HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi persiapan kultur bakteri asam laktat (BAL) asal daging sapi, dan persiapan pewarnaan bakteri untuk diidentifikasi. Tujuan dari penelitian pendahuluan adalah untuk memeriksa karakteristik morfologis dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan berjumlah 5 isolat yang berasal dari daging sapi. Karakteristik morfologis yang diamati meliputi respon terhadap pewarnaan Gram, bentuk dan susunan sel. Kelompok genus Lactobacillus adalah bakteri Gram positif, katalase negatif, dan memiliki bentuk batang (Fardiaz, 1992). Isolat 1A32, 2B2, 2B4, 2C12, dan 1A5 tergolong dalam Gram positif yang mempunyai bentuk batang dengan susunan tunggal atau rantai serta uji katalase yang negatif. Berdasarkan hasil uji fermentasi gula menunjukkan 1A32 dan 2B4 merupakan spesies bakteri Lactobacillus spp dengan tingkat akurasi 96% dan 99% (Hidayati, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa isolat bakteri tersebut tergolong dalam kelompok genus Lactobacillus spp. dan Streptococcaceae. Perbedaan kemampuan isolat dalam memfermentasi beberapa gula menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut adalah isolat yang berbeda (Hidayati, 2006). Kultur asal daging sapi lokal yang digunakan merupakan kelompok BAL. Lima buah isolat BAL yang diisolasi dari daging sapi merupakan Gram positif dengan hasil uji katalase negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kultur tidak tercemar dan masih homogen seperti yang diperoleh dari penelitian sebelumnya (Hidayati, 2006). Pemeriksaan Kemurnian Bakteri Asam laktat Pemeriksaan kemurnian bakteri asam laktat (BAL) merupakan cara untuk memastikan bahwa bakteri yang diuji merupakan kultur murni BAL hasil isolasi dengan mengetahui karakteristik masing-masing kultur berdasarkan sifat yang tampak atau sifat yang muncul dari tiap-tiap bakteri sebagai identitas yang melekat pada setiap bakteri. Karakteristik tersebut berdasarkan profil fenotipenya seperti berdasarkan dinding selnya melalui pewarnaan Gram, serta bentuk dari masing- 1 masing isolat BAL yang sudah diisolasi sebelumnya dari daging sapi segar yang beredar di Bogor (Hidayati, 2006). Pewarnaan gram Pewarnaan gram merupakan metode uji untuk mengetahui makromolekul dinding sel setiap isolate bakteri uji. Komposisi kimia dinding sel mikroba sangat bervariasi, sehingga terdapat perbedaan kemampuan mengadsorpsi (melekat) di antara spesies, galur dan bahkan diantara tipe sel pada organisme yang sama (Yuniarti et al., 2003). Bakteri berdasarkan reaksi pewarnaan gram dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan Gram negatif. Sebanyak 5 isolat bakteri asam laktat dilakukan pengujian pewarnaan gram. Hasil yang didapatkan ternyata isolat 1A32, 2B2, 2B4, 2C12, 1A5 merupakan bakteri Gram positif. Hasil ini ditunjukkan dengan hasil pewarnaan pada sel bakteri berwarna biru yang dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali. Uji pewarnaan pada kultur ini sesuai dengan hasil yang dilakukan oleh Hidayati (2006) yang menyatakan bahwa 28 kultur ini merupakan bakteri Gram positif. Pato (2003) menegaskan bahwa BAL adalah kelompok bakteri Gram positif. Fardiaz (1992) menjelaskan bahwa pada bakteri Gram positif dinding selnya tersusun oleh peptidoglikan dan lapisan tipisnya terikat. Yuniarti et al., (2003) menegaskan bahwa dinding sel bakteri Gram positif merupakan struktur yang sangat renggang (porous) dengan komponen utama peptidoglikan yang mengandung gugus asam. Proses pewarnaan tahap pertama adalah memberi pewarna basa kristal violet yang menyebabkan membran sitoplasma yang terdiri dari protein dan lipid akan menyerap warna. Tahap selanjutnya dalam pewarnaan Gram adalah memberi larutan iodium sehingga akan terbentuk suatu kompleks antara kristal violet dengan iodium. Perlakuan selanjutnya adalah pencucian dengan menggunakan alkohol, proses ini akan mengakibatkan dinding sel akan mengalami dehidrasi yang kemudian poriporinya mengkerut, permeabilitas menurun sehingga kompleks Kristal violet dan iodium yang sudah terbentuk pada membran sitoplasma tidak bisa keluar dan saat diberi pewarna safranin yang berwarna merah. Pewarna safranin dapat masuk ke dalam membran sitoplasma. Kompleks kristal violet dan iodium tidak terpengaruh, sehingga sel bakteri Gram positif tetap berwarna biru. 26 1 Morfologi Sel Konfirmasi bakteri uji yang terakhir diuji adalah morfologi sel. Sebanyak 5 isolat BAL dikarakterisasi berdasarkan morfologi selnya untuk mengetahui bentuk bakteri dari masing-masing isolat dengan menggunakan mikroskop. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa berdasarkan bentuk morfologinya bakteri dibagi menjadi 3 golongan yaitu golongan batang (basil), bulat (kokus), dan golongan spiral. Preparat masing-masing isolat yang sudah dilakukan pewarnaan Gram diamati bentuknya dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali. Hasil pengamatan morfologi sel 5 isolat BAL dapat dilihat pada Tabel 2 yang menyatakan bahwa isolat tersebut antara lain: 1A32, 2B2, 2B4, 2C12, 1A5 merupakan bakteri bakteri berbentuk batang (basil) dengan susunan tunggal dan pendek. Isolat ini merupakan kelompok bakteri asam laktat genus Lactobacillus (Fardiaz, 1992). 27 1 Tabel 2. Karakteristik 5 Isolat Bakteri Asam Laktat Berdasarkan Morfologi dan Pewarnaan Gram. Isolat Morfologi Pewarnaan Bakeri Gram Pembesaran 1000 kali Keterangan 1A5 batang, susunan Gram tunggal maupun Positif rantai pendek 1A32 batang, susunan Gram tunggal maupun Positif rantai pendek batang, susunan 2B2 tunggal maupun Gram Positif rantai pendek batang, susunan 2B4 tunggal maupun Gram Positif rantai pendek 2C12 batang, susunan Gram tunggal maupun Positif rantai pendek 128 Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Suhu 37 °C Isolat bakteri asam laktat yang telah dimurnikan sebanyak 5 buah kemudian diinkolasikan dalam tabung reaksi yang berisi media de Man Ragosa Sharp Broth (MRSB) pada masing-masing isolat, kemudian masing-masing tabung reaksi yang sudah diinokulasi kultur diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Hasil penelitian menujukkan untuk isolat 1A32, 2B2, 2B4, 2C12 dan 1A5 dapat tumbuh pada suhu 37°C. Isolat-isolat ini mampu tumbuh dengan baik pada suhu 37 °C dan 45 °C terlihat kekeruhannya (+++). Kekeruhan ini merupakan indikator bakteri dapat tumbuh dengan baik atau tidak dalam media MRSB, semakin keruh media MRSB yang sudah diinokulasi bakteri maka bakteri tersebut dapat tumbuh dengan baik. Menurut Fardiaz (1992) bakteri ini termasuk kedalam golongan bakteri mesofil yaitu bakteri yang mampu tumbuh pada suhu minimal 10-20 °C, maksimal pada suhu 45 °C dan pertumbuhan optimal pada suhu 37 °C. Suhu 37 °C merupakan suhu optimum pertumbuhan isolat-isolat ini terlihat dari kekeruhan yang paling keruh pada suhu ini. Hal ini seperti dilihat pada Gambar 3. Keterangan : Tingkat Kekeruhan a : tidak keruh (-) b : sedikit keruh (+) c : keruh (++) d : sangat keruh (+++) Gambar 3. Kekeruhan pada Uji Pertumbuhan BAL pada Suhu 37 ºC Napitupulu et al. (2000) melaporkan bahwa Lactobacillus menghasilkan anti bakteri. Filtrat Lactobacillus dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Streptococcus, Staphylococcus aureus, dan Escerichia coli, bahkan filtrat yang sudah disimpan selama 6 bulan memiliki kemampuan sama. Lactobacillus juga mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain yang merugikan atau patogen (Tagg et al., 1976). Goldin dan Gorbach (1992) mengatakan bahwa beberapa substansi antimikroba yang dihasilkan bakteri probiotik, misalnya L. acidophilus menghasilkan 29 1 acidotin, acidophilin, bacteriocin, lactocidin, L. bulgaricus (bulgarican), L. plantarum (lactolin), L. brevis (lactobullin, lactobrevin), dan L. reuteri (rauterin). Beberapa kriteria penting untuk karakter fisiologi yang merupakan seleksi kelayakan bakteri sebagai produk probiotik antara lain uji pertumbuhan/resistensi bakteri probiotik pada pH rendah. Fetlinski dan Stepaniak (1994) menyebutkan bahwa dapat tidaknya suatu bakteri sebagai probiotik tergantung resistensi atau ketahanan probiotik terhadap pH rendah, garam empedu, dan kemampuan untuk hidup dalam sistem pencernaan. Berdasarkan hal di atas dilakukan penelitian ini, yang bertujuan untuk mendapatkan isolat Lactobacillus terseleksi sebagai kandidat probiotik dengan mengetahui resistensi/ketahanan hidup beberapa isolat bakteri Lactobacillus pada pH rendah. Jumlah Bakteri Asam Laktat dalam Usus Halus Tikus Bakteri asam laktat dalam saluran pencernaan merupakan bakteri yang bersifat nonpatogen yang sangat penting peranannya dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan (Nakazawa dan Hosono, 1992). Jumlah bakteri asam laktat dalam suspensi 1,2 x 109 cfu/cm² atau 9,07 log10 cfu/cm². Jumlah bakteri asam laktat dalam usus halus seperti dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam Usus Halus Tikus Perlakuan Jenis Bakteri Asam