BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 1 Maret 2014, Rusia mengirimkan pasukan ke Crimea yang merupakan wilayah kedaulatan Ukraina. Pengiriman pasukan dilakukan setelah adanya persetujuan dari Parlemen Federasi Rusia.1 Negara Ukraina mengatakan pasukan militer Rusia telah berada di wilayahnya sejak 28 Februari 2014, dan jumlahnya terus bertambah.2 Namun tentara Rusia tersebut tidak beridentitas, sehingga sulit mengindikasikan atau untuk menyatakan bahwa tentara tersebut merupakan tentara Rusia. Tentara yang tidak beridentitas atau tidak menggunakan simbol tersebut memasuki wilayah Negara Ukraina, tepatnya di wilayah Republik Otonom Crimea (The Autonomous Republic of Crimea). Tentara yang diduga tentara Rusia telah menguasai Bandar Udara Sevastopol dan Simferopol.3 Persetujuan dari Parlemen Rusia untuk mengirimkan pasukan ke wilayah Ukraina merupakan bentuk pengesahan atau pelegitimasian terhadap tindakan Rusia yang telah lebih dulu mengirimkan tentaranya ke Crimea. Konflik di Ukraina mulai timbul setelah Presiden Ukraina Yanukovych menolak melakukan kesepakatan dagang dengan pihak Uni Eropa.4 Yanukovych 1 Kompas, Edisi Jum’at 28 Februari 2014, hlm. 10. United Nations, “Ukraine, in Emergency Meeting, Calls on Security Council to Stop Military Intervention by Russian Federation”, dapat dilihat di http://www.un.org/press/en/2014/sc11302.doc.htm, diakses pada tanggal 12 November 2014. 3 Kompas, Edisi Sabtu 1 Maret 2014, hlm. 1. 4 Huffington post, “Russian-Ukrainian conflict explained”, diakses pada tanggal 10 Mei 2015 di http://www.huffingtonpost.com/john-curran2/russian-ukrainian-conflictexplained_b_4909192.html#. 2 lebih memilih untuk melakukan kerjasama dengan pihak Rusia.5 Akibat dari penolakan tersebut menimbulkan berbagai protes dari masyarakat Ukraina. Protes dari masyarakat menimbulkan Gelombang kerusuhan di Ukraina sejak bulan November 2013.6 Ada dua kelompok di Ukraina, yaitu masyarakat yang mendukung kerjasama dengan pihak Rusia dan masyarakat yang lebih mendukung kerjasama dengan pihak Uni Eropa.7 Hal ini dikarenakan ada dua etnis dominan yang tinggal di Ukraina, etnis Rusia dan Eropa. Masyarakat yang melakukan protes sebagai pihak oposisi semakin lama semakin meningkat terutama di Kota Kiev, Ukraina. Pemerintah Ukraina mengerahkan Polisi untuk memadamkan demontrasi yang terjadi, tetapi para demontran tetap bertahan dan melakukan perlawanan.8 Para demontrans melempar pihak polisi dengan menggunakan batu dan bom bensin. Protes masyarakat menyebabkan kerusuhan, sehingga menimbulkan 21 korban dari pihak masyarakat yang melakukan protes.9 5 Abc.net, “explained: Ukraine conflict in maps”, dapat dilihat di http://www.abc.net.au/news/interactives/ukraine-conflict-in-maps/, diakses pada tanggal 10 Mei 2015. 6 Tempo, “Lima Tokoh Kunci dalam Krisis Politik Ukraina”, dapat dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/02/23/117556769/Lima-Tokoh-Kunci-dalam-Krisis-Politik-Ukraina, diakses pada tanggal 3 Maret 2014. 7 Aljazeera, “timeline Ukraine political crisis”, dapat diemukan dalam website http://www.aljazeera.com/news/europe/2014/03/timeline-ukraine-political-crisis201431143722854652.html, diakses pada tanggal 25 April 2015. 8 Reuters, “Ukraine crisis timeline”, dapat dilihat di website http://www.reuters.com/article/2014/03/08/us-ukraine-crisis-timelineidUSBREA270PO20140308, diakses pada tanggal 25 April 2015. 9 Tempo, “Ukraina Memanas, 21 Orang Tewas”, dapat ditemukan dalam website http://www.tempo.co/read/news/2014/02/19/117555620/Ukraina-Memanas-21-Orang-Tewas, diakses pada tanggal 25 Februari 2014. Presiden Ukraina Viktor Yanukovych melakukan pendekatan dengan mengadakan dialog dengan pihak oposisi pada tanggal 22 dan 23 Januari 2014.10 Dialog tersebut tidak menghasilkan kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Pihak opposisi yang dipimpin oleh Arseniy Yatseniuk kembali melakukan protes di Independence Square.11 Tujuh puluh tujuh pengunjuk rasa menjadi korban dalam protes tersebut.12 Pada akhirnya Presiden Ukraina Viktor Yanukovich mengumumkan rencana pemilihan umum lebih awal.13 Keputusan Presiden Ukraina untuk melaksanakan pemilu lebih awal tidak mendapatkan respon yang baik dari pihak oposisi. Pengunjuk rasa mulai menguasai istana kepresidenan dan Ibu Kota Ukraina. Presiden Ukraina meninggalkan Ibu Kota Ukraina menuju Uni Soviet. Pihak Parlemen Ukraina pun menggulingkan Presiden Yanukovych dan mengangkat presiden sementara.14 Situasi di Ukraina membuat Rusia menyiagakan pasukannya dekat perbatasan Rusia-Ukraina. Rusia menyiagakan 150 ribu pasukan yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan udara di wilayah barat yang berbatasan dengan 10 Reuters, “Ukraine crisis timeline”, dapat dilihat di website http://www.reuters.com/article/2014/03/08/us-ukraine-crisis-timelineidUSBREA270PO20140308, diakses pada tanggal 25 April 2015. 11 Aljazeera, “timeline Ukraine political crisis”, dapat diemukan dalam website http://www.aljazeera.com/news/europe/2014/03/timeline-ukraine-political-crisis201431143722854652.html, diakses pada tanggal 25 April 2015. 12 Tempo, “Dialog Oposisi-Presiden Ukraina Tak Buahkan Hasil”, dapat dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/01/23/117547530/Dialog-Oposisi-Presiden-Ukraina-TakBuahkan-Hasil, diakses pada tanggal 25 Februari 2014. 13 Tempo, “Situasi Memburuk, Presiden Ukraina Umumkan Pemilu” dapat dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/02/21/117556403/Situasi-Memburuk-Presiden-UkrainaUmumkan-Pemilu, diakses pada tanggal 16 Februari 2014. 