Perilaku Seksual Siswi SMK Widya Praja Ungaran dalam Berpacaran

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pacaran pada Remaja
2.1.1 Pengertian Pacaran
Pacaran adalah proses penjajakan, pengenalan, diantara dua individu
berbeda jenis kelamin sebelum menikah.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002) berpacaran adalah
bercintaan, berkasih-kasihan dan arti pacar itu sendiri adalah teman lawan jenis
yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih.
Menurut Milles ( 2000) pengertian pacaran adalah saat remaja belajar
berbicara dengan lawan jenisnya dan belajar bertangung jawab antar kehidupan
antar pribadi. Cinta diantara mereka biasanya diekspresikan melalui kontak fisik
dan dapat menimbulkan rasa bahagia bila berada dekat pasangannya.
Wikipedia bahasa indonesia, pacaran merupakan proses perkenalan
antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian
kecocokan.menuju.yang.dikenal.dengan.pernikahan.(http://id.wikipedia.org/wiki/
Pacaran(diunduh pada tanggal 15 November 2013) ).
Jadi pacaran adalah suatu proses penjajakan untuk memilih pasangan
hidup, yang didalamnya terdapat hubungan cinta antara laki-laki dan perempuan
yang diwujudkan dalam perilaku khusus serta adanya komitmen.
8
Menurut
Nurna
dalam
www.anakciremai.com/2008/04/makalah-
psikologi-tentang-psikologi.html yang diunduh pada tanggal 15 November 2013,
apabila para remaja ditanyakan apa alasannya berpacaran akan ditemukan banyak
alasan yang dikemukakannya. Akan tetapi jika disimak secara teliti, pada
umumnya alasan berpacaran selama masa remaja adalah sebagai berikut:
1. Hiburan
Apabila berkencan dimaksudkan untuk hiburan, remaja
menginginkan agar pasangannya mempunyai berbagai
ketrampilan sosial yang dianggap penting oleh kelompok
sebaya, yaitu sikap baik hati dan menyenangkan.
2. Sosialisasi
Kalau anggota kelompok sebaya membagi diri dalam
pasangan-pasangan kencan, maka laki-laki dan
perempuan harus berkencan apabila masih ingin menjadi
anggota kelompok dan mengikuti berbagai kegiatan
sosial kelompok.
3. Status
Berkencan bagi laki-laki dan perempuan, terutama
dalam bentuk berpasangan tetap, memberikan status
dalam kelompok sebaya, berkencan dalam kondisi
demikian merupakan batu loncatan ke status yang lebih
tinggi dalam kelompok sebaya.
Jadi dapat disimpulkan alasan secara umum remaja berpacaran adalah
untuk hiburan karena selama remaja berkencan, remaja menginginkan agar
pasanganya mempunyai berbagai ketrampilan sosial, alasan selanjutnya adalah
untuk bersosialisasi, dan untuk mendapatkan status yang lebih tinggi dalam
kelompok sebayanya.
2.1.4 Pengertian Remaja
Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin
adolescere yang artinya tumbuh ke arah kematangan. Kematangan dalam hal ini
9
hanya berarti kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psikologis
(Hurlock, 1999).
Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang
jangka waktunya berbeda beda tergantung faktor sosial budaya. Cirinya adalah
alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai
puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap
teman sebaya dan belum menikah. ( Sarwono, 2006 )
Menurut Soekanto (2004) “golongan remaja muda adalah para gadis
berusia 13 sampai 17 tahun. Inipun sangat tergantung pada kematangannya secara
seksual, sehingga penyimpangan-penyimpangan secara kasuistis pasti ada. Bagi
laki-laki yang disebut remaja muda berusia dari 14 tahun sampai 17 tahun.
Apabila remaja muda sudah menginjak usia 17 tahun sampai 18 tahun, mereka
lazim disebut golongan muda atau pemuda pemudi. sikap tindakan mereka rata
sudah mendekati pola sikap-tindak orang dewasa, walaupun dari sudut
perkembangan mental belum sepenuhnya demikian. Biasanya mereka berharap
agar dianggap dewasa oleh masyarakat”.
