BAB II TINJAUAN MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN KEPALA

advertisement
22
BAB II
TINJAUAN MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
A. Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan terjemahan dari kata “Management“.
Karena terbawa oleh derasnya arus penambahan kata pungut kedalam
Bahasa Indonesia, maka istilah Inggris tersebut kemudian di Indonesiakan
menjadi “Manajemen“. Arti dari Manajemen adalah pengelolaan,
penyelenggaraan, ketatalaksanaan penggunaaan sumber daya secara efektif
untuk mencapai tujuan/ sasaran yang diinginkan. Manajemen dalam arti
luas adalah perencanan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Manajemen dalam arti sempit adalah manajemen sekolah yang meliputi:
perencanaan program sekolah, pelaksanaan program sekolah, kepemimpinan
kepala sekolah pengawas/ evaluasi, dan sistem informasi sekolah.1 Maka,
dapat disimpulkan bahwa pengelolaan/ manajemen adalah penyelenggaraan
atau pengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar,
efektif dan efisien.2
1
Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, (Jakarta : Bumi
Aksara, 2009), hlm. 5.
2
Muhaimin dkk, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 4.
23
2. Fungsi Manajemen
Ada 4 fungsi yang utama manajemen, yaitu :
1. Planning ( fungsi perencanaan )
2. Organizing ( fungsi pengorganisasian)
3. Actuating ( pengarahan )
4. Controlling ( pengendalian )
Di dalam pendidikan, untuk memperoleh hasil manajemen secara
maksimal, para pemimpin di dalam sekolah haruslah mampu menguasai
seluruh fungsi manajemen yang ada. Fungsi- Fungsi manajemen menurut
para ahli secara umum memiliki kesamaan semisal fungsi manajemen
menurut henry fayol ataupun menurut gr terry menyatakan ada 4 fungsi
yang utama dari sebuah manajemen , Perencanaan - Pengorganisasian Pengarahan - Pengendalian.3
a. Planning (perencanaan)
Perencanaan ialah kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan
datang untuk mencapai tujuan.4
Planning merupakan suatu aktivitas menyusun, tujuan perusahaan
lalu dilanjutkan dengan menyusun berbagai rencana-rencana guna
mencapai
tujuan
perusahaan
yang
sudah
ditentukan.
Planning
dilaksanakan dalam penentuan tujuan organisasi secara keseluruhan dan
3
Winardi, Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: PT RENIKA CIPTA, 2000). hlm. 161
Husaini Usman, op.cit, hlm. 49.
4
24
merupakan langkah yang terbaik untuk mencapai tujuannya itu. pihak
manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum pengambilan
tindakan kemudian menelaah rencana yang terpilih apakah sesuai dan bisa
dipergunakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah proses awal
yang paling penting dari seluruh fungsi manajemen, karena fungsi yang
lain tak akan bisa bejalan tanpa planning.
perencanaan adalah fungsi manajemen yang paling dasar karena
manajemen meliputi penyeleksian di antara bagian pilihan dari tindakan).
Empat tujuan yang penting dari perencanaan:
1) Mengurangi atau mengimbangi ketidakpastian dan perubahan yang
akan datang.
2) Memusatkan perhatian kepada sasaran.
3) Menjamin atau mendapatkan proses pencapaian tujuan terlaksana
secara efisien dan efektif.
4) Memudahkan pengendalian.5
Jadi perencanaan dalam manajemen kesiswaan perlu dilakukan,
yaitu sebagai patokan dalam melaksanakan kegiatan.
b. Organizing (pengorganisasian)
Istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama,
organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional,
misalnya, sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan,
5
Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Andi
Offset,2005). hlm. 36.
25
badan-badan
pemerintahan.
Kedua,
merujuk
pada
proses
pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan di
antara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai
secara efektif. Sedangkan organisasi itu sendiri diartikan sebagai
kumpulan orang dengan sistem kerjasama untuk mencapai tujuan
bersama. Dalam
sistem
kerjasama secara
jelas
diatur siapa
menjalankan apa, siapa bertanggung jawab atas siapa, arus
komunikasi, dan memfokuskan sumber daya pada tujuan.
Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam
tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada
orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan
sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas
pencapaian tujuan organisasi.6
Jadi setelah melaksanakan perencanaan langkah selanjutnya
adalah pengorganisasian, dalam hal ini harus jelas siapa yang
menjalankan dan apa yang dijalankan, agar semuanya berjalan dengan
lancar.
c. Actuating (penggerakan/pengarahan)
Penggerakan/pengarahan adalah fungsi manajemen yang
terpenting dan paling dominan dalam proses manajemen.
6
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), Cet. IX, hlm. 71.
26
Fungsi ini baru dapat diterapkan setelah rencana, organisasi,
dan karyawan ada. Jika fungsi ini diterapkan maka proses manajemen
dalam merealisasi tujuan dimulai. Penerapan fungsi ini sangat sulit,
rumit, dan kompleks, karena karyawan-karyawan tidak dapat dikuasai
sepenuhnya. Hal ini disebabkan karyawan adalah makhluk hidup yang
punya pikiran, perasaan, harga diri, cita-cita, dan lainnya. Pelaksanaan
pekerjaan dan pemanfaatan alat-alat bagaimanapun canggihnya baru
dapat dilakukan jika karyawan (manusia) ikut berperan aktif
melaksanakannya. Fungsi pengarahan ini adalah ibarat starter mobil,
artinya mobil baru dapat berjalan jika kunci starternya telah
melaksanakan fungsinya. Demikian juga proses manajemen, baru
terlaksana setelah fungsi pengarahan diterapkan.7 Definisi pengarahan
ini dikemukakan oleh Malayu S. P. Hasibuan sebagai berikut:
pengarahan
adalah
mengarahkan
semua
bawahan
agar
mau
bekerjasama dan bekerja efektif dalam mencapai tujuan.8 Oleh karena
itu pengarahan perlu dijalankan dengan sebaik-baiknya, dan perlu
adanya kerjasama yang baik pula di antara semua pihak baik dari pihak
atasan maupun bawahan.
d. Controlling (pengendalian/pengawasan)
Setelah melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, dan
pengarahan, langkah selanjutnya adalah pengawasan. Menurut Chuck
Williams dalam buku Management, Controlling is monitoring
7
Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah, op.cit., hlm. 183.
