5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Terapi Musik

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1.
Terapi Musik Klasik
a. Pengertian
Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata
“terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu
atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah
fisik atau mental. Dalam kehidupan sehari-hari, terapi terjadi dalam berbagai
bentuk. Misalnya, para psikolog akan mendengar dan berbicara dengan klien
melalui tahapan konseling yang kadang-kadang perlu disertai terapi, ahli nutrisi
akan mengajarkan tentang asupan nutrisi yang tepat, ahli fisioterapi akan
memberikan berbagai latihan fisik untuk mengembalikan fungsi otot tertentu
(Djohan, 2006).
Kata “musik” dalam “terapi musik” digunakan untuk menjelaskan media
yang digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi (Djohan, 2006). Musik
merupakan sebuah rangsangan pendengaran yang terorganisasi, yang terdiri atas
melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya (Aizid, 2011). Terapi musik
adalah terapi yang bersifat non verbal. Dengan bantuan musik, pikiran-pikiran
seseorang dibiarkan mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang
menyenangkan, mengangankan hal-hal yang diimpikan dan dicita-citakan, atau
langsung mencoba menguraikan permasalahan yang sedang dihadapi (Djohan,
5
6
2006). Ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi, maka ia dapat
meningkatkan, memulihkan, serta memelihara kesehatan fisik, mental, emosional,
sosial dan spiritual setiap individu (Aizid, 2011).
b. Cara Kerja Musik
Terapi musik dapat mengatasi stres pada bayi dan anak-anak setelah
diputarkan musik yang menenangkan dan lembut pada mereka, setidaknya selama
20-30 menit, tetapi lebih lama lebih baik (Aizid, 2011).
Beberapa cara kerja musik sehingga dapat mempengaruhi kondisi tubuh,
antara lain :
1) Menurunkan hormon-hormon yang berhubungan dengan stres;
2) Mengalihkan perhatian seseorang dari rasa takut, cemas, tegang dan masalah
sehari-hari lainnya;
3) Mengaktifkan hormon endorfin (semacam protein yang dihasilkan di dalam
otak dan berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit);
4) Meningkatkan perasaan rileks;
5) Menyediakan “liburan mental mini” yang bahkan dapat membawa pikiran
seseorang menjauh dari rasa sakit fisik selama periode waktu tertentu;
6) Secara fisiologis memperbaiki sistem kimia tubuh, sehingga mampu
menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung,
denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak (Aizid, 2011).
Menurut Turana dalam Aizid (2011) semua jenis musik sebenarnya dapat
digunakan sebagai terapi, seperti lagu-lagu relaksasi, lagu populer, maupun musik
klasik. Akan tetapi, yang paling dianjurkan menurutnya adalah musik atau lagu
7
dengan tempo sekitar 60 ketukan per menit yang bersifat rileks seperti musik
klasik. Sebab, apabila temponya terlalu cepat, maka secara tidak sadar, stimulus
yang masuk akan membuat seseorang mengikuti irama tersebut, sehingga keadaan
istirahat yang optimal tidak tercapai. Di antara musik-musik klasik tersebut yang
sering kali menjadi acuan untuk terapi musik adalah musik klasik Mozart.
c. Musik Klasik Mozart
Musik klasik Mozart merupakan musik klasik hasil karya seorang
komponis Wolfgang Amadeus Mozart (bahasa Jerman) yang bernama asli
Johannes Chrysostomus Wolfgangus Gottlieb Mozart. Wolfgang Amadeus
Mozart dianggap sebagai salah satu dari komponis musik klasik Eropa yang
terpenting dan paling terkenal dalam sejarah (Latifah, 2006).
Selain menciptakan musik klasik yang sejalan dieranya, Mozart juga
merupakan komponis serba bisa dan menciptakan musik hampir di setiap genre
yang ada pada saat itu, termasuk simfoni, opera, konser solo, piano sonata, dan
musik paduan suara. Mozart turut mengembangkan dan mempopulerkan konser
piano yang saat itu masih tergolong baru. Mozart juga ikut menciptakan beberapa
musik religius, dansa, serenade, dan berbagai bentuk musik ringan yang
menghibur (Tanjung, 2014).
