HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANGANTENATAL CAREDENGAN KUNJUNGAN K1 DI DESA WRINGINPUTIH KECAMATAN BERGAS Ulfatus Solikhah1), Widayati2), Rini Susanti3) 1) Mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo 2) Dosen AKBID Ngudi Waluyo 3) Dosen AKBID Ngudi Waluyo [email protected] INTISARI Kunjungan ibu hamil pertama kali dalam pemeriksaan kehamilan sangat diperlukan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi selama kehamilan dan agar terhindar dari resiko berat badan lahir rendah (BBLR), resiko lahir macet, resiko perdarahan, resiko infeksi, eklamsi dan anemia. Hasil observasi kohort ibu hamil didapatkan data, sebagian ibu memeriksakan kehamilannya pertama kali pada usia kehamilan >16 minggu, sehingga bukan merupakan data K1 murni. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care dengan kunjungan K1 di Desa Wringin putih Kecamatan Bergas. Desain penelitian yang digunakan adalah studi korelasi dengan pendekatan cross sectional yang populasinya berjumlah 58 ibu hamil Desa Wringinputih dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total populasi. Instrumen penelitiannya menggunakan kuesioner, kemudian dianalisis secara distribusi frekuensi dan uji rank spearman. Hasil penelitian ini didapat Ibu dengan pengetahuan kurang sebagian besar melakukan kunjungan K1 >16 minggu sejumlah 12 orang (66,7%). Ibu dengan pengetahuan cukup sebagian besar melakukan kunjungan K1 <16 minggu sejumlah 19 orang (73,1%), ibu dengan pengetahuan baik sebagian besar telah melakukan kunjungan K1 <16 minggu sejumlah 11 orang (78,6%), hal ini menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang antenatal care dengan kunjungan K1. Simpulannya adalah semakin baik pengetahuan, maka ibu hamil melakukan kunjungan K1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang antenatal care bagi semua ibu hamil di Desa Wringinputih. Kata kunci : Pengetahuan, Kunjungan K1 Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 1 ABSTRACT The first prenatal in the pregnancy is needed to detect early of complication during pregnancy and to avoid the risk of low birth weight (LBW), born stalled the risk, the risk of bledding, eklamsi and anema. Observation cohort of pregnant women obtained, some mother checking her pregnancy first time at the gestational age >16 week, so that is not pure K1. This study to analyze relations pregnant women about knowledge antenatal carewith visit of K1. A desain study that used is study correlation with the apptoach of cross sectional pregnant mother whose population is a total of 58 wringinputih village to sample collection technique using the total population. An instrument of research using a questioner, the analysis in frequency distribution and the rank spearman. This research result obtained mother with the knowledge less most of the visit K1 >16 week a 12 people (66,7%). Mother with good knowledge most of the visit K1 <16 week a 19 peoople (73,1%), mother with good knowledge most visit K1 <16 week a 11 peoople (78,6%), it showed there was a connection between knowledge about antenatal care with K1 visit. The conclusion is getting better and better knowledge then pregnant women of K1 visit. The study is expected to add more information about antenatal care for all Wringinputih pregnant women in the Wringinputih village. Keywords: Knowledge, K1 Visits PENDAHULUAN Latar Belakang Kehamilan adalah suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis yang dilanjutkan dengan pemeriksaan kehamilan tidak dapat diabaikan. Pemerikaan kehamilan sebaiknya dimulai segera setelah diperkirakan terjadi kehamilan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dalam beberapa hari setelah terlambat menstruasi, terutama bagi wanita yang menginginkan kehamilan , tetapi bagi semua wanita secara umum sebaiknya jangan lebih dari 2 bulan siklus menstruasi (Suhaemi, 2007). Menurut Azrul Azwar (2005) dalam Fakih Hidayat (2010), menyatakan bahwa masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. Perhatian terhadap ibu dalam sebuah keluarga perlu mendapat perhatian khusus karena Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi diantara Negara-negara Assosiation Of South East Asian Natiaon (ASEAN). AKI saat melahirkan tahun 2005 tercatat 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi AKB 35 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu (AKI) adalah indikator pembangunan suatu bangsa. Semakin baik pembangunan, AKI semakin kecil. AKI Indonesia dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 tertinggi di ASEAN yaitu 228/100 ribu kelahiran hidup (KH). Salah satu kesepakatan konferensi promosi kesehatan dunia di Nairobi tentang mainstream promosi kesehatan dunia, adalah penurunan angka kematian ibu (WHO,2010). Hasil SDKI 2012 dan SP 2010, AKI Indonesia meningkat sebesar 359/100.000 kelahiran hidup. AKI ternyata menyimpang dari tren yang diharapkan terjadi. AKI sejak tahun 1992 sampai 2007 cenderung turun yaitu 390/100.000 KH menjadi 228/100.000 KH (SDKI, 2012). Secara nasional, penyebab AKI yang paling besar yaitu karena masalah obstetrik langsung yaitu komplikasi kehamilan , perdarahan pada kehamilan, distosia, eklamsi dan infeksi pada masa nifas. Hal tersebut dapat terjadi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kematian ibu dapat dicegah Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 2 melalui pemeiksaan kehamilan (Antenatal Care) yang rutin (Prawiroharjo , 2007). Pengawasan antenatal dan postnatal sangat penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal. Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkahlangkah dalam pertolongan persalinannya. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pengawasan antenatal sebanyak 4 kali yaitu, pada setiap trimester, sedangakan trimester akhir sebanyak 2 kali (Manuaba, 2010). World Healt Organization (WHO) memperkiraan bahwa sekitar (15%) dari seluruh wanita yang hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya. Sejumlah 5.600.000 wanita hamil di Indonesia, sebagian besar akan mengalami suatu komplikasi atau masalah yang bisa menjadi fatal. Komplikasi tersebut dapat dideteksi secara dini dengan melakukan kunjungan antenatal care (ANC) secara teratur. Laporan tahunan direktorat bina kesehatan ibu tahun anggaran 2013, pada tahun 2012 banyak kemajuan yang sudah dicapai. Indikator kesehatan ibu seluruhnya dapat tercapai dengan baik, kecuali untuk indikator cakupan pelayanan antenatal pertama (K1). Indikator presentase ibu hamil mendapat pelayanan antenatal care (K1) target pada tahun 2012 adalah 97%, akan tetapi hanya mencapai 96,61%. Setiap ibu hamil menghadapi risiko terjadinya kematian, sehingga salah satu upaya menurunkan tingkat kematian ibu adalah meningkatkan status kesehatan ibu hamil sampai bersalin melalui pelayanan ibu hamil sampai nifas (Riskesdas, 2013). Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan oleh semua ibu hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Hampir seluruh ibu hamil di Indonesia (95,4%) sudah melakukan pemeriksaan kehamilan ( K1 ) dan frekuensi kehamilan minimal 4 kali selama masa kehamilannya adalah (83,5%). Target pencapaian ANC secara nasional (K1) sebesar 95% pada tahun 2010. Wilayah provinsi Jawa Tengah cakupan K1 sebesar 91%, sedangkan cakupan K4 sebesar 93,39%. Pencapaian program masih jauh di bandingkan target nasional yang ditetapkan yaitu sebesar 95% tahun 2010 (Depkes RI, 2010). Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI cakupan pelayanan kesehatan Ibu hamil K1 di Indonesia tahun 2012 sebesar 96,84% sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan yaitu sebesar 95,25%. Pelayanan antenatal memiliki peranan yang sangat penting, diantaranya agar dapat dilakukan deteksi dan tata laksana dini komplikasi yang dapat timbul pada saat persalinan. Apabila seorang ibu datang langsung untuk bersalin di tenaga kesehatan tanpa adanya riwayat pelayanan antenatal sebelumnya, maka faktor resiko dan kemungkinan komplikasi saat persalinan akan lebih sulit diantisipasi, untuk ke depannya diharapkan definisi operasional K1 hanya menggunakan K1 murni, bukan K1 akses, sehingga cakupan K1 dan K4 tidak banyak berbeda. Kondisi saat ini dimana belum semua kunjungan K1 adalah K1 murni, sehingga jika ditemukan kelainan pada saat Antenatal Care(ANC) maka tidak cukup waktu untuk pengelolaan kelainan tersebut. Kunjungan ibu hamil pertama kali dalam pemeriksaan kehamilan sangat diperlukan untuk mendeteksi dini dan agar terhindar dari resiko berat badan lahir rendah (BBLR), resiko lahir macet, resiko perdarahan, resiko infeksi, eklamsi dan anemia. Kunjungan 1 murni ibu hamil dimaksudkan agar ibu hamil memeriksakan kehamilannya sedini mungkin, agar dapat terdeteksi secara dini, bila terdapat risiko yang menyertai kehamilannya sehingga dapat ditangani secara tepat dan memadai. Bila terlambat dalam mendeteksi dan menangani keadaan yang mengancam kehidupan ibu dan janin maka meningkatkan angka kematian ibu (Depkes RI, 2005). Data PWS KIA yang diperoleh pada tahun 2014 kunjungan awal kehamilan K1 Desa wringinputih mempunyai nilai kumulatif 17,00%. Berdasarkan rekapitulasi PWS KIA UPTD Pusekesmas Bergas Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang pada bulan Januari Februari 2015 dari 13 desa cakupan kunjungan awal yang terendah yaitu Desa Wringinputih K1 sebesar 14, 43% (14) dengan sasaran ibu hamil sebanyak 97 orang. Berdasarkan data Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 3 yang ada dari bulan Januari sampai April total semua ibu hamil Desa Wringinputih yaitu sebanyak 64 orang. Rendahnya kunjungan K1 dapat mempengaruhi kesehatan pada ibu, berdasarkan wawancara yang dilakukan di bidan desa Wringinputih, penulis