Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi DIV Kebidanan Skripsi, August 2013 Ratih Hermas Purnasari (030112a073) Hubungan Antara Frekuensi Aktivitas Seksual dengan Tingkat Nyeri Dismenorea Primer pada Wanita yang Sudah Menikah di Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang (xv + 63 halaman + 6 tabel + 3 gambar + ix lampiran) ABSTRAK Gangguan rasa nyeri atau dismenorea sering dijumpai saat masa haid berlangsung. Salah satu penatalaksanaan dari nyeri dismenorea primer adalah dengan terapi alternatif yang dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah kompres hangat, olahraga dan aktivitas seksual. Hubungan seksual baik untuk melatih otot panggul dan membuat otot tersebut menjadi kuat dan fleksibel sehingga sewaktu menstruasi nyeri yang dirasakan karena kontraksi rahim akan berkurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara frekuensi aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua wanita yang sudah menikah (usia 17-49 tahun) di wilayah Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang pada bulan Juli– Agustus 2013 sebanyak 32 wanita. Sampel penelitian menggunakan purposive sampling dan accidental sampling. Analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan uji Kendal Tau. Hasil penelitian frekuensi aktivitas seksual pada wanita yang sudah menikah paling banyak adalah jarang dengan frekuensi < 3x/minggu sebanyak 16 orang (50%). Tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah paling banyak adalah nyeri ringan (1-3). Hasil analisis didapatkan nilai p-value = 0,000 (p < α) artinya ada hubungan antara aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Manfaat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sebagai bahan referensi dalam meningkatkan wawasan mahasiswa mengenai dismenorea primer yang dihubungkan dengan frekuensi aktivitas seksual. Kata kunci Pustaka : aktivitas seksual, nyeri, dismenorea primer : 31 (tahun 2000-2012) Ngudi Waluyo School of Health Ungaran Diploma IV of Midwifery Study Program Final Assignment, August 2013 Ratih Hermas Purnasari (030112a073) The Correlation Between the Frequency of Sexual Activity and The Primary Dysmenorrhoea Pain Scale of Married Women at Gondoriyo Village Bergas Sub-District Semarang Regency. (xv + 63 pages + 6 tables + 3 pictures + ix attachments) HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG ABSTRACT Menstruation can cause some disorders including pain or dysmenorrhoea. One treatment to cope with primary dysmenorrhoea is alternative pain therapy done in various ways such as warm compres, exercise and sexual activity. Sexual activity is good for pelvic muscles to be strong and flexible so that menstrual pain because of uterine muscle contraction can be reduced. The purpose of this study is to know the correlation between frequency of sexual activity and the primary dysmenorrhoea pain scale married women at Gondoriyo Village Bergas Sub-district Semarang Regency. This study used analytical design with cross sectional approach. The population in this study was all married women (17-49 years old) at Gondoriyo Village Bergas Subdistrict Semarang Regency in July-August 2013 getting 32 women. The sample of the study used purposive sampling and accidental sampling. The statistical analysis of the study used Kendal Tau test. The study finds the frequency of sexual activity of married women is mostly rarely (< 3x/week). The primary dysmenorrhoea pain scale on the married women is mostly mild pain (scale 1-3). Analytical results obtain p-value = 0,000 (p < α), it means that there is a correlation between sexual activity and the primary dysmenorrhoea pain scale of married women at Gondoriyo Village Bergas Sub-district Semarang Regency. Benefits of this study can be used as a reference material in increasing a student’s knowledge regarding primary dysmenorrhoea associated with the frequency of sexual activity. Keywords : Sexual activity, Pain, Primary Dysmenorrhoea References : 31 (2000-2012) PENDAHULUAN Latar Belakang Saat menjelang atau dalam masa haid tersebut berlangsung sering dijumpai gangguan berupa nyeri haid atau dismenorea. Dismenorea merupakan keadaan nyeri haid sedemikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari (Prawirohardjo, 2008). Dismenorea dibagi atas dua macam yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Dari kedua dismenorea tersebut dismenorea primer adalah yang paling sering terjadi di masyarakat. Dinamakan dismenore primer karena rasa nyeri timbul tanpa sebab yang dapat dikenali. Sifat rasa nyerinya adalah kejang, biasanya terbatas pada perut bawah tetapi menyebar ke daerah pinggang dan paha. Serta dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala dan diare (Prawiohardjo, 2008). Derajat nyeri dan kadar gangguan tidak sama untuk setiap wanita. Ada yang masih bisa bekerja/ beraktivitas (sesekali sambil meringis), adapula yang tidak bisa beraktivitas karena terlalu nyeri (Proverawati & Misaroh, 2009). Faktor penyebab dismenorea diantaranya adalah faktor kejiwaan, faktor konstitusi, faktor obstruksi kanalis servikalis, faktor alergi dan faktor hormon prostaglandin. Penyebab utama dismenorea primer adalah adanya prostaglandin F2α (PGF2α) yang dihasilkan endometrium. PGF2α merupakan hormon yang diperlukan untuk menstimulasi kontraksi uterus selama menstruasi. Pada wanita yang mengalami dismenorea jumlah produksi PGF2α lebih tinggi dari normal. Jika jumlah PGF2α berlebih, maka akan dilepaskan ke dalam peredaran darah. Akibatnya selain dismenorea, dijumpai juga efek umum HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG seperti diare, nausea dan muntah (Prawirohardjo, 2008). Tindakan mengurangi jumlah PGF2α yang tersedia dalam tubuh merupakan metode utama dalam mengurangi nyeri dismenore (Varney, 2006). Penatalaksanaan dari nyeri dismenorea primer ini dapat dilakukan dengan pemberian obat analgesik, terapi hormonal, terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin, dilatasi kanalis servikalis dan terapi alternatif. Terapi alternatif dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah kompres hangat, olahraga dan aktivitas seksual. Aktivitas seksual juga termasuk dalam olah raga karena dengan melakukan aktivitas seksual dapat membantu dengan mengurangi tagangan pada otot-otot pelvis sehingga membawa kekenduran dan rasa nyaman (Judha, 2012). Hubungan seksual baik untuk melatih otot rahim dan melatih otot panggul dan membuat otot tersebut menjadi kuat dan fleksibel sehingga sewaktu menstruasi nyeri yang dirasakan karena kontraksi rahim akan berkurang (Llewellyn, 2002). Hubungan seksual pada wanita akan merangsang pelepasan oksitosin, karena oksitosin membuat perasaan menjadi lebih baik, rileks dan nyaman sehingga membuat nyeri dismenorea menjadi lebih ringan (Suririnah, 2005). Penyebab dismenorea primer berbeda dan berkurang setelah menikah adalah karena seorang wanita yang telah menikah dan pernah melakukan hubungan seksual leher rahimnya akan terbuka/ tidak sempit seperti sebelum menikah sehingga sewaktu haid leher rahim tidak harus berkontraksi kuat untuk mengeluarkan gumpalan darah (Mansjoer, 2008). Pada saat melakukan hubungan seksual akan timbul rasa gembira atau euforia yang dapat menghasilkan zat kimia yang dilepaskan oleh tubuh. Saat orgasme, otak akan meningkatkan produksi endorpin, “morfin” alami yang berguna dalam meredakan rasa sakit, salah satunya dapat meringankan nyeri dismenorea primer (Iwan, 2007). Dari hasil studi pendahuluan di Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang pada tanggal 15 Juli 2013 dengan sampel acak pada 3 pasangan suami istri. Dari 3 wanita yang sudah menikah tersebut didapatkan 2 orang yang melakukan hubungan seksual dengan frekuensi 2 sampai 3 kali/ minggu, 1 orang mengalami dismenorea dengan tingkatan nyeri ringan dengan skala 3 dan 1 orang mengalami dismenorea dengan tingkatan berat skala 8, dan 1 orang yang frekuensi hubungan seksualnya tidak pasti (kurang lebih 1 kali/ minggu) mengalami nyeri dismenorea dengan tingkatan nyeri berat skala 7. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis mengambil penelitian yang berjudul hubungan antara frekuensi aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adakah hubungan antara frekuensi aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang? Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara frekuensi aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui frekuensi aktivitas seksual pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang b. Mengetahui tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG Rancangan Penelitian 1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik yaitu penelitian yang mencoba mengetahui penyebab terjadinya suatu masalah, kemudian melakukan analisis antara variabel. Rancangan pada penelitian ini dilakukan secara cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara data variabel bebas dan terikat dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, dan tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja. 2. Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling a. Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah wanita yang sudah menikah usia 17 sampai 49 tahun sebanyak 1048 wanita. b. Sampel dan teknik sampling Sampel dalam penelitian ini adalah semua wanita yang sudah menikah yang ditemui selama kurun waktu dari tanggal 16 Juli sampai dengan 14 Agustus 2013. Teknik sampling atau teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling dan accidental sampling. Dalam penentuan sampel enggunakan 2 kriteria inklusi dan kriteria eksklusi: 1) Kriteria inklusi Yaitu kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Subyek dalam penelitian ini adalah wanita yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Menstruasi sudah lebih dari 1 tahun dan teratur 2. Sudah pernah melakukan hubungan seksual 3. Sedang mengalami menstruasi 24 jam sampai hari ke 2 2) Kriteria eksklusi Merupakan ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Termasuk kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu : 1. Memiliki riwayat ginekologik seperti endometriosis, tumor, infeksi rahim 2. Merokok 3. Mengkonsumsi alkohol. Kerangka Teori Penatalaksanaan dismenorea primer 1. Penjelasan dan nasehat 2. Pemberian obat analgesik 3. Terapi hormonal 4. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin 5. Dilatasi kanalis servikalis 6. Terapi alternatif 6. Terapi alternative 1. Kompres hangat 2. Olagraga 3. Nafas dalam 4. Aktivitas seksual 4. Aktivitas seksual Tingkat nyeri dismenorea primer Pasangan suami istri HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG Kerangka Konsep Frekiuensi Aktivitas Seksual Tingkat nyeri dismenorea primer Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini hipotesisnya adalah ada hubungan antara Lingkar Lengan Atas (LILA) dengan Taksiran Berat Janin (TBJ) pada ibu hamil aterm. Definisi Operasional Alat Ukur Frekuenss hubungan seksual yang checklis i aktivitas dilakukan oleh suami dan t seksual istri dihitung dalam 1 minggu Variabel Dismenor ea Primer Definisi Operasional nyeri menstruasi karena proses kontraksi rahim saat menstruasi tanpa penyakit rahim dengan nyeri yang datang setelah 6-12 bulan setelah menstruasi pertama dan nyeri yang dirasakan hilang-timbul, menusuknusuk, pada perut bagian bawah, menyabar ke pinggang, paha depan Skala Hasil Ukur Ordinal 1-2x/minggu : Jarang 3x/minggu : Normal >3x/minggu : Sering Numeric Ordinal Rating Scale 010 0 : Tidak Nyeri 1-3 : Nyeri Ringan 4-6 : Nyeri Sedang 7-9: Nyeri Berat 10: Nyeri sangat berat HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Gondoriyo secara administratif menjadi bagian dari Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Desa ini meliki luas wilayah wilayah 548,50 Ha dengan 14 Rukun Warga (RW) dan 48 Rukun Tetangga (RT). Desa Gondoriyo dibatasi oleh sebelah barat dengan Desa Wringinputih, timur dengan Desa Wonorejo, selatan dengan Desa Klepu, utara dengan Desa Kawengen Desa Gondoriyo dibagi menjadi 7 dusun antara lain, Dusun Gondoriyo, Klesem, Setro, Sidorejo, Gethuk, Krajan, Gondoriyo serta Kambangan. Fasilitas kesehatan yakni Pustu (Puskesmas Pembantu) yang berada di pusat pemerintahan Desa yakni Gondoriyo dan memiliki 9 posyandu, sedangkan tenaga medis yang dimiliki oleh Desa ini adalah sebanyak 2 orang yakni Bidan Desa dan seorang perawat, 5 kader pada setiap posyandu serta 5 orang dukun bayi akan tetapi tidak terlatih . Hasil Penelitian 1. Karekteristik Responden a. Umur Responden Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG Variabel Mean Median SD Min - Mak Umur 30,25 8,250 20 – 47 27,00 Pada tabel 5.1, Karakteristik responden dapat dilihat bahwa, rata-rata umur responden adalah 30,25 tahun menunjukkan bahwa umur wanita yang sudah menikah dalam penelitian ini rata-rata 30 tahun, median 27 tahun dengan standar deviasi 8,25 tahun. Umur termuda 20 tahun dan umur tertua 47 tahun. 