pengetahuan ibu hamil tentang buku kesehatan ibu dan anak

advertisement
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANGANTENATAL CAREDENGAN
KUNJUNGAN K1 DI DESA WRINGINPUTIH
KECAMATAN BERGAS
Ulfatus Solikhah1), Widayati2), Rini Susanti3)
1) Mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo
2) Dosen AKBID Ngudi Waluyo
3) Dosen AKBID Ngudi Waluyo
[email protected]
INTISARI
Kunjungan ibu hamil pertama kali dalam pemeriksaan kehamilan sangat diperlukan untuk
mendeteksi dini adanya komplikasi selama kehamilan dan agar terhindar dari resiko berat badan lahir
rendah (BBLR), resiko lahir macet, resiko perdarahan, resiko infeksi, eklamsi dan anemia. Hasil
observasi kohort ibu hamil didapatkan data, sebagian ibu memeriksakan kehamilannya pertama kali
pada usia kehamilan >16 minggu, sehingga bukan merupakan data K1 murni. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis hubungan pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care dengan kunjungan K1 di
Desa Wringin putih Kecamatan Bergas.
Desain penelitian yang digunakan adalah studi korelasi dengan pendekatan cross sectional
yang populasinya berjumlah 58 ibu hamil Desa Wringinputih dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan total populasi. Instrumen penelitiannya menggunakan kuesioner, kemudian dianalisis
secara distribusi frekuensi dan uji rank spearman.
Hasil penelitian ini didapat Ibu dengan pengetahuan kurang sebagian besar melakukan
kunjungan K1 >16 minggu sejumlah 12 orang (66,7%). Ibu dengan pengetahuan cukup sebagian besar
melakukan kunjungan K1 <16 minggu sejumlah 19 orang (73,1%), ibu dengan pengetahuan baik
sebagian besar telah melakukan kunjungan K1 <16 minggu sejumlah 11 orang (78,6%), hal ini
menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang antenatal care dengan kunjungan K1.
Simpulannya adalah semakin baik pengetahuan, maka ibu hamil melakukan kunjungan K1.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang antenatal care bagi semua ibu hamil di
Desa Wringinputih.
Kata kunci : Pengetahuan, Kunjungan K1
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
1
ABSTRACT
The first prenatal in the pregnancy is needed to detect early of complication during pregnancy
and to avoid the risk of low birth weight (LBW), born stalled the risk, the risk of bledding, eklamsi and
anema. Observation cohort of pregnant women obtained, some mother checking her pregnancy first
time at the gestational age >16 week, so that is not pure K1. This study to analyze relations pregnant
women about knowledge antenatal carewith visit of K1.
A desain study that used is study correlation with the apptoach of cross sectional pregnant
mother whose population is a total of 58 wringinputih village to sample collection technique using the
total population. An instrument of research using a questioner, the analysis in frequency distribution
and the rank spearman.
This research result obtained mother with the knowledge less most of the visit K1 >16 week a
12 people (66,7%). Mother with good knowledge most of the visit K1 <16 week a 19 peoople (73,1%),
mother with good knowledge most visit K1 <16 week a 11 peoople (78,6%), it showed there was a
connection between knowledge about antenatal care with K1 visit.
The conclusion is getting better and better knowledge then pregnant women of K1 visit. The
study is expected to add more information about antenatal care for all Wringinputih pregnant women
in the Wringinputih village.
Keywords: Knowledge, K1 Visits
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehamilan adalah suatu keadaan fisiologis,
akan tetapi pentingnya diagnosis yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan kehamilan
tidak dapat diabaikan. Pemerikaan kehamilan
sebaiknya dimulai segera setelah diperkirakan
terjadi kehamilan. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan dalam beberapa hari setelah
terlambat menstruasi, terutama bagi wanita
yang menginginkan kehamilan , tetapi bagi
semua wanita secara umum sebaiknya jangan
lebih dari 2 bulan siklus menstruasi (Suhaemi,
2007).
Menurut Azrul Azwar (2005) dalam Fakih
Hidayat (2010), menyatakan bahwa masalah
kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah
nasional yang perlu mendapat prioritas utama,
karena sangat menentukan kualitas sumber
daya manusia pada generasi mendatang.
Perhatian terhadap ibu dalam sebuah keluarga
perlu mendapat perhatian khusus karena Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat
tinggi bahkan tertinggi diantara Negara-negara
Assosiation Of South East Asian Natiaon
(ASEAN). AKI saat melahirkan tahun 2005
tercatat 307 per 100.000 kelahiran hidup dan
angka kematian bayi AKB 35 per 1000
kelahiran hidup.
Angka kematian ibu (AKI) adalah indikator
pembangunan suatu bangsa. Semakin baik
pembangunan, AKI semakin kecil. AKI
Indonesia dari hasil Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
tertinggi di ASEAN yaitu 228/100 ribu
kelahiran hidup (KH). Salah satu kesepakatan
konferensi promosi kesehatan dunia di Nairobi
tentang mainstream promosi kesehatan dunia,
adalah penurunan angka kematian ibu
(WHO,2010).
Hasil SDKI 2012 dan SP 2010, AKI
Indonesia meningkat sebesar 359/100.000
kelahiran hidup. AKI ternyata menyimpang
dari tren yang diharapkan terjadi. AKI sejak
tahun 1992 sampai 2007 cenderung turun yaitu
390/100.000 KH menjadi 228/100.000 KH
(SDKI, 2012).
Secara nasional, penyebab AKI yang paling
besar yaitu karena masalah obstetrik langsung
yaitu komplikasi kehamilan , perdarahan pada
kehamilan, distosia, eklamsi dan infeksi pada
masa nifas. Hal tersebut dapat terjadi pada
kehamilan, persalinan dan nifas yang
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Kematian ibu dapat dicegah
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
2
melalui pemeiksaan kehamilan (Antenatal
Care) yang rutin (Prawiroharjo , 2007).