2.1.5 Ciri – ciri Remaja
Soekanto (2004), para remaja mempunyai berbagai ciri-ciri, baik yang
bersifat spiritual maupun badaniah. Contoh ciri-ciri itu adalah, sebagai berikut:
a) Perkembangan fisik yang pesat, sehingga ciri-ciri fisik
sebagai laki-laki atau wanita tampak semakin tegas, hal mana
secara efektif ditonjolkan oleh para remaja, sebagai perhatian
terhadap jenis kelamin lain semakin meningkat.
b) Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial
dengan kalangan yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih
matang pribadinya. Kadang-kadang diharapkan bahwa
10
c)
d)
e)
f)
interaksi sosial itu mengakibatkan masyarakat menganggap
remaja sudah dewasa.
Keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari
kalangan dewasa, walaupun mengenai masalah tanggung
jawab secara relative belum matang.
mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara
sosial, ekonomis maupun politis, dengan mengutamakan
kebebasan dari pengawasan yang terlalu ketat oleh orang tua
atau sekolah.
Adanya perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral)
untuk mendapatkan identitas diri.
Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan
kebutuhan atau keinginannya, yang tidak selalu sama dengan
sistem kaidah dan nilai yang dianut oleh orang dewasa.
Masa remaja adalah masa peralihan dan perkembangan, di dalam masa
perkembangannya remaja mempunyai ciri-ciri yang melekat pada dirinya antara
lain, perkembangan fisik yang pesat, keinginan yang kuat untuk mengadakan
interaksi sosial dengan kalangan yang lebih dewasa, keinginan yang kuat untuk
mendapatkan kepercayaan, ingin hidup secara mandiri dan jauh dari orang tua,
mencari identitas diri, dan menginginkan sistem kaidah dan nilai yang dianut oleh
orang dewasa. Ciri-ciri itulah yang selalu ada dalam diri remaja.
Menurut Soekanto ( 2004 ) secara umum persoalan-persoalan yang biasa
dihadapi remaja berkisar pada masalah pribadi dan yang khas remaja.
Masalah pribadi antara lain mencakup, yaitu :
a) persoalan yang dihadapi di rumah, misalnya soal disiplin,
hubungan dengan anggota-anggota keluarga lainnya dan
seterusnya.
b) Masalah yang dihadapi di sekolah, umpamanya, hubungan
dengan para guru, nilai-nilai, kegiatan ekstra kurikuler,
pola keterampilan dan seterusnya.
c) Persoalan kondisi fisik, misalnya, kesehatan individual,
kesehatan social dan seterusnya.
d) Masalah penampilan, misalnya, ketampanan, kecantikan,
pola berpakaian dan seterusnya.
11
e) Persoalan perasaan, misalnya sikap murung, mudah
marah, senyum dan seterusnya.
f) Masalah penyerasiannya sosial, umpamanya, pergaulan
dengan teman sebaya, kepemimpinan dan seterusnya.
g) Persoalan-persoalan nilai-nilai, misalnya, moralitas, soal
seksual, pergaulan dan seterusnya.
h) Masalah rasa khawatir, misalnya, rasa berbahaya,
kekecewaan dan seterusnya.
Masa remaja bukanlah masa yang indah-indah saja, masa remaja juga
mempunyai sederet permasalahan khususnya masalah pribadi. Remaja yang tidak
mampu
mengahadapi
masalahnya
akan
memberikan
dampak
pada
perkembangannya. Masalah yang pada umumnya dihadap oleh remaja adalah soal
disiplin dalam rumah contohnya ia tidak mau dikekang, dilarang oleh orang
tuanya, di sekolah nilai menjadi merosot, enggan mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler di sekolah, memilih-milih teman dalam pergaulanya, masalah
dalam penampilan, dalam berpakaian, yang selalu ingin mengikuti mode atau
perkembangan jaman, sikap yang mudah murung, mudah marah, masalah dengan
masyarakat, dan masalah dengan seksualitasnya.
