BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami perubahan yang besar baik secara fisik, mental maupun sosial. Pada masa ini pula beberapa pola perilaku remaja mulai dibentuk, termasuk identitas diri, kematangan seksual dan keberanian untuk melakukan perilaku berisiko (Widyastuti, 2009). Usia 15-20 tahun merupakan masa perkembangan emosi, karena pada tahap ini terjadi bangkitan dorongan seksual (Sarwono, 2011). Perilaku tertarik pada lawan jenis merupakan suatu bentuk pengungkapan perasaan yang banyak terjadi di masa remaja, terutama perasaan kepada teman sebaya (Marheni, 2004). Perasaan seperti ini sering diwujudkan dalam bentuk perilaku seksual. Seksualitas merupakan segala sesuatu yang menyangkut hidup manusia sebagai mahluk seksual seperti emosi, perasaan, kepribadian, sikap yang berkaitan dengan perilaku seksual, hubungan seksual dan orientasi seksual (BKKBN, 2012). Pacaran menjadi awal mula perilaku seksual seperti kissing, necking, petting, dan intercourse. Paul dan White mengatakan bahwa pacaran di masa remaja merupakan bagian dari proses sosialisasi, mempelajari keakraban dan memberi kesempatan untuk menciptakan relasi bermakna dan unik dengan lawan jenis, serta menjadi konteks untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi seksual (Santrock, 2007). Gaya pacaran remaja yang senang berduaan, saling berpegangan tangan dan berpelukan, merupakan kegiatan berisiko yang mengarah pada perilaku hubungan seksual. Perilaku ini muncul karena rasa ingin tahu remaja tentang seksualitas tanpa adanya pengetahuan yang melindungi mereka dari bahaya negatif kegiatan seks pranikah. Hasil penelitian yang dilakukan di negara maju dan berkembang menunjukkan bahwa sebagian remaja berpacaran dan melakukan hubungan seksual pranikah. Penelitian di Ghana menyebutkan bahwa 41% remaja wanita 1 2 dan 36% remaja pria (usia 12-24 tahun) pernah melakukan hubungan seks pranikah (Karim et al., 2003). Hal ini sejalan dengan survei oleh Youth Risk Behavior Survei (YRBS) di Amerika Serikat tahun 2006, yang menunjukkan 47,8% pelajar yang duduk di kelas 9-12 telah melakukan hubungan seks pranikah dan 35% pelajar di tingkat menengah atas bahkan aktif melakukan aktivitas seksual (Damanik, 2012). Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 menyebutkan bahwa di Indonesia 39,5% wanita dan 36,9% pria berusia 1519 tahun mengaku mulai berpacaran sejak usia 15-17 tahun. Pengalaman berpacaran remaja di Indonesia cenderung semakin berani dan terbuka. Remaja mulai berpegangan tangan, berciuman dan meraba/merangsang. Dalam survei juga diungkap 1% remaja perempuan dan 5% remaja laki-laki usia 15-24 tahun menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Penelitian Kemenkes tahun 2009 di Jakarta, Tangerang dan Bekasi dengan jumlah sampel 3006 informan usia <17-24 tahun menunjukkan 20,9% remaja hamil dan melahirkan sebelum menikah (BKKBN, 2012). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 mengungkap bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja relatif masih rendah (BKKBN, 2009). Begitu pula penelitian pada 5 sekolah menengah atas di Yogyakarta, remaja terlihat mulai kebarat-baratan dalam sikap, busana, musik, film, makanan maupun seksualitas. Lingkungan sekolah menjadi tempat belajar remaja tentang perkembangan kehidupan baik melalui teman, guru maupun media sosial. Lingkungan sekolah juga memberi kesempatan kepada remaja untuk mulai berpacaran dan saling tukar informasi mengenai berbagai hal termasuk pacaran serta berbagi materi pornografi seperti VCD, buku dan gambar pornografi (Creagh, 2004). Hasil sensus penduduk tahun 2010, usia pernikahan pada perempuan di Provinsi Sulawesi Tenggara rata-rata 22,3 tahun. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan beberapa provinsi di Sulawesi seperti Sulawesi Selatan (rata-rata 23,2 tahun) dan Sulawesi Utara (rata-rata 22,5 tahun) (BPS, 2010). Jumlah pernikahan di Sulawesi Tenggara juga mengalami peningkatan yang 3 signifikan setiap tahunnya. Pada periode Januari-Agustus tahun 2012 berjumlah 12.265 pernikahan dan tahun 2013 meningkat menjadi 13.620 pernikahan. Pernikahan tersebut banyak terjadi di kalangan remaja yang berusia antara 16-19 tahun bagi wanita dan 19-21 tahun untuk laki-laki (Kemenag Sultra, 2013). Kota Baubau merupakan salah satu kota dari 13 kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Penduduknya berasal dari berbagai daerah yang bertujuan untuk berbelanja, menuntut ilmu, dan berwisata. Membaurnya remaja dari berbagai daerah menyebabkan pergaulan remaja mengalami penyesuaian. Berkembangnya teknologi dan komunikasi yang mudah dijangkau seperti mudahnya mengakses internet, telepon genggam, televisi, koran dan majalah mendukung intensitas kegiatan pacaran remaja. Selain itu, tempat wisata yang dibuat oleh pemerintah kota banyak yang cenderung sepi dan tidak memiliki penerangan cukup di malam hari. Banyaknya pendatang juga menyebabkan penginapan sementara seperti kos-kosan dan hotel bertambah, yang