14 Tempo, “Demonstran Ukraina Kuasai Istana Kepresidenan”, dapt dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/02/22/117556626/Demonstran-Ukraina-Kuasai-IstanaKepresidenan, diakses pada tanggal 26 Februari 2014. Ukraina.15 Tentara Rusia dilengkapi dengan peralatan tempur yang modern dan berat.16 Reaksi Rusia ini untuk merespon situasi yang sedang terjadi di Ukraina. Pada tanggal 3 Maret 2014, ratusan pasukan Rusia telah mengepung Crimea. Pasukan Rusia yang melakukan pendudukan didukung dengan peralatan tempur lengkap seperti helikopter tempur, delapan pesawat Argo serta empat kapal perang Rusia yang telah berada di Pelabuhan Sevastopol sejak Sabtu, 1 Maret 2014.17 Langkah Rusia menggunakan kekuatan militer dilakukan atau mulai dipertimbangkan setelah Presiden Ukraina yang didukung Rusia, Viktor Yanukovych, dilengserkan dari jabatannya.18 Rusia mengakui Yanukovych sebagai Presiden Ukraina yang sah atau legitimate. Rusia juga beranggapan tindakan pelengseran Yanukovych merupakan tindakan yang illegal.19 Perwakilan Rusia untuk PBB menyatakan bahwa Parlemen Federasi Rusia menyetujui penggunaan kekerasan (the use of force) berupa intervensi militer di wilayah Ukraina, akan tetapi tidak bertujuan untuk melawan atau menyerang Ukraina.20 Intervensi militer yang mareka lakukan merupakan permintaan dari Presiden Ukraina Viktor Yanukovych. Yanukovych sebagai Presiden Ukraina 15 Tempo, “Ukraina Krisis Rusia Siagakan 150 Ribu Pasukan”, dapat dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/02/27/117557957/Ukraina-Krisis-Rusia-Siagakan-150Ribu-Pasukan, diakses pada tanggal 26 Februari 2014. 16 Ibid. 17 RT.com, “Russia’s 25,000-troop allowance & other facts you may not know about Crimea”, dapat diakses di http://rt.com/news/russian-troops-crimea-ukraine-816/, diakses pada tanggal 25 April 2015. 18 Tempo, “NATO Perintahkan Rusia Tarik Pasukan dari Ukraina”, dapat dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/03/03/117558905/NATO-Perintahkan-Rusia-TarikPasukan-dari-Ukraina, diakses pada tanggal 15 Maret 2014. 19 Sky News, “Russia stands with putin over ukraine gamble”, dapat dilihat di http://news.sky.com/story/1219532/russia-stands-with-putin-over-ukraine-gamble, diakses pada tanggal 15 November 2014. 20 United Nations, “Ukraine, in Emergency Meeting, Calls on Security Council to Stop Military Intervention by Russian Federation”, dapat dilihat di http://www.un.org/press/en/2014/sc11302.doc.htm, diakses pada tanggal 12 November 2014. menyakini bahwa Negara Ukraina berada diambang perang saudara.21 Viktor Yanukovich dalam suratnya meminta Putin menggunakan pasukannya untuk mengakhiri aksi teror dan kekerasan di Ukraina.22 Rusia juga menyakini bahwa tindakan intervensi itu dilakukan untuk melindungi etnis Rusia yang kebanyakan tinggal di Crimea. Presiden Putin hingga saat ini telah mengirimkan 16 ribu pasukan militernya ke Crimea.23 Pengiriman pasukan bertujuan untuk mempertahankan legitimasi, perdamaian, dan hukum di Crimea.24 Crimea merupakan wilayah kedaulatan Ukraina yang dihuni oleh mayoritas etnis Rusia. Etnis Rusia yang diperkirakan 58,5 persen lebih merasa diri mareka sebagai orang Rusia daripada orang Ukraina. Rusia juga menyatakan bahwa tindakannya dilakukan untuk melindungi warga negaranya25 dan masyarakat yang mayoritas etnis Rusia. Disamping itu, intervensi militer Rusia juga dilakukan atas permintaan dari Gubernur Wilayah Otonom Crimea.26 Kota Sevastapol sendiri yang merupakan bagian dari wilayah Ukraina yang ada di Crimea telah menyatakan diri sebagai bagian dari Federasi Rusia pada tanggal 6 Maret 2014.27 21 Tempo, “Rusia Mengakui Intervensi Atas Permintaan Ukraina”, dapat dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/03/04/117559341/Rusia-Mengakui-Intervensi-AtasPermintaan-Ukraina, diakses pada tanggal 13 Maret 2014. 22 Document Security Council No S/ PV.7125, pertemuan Dewan Keamanan ke 7125, 3 Maret 2014, New York. 23 KOMPAS, Edisi Senin, 10 Maret 2014, hlm. 8. 24 Tempo, “Intervensi Ukraina Amerika Bekukan Ekonomi Rusia”, dapat dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/03/04/117559320/Intervensi-Ukraina-Amerika-BekukanEkonomi-Rusia, diakses pada tanggal 13 Maret 2014. 25 Aljazeera, “Russia says yanukovych asked intervention”, dapat dilihat di http://www.aljazeera.com/news/europe/2014/03/russia-says-yanukovych-asked-intervention20143405335594.html, diakses pada tanggal 13 Maret 2014. 26 KOMPAS, Edisi Minggu 2 Maret 2014, hlm, 10. 27 Tempo, “Crimea Menyatakan Bergabung ke Rusia”, dapat dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/03/07/117560308/Crimea-Menyatakan-Bergabung-keRusia. Diakses pada hari Jum'at, 07 Maret 2014. Rusia telah memblokade seluruh wilayah Crimea dari dunia luar termasuk blokade di laut. Akibatnya, kapal-kapal perang milik Ukraina tidak bisa keluar ataupun masuk ke Crimea. Pasukan angkatan laut Ukraina yang berbasis di Crimea tidak bisa melakukan apapun, karena pihak Rusia juga memblokade pangkalan mareka.28 Kehadiran militer Rusia di wilayah Crimea tanpa adanya perlawanan dari militer Ukraina.29 Wilayah Crimea bisa dikatakan berada dibawah kontrol penuh pihak Rusia. Akibat dari intervensi militer Rusia ke Ukraina, Negara Rusia mendapat berbagai kecaman dari Negara-negara barat terutama Amerika. Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry mengatakan tindakan Rusia merupakan tindakan intervensi militer yang melanggar kedaulatan Negara Ukraina. 30 Tidak hanya Negara Amerika, North Atlantic Treaty Organization (NATO), Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara juga ikut mengecam tindakan intervensi militer Rusia terhadap Ukraina.31 Uni Eropa juga mengecam intervensi militer Rusia yang melanggar kedaulatan dan integritas dari Negara Ukraina.32 Pemerintah Amerika Serikat mulai memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. Sanksi ekonomi tersebut berupa pembekuan aset Rusia di Amerika, dan 28 KOMPAS, Edisi Senin 10 Maret 2014, hlm. 8. Cbsnews, “John Kerry Warn Of Consequences For Russia After Ukraine Invasion”, dapat dilihat di http://www.cbsnews.com/news/john-kerry-warns-of-consequences-for-russia-afterukraine-invasion/ diakses pada tanggal 25 Desember 2014. 30 Tempo, “Ukraina Krisis, Rusia Siagakan 150 Ribu Pasukan”, dapat dilihat di Http://Www.Tempo.Co/Read/News/2014/02/27/117557957/Ukraina-Krisis-Rusia-Siagakan-150Ribu-Pasukan, diakses Pada tanggal 2 Mei 2014. 