Laktat Ratarata Kontrol 1A32 2B2 2B4 2C12 1A5 ------------------------------------------------ ( log 10 cfu/ cm² usus halus ) -----------------------------------Cuci PBS 7,21±0,17 7,10±0,17 6,80±0,20 6,80±0,30 6,90±0,35 7,00±0,005 6,96±0,19 Tanpa 7,23±0,48 7,32±0,74 7,26±0,30 7,09±0,32 7,45±1,18 7,29 ±1,31 7,27±0,72 7,22±0,33 7,21±0,45 7,03±0,25 6,94±0,31 7,18±0,77 7,14 ±0,66 Cuci PBS Rata-rata 30 1 Berdasarkan hasil penelitian dengan pengujian statistik (Tabel 3), rataan jumlah bakteri asam laktat pada usus halus tidak dipengaruhi oleh perlakuan dan jenis BAL yang digunakan (P>0,05). Usus tikus yang mendapat perlakuan pencucian PBS memiliki rataan populasi bakteri asam laktat dalam usus sekitar 6,96 ± 0,19; usus tikus kontrol 7,22 ± 0,33 dan usus tikus tanpa perlakuan pencucian PBS 7,27 ± 0,72. Jumlah BAL dalam usus halus tanpa pencucian PBS lebih banyak dibandingkan dengan usus pencucian PBS. Hal ini karena BAL pada perlakuan tanpa pencucian PBS lebih banyak menempel pada lendir mukosa usus sedangkan pada perlakuan pencucian PBS BAL menempel terjadi di dalam sel sehingga mampu menginvasi patogen dan dapat dijadikan standar sebagai kandidat probiotik. Kultur yang digunakan dalam penelitian sifat penempelan pada sel epitel usus secara in vitro adalah Lactobacillus spp kode 1A5, 2B2, 2B4, 2C12 dan 1A32 yang merupakan hasil isolasi asal daging sapi. Kelima isolat bakteri asam laktat tersebut dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dalam saluran pencernaan. Lactobacillus termasuk golongan bakteri asam laktat yang sering dijumpai pada makanan fermentasi, produk olahan ikan, daging, susu, dan buah-buahan (Napitupulu et al., 1997). Sejauh ini telah diketahui bahwa keberadaan bakteri ini tidak bersifat patogen dan aman bagi kesehatan sehingga sering digunakan dalam industri pengawetan makanan, minuman dan berpotensi sebagai produk probiotik. Sifat yang menguntungkan dari bakteri Lactobacillus dalam bentuk probiotik adalah dapat digunakan untuk mendukung peningkatan kesehatan. Bakteri tersebut berperan sebagai flora normal dalam sistem pencernaan. Fungsinya adalah untuk menjaga keseimbangan asam dan basa sehingga pH dalam ileum dan kolon konstan. Bakteri asam laktat yang mampu bertahan dalam saluran pencernaan antara lain, Lactobacillus spp. 1A5, 2C12 dan 1A32 sedangkan Lactobacillus spp kode 2B2 dan 2B4 jumlahnya lebih rendah sehingga tidak mampu bertahan dalam saluran pencernaan. Selanjutnya Alcamo (2000) mengatakan bahwa Lactobacillus spp. dan L. casei dapat aktif pada pH rendah dan menghasilkan asam laktat dalam jumlah banyak sehingga pada makanan ternak dapat membantu menyimpan energi. Tidak terjadi perubahan jumlah bakteri asam laktat dalam usus halus pada perlakuan pencucian PBS dan tanpa pencucian PBS. Jumlah bakteri asam laktat yang terdapat 31 1 dalam usus juga relatif rendah yaitu antara 6,90-7,30 log 10 cfu/cm2. Jumlah bakteri asam laktat dalam usus ini cenderung normal karena masih berada pada kisaran 108109 cfu/cm2 atau log10 8-9 (Mitsuoka, 1989). Diagram rataan jumlah bakteri asam laktat akibat pencucian PBS ditunjukkan dengan Gambar 4. Gambar 4. Diagram Jumlah Bakteri Asam Laktat terhadap Pencucian PBS Jumlah bakteri asam laktat pada usus halus tanpa perlakuan pencucian PBS lebih tinggi dibandingkan jumlah bakteri asam laktat pada usus halus yang diberi perlakuan pencucian PBS. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar isolat bakteri asam laktat 1A5, 2C12 dan 1A32 lebih mampu bertahan hidup di dalam usus halus tanpa perlakuan pencucian PBS. Diagram jumlah BAL menunjukkan perlakuan pencucian PBS menyebabkan penurunan, ini terjadi karena penanganan pada proses pembersihan vili usus ketika dipotong yang terlalu lama sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan pada lapisan mukosa yang terdapat pada vili usus yang menghambat BAL untuk menempel pada lapisan tersebut serta proses inkubasi pada suspensi BAL yang singkat. Ketidakmampuan Lactobacillus spp kode 2B2 dan 2B4 bertahan dalam saluran pencernaan berkaitan dengan rendahnya kemampuan menempel Lactobacillus spp kode 2B2 dan 2B4 pada saluran pencernaan. Battacharya dan Majumdar (1983) menyatakan bahwa kemampuan menempel bakteri dalam saluran pencernaan dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menempel dari bakteri tersebut adalah asal bakteri tersebut, polisakarida 32 1 dan glikoprotein pada permukaan sel bakteri, adanya inhibitor pada permukaan epitel usus