BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang terletak di perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan keempat terbanyak pada tahun 2006 dengan jumlah mencapai 28.949 pasien setelah dispepsia (34.029 pasien), gastritis dan duodenitis (33.035 pasien), dan penyakit sistem cerna lainnya (31.450 pasien). Tahun 2005 kasus apendisitis sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2007 jumlah pasien apendisitis sebanyak 75.601 orang (Depkes, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, apendisitis termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) se-Bali. Angka kejadian apendisistis sebesar 1156 pada tahun 2009 dan 2162 kejadian pada tahun 2011. Rumah Sakit Sanglah sebagai rumah sakit umum pusat di Bali merawat 666 pasien dengan apendisitis pada tahun 2011. Insiden ini merupakan jumlah tertinggi jika dibandingkan dengan insiden di RSUD lainnya di Bali. Data dari rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar menunjukan, jumlah pasien apendisitis tahun 2012 sebanyak 518 insiden. Sedangkan pada tahun 2013, jumlah penderita apendisitis di RSUP Sanglah periode Januari sampai Juni sebanyak 273 insiden. Apabila diagnosa apendisitis telah ditegakkan, maka penatalaksanaan yang diindikasikan adalah appendectomy. 1 2 Appendectomy merupakan suatu tindakan pembedahan membuang appendiks yang mengalami infeksi atau peradangan. Operasi ini dilakukan dengan cara mencari dan mengeluarkan sekum (Smeltzer, Suzanne C, 2001). Appendectomy atau operasi pengangkatan usus buntu merupakan kedaruratan bedah abdomen. Di Amerika Serikat, lebih dari 250.000 appendectomy dikerjakan tiap tahunnya (Cetrione, 2009 dalam Rismalia 2010). Pemulihan kesehatan pasca operasi merupakan hal yang sangat penting bagi pasien untuk mencegah komplikasi (Depkes RI, 2002). Komplikasi yang dapat muncul pasca operasi diantaranya perdarahan, infeksi pada luka operasi dan ileus pasca operasi. Insiden ileus pasca operasi berkisar antara 4-32%. Insiden ini biasanya meningkat pada bedah abdomen dan pelvis, laparotomi, dan penggunaan anastesi inhalasi. Ileus secara fisiologis pulih dalam 24 – 48 jam pasca operasi. Ileus ini berkurang seiring dengan penurunan efektivitas anastesi, diet bertahap dan mobilisasi (Kehlet & Holte, 2001). Hampir semua pasien pasca bedah dianjurkan untuk mulai melakukan mobilisasi. Dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan pernafasan, latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Smeltzer, 2001 ). Manfaat mobilisasi dini menurut beberapa literatur adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah Deep Vein Thrombosis (DVT), mengurangi komplikasi imobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltik usus serta mempercepat proses pemulihan pasca operasi (Hinchliff, 1999;Craven & Hirnle, 2009). Beberapa penelitian yang mendukung manfaat dari mobilisasi dini 3 diantaranya yaitu penelitian oleh Sulistyawati dkk yang berjudul “Efektivitas Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Post Operasi Apendisitis” menyimpulkan ada perbedaan yang signifikan pada proses penyembuhan luka antara klien dengan pemberian mobilisasi dini dan tanpa pemberian mobilisasi dini. Keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Israfi dalam Akhrita, 2011). Selain itu, hasil penelitian Chandrasekaran, dkk (2007) mengemukakan bahwa mobilisasi dini pada 24 jam pertama setelah Total Knee Replacemen (TKR) adalah cara yang murah dan efektif untuk mengurangi timbulnya thrombosis vena dalam pasca operasi. Mobilisasi juga akan mencegah kekakuan otot dan sendi, menjamin kelancaran peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan pasien dan mengurangi biaya perawatan pasien (Kusumawan, 2008). Hal ini dibuktikan dari hasil studi yang dilakukan oleh Barid (2012) yang menyebutkan dari 40 responden pasca bedah (20 perlakuan dengan mobilisasi dini dan 20 kontrol tanpa intervensi) didapatkan hasil 85% responden pada kelompok perlakuan mempunyai lama hari rawat 3 hari dan 15% responden dengan lama hari rawat 4 hari. Adapun pada kelompok kontrol didapatkan 55% respoden mempunyai lama hari rawat 3 hari, 30% responden dengan lama hari rawat 4 hari serta 15% responden dengan lama hari rawat selama 5 hari. Apabila pasien tidak melakukan mobilisasi dini dengan baik, maka lama hari rawat pasien 4 akan memanjang yang akhirnya dapat menyebabkan peningkatan biaya perawatan (Corwin & Elizabeth J, 2001) Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh pasca operasi karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Masalah yang sering terjadi adalah ketika pasien merasa terlalu sakit atau nyeri dan faktor lain yang menyebabkan mereka tidak mau melakukan mobilisasi dini dan memilih