D E PA RT E M E N P E K E R J A A N U M U M D I R E K TO R AT J E N D E R A L S U M B E R D AYA A I R SATKER BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI BENGAWAN SOLO Jl. SOLO-Kartosuro Km. 7 PO BOX 267 Telp (0271) 716428 – 716071, Fax (0271) 716428 SURAKARTA - 57102 Profil DAS Bengawan Solo 1. LATAR BELAKANG Sungai Bengawan Solo merupakan sebuah sumber air yang sangat potensial bagi usahausaha pengelolaan dan pengembangan sumber daya air (SDA), di sepanjang alirannya untuk memenuhi berbagai keperluan dan kebutuhan, antara lain untuk kebutuhan domestik, air baku air minum dan industri, irigasi dan lain-lain. Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa, terletak di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan luas wilayah sungai ± 12% dari seluruh wilayah Pulau Jawa pada posisi 110o18’ BT sampai 112o45’ BT dan 6o49’LS sampai 8o08’ LS. Wilayah Sungai merupakan suatu wilayah yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang melalui wilayah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari hujan dan sumber-sumber air lainna yang penyimpanan dan pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekeliling berdasarkan keseimbangan daerah tersebut. Luas total wilayah sungai (WS) Bengawan Solo ± 19.778 km2, terdiri dari 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Bengawan Solo dengan luas ± 16.100 km2, DAS Kali Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan seluas ± 1.517 km2, DAS kecil di kawasan pantai utara seluas ± 1.441 km2 dan DAS Kali Lamong seluas ± 720 km2. DAS Bengawan Solo merupakan DAS terluas di WS Bengawan Solo yang meliputi Sub DAS Bengawan Solo Hulu, Sub DAS Kali Madiun dan Sub DAS Bengawan Solo Hilir. Sub DAS Bengawan Solo Hulu dan sub DAS Kali Madiun dengan luas masing-masing ± 6.072 km2 dan ± 3.755 km2. Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun mengalirkan air dari lereng gunung berbentuk kerucut yakni Gunung Merapi (± 2.914 m), Gunung Merbabu (± 3.142 m) dan Gunung Lawu (± 3.265 m), sedangkan luas Sub DAS Bengawan Solo Hilir adalah ± 6.273 km2. Secara administratif WS Bengawan Solo mencakup 17 (tujuh belas) kabupaten dan 3 (tiga) kota, yaitu: Kabupaten : Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Blora, Rembang, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban. Lamongan, Gresik dan Pacitan. Kota : Surakarta, Madiun dan Surabaya gemalasusanti/tataruang28feb 1 26,1% wilayah Propinsi Jateng + 27,5% wilayah Propinsi Jatim Pengelolaan sumber daya air merupakan suatu kegiatan yang kompleks karena menyangkut semua sektor kehidupan, sehingga harus melibatkan semua pihak baik pembuat aturan (regulator), pengguna (user) dan pengembang (developer) maupun pengelola (operator). Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk mulai menerapkan dan menggunakan pendekatan one river basin, one plan and one integrated management, sehingga keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pengendalian dapat diwujudkan. Dalam pengelolaan WS Bengawan Solo Arah dan Kebijakan yang diambil adalah : 1. Memperhatikan keserasian antara konservasi dan pendayagunaan, pengelolaan kuantitas dan kualitas air untuk menjamin ketersediaan air baik untuk saat ini maupun masa datang. 2. Pengendalian daya rusak air terutama dalam hal penanggulangan banjir dilakukan dengan pendekatan konstruksi (penyelesaian pelaksanaan pembangunan sarana pengendali banjir) dan non-konstruksi (konservasi sumber daya air dan pengelolaan daerah aliran sungai dengan memperhatikan keterpaduan dengan tata ruang wilayah). 3. Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air memerlukan penataan kelembagaan melalui pengaturan kembali kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan. gemalasusanti/tataruang28feb 2 2. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo Balai Besar WS Bengawan Solo sebagai pengelola Pengelolaan Sumber Daya Air yang bertugas dalam perencanaan, pelaksanaan konstruksi, o & p dalam rangka konservasi sumber daya air, pengembangan sumber daya air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian daya rusak air pada Wilayah Sungai Bengawan Solo. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, Balai Besar WS Bengawan Solo memiliki fungsi : 1. Penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai 2. Penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai 3. Pengelolaan sumberdaya air yang meliputi konservasi sumber daya air, pengembangan sumber air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian daya rusak air. 4. Penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan sumberdaya air pada wilayah sungai. 