Pengawasan antenatal dan postnatal sangat
penting dalam upaya menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal.
Pengawasan antenatal memberikan manfaat
dengan ditemukannya berbagai kelainan yang
menyertai kehamilan secara dini sehingga dapat
diperhitungkan dan dipersiapkan langkahlangkah dalam pertolongan persalinannya. Ibu
hamil dianjurkan untuk melakukan pengawasan
antenatal sebanyak 4 kali yaitu, pada setiap
trimester, sedangakan trimester akhir sebanyak
2 kali (Manuaba, 2010).
World
Healt
Organization
(WHO)
memperkiraan bahwa sekitar (15%) dari
seluruh wanita yang hamil akan berkembang
menjadi komplikasi yang berkaitan dengan
kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya.
Sejumlah 5.600.000 wanita hamil di Indonesia,
sebagian besar akan mengalami suatu
komplikasi atau masalah yang bisa menjadi
fatal. Komplikasi tersebut dapat dideteksi
secara dini dengan melakukan kunjungan
antenatal care (ANC) secara teratur.
Laporan tahunan direktorat bina kesehatan
ibu tahun anggaran 2013, pada tahun 2012
banyak kemajuan yang sudah dicapai. Indikator
kesehatan ibu seluruhnya dapat
tercapai
dengan baik, kecuali untuk indikator cakupan
pelayanan antenatal pertama (K1). Indikator
presentase ibu hamil mendapat pelayanan
antenatal care (K1) target pada tahun 2012
adalah 97%, akan tetapi hanya mencapai
96,61%.
Setiap ibu hamil menghadapi risiko
terjadinya kematian, sehingga salah satu upaya
menurunkan tingkat kematian ibu adalah
meningkatkan status kesehatan ibu hamil
sampai bersalin melalui pelayanan ibu hamil
sampai nifas (Riskesdas, 2013). Pemeriksaan
kehamilan sangat penting dilakukan oleh semua
ibu hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin
dan kesehatan ibu. Hampir seluruh ibu hamil di
Indonesia
(95,4%)
sudah
melakukan
pemeriksaan kehamilan ( K1 ) dan frekuensi
kehamilan minimal 4 kali selama masa
kehamilannya adalah (83,5%).
Target pencapaian ANC secara nasional
(K1) sebesar 95% pada tahun 2010. Wilayah
provinsi Jawa Tengah cakupan K1 sebesar
91%, sedangkan cakupan K4 sebesar 93,39%.
Pencapaian program masih jauh di bandingkan
target nasional yang ditetapkan yaitu sebesar
95% tahun 2010 (Depkes RI, 2010).
Menurut Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI cakupan pelayanan
kesehatan Ibu hamil K1 di Indonesia tahun
2012 sebesar 96,84% sedangkan pada tahun
2013 mengalami penurunan yaitu sebesar
95,25%.
Pelayanan antenatal memiliki peranan yang
sangat penting, diantaranya agar dapat
dilakukan deteksi dan tata laksana dini
komplikasi yang dapat timbul pada saat
persalinan. Apabila seorang ibu datang
langsung untuk bersalin di tenaga kesehatan
tanpa adanya riwayat pelayanan antenatal
sebelumnya, maka faktor resiko dan
kemungkinan komplikasi saat persalinan akan
lebih sulit diantisipasi, untuk ke depannya
diharapkan definisi operasional K1 hanya
menggunakan K1 murni, bukan K1 akses,
sehingga cakupan K1 dan K4 tidak banyak
berbeda. Kondisi saat ini dimana belum semua
kunjungan K1 adalah K1 murni, sehingga jika
ditemukan kelainan pada saat Antenatal
Care(ANC) maka tidak cukup waktu untuk
pengelolaan kelainan tersebut.
Kunjungan ibu hamil pertama kali dalam
pemeriksaan kehamilan sangat diperlukan
untuk mendeteksi dini dan agar terhindar dari
resiko berat badan lahir rendah (BBLR), resiko
lahir macet, resiko perdarahan, resiko infeksi,
eklamsi dan anemia. Kunjungan 1 murni ibu
hamil
dimaksudkan
agar
ibu
hamil
memeriksakan kehamilannya sedini mungkin,
agar dapat terdeteksi secara dini, bila terdapat
risiko yang menyertai kehamilannya sehingga
dapat ditangani secara tepat dan memadai. Bila
terlambat dalam mendeteksi dan menangani
keadaan yang mengancam kehidupan ibu dan
janin maka meningkatkan angka kematian ibu
(Depkes RI, 2005).
Data PWS KIA yang diperoleh pada tahun
2014 kunjungan awal kehamilan K1 Desa
wringinputih mempunyai nilai kumulatif
17,00%. Berdasarkan rekapitulasi PWS KIA
UPTD Pusekesmas Bergas Kecamatan Bergas
Kabupaten Semarang pada bulan Januari Februari 2015 dari 13 desa cakupan kunjungan
awal yang terendah yaitu Desa Wringinputih
K1 sebesar 14, 43% (14) dengan sasaran ibu
hamil sebanyak 97 orang. Berdasarkan data
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
3
yang ada dari bulan Januari sampai April total
semua ibu hamil Desa Wringinputih yaitu
sebanyak 64 orang.
Rendahnya
kunjungan
K1
dapat
mempengaruhi
kesehatan
pada
ibu,
berdasarkan wawancara yang dilakukan di
bidan desa Wringinputih, penulis mendapatkan
data dari 8 ibu hamil usia 19-35 tahun yang
tidak melakukan kunjungan K1, sebanyak 6 ibu
hamil
melakukan
kunjungan
pertama
kehamilan saat trimester ketiga dengan umur
kehamilan 30-38 minggu dan 2 ibu hamil
melakukan kunjungan pertama kehamilan saat
trimester kedua dengan umur kehamilan 20-21
minggu, alasan mereka tidak melakukan
kunjungan K1 adalah tidak tahu jika hamil,
malu untuk berkunjung, merasa tidak ada
keluhan dengan kehamilannya, sibuk dengan
pekerjaan.
