Falsafah Pendidikan DP. Jilid 10, Bil 2/2010 Urgensi Filsafat Penelitian Tindakan Kelas Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Belajar Siswa Darma Kesuma H.Y. Suyitno Pendahuluan Ada sebagian orang yang mendewa-dewakan ilmu sebagai satu-satunya sumber kebenaran, biasanya mereka tidak mengetahui hakikat ilmu yang sebenarnya. Demikian juga sebaliknya ada sebagian orang yang memalingkan muka dari ilmu, mereka adalah orang yang tidak mau melihat kenyataan betapa ilmu telah membentuk peradaban sebagaimana kita rasakan dan alami sekarang ini. Pendidikan sebagai salah satu komponen kehidupan yang asasi, telah berperan dalam menghasilkan kemampuan manusia dalam menemukan, mencari dan mengembangkan ilmu. Bahkan dengan pendidikan, telah jauh mengembangkan peradaban yang melebihi kapasitas manusia untuk menguasai dunia. Perkembangan ilmu yang demikian puncak, mendorong manusia untuk menguasainya, dan siapa yang tidak memilikinya maka dia akan jadi obyek manusia cerdas. Kehidupan demikian rumit untuk dianalisis hanya oleh satu jalan pemikiran. Adalah ketakaburan yang tidak berdasar, apabila menganggap bahwa ilmu adalah alpa dan omega dari kebenaran. Banyak sumber kebenaran selain ilmu, yaitu agama, filsafat, seni, dan lainlain pengetahuan. Einstein mengatakan: ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Dengan demikian, kebenaran sangat bergantung pada pendekatan yang digunakan dan dasar pengetahuan yang mendasarinya. Dengan demikian, jika kita akan menganalisis suatu permasalahan, maka harus ditetapkan terlebih dahulu sumber dan dasar pemikiran kita, agar orang lain memahami peta dan paradigma pemikiran yang kita gunakan. Sebagai salah satu kegiatan pendidikan, yang merupakan aplikasi keilmuan, maka proses pendidikan tidak lagi natural (alami), tetapi menjadi suatu bidang/lapangan kajian keilmuan, sehingga pendidikan seolah-olah sudah lepas dari tanggung jawab hakiki orang tua, tetapi lebih banyak pada tanggung jawab guru di sekolah. Apabila konteks pendidikan menjadi kajian keilmuan, maka tanggung jawab kita adalah mendasarkan telaahan dan pengembangan pendidikan berbasis keilmuan. Banyak kegiatan pendidikan yang belum dianalisis berdasar pada keilmuan, sehingga pendidikan kurang berkembang sebagaimana harapan. Untuk memahami hakikat ilmu pendidikan, maka kita harus memahami landasan filosofisnya, yaitu filsafat ilmu pendidikan (MI. Soelaeman (1982). Salah satu fakta empirik dalam proses pendidikan, adalah adanya komunikasi pendidikan antara guru dan siswa di kelas. Komunikasi yang dibangun merupakan pendekatan dan implementasi dari berbagai pendekatan keilmuan. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas menjadi penting, karena merupakan upaya menemukan model dan prosedur baru yang lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan pendidikan. Model-model pembelajaran yang berbasis pada landasan yang kokoh, baik filosofi maupun keilmuannya, akan memperkuat dan mendorong kinerja guru secara profesional dan menghasilkan kualitas belajar siswa lebih unggul. 57 Falsafah Pendidikan DP. Jilid 10, Bil 2/2010 Pengertian PTK (Penelitian Tindakan Kelas) atau Classroom Action Research berkembang di beberapa Negara maju, antara lain Inggris, Amerika, Australia, dan Canada. Penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar-mengajar di kelas. McNiff (1992;1) dalam bukunya menjelaskan bahwa PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri, hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan lain sebagainya. Dengan PTK, guru dapat meneliti sendiri terhadap praktek pembelajaran yang dilakukannya di kelas, guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari interaksinya dalam proses pembelajaran. Dalam PTK, guru dan dosen secara kolaboratif dapat melakukan penelitian terhadap proses dan atau produk pembelajaran secara reflektif di kelas. Dengan demikian, PTK merupakan upaya memperbaiki kinerja guru itu sendiri dalam praktek-praktek pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Salah satu pendekatan yang mendasari bagaimana PTK dilakukan dengan benar adalah pendekatan filosofis. Dalam pendekatan ini, ada tiga aspek yang menjadi kajian sebuah pendekatan filsafiah, yaitu aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Ontologis keilmuan membahas dan menelaah tentang obyek kajian yang menjadi pembahasannya. Epistemologis keilmuan membahas dan menelaah tentang metodologi telaahan untuk mencapai kebenaran obyektif. Sedangkan aksiologis keilmuan membahas tentang nilai kegunaan dari hasil kajian dan metodologinya (Suriasumantri, 1982, Power, 1982). Berkaitan dengan landasan berfikir tersebut, ada hal yang perlu difahami sebagaimana pendapat Bruce Joyce dan Marsha Weil (1980) dan Jawad Dahlan (1984), bahwa sesungguhnya tidak ada satu model mengajar pun yang paling cocok untuk semua situasi; dan sebaliknya tidak ada satu situasi mengajar pun yang paling cocok dihampiri oleh semua model mengajar. Oleh karena itu, peningkatan kualitas belajar bukan hanya milik satu model pembelajaran, tetapi PTK bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Kualitas belajar adalah kriteria peringkat hasil belajar seseorang yang diakibatkan dari proses perubahan individu terhadap objek yang dipelajarinya. Jika anak memiliki rata-rata nilai hasil belajar 8 atau B, dapat dikatakan sebagai anak yang memiliki kualitas belajar tinggi. Kualitas belajar ini dapat meningkat apabila ada upaya guru menggunakan model belajar yang tepat dengan situasi dan kondisi belajar serta karakteristik gaya belajar anak. Penelitian tindakan kelas, berupaya mencari model belajar yang tepat untuk semua anak dan memahami model-model belajar anak yang dapat meningkatkan kualitas belajarnya. Rasional dan Skop 1. Rasional Pertanyaan petama yang diajukan adalah mengapa harus ada studi filsafat PTK? Setiap mengkaji suatu permasalahan yang berkaitan dengan bidang kemanusiaan, akan banyak 58 Falsafah Pendidikan DP. Jilid 10, Bil 2/2010 melibatkan aspek-aspek yang bukan hanya bersifat fisik belaka, tetapi ada aspek psikhis dan aspek ruhaniah. Aspek psikhis bisa ditelaah secara ilmiah, sedangkan aspek ruh ditelaah oleh agama maupun filsafat. Kajian yang demikian menjadi penting, karena dalam PTK bukan hanya mempelajari pengaruh tindakan guru dalam pembelajaran, tetapi menyangkut aspek potensi yang ada dalam diri anak, dan sikap kepribadian guru yang tampil di depan siswanya yang ikut mempengaruhi proses komunikasi pembelajaran. PTK sebagai penelitian yang bersifat reflektif, melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan prktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih professional. Oleh karena itu, PTK terkait erat dengan permasalahan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Apabila praktek yang dilakukan hanya bertumpu pada tindakan-tindakan yang tanpa nilai dan tidak berorientasi pada keunggulan martabat manusia, maka PTK menjadi tidak memiliki nilai dan arti dalam pendidikan di sekolah. Kajian obyek PTK secara material, adalah bagaimana peserta didik dapat difahami sebagai subyek yang ikut menentukan proses pembelajaran dan tercapai atau tidaknya tujuan yang ditetapkan. Secara formal, PTK lebih memfokuskan pada situasi komunikasi/ pergaulan pendidikan di kelas dengan berbagai tindakan guru untuk mempengaruhi siswa untuk