Ciri khas dari musik yang diciptakan Mozart dapat ditemukan pada setiap
karyanya. Kejernihan, keseimbangan, dan transparansi merupakan nuansa yang
selalu diangkat oleh Mozart, meskipun kadang hanya menggunakan nada-nada
yang sederhana. Saat mendengar lagu Mozart, pendengar bisa merasakan
kejeniusan bermusik lewat setiap nada yang dipilih. Mozart menyampaikan emosi
8
yang kuat dengan musik bernuansa kontras antara semangat dan ketenangan
(Tanjung, 2014).
Banyak komponis yang begitu mengapresiasi musik karya Mozart.
Gioacinno Rossini, komponis musik klasik dari Italia, menegaskan bahwa Mozart
merupakan satu-satunya musisi yang memiliki banyak ilmu lewat kejeniusannya.
Musisi klasik lainnya seperti Ludwig van Beethoven juga menyatakan
kekagumannya kepada Mozart. Beethoven sering menggunakan Mozart sebagai
panutan dalam musiknya (Tanjung, 2014).
Di era musik klasik, tidak hanya Beethoven, seluruh musisi klasik yang
terkenal menaruh hormat atas karya yang diciptakan Mozart. Karya-karyanya
(sekitar 700 lagu) secara luas diakui sebagai puncak karya musik simfoni, musik
kamar, musik piano, musik opera, dan musik paduan suara. Banyak dari karya
Mozart dianggap sebagai standar konser klasik dan diakui sebagai mahakarya
musik zaman klasik (Rauscher, 2006).
2.
Dismenorea
a. Pengertian
Dismenorea atau nyeri menstruasi merupakan salah satu keluhan
ginekologi yang paling umum pada wanita muda yang datang ke klinik atau dokter
(Anurogo, 2011). Dismenorea adalah nyeri pada waktu menstruasi yang terasa di
perut bagian bawah atau di daerah bujur sangkar michaelis, nyeri terasa sebelum,
selama dan sesudah menstruasi dan juga dapat bersifat terus-menerus (Lubis,
2013). Hampir semua wanita mengalami rasa tidak nyaman selama menstruasi ini,
9
seperti rasa tidak enak di perut bagian bawah dan biasanya juga disertai mual,
pusing bahkan pingsan (Anurogo, 2011).
b. Klasifikasi
Klasifikasi dismenorea terdiri atas :
1) Dismenorea primer
a)
Pengertian
Dismenorea primer adalah nyeri menstruasi yang dijumpai tanpa
kelainan alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa
waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena
siklus-siklus menstruasi pada bulan-bulan pertama setelah menarche
umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai dengan rasa nyeri.
Perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seseorang wanita
disebut sebagai menarche, dan biasanya rata-rata terjadi pada usia 11-13
tahun. Menarche ini merupakan salah satu tanda pubertas pada wanita.
Awal pubertas jelas dipengaruhi oleh bangsa, iklim, gizi, dan
kebudayaan. Pada akhir-akhir ini secara umum ada pergeseran
permulaan pubertas ke arah usia yang lebih muda. Hal ini bisa
disebabkan oleh semakin baiknya nutrisi atau gizi dan kesehatan pada
generasi sekarang.
Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama
dengan permulaan menstruasi dan berlangsung untuk beberapa jam,
walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat
rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut
10
bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan
dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare,
iritabilitas, dan sebagainya (Wiknjosastro, 2009).
b) Penyebab
Beberapa faktor yang memegang peranan sebagai penyebab dismenorea
primer, antara lain :
(1) Faktor endokrin
Penyebab dari dismenorea adalah adanya hiperkontraktilitas uterus
yang disebabkan oleh prostaglandin. Darah menstruasi wanita
mengandung prostaglandin yang dapat merangsang otot polos.
Prostaglandin tersebut dihasilkan oleh endometrium. Prostaglandin
dapat menimbulkan rasa nyeri, ketika kadar progesteron dalam darah
rendah (Wiknjosastro, 2009).
Jika kadar prostaglandin yang berlebihan memasuki peredaran darah
maka selain dismenorea dapat juga dijumpai efek lainnya seperti
mual, muntah, diare, flushing respons involunter (tak terkontrol) dari
sistem saraf yang memicu pelebaran pembuluh kapiler kulit, dapat
berupa warna kemerahan atau sensasi panas (Anurogo, 2011).