Ibid., hlm. 41.
8
27
progress toward goal achievement and taking corrective action when
progress isn’t being made.9 (Pengawasan adalah peninjauan kemajuan
terhadap pencapaian hasil akhir dan pengambilan tindakan pembetulan
ketika kemajuan tersebut tidak terwujud). Pengawasan/pengendalian
adalah fungsi yang harus dilakukan manajer untuk memastikan bahwa
anggota melakukan aktivitas yang akan membawa organisasi ke arah
tujuan yang ditetapkan. Pengawasan yang efektif membantu usahausaha kita untuk mengatur pekerjaan yang direncanakan dan
memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan tersebut berlangsung sesuai
dengan rencana.10 Pengawasan/pengendalian ini berkaitan erat sekali
dengan fungsi perencanaan dan kedua fungsi ini merupakan hal yang
saling mengisi, karena:
1) Pengendalian harus terlebih dahulu direncanakan.
2) Pengendalian baru dapat dilakukan jika ada rencana.
3) Pelaksanaan rencana akan baik, jika pengendalian dilakukan
dengan baik.
4) Tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah
pengendalian atau penilaian dilakukan.
Tujuan pengendalian adalah sebagai berikut:
1) Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuanketentuan dari rencana.
9
Chuck Williams, Management, (United States of America: South-Western College
Publishing, 2000), hlm. 7.
10
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hlm. 3.
28
2) Melakukan
tindakan
perbaikan
(corrective),
jika
terdapat
penyimpangan-penyimpangan (deviasi).
3) Supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencananya.11
Maka inti dari pengawasan adalah untuk mengatur pekerjaan
yang direncanakan dan memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan
tersebut berlangsung sesuai rencana atau tidak. Kalau tidak sesuai
dengan rencana maka perlu adanya perbaikan.
3.
Manajemen Sekolah
Pada hakikatnya istilah manajemen pendidikan dan manajemen
sekolah mempunyai pengertian dan maksud yang sama. Keduanya
memang sukar dibedakan, lebih-lebih sering dipakai secara bergantian
dalam pengertian yang sama. Apa yang menjadi skop manajemen
pendidikan adalah juga merupakan skop atau bidang garapan manajemen
sekolah. Demikian pula proses kerjanya ditempuh melalui fungsi-fungsi
yang sama, yang di ilhami dari teori administrasi dan manajemen pada
umumnya.12
Pengelolaan
tersebut
dilakukan
untuk
mendayagunakan
sumberdaya yang dimiliki secara terintegrasi dan terkoordinasi untuk
mencapai tujuan sekolah. Pengelolaan dilakukan oleh kepala sekolah
dengan kewenangannya
komando
11
atau
sebagai manajer sekolah melalui komando-
putusan-keputusan
yang
telah
ditetapkan
dengan
Malayu S. P. Hasibuan, op.cit., hlm. 241-242.
Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta:
Bumi Aksara, 1990), hlm. 47
12
29
mengarahkan
sumberdaya untuk mencapai tujuan. Manajer mengatur
melalui proses dari urutan fungsi-fungsi manajemen. Pernyataan bahwa
manajemen merupakan alat untuk mengelola sumberdaya secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan harus benar-benar dipahamin oleh
kepala sekolah.13 Manajemen pendidikan merupakan suatu usaha bersama
sekelompok manusia untuk mencapai tujuan organisasi yang efisien dan
daya guna yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan disekolah. Ali
Imron berpendapat bahwa manajemen pendidikan adalah proses penataan
kelembagaan pendidikan, dengan melibatkan sumber potensial baik yang
bersifat manusia maupun yang bersifat non manusia guna mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
Tujuan manajemen pendidikan adalah tujuan yang dikehendaki
harus jelas, makin operasional tujuan makin mudah terlihat dan makin
tepat program-program
yang disusun untuk mencapai tujuan yang
ditentukan, program itu harus menyeluruh dan ada koordinasi terhadap
komponen yang melaksanakan program sekolah. Proses manajemen
pendidikan dimulai dari perencanaan, diteruskan dengan pengorganisasian,
penggeraan dan kemudian pengawsan. Proses tersebut berjalan secara
siklik, karena begitu proses akhir (pengawasan) telah dilalui, kembali lagii
keproses pertama (perencanaan).
Manajemen yang baik ialah manajemen yang tidak jauh
menyimpang dari konsep dan yang sesuai dengan obyek yang ditangani
13
Rohiat, Manajemen Sekolah,(Bandung: PT Refika Aditama, 2012), hlm.14
30
serta tempat organisasi itu berada. Sebagai bagian dari suatu ilmu,
seharusnya manajemen itu tidak boleh menyimpang dari konsep
manajemen yang sudah ada. Namun variasi bisa terjadi akibat kreasi dan
inovasi para manajer. Manajemen ini tidak kaku, ia dapat berlangsung
dalam kondisi dan situasi yang berbeda-beda. Kebijakan-kebijkan
pemerintah yang baru, tuntutan-tuntutan masyarakat yang berubah dari
semula, perubahan-perubahan nilai i masyarakat, dan sebagainya tidak
akan menghentikan aktivitas manajemen ini. Manajemen akan berjalan
terus dengan revisi di sana-sini. Hal ini menjamin kelangsungan hidup
organisasi. Oleh sebab itu para manajer perlu mengusahakan manajemen
agar bersifat fleksibel.14 Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan
tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan, karena
dengan adanya manajemen yang baik maka tujuan pendidikan dapat di
wujudkan secara optimal, efektif dan efisien.
A. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan
berasal
dari
kata
dasar
“pimpin”.
