FONOLOGI DALAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAHASA ARAB GURU MI TINGKAT DASAR PADA DIKLAT KEAGAMAAN KOTA PALEMBANG Oleh : M. Tontowi Abstract Pembelajaran bahasa Arab berbeda dengan bahasa asing lainnya. Fenomena linguistik bahasa Arab belum banyak ditemui persamaannya dalam bahasa Indonesia. Dikatakan oleh Robert Lado (1979) "Fenomena linguistik yang identik dengan bahasa pertama, akan mempercepat proses belajar, sedangkan fenomena yang berbeda akan menjadi penghalang atau penghambat". Karakteristik kebahasaan dalam bahasa Arab seperti ini wajar jika mengalami kesulitan-kesulitan dalam mempelajarinya. Dengan mengacu pada pemikiran tersebut, ada beberapa hal yang perlu disoroti, bagaimana menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi yang efektif. Oleh karenanya diperlukan upaya merekonstruksi atau merancang bangun pengajaran bahasa Arab dalam fungsi komunikasi lisan dan tulisan pada pengajaran di Madrasah Ibtidaiyah. Bagaimana menerapkan pendekatan dan metode melalui model-model pengembangan pengajaran melalui optimalisasi empat keterampilan berbahasa Arab sehingga lebih efektif dan efesien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Empat keterampilan bahasa yang dimaksud yakni; (a) Fahmul Masmu’ (keterampilan mendengar), (b) Ta’bir Syafahi (keterampilan bicara), (c) Fahmul Maqru’ (keterampilan membaca), dan (d) Ta’bir Tahriri (keterampilan menulis)berikut: 1) Sistem penerimaan santri, 2) Sistem pengelolaan kelas, 3) Materi pembelajaran, 4) Teknik atau strategi yang diterapkan, 5) Sistem evaluasi menggunakan tes atau ujian lisan secara langsung dengan menghadap mustahiq secara individual, baik materi membaca, praktek ibadah ataupun hafalan-hafalan, dan bagi yang lulus diberikan ijazah atau sertifikat pada acara wisuda setiap akhir tahun ajaran. 1 Kata Kunci: Fonologi, Karakteristik, Metode, Filosofi, Sistem, Makna. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Arab berbeda dengan bahasa asing lainnya. Fenomena linguistik bahasa Arab belum banyak ditemui persamaannya dalam bahasa Indonesia. Dikatakan oleh Robert Lado (1979) "Fenomena linguistik yang identik dengan bahasa pertama, akan mempercepat proses belajar, sedangkan fenomena yang berbeda akan menjadi penghalang atau penghambat". Karakteristik kebahasaan dalam bahasa Arab seperti ini wajar jika mengalami kesulitan-kesulitan dalam mempelajarinya. Dengan mengacu pada pemikiran tersebut, ada beberapa hal yang perlu disoroti, bagaimana menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi yang efektif. Oleh karenanya diperlukan upaya merekonstruksi atau merancang bangun pengajaran bahasa Arab dalam fungsi komunikasi lisan dan tulisan pada pengajaran di Madrasah Ibtidaiyah. Bagaimana menerapkan pendekatan dan metode melalui model-model pengembangan pengajaran melalui optimalisasi empat keterampilan berbahasa Arab sehingga lebih efektif dan efesien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Empat keterampilan bahasa yang dimaksud yakni; (a) Fahmul Masmu’ (keterampilan mendengar), (b) Ta’bir Syafahi (keterampilan bicara), (c) Fahmul Maqru’ (keterampilan membaca), dan (d) Ta’bir Tahriri (keterampilan menulis) (Belajar Bahasa Arab, www.eramuslim.com). Hakikat bahasa, Al-Suyuthi menyebutkan bahwa bahasa merupakan serangkaian suara (ashwath) yang digunakan orang dalam mengungkapkan maksud yang dikehendaki. Definisi ini setidaknya melibatkan dua unsur dasar keterampilan, bahasa sebagai tutur kata yang didengar (listened) dan yang diucap (spoken). Unsur kemahiran berbicara, pada hakikatnya, merupakan kemahiran menggunakan bahasa rumit. Dalam hal ini kemahiran dikaitkan dengan pengutaraan buah pikiran dan perasaan dengan kata-kata dan kalimat yang benar-tepat. Sasarannya adalah bagaimana lawan bicara mampu memahami pesan yang disampaikan lewat lisan tersebut. 