31 Cbsnews, “John Kerry Warn Of Consequences For Russia After Ukraine Invasion”, dapat dilihat di http://www.cbsnews.com/news/john-kerry-warns-of-consequences-for-russia-afterukraine-invasion/ diakses pada tanggal 25 Desember 2014. 32 Document Security Council of The European Union, “Council conclusions on Ukraine Foreign Affairs Council meeting Brussels”, 3 March 2014, dapat dilihat di [email protected] dan http://www.consilium.europa.eu/Newsroom, diakses pada tanggal 25 Desember 2014. 29 larangan pemberian visa bagi pejabat Rusia yang terlibat langsung dalam intervensi militer Rusia di Crimea.33 Amerika Serikat juga meminta Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE), Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa untuk mengirimkan misi pemantauan ke Ukraina.34 Misi tersebut bertujuan memantau konflik, menjamin perlindungan hak asasi manusia anggota kelompok minoritas, mencegah konflik perbatasan, mempromosikan penghormatan terhadap integritas teritorial, dan memelihara perdamaian, stabilitas, serta keamanan di Ukraina terutama Crimea.35 Upaya negara Barat untuk membuat Moskow mundur dari Crimea dengan ancaman dan pemberian sanksi menemui kegagalan.36 Upaya negosiasi yang dilakukan antara pihak Rusia dan Amerika juga berakhir tanpa kesepakatan.37 Negara Eropa dan Amerika Serikat berharap Rusia membuka upaya dialog dengan pemerintah baru di Kiev dan juga menarik pasukannya di Crimea ke pangkalan mereka serta mengizinkan pemantau internasional masuk ke Crimea.38 33 Tempo, “Intervensi Ukraina Amerika Bekukan Ekonomi Rusia”, dapat dilihat di http://www.tempo.co/read/news/2014/03/04/117559320/Intervensi-Ukraina-Amerika-BekukanEkonomi-Rusia, diakses pada tanggal 13 Maret 2014. 34 News.yahoo.com, “OSCE sending military observer mission to Ukraine”, dapat diakses di http://news.yahoo.com/osce-sending-military-observer-mission-ukraine185935506.html, diakses pada tanggal 25 April 2015. 35 Organization for Security and Cooperation in Europe, “OSCE responds to crisis in and around Ukraine”, http://www.osce.org/ukrainemonitoring diakses pada tanggal 25 November 2014. 36 NPR.org, “Sanctions Against Russia Have Failed To Achieve Political Goals”, dapat diakses di http://www.npr.org/2014/08/30/344585043/sanctions-against-russia-have-failed-toachieve-political-goals, diakses pada tanggal 25 April 2015. 37 Foxnews, “Ukraine crisis: Talks between US, Russia fail to break deadlock”, dapat diakses di http://www.foxnews.com/world/2014/03/30/us-russia-to-begin-new-round-talks-overukraine-sunday/, diakses pada tanggal 25 April 2015. 38 Tempo, “Krisis Ukraina AS Rusia Gagal Capai Kesepakatan”, http://www.tempo.co/read/news/2014/03/06/117559943/Krisis-Ukraina-AS-Rusia-Gagal-CapaiKesepakatan, diakses pada tanggal 13 Maret 2014. Perwakilan Ukraina Yuriy Sergeyev mengatakan situasi di negaranya terus memburuk.39 Dia juga menyatakan tindakan Rusia dengan mengirimkan pasukannya ke Ukraina merupakan tindakan agresi dan merupakan ancaman serius bagi integritas Ukraina dan perdamaian serta stabilitas di seluruh wilayah Ukraina.40 Negara Ukraina melihat intervensi militer Rusia sebagai indikasi bahwa pihak Rusia ingin memulai perang dengan Ukraina.41 Dalam rapat Dewan Keamanan PBB, Rusia secara tegas mengatakan tidak menginginkan perang dengan Ukraina.42 Pihak Ukraina telah menyiagakan militer Ukraina dan menghindari provokasi yang dilakukan oleh pihak Rusia.43 Serta meminta bantuan dari Amerika Serikat dan Inggris sebagai langkah antisipasi terhadap tindakan Rusia yang mengirimkan pasukannya ke Ukraina.44 Negara Amerika dan Inggris merupakan salah satu Negara yang menandatangani Pakta tahun 1994 dimana Rusia berjanji menjamin keamanan di Negara Ukraina.45 39 News week, “All Is Not Well on Ukraine’s Eastern Front“, dapat dilihat di http://www.newsweek.com/all-not-well-ukraines-eastern-front-284894, diakses pada tanggal 25 April 2015. 40 United Nations, “Ukraine, in Emergency Meeting, Calls on Security Council to Stop Military Intervention by Russian Federation”, http://www.un.org/press/en/2014/sc11302.doc.htm, diakses pada tanggal 12 November 2014. 41 Tempo, “Ukraina Tuding Rusia Lakukan Invasi Militer”, http://www.tempo.co/read/news/2014/02/28/117558391/Ukraina-Tuding-Rusia-Lakukan-InvasiMiliter, Diakses pada tanggal 13 maret 2014. 42 Doc. S.C. S/PV.7134, pertemuan Dewan Keamanan yang ke 7134, 13 Maret 2014, New York, dapat dilihat di http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/PV.7134. 43 CNN, “Ukraine crisis: Russia stands firm despite rebukes, threats of sanctions”, dapat dilihat di http://edition.cnn.com/2014/03/03/world/europe/ukraine-tensions/, diakses pada tanggal 25 April 2015. 44 Document Security Council No SC/11302, Security Council 7124th Meeting, “Ukraine In Emergency Meeting, Calls On Security Council To Stop Military Intervention By Russian Federation”, http://www.un.org/News/Press/docs//2014/sc11302.doc.htm, diakses pada tanggal 13 Maret 2014. 45 Tempo, “PM Ukraina Rusia Deklarasikan Perang” http://www.tempo.co/read/news/2014/03/02/117558795/PM-Ukraina-Rusia-Deklarasikan-Perang, Diakses pada tanggal 13 Maret 2014. Tindakan Rusia memasuki dan menduduki wilayah Ukraina merupakan tindakan yang melanggar kedaulatan Ukraina.46 Setiap Negara tidak diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam atau atas persoalan yang terjadi di wilayah Negara lain.47 Tidak ada Negara yang boleh melakukan intervensi terhadap Negara lain.48 Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Pasal 2 ayat 4 melarang tindakan mengintervensi (azas non intervensi) atas persoalan internal Negara lain,49 dalam hal ini Negara Ukraina. Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB menyatakan bahwa “All members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the purposes of the United Nations.” Pasal 2 ayat 4 tersebut melarang semua anggota PBB untuk tidak menggunakan ancaman ataupun kekerasan di dalam hubungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan kemerdekaan poitik dari suatu negara dengan cara apapun yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan PBB.50 46 Antonello Tancredi, "The Russian annexation of the Crimea: questions relating to the use of force", Question of International Law (QIL), 11 May, 2014, pp. 5-34. hlm. 6, Dapat diakses di http://www.qil-qdi.org/, dan http://www.qil-qdi.org/wpcontent/uploads/2014/05/CRIMEA_Tancredi_FINAL-1.pdf. 47 Aurel Sari, “Ukraine Insta Symposium Breach Status Forces Agreement Amount Act Aggression Case Ukraine Black Sea Fleet SOFA”, Opinio Juris, dapat dilihat di http://opiniojuris.org/2014/03/06/ukraine-insta-symposium-breach-status-forces-agreementamount-act-aggression-case-ukraine-black-sea-fleet-sofa/, diakses pada tanggal 25 Desember 2014. 48 Malcolm N. Shaw, 2008, International Law, Sixth Edition, Cambridge University Press, New York, hlm. 1148. 49 Joel H. Westra, 2007, International Law And The Use Of Armed Force The Un Charter And The Major Powers, Routledge, New York, hlm. 1. 50 Sumaryo Suryokusumo, 2007, Studi Kasus Hukum Internasional, PT. Tata Nusa, Jakarta, hlm, 46. Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 Tahun 1970 tentang The Declaration On Principles Of International Law Concerning Friendly Relations And Co-Operation Among States juga menyatakan: “Every state has the duty to refrain in its international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the purpose of the UN, such a threat or use of force constitutes a violation of international law and the charter of the UN and shall never be employed as a means of settling international issues. Every state has the duty to refrain from organizing or encouraging the organization of irregular forces or armed bands, including mercenaries, for incursion into the territory of another state. Every state has the duty to refrain from organizing, instigating, assisting or participating in acts of civil strife or terrorist acts in another state or acquiescing in organized activities within its territory directed towards the commission of such acts, when the acts referred to in the present paragraph involve a threat or use of force. The territory of a state shall not be the object of military occupation resulting from the use of force in contravention of the provision of the charter.”51 Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 Tahun 1970 melarang negaranegara menggunakan ancaman serta kekerasan terhadap integritas wilayah atau kebebasan politik negara manapun, atau dengan cara apapun yang tidak sesuai dengan tujuan PBB, tindakan penggunaan ancaman atau kekerasan merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan Piagam PBB serta tidak akan pernah digunakan sebagai sarana untuk menyelesaikan isu-isu internasional. Setiap negara juga dilarang mengorganisir ataupun mendukung gerakan bersenjata ataupun tentara bayaran untuk menyerang negara lain. Setiap negara juga dilarang mengorganisasikan, menghasut, membantu atau ikut campur dalam pergolakan sipil atau tindakan teroris di negara lain atau bentuk tindakan lain berupa 51 Document General Assembly Resolution No. 2625 (XXV) (A/8082) “Declaration On Principles Of International Law Concerning Friendly Relations And Co-Operation Among States In Accordance With The Charter Of The United Nation”. penggunaan ancaman serta kekerasan. Wilayah dari negara lain tidak boleh dijadikan objek pendudukan militer karena penggunaan kekerasan yang bertentangan dengan ketentuan Piagam PBB. Resolusi Majelis Umum PBB No. 2131 Tahun 1965 tentang Declaration On Inadmissibility Of Intervention In The Domestic Affairs Of States And The Protection Of Their Independence And Sovereignty pada Pasal 1 mengatakan bahwa: “No state has the right to intervene, directly or indirectly, for any reason whatever, in the internal or external affair of any state. Consequently, armed intervention and all others forms of interference or attempted threat against the personality of the state or against its political, economic and cultural element, are condemned.”52 Pasal 1 dari Resolusi Majelis Umum PBB No. 2131 Tahun 1965 melarang setiap negara melakukan intervensi dengan alasan apapun, baik secara lansung ataupun tidak terhadap persoalan internal dan external dari negara lain. Setiap negara dilarang melakukan tindakan intervensi militer ataupun bentuk intervensi lainnya yang mengancam kedaulatan, politik, ekonomi dan budaya dari negara lain. Pada Pasal 2 juga dinyatakan bahwa: ”No state may use or encourage the use of economic, political or any other type of measure to coercive another state in order to obtain from it the subordination of the exercise of its sovereign rights or to secure from it advantages of any kind. Also, no state shall organise, assist, foment, finance, incite or tolerate subversive, terrorist or armed activities directed towards the violent overthrow of the regime of another state, or interfere in civil strife in another state.”53 52 Document General Assembly Resolution 2131 (XX) Of 21 December 1965 Declaration On The Inadmissibility Of Intervention In The Domestic Affairs Of States And The Protection Of Their Independence And Sovereignty, Pasal 1. 53 Document General Assembly Resolution 2131 (XX) Of 21 December 1965 Declaration On The Inadmissibility Of Intervention In The Domestic Affairs Of States And The Protection Of Their Independence And Sovereignty, Pasal 2. Pasal 2 di atas menyatakan dengan tegas bahwa mengutuk setiap tindakan dari suatu negara yang menggunakan atau mendorong penggunaan ekonomi, politik atau jenis lain sebagai pemaksaan terhadap negara lain dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari pelaksanaan kedaulatan suatu negara. Juga melarang setiap negara mengatur, membantu secara finansial, menghasut atau membiarkan tindakan subversif, teroris atau kegiatan bersenjata yang diarahkan menggulingkan rezim negara lain, atau campur tangan dalam konflik sipil di negara lain. Ada beberapa kasus serupa yang pernah terjadi, antara lain: Pertama, Kasus Hungaria pada tahun 1956, tanggal 23 Oktober masyarakat Hungaria melakukan demontrasi di Kota Budapest untuk menentang pemerintahan pada masa itu.54 Negara Hungaria tidak mampu mengatasi permasalahan ini sehingga meminta bantuan kepada Uni Soviet. Pada 4 November 1956, pasukan Rusia memenuhi permintaan Negara Hungaria setelah Hungaria mengajukan permintaan yang kedua.55 Kedua, Kasus Negara Grenada pada tahun 1979. Negara Grenada merupakan negara kepulauan yang terletak di antara Trinidad dan Tobago serta negara paling selatan dari kepulauan Windward, Karibia.56 Presiden terpilih Maurice Bishop melakukan kerjasama dengan Negara Kuba dan Uni Soviet. Tindakan Maurice Bishop tersebut menimbulkan banyak tekanan dari pihak oposisi yang radikal. Pada 19 Oktober, Bishop dan para pendukungnya di 54 D.J. Harris, 2004, Cases and Materials on International Law, Sweet & Maxwell, London, hlm, 917. 