halus (saluran pencernaan) serta gerakan usus dalam saluran pencernaan. Mukus merupakan secret jernih dan kental serta melekat, membentuk lapisan tipis, berbentuk gel kontinyu yang menutupi dan beradhesi pada permukaan epitel mukosa. Tebal mukus bervariasi antara 50-450 µm dengan komposisi sangat bervariasi tergantung spesies dan lokasi, anatomi dan keadaan normal organisme. Secara umum komposisinya terdiri dari air 95 %, glikoprotein dan lemak 0,5-5,0 %, garam-garam mineral 1 % dan protein bebas 0,5-1 %. Komponen utama mukus yang bertanggung jawab pada viskositas serta sifat adhesi dan kohesinya adalah glikoprotein, suatu protein berbobot molekul tinggi yang memiliki unit oligosakharida (rata-rata 8-10 residu monosakharida dari 5 jenis monosakharida, seperti L-fukosa, D-galaktosa, Nasetil-D-glukosamin, N-asetil-D-galaktosamin dan asam sialat Lactobacillus spp kode 2B2 dan 2B4 tidak dapat menempel pada permukaan saluran pencernaan walaupun diisolasi dari mamalia hal ini tidak sesuai dengan Battacharya dan Majumdar (1983) menyatakan bahwa jenis Lactobacillus yang dapat menempel pada saluran pencernaan tikus adalah Lactobacillus yang berasal dari mamalia. Jumlah bakteri asam laktat yang sudah maksimal dalam saluran pencernaan dan menempel pada permukaan epitel usus juga menjadi penghambat (inhibitor) bagi Lactobacillus spp kode 2B2 dan 2B4 untuk menempel pada saluran pencernaan. Gerakan usus saluran pencernaan yang cepat juga mendorong Lactobacillus spp kode 2B2 dan 2B4 keluar dari saluran pencernaan dan tidak menempel pada saluran pencernaan. Gerakan usus yang cepat mengakibatkan bakteri yang sulit menempel pada saluran pencernaan terbawa bersama sisa-sisa makanan yang akan dibuang dalam bentuk feses. Beberapa cara untuk meningkatkan populasi bakteri nonpatogen dalam saluran pencernaan menurut Lu dan Walker (2001) adalah dengan pemberian nutrisi yang baik, lingkungan yang stabil dan melakukan pemberian sinbiotik yang dapat berinteraksi dengan mikroflora normal usus. Bourlioux et al. (2003) menyatakan bahwa bakteri dalam saluran pencernaan membutuhkan nutrisi dan energi untuk tumbuh dan berkembangbiak. Pertumbuhan dan perkembangan bakteri ini biasanya terjadi di usus halus. Nutrisi yang digunakan oleh bakteri adalah makanan yang tidak terserap, mucin dan sel-sel mati serta metabolit yang dihasilkan oleh bakteri. Hasil 33 1 hasil metabolit tersebut adalah hasil pemecahan karbohidrat, lemak, protein serta produksi vitamin. Lactobacillus spp kode 1A32, 1A5 dan 2C12 dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dalam usus halus. Sumber energi bagi pertumbuhan sel-sel mukosa seperti short chain fatty acid yang dihasilkan akibat proses fermentasi. Lactobacillus tersebut beserta bakteri asam laktat lainnya dalam usus yang merupakan unsur penting yang menyebabkan peningkatan jumlah bakteri asam laktat dalam usus halus. Semakin cepat perkembangan sel mukosa usus maka akan semakin tinggi jumlah mucin yang dihasilkan. Mucin merupakan salah satu sumber nutrisi yang paling penting bagi perkembangan bakteri asam laktat. US probiotics (2006) menyatakan bahwa walaupun beberapa kultur produk fermentasi tidak tahan terhadap kondisi dalam lambung maupun usus halus dan tidak mencapai saluran pencernaan dalam jumlah besar, tetapi mampu meningkatkan daya cerna laktosa dan meningkatkan efek imunitas maka bakteri tersebut dapat dikategorikan sebagai probiotik. Perlakuan terhadap penelitian penempelan bakteri asam laktat pada lapisan sel epitel usus dilakukan dua perlakuan, diantaranya perlakuan dengan pencucian usus halus dan perlakuan tanpa pencucian usus halus dengan PBS. Adapun tujuan dari pencucian dari usus halus tersebut yaitu untuk membuktikan kemampuan isolat bakteri asam laktat yang dapat menempel pada sel epitel usus, karena dengan melakukan perlakuan pencucian usus halus maka akan terjadi kerusakan dan perubahan komposisi sel epitel pada usus halus. Sel epitel usus halus berfungsi untuk menghasilkan mucin atau lapisan lendir agar bakteri asam laktat dapat menempel pada sel epitel. Distribusi mikroflora dalam saluran gastrointestinal menurut Mikelsaar dan Mandar (1993) dibedakan menjadi dua jenis yaitu: (1) distribusi horizontal yang berkaitan dengan lokalisasi mikroflora pada lumen, pada lapisan mucus yang melapisi epithelium, pada sel-sel epitel mukosa, pada ujung vili, atau dalam celah-celah Liberkuhn dan (2) distribusi vertikal yang berkaitan dengan lokalisasi