LAPORAN INTERIM

advertisement
D E PA RT E M E N
P E K E R J A A N
U M U M
D I R E K TO R AT J E N D E R A L S U M B E R D AYA A I R
SATKER
BALAI
BESAR
WILAYAH
SUNGAI
BENGAWAN
SOLO
Jl. SOLO-Kartosuro Km. 7 PO BOX 267 Telp (0271) 716428 – 716071, Fax (0271) 716428 SURAKARTA - 57102
Profil DAS Bengawan Solo
1.
LATAR BELAKANG
Sungai Bengawan Solo merupakan sebuah sumber air yang sangat potensial bagi usahausaha pengelolaan dan pengembangan sumber daya air (SDA), di sepanjang alirannya
untuk memenuhi berbagai keperluan dan kebutuhan, antara lain untuk kebutuhan
domestik, air baku air minum dan industri, irigasi dan lain-lain. Sungai Bengawan Solo
merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa, terletak di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa
Timur dengan luas wilayah sungai ± 12% dari seluruh wilayah Pulau Jawa pada posisi
110o18’ BT sampai 112o45’ BT dan 6o49’LS sampai 8o08’ LS.
Wilayah Sungai merupakan suatu wilayah yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang melalui wilayah tersebut dalam fungsinya
untuk menampung air yang berasal dari hujan dan sumber-sumber air lainna yang
penyimpanan dan pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam
sekeliling berdasarkan keseimbangan daerah tersebut.
Luas total wilayah sungai (WS) Bengawan Solo ± 19.778 km2, terdiri dari 4 (empat)
Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Bengawan Solo dengan luas ± 16.100 km2, DAS
Kali Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan seluas ± 1.517 km2, DAS kecil di kawasan pantai
utara seluas ± 1.441 km2 dan DAS Kali Lamong seluas ± 720 km2.
DAS Bengawan Solo merupakan DAS terluas di WS Bengawan Solo yang meliputi Sub DAS
Bengawan Solo Hulu, Sub DAS Kali Madiun dan Sub DAS Bengawan Solo Hilir. Sub DAS
Bengawan Solo Hulu dan sub DAS Kali Madiun dengan luas masing-masing ± 6.072 km2
dan ± 3.755 km2. Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun mengalirkan air dari lereng
gunung berbentuk kerucut yakni Gunung Merapi (± 2.914 m), Gunung Merbabu (± 3.142
m) dan Gunung Lawu (± 3.265 m), sedangkan luas Sub DAS Bengawan Solo Hilir adalah
± 6.273 km2.
Secara administratif WS Bengawan Solo mencakup 17 (tujuh belas) kabupaten dan 3
(tiga) kota, yaitu:
Kabupaten :
Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Blora,
Rembang, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban.
Lamongan, Gresik dan Pacitan.
Kota
:
Surakarta, Madiun dan Surabaya
gemalasusanti/tataruang28feb
1
26,1% wilayah Propinsi
Jateng
+
27,5% wilayah Propinsi
Jatim
Pengelolaan sumber daya air merupakan suatu kegiatan yang kompleks karena
menyangkut semua sektor kehidupan, sehingga harus melibatkan semua pihak baik
pembuat aturan (regulator), pengguna (user) dan pengembang (developer) maupun
pengelola (operator). Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk mulai menerapkan
dan menggunakan pendekatan one river basin, one plan and one integrated management,
sehingga keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pengendalian dapat
diwujudkan.
Dalam pengelolaan WS Bengawan Solo Arah dan Kebijakan yang diambil adalah :
1. Memperhatikan keserasian antara konservasi dan pendayagunaan, pengelolaan
kuantitas dan kualitas air untuk menjamin ketersediaan air baik untuk saat ini
maupun masa datang.
2. Pengendalian daya rusak air terutama dalam hal penanggulangan banjir dilakukan
dengan pendekatan konstruksi (penyelesaian pelaksanaan pembangunan sarana
pengendali banjir) dan non-konstruksi (konservasi sumber daya air dan
pengelolaan daerah aliran sungai dengan memperhatikan keterpaduan dengan
tata ruang wilayah).
3. Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air memerlukan penataan
kelembagaan melalui pengaturan kembali kewenangan dan tanggung jawab
masing-masing pemangku kepentingan.
gemalasusanti/tataruang28feb
2
2.
Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo
Balai Besar WS Bengawan Solo sebagai pengelola Pengelolaan Sumber Daya Air yang
bertugas dalam perencanaan, pelaksanaan konstruksi, o & p dalam rangka konservasi
sumber daya air, pengembangan sumber daya air, pendayagunaan sumberdaya air dan
pengendalian daya rusak air pada Wilayah Sungai Bengawan Solo. Dalam rangka
menjalankan tugas tersebut, Balai Besar WS Bengawan Solo memiliki fungsi :
1. Penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai
2. Penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air
pada wilayah sungai
3. Pengelolaan sumberdaya air yang meliputi konservasi sumber daya air,
pengembangan sumber air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian
daya rusak air.
4. Penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan dan pengusahaan sumberdaya air pada wilayah sungai.
5. Operasi dan pemeliharaan sumberdaya air pada wilayah sungai
6. Pengelolaan sistem hidrologi
7. Penyelenggaraan data dan informasi sumberdaya air.
8. Fasilitasi kegiatan tim koordinasi pengelolaaan sumberdaya air pada wilayah
sungai
9. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air.
10. Pelaksanaan ketatausahaan balai besar wilayah sungai.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11A/PRT/M/2006 Juni 2006, WS
Bengawan Solo dikategorikan sebagai WS lintas propinsi yang didasarkan pada penilaian:
•
WS Bengawan Solo adalah WS lintas propinsi, yaitu berada di wilayah Propinsi
Jawa Tengah dan Jawa Timur.
•
Ukuran dan besarnya potensi sumber daya air yang tersedia, ketersediaan air
sebesar ± 18,61 miliar m³.
•
Banyaknya sektor yang terkait dengan sumber daya air WS Bengawan Solo,
jumlah penduduk mencapai 16,03 juta jiwa pada tahun 2005.
•
Besarnya dampak sosial, lingkungan dan ekonomi terhadap pembangunan
nasional.
Besarnya dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional dan regional.
•
gemalasusanti/tataruang28feb
3
Karena WS Bengawan Solo dipandang sebagai WS lintas propinsi, maka pengelolaan
sumber daya air ini berada di dalam kewenangan Pemerintah Pusat.
3.
Pemanfaatn Ruang di WS. Bengawan Solo
Pemanfaatan ruang WS Bengawan Solo yang telah dikompilasikan dari RTRW Propinsi
Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah sebagai berikut :
a.
Pengelolaan Kawasan Lindung
Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah kerusakan fungsi
lingkungan. Sedangkan pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna pemanfaatan ruang, menjaga kelestarian
lingkungan serta menghindari konflik pemanfaatan ruang.
a) Kawasan Perlindungan Bawahan
Kawasan
perlindungan
bawahan
diperuntukkan
untuk
menjamin
terselenggaranya fungsi lindung hidroorologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan.
Kawasan ini meliputi kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air.
 Kawasan Hutan Lindung
Arahan pengelolaan kawasan hutan lindung, khususnya yang berkaitan dengan
pemanfaatan kawasan budidaya, berada di lokasi : Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten
Magetan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi.
 Kawasan Resapan Air
Kawasan resapan air diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan tanah yang
dapat menjaga kelestarian ketersediaan air bagi daerah yang terletak di wilayah
bawahannya. Kawasan resapan air tersebar di Kabupaten Boyolali, Kabupaten
Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen,
Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo
dan Tuban.
b) Kawasan Suaka Alam
Beberapa sub kawasan termasuk di dalam kawasan suaka alam, pelestarian
alam dan cagar budaya, suaka alam laut dan perairan, kawasan pantai berhutan
bakau, taman wisata alam serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
c) Kawasan Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi
tinggi mengalami bencana alam.
 Kawasan rawan banjir
Kawasan rawan bencana banjir adalah tempat-tempat yang setiap musim hujan
mengalami genangan lebih dari enam jam pada saat hujan turun dalam keadaan
normal. Kawasan tersebut yaitu di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Blora.