Faktor yang mempengaruhi ibu untuk
melakukan kunjungan antenatal yaitu fakor
internal antara lain pendidikan dan pengetahuan
tentang ANC, pengetahuan dan pendidikan
yang tinggi akan menggambarkan wawasan ibu
yang luas dan mendukung ibu untuk
mempertimbangkan hal-hal yang positif dan
cenderung untuk melakukan kunjungan. Faktor
eksternal adalah status ekonomi, jumlah anak
atau paritas, jumlah anak yang diinginkan,
jarak ke tempat pelayanan, dan keterlibatan
petugas kesehatan (Syaifuddin, 2005).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik
mengambil judul “Hubungan Pengetahuan Ibu
Hamil tentang Antenatal Care dengan
Kunjungan K1 di Desa Wringinputih
Kecamatan Bergas”.
Tujuan
1. Tujuan umum
Menganalisis hubungan pengetahuan
ibu hamil tentang antenatal care dengan
kunjungan K1 di Desa Wringinputih
Kecamatan Bergas.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan pengetahuan ibu
hamil tentang antenatal care di wilayah
Desa Wringinputih.
b. Mendeskripsikan kunjungan K1 di Desa
Wringinputih.
c. Menganalisis
hubungan
antara
pengetahuan ibu hamil tentang antenatal
care dengan kunjungan K1 di Desa
Wringinputih.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi
kepada
masyarakat mengenai antenatal care
(ANC) yaitu dapat menjadi salah satu
indicator dalam upaya menurunkan
angka kematian ibu (AKI) dan dijadikan
informasi
untuk
menambah
pengetahuan
tentang
pentingnya
antenatal care (ANC) dalam rangka
meningkatkan kesehatan ibu dan bayi.
b. Bagi Responden
Meningkatkan
kesadaran
para
responden
untuk
memeriksakan
kehamilannya secara rutin.
c. Bagi Profesi Bidan
Meningkatkan program ANC dan
dapat menambah informasi kepada
bidan sebagai tenaga kesehatan tentang
pengetahuan
ibu
hamil
tentang
antenatal care dengan kunjungan K1,
sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan
ANC
dalam
usaha
menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu maupun perinatal.
d. Bagi Peneliti
Menambah
wawasan
serta
pemahaman yang lebih mengenai
tingkat pengetahuan ibu hamil tentang
kunjungan K1.
2. Manfaat Teoritis
Dijadikan
pedoman
dalam
meningkatkan
pelaksanaan
asuhan
kebidanan dan sebagai bahan masukan
penelitian berikutnya yang berhubungan
dengan antenatal care.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskripsi korelasi yaitu
menganalisis faktor pengetahuan ibu hamil
tentang antenatal care dengan kunjungan K1.
Menggunakan pendekatan cross sectional
(belah lintang) yaitu pengumpulan datanya
dilakukan pada waktu bersamaan atau
penelitian dilakukan pada satu waktu.
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
4
Penelitian ini dilakukan pada bulan juni tahun
2015.
Populasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah semua ibu hamil Desa Wringinputih
pada Januari – juni 2015 yaitu 58 ibu hamil,
sedangkan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah semua ibu hamil yang
tercatat sebagai warga Desa Wringinputih yang
berjumlah 58 ibu hamil.
Hasil
perhitungan
tiap-tiap
item
dibandingkan dengan tabel product moment,
dimana instrumen dikatakan valid bila r hitung
lebih besar dari r tabel dengan n=20 pada taraf
signifikasi 5% dan r tabelnya adalah 0.444.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Karakteristik responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Umur
Ibu
Hamil
di
Desa
Wringinputih, Kecamatan Bergas
Umur
< 20 Tahun
20-35 Tahun
> 35 Tahun
Jumlah
Frekuensi
4
51
3
58
Persentase (%)
6,9
87,9
5,2
100,0
Tabel 1 menunjukan
bahwa dari 58
responden sebagian besar berumur 20-35 tahun,
yaitu sejumlah 51 orang (87,9%).
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pendidikan Ibu Hamil di Desa
Wringinputih, Kecamatan Bergas
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Jumlah
Frekuensi
8
26
24
58
Persentase
(%)
13,8
44,8
41,4
100,0
Tabel 2 menunjukan bahwa dari 58
responden sebagian besar berpendidikan SMP,
yaitu sejumlah 26 orang (44,8%).
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pekerjaan Ibu Hamil di Desa
Wringinputih, Kecamatan Bergas
Pekerjaan
IRT
Swasta/Pabrik
Buruh
Pedagang
Jumlah
Frekuensi
20
24
12
2
58
Tabel 3 menunjukan bahwa dari 58
responden sebagian besar ibu bekerja sebagai
karyawan swasta/pabrik, yaitu sejumlah 24
orang (41,4%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Paritas
Ibu
Hamil
di
Desa
Wringinputih, Kecamatan Bergas
Paritas
Frekuensi
Primigravida
Multigravida
Jumlah
32
26
58
Persentase
(%)
55,2
44,8
100,0
Tabel 4 menunjukan bahwa responden
primipara sebanyak 32 orang (55,2%),
responden multigravida sebanyak 26 orang
(44,8).
2. Analisis Univariat
a. Pengetahuan ibu hamil tentang antenatal
care
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pengetahuan Ibu Hamil tentang
Antenatal Care di Desa Wringinputih,
Kecamatan Bergas
Pengetahuan
Kurang
Cukup
Baik
Jumlah
Frekuensi
18
26
14
58
Persentase (%)
31,0
44,8
24,1
100,0
Tabel 5 menunjukan bahwa pengetahuan
responden sebagian besar dalam kategori
cukup, yaitu sejumlah 26 orang (44,8%).
b. Kunjungan K1 pada Ibu Hamil
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Kunjungan K1 pada Ibu Hamil di
Desa
Wringinputih,
Kecamatan
Bergas
Kunjungan K1
Periksa saat UK >16
minggu
Periksa saat UK <16
minggu
Jumlah
Frekuensi
22
Persentase (%)
37,9
36
62,1
58
100,0
Tabel 6, menunjukan bahwa responden
sebagian besar telah melakukan kunjungan K1,
yaitu sejumlah 36 orang (62,1%).