(2) Faktor kejiwaan
Pada wanita-wanita yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika
mereka tidak mendapat informasi yang jelas tentang proses
menstruasi, dapat mudah timbul dismenorea.
11
(3) Faktor konstitusi
Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya
dapat mempengaruhi munculnya dismenorea.
(4) Faktor obstruksi kanalis servikalis
Salah satu teori yang paling tua tentang penyebab munculnya
dismenorea adalah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan
uterus dalam keadaan hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis
kanalis servikalis, sehingga dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya dismenorea.
(5) Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya hubungan
antara dismenorea dengan urtikaria, migrain atau asma bronkiale.
Para peneliti menduga bahwa sebab alergi ialah toksin menstruasi
(Wiknjosastro, 2009).
c)
Penanganan
Menurut Anurogo (2011) masih banyak wanita yang biasa
mengalami dismenorea menganggap bahwa dismenorea merupakan rasa
sakit biasa yang akan hilang dengan sendirinya. Pernyataan tersebut tidak
tepat, karena seseorang yang mengalami dismenorea jika tidak dilakukan
penanganan sama sekali, rasa nyeri tersebut akan tetap dirasakan bahkan
bisa semakin bertambah. Kenyataan di lapangan juga menunjukkan
bahwa banyak sekali wanita yang mengalami dismenorea merasa
terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, sangat
12
perlu adanya penanganan yang tepat terhadap dismenorea yang dirasakan
agar tidak lagi mengganggu aktivitas dan konsentrasi mereka.
Adapun penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
dismenorea, antara lain:
(1) Farmakologis
Penanganan secara farmakologis antara lain:
(a) Pemberian obat analgesik
Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi
aspirin, fenasetin, dan kafein. Obat-obat paten yang beredar di
pasaran antara lain novalgin, ponstan, acetaminophen dan
sebagainya (Wiknjosastro, 2009).
(b) Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)
Obat
tersebut
menghambat
sintesis
prostaglandin
dan
memperbaiki gejala pada 80% kasus. Perempuan yang
mengalami dismenorea dianjurkan untuk mengonsumsinya
pada saat atau sesaat sebelum awal nyeri 3 kali sehari pada hari
pertama hingga ketiga.
(c) Kontrasepsi oral
Kontrasepsi oral menekan ovulasi, mengurangi pertumbuhan
endometrium,
dan
mengurangi
kadar
prostaglandin.
Kontrasepsi oral yang cocok digunakan adalah kontrasepsi oral
dengan kerja estrogen rendah dan kerja progesteron tinggi
(Sinclair, 2009).
13
(2) Non-farmakologis
Pencegahan dan penanganan dismenorea antara lain :
(a) Menghindari stres dan relaksasi nafas dalam
Pada penelitian Ernawati, dkk tahun 2010 di Universitas
Muhammadiyah
Semarang
mengenai
“Terapi
Relaksasi
Terhadap Nyeri Dismenorea” menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara nyeri dismenorea sebelum dan
sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam serta ada
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap nyeri
dismenorea. Selain itu dalam penelitian ini juga menjelaskan
bahwa paling tidak ada tiga hal penting yang menjadikan
tindakan relaksasi bermakna secara signifikan terhadap skala
nyeri yaitu posisi yang tepat, pikiran yang tenang dan
lingkungan yang tenang. Kondisi-kondisi tersebut juga terjadi
pada seseorang pada umumnya jika teknik relaksasi nafas dalam
dilakukan secara baik ditambah dengan pikiran yang tenang dan
tidak stres, sehingga sangat memberikan kontribusi dalam
proses penurunan skala nyeri dismenorea.
(b) Mengatur pola makan dengan baik
(c) Olahraga teratur
(d) Istirahat yang cukup
(e) Melakukan pijatan dengan aroma terapi (Anurogo, 2011).
14
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Serap Ejder
Apay (2010) menunjukkan bahwa pijat memiliki sifat yang
menenangkan, santai, dan mengurangi ketegangan. Selain itu,
penggunaan pijat dengan aromaterapi lebih efektif daripada
pijat biasa (pijat plasebo). Hal ini menunjukkan bahwa
perpaduan dari terapi pijat dan aromaterapi akan sangat
memiliki manfaat yang besar jika dipergunakan secara bersamasama daripada digunakan salah satu saja.