2 Banyak terjadi sekarang, seorang guru bahasa arab tidak mampu berbicara atau melafalkan huruf arab yang sesuai dengan fonemik arab. Ketika orang arab mendengar apa yang dituturkan akan menjadi bingung, ini dapat berakibat pada kesalahpahaman maksud yang disampaikan dan yang diterima dalam komunikasi lisan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang suatu bahasa tidak dianggap lengkap dengan hanya memahami morfem, kata, frasa, dan kalimat saja, tanpa mengetahui bunyi bahasa. Sebagai langkah nyata dalam mengatasi masalah keterampilan bicara (Ta’bir Syafahi) diatas, sudah sewajarnya pada pendidikan dan pelatihan bahasa arab guru MI tingkat dasar disajikan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan bunyi bahasa (fonologi/ilm al-ashwat). Tujuannya agar mempermudah mereka dalam menyampaikan materi pelajaran dan terampil secara lisan. Penyampian yang salah terhadap bunyi bahasa pada tingkat dasar akan susah untuk diperbaiki, apalagi jika itu diterima siswa didiknya yang notabene daya serapnya masih tinggi dan mungkin belum terkontaminasi linguistik asing lainnya. Secara otamatis akan mengurangi hasil dari kualitas pembelajaran bahasa arab. B. Identifikasi Masalah Menurut Tilaar (1999), pendidikan merupakan sarana yang paling efektif dalam transformasi budaya dan dinamika kebudayaan. Dalam tulisan ini difokuskan lagi pada bahasa Arab sebagai salah satu bahasa asing bagi masyarakat Indonesia, sehingga perubahan, pembenahan, dan pengembangan sistem pengajarannya menjadi suatu kemestian yang harus dipikirkan secara serius. Dalam merekonstruksi sistem tentunya tidak terlepas dari beberapa hal antara lain: (a) Kedudukan bahasa Arab dimata masyarakat Indonesia. Sebagai bangsa yang mayoritas muslim, bahasa Arab tidak saja dipandang dari sisi ideologis sebagai bahasa sumber ajaran Islam (meskipun Islam tidak identik dengan Arab) tetapi sebagai bahasa ilmu pengetahuan, ekonomi, dan politik. (b) Eksistensi bahasa Arab dalam mengahadapi ilmu pengetahuan dewasa ini. (c) Problematika yang dihadapi dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia (Sauri, 2008). 3 Pendidikan sebagai sebuah proses tidaklah stagnan dalam menyikapi tuntutan perkembangan, melainkan bersifat dinamis dan akomodatif. Konsekuensi logisnya mengharuskan pembenahan yang signifikan dalam merancang bangun unsur-unsur terkait didalamnya guna mewujudkan bentuk pendidikan ideal. Kenyataan yang kita hadapi bahwa sesungguhnya kondisi pengajaran bahasa Arab di madrasahmadrasah/sekolah-sekolah di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai kendala. Kendala tersebut salah satunya dari segi edukatif. Segi edukatif ini didalamnya mencakup kemampuan guru/staf edukasi, sarana dan prasarana, kurikulum (termasuk di dalamnya orientasi dan tujuan, materi dan metodologi pengajaran serta sistem evaluasi). Pendekatan dan metode apapun yang dilakukan dan diterapkan, asumsi dasar mengenai unsur-unsur keterampilan berbahasa kiranya harus menjadi perhatian yang serius. Berpangkal dari hal ini perlu kiranya dideskripsikan keterampilan bicara (Ta’bir Syafahi) guru bahasa arab di pengaruhi oleh kemampuan (knowledge & skiil) terhadap fonologi/ilm al-ashwat. Untuk menghindari