mendapatkan data dari 8 ibu hamil usia 19-35 tahun yang tidak melakukan kunjungan K1, sebanyak 6 ibu hamil melakukan kunjungan pertama kehamilan saat trimester ketiga dengan umur kehamilan 30-38 minggu dan 2 ibu hamil melakukan kunjungan pertama kehamilan saat trimester kedua dengan umur kehamilan 20-21 minggu, alasan mereka tidak melakukan kunjungan K1 adalah tidak tahu jika hamil, malu untuk berkunjung, merasa tidak ada keluhan dengan kehamilannya, sibuk dengan pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi ibu untuk melakukan kunjungan antenatal yaitu fakor internal antara lain pendidikan dan pengetahuan tentang ANC, pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan menggambarkan wawasan ibu yang luas dan mendukung ibu untuk mempertimbangkan hal-hal yang positif dan cenderung untuk melakukan kunjungan. Faktor eksternal adalah status ekonomi, jumlah anak atau paritas, jumlah anak yang diinginkan, jarak ke tempat pelayanan, dan keterlibatan petugas kesehatan (Syaifuddin, 2005). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengambil judul “Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Antenatal Care dengan Kunjungan K1 di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas”. Tujuan 1. Tujuan umum Menganalisis hubungan pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care dengan kunjungan K1 di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care di wilayah Desa Wringinputih. b. Mendeskripsikan kunjungan K1 di Desa Wringinputih. c. Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care dengan kunjungan K1 di Desa Wringinputih. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Aplikatif a. Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai antenatal care (ANC) yaitu dapat menjadi salah satu indicator dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan dijadikan informasi untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya antenatal care (ANC) dalam rangka meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. b. Bagi Responden Meningkatkan kesadaran para responden untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin. c. Bagi Profesi Bidan Meningkatkan program ANC dan dapat menambah informasi kepada bidan sebagai tenaga kesehatan tentang pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care dengan kunjungan K1, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan ANC dalam usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal. d. Bagi Peneliti Menambah wawasan serta pemahaman yang lebih mengenai tingkat pengetahuan ibu hamil tentang kunjungan K1. 2. Manfaat Teoritis Dijadikan pedoman dalam meningkatkan pelaksanaan asuhan kebidanan dan sebagai bahan masukan penelitian berikutnya yang berhubungan dengan antenatal care. METODE PENELITIAN Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi korelasi yaitu menganalisis faktor pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care dengan kunjungan K1. Menggunakan pendekatan cross sectional (belah lintang) yaitu pengumpulan datanya dilakukan pada waktu bersamaan atau penelitian dilakukan pada satu waktu. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 4 Penelitian ini dilakukan pada bulan juni tahun 2015. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil Desa Wringinputih pada Januari – juni 2015 yaitu 58 ibu hamil, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang tercatat sebagai warga Desa Wringinputih yang berjumlah 58 ibu hamil. Hasil perhitungan tiap-tiap item dibandingkan dengan tabel product moment, dimana instrumen dikatakan valid bila r hitung lebih besar dari r tabel dengan n=20 pada taraf signifikasi 5% dan r tabelnya adalah 0.444. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Karakteristik responden Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Ibu Hamil di Desa Wringinputih, Kecamatan Bergas Umur < 20 Tahun 20-35 Tahun > 35 Tahun Jumlah Frekuensi 4 51 3 58 Persentase (%) 6,9 87,9 5,2 100,0 Tabel 1 menunjukan bahwa dari 58 responden sebagian besar berumur 20-35 tahun, yaitu sejumlah 51 orang (87,9%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu Hamil di Desa Wringinputih, Kecamatan Bergas Pendidikan SD SMP SMA Jumlah Frekuensi 8 26 24 58 Persentase (%) 13,8 44,8 41,4 100,0 Tabel 2 menunjukan bahwa dari 58 responden sebagian besar berpendidikan SMP, yaitu sejumlah 26 orang (44,8%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu Hamil di Desa Wringinputih, Kecamatan Bergas Pekerjaan IRT Swasta/Pabrik Buruh Pedagang Jumlah Frekuensi 20 24 12 2 58 Tabel 3 menunjukan bahwa dari 58 responden sebagian besar ibu bekerja sebagai karyawan swasta/pabrik, yaitu sejumlah 24 orang (41,4%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas Ibu Hamil di Desa Wringinputih, Kecamatan Bergas Paritas Frekuensi Primigravida Multigravida Jumlah 32 26 58 Persentase (%) 55,2 44,8 100,0 Tabel 4 menunjukan bahwa responden primipara sebanyak 32 orang (55,2%), responden multigravida sebanyak 26 orang (44,8). 