Cara kerja bahan bahan aromaterapi yaitu melalui sistem
sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Organ penciuman
merupakan indra perasa dalam berbagai reseptor saraf yang
berhubungan langsung dan merupakan saluran langsung ke
otak. Bau merupakan suatu molekul yang mudah menguap,
apabila masuk ke rongga hidung mellaui pernafasan akan
diterjemahkan oleh otak sebagai proses penciuman. Melalui
penghirupan sebagian molekul akan masuk ke paru. Molekul
aromaterapik akan diserap oleh lapisan mukosa pada saluran
pernafasan, baik pada bronkus atau pada cabang halusnya
(bronkiolus) dan terjadi pertukaran gas di dalam alveoli,
molekul tersebut akan diangkut oleh sistem sirkulasi darah di
dalam paru. Pernafasan yang dalam akan meningkatkan jumlah
bahan aromaterapik yang ada ke dalam tubuh. Respon bau yang
15
dihasilkan akan merangsang kerja sel neurokimia otak (Guyton
& Hall, 2007).
(f) Mendengarkan musik (Anurogo, 2011).
(g) Kompres hangat
Seseorang yang diberikan terapi kompres hangat pada
daerah abdomen saat menalami nyeri menstruasi (dismenorea)
akan meningkatkan relaksasi otot-otot dan mengurangi nyeri
akibat spasme atau kekauan otot serta memberikan rasa hangat
dan nyaman. Selain itu panas juga dapat menyebabkan
pembuluh darah meningkatkan aliran darah ke bagian tubuh
yang mengalami perubahan fungsi, dan panas juga dapat
mengurangi ketegangan otot menjadi relaksasi. Relaksasi ini
merupakan bentuk kebebasan mental dan fisik dari ketegangan
dan stres.
(h) Minum minuman hangat (Laila, 2011).
(i) Minum air putih minimal 8 gelas sehari
Air merupakan salah satu komponen penting dalam tubuh
karena fungsi sel tergantung pada lingkungan cair. Untuk
mempertahankan kesehatan salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah menyeimbangkan cairan di dalam tubuh. Keseimbangan
ini dipertahankan oleh asupan, distribusi dan keluaran air dan
elektrolit serta pengaturan komponen-komponen tersebut
(Potter & Perry, 2006). Menurut Taber (2005) cara yang dapat
16
dilakukan untuk mengatasi dismenorea salah satunya yaitu
dengan emperbanyak air putih. Hal tersebut juga didukung oleh
pendapat Batmanghelidj (2007) yang menyatakan bahwa
minum air putih dapat mengurangi nyeri menstruasi, air dapat
mengencerkan darah dan mencegah penggumpalan darah ketika
beredar di dalam tubuh. Hal ini dilakukan diharapkan dengan
seringnya seseorang berkemih maka tubuh akan merespon
terhdap keseimbangan cairan di dalam tubuh agar minum air
yang banyak sehingga aliran darah menjadi lancar (Bobak,
2007).
(j) Menghindari pakaian yang ketat menjelang atau selama
menstruasi (Laila, 2011).
d) Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko dismenorea primer yaitu :
(1) Usia saat menstruasi pertama kurang dari 12 tahun;
(2) Belum pernah melahirkan anak;
(3) Menstruasi memanjang atau dalam waktu yang lama;
(4) Merokok;
(5) Kegemukan (Anurogo, 2011).
Selain itu faktor usia dalam siklus kehidupan wanita juga ikut
menjadi faktor risiko terjadinya dismenorea. Proses kognitif pada usia
remaja merupakan suatu puncak emosionalitas, yaitu perkembangan
emosi yang tinggi terjadi pada masa remaja yang ditunjukkan dengan
17
sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai
peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental
seperti mudah tersinggung atau marah dan mudah sedih atau murung
(Yusuf, 2010). Oleh karena itu jika dihubungkan dengan menstruasi yang
dialami oleh remaja putri, usia dan jenis kelamin dapat mempengaruhi
persepsi dan ekspresi seseorang terhadap nyeri (Zakiyah, 2015).