 Kawasan rawan bencana longsor
Kawasan rawan bencana alam rawan longsor merupakan wilayah yang kondisi
gemalasusanti/tataruang28feb
4
permukaan tanahnya mudah longsor karena terdapat zona yang bergerak akibat
adanya patahan atau pergeseran batuan induk pembentuk tanah.
Lokasi kawasan rawan bencana longsor terdapat di Kabupaten Boyolali (lereng
timur G.. Merbabu dan lereng timur G. Merapi), Kabupaten Wonogiri (lereng
selatan G. Lawu, perbukitan selatan dan timur Sungai Keduwang, serta bagian
selatan dan barat daya Kabupaten), Kabupaten Karanganyar (lereng barat G.
Lawu), Kabupaten Sragen (Sangiran dan Gemolong (G. Butak Manyar)),
Kabupaten Blora (di daerah Ngawen, Todanan dan Jepon), Kabupaten Rembang
terutama di bagian selatan dan timur dan Kabupaten Magetan.
 Kawasan rawan bencana gunung berapi
Kawasan rawan bencana alam gunung berapi merupakan wilayah sekitar puncak
gunung berapi yang rawan terhadap luncuran gas beracun, lahar panas dan
dingin, luncuran awan panas dan semburan api, dan tempat lalunya tumpahan
benda-benda lain akibat letusan gunung berapi.
Lokasi kawasan rawan bencana gunung berapi yaitu di Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Klaten, Kabupaten Ngawi (G. Lawu), Kabupaten Magetan (G. Lawu),
Kabupaten Madiun (G. Liman & G. Wilis) dan Kabupaten Ponorogo (G. Liman &
G. Wilis).
 Kawasan rawan bencana gempa
Lokasi rawan bencana gempa yaitu di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten,
Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun dan Ponorogo.
b.
Pengelolaan Kawasan Budidaya
Pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna sumberdaya serta untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang dan
kelestarian lingkungan hidup.
Kawasan budidaya yang dikelola pemanfaatan
ruangnya terdiri dari: Kawasan hutan produksi; Kawasan pertanian; Kawasan
pertambangan; Kawasan peruntukan industri; Kawasan pariwisata; Kawasan
permukiman; Kawasan perikanan; Kawasan perkebunan; Kawasan peternakan;
Kawasan pariwisata; Kawasan permukiman; Kawasan industri; dan Kawasan
perdagangan.
c. Kawasan Andalan
Adalah Kawasan kawasan yang mempunyai potensi pengembangan bagi sektor unggulan.
WS Bengawan Solo ditetapkan 4 (empat) zona kawasan andalan:
1. Tuban-Lamongan dan sekitarnya
2. Madiun dan sekitarnya
3. Surabaya dan sekitarnya
4. Surakarta-Boyolali-Sukoharjo dan Karanganyar
gemalasusanti/tataruang28feb
5
No
1
2
3
Kaput
Nama DAS
TubanBengawan Solo
Lamongan dan Hilir
dan
sekitarnya
Pantura
Madiun,
Kali
Madiun,
Pacitan
dan Kali Grindulusekitarnya
Lorog
Surabaya,
Kali Lamong
Gresik
dan
sekitarnya
Potensi Unggulan
–
Pertanian
tanaman pangan
SurakartaBengawan Solo
BoyolaliHulu
Sukoharjo dan
sekitarnya
Mengembangkan kawasan industri di kawasan utara.
–
Mengembangkan industri perikanan di Brondong.
Perikanan
–
Eksploitasi sumber daya tambang.
–
Industri
–
Pariwisata
–
Mempertahankan
dan
budidaya tanaman pangan.
–
jasa
Perdagangan
–
Pertambangan
–
Pertanian
tanaman pangan
–
Industri
–
Perikanan
mengembangkan
–
Meningkatkan pengembangan potensi tanaman semusim
selain tanaman padi sebagai sektor dasar, serta peningkatan
produksi industri kulit.
–
Mengembangkan kawasan industri di Madiun.
–
Optimalisasi pariwisata alam.
–
Mengembangkan kawasan industri.
Perdagangan
–
Aglomerasi permukiman perkotaan.
–
Industri
–
Mengembangkan potensi wisata.
–
Perikanan
–
Meningkatkan produksi perikanan tambak.
–
Pariwisata
–
Mempertahankan
dan
budidaya tanaman pangan
mengembangkan
–
Industri
–
Mengembangkan kawasan industri.
