View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jagung Sebagai Hijauan Makanan Ternak
Jagung (Zea mays) termasuk keluarga graminae. Tanaman dewasa terdiri
atas batang induk yang jarang bercabang dan biasanya tidak beranak. Batangnya
terdiri atas sejumlah ruas-ruas tertentu dan buku. Jumlah ruas batang tergantung
varietasnya dan biasanya berkisar antara 10-18 ruas.
Jagung bisa mencapai
ketinggian antara 180 – 210 cm, lamina dan pelepahnya berwarna hijau hingga
hijau tua. Masa berbunga selepas tanam adalah 50 hari. Panjang tongkol 16 -19
cm dan mempunyai baris biji (Islamiyati, 2012).
Moseman (2002) menyatakan bahwa tanaman jagung tumbuh tegak
dengan tinggi tanaman yang bervariasi, daunnya tumbuh bergantian, panjang, dan
tipis. Warna daun antara hijau muda sampai hijau tua. Gohl (1981) menyatakan
jagung merupakan tanaman yang cepat tumbuh. Pertumbuhan jagung terdiri dari 2
fase, yaitu: 1) fase vegetatif, merupakan fase pertumbuhan daun sampai
terbentuknya bunga jantan dan sebelum terbentuknya bunga betina dan 2) fase
reproduksi, fase ini berkaitan dengan pembentukan bunga betina dan
perkembangan biji sampai biji benar-benar matang (dewasa).
Menurut Iriany, dkk. (2008) tanaman jagung merupakan tanaman tingkat
tinggi dengan klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub division
: Angiospermae
Class
: Monocotyledoneae
4
Ordo
: Poales 5
Familia
: Poaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L.
Jagung dapat hidup di daerah tropis dan daerah sub tropis. Temperatur
yang optimum untuk tumbuhnya antara 30-320C. Temperatur terendah 9-100C dan
temperatur tertinggi 40-440C (Hardjodinomo, 1982). Tanaman jagung dapat
tumbuh dengan baik hampir di semua tanah. Jagung tumbuh pada pH tanah 5,57,0 dan dapat tumbuh pada 0-1300 meter diatas permukaan laut (Suprapto,1992).
Jagung ditanam terutama untuk bijinya, biji tersebut merupakan bahan
pangan pokok bagi sebagian masyarakat. Selain sebagai sumber karbohidrat bagi
manusia, jagung dipergunakan pula untuk makanan ternak, terutama pada
tanaman yang muda. Menanam jagung dengan tujuan untuk makanan ternak, bisa
dipakai pada waktu jagung akan keluar bunga (malai). Pada saat ini tanaman
jagung telah mencapai ukuran yang besar, sementara batangnya masih lunak,
sehingga mudah dicernakan oleh perut hewan (Hardjodinomo, 1982).
Pucuk tanaman dan daun jagung dapat diberikan pada bermacam-macam
ternak pemamah biak, bulir jagungnya untuk makanan manusia. Seluruh batang
jagung dapat pula diberikan pada ternak bila tanaman tersebut gagal sebagai
tanaman pangan. Batang jagung dan seluruh pohon jagung yang telah diambil
bulir jagungnya dan sudah tua dapat pula diberikan pada ternak (Huitema, 1986).
5
Data produksi jagung tiap Kabupaten di Sulawesi Selatan pada tahun
2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Menurut
Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2012
Kabupaten/Kota
Luas Panen (Ha)
Kepulauan Selayar
2.567
Bulukumba
30.726
Bantaeng
28.532
Jeneponto
50.469
Takalar
2.586
Gowa
38.677
Sinjai
2.417
Maros
3.435
Pangkep
1.055
Barru
1.022
Bone
38.879
Soppeng
10.394
Wajo
17.134
Sidrap
12.321
Pinrang
11.783
Enrekang
7.373
Luwu
5.908
Tana Toraja
4.126
Luwu Utara
22.209
Luwu Timur
4.238
Toraja Utara
710
Makassar
14
Pare-pare
59
Palopo
492
Sulawesi Selatan
2011
297.126
2010
303.375
2009
299.669
Sumber : BPS Sulawesi Selatan (2012)
Produksi (Ton)
5.234
110.263
172.120
239.434
13.274
219.407
7.773
19.037
5.841
5.153
170.305
48.881
76.393
59.475
64.674
39.877
17.344
24.454
99.544
17.151
2.444
53
154
1.869
1.420.154
1.343.043
1.395.742
Jerami Jagung Sebagai Pakan Ruminansia
Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya
dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan pada
ternak, baik dalam bentuk segar maupun kering. Pemanfaatan jerami jagung
6
adalah sebagai makanan ternak seperti sapi, kerbau, kambing dan domba
(Jamarun, 1991).