memahami pesan komunikasinya. Situasi pendidikan berbeda dengan situasi bermain sandiwara, yang sudah diketahui apa yang akan terjadi setelah permainan selesai, karena semua direkayasa dan semua pemain tahu harus melakukan apa, berkata apa, dan kapan peserta mengakhiri permainannya. Tidak ada pengaruh berarti dalam kehidupan sandiwara. Situasi ini berbeda dengan situasi pendidikan, yang mencoba merekayasa persiapannya, teknologinya, system penilaiannya, dan tehnik pengembangannya, tetapi tidak mengetahui apa yang terjadi pada siswa, apa mereka ada perubahan atau belum? Dengan demikian, dibutuhkan berbagai pendekatan yang tepat untuk dapat memprediksi perilaku-perilaku peserta didik dan juga guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran yang mendidik. Oleh karena itu, diperlukan refleksi dalam setiap tindakan yang berbasis analisis keilmuan, baik pada aspek psikologisnya, sosiologisnya, antropologisnya, aspek metodologisnya, aspek politisnya, dan aspek-aspek kehidupan lainnya. Mengapa PTK diperlukan oleh guru? Masih banyak guru yang dibawah standar kompetensi professional dalam melakukan proses pembelajaran, sehingga banyak tindakan guru yang sia-sia karena tidak mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk mengetahui tindakan apa yang keliru dalam pembelajaran, mengapa siswa tidak bergairah dalam belajar, dan mengapa tujuan pembelajaran tidak tercapai, diperlukan PTK sebagai salah satu upaya yang dapat memperbaiki kinerja guru di kelasnya dalam rangka meningkatkan kualitas belajar anak. 2. Skop Pembahasan a. Dasar Ontologi Ilmu Aktivitas pembelajaran sebagai obyek empiris merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini merupakan pembatasan dari seluruh kegiatan proses pendidikan yang begitu kompleks. Ilmu tidak bermaksud “memotret” atau “mereproduksi” suatu kejadian tertentu dan mengabstraksikannya dalam bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan memba- tasi diri pada hal-hal yang asasi. 59 Falsafah Pendidikan DP. Jilid 10, Bil 2/2010 Dengan perkataan lain ilmu bermaksud memeras hakikat obyek empiris tertentu, untuk mendapatkan inti sari yang berupa pengetahuan mengenai obyek tertentu. Pengetahuan manusia dapat dikategorikan ke dalam pengetahuan ke alaman, pengetahuan sosial, humaniora, dan agama. Pengetahuan ke alaman memiliki tatanan yang baku, pasti dan sistematik. Contoh; kejadian hujan akan selalu didahului oleh adanya awan, angin, dan turun hujan. Tidak pernah terjadi dalam alam ini, air hujan turun lebih dulu, baru berawan dan angin. Hal ini sangat berbeda dengan pengetahuan social yang relatif tatanannya kurang baku. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian yang dapat memberikan sumbangan keilmuan yang mendekati kebenaran obyektif. Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, ilmu membuat beberapa andaian (asumsi) mengenai obyek-obyek empiris. Pernyataan asumtif ini akan memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan. Jujun S (1982) menyatakan bahwa secara rinci ilmu mempunyai tiga asumsi menganai obyek empiris, yaitu (1) menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Berdasarkan asumsi ini melahirkan konsep klasifikasi, kemudian muncul taxonomi. Menurut Linnaeus (1707 – 1778) dalam Jujun S (1982) konsep taxonomi, melahirkan konsep komparatif dan kuantitatif. (2) Asumsi bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan berupaya mempelajari tingkah laku suatu obyek dalam suatu keadaan tertentu. Hal ini tidak mungkin dilakukan bila obyeknya selalu berubah-ubah tiap waktu. Walau demikian kita tidak bisa menuntut adanya kelestrian yang absolute, sebab alam mengikuti perjalanan