–
Pariwisata
–
Mengembangkan potensi wisata.
–
Tanaman
pangan
kawasan
–
Menumbuhkan potensi pariwisata alam atau buatan, a.l:
Wisata alam Pacet, Goa Maharani, Tanjung Kodok, Jatim Park
II.
–
jasa
–
4.
–
–
–
Pertanian
tanaman pangan
4
Prioritas Pengembangan
–
Mempertahankan
dan
budidaya tanaman pangan
mengembangkan
kawasan
kawasan
Perdagangan
Banjir Bengawan Solo Akhir Tahun 2007
Permasalahan Utama dalam pengelolaan DAS WS Bengawan Solo diantaranya adalah
banjir, kekeringan, erosi dan sedimentasi, intruksi air laut, kualitas air dan lain-lain yang
disebabkan oleh :
 Terus menurunnya kondisi hutan.
 Kerusakan DAS: penebangan liar dan konversi lahan yang menimbulkan kerusakan
ekosistem dalam tatanan DAS.
 Lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar (illegal logging).
 Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan.
gemalasusanti/tataruang28feb
6
Total lahan kritis di WS Bengawan Solo mulai kategori potensial kritis sampai sangat kritis
mencapai luas kurang lebih 11.398 km2 akibat proses erosi yang berlanjut dan kerusakan
vegetasi.
Luas lahan kritis terbesar terdapat di Kab. Wonogiri (Jawa Tengah) seluas 128.662 ha,
Kab. Pacitan seluas 129.598 ha dan Kab. Bojonegoro seluas 172.261 ha (Jawa Timur).
Wilayah Sungai Bengawan Solo mengalami penurunan daya dukung lingkungan. Hal ini
antara lain disebabkan oleh penebangan liar dan konversi lahan, sehingga terjadi
penurunan luas hutan yang ada yaitu 23 % pada tahun 1998 menjadi 18 % pada tahun
2005. Total lahan kritis di WS Bengawan Solo mulai kategori potensial kritis sampai sangat
kritis pada saat ini mencapai luas ± 11.39 km2, akibat proses erosi yang berkelanjutan
dan kerusakan vegetasi.
Akibat terjadinya hujan di bagian hulu dengan intensitas tinggi di Sub DAS Bengawan Solo
Hulu dan K.Madiun pada tanggal 25 Desember 2007, maka terjadi banjir besar diseluruh
DAS Bengawan Solo mulai tanggal 26 Desember 2007, yang menimbulkan kerusakan
akibat banjir besar seperti tergenangnya perumahan, fasilitas umum, kantor, tempat
ibadah, sawah/tegalan, dan jalan nasional, propinsi, kabupaten di kota dan daerah
disekitar sungai Bengawan Solo, dimana kondisi itu mempengaruhi aktifitas masyarakat
dan perekonomian.
Kejadian banjir besar tersebut melanda kabupaten/kota di sepanjang aliran sungai
Bengawan Solo diantaranya yaitu : Solo, Sukoharjo, Sragen, Ponorogo, Madiun, Cepu,
Bojonegoro, Tuban, Babat, Lamongan, Gresik dan daerah disekitarnya.
5.
Penangulangan Permasalahan Daya Rusak Air
Upaya pengendalian banjir harus dengan keterpaduan antara upaya fisik teknis dan non
teknis seperti perilaku manusia dalam mengubah fungsi lingkungan, perubahan tata
ruang secara massive di kawasan budidaya yang menyebabkan daya dukung lingkungan
menurun drastis, serta pesatnya pertumbuhan permukiman dan industri yang mengubah
keseimbangan fungsi lingkungan sehingga menyebabkan kawasan retensi banjir
(retarding basin) berkurang. Aktivitas dan perubahan ini menyebabkan meningkatnya
debit air yang masuk ke badan sungai dimana dengan terbatasnya kapasitas tampung dan
pengaliran sungai akan berdampak meluapnya air sungai.
Karena itu pada masa yang akan datang upaya pengendalian banjir tidak bisa hanya
difokuskan pada penanganan fisik saja, namun harus disinergikan juga dengan
pembangunan non fisik yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya keterlibatan
gemalasusanti/tataruang28feb
7
atau partisipasi masyarakat, sehingga tercapai suatu sistem pengendalian banjir yang
lebih optimal.