Kata
kepemimpinan dalam kemus besar bahasa inggris tersebut leadership
berarti “being a leader powel of leading”.15
14
15
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 17-18
Debdiknas, Kamus Besar Bahasa Inggris, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 654
31
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang
yang
berbeda
kebanyakan
definisi
mengenai
kepemimpinan
mencerminkankan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah
proses pengaruh social yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja
dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitasaktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau
organisasi.16
Secara istilah kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk
mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, dan bila
perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruhnya dan selanjutnya
berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud atau
tujuan tertentu.17 Sebagaimana dikatakan dikatakan Hani Handoko bahwa
pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok
organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka.18
Beberapa pengertian lain tentang kepemimpinan adalah sebagai
berikut:
1)
Kepemimpinan
adalah
proses
mengarahkan,
membibing,
memepengaruhi atau mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan
dan tingkah laku orang lain.
16
Gary A. Yukl, Lendership in Organization (Kepemimpinan dalam Organisasi), terj.
Wahjosumidjo, (Jakarta: Prenhallindo, 2002), hlm. 2.
17
Baharudin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2012), hlm. 47
18
Handoko, T. Hani, Manajemen, Edisi II, (Yogyakarta: BPFE, 1999), hlm. 203
32
2)
Kepemimpinan
adalah
tindakan
atau
perbuatan
diantara
perseorangan dan kelompok yang menyebabkan baik seseorang
maupun kelompok bergerak kearah tujuan tertentu.
Dalam kepemimpinan faktor pemimpin tidak dapat dilepaskan
dari faktor orang yang dipimpin, keduannya saling tergantung sehingga
yang satu tidak mungkin ada tanpa yang lain.19
2. Tipe atau Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten
yang kita tunjukkan dan diketahui oleh pihak lain ketika kita berusaha
memengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Perilaku ini dikembangkan
setiap saat dan dipelajari oleh pihak lain untuk mengenal kita sebagai
pemimpin, gaya atau kepribadian kepemimpinan kita.20
Berdasarkan konsep, sikap, sifat, dan cara-cara pemimpin itu
melaksanakan dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam
lingkungan kerja yang dipimpinnya maka dapatlah diklasifikasikan tipe
atau pola kepemimpinan dalam pendidikan yaitu:
a. Tipe Otokratis
b. Tipe Laissez Faire
19
79.
20
Hadan Nawawi, Administrasi Pendidikan, ( Jakarta: PT. Toko Gunung Agung,, 2000), hlm.
Mifta Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: PT Raja Grafinda Persada, 2006),
hlm. 76
33
c. Tipe Demokratis 21
Adapun tipe kepemimpinan dalam pendidikan tersebut dapat
dijelaskan satu persatu sebagai berikut:
a. Kepemimpinan Otokratis
Yang dimaksud yaitu bahwa semua kebijaksanaan
dasar
ditetapkan oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaannya ditugaskan
kepada bawahannya. Semua perintah, pemberian dan pembagian tugas
dilakukan, tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan orangorang yang dipimpinnya.22
Pemimpin yang bergaya otokratis ini memegang kekuasaan
mutlak. Langkah-langkah
aktifitas
ini ditentukan
pemimpin satu
persatu tanpa musyawarah dengan yang dipimpin, tiap-tiap police dan
tugas instruksi harus dipatuhi tanpa
diberi kebebasan untuk
mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan. Dengan
tipe ini
suasana sekolah menjadi tegang, instruksi-instruksi harus ditaati, dia
pula yang mengawasi dan menilai atau pekerjaan bawahan. Akibat
kepemimpinan ini guru-guru tidak dineri kesempatan berinisiatif dan
mengembangkan daya kreatifnya. Dengan demikian situasi sekolah
tidak akan menggembirakan guru dan karyawan. Akibat dari kekuasaan
21
.M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Rajawali
Rosdakarya, 1998), hlm. 48-50
22
Dirawat dkk, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional cet III,
1986) . hlm. 49
34
ini memungkinkan timbulnya, sikap enyerah tanpa kritik, sikap
"Sumuhun dawuh", terhadap pemimpin, dan kecenderungan untuk
mengabaikan perintah jika tidak ada pengawasan langsung.23 Untuk
lebih jelasnya ciri-ciri kepemimpinan yang bertipe otokratis adalah
sebagai berikut:
1. Mengutamakan pelaksanaan tugas
2. Agar tugas dilaksanakan, kontrol harus dilaksanakan secara ketat
3. Kreatifitas dan inisiatif anggota bawahan dimatikan dan dipandang
tidak perlu
4. Kurang memperhatikan hubungan manusiawi antara pemimpin
dengan yang dipimpin
5. Kurang mempercayai orang lain dalam organisasinya
6. Menyenangi ditakuti dan akibatnya kurang disenangi anggota
bawahan
7. Orang yang dipimpin dianggap tidak lebih dari pelaksana semata
8. Dalam kepemimpinan sukar memberi maaf kepada anggota
bawahan
9. Pendapat dan saran dari anggota dinilai sikap menentang atau
membangkang
10. Orang yang dipimpin cenderung terpecah-pecah dan membentuk
kelompok kecil.24
23
M .Ngalim Purwanto, op. cit. hlm. 47
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam,(Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1993), hlm. 154-155
24
35
Dari beberapa ciri-ciri kepemimpinan tipe otoriter berarti
seorang
pemimpin
dalam
pendidikan
mengidentikkan
tujuan
organisasi, dalam hal ini madrasah dengan tujuan pribadinya, sehingga
memperlakukan para anggotanya sebagai alat dan dibebani tanggung
jawab tanpa diimbangi hak secara proporsional, serta bersikap apriori
dalam memperlakukan saran.
b.
Kepemimpinan Laissez Faire
Tipe
kepemimpianan
ini
merupakan
kebalikan
dari
kepemimpinan otokratis (otoriter). Perilaku yang dominan dalam
kepemimpinan ini dalah perilaku dalam gaya kepemimpinan
kompromi. Dalam proses kepemimpinan ternyata pemimpin tidak
melakukan
fungsinya
dalam
meggerakkan
orang-orang
yang
dipimpinnya.25 Pemimpin tipe ini sama sekali tidak memberikan
control
dan
koreksi
terhadap
perkerjaan
anggota-anggotanya.
Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan kepada anggota-anggota
kelompok, tanpa petunjuk atau saran dan pemimpin.26 Dijelaskan
pula oleh Oteng Sutisna bahwa dalam kepemimpinan ini, pemimpin
tidak banyak berusaha untuk mengontrol atau pengaruh terhadap para
anggota kelompok. Kepada para anggotanya diberikan tujuan-tujuan
tetapi umumnya mereka dibiarkan untuk mencapai cara masingmasing untuk mencapainya. Pemimpin lebih banyak berfungsi sebagai
anggota kelompok ia memberikan nasehat dan pengaruhnya hanya
25
26
Ibid, hlm. 167
M. Ngalim Purwanto, op.cit, hlm. 49
36
sebanyak
yang diminta.27 Dari pendapat tersebut dapat di ambil
pengertian bahwa
pimpinan, dalam hal ini
kepala sekolah yang
menggunakan gaya Lassez Faire ini seorang pemimpin dalam
menjalankan tugasnya menjunjung tinggi kebebasan bagi anggotanya
untuk menjalankan tugas dan jabatannya tanpa mementingkan
musyawarah.
c.
Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan tipe ini menempatkan faktor manusia sebagai
faktor utama dan terpenting dalam sebuah organisasi. Dalam
kepemimpinan ini setiap individu, sebagai manusia dihargai atau
dihormati eksistensi
dan peranannya dalam memajukan dan
mengembangkan organisasi. Oleh karena itu perilaku dalam gaya
kepemimpinan yang dominan pada tipe kepemimpinan ini adalah
perilaku
memberi
perlindungan
dan
penyelamatan,
perilaku
memajukan dan mengembangkan organisasi serta perilaku eksekutif.28
Kepemimpinan tipe ini mempertimbangkan keinginan dan saran-saran
dari pada anggota kepada putusan dan untuk memperbaiki kualitas
melalui input bagi pemecahan masalah. Kekuasaan dan tanggung
jawab di delegasikan dan dipencarkan atau di bagikan kepada setiap
anggota staf yang cakap dan mampu mengemban. Pemimpin percaya
bahwa setiap individu dan teman kerjanya dapat pula berbuat
27
28
Oteng Sutisna, Admistrasi Pendidikan dasar teori untuk Praktek Profesional… hlm. 265
Hadari Nawawi, op. cit. hlm. 169
37
sesuatu dengan hasil yang maksimal asalkan situasi yang ada itu
memungkinkan untuk berbuat dan membina kariernya
masing-
masing. Selanjutnya dalam kepemimpinan denokratis pemimpin
dalam memberikan penilaian, kritik atau pujian ia memberikannya
atas kenyataan
yang
seobyektif mungkin. Ia berpedoman pada
kriteria yang didasarkan pada standar dan target program sekolah.
Adapun ciri-ciri demokratis anatar lain:
1. Dalam proses penggerakan
bawahan selalu bertitik tolak dari
pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di
dunia.
2. Selalu
berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan
organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada
bawahannya.
3. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari
bawahannya.
4. Dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibanding
dan diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan
yang sama.
5. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya.
38
6. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin29.
Bila dilihat dari pengertian dan ciri-ciri masing-masing tipe atau
gaya
kepemimpinan tersebut, macam kepemimpinan yang tepat
diterapkan
dilembaga
pendidikan adalah tipe kepemimpinan
demokratis. Macam kepemimpinan yang baik dan sesuai dewasa ini
adalah
kepemimpinan
demokratis. Semua guru disekolah bekerja
untuk mencapai tujuan bersama-sama putusan
musyawarah dan mufakat serta harus
diambil
ditaati. Pemimpin
melalui
dalam
pendidikan mengahargai, dan menghormati pendapat setiap guru.
Pemimpin memberi kesempatan untuk mngembangkan inisiatif dan
daya kretifnya. Ia bersifat bijaksana, di dalam pembagian tanggung
jawab. Dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terletak pada pundak
dewan guru seluruhnya termasuk pemimpin sekolah.30
3.
Teori Kepemimpinan
a. Pendekatan sifat-sifat Kepemimpinan
Usaha yang pertama kali dilakukan oleh psikolog dan penelitian untuk
memahami kepemimpinan yaitu mengenai karakteristik atau cirri-ciri
para pemimpin yang berhasil. Penelitian masa itu ditunjukan untuk
cirri-ciri para memimpin yang berhasil. Di tunjukan untuk mengetahui
sifat-sifat pemimpin yang mencakup: intelektualitas, hubungan sosial,
29
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, (Jakarta: Gunung Agung, 1982) , hlm. 44
Soekarto Indrafachrudi, Pengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 28
30
39
kemampuan emosional, keadaan fisik, imajinasi, kekuatan jasmani,
kesabaran dan kemauan berkerja keras. Ciri-ciri tersebut harus dimiliki
oleh seorang pemimpin.31
b. Pendekatan perilaku
Pendekatan perilaku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari
dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat pemimpin.Beberapa
pandangan ahli bahwa perilaku dapat dipelajari. Bagaimana pemimpin
berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilainilai dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin).
c. Pendekatan situasional
Pendekatan situsional berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan
bergantung kepada kecocokan antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap
dan persepsi.
Cukup banyak pendukung pendapat ini diantaranya,
model kontingensi fiedler, model normative vroom felton dan teori jalur
tujuan.32
4.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah berasal dari kata yaitu “ kepala” dan “Sekolah”.
Kata kepala dapat diartikan “ketua” atau “pemimpin” dalam suatu
organisasi atau sebuah lembaga, sedangkan kata “sekolah” diartikan
31
Isjini, Manajemen Kepemimpinan dalam Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2017) hlm. 27
32
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000),hlm.88-95.