mikroba sepanjang gastrointestinal seperti lambung, duodenum, jejunum, ileum, cecum, kolon, dan rectum. Bakteri asam laktat 1A32, 2B2, 2B4, 2C12 dan 1A5 untuk perlakuan tanpa pencucian PBS memiliki jumlah yang lebih banyak daripada perlakuan pencucian (PBS. Jenis bakteri asam laktat yang berpotensi 34 1 sebagai kandidat probiotik yaitu 1A32, 1A5 dan 2C12 dengan jumlah rataan populasi sebanyak 7,29 ± 1,31, 7,32 ± 0,74 dan 7,45 ± 1,18 log cfu/cm2 usus halus. Ket : Standarisasi Kekeruhan Isolat BAL a : PBS Kontrol (tanpa isolat) b : PBS 1A32 c : PBS 2B2 d : PBS 2B4 e : PBS 2C12 f : PBS 1A5 Gambar 5. Standarisasi Kekeruhan isolat BAL pada larutan PBS pada Suhu 37 ºC Standarisasi kekeruhan isolat bakteri asam laktat dilakukan dengan tujuan sebagai penyetaraan jumlah populasi masing-masing isolat bakteri asam laktat sehingga jumlahnya akan setara dengan 1,2 x 109 cfu/cm2. Setelah larutan suspensi masing-masing bakteri asam laktat sama kemudian dilakukan perendaman semua sampel usus halus ke dalamnya selama 30 menit ke dalam inkubator. Kemudian sampel usus halus yang telah direndam larutan suspensi bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok usus halus yang dibilas dengan larutan PBS serta kelompok usus halus tanpa dibilas dengan larutan PBS. Berdasarkan hasil penelitian Rostini (2002), diketahui bahwa jumlah bakteri Lactobacillus spp 108 cfu/ml, 109 cfu/ml, dan 1010 cfu/ml berada pada fase logaritmik. Fase logaritmik adalah fase pertambahan populasi secara teratur menjadi dua kali lipat pada interval waktu tertentu (waktu generasi) selama inkubasi (Pelczar dan Chan, 1986). Jumlah Lactobacillus spp 108 cfu/ml berada di awal fase logaritmik sehingga pertumbuhannya sangat pesat, Lactobacillus spp 109 cfu/ml berada di tengah-tengah fase logaritmik, dan Lactobacillus spp sebanyak 1010 cfu/ml berada di akhir fase logaritmik menjelang fase stasioner. Sampel usus halus yang telah direndam larutan suspensi bakteri setelah dilakukan pemupukkan pada media MRSA, selanjutnya dilakukan pembuatan preparat histologis untuk membuktikan masing-masing isolat bakteri asam laktat yang dapat bertahan di jaringan usus halus dengan melihat kemampuan sifat penempelan bakteri asam laktat. 35 1 Mekanisme Penempelan Isolat BAL Terhadap Perlakuan Pencucian PBS Isolat bakteri 1A5, 2B2, 2B4, 2C12 dan 1A32 dipilih dan diuji sensitivitasnya terhadap perlakuan pencucian phosfat buffer salline (PBS). Berdasarkan profil karakteristiknya bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri asam laktat dengan kemampuan tumbuhnya pada suhu sedang atau disebut juga bakteri mesofilik. Pemilihan isolat bakteri tersebut juga berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Hidayati, (2006) yang melakukan seleksi terhadap 28 isolat BAL yang sama terhadap kemampuan tumbuh dalam asam kuat lambung dan kondisi usus halus yang mengandung garam empedu. Bakteri 1A5, 2C12, dan 1A32 merupakan bakteri yang paling tahan terhadap asam kuat dan garam empedu. Tagg (1976) melaporkan bahwa bakteri asam laktat mempunyai toleransi pH dengan rentang yang luas. Bakteri asam laktat juga mampu mempertahankan pH sitoplasma lebih alkali dari pada pH ekstraseluler (Hutkins dan Nannen, 1993). Gilliland (1990) menyatakan bahwa bakteri gram positif lebih sensitif terhadap lisozim, tetapi Lactobacillus dan Streptococcus lebih resisten terhadap bakteri gram positif lainnya. Interaksi antara jenis bakteri berbeda dengan penggunaan PBS pada perlakuan pencucian PBS dan tanpa pencucian PBS tidak berpengaruh nyata (P>0,05) bagi pertumbuhan BAL serta kemampuan sifat penempelan pada sel epitel usus halus. Perlekatan (adherence) bakteri yang diikuti terjadinya kolonisasi pada induk semang yang peka adalah suatu hal penting dan diperlukan untuk memulai terjadinya patogenesis penyakit. Hidrophobisitas permukaan dari mikroorganisme dapat mempunyai peranan sifat hidrofobik sel bakteri dapat mempengaruhi interaksi fagositosis, dan penempelan pada jaringan tubuh induk semang (Otero et al., 2004). Integral dalam patogenesis penyakit interaksi hidrofobik telah diketahui sebagai salah satu penentu untuk mengidentifikasi galur patogenik suatu bakteri (Das dan Kapoor, 2004). Perlakuan pencucian PBS tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan isolat BAL Lactobacillus 1A5, 2B2, 2B4, 2C12, dan 1A32. Jumlah rataan BAL tertinggi terdapat pada isolat 2C12 dan jumlah rataan terendah pada isolat 2B2. Hal yang menguntungkan dari