Persentase
(%)
34,5
41,4
20,7
3,4
100,0
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
5
3. Analisis Bivariat
Tabel7
Hubungan antara Pengetahuan Ibu
Hamil tentang Antenatal Care dengan
Kunjungan K1 di Desa Wringinputih
Kecamatan Bergas.
Kunjungan K1
Pengetahuan
Kurang
Cukup
Baik
Jumlah
Tidak
Melakukan
Melakukan
F
12
7
3
22
%
66,7
26,9
21,4
37,9
F
6
19
11
36
%
33,3
73,1
78,6
62,1
Total
F
18
26
14
58
p-value
%
100 0,005
100
100
100
Tabel 7 menunjukan bahwa ibu dengan
pengetahuan kurang sebagian besar tidak
melakukan kunjungan K1 sejumlah 12 orang
(66,7%). Ibu dengan pengetahuan cukup
sebagian besar melakukan kunjungan K1
sejumlah 19 orang (73,1%). Ibu dengan
pengetahuan baik sebagian besar telah
melakukan kunjungan K1 sejumlah 11 orang
(78,6%).
Berdasarkan uji rank spearman diketahui
correlation coefficient sebesar 0,365 dengan ρ
value 0,005 menunjukan ada hubungan antara
pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care
dengan kunjungan K1.
Pembahasan
1. Karakteristik responden
a. Umur
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari
58 responden terdapat 4 orang (6,9%)
kelompok antara umur <20 tahun, 51 orang
(87,9%) kelompok umur 20-35 tahun dan 3
orang (5,2%) kelompok umur >35 tahun.
Umur seorang ibu hamil sangat menentukan
status kesehatan ibu, karena pada masa itu
merupakan saat kehamilan yang baik karena
tidak terjadi resiko tinggi kehamilan. Ibu
yang berumur kurang dari 20 tahun belum
matang dalam hal jasmani dan sosial dalam
menghadapi kehamilan, persalinan serta
dalam
memelihara,
merawat
dan
membimbing bayi yang dilahirkan. Menurut
prawirorahardjo (2005) menyatakan bahwa,
ibu yang berumur 35 tahun atau lebih
menghadapi kemungkinan resiko yang
mungkin terjadi kelainan pada saat masa
kehamilan dan adanya penyulit pada saat
persalinan.
Selain itu umur yang masih muda juga
berpengauh pada pola pikir dan daya
tangkap dalam menerima informasi baik dari
penyuluhan, media cetak ataupun media
elektronik, serta dipengaruhi juga oleh
faktor pekerjaan dimana sebagian besar
responden memiliki pekerjaan rumah tangga
dan pekerja pabrik atau swasta sehingga
kurang mendapat informasi.
Usia 20-35 tahun merupakan usia
reproduksi sehat, usia tersebut juga
dikatakan sebagai usia madya dimana
seseorang dianggap memiliki pola pikir
yang baik dan dinggap dewasa bagi orang
lain. Usia tersebut menganggap pendapat
seseorang dapat dipercaya oleh orang lain
karena mereka dianggap sudah dewasa,
sedangkan usia kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun dianggap rentan terhadap
komplikasi kehamilannya. Usia tersebut
memiliki anggapan semakin tua semakin
bijaksana tetapi karena dianggap telah
banyak mendapat banyak pengalaman,
namun semakin tua semakin mengalami
kemunduran fisik maupun mental sehingga
sulit mengajarkan kepada orang lain serta
semakin tua menyebabkan kurang terbuka
terhadap suatu perubahan.
Hasil penelitian didapatkan 4 responden
berusia <20 tahun, dimana 1 responden
memiliki pengetahuan cukup, sedangkan
pengetahuan kurang 2 orang, dan 1 orang
berpengetahuan baik. Usia 20-35 tahun
terdapat 51 responden dimana responden
yang berpengetahuan cukup 24 orang,
responden yang berpengetahuan kurang 15,
dan responden yang berpengetahuan baik
12 orang. Usia >35 tahun terdapat 3
responden dimana 1 orang berpengetauan
cukup, 1 orang berpengetahuan kurang dan
1 orang berpengetahuan baik.
Hal ini menunjukan bahwa usia
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Semakin cukup usia, tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir. Usia tersebut menganggap
pendapat seseorang dapat dipercaya oleh
orang lain karena mereka dianggap sudah
dewasa. Usia tersebut dianggap membuat
seseorang bersemangat dalam mencari
informasi karena usia tersebut tergolong
usia produktif. Mereka lebih banyak untuk
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
6
bergaul sehingga untuk mendapat informasi
lebih mudah dari teman-teman mereka.
b. Pendidikan
Menurut tabel 2 distribusi frekuensi
responden
berdasarkan
pendidikan
responden sebagian besar berpendidikan
SMP sebanyak 26 orang (44,8%),
pendidikan SMA sebanyak 24 orang
(41,4%), dan pendidikan SD sebanyak 8
orang (13,8%).
Hasil penelitian menunjukan bahwa
responden dengan pendidikan SD sebanyak
8 orang yang memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 6 responden, cukup 2 responden.
Pendidikan SMP sebanyak 26 responden,
berpengetahuan kurang 11 responden,
berpengetahuan cukup 13, berpengetahuan
baik 2 responden. Pendidikan SMA
sebanyak 24 responden, berpengetahuan
kurang
sebanyak
1
responden,
berpengetahuan
cukup sebanyak 11
responden, berpengetahuan baik sebanyak
12 responden.
Faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan
salah
satunya
adalah
pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan
maka makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pula pengetahuan
yang dimilikinya. Pengetahuan yang kurang
akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai baru yang
diperkenalkan. Pendidikan responden paling
banyak berpendidikan SMP, dimana
pendidikan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan
seseorang
terhadap suatu hal. Responden yang
berpendidikan cukup, mereka memiliki
pengetahuan
yang
cukup
terhadap
pengetahuan ibu hamil tentang buku
kesehatan ibu dan anak. Pendidikan
diperlukan untuk mendapat informasi
misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup.
Menurut YB Mantra yang dikutip
Notoadmojo (2007), menyatakan bahwa
pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam memotivasi untuk
sikap berperan serta dalam pembangunan
pada umumnya makin tinggi pendidikan
seseorang
makin
mudah
menerima
informasi.
c. Pekerjaan
Berdasarkan tabel 3 distribusi frekuensi
berdasarkan pekerjaan sebagian responden
bekerja sebagai IRT sebanyak 20 responden
(34,5%), bekerja sebagai swasta pabrik
sebanyak 24 responden (41,4%), bekerja
sebagai buruh sebanyak 12 responden
(20,7%), dan bekerja sebagai pedagang
sebanyak 2 responden (3,4%).
Responden yang memiliki pekerjaan
sebagai IRT berpengetahuan kurang
sebanyak 6 responden, berpengetahuan
cukup sebanyak 7 orang, dan yang
berpengetahuan baik sebanyak 7 responden.
Responden yang bekerja sebagai swasta
pabrik berpengetahuan baik sebanyak 5
orang, berpengetahuan cukup sebanyak 11
orang sedangkan berpengetahuan kurang 8
orang.
Hal ini menunjukan bahwa ibu rumah
tangga memiliki waktu yang lebih banyak
daripada orang yang bekerja sehingga ibu
lebih mudah untuk mendapatkan waktu
untuk
meningkatkan
pengetahuannya
tentang pemerikaan kehamilan. Tidak
menutup kemungkinan ibu yang memiliki
pekerjaan sebagai swasta pabrik memiliki
pengetahuan cukup, karena mendapatkan
informasi tentang pemeriksaan kehamilan
melalui teman sepekerjaanya.
Menurut
Notoadmodjo
(2007),
menyatakan bahwa pekerjaan adalah
kebutuhan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupannya dan
kehidupan keluarganya. Semakin baik jenis
pekerjaan seseorang, maka semakin baik
pula status ekonominya sehingga mampu
untuk memenuhi kebutuhan akan informasi
dimana informasi ini nantinya akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Bekerja memungkinkan adanya interaksi
kelompok dengan lingkungan, sehingga
untuk mendapatkan informasi baru lebih
banyak daripada yang tidak bekerja.
Menurut Viviroy (2008) dalam Mike
Ahyu Puspita (2014), menyatakan bahwa
tetapi tidak menutup kemungkinan ibu yang
tidak bekerja mempunyai pengetahuan yang
lebih rendah daripada yang bekerja
tergantung dari respon seseorang dalam
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
7
menangkap informasi. Berkaitan dengan ibu
sebagai ibu rumah tangga mereka memiliki
waktu lebih banyak untuk memperhatikan
kesejahteraan
keluargannya.
Tingkat
pengetahuan ibu hamil dengan demikian
berkaitan dalam hal pekerjaan, baik ibu
bekerja maupun ibu rumah tangga pasti
banyak interaksi dengan orang-orang sekitar
lingkungannya sehingga berwawasan luas
dan mendapatkan banyak informasi.
d. Paritas
Berdasarkan tabel 4 distribusi frekuensi
berdasarkan paritas responden primigravida
sebanyak 32 orang (55,2%), responden
multigravida sebanyak 26 orang (44,8). Ibu
primigravida
cenderung
melakukan
kunjungan K1 sebanyak 18 orang tidak
melakukan kunjungan 14 orang. Ibu
multigravida
melakukan
kunjungan
sebanyak 18 orang yang tidak melakukan
kunjungan 8 orang.
Responden primigravida cenderung
melakukan kunjungan k1 karena merupakan
hamil pertama dimana mereka cenderung
ingin lebih tau mengenai kehamilannya,
sehingga
mendorong
mereka
agar
melakukan kunjungan kehamilan lebih awal.
Perilaku yang mendukung ibu hamil
untuk
melakukan
kunjungan
juga
dipengaruhi oleh faktor pemungkin yang
menurut Lewrence Green 2009, menyatakan
bahwa faktor-faktor yang memungkinkan
atau yang memfasilitasi perilaku atau
tindakan. Yang dimaksud faktor pemungkin
adalah fasilitas untuk terjadinya perilaku
kesehatan atau tersedia tidaknya fasilitas
kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat misalnya puskesmas, posyandu,
rumah sakit, dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku, sehingga
ada beberapa responden yang tidak
melakukan
kunjungan
pemeriksaan
kehamilan ada faktor penguat dimana
lingkungan sekitar juga mempengaruhi.
Berperilaku sehat memerlukan contoh dari
para tokoh masyarakat. Misalnya seorang
ibu hamil tahu manfaat periksa hamil, dan
didekat rumahnya ada polindes, dekat
dengan bidan, tetapi ia tidak mau melakukan
periksa hamil, karena ibu lurah dan ibu-ibu
tokoh lain tidak pernah periksa hamil,
namun anaknya tetap sehat.
2. Pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal
Caredi Desa Wringinputih
Berdasarkan
hasil
penelitian
sebagaimana disajikan pada tabel 4 dapat
diketahui bahwa pengetahuan responden
tentang antenatal care di Desa Wringinputih
dalam kategori kurang sejumlah 18 orang
(31,0%) dalam kategori cukup sejumlah 26
orang (44,8%) dan dalam kategori baik
sejumlah 14 orang (24,1%). Menunjukan
bahwa
sebagian
besar
pengetahuan
responden tentang antenatal care dalam
kategori cukup.