Tabel 2. Kandungan Nilai Gizi Jerami Jagung
Kandungan Zat
Kadar Zat (%)
Bahan Kering
60,0
Protein
3,3
Abu
4,4
Serat Kasar
20,2
Lemak
0,7
Sumber: Lubis, 1992
Sudirman dan Imran (2007), menambahkan bahwa kandungan zat
makanan hijauan jagung muda pada BK 90% adalah PK 11,33%, SK 28,00%, LK
0,68%, BETN 49,23%, Abu 10,76%, NDF 64,40%, ADF 32,64% dan TDN
53,00%.
Tangendjaja dan Gunawan (1988) menyatakan bahwa limbah jagung dapat
dipakai sebagai pakan atau makanan ternak walaupun belum dimanfaatkan secara
penuh. Namun demikian ada pendapat yang menyatakan bahwa tanaman jagung
memiliki nilai nutrisi yang rendah dengan kandungan bahan organik sebesar
89,9% dan protein kasar sebesar 7,44% (Mulyaningsih dkk, 1987). Didaerahdaerah kering yang rumputnya sedikit biasanya petani memanfaatkan atau
menyimpan jerami jagung sebagai upaya penyediaan bahan pakan.
Widyawati dan Slamet (2005) menyatakan, kadar protein kasar jerami
jagung cukup tinggi dikarenakan dipanen pada waktu jagung masih muda dan
7
daun masih berwarna hijau. Dengan daun yang berwarna hijau diharapkan jerami
jagung mempunyai palatabilitas yang cukup tinggi pula.
Fungi Trichoderma sp
Jamur dan kapang pada hakikatnya sama, hanya saja perbedaan jamur dan
kapang adalah jamur ukurannya lebih besar dan bisa dilihat oleh mata kita
sedangkan kapang harus menggunakan alat bantu mikroskop. Trichoderma sp
adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman
lapangan dan dapat ditemui dilahan pertanian dan perkebunan. Trichoderma
bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa jenis bersifat parasit pada jamur
lain. Spesies Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula
berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman (Ramada,
2008).
Trichoderma sp merupakan salah satu jenis jamur yang bersifat selulolitik
karena dapat menghasilkan selulase. Enzim selulase yang dihasilkan Trichoderma
sp mempunyai kemampuan dapat memecah selulosa menjadi glukosa sehingga
mudah dicerna oleh ternak (Niken, 2009).
Sebagai spesies saprofit, fungi Trichoderma sp tumbuh pada kisaran suhu
optimal 22-30oC (Pelczar dan Reid, 1974). Sedangkan menurut Enari (1983), suhu
optimal untuk pertumbuhan kapang ini adalah 32-35oC dan pH optimal sekitar 4.
8
Klasifikasi fungi Trichoderma sp menurut Niken (2009) adalah sebagai
berikut ini:
Kingdom
: Fungi
Divisio
: Amastigomycota
Subdiviso
: Deuteromycotina
Classis
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Family
: Moniliaceae
Genus
: Trichoderma
Spesies
: Trichoderma sp.
Susunan sel kapang Trichoderma sp bersel banyak membentuk benang halus
yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan
bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya
dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora karena sifat
inilah Trichoderma sp dinyatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi. Dalam
pertumbuhannya, bagian permukaan akan terlihat putih berseri, dan bermiseli
kusam. Setelah dewasa, miselium memiliki warna hijau kekuningan ( Niken,
2009). Adapun Gambar Trichoderma sp sebagai berikut:
Sumber : Laboratorium ilmu nutrisi pakan ternak USU.