Lactobacillus spp antara lain adalah kemampuannya mengkolonisasi jaringan epitelium usus. Jika galur Lactobacillus tersebut tidak mempunyai daya lekat (adherence capacity) pada epitelium, tetapi dapat melakukan koagregasi dengan mikroorganisme yang mempunyai daya lekat, 36 1 maka mereka dapat berguna untuk digunakan dalam saluran pencernaan (Gusils et al., 1999). Koagregasi bakteri dapat memfasilitasi interaksi nutrisi secara menguntungkan diantara pasangan koagregasinya, sedangkan autoagregasi dapat secara substansi meningkatkan kemampuan kolonisasi lactobacilli untuk menetap dalam waktu singkat. Beberapa galur probiotik dapat diseleksi berdasarkan beberapa hal antara lain seperti sifatnya sebagai agen antimikrobial aktif terhadap mikroorganisme patogen, kemampuan hidrophobiknya, kemampuannya menstimulasi sistem kekebalan, mempunyai aktifitas enzim yang mendukung absorpsi nutrien esensial dan ionion, dan dihasilkannya bahan yang mampu menempel pada epithelium. Hal ini disebabkan oleh karakter fisiologis dari masing-masing Lactobacillus berbeda-beda. Perbedaan ketahanan membran sel bakteri terhadap kerusakan akibat terjadinya penurunan pH ekstraseluler menyebabkan keragaman ketahanan sel pada pH rendah. Beberapa peneliti memperkuat pernyataan tersebut seperti Tannock et al. (1982) yang menyatakan bahwa strain bakteri yang diisolasi dari indigenous mikroflora dari satu spesies tidak sama dengan spesies lain, meskipun Lactobacillus dan Bifidobacterium sama-sama diisolasi dari host yang sama tetapi bakteri-bakteri tersebut mempunyai variasi biotypes yang berbeda. Untuk itu perlu dipelajari karakter utama seperti hidrofobisitas dari permukaan sel bakteri. Hidrophobisitas permukaan berbagai sel mikroba dapat ditentukan dengan mengukur kemampuan penempelan sel terhadap berbagai polimer, atau afinitas bakteri terhadap pelarut hidrokarbon dalam sistem 2 fase (daya lekat dan pertumbuhan pada hidrokarbon) (Jankovic et al.,2003). Hasil pencucian menggunakan PBS mempengaruhi secara langsung terhadap sifat penempelan BAL melalui membran epitel usus halus. Terlihat dari hasil pewarnaan hematoxylin bahwa usus halus yang mendapat perlakuan pencucian larutan PBS jumlah isolat bakteri asam laktat yang dapat menempel lebih banyak daripada usus halus tanpa perlakuan pencucian PBS serta kontrol. Hal ini dikarenakan terjadinya proses penempelan bakteri asam laktat secara mekanis pada sel epitel usus halus. Adhesi bakteri pada permukaan dapat dilihat sebagai 2 tahap kejadian yaitu: adhesi yang reversibel karena tekanan yang lama dan terjadi interaksi lanjutan berupa kontak langsung antara permukaan seperti interaksi hidrophobik 37 1 karena struktur permukaan bacteria. Adhesi awal bakteri terhadap permukaan microlayer tergantung pada beberapa faktor dan interaksi hidrofobik merupakan satu hal yang sangat penting (Dahlback et al., 1999). Beberapa spesies Lactobacillus mempunyai protein lapisan permukaan atau surface layer protein (SLP) yang terikat dengan amplop sel. Lapisan permukaan tersebut terdiri atas suatu glycoprotein, dan disebut S-protein yang membentuk 2 dimensi lapisan kristalin pada permukaan sel. Lapisan S (S layer) dari Lactobacilli penting untuk kemampuannya melekat pada permukaan seperti juga SLP yang mencerminkan hidrofobisitas dari permukaan sel Lactobacillus (Rodriguez et al., 2004). Pengamatan berdasarkan hasil pewarnaan Hematoxylin yang terlihat pada Gambar 6 saat dilakukan foto dengan menggunakan mikroskop khusus dari kelima jenis strain Lactobacillus spp 1A5, 2B2, 2B4, 2C12 dan 1A32 dapat terlihat bahwa BAL yang diberi perlakuan pencucian dengan menggunakan PBS jumlah BAL yang menempel dan BAL yang tidak diberi perlakuan pencucian PBS hampir dikatakan sama banyaknya. Hasil ini didukung melalui perhitungan statistik jumlah BAL yang menunjukkan tidak nyata, ini berarti tingkat keseragaman yang rendah. Namun dapat terlihat untuk perlakuan pencucian PBS jumlahnya sedikit lebih banyak, hal ini disebabkan pada BAL yang diberi perlakuan PBS pada bagian usus yang digunakan telah mengalami proses lisis akibat perlakuan pada saat dehidrasi yaitu perendaman ke dalam larutan formalin yang terlalu lama kemudian penanganan sampel organ usus halus ketika dipotong lalu dibersihkan. Kendala yang terjadi adalah pada saat sebelum dilakukan perlakuan perendaman dalam larutan PBS lalu dibilas dengan PBS adalah sampel usus yang direndam substrat kondisinya terlalu lama berada di suhu ruang dan proses pembersihan jaringan usus tidak sempurna serta terjadi kerusakan pada bagian permukaan dinding usus halus khususnya vili-vili usus akibat proses pembersihan kurang tepat yang di dalamnya terdapat sel Goblet sehingga menyebabkan rusaknya dan menurunnya kualitas dari sekresi kelenjar mukosa yang menghasilkan mucus (cairan kental). 