Responden yang memiliki pengetahuan
baik dikarenakan
sebagian besar dari
mereka berusia 20-35 tahun dimana pada
masa tersebut merupakan usia madya yang
dianggap sebagai pematangan dalam
berfikir. Semakin cukup usia, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir. Usia tersebut
menganggap pendapat seseorang dapat
dipercaya oleh orang lain karena mereka
dianggap sudah dewasa.
Tingkat pengetahuan seseorang juga
dipengaruhi oleh umur. Menurut manuaba
(2005) menyatakan bahwa, kurun waktu
reproduksi sehat antara 20-30 tahun dimana
pada usia tersebut wanita akan lebih matang
dan dewasa dalam menerima kehamilannya
sehingga
mendorong
mereka
untuk
memeriksakan
kehamilannya
sedini
mungkin.
Responden yang memiliki pengetahuan
kurang dikarenakan mereka memiliki
pendidikan paling banyak SD dan SMP.
Dimana pendidikan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi pegetahuan
seseorang.
Semakin
tinggi
tingkat
pendidikan maka semakin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan
yang
kurang
akan
menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap
nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Mereka
yang memiliki pendidikan pada sekolah
dasar hampir keseluruhan berpengtahuan
kurang, itu menunujukan benar pendidikan
mempengaruhi pengetahuan.
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
8
Tingkat pendidikan seseorang akan
berpengaruh dalam memberikan respon
terhadap sesuatu yang datang dari luar.
Orang yang berpendidikan tinggi akan
memberikan respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang akan datang dan
akan berfikir mana keuntungan yang mereka
peroleh dari gagasan tersebut. Hasil
kuesioner menunjukan bahwa dari 58
responden di Desa Wringinputih, diperoleh
hasil 8 orang (13,8%) berpendidikan SD, 26
0rang (44,8%) berpendidikan SMP, dan 24
orang (41,4%) berpendidikan SMA. Dari
hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian
besar responden berpendidikan SMP
sejumlah 26 orang (44,8%) sehingga
pengetahuan ibu hamil hanya sebatas yang
mereka tahu. Pendidikan yang rendah ini
tentu menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai – nilai baru yang
diperkenalkan serta butuh waktu untuk
memahaminya.
Hasil ini didukung dengan apa yang
dinyatakan oleh YB Mantra yang dikutip
Notoadmojo (2007) menyatakan bahwa
pendidikan
dapat
mempengaruhi
pengetahuan seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup terutama
dalam memotivasi untuk sikap berperan
serta dalam pembangunan. Pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah menerima informasi. Begitupula
sebaliknya, semakin rendah pendidikan
seseorang maka akan semakin kesulitan
untuk menerima informasi dari luar.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh
Wawan dan Dewi (2010) menyatakan
bahwa pengetahuan itu sendiri dipengaruhi
oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan
sangat
erat
hubungannya
dengan
pendidikan, dimana diharapkan bahwa
dengan pendidikan yang tinggi maka orang
tersebut
akan
semakin
luas
pula
pengetahuannya.
Akan
tetapi
perlu
ditekankan, bukan berarti orang yang
berpendidikan
rendah
mutlak
berpengetahuan rendah pula. Hal ini
mengingat bahwa peningkatan pengetahuan
tidak mutlak diperoleh dari pendidikan
formal saja akan tetapi melalui pendidikan
non formal.
Pengetahuan seseorang tentang suatu
objek mengandung dua aspek yaitu aspek
positif dan aspek negative. Kedua aspek ini
yang akan menentukan sikap seseorang,
semakin banyak aspek positif dan objek
yang diketahui maka akan menimbulkan
sikap makin positif terhadap objek tertentu.
Menurut teori WHO yang dikutip oleh
Notoadmodjo (2007), salah satu bentuk
objek kesehatan dapat dijabarkan oleh
pengetahuan
yang
diperoleh
dari
pengalaman sendiri.
3. Kunjungan K1 ibu hamil di Desa
Wringinputih
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui
bahwa dari 58 responden di Desa
Wringinputih kecamatan Bergas sejumlah
22 orang (37,9%) tidak melakukan
kunjungan K1, sejumlah 36 orang (62,1%).
Ini menunjukan bahwa ibu hamil di Desa
Wringinputih Kecamatan Bergas sebagian
besar telah melakukan kunjungan K1.
Kunjungan pemeriksaan kehamilan
seseorang dipengaruhi oleh pekerjaan. Hasil
penelitian yang dilakukan dari 58 responden
menunjukan bahwa 20 orang (34,5%)
bekerja sebagai IRT, 24 orang (41,4%)
bekerja sebagai swasta atau pabrik, 12 orang
(20,7%) bekerja sebagai buruh, 2 orang
(3,4%) bekerja sebagai pedagang. Hasil
tersebut menunjukan sebagian besar
responden bekerja sebagai swasta atau
pabrik
sehingga
mereka
melakukan
pemeriksaan kehamilan disela – sela mereka
bekerja paruh waktu. Ibu hamil dapat
mendapatkan informasi yang lebih banyak
dari
temannya
tentang
kunjungan
kehamilan.
Kurun waktu reproduksi sehat antara
20-30 tahun dimana pada usia tersebut
wanita akan lebih matang dan dewasa dalam
menerima
kehamilannya
sehingga
mendorong mereka untuk melakukan
pemeriksaan kehamilan sedini mungkin
untuk mencegah adanya komplikasi selama
kehamilan (Manuaba, 2005 dalam Mayda
Rizki).
Kunjungan ANC juga dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan sosial budaya, ibu
hamil yang lingkungan sekitarnya peduli
tehadap
kehamilan
cenderung
akan
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
9
melaksanakan ANC segera diketahui
terlambat haid. Tetapi ada juga ibu hamil
yang merasa malu untuk melakukan
pemeriksaan pertama kali kehamilan karena
umur kehamilannya yang masih muda.