2. Analisis Univariat a. Frekuensi Aktivitas Seksual Pasangan Suami Istri Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Aktivitas Seksual dalam Satu Minggu pada Wanita yang Sudah Menikah di Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang No 1 Karakteristik Frekuensi Prosentase (%) Jarang 16 50 % (< 3x/minggu) 2 Normal 10 31,3 % (3x/minggu) 3 Sering 6 18,7 % (> 3x/minggu) Total 32 100 % Dari tabel 5.2, dapat diketahui frekuensi aktivitas seksual pada wanita yang sudah menikah paling banyak adalah jarang dengan frekuensi < 3x/minggu sebanyak 16 orang (50%). b. Tingkat Nyeri Dismenorea Primer Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Nyeri Dismenorea Primer pada Wanita yang Sudah Menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang No 1 Karakteristik Frekuensi Prosentase (%) Nyeri Ringan 16 50 % (Skala 1-3) 2 Nyeri Sedang 9 28,1 % (Skala 4-6) 3 Nyeri Berat 7 21,9 % (Skala 7-9) Total 32 100 % Dari tabel 5.3, dapat diketahui tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah paling banyak adalah nyeri ringan sebanyak 16 orang (50 %).. 3. Analisis Bivariat Tabel 5.4. Distribusi Responden antara aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang Frekuensi Tingkat Nyeri Dismenorea Primer Aktivitas Seksual Total Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat (1-3) (4-6) (7-9) 2 8 6 16 Jarang HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG (6,2%) (25%) (18,8%) (50%) 8 1 1 10 (25%) (3,1%) (3,1%) (31,2%) 6 0 0 6 (18,8%) (0%) (0%) (18,8%) 16 9 7 32 (50%) (28,1%) (21,9%) (100%) Pada tabel 5.4, dapat diketahui bahwa wanita yang frekuensi aktivitas seksualnya jarang mengalami nyeri dismenore primer dengan nyeri berat sebanyak 6 orang (18,8%), wanita yang frekuensi aktivitas seksualnya normal mengalami nyeri dismenorea dengan nyeri berat sebanyak 1 orang (3,1%) dan wanita yang frekuensi aktivitas seksualnya sering tidak ada yang mengalami nyeri dismenorea primer dengan nyeri berat.. Berdasarkan uji statistik menggunakan uji Kendal Tau didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar (𝜏)= -0,648, koefisien korelasi Kendal Tau yang besarnya (-1< 𝜏 <1) dan nilai p-value (p) :0,000<0,05 yang berarti Ho ditolak sehingga ada hubungan antara aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Dengan uji statistik Kendal Tau didapatkan koefisien korelasi negatif sebesar 0,648 maka aktivitas seksual dan tingkat nyeri dismenorea primer mempunyai hubungan berlawanan arah artinya jika frekuensi aktivitas seksual semakin sering maka tingkat nyeri dismenorea primer semakin rendah serta kekuatan hubungan antara frekuensi aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah adalah kuat. kali seminggu adalah responden yang Bahasan tinggal bersama suami. Analisa Univariat 1. Distribusi Frekuensi Responden Hasil penelitian tersebut, frekuensi Berdasarkan Aktivitas Seksual pada aktivitas seksual wanita yang sudah Wanita yang Sudah Menikah di Desa menikah adalah 2,5 kali atau 2 sampai 3 Gondoriyo, Kecamatan Bergas, kali dalam satu minggu. Pada usia Kabupaten Semarang subur aktivitas seksual teratur karena Berdasarkan tabel 5.2 frekuensi tidak ada keluhan saat melakukan aktivitas seksual pada wanita yang hubungan seksual. Berbeda setelah sudah menikah rata-rata adalah 2,5 kali melewati usia di atas 50 tahun dapat dalam satu minggu. Frekuensi aktivitas terjadi masalah dalam aktivitas seksual seksual dalam rentang 1 – 4 kali dalam seperti sakit saat berhubungan seksual, satu minggu. Responden yang libido menurun (Manuaba, 2009). melakukan hubungan seksual 1 dan 4 Menurut Hidayati (2009), kali dalam satu minggu masing-masing pasangan usia 19-40 tahun rata-rata sebanyak 6 orang (18,8%), melakukan melakukan hubungan seksual 3x/ hubungan seksual 2 dan 3 kali dalam minggu. Dikategorikan sering apabila satu minggu masing-masing sebanyak hubungan seksual dilakukan lebih dari 10 orang (31,2%). Pada saat penelitian 3x/minggu, dikategorikan normal ada beberapa responden yang dilakukan 3x/minggu, dikategorikan melakukan aktivitas seksual 1 kali jarang apabila dilakukan kurang dari dalam seminggu dikarenakan pekerjaan, 3x/minggu. kondisi fisik yang terlalu capek, suami Menurut Judith Sachs dalam Iwan yang bekerja diluar kota yang pulang 1 (2007), hubungan seksual juga bisa minggu sekali, jumlah anak yang bermanfaat sebagai pengobatan. Ini banyak serta