13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Istilah manajemen dalam kehidupan masyarakat dewasa ini bukanlah merupakan istilah atau masalah baru. Manajemen berasal dari kata “to manage” yang berarti mengelola aktifitas-aktifitas sekelompok orang agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan perusahaan atau organisasi. Manajemen secara umum sering juga disebut sebagai suatu proses untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini mengandung pengertian bahwa manajemen merupakan suatu ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana cara mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan. Hal ini sejalan dengan apa yang diterapkan oleh G.RTerry yang dikutip oleh Suharyanto dan Hadna (2005:11) : “Manajemen adalah melakukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui atau bersama orang lain”. Sedangkan menurut Hasibuan (2007:1) : “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. 14 Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengarahan, pengendalian, melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lain secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. 2.1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia merupakan komponen dari perusahaan yang mempunyai arti sangat penting. Sumber daya manusia menjadi sumber penentu dari pencapaian tujuan perusahaan, karena fungsinya sebagai inti dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia maka kegiatan perusahaan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Untuk lebih memperjelas pengertian dari manajemen sumber daya manusia, berikut penulis mengutip beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli : Menurut Rivai yang dikutip oleh Suwatno dan Priansa (2011:29) : “Manajemen SDM merupakan suatu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”. Sedangkan menurut Hasibuan (2003:10) : “Manajemen sumber daya mausia adalah seni dan ilmu mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk mencapai terwujudnya perusahaan karyawan dan masyarakat”. Dari definisi-definisi diatas kita dapat menekankan pada kenyataan bahwa yang utama sekali kita kelola adalah sumber daya manusia bukan sumber daya 15 yang lainnya. Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia. Pengelolaan manajemen sumber daya manusia tidaklah semudah pengelolaan manajemen lainnya, karena manajemen sumber daya manusia khusus menitik beratkan perhatiannya kepada faktor produksi manusia yang memiliki akal, perasaan dan juga mempunyai berbagai tujuan. Berhasil tidaknya suatu perusahaaan dalam mencapai tujuan sebagian besar tergantung pada manusianya. Oleh karena itu tenaga kerja ini harus mendapatkan perhatian khusus dan merupakan sasaran dari manajemen sumber daya manusia untuk mendapatkan, mengembangkan, memelihara, dan memanfaatkan karyawan sesuai dengan fungsi atau tujuan perusahaan. 2.1.3 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut pendapat Hasibuan (2002:21) fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi: 1. Fungsi Manajerial a. Planning (Perencanaan) Merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan. Kedisiplian dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang 16 baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. b. Organizing (Pengorganisasian) Kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. c. Directing (Pengarahan) Kegiatan untuk mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. d. Controlling (Pengendalian) Kegiatan untuk mengedalikan semua karyawan, agar mentaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplianan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. 17 2. Fungsi Operasional a. Procurement (Pengadaan) Proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. b. Development (Pengembangan) Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. c. Compensation (Kompensasi) Pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (inderect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. d. Integration (Pengintegrasian) Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit 18 dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang. e. Maintenance (Pemeliharaan) Kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal perusahaan. f. Kedisplinan Merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena disisplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial. g. Separation (Pemberhentian) Putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. 