kesalahan dalam penyampaian terhadap peserta didik (siswa) menjadi keharusan guru bahasa arab agar menguasai fonologi (ilm al-ashwath) tersebut. Peningkatan kemampuan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan bahasa arab yang dilaksanakan terhadap guru MI tingkat dasar. C. Rumusan Masalah Berpangkal dari problematika guru dalam hal pengucapan dan ujar huruf / bunyi Suku kata bahasa Arab perlu kiranya dideskripsikan ketrampilan bicara( ta’bir Syafahi ) guru bahasa Arab dipengaruhi oleh kemampuan ( Knowledge and Skill ) terhadap fonologi / ilm al-Aswath, Untuk menghindari kesalahan dalam Penyampaian bunyi/ujar huruf dan suku kata bahasa Arab terhadap peserta didik Maka perlu kiranya : 1. Setiap guru bidang studi bahasa Arab pada setiap tingkat satuan pendidikan khususnua guru MI harus menguasai fonologi ( ilm al-Aswath ) 2. Peningkatan kemampuan dalam penguasaan fonologi / ilm al-Aswath tersebut dapat dilakukan melalui diklat tingkat dasar guru Bahasa Arab pada tingkat pemula Madrasah Ibtidayah, diseluruh Balai Diklat Kegamaan Departemen 4 Agama Republik Indonesia. D. Tujuan Bertitik tolak dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya dan problematika yang terjad, maka diharapkan dari pembahasan ini bertujuan “Agar pembelajaran bahasa Arab khususnya ditingkat pemula betul betul Menjadi perhatian serius,supaya ujar dan bunyi kata bahasa Arab yang Diucapkan oleh guru betul betul sesuai dengan aslinya yang penekanannyaBerfokus pada MAKHORIJUL KHURUF DAN TAJWID. “ E. Manfaat 1. Memberi wawasan guru bahasa Arab dalam mempelajari fonologi 2. Merobah dialektika daerah menjadi penutur bahasa Arab yang sempurna 3. Melatih peserta didik tingkat pemula benar dan betul dalam pengucapan suka kata bahasa Arab dan Ujar huruf bahasa Arab serta mengerti Tajwid 4. Menimbulkan stimulant pada peserta didik untuk cinta degann bahasa Arab, danhal ini dapat ditimbulkan oleh guru yang benar dalam pengucapan bahasa Arab. F. Kerangka Teoritik Salah satu pengetahuan yang diperlukan untuk memahami suatu bahasa adalah pengetahuan tentang posisi dan fungsi suara dalam bahasa juga bagaimana suara itu dirangkai bersama untuk membentuk beberapa unit makna. Oleh karena itu, pengetahuan tentang bahasa arab tidak dianggap lengkap dengan hanya memahami subsistem struktur bahasa (morfologi/ilm al-sharf dan sintaksis/ilm al-nahw), subsistem perbendaharaan bahasa (leksikon/al-mufradat), subsistem makna dari tanda bahasa (semantik/ilm al-dilalah), subsistem makna yang dipengaruhi oleh sesuatu di luar bahasa (pragmatik/al-brakmatiyah) saja (Hidayattulah, 2009), tanpa mengetahui bunyi bahasa (Fonologi/ilm al-ashwath). Al-Suyuthi (dalam Sauri, 2008) menyebutkan bahwa bahasa merupakan serangkaian suara (ashwath) yang digunakan orang dalam mengungkapkan maksud yang dikehendaki. Definisi ini setidaknya melibatkan dua unsur dasar keterampilan, 5 bahasa sebagai tutur kata yang didengar (listened) dan yang diucap (spoken). Dengan kata lain dari bunyi akan terbentuk kata, lalu dari kata akan terbentuk kalimat dan kalimat harus mempunyai makna. Urutan inilah yang disepakati oleh kalangan linguis modern dan linguis kontemporer. Unsur keterampilan berbicara, pada hakikatnya, merupakan kemahiran menggunakan bahasa rumit. Dalam hal ini kemahiran dikaitkan dengan pengutaraan buah pikiran dan perasaan dengan kata-kata dan kalimat yang benar-tepat. Sasarannya adalah bagaimana lawan bicara mampu memahami pesan yang disampaikan lewat lisan tersebut. Berkaitan dengan keterampilan