Menurut Singgih D. Gunarsa & Yulia D. Gunarsa (2002) Seorang remaja
berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa. Tubuhnya kelihatan
sudah “dewasa”, akan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia gagal
menunjukkan kedewasaannya. Pengalamannya mengenai alam dewasa masih
belum banyak, karena itu sering terlihat pada mereka adanya:
1) Kegelisahan: keadaan yang tidak tenang menguasai diri si
remaja. Dipihak lain mereka merasa diri belum mampu
melakukan berbagai hal, mereka ingin tahu segala
peristiwa yang terjadi di lingkungan luas, akan tetapi tidak
berani mengambil tindakan untuk mencari pengalaman
dan pengetahuan yang langsung dari sumber-sumbernya.
12
2) Pertentangan: pertentangan-pertentangan yang terjadi di
dalam diri mereka juga menimbulkan kebingungan baik
bagi diri mereka sendiri maupun orang lain.
3) Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum
diketahuinya, mereka ingin mengetahui macam-macam
hal melalui usaha-usaha yang dilakukan dalam berbagai
bidang. Misalnya: merokok (lakilaki), bersolek
(perempuan), narkoba dan lain-lain.
4) Keinginan mencoba sering pula diarahkan pada diri
sendiri maupun orang lain. Keinginan mencoba ini tidak
hanya dalam bidang penggunaan obat-obatan akan tetapi
meliputi juga segala hal yang berhubungan dengan fungsifungsi ketubuhannya, misalnya free seks.
5) Keinginan menjelajah ke alam sekitar pada remaja lebih
luas. Bukan hanya lingkungan tempatnya saja yang ingin
diselidiki, bahkan lingkungan yang lebih luas lagi.
6) Menghayal dan berfantasi (banyak faktor yang
menghalangi penyaluran keinginan bereksplorasi dan
bereksperimen pada remaja terhadap lingkungan, sehingga
jalan keluar diambil dengan jalan berkhayal dan
berfantasi).
7) Aktifitas berkelompok.
Pada umumnya remaja itu ingin melakukan berbagai macam hal karena
rasa ingin tahunya itu besar, khususnya hal yang menantang dirinya. Remaja tidak
mau dikatakan anak kecil, mereka menganggap dirinya sudah dewasa. Akan tetapi
rasa ingin tahunya sering menimbulkan masalah. Masalah yang ada dalam diri
remaja seperti yang dijelaskan di atas.
2.1.6 Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Sarwono ( 2006 ), ada tiga tahap perkembangan remaja :
a)
Remaja awal ( early adolescence )
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-
perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan fikiran-fikiran baru,
cepat tertarik pada lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang
13
berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego
menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
b) Remaja madya ( middle adolescence )
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang
kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistik”, yaitu
mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang
sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia
tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramai – ramai atau
sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialistis dan sebagainya. Dalam
masa remaja madya ini ia masih gencar-gencaranya dalam berpacaran. Penelitian
ini melibatkan siswi SMK yang rata-rata berumur 16-17 tahun yang masuk dalam
golongan remaja madya.
c)
Remaja akhir ( late adolescence )
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian lima hal, yaitu :
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain
dan dalam pengalaman-pengalaman baru
3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan
orang lain.
14
5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self)
dan masyarakat umum (the public)
2.1.7 Tugas – tugas perkembangan remaja
Menurut Singgih D. Gunarsa & Yulia D. Gunarsa (2004) beberapa tugas
perkembangan remaja yaitu :
1) Menerima keadaan fisiknya.
2) Memperoleh kebebasan emosional.
3) Mampu bergaul.
4) Menemukan model untuk identifikasi.
5) Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri.
6) Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma.
7) Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan.
2.1.8 Fase Perkembangan Remaja
Menurut Singgih D. Gunarsa & Yulia D. Gunarsa (2004) fase
perkembangan remaja adalah sebagai berikut :
1) Perkembangan fisik.
Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan
kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Masa
yang pertama terjadi pada fase prenatal
dan bayi, dan yang kedua pada masa remaja itu sendiri.
2) Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal
(operasi = kegiatan kegiatan mental tentang berbagai gagasan). Remaja, secara
mental telah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan
kata lain berfikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serat
sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berfikir kongkret. (
Syamsu Yusuf , 2002 )
15
3) Perkembangan Emosi
Masa remaja merupakan puncak emosional, yaitu perkembangan emosi
yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi
berkembangnya emosi atau
perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti
perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan
jenis.
4) Perkembangan Sosial
Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan
untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang
unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya.
Pemahamannya ini, mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang
lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya), baik melalui jalinan
persahabatan maupun percintaan (pacaran). Dalam hubungan persahabatan,
remaja memilih teman yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan
dirinya, baik menyangkut interest, sikap, nilai, dan kepribadian.
Pada masa ini juga berkembang sikap “conformity”, yaitu
kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan,
kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman sebaya). Perkembangan
sikap konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif maupun
yang negative bagi dirinya.
5) Perkembangan Moral
Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk
memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya
penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya).
6) Perkembangan Kepribadian (Konsep diri)
Kepribadian merupakan system yang dinamis dari sifat, sikap dan
kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respons individu yang beragam
(Pikunas, 1976). Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkembangan fisik,
seksual, emosional, sosial, kognitif, dan nilai-nilai.
Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan dan
integrasi kepribadian. Faktor-faktor dan pengalaman baru yang tampak terjadinya
perubahan kepribadian pada masa remaja, meliputi :
1) perolehan pertumbuhan fisik yang menyerupai masa dewasa
2) kematangan seksual yang disertai dengan dorongan-dorongan dan emosi baru
3) kesadaran terhadap diri dan mengevaluasi kembali tentang standart (norma),
tujuan, dan cita-cita
4) kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual, berteman dengan
pria dan
wanita
5) munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara masa anak dan
masa dewasa.
16
Masa remaja merupakan saat berkembangnya identity (jati diri).
Perkembangan “identity” merupakan isu sentral pada masa remaja yang
memberikan dasar bagi masa dewasa.
2.2 Perilaku Seksual
2.2.1 Pengertian
Perilaku seksual menurut Sarwono (2008) adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan
sesama jenis, bentuk tingkah laku ini bermacam – macam mulai dari perasaan
tertarik sampai tingkah laku kencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek
seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri.
Dalam hal ini, perilaku seksual pada remaja dapat diwujudkan dalam
tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari bercumbu, hingga bersenggama,
Sarwono (2008).
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk – bentuk tingkah
laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku
berkencan, bercumbu dengan senggama. Berpacaran dengan berbagai perilaku
seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan
sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan
memuaskan dorongan seksual (Mu’tadin, 2002)
17
Pendapat lain mengatakan perilaku seksual adalah perilaku yang didasari
oleh dorongan seksual / kegiatan mendapat kesenangan organ seksual melalui
berbagai perilaku ( Bachtiar, 2004)
Jadi teori perilaku seksual yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah teori perilaku seksual menurut Sarwono (2008).
2.2.2 Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah aktivitas yang dapat merangsang sensasi pada
sekitar organ-organ reproduksi dan daerah-daerah erogen, yang didorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis.
Menurut Masland (2004) dan Mu’tadin (2002) perilaku seksual pada
remaja meliputi:
a) Kissing
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan
seksual, seperti di bibir disertai dengan rabaan pada
bagian-bagian yang sensitif yang bisa menimbulkan
rangsangan seksual.
b) Necking
Berciuman biasanya termasuk mencium wajah dan leher.
Necking adalah istilah yang umumnya untuk
menggambarkan ciuman dan pelukan yang lebih
mendalam dari kissing.
c) Petting
Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif
pada payudara atau organ kelamin. Merupakan langkah
yang lebih dalam daripada Necking.
d) Intercourse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan
oleh pasangan pria dan wanita yang ditandai dengan
penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk
mendapatkan kepuasan seksual.