2.2 Kepemimpinan 2.2.1 Pengertian Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan suatu faktor yang mentukan tercapai atau tidaknya tujuan suatu organisasi, dengan kepemimpinan yang baik, proses manajemen akan berjalan lancar dan karyawan bergairah 19 melaksanakan tugas-tugasnya. Tanpa pemimpin, hubungan individu dengan tujuan organisasi akan menjadi lemah (renggang). Jadi, pemimpin dengan demikian diperlukan jika suatu organisasi mengharapkan mencapai keberhasilan penuh. Bahkan para pekerja yang terbaik perlu mengetahui bagaimana mereka dapat memberikan sumbangan bagi tujuan organisasi. Untuk memperoleh gambaran tentang kepemimpinan yang lebih jelas berikut ini disampaikan definisi dari beberapa ahli : Menurut Kartono (2005:153) : “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang kontruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah direncanakan”. Sedangkan menurut Marwansyah dan Mukaram (2002:167) : “Kepemimpinan adalah suatu aktifitas yang yang berkelanjutan diarahkan untuk menimbulkan dampak pada perilaku orang lain, dan pada akhirnya difokuskan pada upaya untuk mewujudkan tujuantujuan organisasi”. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang lebih yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok, agar orang bersedia untuk bekerja secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan pada situasi tertentu. Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dengan lainnya, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan lebih baik atau lebih buruk daripada gaya kepemimpinan lainnya. 20 Definisi gaya kepemimpinan menurut Hasibuan (2007:70) : “Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya, agar mau bekerja sama secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi”. Sedangkan menurut Suwatno dan Priansa (2011:155) : “Gaya kepemimpinan yaitu perilaku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pengikut ”. Berdasarkan definisi para ahli tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa secara garis besar gaya kepemimpinan adalah suatu pola tingkah laku yang digunakan oleh seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. 2.2.2 Syarat-syarat Kepemimpinan Menurut Kartono (2008:36), konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal, yaitu : a. Kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakan bawahan untuk berbuat sesuatu. b. Kewibaan adalah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pimpinan, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. c. Kemampuan adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan,dan kecakapan atau keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa. 21 Sedangkan Earl Nightingale dan Whit Schult dalam bukunya Creative Thinking How to win ideas yang dikutip oleh Kartono (2008:37) dalam bukunya „Pemimpin dan Kepemimpinan‟, menuliskan kemampuan kepemimpinan dan syarat yang harus dimiliki, ialah : 1. Kemandirian, bershasrat, memajukan diri sendiri. 2. Besar rasa ingin tahu, dan cepat tertarik pada manusia dan benda-benda. 3. Multi terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam. 4. Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan. 5. Perfeksionis, selalu ingin mendaptkan yang sempurna. 6. Mudah menyusaikan diri adaptasinya tinggi. 7. Sabar namun ulet, serta tidak “mendek” berhenti. 8. Waspada, peka, jujur, optimis, berani, gigih, ulet, realistis. 9. Komunikatif, serta pandai berbicara dan berpidato. 10. Berjiwa wiraswasta. 11. Sehat jasmaninya, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas berat serta berani mengambil resiko. 12. Tajam firasatnya dan adil pertimbangannya. 13. Berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuan. 14. Memiliki motivasi yang tinggi dan menyadari target atau tujuan hidupnya yang ingin dicapai , dibimbing oleh idealisme yang tinggi. 15. Punya imajinasi tinggi, daya kombinasi, dan daya inovasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang ideal adalah pemimpian yang berepengetahuan luas, adil, jujur, optimis, gigih, ulet, bijaksana, 22 mampu memotivasi diri, sendiri, memiliki hubungan yang baik dengan bawahan, dimana semua ini didapat dari pengembangan kepribadiannya sehingga seorang pemimpin memiliki nilai tambah tersendiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin. 2.2.3 Gaya-gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan manajemen merupakan cara yang diakukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin bawahannya yaitu bertujuan untuk mempengaruhi anggota atau bawahannya dalam mencapai suatu tujuan. Berikut adalah Gaya Kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:170) sebagai berikut : 1. Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu menganut system sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Karakteristik dari Kepemimpinan Otoriter, yaitu : a. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan oleh pemimpin. b. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap. 23 c. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan intruksi/perintah, hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat. 2. Kepemimpinan Partisipatif Kepemimpinan Partisifatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Karakteristik dari Kepemimpinan Partisipatif, yaitu : a. Bawahan harus berpartisipasi memberikan, saram, ide, dan pertimbanganpertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. b. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saan atau ide yang diberikan bawahannya. c. Pemimpin menganut system manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang. 3. Kepemimpinan Delegatif Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Karakteristik dari Gaya Kepemimpinan Delegatif, yaitu : a. Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan. 24 b. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontak mata dengan bawahannya. White dan Lippit yang dikutip oleh Reksohadiprodjo dan Handoko (1992:289) mengemukakan 3 tipe gaya kepemimpinan, yaitu : 1. Kepemimpinan Otokrasi (Autocratic) Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri policy dan rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri, namun mengharapkan tanggungjawab penuh. Dalam kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya yang sangat tinggi. Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah : a. Tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak bertele-tele dalam membuat suatu keputusan. b. Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif dan tergantung pada atasan saja, bawahan yang relatif bodoh. Kurang cakap (unskillel). c. Pemutusan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak pada satu orang saja, yaitu pemimpin. Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah a. Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam menetukan keputusan dan tindakan, maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal tersebut. 25 b. Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif bawahan tersebut. c. Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan. d. Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada atasan saja. 2. Kepemimpinan Demokrasi (Democratic) Pada gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikutsertakan bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Disini pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak merupakan pemegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Partisipan digunakan dalam kondisi yang tepat, dan ini merupakan hal yang efektif. Maksudnya dapat memberikan kesempatan pada bawahannya untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitas. Pada pemimpin demokratis, sering mendorong pengikutnya untuk mengambil bagian dalam tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-ide dan saran. Disini pemimpin mencoba mengutamakan “Human Relation” (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar komunikasi yang bersifat dua arah. Ia tidak pernah memberikan intruksi yang mendetail secara ketat terhadap pengikutnya. Kebaikan dari gaya kepemiminan ini adalah : 26 a. Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk mengadakan kotrol terhadap manajer lini. b. Merasa lebih bertanggung jawab bagi bawahan dalam mengerjakan tugas. c. Produktifitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan catatan bila situasi memungkinkan. d. Ada kesempatan untuk memenuhi kebutuhan egoistisnya. e. Lebih matang dan bertanggung jawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi. f. Kedua belah pihak, yaitu pemimpin dan bawahannya dapat saling mengenal dan saling mengerti lebih dalam. Bawahan dapat membantu pemimpin dalam menghadapi persoalan. Sehingga dapat saling mengisi dan menghargai. g. Mengurangi ketegangan di dalam kelompok dan mengurangi konflik. Kelemahan dari gaya kepemimpina ini adalah : a. Lebih banyak membutuhkan komunkasi dan koordinasi. b. Membutuhkan waktu relatif lebih lama dalam membuat keputusan. c. Memberikan persyaratan tingkat “skill” (kepandaian) yang realtif tinggi bagi pimpinan. d. Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena jika tidak, dapat menimbulkan perilisihan paham. 3. Kepemimpinan Laissez Faire (Free Rain) Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan peranannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap 27 bawahannya. Pada tipe ini pemimpin akan meletakkan tanggug jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya. Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya terhadap bawahannya. Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah : a. Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kreatifitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab. b. Bawahan lebih bebas untuk menunjukan persoalan yang ia anggap penting dan baik, dan tidak tergantung pada atasan, sehingga prosesnya cepat. Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah : a. Bila bawahan terlampau bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku baginya serta dapat mengakibatkan salah tindak dan memakan lebih banyak waktu bila bawahannya kurang pengalaman. b. Pemimpin sering sibuk sendiri dalam tugas-tugas dan terpisah dari bawahan. Beberapa pimpinan tidak membuat tujuan tanpa peraturan tertentu. c. Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi dan merasa kurang aman. Penggunaan tipe atau gaya kepemimpinan akan selalu berubah secara bergantian sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang dihadapai oleh pemimpin yang bersangkutan. Sehingga dalam hal ini sangatlah sukar untuk 28 merumuskan suatu daftar tipe pribadi terinci yang dimiliki oleh pemimpin yang sesuai dengan segala pekerjaan dan segala jaman, bagi setiap perusahaan dan dalam segala iklim dan kondisi kerja. Tipe atau gaya kepemimpinan yang menyebabkan ia dipilih sebagai pemimpin, sangatlah berhubungan erat dengan tujuan perusahaan yang ingin dicapai, jenis-jenis kegiatan yang harus dipimpin, karakteristik para tenaga kerja, motif usaha, serta kondisi yang akan mempunyai dampak terhadap perusahaan. 2.2.4 Gaya Pengambilan Keputusan Tidak ada Gaya Kepemimpinan mutlak baik atau buruk yang penting tujuan tercapai dengan baik. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan dipengaruhi oleh faktor-faktor : tujuan, pengikut (bawahan), organisasi, karakter pemimpin, dan situasi yang ada. Berikut ini adalah Gaya Pengambilan Keputusan yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:175) : a. Gaya Otoratif Gaya Otoratif diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman dan informasi untuk menghasilkan konklusi, sementara pengikut tidak memiliki kemampuan, kesediaan, dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi, manajer harus membuat keputusan tanpa bantuan pengikut. b. Gaya Konsultatif Gaya Konsultatif adalah strategi yang tepat apabila manajer mengetahui bahwa pengikut juga mempunyai beberapa pengalaman atau pengetahuan 29 tentang masalah dan bersedia memecahkan masalah meskipun belum mampu. Dalam situasi ini strategi yang terbaik adalah memperoleh masukan mereka, sebelum membuat keputusan final. c. Gaya Fasilitatif Merupakan upaya kooperatif yaitu manajer dan pengikut bekerja sama mencapai keputusan bersama. Dalam hal ini, pemimpin secara efektif memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagai dalam proses pengambilan keputusan. Gaya merupakan cara yang sempurna manakala berhadapan dengan pengikut yang mampu, tetapi belum yakin akan dirinya. d. Gaya Delegatif Digunakan terhadap pengikut yang memiliki pengalaman dan informasi yang diperlukan untuk keputusan atau rekomendasi yang layak. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila pemimpin mampu dengan tangkas, cerdas, cepat dan arif dan bijaksana mengambil keputusan yang tepat, maka organisasi atau perusahaan bisa berfungsi secara efektif dan efisien. 2.2.5 Beberapa Teori Kepemimpinan Menurut Wiludjeng (2007:74), mengenai kepemimpinan terdiri atas empat teori, sebagai berikut : 1. The Great Man Theory (Teori Sifat) Teori ini berusaha mengidentifikasi karakteristik seorang pemimpin. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang bisa berhasil menjadi seorang pemimpin karena memang mereka dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, apakah 30 ia memiliki sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Keith Davis merumuskan ada 4 sifat umum yang mempengaruhi kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi, yaitu: a. Intelegensia Pada umumnya para pemimpin memiliki kecerdasan atas relatif lebih tinggi daripada bawahannya. b. Kematangan sosial Para pemimpin harus lebih matang dan lebih luas dalam hal-hal yang bertalian dengan kemasyarakatan. c. Motivasi diri Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam (inner motivation and achievement desires). d. Hubungan pribadi Mempunyai kemampuan mengadakan hubungan antar manusia (human relations attitudes). 2. Behavirol Theory (Teori Perilaku) a. Teori Tannebaum dan Warren H Schmidt Kedua orang akademis tersebut mencoba menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui titik ekstreem yaitu fokus pada atasan (pimpinan) dan fokus pada bawahan. Menurut kedua orang ini gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor manajer, faktor karyawan,dan faktor situasi. 31 b. Studi Ohio State University Studi ini menyimpulkan bahwa ada dua kategori perilaki pemimpin yaitu : 1) Consideration, diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin peduli dan mendukung bawahan. Para pemimpin dengan gaya ini cenderung memiliki hubungan dengan bawahan yang mencerminkan perasaan saling percaya, dan mereka menghormati ide dan perasaan dan bawahannya. 