waktu dan tiap benda akan mengalami perubahan. (3) Asumsi determinisme, meng- anggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang sama. Sebagai contoh; setiap benda yang terbakar akan mengeluarkan asap, sate yang dibakar akan mengelaurkan bau yang merangsang, dan lain sebaginya. Namun ilmu tidak menuntut adanya hubungan sebab akibat dalam setiap kejadian, seperti tidak harus kalau ada awan pasti ada hujan. Determinisme dalam pengertian ilmu, mempunyai konotasi yng bersifat peluang (probabilistik), dan statistika merupakan metode yang menyatakan adanya hubungan probabilistik antara gejala-gejala dalam penelaahan keilmuan. Oleh karena itu dasar dari statistika adalah teori probabilistik. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), memiliki karakteristik objek studi yang menggabungkan data-data kuantitatif dan kualitatif. Prinsip-prinsip analisis kuantitatif, menekankan fakta-fakta empiris dengan menggunakan proses induktif, misalnya menalaah efektivitas hasil belajar siswa dengan pengukuran hasil belajar, yang menghasilkan inferensi tingkat efektivitas. Analisis kualitatif, memiliki fokus pada bagaimana tindakan-tindakan guru dan aktivitas siswa dapat diamati dan difahami melalui proses hermeneutik/verstehen yang memaknai tingkat kualiti tindakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Objek kajian PTK adalah situasi dan kondisi kelas yang memiliki karakteristik multi dimensional, dapat diimplementasikan dalam upaya peningkatan kualitas hasil belajar siswa yang memiliki individual differencies, yaitu bagaimana guru dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam mempelajari berbagai ilmu dengan mengenali perbedaan karakteristik setiap bidang kajian. Siswa akan menyenangi objek kajian suatu bidang studi 60 Falsafah Pendidikan DP. Jilid 10, Bil 2/2010 (misalnya IPA/Ilmu Pengetahuan Alam)) yang mempelajari sifat-sifat air, udara, benda padat, dan lain sebagainya dengan cara belajar yang menyenangkan. Model pembelajaran role playing, tidak hanya diterapkan dalam konteks sosial dan sejarah, tetapi peran sebagai seorang ilmuwan (misalnya sebagai ahli sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, sejarah, filsafat, dan lain sebagainya) dapat diperankan oleh siswa, dengan memberikan pemahaman tentang karakteristik objek studi masing-masing, sehingga siswa akan merasa senang dan bangga dengan perannya. Suasana ini akan mendorong minat anak untuk mengembangkan curriocity terhadap keilmuan yang dipelajarinya. Apabila anak senang dan berminat dalam mempelajari objek studi keilmuan yang menjadi orientasi hidupnya, akan mendorong kualiti hasil belajarnya. b. Dasar Epistemologi Ilmu Teori ilmu pengetahuan yang disebut dengan epistemology, membahas secara mendalam tentang segenap proses yang menjadi kajian untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu diperoleh melalui proses tertentu yang disebut dengan metode keilmuan. Ilmu disebut juga dengan ilmu pengetahuan, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan jenis pengetahuan lain. Penelitian Tindakan Kelas, bukan cabang ilmu, tetapi suatu aplikasi dari metode penelitian untuk mengungkap fakta yang berkaitan dengan praktek pembelajaran di kelas. Karakteristik ilmu adalah empirik, deskriptif, analitik dan asumtif. (Jujun S, 1982, Bleakley, 2004, Moleong, 1989, dan Novak, 1979). Sedangkan filsafat menurut Power (1982), memiliki karakteristik kajian yangbersifat komprehensif, kontemplatif, normative dan radikal. Oleh karena perbedaan karakteristik antara ilmu dengan filsafat, maka ilmu lebih berkonsentrasi pada obyeknya yang lebih spesifik, empirik dan obyektif. Berdasarkan karakteristik