40
sebagai sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan member
petunjuk.33
Proses
sekolah
dalam
dimensi
kepemimpinan
adalah
menghasilkan keputusan kelembagaan yang terjadi sebagai keputusan
partisipatif atau keputusan bersama antara kepala sekolah, guru, siswa,
orang tua siswa, para ahli, dan orang-orang yang bekepentingan terhadap
pendidikan. Keputusan tentang bagaimana keberlangsungan sekolah yang
didasarkan atas partisipasi, diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki
bagi semua kelompok yang berkepentingan di sekolah. Pelibatan
kelompok yang berkepentingan di sekolah dalam proses pengambilan
keputusan
harus
mempertimbangkan
keahlian,
yurisdikasi,
dan
relevansinya dengan tujuan pengambilan keputusan. Seperti pendapat yang
dikemukakan oleh Stoner mengenai delapan
macam tugas pemimpin,
salah satunya adalah the manager makes difficult decisions artinya seorang
pemimpin sebagai pengambil keputusan selalu dihadapkan pada berbagai
macam pendapat tentang kebijaksanaan organisasi dan sebagainya.
Kondisi seperti ini menuntut adanya partisipasi dari pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap sekolah untuk turut serta berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan tersebut. Intisari dari pengambilan
keputusan yaitu perumusan beberapa alternative tindakan dalam
menggarap situasi yang dihadapi serta menetapkan pilihan yang tepat
antara beberapa alternative yang tersedia setelah diadakan evaluasi
33
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
hlm. 83.
41
mengenai efektivitas alternative tersebut untuk mencapai tujuan para
pengambil keputusan.
Pengambilan keputusan sendiri memiliki dua fungsi, yaitu:
1).
pangkal permulaan dari semua aktifitas manusia yang sadar dan
terarah, baik secara individual maupun secara kelompok, baik secara
institusional maupun secara organisasional;
2). sesuatu yang bersifat futuristic, artinya bersangkut paut dengan hari
depan, masa yang akan datang, dimana efek atau pengaruhnya
berlangsung cukup lama.
Jika dilihat dari fungsi pengambilan keputusan di atas, pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pimpinan akan
berpengaruh besar terhadap kelangsungan organisasi sekolah. Oleh
karena itu, hal ini akan memiliki dampak terhadap perilaku maupun sikap
bawahannya, seperti wakil kepala sekolah, guru, staf tata usaha, maupun
siswa. Oleh sebab itu, kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu
memilih alternatif-alternatif
keputusan yang tepat sehingga tujuan
organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja pendidikannya dapat
tercapai
secara
optimal
Penyelenggaraan
sekolah
dari
dimensi
kepemimpinan ini adalah terjadinya pemotivasian terhadap staf agar
mereka terus bersemangat bekerja dan menghasilkan karya yang berguna
dan bermutu. Diera global ini, dituntut keahlian yang harus terus
dikembangkan seiring dengan inovasi-inovasi yang ditemukan dalam
bidang pendidikan. Oleh karena itu kepala sekolah pun dituntut agar
42
dapat melaksankaan tugasnya sebagai agent of change yang selalu
berupaya untuk terjadinya difusi inovasi pada staf. Teknik memotivasi
tidak lain adalah kemampuan seseorang atau pemimpin secara konseptual
ataupun dengan berbagai sumber daya dan sarana dalam menciptakan
situasi yang memungkinkan timbulnya motivasi pada setiap bawahan
atau orang lain untuk berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi. Salah
satu faktor penting yang ada pada diri seorang pemimpin yang sangat
berpengaruh di dalam memotivasi bawahan, ialah kewibawaan
pemimpin.
34
Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua
gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka
meningkatkan
kompetensi
guru,
seorang
kepala
sekolah
dapat
menerapkan 2 gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel,
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.Sehingga berhasil
tidaknya di dalam memotivasi bawahan juga sangat dipengaruhi
bagaimana pemimpin di dalam menampilkan kewibawaannya terhadap
bawahan.35 Seorang pemimpin di muka, harus memiliki idealisme kuat
sertakedudukan tersebut. Akan tetapi, menurut watak dan kecakapannya,
seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin di muka, di tengah
dan di belakang. Kepemimpinan resmi ini dimiliki oleh orang yang
menduduki posisi pimpinan dalam struktur organisasi pendidikan, baik
34
E. Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2012), hlm.11
35
Surdawan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga
Kependidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2002) hlm. 59.
43
karena diangkat resmi oleh atasan, maupun karena dipilih secara resmi
menjadi pemimpin oleh anggota staf pelaksana pendidikan ataupun
yayasan dimana ia bekerja. Yang dimaksud disini yaitu kepmimpinan
resmi seorang kepala madrasah. Maka dari itu untuk dapat menjalankan
fungsi kepemimpinan lebih baik, di mana aktifitas yang dilaksanakan
bawahan, teman bekerja, atau guru-guru lebihefektif bagi pencapaian
tujuan pendidikan, maka kepala madrasah memiliki unsur-unsur yang
nyata, operasional dan fungsional sebagai proyek dari pada kualitas
"kelebihan" yang ada di dalam kepribadiannya. Mereka harus secara
nyata dapat menunjukkan tindakan-tindakan kepemimpinan yang lebih
baik, jika dibandingkan apa yang dapat dilakukan oleh stafnya, bawahan
atau guru-guru yang dipimpinnya.36
5.
Syarat-syarat Pemimpin Pendidikan di Madrasah
Untuk memangku jabatan kepemimpinan dalam pendidikan yang
dapat
melaksanakan
tugas-tugas
dan
memainkan
peran-peran
kepemimpianan yang sukses, maka kepadanya dituntut memenuhi
persyaratan-persyaratan status sosial ekonomi yang layak. Kepemimpinan
dalam Islam adalah suatu hal yang interen serta merupakan salah satu
subsistem dalam Islam pengaturan seluruh aspek kehidupan secara
prinsipan. Islam mengatur minat amal tujuan sekaligus menagtur sumber
kehidupan otak manusia, kemudian mengatur proses hidup perilaku dan
36
Dirawat dkk, op.cit, hlm.38
44
tujuan hidup37. Pada bagian ini akan dikemukakan persyaratan-persyaratan
keprinadian yang menyangkut aspek jasmaniahdan rohaniah dari seorang
pemimpin atau calon pemimpin pendidikan yang baik, mencakup
pengerian kepribadian sebagai suatu totalitas kemanusiaan yang bulat dan
utuh. Penekanan dan intensiats yang perlu dipenuhi oleh pemimpin
pendidikan tentu tidaklah sama, sebab hal ini tergantung pada letak
posisinya didalam struktur organisasi. Disamping itu penekanan dan
intensitas tersebut dipengaruhi atau tergantung pula oleh pada filsafat
pendidikan yang dianutnya. Sondang P. Siagian mengemukakan
persyaratan berupa ciri-ciri yang harus dimiliki seorang pemimpin
pendidikan sebagai berikut:
a. Memiliki kondisi fisik yang sehat sesuai dengan tugasnya.