38 1 A. Isolat 1A5 Tdk Cuci B. Isolat 2C12 Tdk Cuci D. Isolat 1A32 Tdk Cuci F. Isolat 2C12 Cuci C. Isolat 2B4 Tdk Cuci E. Isolat 2B2 Tdk Cuci G. Isolat 1A32 Cuci H. Kontrol Cuci Gambar 6. Hasil Pewarnaan Hematoxylin – Eosin Penempelan Isolat BAL pada Sel Epitel Usus Halus dengan Menggunakan Mikroskop cahaya MikrophotoFXA 39 1 Cairan mucus atau gel yang dihasilkan kelenjar mukosa tersusun atas materi protein kompleks seperti peptidoglikan yang mengandung glikoprotein yang merupakan proporsi tingkat tinggi karbohidrat. Lendir (mucus) dihasilkan oleh kelenjar submukosa usus halus dan sel-sel mangkok yang terserak di antara sel-sel yang melaksanakan penyerapan di sepanjang usus halus. Selaput lendir (tunika mukosa) dibalut oleh epitel permukaan, lamina propria dengan kelenjar, dan lamina muskularis mukosa. Vili merupakan penjuluran mukosa dan merupakan ciri khas bagi usus halus. Kelenjar usus yang bermuara dalam alur (crypts) antara dasar vili, menembus selaput lendir sejauh lamina muskularis mukosa. Kelenjarnya berbentuk tubulus sederhana yang lazim disebut kelenjar mukosa. Lendir (mucus) diperlukan untuk melindungi epitel terhadap kerusakan mekanik maupun iritasi enzim (Brown, 1992). Pengaruh yang berkaitan secara langsung adalah menurunnya kemampuan sifat adhesi atau penempelan BAL saat menempel pada sel epitel usus halus karena rusaknya bagian vili-vili usus dan terganggunya sekresi mucus. Disamping pengaruh tersebut, faktor berikutnya adalah kondisi serta kualitas strain BAL yang digunakan dalam hal ini spesies Lactobacillus spp. Oleh karena itu, BAL yang digunakan harus dimurnikan terlebih dahulu dari pengaruh yang dapat mengakibatkan kontaminasi. Faktor keberhasilan bakteri asam laktat dapat menempel pada sel epitel usus halus yaitu protein atau glikoprotein nonimunologik (lectin) dapat terlibat dalam fenomena adhesi dengan molekul yang spesifik (karbohidrat, glikoprotein atau glikolipid). Lectin merupakan adhesin yang dapat memblokir adhesi dari suatu mikroorganisme patogen dengan kompetisi dengan reseptor intestin (Slifkin dan Doyle, 1990). Selain kualitas strain BAL yang digunakan, sebelumnya harus dilakukan uji fisiologi terhadap BAL yang digunakan dengan pemeriksaan kemurnian serta pewarnaan Gram untuk melihat kemampuan dinding sel masing-masing. Tidak semua bakteri dari saluran pencernaan mempunyai struktur lectin like dalam dinding selnya. Bakteri yang memproduksi lectin-like akan mengaglutinasi sel-sel patogen pada saluran pencernaan khususnya Usus halus (Gusils et al., 1999). Adanya bahan lectin like pada lapisan luar bakteri Lactobacilli akan dapat membantu bakteri melakukan kolonisasi karena lectin mempunyai kemampuan untuk mengikat karbohidrat yang spesifik (Gusils et al., 1999). 40 1 Pengaruh Keberadaan Isolat BAL pada Sel Epitel Usus Halus Keberadaan dan kemampuan Lactobacillus spp. untuk bertahan hidup dalam saluran pencernaan disebabkan antara lain oleh kemampuannya untuk melakukan agregasi (Jankovic et al., 2003). Sedangkan pada sampel usus halus yang mendapat perlakuan pencucian PBS telah terjadi kerusakan vili-vili usus, yang mana pada vili usus halus terdapat sel goblet yang menghasilkan cairan berbentuk gel licin atau mucus yang dihasilkan oleh kelenjar mukosa pada vili usus yang berfungsi sebagai perekat bakteri asam laktat untuk menempel pada sel epitel usus halus. Karakter permukaan merupakan salah satu sifat yang dapat dipelajari secara in vitro, telah digunakan untuk mengevaluasi probiotik seperti Lactobacillus. Sifat permukaan bakteri berhubungan dengan kemampuannya menempel pada berbagai substrat. Adhesi bakteri adalah tahap awalnya yang kemudian menentukan kemampuan kolonisasi bakteri tersebut. Kemampuan adhesi dan berkolonisasi di jaringan, mikroorganisme probiotik dapat mencegah invasi agen patogen dengan memblokir secara spesifik sel reseptornya (Otero et al., 2004). Pewarnaan hematoxylin dari kelima strain Lactobacillus 1A5, 1A32, 2B2, 2B4, dan 2C12 dapat terlihat bahwa kemampuan setiap BAL berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh sifat BAL untuk melekat pada sel epitel