18
Jadi perilaku seksual yang ada pada diri remaja adalah berciuman,
ciuman dan pelukan, menggesek-nggesekan bagian tubuh yang sensitif, dan
berhubungan badan.
Menurut Hurlock (1999) bentuk-bentuk perilaku seksual yaitu :
a) Eksplorasi
Eksplorasi merupakan salah satu bentuk perilaku
seksual yang pertama-tama muncul dalam diri individu,
yang didahului oleh keingintahuan individu terhadap
masalah seksual dan dapat terjadi dalam beberapa
bentuk. Ada yang berbentuk murni intelektual, yang
menggiring remaja bertanya atau membaca buku bila
terdapat pertanyaan-pertanyaan yang takut ia utarakan.
Atau juga dapat berbentuk manipulatif, di mana remaja
menjelajahi organ-organ seksualnya sendiri atau orang
lain.
b) Masturbasi
Masturbasi adalah bentuk perilaku seksual
dengan melakukan perangsangan organ kelamin untuk
mendapatkan kepuasan seksual. Perilaku ini biasnya
memuncak pada saat individu mulai memasuki usia
pubertas dan remaja, dimana terjadi perubahan pada
tubuh individu. Masturbasi ini dilakukan sendiri-sendiri
dan juga dilakukan secara mutual dengan teman sebaya
sejenis kelamin, tetapi sebagian dari mereka juga
melakukan masturbasi secara mutual dengan pacarnya.
c) Homoseksual
Homoseksual merupakan bentuk perilaku seksual
yang dilakukan individu dengan orang lain yang berjenis
kelamin sama dengannya. Bentuk seksual ini mendahului
munculnya perasaan erotis terhadap lawan jenis.
d) Heteroseksual
Bentuk perilaku seksual yang terakhir adalah
heteroseksual, dimana bentuk perilaku seksual ini
meningkat pada saat anak perempuan dan laki-laki telah
mencapai kematangan seksual, yaitu dorongan seksual
yang munul pada individu serta mulai diarahkan pada
lawan jenisnya. Heteroseksual biasanya terjadi ketika
remaja berpacaran.
Bentuk-bentuk perilaku seksual yang ada dalam diri remaja menurut
Hurlock yang pertama adalah eksplorasi, remaja bereksplorasi mengenai masalah
19
seksual yang timbul dari rasa keingintahuan yang besar. Lalu setelah remaja
bereksplorasi remaja melakukan masturbasi untuk mendapatkan kepuasan
seksualnya. Setelah remaja mendapatkan kepuasan seksual, remaja mencoba hal
baru yang dilakukan oleh orang lain yang berjenis kelamin sama, yang disebut
homoseksual. Selanjutnya perilaku seksual pada remaja meningkat pada saat anak
perempuan dan laki-laki telah mencapai kematangan seksual, ini dinamakan
heteroseksual, biasanya heteroseksual ini terjadi ketika remaja berpacaran.
2.2.3 Tahapan – Tahapan dalam Perilaku Seksual
Tahapan perilaku seksual menurut Sarwono ( 2006 ) yaitu :
a) Berkencan
b) Berpegangan tangan
c) Mencium pipi
d) Berpelukan
e) Mencium bibir
f) Memegang buah dada diatas baju
g) Memegang buah dada di balik baju
h) Memegang alat kelamin diatas baju
i) Memegang alat kelamin dibalik baju
j) Melakukan senggama
Tahapan-tahapan seks menurut Milles ( 2000 )
a) Berpegangan tangan yaitu perilaku seksual yang biasanya dapat
menimbulkan keinginan aktivitas seksual lainnya (hingga kepuasan
20
individu tercapai). Umumnya jika individu berpegangan tangan maka
akan muncul getaran-gataran romantis atau perasaan aman dan
nyaman.
b) Saling peluk dengan tangan masih diluar baju, berpelukan biasanya
akan membuat jantung berdegup lebih kencang dan menimbulkan
rangsangan seksual pada individu.