b. Berpengetahuan luas dan cakap
c. Mempunyai keyakinan bahwa organisasi akan berhasil mencapai
tujuan yang telah ditentukan melalui berkat kepemimpinannya.
d. Mengetahui sifat hakiki dan kompleksitas daripada tujuan yang hendak
dicapai
e. Memiliki stamina (daya kerja) dan entusiasme yang besar
f. Gemar dan cepat mengambil keputusan
g. Objektif dalam arti dapat menguasai emosi dan leih benyak
mempergunakan rasio
h. Adil dalam memperlakukan bawahan
37
Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm:
284-285
45
i. Menguasi prinsi-prinsip human relations
j. Menguasi teknik-teknik komunikasi
k. Dapat dan mampu bertindak sebagai penasehat, guru dan kepala
terhadap bawahannya tergantung atas situasi dan masalah yang
dihadapi
l. Mempunyai gambaran yang menyeluruh tentang semua aspek kegiatan
organisasi.38
Di samping itu dibutuhkan persyaratan kualitas pribadi dan
kemampuan seorang pemimpin pendidikan sebagai berikut: "Berwibawa
(terutama karena intregritas pribadinya yang dijiwai oleh nilai luihur
pancasila) jujur, terpercaya, bijaksana, mengayomi, berani dan mampu
mengatasi kesulitan, bersikap wajar, tegas dan bertanggung jawab atas
keputusan yang diambil, sederhana, penuh pengabdian kepada tugas,
berjiwa besar dan mempunyai sifat ingin tahu (suatu pendorong untuk
kemajuan).39 Dalam Islam seorang pemimpin hendaknya:
1. Seorang muslim
2. Seorang yang bertanggung jawab dan memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
a. Mempunyai pengetahuan strategis dan teknis
b. Mempunyai immate interest
c. Mempunyai kesanggupan untuk mengambil keputusan
38
39
Sondang P. op.cit, hlm. 39-41
Dirawat dkk, op.cit, hlm. 43
46
d. Memandang tugasnya sebagai tugas yang diletakkan oleh allah
sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan (sebagai
realisasi ibadah kepada allah)40
3. Seorang yang didukung oleh pemilihan secara demokrasi dan diterima
oleh lingkungan sosial
4. Seorang yang dalam pelaksanaan kebijaksanaan dijiwai oleh prinsipprinsip demokrasi, prosedur demokrasi, dan objek demokrasi.
Pada hakikatnya seorang pemimpin pendidikan adalah pemimpin
yang memiliki segala sifat kepemimpinan. Akan tetapi setiap orang
tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena tidak ada
manusia yang sempurna. Dalam kesempatan ini yang menjadi
penekanan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang
tidak
melaksanakan
sendiri
tindakan-tindakan
yang
bersifat
operasional, akan tetapi dalam mengambil keputusan, menentukan
kebijaksanaan dan menggerakkan orang lain ntuk melaksanakan
keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijaksanaan yang telah
digariskan.41
6. Faktor Pendukung Dan Penghambat Kepala Madrasah Dalam
Memanajeme Madrasah.
Disetiap organisasi posisi dan peran pimpinan selalu sangat sentral.
Maju dan mundurnya organisasi sangat tergantung pada sejauh mana
40
41
yusuf Amir Faisal, op.cit, hlm. 286
Wirawan, op.cit, hlm. 533
47
pimpinan mampu berimajinasi memajukan organisasinya. Demikian pula
dalam konteks madrsah sebagai organisasi, maka posisi kepala madrasah
juga sangat dalam memajukan lembaga yang dipimpinnya.42 Madrasah
sebagai lembaga pendidikan Islam perlu ditangani secara prifesional, karena
pada umunya masih banyak kelemahan-kelemahan tetapi kelemahan itu
dapat diatasi jika semua yang terliat dalam pengembangan menanganinya
secara sungguh-sungguh, sistematis, tearah dan profesional. Dan dalam
mengembangkan kualitas lembaga pendidikan Islam sedikitnya ada dua sisi
yang harus dipenuhi sekaligus. Pertama: perhatian terhadap daya dukung,
baik meliputi ketenagaan, kurikulum, sarana dan prasarana, pendanaan dan
manajemen yang tangguh. Kedua: harus adanya cita-cita, etos, semangat
yang tinggi dari semua pihak yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu, ada
beberapa faktor yang dapat menunjang dan menghambat dalam manajemen
madrasah.
1. Faktor Pendukung Kepala Madrasah dalam memanajemen
madrasah
a.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia sangatlah berpengaruh pada keberhasilan
suatu lembaga pendidikan. Hal ini dikarenakan dunia pendidikan
berintekasi langsung untuk membentuk manusia menjadi insan kamil.
42
Imam Suprayogo, op.cit, hlm:.211
48
Adapun sumber daya yang dimaksud adalah guru, siswa, dan karyawan
yang bertugas membantu mewujudkan terlaksananya pendidikan.
b.