Sinergi antara penanganan fisik dan non fisik dalam upaya pengendalian banjir dapat
diwujudkan melalui beberapa hal sebagai berikut:
a. Pengendalian tata ruang.
Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan penggunaan
ruang sesuai kemampuannya dengan mempertimbangkan permasalahan
banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya serta
penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah
memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.
b. Pengaturan debit banjir
Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan penanganan fisik
berupa pembangunan dan pengaturan bendungan, perbaikan sistem
drainase perkotaan, normalisasi sungai dan daerah retensi banjir.
Pengaturan daerah rawan banjir
Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara:
1) Pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management).
2) Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis
sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai, penertiban
bangunan di sepanjang aliran sungai.
c.
Peningkatan peran masyarakat.
Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan
dalam:
1) Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat
2) Bersama-sama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menyusun dan mensosialisasikan program pengendalian banjir.
3) Mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air antara lain
tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang
berwenang untuk:
 mengubah aliran sungai;
 mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di
dalam atau melintas sungai.
 membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan atau cair
ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai
yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran,
 pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan atau
bahan lainnya.
 pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap
masyarakat (melalui Penyediaan informasi dan pendidikan,
Rehabilitasi, rekonstruksi dan atau pembangunan fasilitas umum,
gemalasusanti/tataruang28feb
8
Melakukan penyelamatan, pengungsian dan tindakan darurat
lainnya dan lain-lain)
d. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain
dapat dilakukan melalui kegiatan:
1) Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan,
kawasan budidaya dan kawasan lindung);
2) Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak;
3) Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatif, kimia,
maupun mekanis;
4) Perlindungan/konservasi kawasan - kawasan lindung.
e. Penyediaan Dana
Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara:
1) Pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan dikelola
sendiri oleh masyarakat pada daerah rawan banjir.
2) Penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang
rawan banjir
3) Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
f. Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat dan
Rencana Tindak Darurat
Agar efektif, di masa yang akan datang sistem peringatan dini datangnya
banjir di WS Bengawan Solo harus berpusat secara kuat pada masyarakat
yang tinggal di daerah rawan banjir mulai hilir sampai hulu. Dengan
penerapan sistem ini, akan dapat memberikan informasi lebih dini bagi
masyarakat yang kemungkinan akan terkena bencana sehingga ada
kesempatan bagi masyarakat untuk menyelamatkan diri atau barangbarang berharganya.
Sistem tersebut harus dikembangkan secara menyeluruh sehingga dapat
meyakinkan bahwa sistem tersebut dapat berfungsi ketika diperlukan dan
peringatan dapat disampaikan secara segera dan mudah dimengerti oleh
semua anggota masyarakat dalam berbagai kondisi dan tingkat resiko
bencana. Komponen inti sistem peringatan dini datangnya banjir harus
berpusat pada masyarakat terdiri dari:
 Penyatuan dari kombinasi elemen-elemen bottom-up dan top-down;
 Keterlibatan masyarakat dalam proses peringatan dini;
 Pendekatan multi bencana; dan
 Pembangunan kesadaran masyarakat.
Mendasari semua hal tersebut di atas harus ada suatu dukungan politis
yang kuat, hukum dan perundang-undangan, tugas dan fungsi masing-
gemalasusanti/tataruang28feb
9
masing institusi yang jelas serta sumber daya manusia yang terlatih. Oleh
karenanya, sistem peringatan dini perlu dibentuk dan didukung sebagai
satu kebijakan, sedangkan kesiapan untuk menanggapi harus diciptakan
melekat dalam masyarakat.