c) Berciuman adalah aktivitas perilaku seksual yang berupa sentuhan
pipi dengan pipi, pipi dengan bibir, atau bibir dengan bibir. Dampak
dari perilaku ini dapat menimbulkan fantasi seksual menjadi
berkembang disamping menimbulkan perasaan sayang jika diberikan
pada saat momen tertentu, selain itu juga dapat menimbulkan
keinginan untuk melanjutkan ke bentuk aktifitas seksual lainnya yang
lebih dalam.
d) Saling membelai dengan tangan didalam baju yaitu aktivitas seksual
yang saling meraba pada bagian sensitif yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual yang menyebabkan lemahnya kontrol diri dan
akal sehat yang bisa berakibat melanjutkan aktifitas sosial yang lebih
dalam lagi seperti berhubungan badan.
Tahapan perilaku seksual menurut Soetjiningsih ( 2008 ) adalah sebagai
berikut :
a) Berpegangan tangan
b) Memeluk atau dipeluk bahu
c) Memeluk dipeluk pinggang
21
d) Ciuman bibir
e) Ciuman bibir sambil pelukan
f) Meraba atau diraba deaerah erogen dalam keadaan berpakaian
g) Mencium atau dicium derah erogen dalam keadaan berpakaian
h) Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian
i) Meraba atau diraba daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian
j) Mencium atau dicium daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian
k) Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaian
l) Hubungan seksual
2.2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku seksual Remaja
Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja menurut (Sarwono, 2006)
antara lain :
a) Meningkatkanya libido seksual
Di dalam upaya mengisi peran sosial, seorang remaja mendapatkan
motivasinya dari meningkatnya energi seksual atau libido. Energi seksual
ini berkaitan erat dengan kematangan fisik.
b)Penundaan usia perkawinan
Dengan meningkatnya taraf pendidikan masyarakat dengan makin
banyaknya anak-anak perempuan yang bersekolah, makin tertunda
kebutuhan untuk mengawinkan anak-anaknya untuk bersekolah dulu.
c) Tabu larangan
Sementara usia perkawinan ditunda, norma-norma agama tetap
berlaku dimana orang tidak boleh melaksanakan hubungan seksual
sebelum menikah. Pada masyarakat modern bahkan larangan tersebut
berkembang lebih lanjut pada tingkat yang lain seperti berciuman dan
masturbasi, untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan mempunyai
kecenderungan melanggar larangan tersebut.
d)Kurangnya informasi seks
Remaja yang sudah mulai berkembang kematangan seksualnya
secara lengkap jika kurang mendapat pengarahan dari orangtua maka
pengendalian perilaku seksual akan sulit. Mereka sulit mengendalikan
rangsangan-rangsangan dan banyak kesempatan seksual pornografi
22
melalui media massa yang membuat merka melakukan perilaku seksual
secara bebas.
e) Pergaulan semakin bebas pada remaja.
Gejala ini banyak terjadi di kota-kota besar, banyak kebebasan
pergaulan antar jenis kelamin pada remaja. Menurut Forehand ( 1997 )
dalam sarlito, semakin tinggi tingkat pemantauan orangtua terhadap anak
remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa
remaja. Oleh karena itu di samping komunikasi yang baik dengan anak,
orangtua juga perlu mengembangkan kepercayaan anak pada orang tua.
Remaja akan melakukan perilaku-perilaku seksual karena adanya faktorfaktor yang mempengaruhinya. Dimulai dari meningkatnya libido seksual, libido
seksual ini meningkat karena kematangan fisik pada diri remaja. Penundaan usia
perkawinan juga mempengaruhi perilaku seksual remaja karena tuntutan jaman
yang semakin maju, maka remaja dituntut untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya
sehingga orangtua melarang anaknya untuk menikah sebelum masa studinya
selesai. Kurangnya informasi seks membuat remaja semakin merasa penasaran
terhadap perilaku-perilaku seksual dan pergaulan yang semakin bebas membuat
remaja dengan seenaknya sendiri melakukan perilaku-perilaku seksual tanpa
memikirkan akibatnya.