Faktor eksternal yang paling besar perannya
dalam membentuk perilaku manusia adalah
faktor sosial budaya, dimana seseorang itu
berada. Ibu hamil biasanya melakukan
kunjungan pemeriksaan kehamilan karena
melihat
lingkungan
sekitar,
dengan
lingkungan yang mendukung misalnya
selain dirinya yang hamil ada teman atau
tetangga yang disekitar rumah yang juga
sedang hamil mereka selau rutin dan
memperhatikan kehamilannya sehingga itu
bisa menjadikan motivasi bagi ibu hamil
tersebut untuk memantau kehamilannya
sedini mungkin selain itu faktor keluarga
yang selalu memberikan perhatian dan
pengamatan tentang keadaan ibu dan bayi.
Beberapa faktor yang ikut berpengaruh
terhadap kunjungan kehamilan yaitu
pengalaman individu, ibu hamil yang tidak
melakukan kunjungan K1 karena belum
mempunyai
pengalaman
sebelumnya
sehingga ibu hamil merasa malu untuk
memeriksakan kehamilannya saat umur
kehamilannya masih muda, selain itu
motivasi ibu yang kurang juga dapat
mempengaruhi ibu dalam melakukan
kunjungan kehamilan sehingga mereka
cenderung
melakukan
pemeriksaan
kehamilan saat trimester ke 2 atau mereka
mengatakan saat kehamilannya sudah
terlihat besar.
Menurut Ann.Mariner dalam Wawan
dan Dewi (2010) menyatakan bahwa,
lingkungan merupakan seluruh kondisi yang
ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang
dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok, begitupun
istem sosial budaya yang ada pada
masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap
dan menerima informasi.
Pentingnya melakukan kunjungan pada
awal kehamilan adalah untuk penapisan, dan
pengobatan terhadap anemia, perencanaan
persalinan, dan pengenalan terhadap
komplikasi
akibat
kehamilan
dan
pengobatannya (Syaifudin, 2006 dalam
Mayda Rizki). Menurut Notoadjmojo dalam
Mayda Rizki, 2011 menyatakan bahwa
perilaku baru atau adobsi melalui proses
seperti ini didasari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif, maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng
(long lasting) sebaliknya apabila perilaku itu
tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung
lama, kepercayaan dan perilaku kesehatan
ibu juga. Hal yang penting, karena
penggunaan sarana kesehatan ibu hamil
berkaitan erat dengan perilaku dan
kepercayaan ibu tentang kesehatan terutama
dalam melakukan ANC.
4. Hubungan pengetahuan ibu hamil tentng
antenatal care dengan kujungan K1 di desa
Wringinputih
Berdasarkan
hasil
penelitian
sebagaimana disajikan pada tabel 6
menunjukan bahwa responden dengan
pengetahuan kurang sebagian besar tidak
melakukan kunjungan K1 sejumlah 12 orang
(66,7%). Hal ini dikarenakan responden
yang
berpengetahuan
kurang
tidak
mengetahui pentingnya kunjungan K1
sehingga mereka menganggap kunjungan
pemeriksaan kehamilan dapat dillakukan
kapan saja.
Sedangkan
responden
dengan
pengetahuan
cukup
sebagian
besar
melakukan kunjungan K1 sejumlah 19 orang
(73,1%), meskipun mereka melakukan
kunjungan ANC akan tetapi mereka tidak
begitu paham mengenai mafaat kunjungan
ANC,
kunjungan
kehamilan
juga
dipengaruhi
oleh
pekerjaan
yang
berdasarkan hasil penelitian sebagian besar
responden bekerja sebagai buruh pabrik
sehingga
mereka
bisa
mendapatkan
informasi dari teman mereka mengenai
kehamilan .
Sedangkan
responden
yang
berpengetahuan baik sebagian besar telah
melakukan kunjungan K1 sejumlah 11 orang
(78,6%). Hal ini dikarenakan mereka sudah
mengerti tentang manfaat ANC dan mereka
juga sangat memperhatikan kondisi baik ibu
maupun bayinya, akan tetapi sebagian dari
mereka memilih pemeriksaan kehamilan
didokter atau diklinik pabrik tempat mereka
bekerja, karena mereka menganggap
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
10
peralatan yang digunakan oleh dokter lebih
memadai seperti USG.
Hubungan antara pengetahuan tentang
antenatal care dengan kunjungan K1 di desa
Wringinputih disebabkan karena responden
yang lebih tau manfaat dan jadwal
kunjungan pemeriksaan kehamilan mereka
melakukan kunjungan pemeriksaan segera
setelah terlambat haid atau setelah diketahui
hamil berbeda jika ibu yang tidak
melakukan kunjungan K1 karena tidak
memahami manfaat kunjungan pemeriksaan
kehamillan. Faktor lingkungan juga
mempengaruhi ibu dalam melakukan
kunjungan meskipun ibu hamil tidak terlalu
memahami manfaat kunjungan pemeriksaan
hamil akan tetapi mereka masih mau
melakukan kunjungan antenatal care, karena
lingkungan merupakan seluruh kondisi yang
ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang
dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok (Wawan dan
Dewi, 2010).
Hasil penelitian diatas juga didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yauma Nurul (2010) dengan judul
“Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil dan
Paritas Dengan Kunjungan K1 Murni di
Puskesmas Rowosari Semarang Tahun 2010
“ yang menyimpulkan bahwa responden
yang melakukan kunjungan K1 murni
mempunyai terata pengetahuan tentang
ANC yang lebih baik dibandingkan yang
tidak melakukan kunjungan K1 murni.
Sedangkan
pada
ibu
hamil
grandemultigravida
cenderung
tidak
melakukan K1 murni dibandingkan dengan
ibu primigravida dan multigravida. Ada
hubungan antara pengetahuan ibu hamil
dengan kunjungan K1 murni, sedangkan
tidak ada hubungan antara paritas dengan
kunjungan K1 murni.