berbicara pokok utama yang dibahas adalah bunyi yang terucap dari alat ucap seseorang. Fonologi (ilm al-ashwath) adalah ilmu yang mempelajari tentang sistem bunyi bahasa. fonologi (ilm al-ashwath) merupakan studi ilmu yang membahas tentang suara dan bunyi-bunyi yang terucap dari alat ucap manusia. Fonologi (ilm alashwath) termasuk dalam subkajian dalam ilmu Linguistik. Dalam fonologi (ilm alashwath) sendiri, masih terdapat dua subkajian yang lebih di khususkan, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik adalah studi fonologi (ilm al-ashwath) yang mengkaji tentang bagaimana suara itu dihasilkan (melahirkan ilmu Makharij al-huruf), persepsi suara, dan sifat fisis bunyi itu. Menurut Kridalaksana (Muin, 2004) mendefinisikan Fonetik sebagai ilmu yang menyelidiki penghasilan, penyampaian, dan penerimaan bunyi bahasa (fahm al-masmu'). Ada tiga macam fonetik: (a) Fonetik Akustik, (b) Fonetik Arikulatoris, dan (c) Fonetik Auditoris. Fonetik arikulatoris sangat erat kaitanya dengan kemampuan bicara dikarenakan fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana buyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapakan manusia serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklarifikasikan. Secara singkat tentang proses terjadinya bunyi suara pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorokan, yang didalamnya terdapat pita suara. Supaya udara bisa keluar, pita suara itu harus berada dalam posisi terbuka. Kajian fonologi (ilm al-ashwath) yang kedua adalah fonemik. Ilmu ini mempelajari tentang fonem (phoneme), menurut Bloomfield (1933) fonem adalah satuan ciri bunyi distingtif terkecil. Dalam linguistik Arab, fonem disebut al-wahdah 6 as-sawtiyyah (Syahin 1984). Fonem dapat dibagi menjadi jenis konsonan (consonant atau sāmit) dan vokal (vowel atau harakah) (Robins 1989: dan Hijāzy 1978). Fonem sendiri juga diartikan sebagai bentuk dari bunyi bahasa yang dianalisa. Suatu fonem memungkinkan untuk mempunyai beberapa anggota yang sama, di mana perbedaan bunyi tersebut tidak mengubah arti suatu kata ketika kata-kata itu ditukar. Perbedaan objek studi fonetik dan fonemik adalah jika fonemik mengkaji bunyi-bunyi dengan mempedulikan fungsi dan maknanya, sedangkan fonetik tidak G.Fonologi (ilm al-ashwath) Salah satu pengetahuan yang diperlukan untuk memahami suatu bahasa adalah pengetahuan tentang posisi dan fungsi suara dalam bahasa juga bagaimana suara itu dirangkai bersama untuk membentuk beberapa unit makna. Oleh karena itu, pengetahuan tentang bahasa arab tidak dianggap lengkap dengan hanya memahami subsistem struktur bahasa (morfologi/ilm al-sharf dan sintaksis/ilm al-nahw), subsistem perbendaharaan bahasa (leksikon/al-mufradat), subsistem makna dari tanda bahasa (semantik/ilm al-dilalah), subsistem makna yang dipengaruhi oleh sesuatu di luar bahasa (pragmatik/al-brakmatiyah) saja (Hidayattulah, 2009), tanpa mengetahui bunyi bahasa (Fonologi/ilm al-ashwath). Al-Suyuthi (dalam Sauri, 2008) menyebutkan bahwa bahasa merupakan serangkaian suara (ashwath) yang digunakan orang dalam mengungkapkan maksud yang dikehendaki. Definisi ini setidaknya melibatkan dua unsur dasar keterampilan, bahasa sebagai tutur kata yang didengar (listened) dan yang diucap (spoken). Fonologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sistem bunyi bahasa. Fonologi sendiri diambil dari bahasa Yunani, fon = Voice/Sound berarti suara atau bunyi dan logo= Word/Speech adalah kata atau ucapan. Jadi, yang dimaksud disini dengan fonologi adalah studi ilmu yang