Soetjiningsih (2006) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor
yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja yaitu:
1) Faktor idividual (self-esteem dan religiusitas).
2) Faktor keluarga (hubunga orang tua remaja-remaja).
3) Faktor di luar keluarga (tekanan negatif teman sebaya, eksposur media
pornografi).
23
Hal-hal yang mendorong remaja melakukan perilaku seksual dalam
berpacaran menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Yayasan Keluarga
Kaiser (dalam Dariyo, 2004) adalah :
a) Hubungan seks
Bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam
pacaran. Dalam hal ini bentuk ungkapan rasa cinta (kasih
sayang) dapat dinyatakan dengan berbagai cara, misalnya
pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman, dan
bahkan melakukan hubungan seksual. Dengan anggapan
yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan
yang salah.
b) Kehidupan iman yang rapuh.
Orang yang taat beragama, selalu dapat menempatkan diri
dan mengendalikan diri agar tidak berbuat hal-hal yang
bertentangan dengan ajaran agama. Dalam hatinya, selalu
ingat terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan selalu
mengawasi setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu,
tidak akan melakukan hubungan seksual dengan
pacaranya, sebelum menikah secara resmi. Sebaliknya
bagi individu yang rapuh imanya, cenderung mudah
melakukan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran agamanya.
Sehingga tak heran kemungkinan besar orang tersebut
dapat melakukan perilaku seksual sebelum menikah.
c) Faktor kematangan biologis
Dengan kematangan biologis seorang remaja sudah dapat
melakukan fungsi reproduksi sebagai mana layaknya
orang dewasa lainya, sebab fungsi organ seksualnya telah
bekerja secara normal. Hal ini membawa konsekuensi
bahwa seorang remaja akan mudah terpengaruh oleh
stimulasi yang merangsang gairah seksualnya, misalnya
dengan melihat film porno. Kematangan biologis yang
tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri,
cenderung berakibat negatif, yakni terjadinya hubungan
seksual pra nikah di masa pacaran remaja.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kiaser di atas
dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang sangat mempengaruhi remaja melakukan
perilaku seksual adalah adanya kesalah pahaman pengertian dalam pacaran,
bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam pacaran, kebanyakan remaja
24
menganggap dengan melakukan perilaku seksual dengan pacarnya adalah wujud
kasih sayang yang ia berikan terhadap pacarnya. Iman yang tidak kuat juga sangat
berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja. Remaja yang imannya rapuh
gampang terpengaruh oleh ajakan-ajakan negatif dari pacarnya atau teman
sebayanya.
2.2.5 Fase Perkembangan Perilaku Seksual Remaja
Masa remaja merupakan masa tumbuh dan berkembang. Perkembangan
fisik termasuk organ seksual serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau
hormon seks baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan akan
menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Menurut
Pangkahila, 2004 perkembangan seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase
mulai dari pra remaja, remaja awal, remaja menengah sampai remaja akhir.
1. Pra Remaja
Masa pra remaja adalah suatu tahap untuk memasuki
tahap remaja yang sesungguhnya. Pada masa pra remaja
ada beberapa indikator yang telah dapat ditentukan untuk
menentukan identitas gender laki-laki ataupun
perempuan. Beberapa indikator tersebut ialah indikator
biologis yang berdasarkan jenis kromosom dan kadar
hormon. Ciri-ciri perkembangan seksual pada masa ini
antara lain adalah perkembangan fisik yang masih tidak
banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada masa pra
remaja mereka sudah mulai senang mencari tahu
informasi tentang seks dan mitos seks baik deri teman
sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya. penampilan
fisik dan mental secara seksual tidak banyak memberikan
kesan yang berarti.
2. Remaja Awal
Pada masa ini remaja sudah mulai tampak ada perubahan
fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang.