2) Initiating Structure, diartikan sebagai tingkat diamana pemimpin membuat struktur pekerjaannya sendiri dan pekerjaan bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini cenderung mengarahkan pekerjaan kelompok melalui kegiatan perencanaan, pembelian tugas-tugas, penjadwalan dan penetapan deadline. c. Studi The University of Michigan Studi ini menyimpulkan bahwa para manajer dapat dibedakan berdasarkan dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu : 1) Relationship Oriented, diartikan sebagai perilaku yang bersikap bersahabat pada bawahan, mengakui prestasi baawahan, dan memperhatikan kesejahteraan karyawan. 2) Task Grid, diartikan sebagi perilaku manajer yang menetapkan standar kerja yang tinggi, menentukan metode kerja yang harus dilakukan, dan mengawasi karyawan dilakukan, dan mengawasi karyawan dengan ketat. 32 d. Managerial Grid Managerial grid atau kisi-kisi manajemen yang dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane S. Mouton mendorong manajer untuk memiliki dua kualitas kepemimpinan sekaligus yatu orientasi pada tugas/produksi dan orientasi pada hubungan/orang. 3. Contingency Theory (Teori Situasi) Pendekatan ini berpendapat bahwa tidak ada satu tipe kepemimpinan yan efektif untuk diterapkan di segala situasi. Teori ini menggunakan pendekatan kontingensi akan dibahas berikut ini : a. Model Kepemimpinan Hersey Teori ini mengembangkan model kepemimpinan dimana efektivitas kepemimpinan tergantung dari kesiapan bawahan. Kesiapan tersebut mencangkup kemauan untuk mencapai prestasi, untuk menerima tanggung jawab, kemampuan mengerjakan tugas, dan pengalaman bawahan. Variabel-variabel tersebut akan mempengaruhi efektifitas kepemimpinan. Menurut model ini manajer atau pimpinan harus secara konstan mengevaluasi kondisi karyawan. Kemudian setelah kondisi karyawan diketahui manajer menyesuaikan gaya kepemimpinan agar sesuai dengan kondisi tersebut. Dengan demikian gaya kepemimpinan ini akan efektif karena sesuai dengan situasi karyawan. b. Model Fielder Teori ini mendasarkan pada pendapat bahwa sesorang menjadi pemimpin tidak hanya karena karakteristik individu mereka tetapi juga karena 33 beberapa variabel situasi dan interaksi antar pemimpin dengan bawahan. Fiedler menjelaskan tiga dimensi yang menjelaskan situasi kepemimpinan yang efektif. Ketiga dimensi tersebut adalah : 1) Power Position (Kekuasaan Posisi) Dimensi ini menjelaskan kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, seperti keahlian atau kepribadian yang mampu membuat bawahan mengikuti kemauan pemimpin. Pemimpin yang mempunyai kekuasaan posisinya yang jelas dan besar dapat memperoleh kepatuhan bawahan yang lebih besar. 2) Task Structure (Struktur Pekerjaan) Dimensi ini menjelaskan sejauh mana pekerjaan dapat dirinci atau dijelaskan dan membuat bawahan bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Jika struktur pekerjaan jelas maka pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah, bawahan dapat diserahi tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan tersebut lebih baik. 3) Leader Membe Relation (Hubungan antara pemimpin-bawahan) Hal ini berhubungan dengan antara bawahan-pimpinan, misalnya tingkat loyalitas, kepercayaan, dan rasa hormat karyawan terhadap pimpinannya. Hubungan ini dapat diklasifikasikan “baik” atau “buruk”. Dari kombinasi ketiga variabel ini dapat ditentukan apakah situasi yang dihadapi menguntungkan. oleh pemimpin menguntungkan atau tidak 34 c. Teori Jalur-Tujuan Teori ini menyatakan bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah untuk membuat tujuan bersama dengan bawahannya, membantu mereka menemukan jalur (path) yang paling tepat dalam mencapai tujuan tersebut, dan mengatasi hambatan-hambatan yang timbul. d. Yetton dan Vroom Jago Teori dari Vroom mengkritik teori path goal karena gagal memperhitungkan situasi dimana keterlibatan bawahan diperlukan. Model ini memperkenalkan lima gaya kepemimpinan yang mencerminkan garis kontinum dari pendekatan partisipatif. Sehingga model Vroom memperoleh dukungan empiris yang lebih baik dibandingkan dengan model kepemimpinan situasional lainnya. 