5. Operasi dan pemeliharaan sumberdaya air pada wilayah sungai 6. Pengelolaan sistem hidrologi 7. Penyelenggaraan data dan informasi sumberdaya air. 8. Fasilitasi kegiatan tim koordinasi pengelolaaan sumberdaya air pada wilayah sungai 9. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air. 10. Pelaksanaan ketatausahaan balai besar wilayah sungai. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11A/PRT/M/2006 Juni 2006, WS Bengawan Solo dikategorikan sebagai WS lintas propinsi yang didasarkan pada penilaian: • WS Bengawan Solo adalah WS lintas propinsi, yaitu berada di wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. • Ukuran dan besarnya potensi sumber daya air yang tersedia, ketersediaan air sebesar ± 18,61 miliar m³. • Banyaknya sektor yang terkait dengan sumber daya air WS Bengawan Solo, jumlah penduduk mencapai 16,03 juta jiwa pada tahun 2005. • Besarnya dampak sosial, lingkungan dan ekonomi terhadap pembangunan nasional. Besarnya dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan regional. • gemalasusanti/tataruang28feb 3 Karena WS Bengawan Solo dipandang sebagai WS lintas propinsi, maka pengelolaan sumber daya air ini berada di dalam kewenangan Pemerintah Pusat. 3. Pemanfaatn Ruang di WS. Bengawan Solo Pemanfaatan ruang WS Bengawan Solo yang telah dikompilasikan dari RTRW Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah sebagai berikut : a. Pengelolaan Kawasan Lindung Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah kerusakan fungsi lingkungan. Sedangkan pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pemanfaatan ruang, menjaga kelestarian lingkungan serta menghindari konflik pemanfaatan ruang. a) Kawasan Perlindungan Bawahan Kawasan perlindungan bawahan diperuntukkan untuk menjamin terselenggaranya fungsi lindung hidroorologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan. Kawasan ini meliputi kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air. Kawasan Hutan Lindung Arahan pengelolaan kawasan hutan lindung, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan budidaya, berada di lokasi : Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi. Kawasan Resapan Air Kawasan resapan air diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan tanah yang dapat menjaga kelestarian ketersediaan air bagi daerah yang terletak di wilayah bawahannya. Kawasan resapan air tersebar di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo dan Tuban. b) Kawasan Suaka Alam Beberapa sub kawasan termasuk di dalam kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, suaka alam laut dan perairan, kawasan pantai berhutan bakau, taman wisata alam serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. c) Kawasan Rawan Bencana Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Kawasan rawan banjir Kawasan rawan bencana banjir adalah tempat-tempat yang setiap musim hujan mengalami genangan lebih dari enam jam pada saat hujan turun dalam keadaan normal. Kawasan tersebut yaitu di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Blora. Kawasan rawan bencana longsor Kawasan rawan bencana alam rawan longsor merupakan wilayah yang kondisi gemalasusanti/tataruang28feb 4 permukaan tanahnya mudah longsor karena terdapat zona yang bergerak akibat adanya patahan atau pergeseran batuan induk pembentuk tanah. Lokasi kawasan rawan bencana longsor terdapat di Kabupaten Boyolali (lereng timur G.. Merbabu dan lereng timur G. Merapi), Kabupaten Wonogiri (lereng selatan G. Lawu, perbukitan selatan dan timur Sungai Keduwang, serta bagian selatan dan barat daya Kabupaten), Kabupaten Karanganyar (lereng barat G. Lawu), Kabupaten Sragen (Sangiran dan Gemolong (G. Butak Manyar)), Kabupaten Blora (di daerah Ngawen, Todanan dan Jepon), Kabupaten Rembang terutama di bagian selatan dan timur dan Kabupaten Magetan. Kawasan rawan bencana gunung berapi Kawasan rawan bencana alam gunung berapi merupakan wilayah sekitar puncak gunung berapi yang rawan terhadap luncuran gas beracun, lahar panas dan dingin, luncuran awan panas dan semburan api, dan tempat lalunya tumpahan benda-benda lain akibat letusan gunung berapi. Lokasi kawasan rawan bencana gunung berapi yaitu di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Ngawi (G. Lawu), Kabupaten Magetan (G. Lawu), Kabupaten Madiun (G. Liman & G. Wilis) dan Kabupaten Ponorogo (G. Liman & G. Wilis). Kawasan rawan bencana gempa Lokasi rawan bencana gempa yaitu di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun dan Ponorogo. b. Pengelolaan Kawasan Budidaya Pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumberdaya serta untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang dan kelestarian lingkungan hidup. Kawasan budidaya yang dikelola pemanfaatan ruangnya terdiri dari: Kawasan hutan produksi; Kawasan pertanian; Kawasan pertambangan; Kawasan peruntukan industri; Kawasan pariwisata; Kawasan permukiman; Kawasan perikanan; Kawasan perkebunan; Kawasan peternakan; Kawasan pariwisata; Kawasan permukiman; Kawasan industri; dan Kawasan perdagangan. c. Kawasan Andalan Adalah Kawasan kawasan yang mempunyai potensi pengembangan bagi sektor unggulan. WS Bengawan Solo ditetapkan 4 (empat) zona kawasan andalan: 1. Tuban-Lamongan dan sekitarnya 2. Madiun dan sekitarnya 3. Surabaya dan sekitarnya 4. Surakarta-Boyolali-Sukoharjo dan Karanganyar gemalasusanti/tataruang28feb 5 No 1 2 3 Kaput Nama DAS TubanBengawan Solo Lamongan dan Hilir dan sekitarnya Pantura Madiun, Kali Madiun, Pacitan dan Kali Grindulusekitarnya Lorog Surabaya, Kali Lamong Gresik dan sekitarnya Potensi Unggulan – Pertanian tanaman pangan SurakartaBengawan Solo BoyolaliHulu Sukoharjo dan sekitarnya Mengembangkan kawasan industri di kawasan utara. – Mengembangkan industri perikanan di Brondong. Perikanan – Eksploitasi sumber daya tambang. – Industri – Pariwisata – Mempertahankan dan budidaya tanaman pangan. – jasa Perdagangan – Pertambangan – Pertanian tanaman pangan – Industri – Perikanan mengembangkan – Meningkatkan pengembangan potensi tanaman semusim selain tanaman padi sebagai sektor dasar, serta peningkatan produksi industri kulit. – Mengembangkan kawasan industri di Madiun. – Optimalisasi pariwisata alam. – Mengembangkan kawasan industri. Perdagangan – Aglomerasi permukiman perkotaan. – Industri – Mengembangkan potensi wisata. – Perikanan – Meningkatkan produksi perikanan tambak. – Pariwisata – Mempertahankan dan budidaya tanaman pangan mengembangkan – Industri – Mengembangkan kawasan industri. – Pariwisata – Mengembangkan potensi wisata. – Tanaman pangan kawasan – Menumbuhkan potensi pariwisata alam atau buatan, a.l: Wisata alam Pacet, Goa Maharani, Tanjung Kodok, Jatim Park II. – jasa – 4. – – – Pertanian tanaman pangan 4 Prioritas Pengembangan – Mempertahankan dan budidaya tanaman pangan mengembangkan kawasan kawasan Perdagangan Banjir Bengawan Solo Akhir Tahun 2007 Permasalahan Utama dalam pengelolaan DAS WS Bengawan Solo diantaranya adalah banjir, kekeringan, erosi dan sedimentasi, intruksi air laut, kualitas air dan lain-lain yang disebabkan oleh : Terus menurunnya kondisi hutan. Kerusakan DAS: penebangan liar dan konversi lahan yang menimbulkan kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar (illegal logging). Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. gemalasusanti/tataruang28feb 6 Total lahan kritis di WS Bengawan Solo mulai kategori potensial kritis sampai sangat kritis mencapai luas kurang lebih 11.398 km2 akibat proses erosi yang berlanjut dan kerusakan vegetasi. Luas lahan kritis terbesar terdapat di Kab. Wonogiri (Jawa Tengah) seluas 128.662 ha, Kab. Pacitan seluas 129.598 ha dan Kab. Bojonegoro seluas 172.261 ha (Jawa Timur). Wilayah Sungai Bengawan Solo mengalami penurunan daya dukung lingkungan. Hal ini antara lain disebabkan oleh penebangan liar dan konversi lahan, sehingga terjadi penurunan luas hutan yang ada yaitu 23 % pada tahun 1998 menjadi 18 % pada tahun 2005. Total lahan kritis di WS Bengawan Solo mulai kategori potensial kritis sampai sangat kritis pada saat ini mencapai luas ± 11.39 km2, akibat proses erosi yang berkelanjutan dan kerusakan vegetasi. Akibat terjadinya hujan di bagian hulu dengan intensitas tinggi di Sub DAS Bengawan Solo Hulu dan K.Madiun pada tanggal 25 Desember 2007, maka terjadi banjir besar diseluruh DAS Bengawan Solo mulai tanggal 26 Desember 2007, yang menimbulkan kerusakan akibat banjir besar seperti tergenangnya perumahan, fasilitas umum, kantor, tempat ibadah, sawah/tegalan, dan jalan nasional, propinsi, kabupaten di kota dan daerah disekitar sungai Bengawan Solo, dimana kondisi itu mempengaruhi aktifitas masyarakat dan perekonomian. Kejadian banjir besar tersebut melanda kabupaten/kota di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo diantaranya yaitu : Solo, Sukoharjo, Sragen, Ponorogo, Madiun, Cepu, Bojonegoro, Tuban, Babat, Lamongan, Gresik dan daerah disekitarnya. 