9
Jamur Trichoderma sp juga digunakan untuk meningkatkan nilai manfaat
jerami padi melalui fermentasi, karena jamur ini mempunyai sifat selulolitik dan
mengeluarkan enzim selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selubiosa hingga
akhirnya menjadi glukosa (Mandels, 1970). Proses yang terjadi ketika jerami padi
difermentasi menggunakan Trichoderma viride adalah terjadinya degradasi
terhadap dinding sel yang diselaputi oleh lignin, selulosa dan hemiselulosa.
Akibat degradasi ini maka sebagian lignin akan terdegradasi. Selulosa dan
hemiselulosa juga akan terurai menjadi glukosa.
Nuur (2004) melakukan penelitian pengaruh fermentasi enceng gondok
(Eichornia crassipes) dengan Trichoderma harzianum terhadap kadar protein
kasar dan serat kasar. Perlakuan lama inkubasi selama 0 hari, 3 hari, 6 hari, 9 hari,
12 hari, 15 hari. Disimpulkan bahwa pengaruh fermentasi eceng gondok dengan
Trichoderma harzianum tidak berbeda nyata terhadap protein kasar dan berbeda
sangat nyata terhadap serat kasar.
Kecernaan ADF dan NDF
Analisis Van Soest merupakan sistem analisa bahan pakan yang lebih
relevan dengan manfaatnya bagi ternak, khususnya sistem evaluasi nilai gizi
hijauan (Sutardi, 1980). Alderman (1980) menyatakan bahwa analisis kimia untuk
menentukan nilai makanan berserat dapat dilakukan melalui sistem Acid
Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergent Fiber (NDF).
Haris (1970) menyatakan bahwa analisis NDF merupakan metode yang
cepat untuk mengetahui total serat dari dinding sel yang terdapat dalam serat
tanaman.
ADF
digunakan
sebagai
10
suatu
langkah
persiapan
untuk
mendeterminasikan lignin, sehingga hemiselulosa dapat diestimasi dari perbedaan
struktur dinding sel dengan ADF itu sendiri.
ADF dapat digunakan untuk mengestimasi kecernaan bahan kering dan
energi makanan ternak. ADF ditentukan dengan larutan Detergent Acid, dimana
residunya terdiri atas selulosa dan lignin. NDF digunakan untuk mengestimasi
bahan kering hijauan makanan ternak, NDF mempunyai korelasi yang tinggi
dengan jumlah konsumsi hijauan makanan ternak (Ensminger dan Olentine,
1980).
NDF bersifat anionik yang berasal dari kompleks poli anionik dan
merupakan garam sodium yang larut pada pH netral (7). Sedangkan ADF
digunakan pada pH 4 dan yang larut pada ekstraksi ini adalah hemiselulosa dan
protein dinding sel dan sisanya adalah lignin, selulosa dan fraksi non karbohidrat
yang tidak larut. Secara berurutan maka NDF melarutkan pektin dan ovalin silika,
sedangkan ADF akan melarutkan kompleks tanin protein, dan menyisakan silika.
Galaktulonat diikat ADF sebagai garam-garam detergent (Tillman dkk, 1998).
Sistim analisis Van Soest menggolongkan zat pakan menjadi isi sel (cell
content) dan dinding sel (cell wall). NDF mewakili kandungan dinding sel yang
terdiri dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang berkaitan dengan dinding sel.
Bagian yang tidak terdapat sebagai residu dikenal sebagai neutral detergent
soluble (NDS) yang mewakili isi sel dan mengandung lipid, gula, asam organik,
non protein nitrogen, protein terlarut dan bahan terlarut dalam air lainnya. Serat
kasar terutama mengandung selulosa dan hanya sebagian lignin, sehingga nilai
ADF lebih kurang 30% lebih tinggi dari serat kasar pada bahan yang sama.
11
Sedangkan ADF mewakili selulosa dan lignin dinding sel tanaman. Analisis ADF
dibutuhkan untuk evaluasi kualitas serat untuk pakan ternak ruminansia dan
herbivora lain (Suparjo, 2000).
Perenggangan
ikatan
lignoselulosa
dan
ikatan
lignohemiselulosa
menyebabkan ADF yang terikat bersama hemiselulosa akan lepas, sehingga
kandungan ADF setelah proses ensilase meningkat (Chuzaeni, 1994).