Hasil penelitian lain oleh Angga
Ahadiyat (2010) dengan judul “ Evaluasi
kunjungan K1 Murni di Desa Kalisalak,
Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang
tahun 2010” yang menyimpulkan rendahnya
cakupan pemeriksaan kehamilan K1 Murni
di Desa Kalisalak disebabkan oleh berbagai
faktor seperti man yaitu dari pihak bidan dan
kader yang kurang optimal kinerjanya, dari
method yaitu dari cara penyampaian
informasi yang kurang optimal, faktor
lingkungan yaitu masih adanya rasa malu
pada ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilan mereka yang masih muda.
Hasil – hasil penelitian diatas sesuai
dengan apa yang dinyatakan oleh
Notoadmodjo (2007), menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia
yakni
indra
penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman
sendiri atau pengalaman orang lain, ibu
hamil memperoleh pengetahuan bahwa
pentingnya kunjungan pemeriksaan K1
(ANC) sangat penting untuk memantau
keadaan ibu maupun janin serta pelayanan
yang diberikan secara dini guna mencegah
adanya komplikasi selama kehamilan. Oleh
karena itu dengan pengetahuan ini menjadi
dasar untuk ibu hamil melakukan
pemeriksaan ANC sedak dini.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Ibu hamil di Desa Wringinputih kecamatan
Bergas berpengetahuan kurang sebanyak 18
orang (31,0), berpengetahuan cukup 26
orang (44,8%), dan yang berpengetahuan
baik ada 14 orang (24,1%). Sebagian besar
ibu hamil di Desa Wringinputih
berpengetahuan cukup.
2. Ibu hamil di Desa Wringinputih kecamatan
Bergas sejumlah 22 orang (37,9%) tidak
melakukan kunjungan K1, sejumlah 36
orang (62,1%). Ini menunjukan bahwa ibu
hamil di Desa Wringinputih Kecamatan
Bergas sebagian besar telah melakukan
kunjungan K1. Kunjungan ANC juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
sosial budaya, ibu hamil yang lingkungan
sekitarnya peduli tehadap kehamilan
cenderung akan melaksanakan ANC segera
diketahui terlambat haid. Tetapi ada juga
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
11
ibu hamil yang merasa malu untuk
melakukan pemeriksaan pertama kali
kehamilan karena umur kehamilannya yang
masih muda.
3. Ibu dengan pengetahuan kurang sebagian
besar tidak melakukan kunjungan K1
sejumlah 12 orang (66,7%). Ibu dengan
pengetahuan
cukup
sebagian
besar
melakukan kunjungan K1 sejumlah 19
orang (73,1%). Ibu dengan pengetahuan
baik sebagian besar telah melakukan
kunjungan K1 sejumlah 11 orang (78,6%).
Ini menunjukan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan dengan kunjungan K1.
Saran
1. Pelayanan Kesehatan
Sebaiknya tenaga kesehatan lebih
meningkatkan penyuluhan kepada kader
kesehatan dan masyarakat terutama ibu
hamil agar lebih mengetahui tentang ANC
dan kunjungan awal kehamilan dengan cara
mengikuti acara yang dimasyarakat seperti
PKK.
2. Bagi ibu hamil
Diharapkan
dapat
meningkatkan
pengetahuan tentang antenatal care dan
manfaatnya dengan mencari informasi dari
berbagai sumber misalnya media masa atau
melalui tenaga kesehatan ataupun saat
penyuluhan, dengan harapan ibu dapat lebih
mengetahui manfaat kunjungan awal
kehamilan sehingga tidak ada komplikasi
yang terjadi.
3. Bagi peneliti
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai
faktor
–
faktor
yang
mempengaruhi ibu hamil melakukan
pemeriksaan
K1
seperti
faktor
lingkungan,ekonomi maupun keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul. 2005. Sikap dan perilaku
manusia.Yogyakarta :Nuhamedika.
Depkes RI. 2005. Kunjungan Ibu Hamil
Pertama Kali. Jakarta : Depkes.
Depkes. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kelas
Ibu Hamil. Jakarta: Depkes.
Depkes. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kelas
Ibu Hamil. Jakarta: Depkes.
Hidayat, Fakih. Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Ibu Hamil terhadap Perilaku
Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan di
Puskesmas Kejaksaan Kota Cirebon
2010.[ Diakses tanggal 02 Januari
2015]. Didapat dari http://kesmasunsoed.com/2010/08/hubunganpengetahuan-dan-sikap-ibu-hamilterhadap-perilaku-kunjunganpemeriksaan-kehamilan-di-puskesmaskejaksan-kota-cirebon.html.
Manuaba.
2010.
Pengantar
obstetri.Jakarta : EGC.
kuliah
Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Metodologi
penelitian kesehatan.Jakarta :Rineka
Cipta.
Nurul, Yauma. Hubungan pengetahuan ibu
hamil dan paritas dengan kunjungan K1
murni di puskesmas rowosarisemarang
tahun 2010.[Diakses pada tanggal 02
Januari
2015].Didipat
dari
http://www.scribd.com/mobile/doc/145
614387?width=360.
Prawiroharjo,
Sarwono.
2007.
Ilmu
Kebidanan.Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Putri Ariyani, Ayu. 2014. Aplikasi Metodologi
Penelitian Kebidanan dan Kesehatan
Reproduksi.Yogyakarta: Nuha Medika.
Suhaemi. 2007. Antenatal care. Jurnal :
Universitas Muhammadiyah Semarang.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia.
2012. Badan Pusat Statistik.
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
12
Syaefuddin,
2005.Hubungan
antara
Pengetahuan Ibu Hamil dan Paritas
dengan Kunjungan K1 Murni di
Puskesmas Rowosari Semarang. KTI
Universitas Muhammadiyah Semarang,
Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan
Program
Studi
DIII
Kebidanan.
Wawan Dewi, A. 2010. Pengetahuan, Sikap,
dan Perilaku Manusia.Yogyakarta:
Nuha Medika.
Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil TentangAntenatal CareDengan Kunjungan K1 Di Desa Wringinputih Kecamatan Bergas
13
Download