membahas tentang suara dan bunyi-bunyi yang terucap dari alat ucap manusia. Fonologi termasuk dalam subkajian dalam ilmu linguistik yang mempelajari tentang sistem bunyi suatu bahasa secara spesifik yaitu fonetik dan fonemik. a.Fonetik Fonetik adalah bidang linguistic yang mempelajari bunyi bahasa tanpa 7 memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Menurut urutan jenisnya fonetik dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Fonetik Artikulatoratis, disebut juga fonetik organis atau fisiologis yaitu mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklarifikasikan. b. Fonetik Akustik, yaitu mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisik atau fenomena alam, bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, intensitasnya dan timbrenya. c. Fonetik Auditoris, yang mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Perbedaan antara fonetik artikulatoris, akustik, dan auditoris adalah pada segi objek studinya. Dari ketiga jenis fonetik ini yang palimg dominan dalam dunia linguistic adalah fonetik artikulatoratis, sedangkan fonetik auditoris lebih dengan bidang kedokteran, yaitu neurology, dan fonetik akustik lebih berkenaan dengan fisika. Alasan lebih pentingnya fonetik artikulatoris menurut beberapa ahli bahasa, semua dikarenakan fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana buyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapakan manusia. Fonetik adalah studi fonologi yang mengkaji tentang bagaimana suara itu dihasilkan (produksi), persepsi suara, dan sifat fisis bunyi itu. Selain itu, ilmu suara ini juga meliputi bagaimana suara-suara itu dikombinasikan, diorganisir, dan menyampaikan maksud bahasa tersebut. Tidak semua bentuk bunyi bahasa yang ada di dunia ini dapat diartikulasikan oleh alat ucap manusia. Contohnya saja, banyak bunyi dalam bahasa Inggris yang tidak bisa diartikulasikan sebagaimana bunyi-bunyi yang terdapat dalam bahas Afrika. Begitu pula dengan kombinasi, tak banyak pula yang dapat dibunyikan. Misalnya saja, kombinasi kt sangat sulit sekali diucapkan diawal kalimat. b. Fonemik Kajian fonologi yang kedua adalah fonemik. Ilmu ini mempelajari tentang fonem, atau satuan bunyi terkecil yang membedakan makna. Fonem (phoneme) menurut Bloomfield (1933) adalah satuan ciri bunyi distingtif terkecil. Dalam linguistik Arab, fonem disebut al-wahdah as-sawtiyyah (Syahin 1984). 8 Bila fonetik mengkaji bunyi bahasa berdasar aspek fisiknya saja, maka fonemik mengkaji bunyi bahasa berdasar fungsinya sebagai pembeda makna dan terkait dengan bahasa tertentu. Oleh karena itu, dalam fonetik dapat diketahui bunyi bahasa yang artikulatorisnya besar dan bunyi bahsa yang artikulatorisnya kecil. Dalam fonemik yang diperhatikan perbedaan yang fungsional, yang berguna untuk membedakan makna. Perbedaan ini berbeda-beda antara satu bahasa dengan bahasa yang lain. Dalam tiap bahasa, orang secara tidak sadar mengelompokkan berbagai bunyi yang diucapkannya ke dalam satuan-satuan fungsional terkecil yang disebut fonem. Pembahasan tentang fonem, penggolongan fonem, dan distribusi fonem di antara pembahasan yang dipelajari dalam fonemik. Singkatnya, fonem adalah abstraksi dari bunyi-bunyi bahasa. Meski berbeda antara fonem dan bunyi bahasa, fonem diberi nama sesuai dengan nama salah satu bunyi bahasa yang merealisasikannya. Lambang yang digunaknnya pun sama dengan yang digunakan untuk melambangkan bunyi bahaa. Bedanya, lambang fonem diletakkan di antara dua garis miring, sedangkan lambang bunyi diletakkan