Tabel 3. Pembagian Bahan Organik Hijauan Dengan Sistem Analisis
Detergent.
Fraksi
Komponen
Isi Sel (larut dalam neutral detergent)
Lemak, gula-gula, asam organik,
bahan air, pektin, pati, non protein,
nitrogen, protein terlarut
Dinding sel (serat yang tidak larut
Hemisellulosa, fiber bound, protein,
dalam neutral detergent)
sellulosa, lignin, lignifikasi nitrogen
- Larut dalam Acid Detergent
Sumber: Van Soest, 1982.
Tillman dkk. (1998), telah melakukan pembagian komponen-komponen
hijauan (forage) dengan cara penggunaan bahan-bahan pelarut/pencuci (detergent)
yang sering disebut analisis Van Soest seperti disajikan pada Gambar 1.
12
Bahan Pakan
Dicerna dengan Detergen Neutral
NDS (Isi Sel)
NDF (Komponen dinding Sel)
Dicerna dengan detergen asam
ADF (Acid Detergent
Insoluble Fiber)
ADS (Acid Detergen Solubles)
(isi hemiselulose, dinding sel yang
mengandung nitrogen)
(Isi Lignosellulosa)
Dicerna dengan H2SO4 72%
Soluble
Acid insoluble
(Isi selulosa)
(isi Lignin)
Lignin hilang dengan
pembakaran sampai menjadi
abu
Gambar 1. Skema pemisahan bagian-bagian hijauan segar pemotongan
(forage) dengan menggunakan detergen (Tillman dkk, 1998).
Kandungan Sellulosa dan Hemiselulosa
Anggorodi (1994) menyatakan bahwa, selulosa adalah suatu polisakarida
yang mempunyai formula umum seperti pati (C6H10O5)n. Bahan tersebut
sebagiann besar terdapat dalam dinding sel tumbuh-tumbuhan yaitu 20-50 % dari
bahan kering tanaman. Selulosa tidak dapat dicerna dan tidak dapat digunakan
sebagai bahan makanan kecuali pada hewan ruminansia, yang mempunyai
mikroorganisme selulotik dalam rumennya. Enzim selulase yang dihasilkan oleh
13
mikroorganisme hasil akhir dari proses fermentasi tersebut bermanfaat bagi ternak
ruminansia.
Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang terdapat pada tanaman yang
mempunyai struktur sel. Diperkirakan pada tanaman pakan yang muda, kadar
selulosa dan hemiselulosa mencapai 40% dari bahan kering. Sebagian besar
selulosa terdapat pada dinding sel dan bagian-bagian berkayu dari tumbuhan.
Selulosa tidak dapat dicerna oleh hewan non-ruminansia kecuali non-ruminansia
herbivora yang mempunyai mikroba pencernaan selulosa dalam sekumnya.
Hewan ruminansia mempunyai mikroba pencernaan selulosa didalam rumenretikulumnya sehingga selulosa dapat dimanfaatkan dengan baik (Anggorodi,
1994).
Lapisan matriks pada tanaman muda terutama terdiri dari selulosa dan
hemiselulosa, tetapi pada tanaman tua matriks tersebut dilapisi dengan lignin dan
senyawa poliskarida lain (Tilman,dkk. 1998). Menurut Tarmansyah (2007),
berdasarkan derajat polimerasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium
hidroksida (NaOH)17,5% sellulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:
1. Selulosa α (Alpha Cellulosa) yaitu sellulosa berantai panjang, tidak larut
dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat
polimerasi ) 600-1500. Sellulosa α dipakai sebagai penduga dan atau
penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa β (Betha Cellulosa) adalah sellulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap
bila dinetralkan.
14
3. Selulosa gamma adalah sama dengan sellulosa β tetapi DP nya kurang dari
1,5. Selain itu ada yang disebut Hemiselulosa dan Holoselulosa.
Hemiselulosa merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa.
Hemiselulosa terdiri dari xilan, mannan, arabinogalaktan dan arabinan. Xilan
adalah komponen utama hemiselulosa pada dinding sel tanaman jerami padi, dan
degradasi xilan akan menghasilkan xilosa yang mempunyai potensi sebagai
pemasok kebutuhan energi bagi ternak ruminansia (Chuzaemi, 1994).
Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang mengandung berbagai
gula, terutama pentosa. Hemiselulosa umumnya terdiri dari dua atau lebih residu
pentosa yang berbeda. Komposisi polimer hemiselulosa sering mengandung asam
uronat sehingga mempunyai sifat asam. Hemiselulosa memiliki derajat
polimerisasi yang lebih rendah, lebih mudah terhidrolisis dalam asam, mempunyai
suhu bakar yang lebih rendah dibandingkan selulosa dan tidak berbentuk seratserat yang panjang. Selain itu, umumnya hemiselulosa larut dalam alkali dengan
konsentrasi rendah, dimana semakin banyak cabangnya semakin tinggi
kelarutannya. Hemiselulosa dapat dihidrolisis dengan enzim hemiselulase
(xylanase) (Kusnandar, 2010).
Lignin
Lignin merupakan polimer yang mengandung protein sulit dicerna. Lignin
sangat tahan terhadap degradasi kimia dan enzimatik. Lignin sering digunakan
sebagai “marker” penanda didalam eksperimen studi kecernaan pada ternak
ruminansia karena sifatnya yang tidak larut tersebut. Lignin bukan karbohidrat,
tetapi sangat berhubungan erat dengan senyawa-senyawa karbohidrat. Kulit kayu,
15
biji, serat kasar, batang dan daun mengandung lignin yang berupa substansi
kompleks oleh adanya lignin dan polisakarida yang lain. Kadar lignin akan
bertambah dengan bertambahnya umur tanaman. Tanaman pakan mengandung
selulosa 20-30%, hemisellulosa 14-20% dan pektin kurang dari 10% serta lignin
2-12% (Young, 1986).
Tidak semua makanan
hijauan ternak mengandung lignin. Zat ini
terutama terdapat pada batang dan akar. Lignin bukan karbohidrat, tapi termasuk
kelompok serat kasar yang sukar sekali atau tidak dapat dicerna. Oleh karena itu
pemberian pakan yang mengandung lignin dapat menimbulkan masalah pada
ternak ruminansia (Siregar, 1994).
Diantara bagian yang berserat dari bahan makanan, maka paling tahan
terhadap degradasi mikroorganisme. Lignin tidak dapat dicerna oleh hewan dan
proporsi atomnya tidak seperti karbohidrat yang lain, melainkan mengandung
banyak karbon dan mengandung nitrogen (1-5%) (Anggorodi, 1994).
Tilman, dkk., (1984) menyatakan bahwa lignin bukan termasuk dalam
golongan hidrat arang, tetapi berada dalam tanaman dan merupakan bagian atau
kesatuan dalam karbohidrat. Zat ini bersama-sama selulosa membentuk komponen
yang disebut lignoselulosa, yang mempunyai koefisiesn cerna sangat kecil. Lignin
merupakan zat yang bersama dengan selulosa dan bahan-bahan serat lainnya
membentuk bagian utama dari sel tumbuhan. Jika dianalogikan dengan bangunan,
lignin seperti beton dengan batang-batang besi penguat didalamnya. Jadi lignin
berfungsi sebagai seperti beton yang memegang serat-serat yang berfungsi seperti
batang besi sehingga membentuk struktur yang kuat (Forlink, 2002).
16
Kandungan lignin, selulosa, hemiselulosa mempengaruhi kecernaan
makanan dan diketahui bahwa antara kandungan lignin dan kecernaan bahan
kering berhubungan sangat erat terutama pada rumput (Jaffar dan Hasan,1990).
Lignin dan selulosa membentuk senyawa lignoselulosa dalam dinding sel
tanaman dan merupakan sutau ikatan yang kuat (Sutardi, 1980). Djajanegara
(1986) menyatakan bahwa kecernaan serat pakan bukan hanya ditentukan oleh
kandungan lignin tetapi juga ditentukan oleh lignin dengan gugus karbohidrat
lainnya. Kadar serat yang tinggi dapat menganggu pencernaan zat-zat lainnya,
akibatnya tingkat kecernaan menjadi menurun (Lubis, 1963).
17
Download