ilmu tersebut, maka metode ilmiah yang digunakan ada dua aliran, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme dalam Power (1982), menyatakan bahwa ide tentang kebenaran sebenarnya sudah ada. Pikiran manusia dapat mengetahui idea tersebut, namun tidak menciptakan dan tidak mempelajari lewat pengalaman. Idea kebenaran diperoleh melalui berfi- kir secara rasional, dan kebenaran yang diperoleh bersifat koheren. Empirisme, menurut Suriasumantri (1982) sebagai aliran dalam ilmu pengetahuan yang menyatakan bahwa kebenaran hanya bisa diperoleh lewat pengalaman empirik yang terukur. Permasalahan yang muncul bahwa kebenaran yang menampakan diri dalam fakta belum bias dijadikan dasar kebenaran, sebab masih membutuhkan pemaknaan dan tafsir dari subyek yang menelaah dan mempelajarinya. Selaras dengan sifat keilmuan yang logis, maka gabungan dari pendekatan rasional dan empiric menghasilkan metode ilmiah yang kuat. PTK/CAR, melakukan prosedur penelitian yang didasarkan atas koridor dan prinsip-prinsip penelitian ilmiah, yang berupaya memperoleh penjelasan, prediksi dan kontrol terhadap hasil kinerja dalam kegiatan pembelajaran (Departemen Pendidikan Nasional (2002). Siswa akan mencoba merasakan dan belajar tentang kondisi dan situasi pembelajaran dengan prosedur yang sistematis, sehingga akan bermakna dalam memahamkan anak untuk mencari kebenaran dengan prosedur yang ilmiah. Dalam pembelajaran, guru tidak harus menjejalkan atau memaksa anak untuk faham, tetapi dalam prosesnya anak akan mengetahui bagaimana langkah-langkah yang dilakukan guru secara sistematis dalam 61 Falsafah Pendidikan DP. Jilid 10, Bil 2/2010 mengungkap fakta-fakta empirik berdasarkan rumus-rumus, dalil, teori, dan logika yang standar berbasis pada keilmuan. Dengan demikian, langkah-langkah PTK yang standard akan mampu membelajarkan siswa dengan efektif yang menghasilkan kualitas hasil belajar yang cemerlang. Dasar Axiologi Ilmu Setelah membicarakan tentang apa obyek ilmu, dan bagaimana kita bisa memperoleh ilmu yang benar, maka pada muaranya mau diapakan ilmu itu, untuk apa ilmu itu atau apa kegunaan ilmu itu. Dasar axiology ilmu menurut Jujun S (1982) menginginkan bahwa ilmu memiliki nilai manfaat bagi kehidupan manusia, sebagaimana ditemukannya listrik untuk kesejahteran manusia, ditemukannya matematika dan angka nol oleh filosof India, penemuan kompas, mesiu dan mesin cetak oleh para ilmuwan Cina, semua untuk kebermanfaatan kehidupan manusia. Sifat ilmu adalah netral, ilmu tidak mengenal baik dan buruk, dan sipemilik pengetahuan itu sendiri yang harus memiliki sikap. Jalan mana yang akan ditempuh dalam memanfaatkan kekuasaan yang esar itu, terletak pada system nilai si pemilik pengetahuan tersebut. Dengan demikian netralitas ilmu terletak pada epistemologinya, jika hitam katakan hitam, jika putih katakan putih, tanpa berpihak kepada salah satu selain kepada kebenaran yang nyata. Pada tataran axiologis, seorang ilmuwan harus mampu menentukan sikap sebagai wujud tingkat moralitas dalam menggunakan ilmu sebagai aturan dalam kehidupan (Suriasumantri, 1982). Selaras dengan prinsip aksiologis, peranan guru dalam pembelajaran adalah sebagai seorang yang konsisten dalam menunaikan nilai-nilai keilmuan, dan mampu mengimplementasikan dalam aktivitas sehari-hari sebagai seorang guru yang ilmuwan, dan sebagai ilmuwan yang menjadi guru. Bagaimana seorang guru dapat konsisten dengan prinsip moral dari ilmu yang diajarkan? Dapat dijelaskan dan diberikan contoh yang konkrit kepada anak tentang bagaimana prinsip-prinsip kerja alat bantu pengungkit, contoh proses kerja minuman beralkohol yang membahayakan tubuh manusia, memberi