BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada masa dewasa awal merupakan masa puncak dalam bersosialisasi. Individu dalam masa dewasa awal akan membangun hubungan atau relasi yang lebih mendalam dan akrab pada berbagai macam lapisan pertemanan. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugasperkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Keinginan untuk membina hubungan yang akrab, intim dan penuh romantisme ini karena individu yang sedang berada dalam fase dewasa awal sedang berada dalam tahappemenuhan kebutuhan akan intimasi Erikson (dalam Friedman & Schustack, 2008). Hal ini berkesinambungan dengan pemenuhan perasaan seseorang yang sering disebut sebagai Cinta. Perasaan kertarikan yang besar pada lawan jenis. Menurut Stenberg ( dalam Papalia, Old & Feldman, 2008) komponen cinta memiliki tiga komponen dasar yaitu Passion, Intimacy dan Commitment. Apabila sepasang manusia berkomitmen untuk membina hubungan pernikahan pada akhirnya mereka akan memulai suatu hubungan yang berlandaskan ketiga komponen diatas lewat fase pacaran. Istilah pacaran menurut Hadi& Aminah (2000) adalah merupakan suatu upaya untuk saling mengenal antara seorang pria dan wanita yang saling memiliki perasaan cinta satu sama lain sebelum keduanya terikat dalam suatu pernikahan. Masa berpacaran selalu diidentikan sebagai masa-masa yang indah dan menyenangkan. Masa ini akan membawa kebahagiaan pengertian dan romantisme serta hal-hal yang amat manis. Hal ini menyebabkan banyak orang bepikiran bahwa dalam masa pacaran idak mungkin terjadi kekerasan. Pacaran merupakan relasi yang terjadi antara seorang laki-laki dan perempuan. Pacaran (dating) dimulai dari berkenalan, berteman dan kemudian pacaran (Tucker, 2004).Pacaran atau dating didefinisikan sebagai interaksi dyadic, termasuk didalamnya adalah mengadakanpertemuan untuk berinteraksi dan melakukan aktivitas bersama dengan keinginan secara eksplisit atauimplisit untuk meneruskan hubungan setelah terdapat kesepakatan tentang status hubungan mereka saatini (Straus, 2004). Saat seorang berpacaran beberapa kebutuhan berusaha untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan itu bedasarkan beberapa fungsi yang terdapat dari pacaran itu sendiri. Fungsi pacaran atau dating menurut Paul & White (dalam Santrock, 2003) terdiri dari fungsi rekreasi, sumber status dan prestasi, sarana bersosialisasi, sebagai eksperimen seksual dan lain sebagainya. Pacaran juga merupakan sarana yang dipakai untuk menghindari masalah pernikahan karena kurangnya informasi yang dimiliki atas diri pasangan masing-masing. Melihat fungsi-fungsi tersebut, terbayang bahwa masa pacaran merupakan masa-masa yang penuh dengan kemesraan, romantisme, pengertian dan hubungan yang menyenangkan. Sedangkan pada kenyataan yang terjadi banyak terdapat kasus kekerasan yang terjadi pada pasangan berpacaran dan umumnya yang menjadi korban adalah seorang wanita.Selanjutnya hal ini dipahami sebagai salah satu bentuk ketidaktahuan akibat kurangnya informasi mengenai tindak kekerasan dalam pacaran. Lebih lanjut lagi Ferlita (2008) menjelaskan Kekerasan dalam berpacaran (KDP) atau dating violence merupakan segala bentuk tindakan yang mempunyai unsur pemaksaan,tekanan, perusakan, dan pelecehan fisik maupunpsikologis yang terjadi dalam hubungan pacaran. Kekerasan yang terjadi dalam relasi personal perempuan ini biasanya terdiri dari beberapa jenis, misalnya serangan terhadap fisik, mental/psikis, ekonomi dan seksual. Segi fisik, kekerasan yang dilakukan seperti memukul, meninju, menendang, menjambak, mencubit dan lain sebagainya, sedangkan kekerasan terhadap mental seseorang biasanya seperti cemburu yang berlebihan, pemaksaan, memaki-maki di depan umum dan lain sebagainya Burin (2006). Kekerasan dalam hal ekonomi jika pasangan sering pinjam uang atau barang-barang lain tanpa pernah mengembalikannya, selalu minta ditraktir, dan lain-lain. Jika dipaksa dicium oleh pacar, jika ia mulai meraba-raba tubuh atau ia memaksa untuk melakukan hubungan seksual, maka ia telah melakukan kekerasan yang termasuk dalam kekerasan seksual. Umumnya pemerkosaan yang terjadi dalam masa pacaran (Dating Rape) diawali oleh tindakan kekerasan yang lain (Ferlita, 2008). Kekerasan dalam berpacaran (dating violence) yang terjadi pada pada diri seorang wanita mengambil keputusanuntuk menerima perilaku dari pasangannya.Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif. Pengambilan keputusan dalam pemahaman luas dapat disamakan dengan pemecahan masalah. Sedangkan pendekatan pengambilan keputusan dalam konteks yang lebih sempit dinyatakansebagai kegiatan-kegiatan internal (mental) dalam melakukan pilihan dan beberapa alternatif pilihan Putri (2012). Terdapat banyak faktor-faktor yang menjadi pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan pengambilan keputusan, seperti dalam bidang fisik dimana seseorang dapat merasakan suatu sensasi perasaan nyaman atau tidak nyaman pada tubuhnya, sehingga ada kecenderungan menghindari atau mendekati tingkah laku seseorang, Terry (dalam Herdian, 2012). Selain itu menurut Terry (2012) kembali, terdapat faktor lain seperti faktor emosional, rasional, praktikal, interpersonal, dan hubungan seseorang tersebut dilingkungan sekelilingnya. Berikut ini adalah sebuah data statistik tentang korban kekerasan menurut Women’s Crisis Centre pada awal tahun 2012 di kota Yogyakarta : Database Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 2011 mencatat bahwa pelaku terbanyak adalah laki-laki yang mempunyai relasi perkawinan dengan perempuan yang menjadi korbannya, diantaranya suami, mantan suami, orang tua, anak, bahkan saudara/kerabat. Statistik menunjukkan bahwa teman dekat atau pacar merupakan pelaku kekerasan urutan kedua tertinggi (9,09%) sesudah suami korban (75,60%). Database juga menunjukkan bahwa profil pelaku dan korban kekerasan terhadap perempuan terutama KDRT, sangat beragam latar belakang status sosial, ekonomi, usia, etnis & agamanya. 9 dari 10 orang perempuan yang memanfaatkan layanan Mitra Perempuan WCC telah mengalami lebih dari satu jenis kekerasan (secara fisik, psikis, seksual atau penelantaran/ekonomi), di samping menghadapi perselisihan domestik. 9 dari 10 perempuan mengalami dampak kekerasan pada kesehatan jiwanya (mental health) termasuk seorang mencoba bunuh diri, di samping berdampak pada kesehatan fisik (35,41%) dan kesehatan reproduksinya (1,44%). 9,09% perempuan yang datang meminta bantuan WCC telah mengalami kekerasan dan pelecehan seksual pada masa pacaran oleh pacar atau pasangannya (dating violance). 2,39% perempuan yang mengalami kekerasan adalah anak-anak berusia 18 tahun ke bawah. (http://perempuan.or.id/statistik-catatan-tahunan/2012/01/03/tahun-2011- statistik-kekerasan-terhadap-perempuan-mitra-perempuan-wcc/) Hal ini diperkuat dengan wawancara awal yang dilakukan kepada subjek-subjek yang peneliti dapatkan. “A merupakan seorang wanita berusia 23 tahun.Dirinya memiliki kekasih yang berusia satu tahun dibawah dirinya.A sudah menjalin kasih selama 2 tahun. Selama 2 tahun A sering mendapatkan kekerasan fisik berupa pukulan, jambakan, penarikan paksa. Sedangkan kekerasan emosional A sering kali di rendahkan didepan umum, dihina. Kekerasan ekonomi dirasakan pula oleh A, dirinya suka diminta untuk memenuhi kebutuhan pacarnya. Lebih parahnya lagi A juga mendapatkan kekerasan seksual, dipaksa berhubungan intim dengan kekasihnya. A masih bertahan karena A beranggapan tidak adalagi pria yang mau menerima dirinya apa adanya selain kekasih A saat ini. Selain itu juga A beranggapan kekasihnya memiliki kuasa atas dirinya karena kekasihnya adalah seorang pria yang memiliki kekuasaan sedangkan A adalah individu yang lemah.” “Sedangkan B merupakan seorang wanita berusia 21 tahun, memiliki seorang kekekasih berusia 20 tahun. B sering kali mendapatkan kekerasan dalam berpacaran saat sang kekasih sedang salam keadaan tertekan dan tidak memperoleh apa saja yang dirinya harapkan dari orang lain disekelilingnya. B sering mendapat perlakukan tidak berkenan seperti makian, cacian, kekasih B sering melemparkan barang-barang disekitar tempat B dan kekasihnya bertengkar.B memutuskan tetap bertahan karena harapan B agar kekasihnya sutu saat berubah dan menurut B kekasihnya hanya mencintai diri B walaupun B sering diselingkuhi dan dimanfaatkan keuangannya untuk memenuhi kebutuhan kekasih B. Terdapat tiga jenis dampak dari kekerasan dalam berpacaran yang mungkin dialami perempuan yang terlibat hubungan berpacaran yang berkekerasan. Dampak Kekerasan dalam berpacaran sangatlah kompleks mencakup dampat fisik dan psikologis bahkan hingga trauma dan depresi bahkan perasaan tidak berharga dan keinginan untuk melakukan bunuh diri (Anisa, 2013) Bedasarkan uraian yang telah peneliti berikan diatas peneliti ingin mengetahui tentang bagaimana gambaran perempuan dewasa awal yang memutuskan untuk berada dalam hubungan berpacaran yang diwarnai kekerasan. 1.2. Rumusan Masalah Peneliti ini memfokuskan beberapa rumusan masalah yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu: Apa faktor-faktor yang menyebabkan seorang wanita dewasa awal mengambil keputusan untuk menerima perlakuan kekerasan dalam pacaran dari pasangannya ? 1.3. Tujuan Penelitian Peneliti ingin mendeskripsikan dan memahami bagaimana gambaran kekerasan dalam pacaran serta faktor penyebab bertahannya seorang wanita dewasa awal dalam hubungan pacaran yang berkekerasan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Penelitian berguna secara teoritis untuk mengetahui dan memahami bagaimana gambaran pengambilan keputusan wanita dewasa awal terhadap penerimaan kekerasan dalam berpacaran(dating violence) serta faktor-faktor yang mempengaruhi sikap penerimaan dating violence pada wanita dewasa awal. Manfaat Praktis Penelitian yang dilakukan ini bermanfaat untuk wanita dewasa awal yang mengalami kekerasan dalam berpacaran atau dating violence agar mereka dapat menelaah apa yang terjadi terhadap dirinya dan mengambil sikap atas keputusan yang telah dibuat untuk bertahan pada hubungan pacaran yang berkekerasan.