dalam tanda kutung siku. Bunyi-bunyi yang merupakan realisasi suatu fonem disebut alofon. Fonem /i/ dalam bahasa Arab, antara lain mempunyai alofon-alofon [i] (dalam rizâ), [i:] (dalam jâmi), dan [I] (dalam jamîl). Alofon-alofon sebuah sebuah fonem dapat juga menunjukkan ciri hubungan yang disebut bervariasi bebas. Alofon-alofon demikian dapat dipertukarkan di tempat yang sama. Hal ini dapat terjadi terutama karena alat ucap manusia pada dasarnya tidak mampumelafalkan dua bunyi yang benar-benr sama berturut-turut. Ciri alofon-alofon sebuah fonem adalah, pertama, mempunyai kemiripan fonetis. Artinya, mempunyai banyak kesamaan dalam pengucapannya; kedua, berdistribusi komplementer atau bervariasi bebas. Untuk memperlihatkan perbedaan fonemis antara yang satu dengan yang lain dipakai cara memperbandingkan contoh-contoh ujaran dengan perbedaan minimal dalam bunyi Dua ujaran yang berbeda maknanya dan berbeda minimal dalam bunyinya seperti itu disebut pasangan minimal. Dalam bahasa 9 Arab, misalnya, kita bisa memperbandingkan antara kata jali:l dan kata jami:l dapat diperlihatkan bahwa kedua contoh itu hanya dibedakan oleh [l] dan [m]. Perbedaan ini merupakan perbedaan yang penting bagi pemakai bahasa Arab karena perbedaan ini bersifat fonemis. Kedau bunyi ini merupakan realisasi dua fonem yang berbeda, yakni /l/ dan /m/. Fonem dapat dibagi menjadi jenis konsonan (consonant atau sāmit) dan vokal (vowel atau harakah) (Robins 1989 dan Hijāzy 1978). H.Pendidikan dan Pelatihan Bahasa Arab Guru MI Tingkat Dasar Seperti apa yang telah diuraikan diawal-awal tulisan ini bahwa output dari proses pembelajaran bahasa arab salah satunya sangat dipengaruhi kemampuan dan kualitas guru/pengajar dalam menguasai linguistik arab. Pendidikan dan pelatihan bahasa arab yang dilakukan terhadap para guru MI tingkat dasar semestinya menjakau faktor-faktor kemampuan yang ada pada mereka. Faktor tersebut ialah pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Menurut Sustermeister (1976) memberikan pengertian kemampuan adalah faktor penting dalam dalam meningkatkan produktivitas, kemampuan berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan. Secara umum kemampuan (ability) guru terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, guru yang memiliki potensi di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya yang terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu guru harus ditempatkan pada tugas yang sesuai dengan keahliaannya (the right man in the right place, the right man on the right job). Berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan bahasa arab yang diberikan dalam diklat keagamaan yang harus ditekankan adalah bagaimana memperbaiki kesalahan umum yang sering terjadi yakni, pengucapan yang kurang pas terhadap kaidah fonologi/ilm al-ashwath arab. Kesalahan ini tidak boleh dianggap sepele, karena pengajaran yang salah pada anak-anak akan jauh berdampak dikemudian hari. Dan kemungkinannya kan sulit untuk diperbaiki atau butuh waktu lama dalam proses recovery. 