untuk istirahat di tempat tidur (Kozier et al, 1995 dalam Yanty 2009) Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, peneliti mendapatkan informasi dari empat pasien pasca bedah appendectomy mengatakan tidak mengetahui mobilisasi dini dan manfaat dari mobillisasi dini. Tiga dari pasien yang diwawancarai (75%) mengatakan masih takut untuk melakukan mobilisasi, karena pasien merasa nyeri saat efek anastesi telah hilang dan khawatir jahitan luka bekas operasi akan lambat penyembuhannya. Rata-rata pasien hanya menunggu instruksi dari dokter atau perawat untuk mulai melakukan mobilisasi. Berdasarkan data yang didapat peneliti, rata-rata pasien mulai melakukan mobilisasi dini berupa miring kanan dan kiri pada lebih dari 12 jam pasca operasi. Hal ini tentu berkaitan dengan kurangnya informasi yang didapatkan oleh pasien. Pasien yang akan menjalani pembedahan harus dibuatkan rencana program penyuluhan yang efektif sehingga seluruh pasien bedah mendapatkan informasi yang sama, diskusi yang terperinci dan demonstrasi latihan pasca operasi (Potter and Perry, 2006). Preoperative teaching atau penyuluhan pre operasi didefinisikan sebagai tindakan suportif dan pendidikan yang dilakukan perawat untuk membantu pasien 5 bedah dalam meningkatkan kesehatannya sendiri sebelum dan sesudah pembedahan. Penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi pasien dalam menjalani rangkaian prosedur pembedahan sehingga klien diharapkan lebih kooperatif dalam perawatan pasca operasi, dan mengurangi resiko komplikasi pasca operasi (Ignativicius, 1996 dalam Ayuningsih, 2011). Oleh sebab itu perawat sebaiknya melakukan penyuluhan tentang apa yang harus dilakukan pasca operasi khususnya mobilisasi dini, pada saat pre operasi. Sehingga pasien mengetahui apa yang harus mereka lakukan pasca operasi. Apabila pasien memahami alasan pentingnya penyuluhan ini, maka komplikasi pada tahap pemulihan akan berkurang (Potter and Perry, 2006). Pemenuhan kebutuhan informasi merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit. Semakin tinggi tingkat keberhasilan pemberian pendidikan kesehatan yang diberikan atau semakin tinggi tingkat kepuasan pasien terhadap pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat, maka akan berdampak pada semakin tinggi pula kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit tersebut (Ayuningsih, 2011) Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh preoperative teaching terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca bedah appendectomy di RSUP Sanglah Denpasar. Karena sepengetahuan peneliti di RSUP Sanglah Denpasar belum ada penelitian tentang pengaruh preoperative teaching terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien yang menjalani bedah appendectomy. 6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian masalah di atas didapatkan rumusan masalah “Adakah pengaruh preoperative teaching terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pasien pasca bedah appendectomy di RSUP Sanglah Denpasar?" 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh preoperative teaching terhadap pelaksanaan mobilisasi dini pasien pasca bedah appendectomy 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik subjek penelitian. b. Mengidentifikasi pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca bedah appendectomy yang mendapat preoperative teaching di RSUP Sanglah Denpasar c. Mengidentifikasi pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca bedah appendectomy yang tidak mendapat preoperative teaching di RSUP Sanglah Denpasar d. Menganalisis perbedaan pelaksanaan mobilisasi dini kelompok perlakuan yang mendapat preoperative teaching dengan kelompok kontrol tanpa intervensi 7 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang nantinya akan diperoleh, peneliti berharap hal tersebut memberikan manfaat, antara lain: 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan pustaka terutama dalam bidang keperawatan perioperatif, sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya. b. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi intervensi yang bisa diaplikasikan pada pasien pre operasi sehingga dapat memaksimalkan perawatan pasien pasca operasi. 1.4.2 Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat digunakan oleh perawat sebagai pedoman untuk memberikan intervensi berupa penyuluhan pada pasien pre operasi. Tujuan dari penyuluhan ini agar pasien lebih siap menghadapi proses pembedahan dan lebih memahami perawatan pasca operasi, sehingga komplikasi pasca pembedahan dapat dihindari. Pemulihan kesehatan yang baik tentu akan berpengaruh pada semakin berkurangnya lenght of stay pasien di rumah sakit, sehingga biaya yang dikeluarkan pasien juga akan berkurang.