ada beberapa responden karena saat melakukan hubungan yang aktivitas seksualnya lebih dari 4 seksual akan timbul rasa gembira atau euforia yang dapat menghasilkan zat (< 3x/minggu) Normal (3x/minggu) Sering (< 3x/minggu) Total HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG kimia yang dilepaskan oleh tubuh. Saat orgasme, otak akan meningkatkan produksi endorpin, “morfin” alami yang berguna dalam meredakan rasa sakit. Hubungan seks juga dapat dikategorikan sebagai olahraga. Selain itu hubungan seks dapat menghilangkan stress, siklus mentruasi menjadi teratur, menyembuhkan insomnia, mengendalikan emosi, menjaga sistem kekebalan tubuh, mengasah panca indera, membuat tubuh serta pikiran menjadi segar dan mempertebal rasa percaya diri 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Nyeri Dismenorea Primer pada Wanita yang Sudah Menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang Berdasarkan tabel 5.3 tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah paling banyak adalah nyeri ringan (1-3) sebanyak 16 orang (50%) dan yang paling sedikit adalah nyeri berat (7-9) sebanyak 7 orang (21,9%). Menurut Wong, et al, (2009) dismenorea primer adalah nyeri yang berkaitan dengan terjadinya ovulasi serta berhubungan dengan kontraksi otot uterus dan sekresi prostaglandin. Menurut Judha (2012) penyebab dari dismenorea primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri yang dirasakan semakin hebat ketika lapisan rahim yang berupa darah yang luruh melewati serviks (leher rahim), terlebih jika saluran serviks-nya sempit. Menurut Liewellyn (2002) nyeri haid sering terjadi pada usia muda karena belum mencapai kematangan biologis (khususnya kematangan alat reproduksi yaitu pertumbuhan endometrium yang belum sempurna) dan psikologis. Frekuensi nyeri akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia. Hal ini karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan. Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian dismenorea jarang ditemukan. Tingkatan nyeri dismenorea dapat dideskripsikan secara verbal maupun dengan menggunakan skala 0-10. Nol diartikan sebagai tidak ada nyeri sedangkan angka 10 diartikan sebagai nyeri yang paling hebat dan tidak tertahankan. Skala nyeri 0-10 juga dapat dikategorikan yaitu tingkat 1 sampai 3 dikategorikan nyeri ringan, tingkat 4 samapi 6 dikategorikan nyeri sedang, tingkat 7 sampai 9 nyeri berat dan tingkat 10 nyeri sangat berat. Semakin besar angka semakin berat rasa nyeri yang dirasakan (Judha, 2012). Analisis Bivariat Berdasarkan uji statistik menggunakan uji Kendal Tau didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar (𝜏)= -0,648, koefisien korelasi Kendal Tau yang besarnya (-1< 𝜏 <1) dan nilai p-value (p) :0,000<0,05 yang berarti Ho ditolak sehingga ada hubungan antara aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Dengan uji statistik Kendal Tau didapatkan koefisien korelasi negatif sebesar 0,648 maka aktivitas seksual dan tingkat nyeri dismenorea primer mempunyai hubungan berlawanan arah artinya jika frekuensi aktivitas seksual semakin sering maka tingkat nyeri dismenorea primer semakin rendah serta kekuatan hubungan antara frekuensi aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah adalah kuat. Berdasarkan tabel 5. 4 dapat disimpulkan, semakin sering melakukan aktivitas seksual tingkat nyeri semakin rendah. Wanita yang melakukan hubungan seksual 1 dan 2 kali dalam satu minggu mengalami nyeri dismenorea primer bervariasi serta lebih banyak mengalami HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG nyeri sedang dan nyeri berat, sedangkan wanita yang melakukan hubungan seksual 3 dan 4 kali dalam satu minggu hanya mengalami nyeri ringan dan berat tetapi ada 1 orang yang melakukan hubungan seksual 3 kali dalam satu minggu masih mengamalami nyeri berat, hal tersebut dikarenakan umur wanita tersebut berusia 20 tahun. Nyeri haid sering terjadi pada usia muda karena belum mencapai kematangan biologis (khususnya kematangan alat reproduksi yaitu pertumbuhan endometrium yang belum sempurna) dan psikologis. Frekuensi nyeri akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Liewellyn, 2002). Penyebab dismenorea primer karena terjadi kontraksi yang kuat atau lama pada dinding rahim, hormon prostaglandin yang tinggi, dan pelebaran leher rahim saat