Untuk menciptakan sistem peringatan dini datangnya banjir yang efektif
di WS Bengawan Solo, yang berpusat secara kuat pada masyarakat yang
tinggal di daerah rawan banjir mulai hilir sampai hulu masih banyak halhal yang perlu dilakukan antara lain:
o Membuat peta rawan banjir yang dapat menunjukkan ketinggian
genangan, tempat yang aman untuk berlindung serta rute untuk
penyelamatan.
o Melakukan survei kerentanan masyarakat yang tinggal di lereng bukit
yang rawan longsor.
o Membantu lembaga nasional yang terkait dengan cuaca dengan
mengakses data cuaca dan citra satelit internasional/global.
o Mendukung masyarakat terpencil dengan memasang alat duga muka
air elektronis yang sederhana dan sistem siaga untuk memberikan
peringatan banjir.
o Meningkatkan keinginan melakukan penelitian dan pelatihan tentang
ilmu pengetahuan dan teknologi peringatan dini modern.
o Melaksanakan kajian bagaimana masyarakat meng-akses dan
menginterpretasikan
peringatan
dini
dan
kemudian
mengaplikasikannya pada saat proses diseminasi.
o Mengembangkan, menguji dan menyempurnakan skenario evakuasi
untuk berbagai kondisi siaga khususnya di daerah yang padat
penduduk.
o Mengembangkan sistem-sistem berbasis masyarakat untuk menguji
anggota masyarakat yang berusia lanjut dan penyandang cacat ketika
dilakukan peramalan banjir.
o Mengembangkan standar dan pedoman untuk berbagai jenis sistem
peringatan dini.
o Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
o Pengelolaan kawasan yang berpotensi mendorong perkembangan
kawasan sekitar dan/atau berpengaruh terhadap perkembangan
wilayah Propinsi secara umum.
o Pengelolaan kawasan perbatasan dalam satu kesatuan arahan dan
kebijakan yang saling bersinergi.
o Mendorong perkembangan/revitalisasi potensi wilayah yang belum
berkembang.
o Penempatan pengelolaan kawasan diprioritaskan dalam kebijakan
gemalasusanti/tataruang28feb
10
o
o
o
utama pembangunan daerah.
Mendorong tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan kawasan.
Peningkatan kontrol terhadap kawasan yang diprioritaskan.
Mendorong terbentuknya badan pengelolaan kawasan yang
diprioritaskan.
6. Rekomendasi Aspek Tataruang Dalam Pengelolaan DAS
Pemanfaatan ruang di WS Bengawan Solo pada masa yang akan datang diarahkan
untuk dapat menyeimbangkan antara fungsi kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Kawasan lindung memiliki potensi untuk perlindungan, pengawetan, konservasi dan
pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung
kehidupan secara serasi.
Kawasan yang memerlukan perhatian utama adalah kawasan perlindungan setempat
yang terdiri dari kawasan sekitar mata air, kawasan sekitar waduk/danau, kawasan
sekitar sempadan sungai, pantai, kawasan sekitar sempadan sungai di kawasan
permukiman, kawasan pantai berhutan bakau (mangrove) dan kawasan terbuka
hijau. Pengamanan terhadap kawasan sekitar mata air akan memberikan jaminan
terhadap penyediaan air jangka panjang
Pemetaan dan perlindungan terhadap daerah resapan air tanah yang dilakukan
pengelola SDA dan badan perencana masing-masing daerah sehingga pembangunan
daerah tidak mengganggu konservasi air tanah
Penentuan rencana rinci tataruang kawasan dan arahan peraturan zonasi
Penghijauan dengan melibatkan peran serta masyarakat dengan dukungan penuh
dari seluruh stakeholder yang terlibat (swasta, badan usaha), role sharing yang jelas
antara pemanfaat dan pelaku konservasi, menjadikan kawasan hutan produksi yang
mempunyai kemiringan > 45% sebagai kawasan hutan lindung.
Mempertahankan vegetasi dan menanam kembali bagian kawasan yang terbuka
khususnya pada hutan budidaya dan, role sharing yang jelas antara pemanfaat dan
pelaku konservasi.
Peningkatan kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan.
Kegiatan penghijauan yang didasarkan pada sinergi antara masyarakat, pemerintah
dan badan usaha/swasta.
Penegasan aturan hokum dan sangsi terhadap pelanggaran enatan ruang wilayah
sungai.
Meminimalisasi konflik yang terjadi dengan penerapan kebijakan rencana tata ruang
wilayah.
Penambahan ruang terbuka hijau sesuai dengan kebijakan tata ruang yang telah
ditetapkan.
Rehabilitasi pada lahan-lahan kritis atau yang mengalami kerusakan.
gemalasusanti/tataruang28feb
11
Download