Manajemen Pendidikan
Administrasi pendidikan tidak hanya administrasi madrasah (tata
usaha, madrasah), tetapi menyangkut semua kegiatan madrasah, baik
yang mengenai materi pelajaran, personal, perencanaan, kerjasama,
kepemimpinan, kurikulum dan sebagainya. Yang harus diatur sehingga
menciptakan suasana yang memungkinkan terselenggaranya kondisikondisi belajar mengajar yang baik sehingga mencapai tujuan
pendidikan. Untuk melaksanakan tugas yang sedemikian kompleks dan
banyak, diperlukan orang yang cakap dan memiliki pengertian yang
luas tentang pelaksanaan dan tujuan pendidikan. Untuk itu sangat
diperlukan adanya pemimpin yang dapat mengatur da mengelola
pendidikan dengan baik. Dengan adanya manajemen yang efektif dan
efesien sangat menunjang dalam pengembangan lembaga pendidikan
yang dapat tercapai secara optimal, efektif dan efisien.
c.
Pengelolaan Kurikulum dan Proses Belajar Mengajar.
Pembuatan keputusan dalam pembinaan kurikulum bukan saja
menjadi tanggung jawab para perencana kurikulum perlu membuat
keputusan yang tepat, rasional, dan sistematis. Pembuatan keputusan
itu tidak dapat dibuat secara acak-acakan, melainkan harus
berdasarkan informasi dan data yang objektif. Untuk itu terlebih
49
dahulu perlu diadakan evaluasi yang obyektif terhadap kurikulum
yang sedang berlaku. Evaluasi memegang peranan yang penting
dalam membuat keputusan-kepitusan kurikuler, sehingga dapat
diketahui hasil-hasil kurikulum yang telah dilaksanakan, apakah
kelemahan dan kekuatannya dan selanjutnya dapat dipikirkan
mengenai perbaikan-perbaikan yang diperlukan (Thorndika dan
Hagen, 1977).43
Kurikulum yang dibuat oleh pemerintah pusat adalah kurikulum
standar yang beralku secara nasional. Padahal kondisi madrasah pada
umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, dalam implementasinya
madrasah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya,
memodifikasi). Namun, tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang
berlaku
secara
nasional.
Madrasah
dibolehkan
memperdalam
kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan
aplikasi yang bervariasi. Madrasah juga dibolehkan memperkaya apa
yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang
seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, madrasah
dibolehkan memodifikasi kurikulum, apa yang diajarkan boleh
dikembangkan agar lebih kontektual dan selaras dengan kebebasan
untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.
43
Thorndika dan Hagen yang dikutib oleh Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan
Pendekatan Kompetensi, (Jakarta:Bumi Aksara, 2002), hlm.20
50
Kurikulum sangat berkaitan dengan proses belajar mengajar,
untuk itu dalam proses belajar menagjar hendaknya madrasah memilih
strategi, metode, dan tehnik-tehnik pembelajaran dan pengajaran yang
paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik
siswa, karakteristik guru dan kondisi ntaya sumber daya yang tersedia
di sekolah dan lebih mengaktfkan siswa (student centered). Dengan
menerapkan kurikulum yang sesuai dengan perkemangan zaman dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti menerapkan kurikulum
baru yaitu kerikulum berbasis kompetensi.
d.
Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana dalam pendidikan sangatlah diperlukan
untuk kelancaran proses belajar mengajar. Dengan kelengkapan sarana
dan prasarana pembelajaran dapat mendukung prestasi siswa. Dan
madrasah dituntut untuk mengelola sarana yng telah tersedia dan
melengkapi sarana yang dianggap masih kurang. Alat-alat yang
digunakan sebagai sarana belajar harus lengkap dan memadai karena
alat-alat media pengajaran sebagai penunjang keberhasilan prestasi
belajar siswa. Dengan prestasi belajar siswa yang baik maka upaya
dalam mengembangkan lembaga pendidika Islam akan tercapai secara
optimal.
51
e.
Peran Serta Masyarakat
Faktor-faktor social yang mempengaruhi kemajuan adalah
sumber-sumber dana yang tersedia dalam masyarakat dan sering
disediakan pemerintah daerah. Lingkungan madrasah yang variatif
keadaan sosial dan ekonominya baik dengan pemerintah daerah yang
memiliki sumber-sumber alam dan pajak yang baik pasti suatu akan
berpengaruh pada kemajuan pendidikan di madrasah. Maka madrasah
sebagai lembaga yang senantiasa ingin maju perlu mengadakan
pendekatan kepada semua pihak yang berkompetensi bagi madrsasah.
Degan menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan masyarakat
maka pendidikan akan berjalan dengan lancar dan tujuan akan dapat
tercapai secara optimal dalam pengemabngan lembaga pendidikan
Islam. Peran serta masyarakat berpengaruh terhadap proses pendidikan
yang sedang berjalan. Bantuan dan kesadaran masyarakat lebih bersifat
material, immaterial, bantuan moral, perlengkapan inventaris, tenaga
pendidik dan lain-lain.
2. Faktor penghambat kepala madrasah dalam memanajemen
madrasah
a. Siswa atau Anak didik
Sebagai pendidikan tingkat pertama, Madrasah Tsanawiyah
(MTs) memegang peranan penting dalam proses pembentukan
kepribadian siswa. Karena yang hendak dikembangkan adalah siswa,
52
maka prinsip dasar yang mesti dikembangkan adalah bahwa setiap
siswa merupakan makhluk manusia, yang sudah tentu tidak terlepas
dari kecenderungan manusiawinya.44
Siswa merupakan subyek pendidikan, yang meneruskan cita-cita
Bangsa dalam mengembangkan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam setiap
individu siswa yang menjadi permasalahan disini adalah perbedaan
kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran tidak sama.
Sehingga hal ini sangat mempengaruhi kualitas lulusan. Oleh sebab itu
guru dituntut untuk bagaimana caranya agar siswa bisa menerima
materi dengan baik. Tugas guru adalah memberikan motivasi kepada
siswa untuk selalu belajar.
b. Pendidik
Madrasah merupakan lembaga kependidikan Islam yang
menjadi cermin sebagai umat Islam. Fungsi dan tugasnya adalah
merealisasikan cita-cita umat Islam yang menginginkan agar anakanak didiknya menjadi manusia yang beriman dan berilmu
pengetahuan. Dalam rangka upaya meraih hidup sejatera duniawi dan
kebahagiaan hidup diakhirat. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan
profesionalisme.45
159
Dalam
dunia
pendidikan
perlu
senantiasa
44
Imam Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987), hlm.191
45
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.Bumi aksara, 1993), hlm.