10 Selain hal kemampuan yang perlu diingat dalam diklat bahasa arab bahwa tempat belajar suatu bahasa yang paling baik bukan di dalam sebuah lembaga kursus, juga bukan di dalam sebuah kelas. Tempat belajar yang paling baik adalah di tempat di mana semua orang berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa tersebut.dengan demikian, konsekuensi yang mungkin harus diperhatikan dalam pelaksanaan diklat bahasa arab, penggunaan bahasa arab sebagai bahasa komunikasi baik di dalam maupun di luar kelas wajib dilakukan. Pengajaran bahasa Arab berkait erat dengan aspek-aspek pengajarannya itu sendiri yang mencakup pendekatan (Approach), metode (method), dan tekhniktekniknya (technique). Beberapa pendekatan pengajaran bahasa Arab dapat diuraikan sebagaimana dibawah ini: a. Pendekatan Holistik. Pendekatan holistik ini menurut Nunan (1998) memiliki karakteristikkarakteristik sebagai berikut: fokus kepada kemampuan berkomunikasi (focus on communication). Pemilihan pokok kajian bahasa didasarkan pada apa yang ingin diketahui dan dibutuhkan pembelajar (Selects on the basis of what language items the learner needs to know) bahasa asli sehari-hari mendapat penekanan (Genuine everday language is empashised). Bertujuan agar siswa dapat berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan tugas-tugas (pembelajaran). (Aim is to have students communicate effectively in order to complet the task) bercakap-cakap lebih banyak diberikan dibandingkan dengan membaca atau menulis (Speaking is given at least as much time as reading and writing). Berkecenderungan berpusat pada siswa (Tends to be student Centred). Hakikat proses pembelajaran bahasa diarahkan pada isi dan penekanan lebih pada makna dari pada bentuk (Resembles the natural language learning procces by concentrating on the content/meaning of the expression rather than the form) Pendekatan ini memandang bahwa bahasa sebagai sistem terdiri dari unsur-unsur fungsional yang menunjukan satukesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan (integral). Karena itu, kekurangan salah satu unsur atau sub sistem dalam suatu sistem akan menimbulkan gangguan dan hambatan bagi 11 unsur lainnya. Subsistem bahasa yang dimaksud terdiri dari tata-bunyi, kosakata, tata-kalimat, dan ejaan (tulisan) (Izzan, 1998). b. Pendekatan Parsial (Parsial Approach) Pendekatan ini memandang secara parsial sesuai dengan kebutuhan, sehingga pembelajaran diarahkan pada aspek tertentu dalam bahasa, misalkan aspek gramatika dan menerjemahkan, berbicara, menulis, atau kemampuan berbahasa dalam disiplin-disiplin tertentu. Misalnya bahasa akademik, bahasa bisnis, hiburan, dan lain-lain. Pendekatan ini dikenal juga dengan pendekatan formal atau pendekatan tradisional yang sesuai juga dengan pendekatan "montagu Semantic". Pendekatan semacam ini dalam pembelajaran dimulai dari rumusan-rumusan teoritis dan menggunakan metode klasik yang paling tua yaitu tariqah al-Nahwi wa al-tarjamah (grammar and translation). Sedangkan metode pembelajaran khusus adalah metode yang diturunkan dari pendekatan-pendekatan bahasa itu sendiri, seperti metode tata bahasa, penerjemahan, metode langsung, metode pembatasan bahasa, metode alamiah, metode linguistik, dan metode unit I. Kesimpulan Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan dalam tulisan ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa, bahasa sebagai sistem yang terdiri dari unsur-unsur fungsional menunjukan satukesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan (integral). Karena itu, ketidakmampuan guru dalam satu sub-sistem linguistik akan berpengaruh pada hasil atau output pengajaran. Subsistem bahasa yang dimaksud terdiri dari tatabunyi, kosakata, tata-kalimat, dan ejaan (tulisan). Peningkatan kemampuan guru bahasa arab dalam faktor pengetahuan dan keterampilan fonologi system akan membantu mereka untuk mempermudah dalam mengerjakan tugas mengajar dan sekaligus dapat menjadi tauladan yang baik buat peserta didiknya. Jelas ini akan memberikan dampak langsung berupa penurunan kesalahan pengucapan sekaligus kesalahan pendengaran pada lawan bicara. Disini bunyi/ucapan/suara adalah basic dalam belajar linguistik arab sebelum tahapan kemahiran berikutnya. Secara runtut tahap pembelajarannya sebagai berikut; 12 menyimak (al-istima', listening), berbicara (alkalam, speaking), membaca (alqira'ah, reading), dan menulis (kitabah, writing). J. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan, maka peneliti mengemukakan saran-saran yang diharapkan oleh penulis dan bermanfaat bagi peningkatan kualitas pembelajaran bahasa arab. Beberapa saran terebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Fungsi bahasa salah satunya adalah alat komunikasi, untuk itu agar peserta didik cepat mahir dalam keterampilan berbasa arab sudah seharusnya setiap pelaksanaan diklat bahasa arab bahasa komunikasinya dengan menggunakan bahasa arab baik didalam kelas maupun diluar kelas. 2. Metode atau pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran bahasa arab harus senantiasa disesuaikan dengan kondisi kebutuhan yang terjadi. 3. Bagi guru bahasa arab MI, harus senantiasa meningkatkan kemampuan linguistik arabnya, agar apa yang disajikan terhadap peserta didik benar-benar sesuai dengan kaidah bahasa arab. Daftar Pustaka 13 Izzan, Ahmad. (2004). Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung : Humaniora. Kridalaksana, Hermurti. (1984). Kamus Linguistik, Edisi II. Cetakan I. Jakarta : Gramedia. Tilaar, H.A.R. (1999). Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung : Rosda Karya. Abdurrahman Jalaluddin Al-Suyuthy, tt, al-Muzhir fi Ulûm al-Lughah wa Anwa'ihâ, Dâr al-Fikr, Beirut Libanon, vol I,hal.7. Ahmad, Izzan. (2004). Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Humaniora. Bandung. hal.1. Al-Ghulayaini, Syaikh Musthafa. (1999). Jami'ud-Durus al-Arabiyah, Juz I, alMaktabah al-Aisyiyah li aththiba'ah wa al-Tauzi'. Beirut. Libanon. Hal.7. Abdul Muin. (2004). Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, Telaah Terhadap Fonetik dan Morfologi. Pustaka al-Husna Baru. Jakarta. hal.11. Kridalaksana. (1984). Kamus Linguistik, Edisi II, Cetakan I. Gramedia. Jakarta. hal.51. Ahmad Izzan, Op.Cit., hal.98. David Nunan. (1998). The Learned-Centred Curriculum. Cambridge University Press. Cambridge. h. 361. William F, Mackey. (1956). Language Teaching Analysis. Longman. Green & Co. Ltd. London. hal. 139. Robert Lado. (1979). Linguistik di Berbagai Budaya, terjemahan Soedjono Darjowijoyo. Ganeco. Bandung. Redaksi, Belajar Bahasa Arab, www.eramuslim.com Sauri, Sofyan. (2009). Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa Arab Empat Keterampilan. www.tajdid-iaid.or.id. 14 Bloomfield, Leonard. (1933/1995). Bahasa. terjemahan Language oleh I. Soetikno. Jakarta. Gramedia. Hijāzy, Mahmūd Fahmy. (1978). Madkhal fī 'Ilm al-Lughah. Kairo: Dār aśŚaqafah. Robins, R.H. (1989/1992). Linguistik Umum: Sebuah Pengantar. terjemahan General Linguistik: an Introductory Survey oleh S. Djajanegara. Yogyakarta: Kanisius. Syāhīn, 'Abd as-Sabūr. (1984). Fī 'Ilm al-Lughah al-'Āmm. Syria: Maktabah asySyabāb. Bisyr, Kamal Muhammad.(1990). Al-Ashwat Al-‘Arabiyyah. Kairo: Maktabah AlSyabab. Matthews, P.H. (1997). The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. New York: Oxford University Press. Moeliono dkk. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. (cet. Ke-4). Jakarta: Perum Balai Pustaka. Ladefoged, Peter. (1993). A Course in Phonetic (edisi ketiga). Orlando: Harcourt Brace College Publisher. 15