55 Ibid., 56 The official website of the government of Grenada, http://www.gov.gd/, diakses pada tanggal 17 Maret 2015. gulingkan oleh pihak yang menentangnya. Keributan semakin parah ketika pemerintah Grenada melakukan kekerasan terhadap kerumunan masyarakat sipil.57 Pada 23 Oktober, Negara Amerika mengirimkan pasukannya ke Grenada dengan beberapa alasan pembenar, yaitu: untuk melindungi warga Negara Amerika Serikat; adanya permintaan untuk mengintervansi dari Organization Of Eastern Caribbean States (OECS), Organisasi Negara-Negara Karibia Timur; dan adanya permintaan intervensi dari Governor-General Grenada, dimana kewenangannya untuk meminta bantuan Negara lain diragukan.58 Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB menyatakan bahwa tindakan intervensi yang dilakukan oleh pihak Amerika merupakan tindakan yang tidak sah atau illegal. Negara Amerika Serikat melakukan veto terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB.59 Ketiga, kasus intervensi pasukan Uni Soviet ke Afganistan tahun 1987. Kehadiran pasukan Uni Soviet untuk memenuhi permintaan pemerintahan rezim mujahidin; juga dikarenakan adanya kerjasama persahabatan antara Uni Soviet dan Afghanistan.60 Dewan Keamanan PBB menyesalkan tindakan intervensi yang dilakukan Uni Soviet. DK PBB mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa Negara Uni Soviet harus menarik kembali pasukan militernya dari Afghanistan. Resolusi ini kemudian di veto oleh Negara Uni Soviet. Terkait dengan tindakan Rusia tersebut, Majelis Umum PBB juga mengeluarkan Resolusi Majelis Umum 57 Robert J Beck, “Grenada”, Oxford Public International Law, dapat dilihat di http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law-9780199231690-e1292,diakses pada tanggal 25 Desember 2014. 58 Ibid., 59 D.J. Harris, 2004, Op.Cit. hlm, 919. 60 Ibid., hlm. 918. PBB pada tanggal 14 Januari 1980. Dalam Resolusi Majelis Umum tersebut menegaskan bahwa menghormati kedaulatan, integritas wilayah serta kebebasan politik dari dari negara lain merupakan prinsip dasar Piagam PBB.61 Keempat, kasus Nikaragua dengan Amerika Serikat pada tahun 1986. Pada tahun 1984 Nikaragua menuntut negara Amerika Serikat ke Mahkamah Internasional.62 Nikaragua mempermasalahkan tindakan intervensi yang dilakukan oleh negara Amerika Serikat terhadap permasalahan internal Nikaragua, serta penggunaan kekerasan atau the use of force terhadap Nikaragua.63 Amerika Serikat menyatakan bahwa tindakan intervensi militer yang dilakukan dalam kapasitas kolektif self defence.64 Negara Amerika dalam kasus ini beralasan membantu negara Honduras, Costa Rica, dan El Salvador.65 Mahkamah internasional memutuskan bahwa tindakan Amerika telah melanggar ketentuan hukum internasional dengan melakukan intervensi terhadap permasalahan internal Nikaragua.66 Selain beberapa kasus yang telah dipaparkan, ada beberapa kasus lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang penulis bahas, antara lain: Kasus 61 Ibid., Thomas M. Franck, 2004, Recourse To Force State Action Against Threats And Armed Attacks, Cambridge University Press, UK, hlm. 61. 63 Ibid., 64 Ibid., hlm. 60. 65 Mark Weston Janis dan John E Noyes, 2011, International Law Case And Commentary, Fourth Edition, West Publishing, U.S, hlm. 620. Lihat juga Thomas M. Franck, 2004, Recourse To Force State Action Against Threats And Armed Attacks, Cambridge University Press, UK, hlm. 60. 66 International Court Of Justice, I.C.J Reports Military and Paramilitary Activities in and against Nicaragua (Nicaragua v. United States of AmerIca) 1986, www.icjcij.org/docket/files/70/9973.pdf. 62 intervensi yang dilakukan Rusia terhadap Georgia;67 kasus Irak yang menyerang Kuwait; dan kasus Amerika yang menyerang Irak pada tahun 2003;68 Democratic Republic of Congo (DRC) dengan Uganda pada tahun 2005;69 serta intervensi Negara Prancis terhadap Mali.70 Suryokusumo mengatakan bahwa masuknya kekuatan militer atau pasukan asing ke suatu negara dengan permintaan atau atas dasar perjanjian tidak dibenarkan oleh Piagam PBB dan hukum internasional.71 Walaupun tindakan tersebut dilakukan atas dasar mempertahankan negaranya atau membela diri.72 Namun, jika negara tersebut memandang bahwa situasi internal suatu negara membahayakan nasib warga negaranya, dan menganggu perdagangannya atau perekonomiannya maka negara tersebut dibenarkan untuk ikut campur dalam permasalahan internal suatu negara.73 Akehurst menyatakan ada dua pandangan terhadap tindakan intervensi yang dilakukan atas permintaan suatu pemerintahan. 67 Nicolai N. Petro, “Legal Case for Russian Intervention in Georgia,” Fordham International Law Journal, Volume 32, Issue 5, 2008, Article 4, pp.1524-1549, dapat diakses di website: http://ir.lawnet.fordham.edu/ilj. 68 Sean D. Murphy, “Assessing the Legality of Invading Iraq,” 92 Geo. L.J. 173, 2004, diakses pada tanggal 26 November 2014 di http://scholarship.law.gwu.edu/facultypublications. 