mengeluarkan darah haid (Hendrik, 2006). Pendapat lain mengatakan penyebab dismenorea primer karena kontraksi otot uterus (miometrium) yang terlalu kuat ketika mengeluarkan darah haid (peluruhan lapisan endometrium uteri; bekuan darah (stolsel); sel-sel epitel dan stroma dari dinding uterus dan vagina; serta cairan dan lendir dari dinding uterus; vagina dan vulva), sehingga menimbulkan ketegangan otot saat kontraksi dan terjadilah nyeri saat haid (Taber, 2005). Exercise salah satu manajemen non farmakologis untuk menurunkan nyeri dismenorea primer yang lebih aman digunakan karena mengeluarkan proses fisiologis (Woo & McEneaney, 2010). Menurut Dr. Michael crigliano dalam Haryanto (2009), salah seorang ahli tentang kesehatan seks dari Universitas Pennsylvania (USA) dalam penelitiannya menemukan bahwa seks adalah salah satu bentuk olah raga ringan (exercise) yang dapat menangkal stres, insomnia, meringankan sakit dan menyehatkan jantung. Apabila hubungan seks dilakukan setiap hari atau seminggu tiga kali, akan dapat ikut membantu memelihara kesehatan. Perubahan fisik yang terjadi dalam tubuh sewaktu melakukan hubungan seks setara dengan gerakan olahraga normal. Tubuh memerlukan gerak untuk tetap sehat karena tubuh harus dapat menyesuaikan dengan energi tubuh. Gerakan dalam hubungan seksual sama dengan gerakan push up yang dapat melatih otot-otot agar lebih fleksibel. Melakukan hubungan seksual sama dengan ber-aerobik, yang bermanfaat untuk kesehatan jantung. Hubungan intim yang aktif akan memperkuat otot perut, punggung dan otot bagian bokong. Pada wanita, hubungan seksual akan melatih otot-otot di sekitar organ intim. Seperti halnya otot di bagian tubuh lain, otot yang sering digunakan akan semakin lentur. Selain itu otot yang lentur juga mengurangi perdarahan saat persalinan dan mengurangi nyeri saat menstruasi, selain itu wanita akan merasakan tambahan kenikmatan sekaligus menguatkan otot dasar panggul (Arifin, 2010). Menurut Harry (2007) dengan melakukan hubungan seksual tubuh akan menghasilkan endorpin. Endorpin dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini sebagai penenang alami, sehingga menimbulkan rasa nyaman. Kadar endorpin dalam tubuh yang meningkat dapat mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi. Saat melakukan aktivitas seksual endorpin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan endorpin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah dan pernapasan. Hassan (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Perbedaan angka kejadian dismenorea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah di Kecamatan Jebres Kota Surakarta menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna mengenai angka kejadian dismenorea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah yakni wanita yang belum menikah lebih banyak mengalami HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG dismenorea primer berbanding wanita yang sudah menikah. Hasil penelitian diperoleh nilai χ² hitung= 4,577 sedangkan nilai χ² tabel = 3,841 (p < 0,05). Penatalaksanaan dari nyeri dismenorea primer ini dapat dilakukan dengan pemberian obat analgesik, terapi hormonal, terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin, dilatasi kanalis servikalis dan terapi alternatif. Terapi alternatif dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah kompres hangat, olahraga dan aktivitas seksual. Aktivitas seksual juga termasuk dalam olah raga karena dengan melakukan aktivitas seksual dapat membantu dengan mengurangi tagangan pada otot-otot pelvis sehingga membawa kekenduran dan rasa nyaman (Judha, 2012). Aktivitas seksual dapat menurunkan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang hubungan antara aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang dengan responden 32 wanita yang sudah menikah, maka dapat di simpulkan bahwa : 1. Frekuensi aktivitas seksual pada wanita yang sudah menikah paling banyak adalah jarang dengan frekuensi < 3x/minggu sebanyak 16 orang (50%). 2. Tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah paling banyak adalah nyeri ringan sebanyak 16 orang (50%). 