4. Teori-teori Kepemimpinan Konteporer Perkembangan penelitian dan teori kepemimpinan bekembang menuju banyak arah. Beberapa perkembangan baru akan dibahas dalam bagian ini. a. Kepemimpinan Transformasional atau Karismatik Teori ini dikembangkan oleh Bernard M Bass. Ia membedakan kepemimpinan transaksional menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi, dan membantu karyawan agar memperoleh kepercyaan dan mengerjakan tugas tersebut. Sedangkan, pemimpin transformasional memotivasi bawahan untuk mengerjakan lebih dari yang diharapkan. Sehingga pemimpin harus mampu membuat bawahan menyadari 35 prespektif yang lebih luas. Tipe kepemimpinan seperti hal tersebut dapat dimasukkan kedalam tipe pemimpin yang transaksional,tetap agar lebih efektif seorang pemimpin tidak hanya menjalankan kepemimpinan dengan “biasa” tetap harus lebih dari yang biasa. b. Teori Kepemimpinan Psikoanalisa Teori ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan psikonalitis. Sigmund freud menjelaskan bahwa seseorang berperilaku karena ingin memenuhi kebutuhan bawah sadarnya. Menurut teori ini perilaku manusia dijadikan pegangan. Untuk itu perlu dianalisa kembali teori-teori alam tentang manusia yang paling dasar untuk memahami perilaku manusia atau pemimpin yang sangat kompleks. c. Teori Kepemimpinan Romantis Teori ini memandang bahwa pemimpin itu “ada” dan diperlukan untuk membantu mencapai kebutuhannya. Jika bawahan sudah tidak mempercayi pemimpinnya, maka efektivitas kepemimpinanya hilang, tidak peduli dengan tindakan pemimpin tersebut. Jika bawahan sudah dapat mengorganisasikan sendiri maka pemimpin tidak diperlukan lagi. Teori ini mencoba menyeimbangkan antara sisi atasan dengan bawahan, sehingga porsi keduanya menjadi kurang lebih seimbang. 36 2.3 Stres Kerja Ada beberapa alasan mengapa masalah stres yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan saat ini (Nimran 1999:79). Diantaranya adalah : 1. Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktifitas kerja karyawan. 2. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stres juga banyak dpengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaanya. 3. Pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan yang sehat dan efektif. 4. Banyak diantara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun bawahan, pernah mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah. 5. Dalam zaman kemajuan disegala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Di satu pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan lain pihak beban pekerjaan di satuan-satuan organisasi semakin bertambah. Keadaan ini tentu saja menuntut energi pegawai yang lebih besar dari yang sudah-sudah. Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman yang disebut stres dalam taraf tinggi menjadi semakin terasa. 37 Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yatu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. 2.3.1 Pengertian Stres Tuntutan untuk dapat bekerja lebih baik dan cepat, mengharuskan manusia bekerja berlebihan guna memenuhi tuntutan tersebut. Akibat dari tuntutantuntutan pekerjaan dan tuntutan kebutuhan hidupnya, manusia cenderung mengalami stres dalam kehidupan mereka. Stres merupakan suatu bentuk alamiah dari tanggapan seseorang baik secara fisik maupun secara mental terhadap suatu perubahan didalam lingkungannya. Stres yang bekaitan dengan pekerjaan akan dapat menyebabkan ketidakpuasan, tetapi stres tidak dengan sendirinya harus buruk, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian tentang stres kerja dari beberapa ahli, yaitu : Menurut Robbins (2003:376) : “Stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (Constraint) atau tuntutan (Demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan atau hasilnya dipresepsikan sebagai tidak pasti dan penting ” Menurut Handoko (2000:200) : “Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang”. 38 Sedangkan menurut Soewondo yang dikutip oleh Suwatno dan Priansa (2011:255) : “Stres kerja adalah suatu kondisi dimana terdapat satu atau beberapa faktor di tempat kerja yang berinteraksi dengan pekerjaan sehingga mengganggu kondisi fisiologis, dan perilaku”. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah kondisi atau keadaan tertekan pada seseorang yang diakibatkan dengan adanya kesempatan dan peluang, tuntutan dan kendala/hambatan di dalam pekerjaannya. 2.3.2 Faktor-faktor Penyebab Stres Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti 2001:75). Faktor lingkungan kerja dapat berupa fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua secara tidak langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yag ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Menurut Robbins (2003:794) penyebab stres itu ada tiga faktor, yaitu : 1) Faktor Lingkungan (1) Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan. Yaitu 39 Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka. (2) Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja. (3) Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka perusahaan-perusahaan pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu. (4) Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orangorang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres. 2) Faktor Organisasi Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh 40 diatas, maka dapat dikatagorikan menjadi beberapa faktor dimana contohcontoh itu terkandung di dalamnya. Yaitu: (1) Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar. (2) Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan. (3) Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi. (4) Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres. 41 3) Faktor Individu Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan. (1) Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja. (2) Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja. (3) Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu . 2.3.3 Gejala-gejala Stres Gejala adalah penampakan dari suatu sikap atau perasaan. Jadi, penampakan rasa senang bisa dalam bentuk tertawa, ceria, dan penampakan rasa tidak senang 42 bisa dalam bentuk diam, murung, marah, dan lain-lain atau dapat dikatakan indikasi atau tanda-tanda dalam berbagai bentuk dan sesuatu yang abstrak. Stres sebagai ketegangan atau tekanan emosional yang dialami seseorang dan abstrak gejalanya oleh para ahli dikelompokkan menjadi tiga kategori menurut Hariandja (2002:36), yaitu : 1. Gejala Fisik Perubahan-perubahan yang terjadi pada metabolisme organ tubuh seperti denyut jantung yang meningkat, tekanan darah yang meningkat, sakit kepala, dan sakit perut yang bisa kita alami dan harus diwaspadai. 2. Gejala Psikologis Perubahan-perubahan yang terjadi seperti ketegangan kegelisahan, ketidaktenangan, kebosanan, cepat marah, dan lain-lain. 3. Gejala Keperilakuan Perubahan-perubahan atau situasi dimana produktivitas seseorang menurun, absensi meningkat, kebiasaan makan berubah, merokok bertambah, banyak minum-minuman keras, tidak bisa tidur, berbicara tidak tenang, dan lain-lain. 2.3.4 Cara Mengatasi Stres Memanajemeni stres berarti berusaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres, dari individu dan menampung akibat fisiologis dan stres. Manajemen stres untuk mencegah berkembangnya stres jangka pendek menjadi stres jangka panjang atau stres yang kronis. Stres merupakan bagian dari 43 kehidupan kita, yang perlu diusahakan adalah dapat dipertahanakannya stres yang positif kontruktif dan mencegah atau mengatasi stres negatif destruktif. Didalam mengatasi stres pada setiap individu berbeda satu sama lainnya, karena setiap individu memilki tingkatan stres yang berbeda dan hanya individu tersebutlah yang mengetahui seberapa besar stres yang dialaminya. Individu dalam mengatasi stres tersebut adalah dengan cara latihan jasmani, tidur, relaksasi, dan meditasi. Menurut Mangkunegara (2001:158), dalmam mengahadapi stres dapat dilakukan dengan tiga strategi, yaitu : a. Memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres. Melakukan penilaian terhadap situasi sumber-sumber stres, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil tindakan yang dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih positif, dan memanfaatkan umpan balik. b. Menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stres. Mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentukbentuk mekanisme pertahanan diri (seperti : menangis, menceritakan masalah kepada orang lain, humor, dan istirahat) c. Meningkatkan daya tahan pribadi. Memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan keterampilan pribadi, berolah raga secara teratur, beribadah, pola kerja yang teratur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih realistik. Dalam menghadapi stres dan atau tekanan yang disebabkan oleh pekerjaan yang dihadapi oleh individu bukan tanggung jawab individu itu sendiri, akan 44 tetapi perusahaan tempat individu tersebut bekerja juga mempunyai andil dalam mengatasi stres yang dihadapi karyawannya. Handoko (2000:203) menggambarkan apa yang dapat dilakukan organisasi atau perusahaan dalam mengatasi stres pada karyawan, yaitu ; a. Memindahkan (transfer) karyawan ke pekerjaan lain b. Mengganti penyelia yang berbeda c. Menyediakan lingkungan kerja yang baru d. Latihan dan pengembangan karier e. Merancang kembali pekerjaan-pekerjaan sehingga karyawan mempunyai pilihan keputusan lebih banyak dan wewenang untuk melakukan tanggung jawab f. Desain pekerjaan dengan maksud untuk mengurangi beban kerja, tekanan waktu dan kemenduaan peran g. Komunikasi yang baik untuk memperbaiki pemahaman terhadap situasisituasi stres, dan program-program latihan Akan tetapi, cara yang paling efektif untuk membantu para karyawan dalam mengatasi stres adalah dengan program konseling (pembimbingan atau penyuluhan). Peranan konseling dalam perusahaan dapat membantu para karyawan dalam meringankan beban stres yang dialami oleh mereka. Menurut Hasibuan (2005:204) : “Konseling adalah pembahasan tentang sesuatu masalah dengan seorang karyawan, dengan maksud pokok untuk membantu karyawan tersebut agar dapat mengatasi masalah secara lebih baik”. Menurut Hasibuan, fungsi-fungsi konseling adalah : 45 a. Pemberian nasehat Dengan