5. Penangulangan Permasalahan Daya Rusak Air Upaya pengendalian banjir harus dengan keterpaduan antara upaya fisik teknis dan non teknis seperti perilaku manusia dalam mengubah fungsi lingkungan, perubahan tata ruang secara massive di kawasan budidaya yang menyebabkan daya dukung lingkungan menurun drastis, serta pesatnya pertumbuhan permukiman dan industri yang mengubah keseimbangan fungsi lingkungan sehingga menyebabkan kawasan retensi banjir (retarding basin) berkurang. Aktivitas dan perubahan ini menyebabkan meningkatnya debit air yang masuk ke badan sungai dimana dengan terbatasnya kapasitas tampung dan pengaliran sungai akan berdampak meluapnya air sungai. Karena itu pada masa yang akan datang upaya pengendalian banjir tidak bisa hanya difokuskan pada penanganan fisik saja, namun harus disinergikan juga dengan pembangunan non fisik yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya keterlibatan gemalasusanti/tataruang28feb 7 atau partisipasi masyarakat, sehingga tercapai suatu sistem pengendalian banjir yang lebih optimal. Sinergi antara penanganan fisik dan non fisik dalam upaya pengendalian banjir dapat diwujudkan melalui beberapa hal sebagai berikut: a. Pengendalian tata ruang. Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan penggunaan ruang sesuai kemampuannya dengan mempertimbangkan permasalahan banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya serta penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai. b. Pengaturan debit banjir Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan penanganan fisik berupa pembangunan dan pengaturan bendungan, perbaikan sistem drainase perkotaan, normalisasi sungai dan daerah retensi banjir. Pengaturan daerah rawan banjir Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara: 1) Pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management). 2) Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai, penertiban bangunan di sepanjang aliran sungai. c. Peningkatan peran masyarakat. Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan dalam: 1) Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat 2) Bersama-sama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun dan mensosialisasikan program pengendalian banjir. 3) Mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air antara lain tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk: mengubah aliran sungai; mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai. membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran, pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan atau bahan lainnya. pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat (melalui Penyediaan informasi dan pendidikan, Rehabilitasi, rekonstruksi dan atau pembangunan fasilitas umum, gemalasusanti/tataruang28feb 8 Melakukan penyelamatan, pengungsian dan tindakan darurat lainnya dan lain-lain) d. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan: 1) Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan budidaya dan kawasan lindung); 2) Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak; 3) Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatif, kimia, maupun mekanis; 4) Perlindungan/konservasi kawasan - kawasan lindung. e. Penyediaan Dana Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara: 1) Pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan dikelola sendiri oleh masyarakat pada daerah rawan banjir. 2) Penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang rawan banjir 3) Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. f. Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat dan Rencana Tindak Darurat Agar efektif, di masa yang akan datang sistem peringatan dini datangnya banjir di WS Bengawan Solo harus berpusat secara kuat pada masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir mulai hilir sampai hulu. Dengan penerapan sistem ini, akan dapat memberikan informasi lebih dini bagi masyarakat yang kemungkinan akan terkena bencana sehingga ada kesempatan bagi masyarakat untuk menyelamatkan diri atau barangbarang berharganya. Sistem tersebut harus dikembangkan secara menyeluruh sehingga dapat meyakinkan bahwa sistem tersebut dapat berfungsi ketika diperlukan dan peringatan dapat disampaikan secara segera dan mudah dimengerti oleh semua anggota masyarakat dalam berbagai kondisi dan tingkat resiko bencana. Komponen inti sistem peringatan dini datangnya banjir harus berpusat pada masyarakat terdiri dari: Penyatuan dari kombinasi elemen-elemen bottom-up dan top-down; Keterlibatan masyarakat dalam proses peringatan dini; Pendekatan multi bencana; dan Pembangunan kesadaran masyarakat. Mendasari