Usia seseorang menjadi salah satu faktor dominan yang
mempengaruhi respon nyeri. Usia berhubungan erat dengan tingkat
kematanagan berfikir seseorang. Semakin bertambahnya usia, tingkatan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang juga semakin
bertambah (Sulis, 2012). Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri
sebelumnya. Apabila seseorang tidak pernah merasakan nyeri, maka
perepsi pertama nyeri dapat mengganggu koping individu. Cara
seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian
selama rentang kehidupannya. Apabila seseorang megalami nyeri
tersebut dengan jenis yang sama dan berulang-ulang kemudian nyeri
tersebut berhasil dihilangkan maka akan lebih mudah bagi individu untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri tersebut (Potter dan Perry, 2007).
e)
Karakteristik
Menurut Laurel D. Edmundson (2006), dismenorea primer memiliki
karakteristik sebagai berikut :
(1) Onset dalam 6-12 bulan setelah menstruasi pertama;
18
(2) Nyeri pelvis atau perut bawah dimulai dengan onset menstruasi dan
berakhir selama 8-72 jam;
(3) Nyeri punggung;
(4) Nyeri paha di medial atau anterior;
(5) Sakit kepala;
(6) Diare;
(7) Nausea (mual) dan vomiting (muntah).
2) Dismenorea sekunder
a)
Pengertian
Dismenorea sekunder adalah nyeri menstruasi yang dapat terjadi kapan
saja setelah menstruasi pertama, tetapi yang paling sering muncul di usia
20-30 tahun, setelah tahun-tahun sebelumnya normal tanpa ada nyeri
menstruasi. Dismenorea sekunder dikaitkan dengan patologi pelvis dan
lebih sering dialami wanita berusia di atas 20 tahun (Sinclair, 2009).
b) Penyebab
Beberapa penyebab dismenorea sekunder antara lain :
(1) Adenomyosis (adanya endometrium selain di rahim);
(2) Endometriosis;
(3) Salpingitis (Wiknjosastro, 2009).
(4) Uterine leiomyoma (tumor jinak otot rahim);
(5) Ovarian cysts (kista ovarium);
(6) Ovarian torsion (sel telur terpelintir);
(7) Pelvic congestion syndrome (gangguan atau sumbatan di panggul);
19
(8) Penyakit radang panggul;
(9) Kelainan letak uterus seperti retrofleksi, hiperantefleksi, dan
retrofleksi terfiksasi (Anurogo, 2011).
(10) Polip endometrium;
(11) Malformasi kongenital;
(12) Prolaps uterus;
(13) Penggunaan IUD/AKDR (Sinclair, 2009).
c)
Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko seorang wanita mengalami dismenorea sekunder
antara lain :
(1) IUD;
(2) Pelvic inflamatory disease (penyakit radang panggul);
(3) Endometrial carcinoma (kanker endometrium);
(4) Ovarian cysts (kista ovarium);
(5) Congenital pelvic malformations;
(6) Cervical stenosis (Anurogo, 2011).
d) Karakteristik
Beberapa ciri khas dari dismenorea sekunder adalah :
(1) Onset pada usia sekitar 20-30 tahun, setelah siklus menstruasi yang
relatif tidak nyeri dimasa lalu;
(2) Infertilitas;
(3) Darah menstruasi yang banyak atau perdarahan yang tidak teratur;
(4) Rasa nyeri saat berhubungan seks;
20
(5) Vaginal discharge (keluar cairan yang tidak normal dari vagina);
(6) Nyeri perut bawah atau pelvis selama waktu selain menstruasi
(Anurogo, 2011).
c. Pembagian Klinis
Dismenorea terbagi menjadi tiga antara lain :
1) Dismenorea ringan
Terjadi sejenak dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat, rasa nyeri hilang
sendiri, serta tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari.
2) Dismenorea sedang
Memerlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit, tidak perlu
meninggalkan pekerjaannya.
3) Dismenorea berat
Rasa sakit yang hebat, sehingga tidak mampu melakukan tugas harian,
memerlukan istirahat, memerlukan obat dengan intensitas tinggi, diperlukan
tindakan operasi karena mengganggu setiap menstruasi (Manuaba, 2010).
d. Proses Nyeri
Melzack dan Wall pada tahun 1959 menjelaskan teori gerbang kendali
nyeri yang menyatakan terdapat semacam “pintu gerbang” yang dapat
memfasilitasi atau memperlambat transmisi sinyal nyeri. Secara umum dapat
dijelaskan bahwa di dalam tubuh manusia terdapat dua macam transmitter impuls
nyeri. Reseptor berdiameter kecil (serabut delta A dan C) berfungsi untuk
mentransmisikan nyeri yang sifatnya keras dan reseptor ini biasanya berupa ujung
saraf bebas yang terdapat pada seluruh permukaan kulit dan pada struktur lebih
21
dalam seperti tendon, fasia, tulang serta organ interna. Sementara transmitter yang
berdiameter besar (serabut beta A) memiliki reseptor yang terdapat pada
permukaan tubuh dan berfungsi sebagai inhibitor, yaitu mentransmisikan sensasi
lain seperti getaran,sentuhan, sensasi hangat atau dingin.