akhirnya menjadi tempat berpacaran dan melakukan kegiatan seksual berisiko. Hasil observasi peneliti menemukan bahwa tempat wisata digunakan remaja untuk berduaan atau berpacaran. Perilaku seksual yang berawal dari kegiatan pacaran remaja, pada beberapa tahun ini semakin berisiko dan perlu mendapat perhatian. Perilaku pacaran yang mengarah ke perilaku seksual berisiko dapat menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan masa depan remaja. Kehamilan yang tidak diinginkan hingga melakukan tindak aborsi sudah mulai terjadi pada remaja. Timbulnya kekerasan dalam pacaran, tidak fokusnya remaja pada pendidikannya, hingga terhambatnya pendidikan karena menikah lebih cepat adalah akibat dari hubungan seksual pranikah. Data dari Kepolisian menyebutkan bahwa dari tahun 2009-2013 terdapat 29 kasus pencabulan dan pemerkosaan pada remaja yang dilakukan oleh pacar. Remaja yang menjadi korban dalam kasus tersebut berada pada rentang usia SMA, yaitu usia 15-20 tahun (Polres Baubau, 2013). Sekolah Menengah Atas Negeri “X” Baubau adalah salah satu sekolah yang banyak diminati dan merupakan salah satu sekolah unggulan yang letaknya strategis di tengah kota. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, banyak 4 siswa yang berpacaran, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Hasil penelitian Davis (2012) di SMA Negeri “X” Baubau menunjukkan adanya perilaku seksual negatif sebanyak 35,3% yang dilakukan oleh siswa dari 139 informan. Perilaku tersebut terdiri dari berpegangan tangan, mencium pipi, mencium bibir, meraba bagian tubuh yang sensitif, bahkan berhubungan intim. Siswa di SMA Negeri “X” Baubau sudah ada yang berperilaku seks dengan pasangannya hingga mengalami hamil di luar nikah. Informasi ini diperoleh peneliti dari hasil studi pendahuluan. Dalam wawancara awal dengan guru Bimbingan Konseling (BK), membenarkan bahwa ada siswa yang ketahuan hamil di luar nikah bahkan melakukan aborsi yang dibantu oleh pacarnya. Sehubungan dengan hal tersebut, ada kekhawatiran terhadap masalah yang akan dihadapi remaja, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian eksplorasi tentang perilaku pacaran remaja di SMA Negeri “X” Baubau. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah adalah: Bagaimana gambaran perilaku pacaran remaja di SMA Negeri “X” Baubau? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mendeskripsikan perilaku pacaran remaja di SMA Negeri “X” Baubau. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perilaku pacaran siswa di SMA Negeri “X” Baubau. b. Mengetahui peran media massa terhadap perilaku pacaran siswa di SMA Negeri “X” Baubau. c. Mengetahui peran teman sebaya terhadap perilaku pacaran siswa di SMA Negeri “X” Baubau. d. Mengetahui peran orangtua dan guru terhadap perilaku pacaran siswa di SMA Negeri “X” Baubau. 5 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan agar membuat peraturan daerah yang dapat melindungi remaja dari dampak pacaran. 2. Sebagai bahan masukan bagi institusi sekolah dalam menentukan perencanaan program pendidikan kesehatan reproduksi dengan tepat. 3. Sebagai informasi untuk orangtua dan guru agar lebih mengarahkan remaja kepada kegiatan yang positif dan bertanggung jawab. 4. Sebagai bahan informasi bagi para siswa mengenai pacaran dan dampak perilaku pacaran pada remaja. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai perilaku pacaran remaja di antaranya adalah: 1. Davis (2012) dengan judul gambaran pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri 1 Baubau. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada jenis penelitian, rancangan penelitian dan pokok permasalahan yang diteliti. 2. Lisnawati (2007) dengan judul hubungan antara kecerdasan spiritual dan motivasi berprestasi dengan perilaku seksual remaja dalam berpacaran di SMA Negeri 4 Palu. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada jenis dan rancangan penelitian, subjek dan tempat penelitian. 3. Novita (2005) tentang hubungan antara paparan pornografi, komunikasi remaja-orangtua, dengan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 11 Palembang. Perbedaan penelitian tersebut dengan yang dilakukan peneliti terletak pada jenis penelitian, rancangan penelitian dan suyek penelitian. 4. Penelitian Yunus (2005) tentang hubungan antara sikap terhadap kesehatan reproduksi dan perilaku pacaran remaja yang berorientasi seksual dengan latar belakang budaya siri’. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian 6 yang dilakukan peneliti terletak pada jenis dan rancangan penelitian, subjek dan tempat penelitian. 5. Penelitian mengenai sumber informasi masalah reproduksi, dengan kesimpulan bahwa remaja lebih banyak mendapatkan informasi tentang masalah seksual dari media massa dan teman (Machfudz, 2002). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada subjek dan lokasi penelitian, sedangkan persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan peneliti ialah pada variabel bebas penelitian.