat dan terbuka untuk tuntutan dan pertumbuhan perdagangan bebas
regional dan global;
b. Untuk mendukung kerjasama yang erat dalam bidang hak kekayaan intelektual antar
warga negara satu sama lainnya dalam wilayah ASEAN termasuk juga dalam bidang privat
dan persekutuan;
c. Untuk mengusahakan format kerjasama yang sesuai dalam ikatan ASEAN yang dapat
memberikan sumbangan bagi peningkatan solidaritas dan mendorong inovasi teknologi
serta pertukaran dan perluasan teknologi dalam kawasan ASEAN;
d. Untuk mengusahakan suatu kemungkinan diciptakannnya satu patent system di
kawasan ASEAN dan memantau perkembangan perlindungan paten secara regional dan
internasional;
e. Untuk mengusahakan pendirian suatu system merek tunggal di kawasan ASEAN,
termasuk juga satu kantor merek ASEAN dan memantau perkembangan perlindungan
merek secara regional dan internasional;
f. Untuk mempersiapkan dan membangun satu system dan standar perlindungan hak
kekayaan intelektual bagi negara-negara di kawasan ASEAN yang sesuai dengan ketentuan
internasional.
Cita-cita negara-negara ASEAN dalam bidang hak kekayaan intelektual yang telah
dicetuskan sembilan tahun lalu hanya merupakan untaian kata-kata dan kalimat-kalimat
yang kurang bermakna. Oleh karena itu, negara-negara anggota ASEAN perlu diberi
semangat baru dalam menindaklanjuti kesepakatan 1995 tersebut untuk mewujudkan
impiannya yang sudah terkubur.
V.
Konklusi
Pendaftaran hak kekayaan intelektual sangat penting untuk dilakukan, karena tanpa
pendaftaran perlindungan hukum tidak akan diberikan. Perlindungan hukum melalui
pendaftaran ini dikenal dengan constitutive principle yang sudah dikenal luas oleh negaranegara internasional.
18
Lihat Syafrinaldi, Kesepakatan ASEAN 1995 Dan Hak Milik Intelektual, Mahkamah, April 2003, hlm. 90
dstnya; lihat juga Ng-Loy Wee loon, Op.Cit., hlm. 31
19
Ibid, hlm. 94-95.
Syafrinaldi. Pendaftaran dan Komersialisasi …
7
Salah satu tujuan dari penciptaan karya intelektual oleh manusia adalah untuk mendapatkan
nilai ekonomi yang terkadung di dalam karya intelektual tersebut. Untuk melahirkan nilai
ekonomi tersebut perlu dilakukan upaya komersialisasi terhadap karya intelektual, sehingga
keuntungan (profit) yang diharapkan oleh si pencipta atau inventor dapat dinikmatinya
sebagai imbalan atas usaha keranya.
Perlu ditumbuhkembangkan kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan setiap karya
intelektualnya sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang. Dengan demikian usaha
maksimal yang telah dilakukan oleh si pencipta tidak berakhir sia-sia. Kita mengharapkan
ke depan akan semakin banyak merek-merek atas barang dan jasa yang dimiliki oleh
masyrakat didaftarkan pada kantor Direktorat jenderak Hki Kementerian Hukum dan HAM
RI.
Daftar Pustaka
Ahmad M. Ramli,
Cyber law Dan HAKI, Refika,Aditama, Bandung, 2004
Budi Agus Riswandi,
Hukum Cyberspace, Gita Nagari, Yogyakarta, 2006
Heru Supratomo,
Hukum Dan Komputer, Alumni, Bandung, 1996
Justice Yatindra Singh,
Cyber Laws, Fourth Edition, Universal Law Publishing, New Delhi, India
Ng-Loy Wee loon,
Law of Intellectual Property of Singapore, Sweet & Maxwell Asia, Singapore,
2008
Syafrinaldi,
Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era
Globalisasi, UIR Press, Pekanbaru, 2010.
--------------,
Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Makalah disampaikan pada Penataran
Dosen-Dosen Kopertis Wilayah X di Padang pada tanggal 22 dan 23 Juni 2004 di Padang.
------------,
Kesepakatan ASEAN 1995 Dan Hak Milik Intelektual, Mahkamah, April 2003,
Der Schutz des geistigen Eigentums in der Verfassung der Bundesrepublik
Deutschland und der Rechtsordnung der Republik Indonesien (disertasi), 2000.
National Knowledge Resources Matter, dalam Message of Director General of WIPO;
lebih jauh lihat www.wipo.int/about.wipo
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain tata Letak Sirkuit Terpadu
Download