Pada saat terdapat rangsangan, kedua serabut tersebut akan membawa
rangsangaan ke dalam kornu dorsalis yang terdapat pada medula spinalis
posterior, di medula spinalis inilah terjadi reaksi antara dua serabut berdiameter
besar dan kecil di suatu area yang disebut substansia gelatinosa. Di substansia
gelatinosa ini nanti akan ditentukan apakah sensasi nyeri yang diterima medula
spinalis akan diteruskan ke otak atau dihambat. Apabila tidak terdapat stimulus
atau impuls yang adekuat dari serabut beta A sebagai inhibitor, maka impuls nyeri
akan dibawa ke otak yang akhirnya menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ketika
impuls nyeri dihantarkan ke otak inilah yang dinamakan “pintu gerbang terbuka”.
Sebaliknya apabila terdapat impuls yang ditransmisikan oleh serabut beta
A karena adanya suatu penanganan terhadap nyeri tersebut, impuls ini akan
menghambat impuls dari serabut delta A dan C sehingga sensasi yang dihantarkan
oleh serabutt delta A dan C akan berkurang atau bahkan tidak dihantarkan ke otak
sehingga tubuh tidak merasakan sensasi nyeri. Kondisi ini disebut “pintu gerbang
tertutup”. Salah satu hormon yang merangsang kerja dari serabut beta A tersebut
adalah hormon endorfin (Zakiyah, 2015).
22
e. Pengukuran Nyeri Dismenorea
Tingkatan nyeri dismenorea dapat dilakukan pengukuran dengan cara skala
deskriptif seperti berikut:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 2.1 Skala Numerik
Sumber: Applegate, 2013
Keterangan :
0
: tidak merasakan nyeri
1
: nyeri sedikit dan jarang dirasakan
2
: merasakan nyeri tetapi tidak mengganggu aktivitas
3
: merasakan nyeri dan kadang-kadang mengganggu konsentrasi
4
: merasakan nyeri dan mengganggu konsentrasi tetapi masih bisa
beraktivitas seperti biasa
5
: nyeri yang dirasakan menghalangi beberapa aktivitas
6
: nyeri yang dirasakan sangat mengganggu sehingga menghindari aktivitas
biasa
7
: perhatian terpusat pada nyeri yang dirasakan sehingga menghalangi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
8
: merasa sangat nyeri dan kesulitan untuk melakukan aktivitas apapun
23
9
: tidak dapat menahan rasa nyeri dan tidak dapat melakukan aktivitas apaapa
10
: nyeri yang dirasakan sangat hebat hingga tidak peduli dengan keadaan
sekitar (Applegate, 2013).
3.
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Dismenorea
Terdapat beberapa macam cara pencegahan dan penatalaksanaan dismenorea
yang biasa dilakukan oleh wanita penderita dismenorea. Secara farmakologis,
wanita-wanita tersebut biasa mengonsumsi obat-obatan pereda rasa nyeri. Namun
selain cara farmakologis tersebut, ada juga cara pencegahan dan penanganan secara
non-farmakologis, salah satunya dengan mendengarkan musik (Anurogo, 2011).
Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima oleh semua orang
karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang berat untuk mengintepretasikan
alunan musik. Musik harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan
efek terapeutik secara bermakna (Rejeki, 2010). Terapi musik sangat mudah diterima
organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan ke
bagian otak yang memproses emosi (sistem limbik). Bagian terpenting dari sistem
limbik adalah hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan
mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak (Pusat Riset Terapi Musik
dan Gelombang Otak, 2011).