53
dikembangkan sikap dan kemampuan profesional. Sebagaimana yang
dikemukakn oleh E. Mulyasa sebagai berikut:
a. Yang berkaitan dengan diri sendiri
1. Pengetahuan
2. Ketrampilan
3. Disiplin
4. Upaya pribadi
5. Kerukunan kerja
b. Yang berkaitan dalam pekerjaan
1. manajemen dan cara kerja yang baik
2. penghematan biaya
3. ketepatan waktu.46
Jadi dapat disimpulkan bahwa factor dari diri sendiri dan
pekerjaan pendidikan akan menjadi hambatan bagi pengembangan
madrasah. Dengan demikian kepela madrasah sebagai pemegeng
pemimpin
teringgi
bersama-sama
dengan
Komite
untuk
meningkatkan profesi pendidik. Dari segi diri dendiri diperlukan
adanya seminar, pelatihan-pelatihan, workshop, sedangkan yang
berkaitan dalam pekerjaan perlu dengan melengkapi sarana dan
prasarana dalam menunjang proses belajar mengajar, tunjangan
gaji, uang transpor dan lain-lain.
46
E. Mulyasa, Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK,
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), hlm.131
54
c. Dana
Dana (uang) memainkan peran dalam pendidikan. Keuangan
merupkan masalah yang cukup mendasar di madrasah. Karena tanpa
adanya dana akan mempengaruhi secara langsung terhadap kualitas
madrasah, terutama berkaitan dengan sarana, prasarana dan sumber
belajar. Pengeluaran dana sekolah brdasarkan SKB Mendikbud dan
Menkeu No. 0585/k/1997 dan No. 590/kmk.03/03/1987, tanggal 24
September 1987 tentang peraturan SPP dan DPP meliputi: pelaksanaan
pelajaran, pengadaan prasarana atau sarana, pemeliharaan sarana dan
prasarana, kesejahteraan pegawai, kegiatan belajar, penyelenggaraan
ujian dan pengiriman aau penulisan STTB/NEM, perjalanan dinas
supervisi, pengelolaan pelaksanaan pendidikan dan pendapatan.47 Dari
uraian diatas dpat disimpulkan bahwa dana adalah aspek yang penting
dalam usaha mengembangkan madrasah. Untuk itu kepala madrasah
serta staf-stafnya hendaknya menjalankan peranannya membantu
seklah dalam anggaran dana. Maka, suatu keharusan bagi madrasah
untuk mengembangkan berbagai aneka sumber dana dengan menjalin
kerjasama dengan para pengusaha, industri, perdagangan dan
sebagainya untuk mendapatkan dana pendidikan yang lebih banyak
agar madrasah dapat melayani kebutuhan masyarakat.
47
Ibid. , hlm. 203
55
d. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan bagian dari alat pendidikan
yang sangat penting guna menunjang keberhasilan pendidikan. Oleh
karena itu perlu sekali adanya pengelolaan pendidikan yang baik,
sebagaimana dikatakan bahwa suatu madrasah dapat berhasil atau
berjalan dengan baik dan lancar apabila pengelolaan sarana dan
prasarana itu baik.48 Karena faktor penting yang mempengaruhi
kemajuan madrasah adalah sarana dan prasarana. Alat-alat pelajaran
sangat penting dalam menunjang kegiatan belajar mengajar. Namun,
masih banyak kekurangan-kekurangan yang dihadapi madrasah untuk
meningkatkan mutu. Terbatasnya sarana pendidikan yang kurang
memadai menghambat minat dan bakat siswa sekaligus menghambat
maju dan berkembangnya madrasah itu sendiri. Untuk melengkapai
fasilitas madrasah yang masih kurang dan dana yang tidak mencukkupi
ST. Vembrianto mengemukakan bahwa: kekurangan gedung madrasah,
mobiler, teks books, alat-alat peraga, buku-buku untuk perpustakaan,
alat praktikum, ruang laboratorium dan biaya semuanya adalah
problem yang sangat sulit.49 Sebagai alternatif lain yang bisa dilakukan
madrasah adalah dengan meningkatkan hubungan dan kerjasama
dengan masyarakat yaitu dengan membentuk donatur-donatur tetap.
48
Oteng Sutrisno, Administrasi Pendidikan Dasar Teori Untuk Praktek Profesional,
(Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 41
49
ST. Vembrianto, Kapita selekta Pendidikan I, (Yogyakarta: Paramita, 1984), hlm. 35
56
e. Peran serta masyarakat
Partisipasi masyarakat mengacu pada adanya keikutsertaan
masyarakat secara nyata dalam suatu kegiatan. Masyarakat harus
menjadi partner madrasah dalam melaksanakan pendidikan dan
pembelajaran, karena kerjasama diantara keduanya sangat penting
dalam membentuk pribadi siswa.
Mulyasa mengungkapkan bahwa madrasah dan masyarakat
merupakan parnership dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan
aspek-aspek pendidikan diantaranya:
a. Sekolah dengan masyarakat merupakan satu kesatuan dalam
menyelenggarakan pndidikan dan pembinaan pribadi peserta didik.
b. Sekolah dengan tenaga kependidikan menyadari pentingnya
kerjasama dengan masyarakat, bukan saja dalam melakukan
pembaharuan tetapi juga dalam menerima berbagai konsekuensi
dan dampaknya, serta mencari alternatif pemecahannya.
c. Sekolah dengan masyarakat sekitar memiliki andil dan mengambil
bagian serta bantuan dalam pendidikan dimadrasah, untuk
mengembangkan berbagai potensi secara optimal sesuai harapan
peserta didik.50
Melihat pentingnya peranan masyarakat dalam pengelolaan
dan pengembangan pendidikan, masyarakat diharapkan berperan
50
Mulyasa, Op-Cit. , hlm. 172
57
serta dalam ikut memikirkan dan memberikan masukan terhadap
madrasah demi kemajuan pendidikan.
58
Download