3. Terdapat hubungan bermakna antara aktivitas seksual dengan tingkat nyeri dismenorea primer pada wanita yang sudah menikah di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang dengan nilai p-value (p) :0,000<0,05. Dengan uji statistik Kendal Tau didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar (𝜏)= -0,648, koefisien korelasi Kendal Tau yang besarnya (1< 𝜏 <1) dan bernilai negatif sehingga mempunyai hubungan berlawanan arah artinya jika frekuensi aktivitas seksual semakin sering maka tingkat nyeri dismenorea primer semakin rendah dan kekuatan korelasi adalah kuat. Saran 1. Institusi Institusi pendidikan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai tambahan literatur pendukung proses perkuliahan. 2. Masyarakat Khususnya kepada wanita yang sudah menikah dan masih merasakan nyeri dismenorea yang berat dapat melakukan tindakan alternatif untuk mengurangi nyeri dismenorea primer salah satunya dengan melakukan aktivitas seksual secara rutin. 3. Peneliti selanjutnya Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan variabel lain yang lebih beragam DAFTAR REFERENSI Anurogo. (2011). Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta : C.V Andi Offset Arifin G. (2010). Menikah untuk Bahagia. Jakarta: Elex Media Komputindo Arikunto. (2010). Prosedur penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Darwis, dkk. (2011). Kamus Istilah Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKB Gunawan. (2002). Nyeri Haid Primer, Faktor-faktor yang Berpengaruh dan Perilaku Remaja dalam Mengatasinya (Survei pada 4 HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG SLTP di Jakarta). Jurnal Bagian Obstetri Ginekologi Harry (2007). Mekanisme endorphin dalam tubuh. Diperoleh 17 Juli 2013 dari http://klikharry.files.wordpres.com /2007/02/1.doc+endorpin+dalam+t ubuh Haryanto S. (2009). Terapi Seks. Yogyakarta: Kanisius Hassan. (2011). Perbedaan Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer antara Wanita yang Sudah Menikah dengan Wanita yang Belum Menikah. FK UNS Hendrik. (2006). Problema haid: tinjauan syariat islam dan medis. Cetakan 1. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Hidayat. (2011). Metode penelitian kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Hidayati, R. (2009). Asuhan keperawatan pada Kehamilan Fisiologi dan Patologis. Jakarta : Salemba Medika Iwan, M J. (2007). Bukan Pernikahan Cinderella. Jakarta: Gema Insani Press Judha dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika Llewellyn. (2002). Dasar-dasar Obstetri Gynekologi. Jakarta: Hipokrates Mansjoer. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC Munajat, N. (2000). Perkembangan Seksualitas Remaja. Jakarta : PKBI Notoatmodjo. (2010). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Novia & Nunik. (2008). Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Dismenorea Primer. The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 4, No. 2, Maret 2008: 96-104 Nugroho. (2012). 7 Kenikmatan Menikah. Yogyakarta : IN AzNa Books Prawirohardjo. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Proverawati & Misaroh. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta : Nuha Medika Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung : C.V Alfabeta Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Suririnah. (2004). Posisi Hubungan Seks Yang Terbaik Selama Kehamilan. Retrieved November 04, 2004, from www.infoibu.com Taber, B. (2005). Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Alih bahasa: dr. Teddy Supriyadi dan dr. Johanes Gunawan. Jakarta: EGC Varney. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EG Wahyuliati & Cahyaningtyas. (2008). Pengaruh Olahraga terhadap Derajat Nyeri Dismenorea. Yogyakarta : Bagian Ilmu Saraf Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Wong, Donna L. (2009). Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (Wong’s Essentials of Pediatric Nursing), Terjemahan Oleh Andry Hartono, dkk. Jakarta: EGC Woo, P. & McEneancy, M.J. (2010). New Strategis to treat primary dysmenorrhea. The Clinical Advisor. Diperoleh tanggal 17 Juli 2013 dari http://proquest.umi.com/pqdweb?i ndex=6&did=2195246451 Wratsongko, M & Budisulistyo, T. (2006). 205 Resep pencegahan dan penyembuhan penyakit dengan gerakan sholat: sehat tanpa biaya dan obat. Cetakan 1. Jakarta: Qultum Media HUBUNGAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN TINGKAT NYERI DISMENOREA PRIMER PADA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DI DESA GONDORIYO KEC. BERGAS KAB. SEMARANG