2. Analisis Univariat a. Pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Antenatal Care di Desa Wringinputih, Kecamatan Bergas Pengetahuan Kurang Cukup Baik Jumlah Frekuensi 18 26 14 58 Persentase (%) 31,0 44,8 24,1 100,0 Tabel 5 menunjukan bahwa pengetahuan responden sebagian besar dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 26 orang (44,8%). b. Kunjungan K1 pada Ibu Hamil Tabel 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kunjungan K1 pada Ibu Hamil di Desa Wringinputih, Kecamatan Bergas Kunjungan K1 Periksa saat UK >16 minggu Periksa saat UK <16 minggu Jumlah Frekuensi 22 Persentase (%) 37,9 36 62,1 58 100,0 Tabel 6, menunjukan bahwa responden sebagian besar telah melakukan kunjungan K1, yaitu sejumlah 36 orang (62,1%). Persentase (%) 34,5 41,4 20,7 3,4 100,0 Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 5 3. Analisis Bivariat Tabel7 Hubungan antara Pengetahuan Ibu Hamil tentang Antenatal Care dengan Kunjungan K1 di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas. Kunjungan K1 Pengetahuan Kurang Cukup Baik Jumlah Tidak Melakukan Melakukan F 12 7 3 22 % 66,7 26,9 21,4 37,9 F 6 19 11 36 % 33,3 73,1 78,6 62,1 Total F 18 26 14 58 p-value % 100 0,005 100 100 100 Tabel 7 menunjukan bahwa ibu dengan pengetahuan kurang sebagian besar tidak melakukan kunjungan K1 sejumlah 12 orang (66,7%). Ibu dengan pengetahuan cukup sebagian besar melakukan kunjungan K1 sejumlah 19 orang (73,1%). Ibu dengan pengetahuan baik sebagian besar telah melakukan kunjungan K1 sejumlah 11 orang (78,6%). Berdasarkan uji rank spearman diketahui correlation coefficient sebesar 0,365 dengan ρ value 0,005 menunjukan ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care dengan kunjungan K1. Pembahasan 1. Karakteristik responden a. Umur Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 58 responden terdapat 4 orang (6,9%) kelompok antara umur <20 tahun, 51 orang (87,9%) kelompok umur 20-35 tahun dan 3 orang (5,2%) kelompok umur >35 tahun. Umur seorang ibu hamil sangat menentukan status kesehatan ibu, karena pada masa itu merupakan saat kehamilan yang baik karena tidak terjadi resiko tinggi kehamilan. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun belum matang dalam hal jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta dalam memelihara, merawat dan membimbing bayi yang dilahirkan. Menurut prawirorahardjo (2005) menyatakan bahwa, ibu yang berumur 35 tahun atau lebih menghadapi kemungkinan resiko yang mungkin terjadi kelainan pada saat masa kehamilan dan adanya penyulit pada saat persalinan. Selain itu umur yang masih muda juga berpengauh pada pola pikir dan daya tangkap dalam menerima informasi baik dari penyuluhan, media cetak ataupun media elektronik, serta dipengaruhi juga oleh faktor pekerjaan dimana sebagian besar responden memiliki pekerjaan rumah tangga dan pekerja pabrik atau swasta sehingga kurang mendapat informasi. Usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi sehat, usia tersebut juga dikatakan sebagai usia madya dimana seseorang dianggap memiliki pola pikir yang baik dan dinggap dewasa bagi orang lain. Usia tersebut menganggap pendapat seseorang dapat dipercaya oleh orang lain karena mereka dianggap sudah dewasa, sedangkan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dianggap rentan terhadap komplikasi kehamilannya. Usia tersebut memiliki anggapan semakin tua semakin bijaksana tetapi karena dianggap telah banyak mendapat banyak pengalaman, namun semakin tua semakin mengalami kemunduran fisik maupun mental sehingga sulit mengajarkan kepada orang lain serta semakin tua menyebabkan kurang terbuka terhadap suatu perubahan. Hasil penelitian didapatkan 4 responden berusia <20 tahun, dimana 1 responden memiliki pengetahuan cukup, sedangkan pengetahuan kurang 2 orang, dan 1 orang berpengetahuan baik. Usia 20-35 tahun terdapat 51 responden dimana responden yang berpengetahuan cukup 24 orang, responden yang berpengetahuan kurang 15, dan responden yang berpengetahuan baik 12 orang. Usia >35 tahun terdapat 3 responden dimana 1 orang berpengetauan cukup, 1 orang berpengetahuan kurang dan 1 orang berpengetahuan baik. Hal ini menunjukan bahwa usia mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir. Usia tersebut menganggap pendapat seseorang dapat dipercaya oleh orang lain karena mereka dianggap sudah dewasa. Usia tersebut dianggap membuat seseorang bersemangat dalam mencari informasi karena usia tersebut tergolong usia produktif. Mereka lebih banyak untuk Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 6 bergaul sehingga untuk mendapat informasi lebih mudah dari teman-teman mereka. b. Pendidikan Menurut tabel 2 distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan responden sebagian besar berpendidikan SMP sebanyak 26 orang (44,8%), pendidikan SMA sebanyak 24 orang (41,4%), dan pendidikan SD sebanyak 8 orang (13,8%). Hasil penelitian menunjukan bahwa responden dengan pendidikan SD sebanyak 8 orang yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 6 responden, cukup 2 responden. Pendidikan SMP sebanyak 26 responden, berpengetahuan kurang 11 responden, berpengetahuan cukup 13, berpengetahuan baik 2 responden. Pendidikan SMA sebanyak 24 responden, berpengetahuan kurang sebanyak 1 responden, berpengetahuan cukup sebanyak 11 responden, berpengetahuan baik sebanyak 12 responden. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya adalah pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Pendidikan responden paling banyak berpendidikan SMP, dimana pendidikan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang terhadap suatu hal. Responden yang berpendidikan cukup, mereka memiliki pengetahuan yang cukup terhadap pengetahuan ibu hamil tentang buku kesehatan ibu dan anak. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2007), menyatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. c. Pekerjaan Berdasarkan tabel 3 distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan sebagian responden bekerja sebagai IRT sebanyak 20 responden (34,5%), bekerja sebagai swasta pabrik sebanyak 24 responden (41,4%), bekerja sebagai buruh sebanyak 12 responden (20,7%), dan bekerja sebagai pedagang sebanyak 2 responden (3,4%). Responden yang memiliki pekerjaan sebagai IRT berpengetahuan kurang sebanyak 6 responden, berpengetahuan cukup sebanyak 7 orang, dan yang berpengetahuan baik sebanyak 7 responden. Responden yang bekerja sebagai swasta pabrik berpengetahuan baik sebanyak 5 orang, berpengetahuan cukup sebanyak 11 orang sedangkan berpengetahuan kurang 8 orang. Hal ini menunjukan bahwa ibu rumah tangga memiliki waktu yang lebih banyak daripada orang yang bekerja sehingga ibu lebih mudah untuk mendapatkan waktu untuk meningkatkan pengetahuannya tentang pemerikaan kehamilan. Tidak menutup kemungkinan ibu yang memiliki pekerjaan sebagai swasta pabrik memiliki pengetahuan cukup, karena mendapatkan informasi tentang pemeriksaan kehamilan melalui teman sepekerjaanya. Menurut Notoadmodjo (2007), menyatakan bahwa pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Semakin baik jenis pekerjaan seseorang, maka semakin baik pula status ekonominya sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dimana informasi ini nantinya akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Bekerja memungkinkan adanya interaksi kelompok dengan lingkungan, sehingga untuk mendapatkan informasi baru lebih banyak daripada yang tidak bekerja. Menurut Viviroy (2008) dalam Mike Ahyu Puspita (2014), menyatakan bahwa tetapi tidak menutup kemungkinan ibu yang tidak bekerja mempunyai pengetahuan yang lebih rendah daripada yang bekerja tergantung dari respon seseorang dalam Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 7 menangkap informasi. Berkaitan dengan ibu sebagai ibu rumah tangga mereka memiliki waktu lebih banyak untuk memperhatikan kesejahteraan keluargannya. Tingkat pengetahuan ibu hamil dengan demikian berkaitan dalam hal pekerjaan, baik ibu bekerja maupun ibu rumah tangga pasti banyak interaksi dengan orang-orang sekitar lingkungannya sehingga berwawasan luas dan mendapatkan banyak informasi. d. Paritas Berdasarkan tabel 4 distribusi frekuensi berdasarkan paritas responden primigravida sebanyak 32 orang (55,2%), responden multigravida sebanyak 26 orang (44,8). Ibu primigravida cenderung melakukan kunjungan K1 sebanyak 18 orang tidak melakukan kunjungan 14 orang. Ibu multigravida melakukan kunjungan sebanyak 18 orang yang tidak melakukan kunjungan 8 orang. Responden primigravida cenderung melakukan kunjungan k1 karena merupakan hamil pertama dimana mereka cenderung ingin lebih tau mengenai kehamilannya, sehingga mendorong mereka agar melakukan kunjungan kehamilan lebih awal. Perilaku yang mendukung ibu hamil untuk melakukan kunjungan juga dipengaruhi oleh faktor pemungkin yang menurut Lewrence Green 2009, menyatakan bahwa faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud faktor pemungkin adalah fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan atau tersedia tidaknya fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, dan sebagainya. Faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, sehingga ada beberapa responden yang tidak melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan ada faktor penguat dimana lingkungan sekitar juga mempengaruhi. Berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat. Misalnya seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil, dan didekat rumahnya ada polindes, dekat dengan bidan, tetapi ia tidak mau melakukan periksa hamil, karena ibu lurah dan ibu-ibu tokoh lain tidak pernah periksa hamil, namun anaknya tetap sehat. 2. Pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Caredi Desa Wringinputih Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana disajikan pada tabel 4 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang antenatal care di Desa Wringinputih dalam kategori kurang sejumlah 18 orang (31,0%) dalam kategori cukup sejumlah 26 orang (44,8%) dan dalam kategori baik sejumlah 14 orang (24,1%). Menunjukan bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang antenatal care dalam kategori cukup. Responden yang memiliki pengetahuan baik dikarenakan sebagian besar dari mereka berusia 20-35 tahun dimana pada masa tersebut merupakan usia madya yang dianggap sebagai pematangan dalam berfikir. Semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir. Usia tersebut menganggap pendapat seseorang dapat dipercaya oleh orang lain karena mereka dianggap sudah dewasa. Tingkat pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh umur. Menurut manuaba (2005) menyatakan bahwa, kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun dimana pada usia tersebut wanita akan lebih matang dan dewasa dalam menerima kehamilannya sehingga mendorong mereka untuk memeriksakan kehamilannya sedini mungkin. Responden yang memiliki pengetahuan kurang dikarenakan mereka memiliki pendidikan paling banyak SD dan SMP. Dimana pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pegetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Mereka yang memiliki pendidikan pada sekolah dasar hampir keseluruhan berpengtahuan kurang, itu menunujukan benar pendidikan mempengaruhi pengetahuan. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 8 Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang akan datang dan akan berfikir mana keuntungan yang mereka peroleh dari gagasan tersebut. Hasil kuesioner menunjukan bahwa dari 58 responden di Desa Wringinputih, diperoleh hasil 8 orang (13,8%) berpendidikan SD, 26 0rang (44,8%) berpendidikan SMP, dan 24 orang (41,4%) berpendidikan SMA. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMP sejumlah 26 orang (44,8%) sehingga pengetahuan ibu hamil hanya sebatas yang mereka tahu. Pendidikan yang rendah ini tentu menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai – nilai baru yang diperkenalkan serta butuh waktu untuk memahaminya. Hasil ini didukung dengan apa yang dinyatakan oleh YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2007) menyatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. Begitupula sebaliknya, semakin rendah pendidikan seseorang maka akan semakin kesulitan untuk menerima informasi dari luar. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Wawan dan Dewi (2010) menyatakan bahwa pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti orang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja akan tetapi melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negative. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO yang dikutip oleh Notoadmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. 3. Kunjungan K1 ibu hamil di Desa Wringinputih Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 58 responden di Desa Wringinputih kecamatan Bergas sejumlah 22 orang (37,9%) tidak melakukan kunjungan K1, sejumlah 36 orang (62,1%). Ini menunjukan bahwa ibu hamil di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas sebagian besar telah melakukan kunjungan K1. Kunjungan pemeriksaan kehamilan seseorang dipengaruhi oleh pekerjaan. Hasil penelitian yang dilakukan dari 58 responden menunjukan bahwa 20 orang (34,5%) bekerja sebagai IRT, 24 orang (41,4%) bekerja sebagai swasta atau pabrik, 12 orang (20,7%) bekerja sebagai buruh, 2 orang (3,4%) bekerja sebagai pedagang. Hasil tersebut menunjukan sebagian besar responden bekerja sebagai swasta atau pabrik sehingga mereka melakukan pemeriksaan kehamilan disela – sela mereka bekerja paruh waktu. Ibu hamil dapat mendapatkan informasi yang lebih banyak dari temannya tentang kunjungan kehamilan. Kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun dimana pada usia tersebut wanita akan lebih matang dan dewasa dalam menerima kehamilannya sehingga mendorong mereka untuk melakukan pemeriksaan kehamilan sedini mungkin untuk mencegah adanya komplikasi selama kehamilan (Manuaba, 2005 dalam Mayda Rizki). Kunjungan ANC juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial budaya, ibu hamil yang lingkungan sekitarnya peduli tehadap kehamilan cenderung akan Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 9 melaksanakan ANC segera diketahui terlambat haid. Tetapi ada juga ibu hamil yang merasa malu untuk melakukan pemeriksaan pertama kali kehamilan karena umur kehamilannya yang masih muda. Faktor eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial budaya, dimana seseorang itu berada. Ibu hamil biasanya melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan karena melihat lingkungan sekitar, dengan lingkungan yang mendukung misalnya selain dirinya yang hamil ada teman atau tetangga yang disekitar rumah yang juga sedang hamil mereka selau rutin dan memperhatikan kehamilannya sehingga itu bisa menjadikan motivasi bagi ibu hamil tersebut untuk memantau kehamilannya sedini mungkin selain itu faktor keluarga yang selalu memberikan perhatian dan pengamatan tentang keadaan ibu dan bayi. Beberapa faktor yang ikut berpengaruh terhadap kunjungan kehamilan yaitu pengalaman individu, ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan K1 karena belum mempunyai pengalaman sebelumnya sehingga ibu hamil merasa malu untuk memeriksakan kehamilannya saat umur kehamilannya masih muda, selain itu motivasi ibu yang kurang juga dapat mempengaruhi ibu dalam melakukan kunjungan kehamilan sehingga mereka cenderung melakukan pemeriksaan kehamilan saat trimester ke 2 atau mereka mengatakan saat kehamilannya sudah terlihat besar. Menurut Ann.Mariner dalam Wawan dan Dewi (2010) menyatakan bahwa, lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok, begitupun istem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dan menerima informasi. Pentingnya melakukan kunjungan pada awal kehamilan adalah untuk penapisan, dan pengobatan terhadap anemia, perencanaan persalinan, dan pengenalan terhadap komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya (Syaifudin, 2006 dalam Mayda Rizki). Menurut Notoadjmojo dalam Mayda Rizki, 2011 menyatakan bahwa perilaku baru atau adobsi melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama, kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga. Hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan ibu hamil berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan terutama dalam melakukan ANC. 4. Hubungan pengetahuan ibu hamil tentng antenatal care dengan kujungan K1 di desa Wringinputih Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana disajikan pada tabel 6 menunjukan bahwa responden dengan pengetahuan kurang sebagian besar tidak melakukan kunjungan K1 sejumlah 12 orang (66,7%). Hal ini dikarenakan responden yang berpengetahuan kurang tidak mengetahui pentingnya kunjungan K1 sehingga mereka menganggap kunjungan pemeriksaan kehamilan dapat dillakukan kapan saja. Sedangkan responden dengan pengetahuan cukup sebagian besar melakukan kunjungan K1 sejumlah 19 orang (73,1%), meskipun mereka melakukan kunjungan ANC akan tetapi mereka tidak begitu paham mengenai mafaat kunjungan ANC, kunjungan kehamilan juga dipengaruhi oleh pekerjaan yang berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden bekerja sebagai buruh pabrik sehingga mereka bisa mendapatkan informasi dari teman mereka mengenai kehamilan . Sedangkan responden yang berpengetahuan baik sebagian besar telah melakukan kunjungan K1 sejumlah 11 orang (78,6%). Hal ini dikarenakan mereka sudah mengerti tentang manfaat ANC dan mereka juga sangat memperhatikan kondisi baik ibu maupun bayinya, akan tetapi sebagian dari mereka memilih pemeriksaan kehamilan didokter atau diklinik pabrik tempat mereka bekerja, karena mereka menganggap Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 10 peralatan yang digunakan oleh dokter lebih memadai seperti USG. Hubungan antara pengetahuan tentang antenatal care dengan kunjungan K1 di desa Wringinputih disebabkan karena responden yang lebih tau manfaat dan jadwal kunjungan pemeriksaan kehamilan mereka melakukan kunjungan pemeriksaan segera setelah terlambat haid atau setelah diketahui hamil berbeda jika ibu yang tidak melakukan kunjungan K1 karena tidak memahami manfaat kunjungan pemeriksaan kehamillan. Faktor lingkungan juga mempengaruhi ibu dalam melakukan kunjungan meskipun ibu hamil tidak terlalu memahami manfaat kunjungan pemeriksaan hamil akan tetapi mereka masih mau melakukan kunjungan antenatal care, karena lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan dan Dewi, 2010). Hasil penelitian diatas juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Yauma Nurul (2010) dengan judul “Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dan Paritas Dengan Kunjungan K1 Murni di Puskesmas Rowosari Semarang Tahun 2010 “ yang menyimpulkan bahwa responden yang melakukan kunjungan K1 murni mempunyai terata pengetahuan tentang ANC yang lebih baik dibandingkan yang tidak melakukan kunjungan K1 murni. Sedangkan pada ibu hamil grandemultigravida cenderung tidak melakukan K1 murni dibandingkan dengan ibu primigravida dan multigravida. Ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan kunjungan K1 murni, sedangkan tidak ada hubungan antara paritas dengan kunjungan K1 murni. Hasil penelitian lain oleh Angga Ahadiyat (2010) dengan judul “ Evaluasi kunjungan K1 Murni di Desa Kalisalak, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang tahun 2010” yang menyimpulkan rendahnya cakupan pemeriksaan kehamilan K1 Murni di Desa Kalisalak disebabkan oleh berbagai faktor seperti man yaitu dari pihak bidan dan kader yang kurang optimal kinerjanya, dari method yaitu dari cara penyampaian informasi yang kurang optimal, faktor lingkungan yaitu masih adanya rasa malu pada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan mereka yang masih muda. Hasil – hasil penelitian diatas sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Notoadmodjo (2007), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain, ibu hamil memperoleh pengetahuan bahwa pentingnya kunjungan pemeriksaan K1 (ANC) sangat penting untuk memantau keadaan ibu maupun janin serta pelayanan yang diberikan secara dini guna mencegah adanya komplikasi selama kehamilan. Oleh karena itu dengan pengetahuan ini menjadi dasar untuk ibu hamil melakukan pemeriksaan ANC sedak dini. PENUTUP Kesimpulan 1. Ibu hamil di Desa Wringinputih kecamatan Bergas berpengetahuan kurang sebanyak 18 orang (31,0), berpengetahuan cukup 26 orang (44,8%), dan yang berpengetahuan baik ada 14 orang (24,1%). Sebagian besar ibu hamil di Desa Wringinputih berpengetahuan cukup. 2. Ibu hamil di Desa Wringinputih kecamatan Bergas sejumlah 22 orang (37,9%) tidak melakukan kunjungan K1, sejumlah 36 orang (62,1%). Ini menunjukan bahwa ibu hamil di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas sebagian besar telah melakukan kunjungan K1. Kunjungan ANC juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial budaya, ibu hamil yang lingkungan sekitarnya peduli tehadap kehamilan cenderung akan melaksanakan ANC segera diketahui terlambat haid. Tetapi ada juga Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 11 ibu hamil yang merasa malu untuk melakukan pemeriksaan pertama kali kehamilan karena umur kehamilannya yang masih muda. 3. Ibu dengan pengetahuan kurang sebagian besar tidak melakukan kunjungan K1 sejumlah 12 orang (66,7%). Ibu dengan pengetahuan cukup sebagian besar melakukan kunjungan K1 sejumlah 19 orang (73,1%). Ibu dengan pengetahuan baik sebagian besar telah melakukan kunjungan K1 sejumlah 11 orang (78,6%). Ini menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kunjungan K1. Saran 1. Pelayanan Kesehatan Sebaiknya tenaga kesehatan lebih meningkatkan penyuluhan kepada kader kesehatan dan masyarakat terutama ibu hamil agar lebih mengetahui tentang ANC dan kunjungan awal kehamilan dengan cara mengikuti acara yang dimasyarakat seperti PKK. 2. Bagi ibu hamil Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang antenatal care dan manfaatnya dengan mencari informasi dari berbagai sumber misalnya media masa atau melalui tenaga kesehatan ataupun saat penyuluhan, dengan harapan ibu dapat lebih mengetahui manfaat kunjungan awal kehamilan sehingga tidak ada komplikasi yang terjadi. 3. Bagi peneliti Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi ibu hamil melakukan pemeriksaan K1 seperti faktor lingkungan,ekonomi maupun keluarga. DAFTAR PUSTAKA Azwar, Azrul. 2005. Sikap dan perilaku manusia.Yogyakarta :Nuhamedika. Depkes RI. 2005. Kunjungan Ibu Hamil Pertama Kali. Jakarta : Depkes. Depkes. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil. Jakarta: Depkes. Depkes. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil. Jakarta: Depkes. Hidayat, Fakih. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil terhadap Perilaku Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan di Puskesmas Kejaksaan Kota Cirebon 2010.[ Diakses tanggal 02 Januari 2015]. Didapat dari http://kesmasunsoed.com/2010/08/hubunganpengetahuan-dan-sikap-ibu-hamilterhadap-perilaku-kunjunganpemeriksaan-kehamilan-di-puskesmaskejaksan-kota-cirebon.html. Manuaba. 2010. Pengantar obstetri.Jakarta : EGC. kuliah Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta :Rineka Cipta. Nurul, Yauma. Hubungan pengetahuan ibu hamil dan paritas dengan kunjungan K1 murni di puskesmas rowosarisemarang tahun 2010.[Diakses pada tanggal 02 Januari 2015].Didipat dari http://www.scribd.com/mobile/doc/145 614387?width=360. Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT. Bina Pustaka. Putri Ariyani, Ayu. 2014. Aplikasi Metodologi Penelitian Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi.Yogyakarta: Nuha Medika. Suhaemi. 2007. Antenatal care. Jurnal : Universitas Muhammadiyah Semarang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2012. Badan Pusat Statistik. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 12 Syaefuddin, 2005.Hubungan antara Pengetahuan Ibu Hamil dan Paritas dengan Kunjungan K1 Murni di Puskesmas Rowosari Semarang. KTI Universitas Muhammadiyah Semarang, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Program Studi DIII Kebidanan. Wawan Dewi, A. 2010. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia.Yogyakarta: Nuha Medika. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas 13