contoh cara kerja yang sistematis dalam memecahkan masalah kesehatan lingkungan sekolah dan manfaatnya bagi kesehatan bersama. Demikian pula guru dapat memberi teladan dalam sikap hati-hati dan konsisten terhadap prinsip-prinsip keilmuan yang melandasinya, seperti langkah-langkah dalam pembelajaran dari mulai membuka pembelajaran, mengelaborasi dan mengeksplorasi curriocity anak, memberikan prinsip-prinsip konsep keilmuan, refleksi dan internalisasi nilai-nilai, evaluasi untuk feedback dan pengembangannya, dan menutup pembelajaran dengan memberi penguatan dan motivasi untuk belajar di rumah secara lebih baik. Aplikasi Konsep Terhadap PTK Dalam uraian di atas, sepintas telah disinggung tentang PTK sebagai salah satu upaya untuk mengenali dan memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas. Marilah kita coba telaah tentang: Obyek PTK, Metode, dan Kegunaannya. Obyek PTK telah disinggung di atas, yaitu ada obyek material, dan obyek formal. Obyek materialnya adalah wujud subyek didik secara faktual sebagai manusia yang memiliki potensi dan eksistensi. Sedangkan secara formal, obyek studi PTK adalah situasi komunikasi yang memiliki kualitas-kualitas yang penuh makna antara dua pribadi atau lebih (MI. Soelaeman, 1982). 62 Falsafah Pendidikan DP. Jilid 10, Bil 2/2010 Telaahan tentang objek PTK (CAR), diimplementasikan dalam pemahaman guru terhadap subjek didik yang memiliki berbagai karakteristik individual dan memerlukan pelayanan yang berbeda dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pemahaman dan perlakuan yang dapat diterima oleh siswa, akan mendorong minat dan bakat siswa berkembang seoptimal mungkin dan menghasilkan kualitas belajar yang lebih baik (Colin Mars, 2008). Banyak faktor yang harus dibenahi oleh seorang guru, dari mulai perencanaan, penciptaan situasi yang kondusif dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, pembelajaran yang efektif, inovatif dan menyenangkan, melakukan evaluasi untuk feedback/umpan balik pembelajaran, melakukan refleksi terhadap seluruh aktivitas, seluruhnya menciptakan pembelajaran yang berkualitas, yaitu pembelajaran yang bermakna bagi proses kehidupan anak (Colin Mars, 2008). Secara metodologis, memberi kesempatan kepada peneliti untuk mengungkap tentang fakta yang sebenarnya yang secara obyektif dikemukakan oleh lebih satu orang, sehingga tingkat obyektivitasnya lebih terjamin. Permasalahannya kembali kepada pemilik pengetahuan, apakah memiliki sikap netralitas dan obyektif terhadap obyek telaahannya. Prosedur yang ditempuh guru dalam PTK/CAR, akan dapat diamati oleh seluruh siswa di dalam kelas, dan terjadinya pembuktian fakta baik secara etic dan emic dapat pula difahami siswa melalui refleksi yang terbuka. Hal ini secara langsung ataupun tidak langsung, siswa belajar bagaimana proses menemukan kebenaran dalam belajar, yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Sedangkan dari aspek axiologisnya, bahwa PTK telah banyak membantu para guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara professional. Kualitas pembelajaran dapat diukur dari aspek penguasaan materi pelajaran, penggunaan multi media yang memotivasi siswa bergairah untuk belajar, hubungan kewibawaan yang dimiliki guru di dalam kelas, nilai-nilai yang dijadikan sebagai acuan dalam menciptakan iklim belajar, suasana belajar dalam kelas, kelengkapan alat peraga dan fasilitas belajar, serta sikap dan kepribadian guru yang ditampilkan di depan siswa. Berdasarkan pengalaman dalam membimbing mahasiswa yang melakukan penelitian tindakan kelas, membuktikan PTK dapat meningkatkan efektivitas hasil belajar siswa sampai 75%. Makna dari aksiologis