mukosa dan hidrophobisitas. Karena kedua faktor tersebut yang akan menentukan kemampuan strain BAL yang digunakan sebagai Probiotik. Sifat adhesif akan menyebabkan probiotik tersebut mampu melakukan kolonisasi pada epitel mukosa dengan pembentukan bacterial film yang berperan dalam menyingkirkan bakteri patogen dari mukosa usus (Corcoran et al., 2005). Semakin banyak BAL yang bertahan pada saluran pencernaan, maka kualitas serta kemampuan spesies BAL tersebut sangat baik. Selain itu, perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini bermanfaat untuk menyeleksi strain BAL terbaik. Beberapa peneliti juga menyatakan bahwa daya lekat (adherence) Lactobacillus pada epitel mukosa dimediasi oleh lectin (Rickard et al., 2000). Lectin adalah protein atau glikoprotein nonimunologik yang dapat terlibat dalam fenomena adhesi dengan molekul yang spesifik (karbohidrat, glikoprotein atau glikolipid). Struktur lectin yang multimeric menyebabkan lectin mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi sel atau membentuk presipitat dengan glikokonjugat dengan cara yang serupa seperti reaksi antigen-antibodi (Annuk et al., 141 2001). Adanya bahan ini dan monosakarida lain dalam glycopolymers pada glycocalyx Lactobacilli berhubungan dengan sifat adhesif dari galur lactobacilli yang bersangkutan. Demikian pula telah diketahui bahwa adanya media glukosa atau gula-gula yang dapat dimetabolisir akan dapat memperbaiki daya hidup probiotik Lactobacilli (Corcoran et al., 2005). Mekanisme molekuler tentang cara Lactobacilli menempel pada sel epitel mukosa usus masih banyak dipelajari. Beberapa peneliti juga menyatakan ada peranan karbohidrat yang ada dalam amplop sel Lactobacillus (Gram positif) yaitu teichoic acids, lipoteichoic acids dan polisakarida (Corcoran et al., 2005). Karbohidrat Lactobacilli menunjukkan monosakarida seperti Nacetylglucosamine dan N-acetylgalactosamine yang ada pada glycocalyx dalam jumlah cukup besar (Onyshchenko et al., 1999). Menurut Ishibashi dan Shimamura (1993) sebagian besar hasil penelitian pada bakteri usus menunjukkan bahwa bakteri-bakteri yang paling dominan dari segi jumlah adalah bakteri anaerob yang tidak membentuk spora seperti dari genus Bakteroida, eubakterium dan Bifidobakterium. Bakteri lain yang juga terdapat dalam jumlah besar adalah Lactobacillus, bakteri-bakteri anaerob fakultatif seperti enterobakter walaupun sering menjadi karakteristik bakteri usus, jumlahnya hanya 102-103 kali di bawah bakteri anaerob obligat. Kendala yang terjadi selama proses penelitian yaitu (1) sampel usus mengalami lisis akibat dehidrasi dalam paraformaldehid, (2) proses inkubasi dalam substrat BAL, (3) pada saat proses pemupukkan BAL yang terlalu lama, (4) peda saat penanganan pembersihan sampel usus halus ketika dipotong yang menyebabkan rusaknya vili usus sehingga menghambat kemampuan BAL untuk menempel pada mukosa usus. Ketersediaan substrat yang dapat difermentasi merupakan faktor penting yang membatasi pertumbuhan bakteri pada usus besar manusia. Seperti juga pada pada habitat yang lain, bakteri-bakteri yang dapat mentransformasi substrat yang tersedia paling cepat akan mempunyai populasi terbesar. Keanekaragaman jenis bakteri serta kuantitasnya pada level tertentu dalam saluran pencernaan dapat dipertahankan oleh organisme atau individu dengan mekanisme pengaturan secara fisik, kimia dan biologis. Gerakan peristaltik menghasilkan eliminasi banyak mikroba. Keasaman lambung menjaga bakteri pada konsentrasi rendah pada saluran pencernaan bagian atas dan membunuh bakteri-bakteri patogen. Interaksi yang terjadi antara berbagai spesies 42 1 bakteri juga sangat penting di dalam mempertahankan keseimbangan mikroflora usus (Salminen et al., 1993). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa Lactobacillus spp. dapat host terhadap infeksi atau masuknya agen patogen ke saluran pencernaan. Lactobacillus menghasilkan hidrogen peroksida dan asam organik seperti asam laktat dalam jumlah tinggi, sehingga akan menurunkan pH lingkungannya dan juga sekaligus menekan tumbuhnya patogen. Berbagai tipe antibiotik juga dapat dihasilkan oleh Lactobacillus spp. contohnya, L. acidophilus dapat memproduksi lactacin dan L. plantarum dapat menghasilkan plantaricin (El Naggar, 2004). Pada kenyataannya, adhesi Lactobacilli pada permukaan dipengaruhi oleh hidrofobisitas permukaan sel Lactobacillus yang tergantung juga pada lingkungan seperti pH dan kekuatan ion. 43 1