Hipotalamus mengontrol kerja dari kelenjar pituitari (kelenjar hipofisis). Selsel neurosekresi hipotalamus mengintegrasikan fungsi-fungsi endokrin dan fungsi
syaraf dengan cara mempengaruhi kelenjar hipofisis. Hipotalamus dapat
berkomunikasi dengan kelenjar hipofisis dengan dua cara, yaitu dengan impuls saraf
24
atau dengan mengeluarkan hormon. Hipotalamus dapat mengeluarkan hormon yang
disebut releasing hormone dan inhibiting hormone. Releasing hormone merangsang
kelenjar hipofisis mensekresikan hormon tertentu. Inhibiting hormone menekan
kelenjar hipofisis sehingga tidak mensekresikan hormon tertentu (Ferdinand, 2009).
Di bawah pengarahan hormon-hormon pembebas (releasing hormone) dan
penghambat (inhibiting hormone) yang dikirimkan oleh pembuluh portal khusus dari
hipotalamus tersebut, hipofisis anterior menghasilkan suatu kumpulan hormon. Salah
satu hormon yang dihasilkan adalah hormon endorfin. Hormon ini merupakan opiat
alamiah otak, penghambat persepsi rasa sakit (Ferdinand, 2009).
Hormon endorfin adalah senyawa yang mirip dengan morfin, disamping dapat
meningkatkan suasana hati, kerja farmakologisnya juga luar biasa, antara lain
membantu memperlambat proses penuaan dan mempercepat penyembuhan diri
sendiri. Jika hormon ini dilepaskan dalam jumlah cukup, efeknya tidak hanya pada
otak, tetapi sampai ke seluruh tubuh. Dampak positif inilah yang dimanfaatkan dalam
terapi musik (Haruyama, 2011).
Menurut Mucci (2006) mendengarkan musik yang menenangkan serta
menghanyutkan perasaan, bisa mengalihkan perhatian seseorang dari rasa sakit.
Sebagai pengganti bahan-bahan kimia, musik merupakan “obat” yang mampu
membuat seseorang rileks. Di samping melepaskan emosi, musik juga memberikan
keuntungan lain yang benar-benar bersifat fisik. Frekuensi atau kecepatan getaran
nada merupakan sumber yang meredakan rasa sakit.
Hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Eko Purwani
Asih Rejeki (2010) pada siswi kelas VIII MTs Negeri Babadan Baru Yogyakarta
25
mengenai “Pengaruh Terapi Musik Mozart Dan Guided Imagery Terhadap Intensitas
Dismenorea”. Nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,00. Nilai signifikansi
tersebut lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yang menunjukkan hipotesis diterima yaitu
ada perbedaan intensitas dismenorea pada kelompok eksperimen sebelum dan setelah
diberi terapi musik Mozart dan guided imagery. Selain itu jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol, menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai posttest intensitas
dismenorea antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai
signifikansi sebesar 0,018. Nilai signifikansi tersebut menunjukkan bahwa nilai
posttest intensitas dismenorea pada kelompok eksperimen lebih rendah dibandingkan
dengan intensitas dismenorea pada kelompok kontrol.
26
B. KERANGKA KONSEP
Pencegahan dan penanganan nonfarmakologis
1. Hindari stres
2. Pola makan baik
3. Olahraga teratur
4. Istirahat cukup
5. Mendengarkan musik
6. Pijatan dengan aroma terapi
7. Kompres panas
8. Minum minuman hangat
9. Minum air putih minimal 8 gelas sehari
10. Menghindari pakaian ketat sebelum
atau selama menstruasi
Faktor-faktor penyebab dismenorea:
1. Faktor endokrin
2. Faktor kejiwaan
3. Faktor konstitusi
4. Faktor obstruksi kanalis
servikalis
5. Faktor alergi
Nyeri menstruasi
Terapi musik
klasik Mozart
Diperdengarkan
melalui telinga
Disalurkan dalam
bentuk data digital
Direspon oleh otak
Masuk ke sistem limbik
Hipotalamus
(dismenorea)
Hipofisis anterior
Penghambat
rasa sakit/nyeri
Dihasilkan hormon
endorfin
Perasaan tenang
Keterangan :
: variabel bebas
: variabel luar
: variabel terikat
: mempengaruh
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart
Terhadap Tingkat Dismenorea
27
C.
HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh terapi musik klasik Mozart
terhadap tingkat dismenorea pada siswi kelas X SMA Negeri 5 Surakarta.
Download