Pada masa ini remaja sudah mulai mencoba melakukan
onani karena telah seringkali terangsang secara seksual
akibat pematangan yang dialami. Rangsangan ini
diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya
25
kadar testosteron pada laki-laki dan estrogen pada
perempuan. Sebagian dari mereka amat menikmati apa
yang mereka rasakan, tetapi ternyata sebagian dari
mereka justru selama atau sesudah merasakan
kenikmatan tersebut kemudian merasa kecewa dan
merasa berdosa.
3. Remaja Menengah
Pada masa remaja menengah, para remaja sudah
mengalami pematangan fisik secara penuh yaitu anak
laki-laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan anak
perempuan mengalami menstruasi. Pada masa ini gairah
seksual remaja sudah mencapai puncak sehingga mereka
mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan
untuk melakukan sentuhan fisik. Namun demikian
perilaku seksual mereka masih secara alamiah. Mereka
tidak jarang melakukan pertemuan untuk bercumbu
bahkan kadang-kadang mereka mencari kesempatan
untuk melakukan hubungan seksual. Sebagian besar dari
mereka mempunyai sikap yang tidak mau bertanggung
jawab terhadap perilaku seksual yang mereka lakukan.
4. Remaja Akhir
Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami
perkembangan fisik secara penuh, sudah seperti orang
dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang
sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya
dalam bentuk pacaran.
Pada masa pubertas mulai menyadari adanya rasa tertarik pada lawan
jenis. Jika mereka salah dalam mendapatkan patokan atau pandangan mengenai
hubungan antar lawan jenis ini akan berakibat serius pada tahap kehidupan
selanjutnya, karena konsekuensi yang terbatas dari masa pubertas ini adalah
efeknya pada kehidupan yang akan datang terhadap minat, sikap, tingkah laku dan
kepribadian.
2.3 Hasil – hasil Penelitian yang Relevan
26
1.
“Hubungan persepsi tentang seks dengan perilaku seksual siswa kelas X dan
XI SMA Kristen 1 Salatiga” yang disusun oleh Enggar Kusuma Wardani
tahun 2013
2.
“Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Hetroseksual Siswa kelas X
dan XI Jurusan Tata Boga SMK Negeri 1 Salatiga” yang disusun oleh Bayu
Setiaji tahun 2013
3.
“Peran Bimbingan Pribadi Sosial Untuk mencegah Perilaku Seksual Dalam
Berpacaran Siswa Kelas VIII SMP Negeri Subah Tahun Ajaran 2012/2013”
yang disusun oleh Ninda Mawar Rianti tahun 2013
Perbedaan penelitan ini dengan penelitian tersebut di atas adalah
penelitian ini meneliti tentang apa yang melatar belakangi siswa melakukan
perilaku seksual dalam berpacaran, sedangakan penelitian :
1.
Penelitian yang dilakukan oleh Enggar Kusuma Wardani dengan judul
“Hubungan persepsi tentang seks dengan perilaku seksual siswa kelas X dan
XI SMA Kristen 1 Salatiga” menunjukkan bahwa ada hubungan antara
persepsi tentang seks dengan perilaku seksual siswa kelas X dan XI SMA
Kristen 1 Salatiga.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Bayu Setiaji dengan judul “Hubungan antara
Harga Diri dengan Perilaku Hetroseksual Siswa kelas X dan XI Jurusan Tata
Boga SMK Negeri 1 Salatiga” menunjukkan bahwa penelitian ini ada
hubungan yang signifikan dengan arah negatif antara harga diri dengan
perilaku hetero seksual kelas XI Tata Boga SMK N 1 Salatiga dengan
27
koefisien korelasi sebesar r = -0.232 dan p = 0,023 < 0,05, artinya apabila
skor harga diri naik akan dikuti dengan turunnya skor perilaku heteroseksual.
3.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nanda Mawar Rianti dengan
judul “Peran Bimbingan Pribadi Sosial Untuk mencegah Perilaku Seksual
Dalam Berpacaran Siswa Kelas VIII SMP Negeri Subah Tahun Ajaran
2012/2013” menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikansi
dari bimbingan pribadi sosial terhadap perilaku seksual dalam berpacaran
siswa tahun ajaran 2012/2013.
28
Download