PTK, membuktikan telah mampu meningkatkan kegunaan secara efektif dalam upaya mendorong kualitas hasil belajar di sekolah. Kebermaknaan lain dari aspek aksiologis PTK adalah mendorong kinerja guru untuk melakukan pembelajaran secara bermakna dan memberi pemahaman kepada guru untuk selalu bekerja secara cermat, tekun, berbasis pada nilai moral kebenaran, dan konsistensi dalam pengembangan profesi, yaitu komitmen dalam upaya peningkatan pendidikan di masa depan yang lebih baik. Demikian pula anak, akan belajar melalui aktivitas eksploratif dalam PTK yang dilakukan guru, dan akan menggunakannya sebagai pola eksploratif dalam belajar yang akan membantu dalam meningkatkan kualitas belajarnya. 63 Falsafah Pendidikan DP. Jilid 10, Bil 2/2010 Rujukan Bleakley, A. (2004), Education Research in The Postmodern, Peninsula Medical School, University of Plymoyth (link reinstated August 2006), http:/www.edu.plymouth. ac.uk/resined/postmodernism/pmhome.htm Dahlan, MD.,(1984) Model-Model Mengajar, Bandung, CV.Diponegoro Dunkin, Michael J., and Biddle, Bruce J., (1974), The Study of Teaching, New York, Holt, Rinehart and Winston Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ditjen Dikti, (1992), Ketentuan-Ketentuan Pokok Kurikulum Pendidikan Prajabatan Tenaga Kependidikan dan Strategi Pengembangannya, Jakarta, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, (2002), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta, Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan ___________, (2003), Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta Penjelasannya, Jakarta, Balai Pustaka ___________, (2005), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional ___________, (2002), Pedoman Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Profesi Pendidik, (2007), Peningkatan Kualifikasi Guru, Jakarta, Direktorat Jenderal PMPTK, Departemen Pendidikan Nasional Joyce, Bruce., Weil Marsha, (1980), Models of Teaching, New Jersey, Prentice-Hall Inc Kelompok Kerja Pemasyarakatan Kebijaksanaan Meteri Pendidikan dan Kebudayaan, (1993), Sistem Pengadaan, pemanfaatan, dan Pembinaan Guru, , Jakarta, Depdikbud Langeveld, M.J., (1970), Pedagogik Teoritis Sistematis, Penerjemah Simanjuntak, Bandung, CV. Jemmars Mars, Colin, (2008), Becoming A Teacher, Knowledge, Skill, and Issues, (4th-ed), Australia, Pearson Education Australia, A Division Pearson Australia Miles, B Matthew, Huberman, Michael., (1992), Analisis Data Kualitatif, Penterjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi, Universitas Pendidikan Press, Jakarta. Moleong, J. Lexy., (1989), Metodologi Penelitian Kualitatif, Remadja Karya, CV. Bandung. Novak, Joseph D., (1979) A Theory of Education, Jthaca, Carnell Universuity Press Phenix, H Philip, ( 1964), Realm of Meaning, A Philosophy of The Curriculum for General Education, New York, McGraw Hill, Boock Coy. 64 Falsafah Pendidikan DP. Jilid 10, Bil 2/2010 Power, Edward J., (1982) Philosophy of Education, Studies in Philosopies, Schooling and Education Policies, New Jersey, Prentice-Hall, Inc. Soelaeman, MI., (1982), Menjadi Guru; Suatu Pengantar Kepada Dunia Guru, Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Bandung, Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Bandung. Sumaatmaja, Nursid., (2005), Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup, Bandung, CV. Alfabeta Suriasumantri, Jujun S., (1982), Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta, PT. Gramedia Yelon. L Stephen, Weinstein.W Grace.,(1977), A Teachers World, Psychology in The Cassroom, Auckland Bogota, Guatemala, Hamburg, Johannesburg, etc., McGraw-Hill International Book Company. 65