69 International Court of Justice, I.C.J Reports Of Judgments, Advisory Opinions And Orders Case Concerning Armed Activities On The Territory Of The Congo (Democratic Republic Of The Congo V. Uganda) Judgment Of 19 December 2005, diakses pada tanggal 25 desember 2014 di http://www.icj-cij.org/docket/files/116/10455.pdf. 70 Theodore Christakis And Karine Bannelier, “French Military Intervention In Mali: It’s Legal But… Why? Part I”, European Journal Of International Law, diakses Pada Tanggal 25 Desember 2014 di http://www.ejiltalk.org/french-military-intervention-in-mali-its-legal-but-whypart-i/. 71 Sumaryo Suryokusumo, 2007, Studi Kasus Hukum Internasional, Tata Nusa, Jakarta, hlm. 144. 72 Ibid., 73 Ibid., hlm. 145. Ada pendapat yang menyatakan boleh dan ada pendapat yang menyatakan tidak membolehkan intervensi atas dasar apapun.74 Intervensi militer yang dilakukan Rusia melanggar ketentuan Piagam PBB Pasal 2 ayat 4, dan perjanjian bilateral antara Rusia dengan Ukraina seperti The Treaty on Friendship, Cooperation and Partnership between Russia and Ukraine yang ditandatangani pada tahun 1997,75 serta Memorandum Non Proliferasi senjata nuklir pada tanggal 5 Desember 1994 di Budapest.76 Perjanjian yang ditanda tangani oleh beberapa Negara tersebut diantaranya menyatakan bahwa: “The Russian Federation, the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland and the United States of America reaffirm their commitment to Ukraine, in accordance with the principles of the Final Act of the Conference on Security and Cooperation in Europe, to respect the independence and sovereignty and the existing borders of Ukraine.”77 Negara Rusia, Inggris dan Amerika dalam memorandum di atas berkomintemen untuk menghormati kemerdekaan, kedaulatan serta batas wilayah negara Ukraina. Pada perjanjian antara Rusia dengan Ukraina berkaitan dengan status serta kondisi penempatan militer Rusia di wilayah Ukraina (“Agreement Between Russian Federation and Ukraine on Status and Conditions of Staying of the Black Sea Fleet of Russian Federation on Ukrainian Territory” (BSF SOFA)) tahun 1997, Pasal 6 ayat 1 mengatur: Military formations carry out their activity at stationing locations in accordance with Russian federation legislation, respect 74 Peter Malanczuk, 1997, Akehurt’s Modern Introduction to International Law, Seventh Revised Edition, Routledge, London and New York, hlm. 322-324. 75 Oleksii Izhak, “Prolongation Of RussianBlack Sea Fleet Basing In Crimea: Ukraine's Reasons And Interests”, the National Institute for Strategic Studies, Ukraine, Issue 2, 2010, dapat diakses dillink http://www.russkiivopros.com/?pag=one&id=333&kat=6&csl=47. 76 Doc. U.N.S.C. S/PV.7125, pertemuan ke 7125, senin, 3 Maret 2014, New York. 77 Document Memorandum on Security Assurances in Connection with Ukraine’s Accession to the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons, ANNEX I, A/49/765, S/1994/1399, 19 December 1994. ukraine’s sovereignty, abide by it’s legislation, and do not allow interference in ukraine’s internal affairs.78 Dalam perjanjian ini pada intinya juga menyatakan bahwa militer Rusia yang ditempatkan di wilayah Ukraina harus menghormati serta dilarang ikut campur terhadap permasalahan internal dari negara Ukraina. Selain itu, jika melihat kepada Resolusi Majelis Umum PBB No. 3314 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 1974 tentang agresi. Pasal 1 menyebutkan agresi merupakan suatu tindakan penggunaan pasukan bersenjata oleh suatu negara terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik dari negara lain, atau dengan cara-cara lain apapun yang bertentangan dengan Piagam PBB seperti yang tersebut dalam definisi ini.79 Pasal 8 bis dalam amandemen Statuta Roma di Kampala memberikan pengertian tentang agresi, yaitu: “crime of aggression means the planning, preparation, initiation or execution, by a person in a position effectively to exercise control over or to direct the political or military action of a State, of an act of aggression which, by its character, gravity and scale, constitutes a manifest violation of the Charter of the United Nations.80 “act of aggression” means the use of armed force by a State against the sovereignty, territorial integrity or political independence of another State, or in any other manner inconsistent with the Charter of the United Nations. Any of the following acts, regardless of a declaration of war, shall, in accordance with United Nations General Assembly resolution 3314 (XXIX) of 14 December 1974.” 78 Eric Posner, “The 1997 Black Sea Fleet Agreement Between Russia And Ukraine”, diakses pada tanggal 25 Desember 2014 di http://ericposner.com/the-1997-black-sea-fleetagreement-between-russia-and-ukraine/. 79 Document General Assembly 3314 (XXIX) definition of aggression, 2319th plenary meeting 14 December 1974. 80 Document Rome Statute Of The International Criminal Court Rome, (Depositary Notification C.N.651.2010.TREATIES-8) 17 July 1998, Amendments To The Rome Statute Of The International Criminal Court Kampala, 11 June 2010, Adoption Of Amendments On The Crime Of Aggression. Pasal 8 bis di atas intinya menyatakan bahwa kejahatan agresi mempunyai arti berupa perencanaan, persiapan, insiasi atau pelaksanaan yang dilakukan oleh seseorang yang berada pada posisi yang sangat efektif untuk melakukan kontrol secara lansung terhadap tindakan politik maupun militer suatu negara, untuk melakukan tindakan agresi dimana karena sifat, gravity dan skala dari tindakan tersebut menimbulkan manifest violation terhadap Piagam PBB. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan agresi yaitu penggunaan kekuatan militer oleh suatu negara terhadap kedaulatan, integritas wilayah dan independensi politik dari negara lain serta tindakan apapun yang bertentangan dengan Piagam PBB. Dalam amandemen tersebut menyebutkan tindakan-tindakan yang harus dianggap sebagai tindak agresi yaitu: (a) invasi atau serangan yang dilakukan oleh pasukan bersenjata dan sesuatu negara terhadap wilayah negara lainnya atau sebagian dari wilayah negara itu; (b) pemboman oleh pasukan bersenjata dari suatu negara terhadap wilayah negara lain atau penggunaan senjata apapun oleh suatu negara terhadap wilayah negara lain; (c) blokade di pelabuhan atau pantai dari suatu negara oleh pasukan bersenjata dari negara lain; (d) suatu serangan oleh pasukan bersenjata dari suatu negara dengan angkatan darat, laut, dan udara di lapangan terbang dari negara lain; (e) penggunaan pasukan bersenjata dari suatu negara yang berada di wilayah negara lain, dengan persetujuan dari negara penerima, yang tidak sesuai dengan kondisi yang dinyatakan dalam persetujuan tersebut atau setiap perluasan dari kehadirannya di wilayah itu yang tidak sesuai dengan persetujuan tersebut; (f) tindakan dari suatu negara untuk mengijinkan di wilayahnya atas perintah dari negara lain, digunakan oleh negara lainnya untuk melakukan suatu tindak agresi terhadap negara ketiga; (g) pengiriman oleh, atau atas nama suatu negara, kelompok gerombolan bersenjata, pasukan sewaan yang melakukan tindakan-tindakan dengan kekuatan senjata terhadap negara lain dengan suatu gravitas agar dapat memperkuat tindakan-tindakan tersebut di atas atau keterlibatannya secara substansial di dalamnya.81 Intervensi militer Rusia terhadap Ukraina berdasarkan Resolusi Majelis Umum dan Amandemen Statuta Roma di Kampala tentang agresi; seharusnya tindakan Rusia dapat dikatakan sebagai tindakan agresi. Tentara Rusia telah melakukan tindakan yang digolongkan kedalam tindakan agresi seperti blokade yang melanggar ketentuan Pasal 8 bis (c); serta melanggar ketentuan dari pasal 8 bis (e) sebagaimana yang terdapat dalam perjanjian Black Sea Fleet SOFA tahun 1997 tentang penempatan militer Rusia di wilayah Ukraina. Namun, ada beberapa permasalahan yang berhubungan dengan penetapan suatu tindakan tersebut merupakan tindakan agresi. Pertama, Resolusi Majelis Umum tentang agresi mempunyai kekuatan hukum yang lemah. Kedua, Muge Kinacionglu Mengutip dari buku Akehurst mengatakan kewenangan yang dimiliki Dewan Keamanan PBB dalam Chapter VII mempengaruhi suatu tindakan bisa dikatakan agresi atau tidak.82 Mengingat bahwa Dewan Keamanan PBB merupakan lembaga politis yang setiap anggota tetap mempunyai hak veto, maka 81 Sumaryo Suryokusumo, 2007, Op.Cit. hlm, 31, lihat juga Document General Assembly 3314 (XXIX) definition of aggression, 2319th plenary meeting 14 December 1974. 82 Muge Kinacionglu, The Principle of Non Intervention At The United Nations: The Charter Framework And The Legal Debate, Perception, 2005, hlm, 31. Lihat juga Karim Khan And Rodney Dixon, 2005, Archbold International Criminal Court, Practice, Procedure & Evidence, Thomson, Sweet & Maxwell, London, Chapter 14, hlm, 14-9. Artikel dari Andreas Paulus, “Second Thoughts on the Crime of Aggression”, The European Journal of International Law (EJIL) 2009, Vol. 20 No. 4, 1117–1128. Rusia akan melakukan veto terhadap keputusan atau Resolusi Dewan Keamanan PBB.83 Ketiga, amandemen dari Statuta Roma mulai berlaku pada tahun 2017 sesuai dengan Pasal 15 Statuta Roma yang diamandemen. 84 Keempat, Pasal 8 bis Statuta Roma menyatakan ada ketentuan minimum (de minimis threshold) yang harus dicapai dari suatu tindakan untuk bisa dikatakan agresi. Werle dalam tulisannya mengatakan bahwa setelah pengadilan Nuremberg dan pengadilan Tokyo, tidak pernah ada lagi pernyataan atau keputusan dari Dewan Keamanan PBB terhadap tindakan negara yang melakukan agresi.85 Dewan Keamanan PBB lebih cenderung menggunakan kata yang lebih netral. Kasus Irak pada tahun 1990 misalnya, Irak jelas melakukan tindakan agresi terhadap Negara Kuwait. Dewan Keamanan dalam Resolusi Dewan Keamanan No. 660 Tahun 1990 tidak menggunakan kata agresi, tetapi lebih memilih kata breach of international peace and security.86 Michael Walzer dalam tulisannya yang berjudul The Crime Of Aggressive War, menyatakan pendapat yang sama. Walzer mengatakan bahwa setelah tahun 1945 telah banyak terjadi peperangan, dia kemudian mengajukan pertanyaan tentang perang mana yang bisa dikatakan sebagai agresi menurut Piagam PBB, 83 Tempo, “Rusia Veto Resolusi DK PBB Tentang Crimea”, dapat ditemukan di link Http://Www.Tempo.Co/Read/News/2014/03/16/117562653/Rusia-Veto-Resolusi-DK-PBBTentang-Crimea, diakses Pada Tanggal 15 Maret 2014. 84 Document “the kampala declaration of the international criminal, 31 Mei - 11 Juni 2010”, Pasal 15: the court may exercise jurisdiction over the crime of aggression in accordance with this article, subject to a decision to be ataken after 1 January 2017 by the same majority of states parties as is required for adoption of amendment to the statute. 85 Gerhard Werle, “The Crime of Aggression between International and Domestic Criminal Law”, kongres internasional ke XV tentang Social Defence: Criminal Law between War and Peace: Justice and Cooperation in Military Matters in International Military Interventions, spanyol tanggal 20 – 22 September 2007, dapat dilihat di website: http://www.defensesociale.org/xvcongreso/ponencias/GerhardWerle.pdf. 86 Document The Security Council Resolution 660, 2 August 1990, adopted at the 2932nd meeting. Piagam Nuremberg dan Resolusi Majelis Umum No. 3314. Sejak Nuremberg tidak ada Negara yang diajukan ke Pengadilan Pidana Internasional dan dihukum karena melakukan tindakan agresi.87 Negara Rusia mengemukakan dua alasan membenarkan tindakannya mengirimkan pasukan atau penggunaan kekuatan militer. Pertama, tindakan intervensi Rusia dilakukan atas permintaan dari Presiden terguling Ukraina dan pemimpin wilayah Crimea. Kedua, pihak Rusia mempunyai hak untuk melindungi warga Rusia dan etnis Rusia yang tinggal di wilayah Crimea sesuai dengan ketentuan Piagam PBB Pasal 51 tentang pembelaan diri atau self defense. Kedua alasan yang dikemukakan oleh Rusia menimbulkan polemik dalam hukum internasional. Sebagaimana diketahui, pelaksanaan dari Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB tentang larangan penggunaan kekuatan militer dapat dikesampingkan atau diabaikan dengan tiga alasan yaitu: adanya mandat dari Dewan Keamanan PBB sesuai dengan Pasal 39 Piagam PBB; adanya ketentuan self defense sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB; serta humanitarian intervention;88 yang terakhir ada sebagaian ahli hukum yang berpendapat bahwa adanya permintaan dari negara lain untuk menggunakan kekuatan militer.89 87 Michael Walzer, “The Crime Of Aggressive War” Washington University Global Studies Law Review, Vol. 6, 2007, hlm, 635, dapat diakses di website: https://law.wustl.edu/WUGSLR/Issues/Volume6_3/walzer.pdf. 88 Mary Ellen O' Connell dan Reyam El Molla, “The Prohibition on the U se of F orce for Arms Control: The Case of Iran’s Nuclear Program”, Penn State Journal of Law & International Affairs, Vol. 2, No. 2, 2013, hlm. 316. 