semua hal tersebut di atas harus ada suatu dukungan politis yang kuat, hukum dan perundang-undangan, tugas dan fungsi masing- gemalasusanti/tataruang28feb 9 masing institusi yang jelas serta sumber daya manusia yang terlatih. Oleh karenanya, sistem peringatan dini perlu dibentuk dan didukung sebagai satu kebijakan, sedangkan kesiapan untuk menanggapi harus diciptakan melekat dalam masyarakat. Untuk menciptakan sistem peringatan dini datangnya banjir yang efektif di WS Bengawan Solo, yang berpusat secara kuat pada masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir mulai hilir sampai hulu masih banyak halhal yang perlu dilakukan antara lain: o Membuat peta rawan banjir yang dapat menunjukkan ketinggian genangan, tempat yang aman untuk berlindung serta rute untuk penyelamatan. o Melakukan survei kerentanan masyarakat yang tinggal di lereng bukit yang rawan longsor. o Membantu lembaga nasional yang terkait dengan cuaca dengan mengakses data cuaca dan citra satelit internasional/global. o Mendukung masyarakat terpencil dengan memasang alat duga muka air elektronis yang sederhana dan sistem siaga untuk memberikan peringatan banjir. o Meningkatkan keinginan melakukan penelitian dan pelatihan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi peringatan dini modern. o Melaksanakan kajian bagaimana masyarakat meng-akses dan menginterpretasikan peringatan dini dan kemudian mengaplikasikannya pada saat proses diseminasi. o Mengembangkan, menguji dan menyempurnakan skenario evakuasi untuk berbagai kondisi siaga khususnya di daerah yang padat penduduk. o Mengembangkan sistem-sistem berbasis masyarakat untuk menguji anggota masyarakat yang berusia lanjut dan penyandang cacat ketika dilakukan peramalan banjir. o Mengembangkan standar dan pedoman untuk berbagai jenis sistem peringatan dini. o Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. o Pengelolaan kawasan yang berpotensi mendorong perkembangan kawasan sekitar dan/atau berpengaruh terhadap perkembangan wilayah Propinsi secara umum. o Pengelolaan kawasan perbatasan dalam satu kesatuan arahan dan kebijakan yang saling bersinergi. o Mendorong perkembangan/revitalisasi potensi wilayah yang belum berkembang. o Penempatan pengelolaan kawasan diprioritaskan dalam kebijakan gemalasusanti/tataruang28feb 10 o o o utama pembangunan daerah. Mendorong tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan kawasan. Peningkatan kontrol terhadap kawasan yang diprioritaskan. Mendorong terbentuknya badan pengelolaan kawasan yang diprioritaskan. 6. Rekomendasi Aspek Tataruang Dalam Pengelolaan DAS Pemanfaatan ruang di WS Bengawan Solo pada masa yang akan datang diarahkan untuk dapat menyeimbangkan antara fungsi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung memiliki potensi untuk perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi. Kawasan yang memerlukan perhatian utama adalah kawasan perlindungan setempat yang terdiri dari kawasan sekitar mata air, kawasan sekitar waduk/danau, kawasan sekitar sempadan sungai, pantai, kawasan sekitar sempadan sungai di kawasan permukiman, kawasan pantai berhutan bakau (mangrove) dan kawasan terbuka hijau. Pengamanan terhadap kawasan sekitar mata air akan memberikan jaminan terhadap penyediaan air jangka panjang Pemetaan dan perlindungan terhadap daerah resapan air tanah yang dilakukan pengelola SDA dan badan perencana masing-masing daerah sehingga pembangunan daerah tidak mengganggu konservasi air tanah Penentuan rencana rinci tataruang kawasan dan arahan peraturan zonasi Penghijauan dengan melibatkan peran serta masyarakat dengan dukungan penuh dari seluruh stakeholder yang terlibat (swasta, badan usaha), role sharing yang jelas antara pemanfaat dan pelaku konservasi, menjadikan kawasan hutan produksi yang mempunyai kemiringan > 45% sebagai kawasan hutan lindung. Mempertahankan vegetasi dan menanam kembali bagian kawasan yang terbuka khususnya pada hutan budidaya dan, role sharing yang jelas antara pemanfaat dan pelaku konservasi. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. Kegiatan penghijauan yang didasarkan pada sinergi antara masyarakat, pemerintah dan badan usaha/swasta. Penegasan aturan hokum dan sangsi terhadap pelanggaran enatan ruang wilayah sungai. Meminimalisasi konflik yang terjadi dengan penerapan kebijakan rencana tata ruang wilayah. Penambahan ruang terbuka hijau sesuai dengan kebijakan tata ruang yang telah ditetapkan. Rehabilitasi pada lahan-lahan kritis atau yang mengalami kerusakan. gemalasusanti/tataruang28feb 11