mengarahkan mereka dalam pelaksanaan serangkaian kegiatan yang diinginkan. b. Penentraman hati Dengan meyakinkan karyawan bahwa ia mampu untuk mengerjakan tugas-tugasnya asalkan dilaksanakan sungguh-sungguh. c. Komunikasi Melakukan komunikasi dua arah, formal dan informal, vertikal maupun horizontal dan umpan balik harus ditanggapi manajer secara positif serta diberikan penjelasan seperlunya. d. Pengenduran ketegangan emosional Memberikan kesempatan bagi orang-orang tersebut untuk mengemukakan problem yang dihadapi secara gamblang dan jangan diinterupsi sampai dia selesai mengemukakannya. Baru kemudian kita berikan pengarahan yang bersifat rohani dan psikologis. e. Penjernihan pemikiran Pembahasan problem secara serius dengan orang lain, membantu seseorang untuk berpikir realistis dan objektif mengatasi masalahnya. Tipe-tipe konseling menurut Handoko (2000:206) adalah : a. Directive Conseling Proses mendengarkan masalah-masalah emosional karyawan, memutuskan dengan karyawan apa yang harus dilakukan, dan kemudian 46 memberitahukan kepada karyawan dan memotivasi karyawan untuk melaksanakan hal itu. b. Nondirective Conseling Suatu proses mendengarkan secara penuh dan mendorong karyawan untuk menjelaskan masalah-masalah yang menyusahkan mereka, memahami dan menetukan penyelesaian-penyelesaian yang tepat. Nondirective Conseling terpusat pada karyawan (counselee) bukan pada pembimbing (counselor). c. Cooperative Conseling Hubungan timbal balik antara pembimbing dan karyawan yang mengembangkan pertukaran gagasan secara kooperatif untuk membantu pemecahan masalah-masalah karyawan. Tipe ini tidak sepenuhnya terpusat pada karyawan dan tidak sepenuhnya terpusat pada pembimbing, tetapi mengintegrasikan berbagai gagasan, pengetahuan, pandangan dan nilai-nilai kedua partisipan dalam hubungan konseling. Cooperative Cinseling mengkombinasikan berbagai kebaikan kedua tipe konseling lainnya. 2.4 Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Stres Kerja Karyawan Gaya kepemipinan merupakan suatu pola tingkah laku yang disukai pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja/bawahannya. Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinannya tersendiri. Seorang pemimpin yang berhasil mengusahakan bawahannya agar dapat melaksanakan pekerjaannya 47 dengan baik, sangat tergantung pada kemampuan pemimpin menyesuaikan kepemimpinannya dengan situasi kerja yang dihadapi. Pada umumnya perusahaan menginginkan kepemimpinan yang berorientasi pada produksi yang tinggi dan hubungan yang tinggi pula secara bersamaan, dimana produktivitas perusahaan baik menggunakan atau tanpa menggunakan aspek berupa hubungan antara atasan/bawahan yang baik pula. Pandangan atau presepsi seorang terhadap sesuatu berbeda, begitu pula dengan pandangan atau harapan karyawan dalam suatu perusahaan pimpinanya. Tidak sesuainya harapan yang diinginkan karyawan dapat mengindikasikan timbulnya gejala stres pada karyawan, karena karyawan merasa tidak nyaman akan lingkungan yang ada di dalam perusahaan tersebut. Salah satunya adalah faktor seorang pemimpin terhadap bawahannya. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Hakan V. Erkutlu, Jamel Chafra (2006) yang menunjukan dalam studi mereka bahwa para pemimpin mereka yang menggunakan kekuasaan dan memberikan instruksi kepada karyawan tanpa memperhatikan ide-ide mereka sama sekali, akan menimbulkan efek negatif pada organisasi. (Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Volume 1, No. 02, Juni 2012) Perilaku kepemimpinan ini memiliki hubungan langsung dengan stres kerja tinggi dan mungkin menjadi penyebab kepuasan rendah, komitmen rendah, dari pada mereka yang mendengarkan ide-ide karyawan, memiliki hubungan terbalik dengan stres kerja dan akan menyebabkan kepuasan tinggi, komitmen tinggi, motivasi tinggi dan tingkat produktivitas tinggi. 48 Penelitian lain yang dilakukan oleh Krasek, 1979; Ganster dan Schaubroeck, 1991; Khan dan Byosiere, 1992; Elangovan dan Xie, 2000; Cohen dan Wills, 1985; Busch, 1980; Podsakoff dan Schriesheim, 1985; Sheridan dan Vredenburgh, 1978 yang menunjukan bahwa ada hubungan positif antara kekuasaan pemimpin dan stres kerja dan hubungan negatif antara kekuatan pribadi dan stres kerja. (Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Volume 1, No. 02, Juni 2012) Dengan demikian bahwa gaya kepemimpinan terdapat hubungan dengan stres kerja karyawan, dimana disuatu sisi dapat menimbulkan stres kerja karyawan yang tinggi (tidak sesuainya harapan yang diberikan) dan stres kerja karyawan yang rendah (tekanan yang dirasakan akan menjadi suatu motivasi yang baik untuk mengerjakan pekerjaan dengan lebih baik lagi, sehingga stres kerja pada karyawan akan menurun) yang tentunya disesuaikan dengan pekerjaan yang dihadapinya.