89 Oxford Public International Law, George Nolte, “Intervention by Invitation”, http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law-9780199231690e1702?rskey=UZxXqA&result=2&prd=EPIL, diakses pada tanggal 25 Desember 2014. Situasi di Ukraina terutama Crimea serta Penggunaan kekuatan militer Rusia ke wilayah kedaulatan Ukraina, menimbulkan permasalahan ataupun pertanyaan tentang legalitas dari tindakan Rusia dalam hukum internasional terutama Piagam PBB, serta akibat hukum yang mungkin timbul dari tindakan Rusia tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, ada beberapa permasalahan yang timbul, yaitu mengenai legalitas dari tindakan Rusia ke Ukraina serta kemungkinan tindakan Rusia yang bisa saja dikatakan sebagai agresi. Maka, rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimanakah legalitas intervensi militer Rusia terhadap Ukraina dalam hukum internasional? 2. Apakah intervensi militer Rusia terhadap Ukraina bisa dikategorikan agresi sebagai akibat hukumnya? C. Keaslian Penelitian Penulis telah menelusuri beberapa penelitian lainnya untuk membuktikan keaslian dari tulisan ini. Ada beberapa tulisan atau karya ilmiah yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang penulis bahas. Pokok utama dalam tulisan ini adalah legalitas intervensi militer Rusia terhadap Ukraina. Penulis ingin melihat intervensi yang dilakukan oleh Rusia dalam hukum internasional; serta apa akibat hukumnya, apakah tindakan Rusia tersebut bisa dikatakan sebagai tindakan agresi. Ada dua karya tulis ilmiah yang penulis paparkan dalam tulisan ini yang berhubungan pembahasan penulis, yaitu: Pertama, Antonello Tancredi dalam tulisannya yang berjudul “The Russian Annexation Of The Crimea: Questions Relating To The Use Of Force”.90 Antonelli Tancredi dalam tulisannya melihat secara umum intervensi militer yang dilakukan Rusia dengan memfokuskan pada aneksasi yang dilakukan Rusia terhadap Crimea. Persamaan dari artikel ini dengan karya tulis penulis mengkaji kasus yang sama yaitu intervensi militer yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina, Crimea. Tulisan ini juga mencoba menguraikan permasalah Crimea dengan memaparkan landasan yang digunakan oleh Rusia untuk melakukan intervensi. Antonelli Tancredi menyatakan dalam tulisannya bahwa tindakan Rusia merupakan tindakan agresi. Hal ini yang membedakan dengan tulisan penulis yang melihat bahwa tindakan Rusia tidak bisa dikategorikan sebagai tindakan agresi karena tidak memenuhi ketentuan yang ditentukan untuk bisa dikatakan agresi. Kebaharuan menghubungkan dari intevensi tulisan penulis yang dilakukan yaitu Rusia penulis juga dengan mencoba prinsip self determination. Kedua, karya tulis ilmiah berupa tesis yang ditulis oleh Levina Yustianingtyas tahun 2010 di Fakultas Hukum UGM Yogyakarta. Adapun judul tulisannya yaitu “Pertanggungjawaban Negara Dalam Perspektif Hukum Humaniter Dalam Tindakan Agresi (Studi Kasus Agresi Israel Ke Lebanon Tahun 90 Antonello Tancredi, "The Russian annexation of the Crimea: questions relating to the use of force", Question of International Law (QIL), 11 May, 2014, pp. 5-34. Dapat diakses di http://www.qil-qdi.org/, dan http://www.qil-qdi.org/wpcontent/uploads/2014/05/CRIMEA_Tancredi_FINAL-1.pdf. 2006).” Tulisannya membahas tentang pertanggungjawaban dari Negara Israel terhadap tindakan agresi yang dilakukan di Lebanon, serta perlindungan terhadap penduduk sipil dari tindakan agresi alam hukum humaniter. Namun dalam tesis ini tidak menjelaskan tentang pengertian agresi serta bagaimana kategori yang dikatakan bahwa suatu tindakan itu sudah tergolong dalam tindakan agresi. Hal ini yang membedakan dengan tulisan yang akan dibahas oleh penulis. Kebaharuan dalam tulisan penulis jika dibanding dengan tulisan ini adalah adanya perkembangan dalam hukum internasional tentang agresi. D. Tujuan Penelitian Ada beberapa tujuan penelitian ini, ada tujuan objektif dan ada tujuan subjektif. Adapun tujuan objektif dari penelitian ini adalah untuk mengkaji, membahas dan mencari solusi terhadap permasalahan hukum internasional yang timbul. Hukum yang bersifat dinamis dan berkembang sesuai dengan kebutuhan dari subjek hukum, maka selalu saja menimbulkan permasalahan yang baru yang memerlukan pengkajian serta pembahasan untuk didapatkan solusi dari permasalahan tersebut. Maka dalam tulisan ini, tujuan penelitian adalah untuk membahas dan mengkaji tindakan Rusia yang telah melakukan intervensi militer terhadap Negara Ukraina. Adapun tujuan subjektif dari tulisan ini adalah sebagai persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata 2 di Fakultas Hukum UGM. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan dibidang hukum internasioanal terutama yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti. E. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari karya tulis ilmiah ini. Ada manfaat secara akademis maupun secara praktis. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat terhadap pembangunan dan pengkajian ilmu hukum terutama dalam ilmu hukum internasional. Khususnya yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis kaji dalam karya tulis ilmiah ini. Manfaat praktisnya adalah hasil dari penelitian ini, penulis berharap tulisan ini bisa bermanfaat bagi pemerintah, atau pihak Universitas maupun mahasiswa dalam mengkaji dan membahas permasalahan yang sesuai dengan karya ilmiah penulis untuk pembagunan Negara dan bangsa.