4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal. Jika penyebaran tidak dikontrol, dapat mengakibatkan kematian. Kanker ini disebabkan oleh faktor eksternal (tembakau, bahan kimia, radiasi dan organisme menular) dan faktor internal (mewarisi mutasi, hormon, kondisi kekebalan tubuh, dan mutasi-mutasi yang terjadi dari metabolisme). Faktor penyebab akan bertindak bersama atau secara berurutan untuk menjadi kanker ganas. (american Cancer society,2011). Berdasarkan lokalisasinya, tumor yang membahayakan dibedakan sebagai berikut: 1. Karsinoma : Pada bagian jaringan kelenjar 2. Sarkoma : Pada bagian jaringan penghubung 3. Limfoma : Pada bagian ganglia limfatik 4. Leukemia : Pada bagian sel darah Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan cara: 1. Pembedahan, terutama untuk tumor padat yang terlokalisasi seperti karsinoma pada payudara dan kolorektal. 2. Radiasi, digunakan untuk pengobatan penunjang sesudah pembedahan dan juga untuk pengobatan tumor yang sesuai, seperti seminoma testikular dan karsinoma nesofaring. 3. Kemoterapi, terutama untuk pengobatan tumor yang tidak terlokalisasi, seperti leukimia, kariokarsinoma, multipel mieloma, dan juga untuk pengobatan penunjang sesudah pembedahan. 4. Endokrinoterapi, merupakan bagian dari kemoterapi, yaitu penggunaan hormon tertentu untuk pengobatan tumor pada organ yang proliferasinya tergantung pada hormon, seperti karsinoma payudara. Doking Molekular Bakteriofeoforbid..., Ananta Wijaya, Fakultas Farmasi UMP, 2015 5 B. Terapi Fotodinamik (PDT) Terapi fotodinamik (PDT) adalah pengobatan alternatif kanker. Sel-sel ganas dan abnormal dihancurkan oleh kehadiran obat fotosensitizer, menghasilkan singlet oksigen dan jenis oksigen reaktif ketika cahaya pada panjang gelombang yang tepat diterapkan (Kwitniewski, 2009). PDT menunjukkan beberapa keuntungan tanpa efek samping yang berat, dan sering meningkatkan kualitas hidup pasien. Jika perlu pengobatan dapat diulang tanpa takut overdosis (Kwitniewski, 2009). Selain itu, PDT telah membuktikan kemanjurannya di bidang onkologi untuk pengobatan paru-paru, gastrointestinal atau tumor kulit. Ini juga telah diterapkan untuk penyakit tidak ganas seperti degenerasi usia (Chauvin, 2012). Mekanisme fotofisika dan fotokimia PDT yang menghasilkan singlet oksigen sebagai produk utamanya dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Mekanisme fotofisika dan fotokimia PDT, diagram Jablonski (dimodifikasi dari Bonnett, 1995) Doking Molekular Bakteriofeoforbid..., Ananta Wijaya, Fakultas Farmasi UMP, 2015 6 Kerusakan yang dittimbulkan oleh o PDT in ni dalam meembran sel setelah beb berapa meniit setelah peenyinaran. Beberapa tiipe kerusak kan seperti sel bengkakk dan perub bahan bentuuk (Bomballska, 2008). C. Bakteriofeo B oforbid a Bakterioofeoforbid a adalah senyawa s deengan strukktur tertrapiirol makrosiklik dimaana 2 dari cincin tetrrapirolnya ini tereduk ksi (Gambaar 2). Bakkteriofeoforb bid a mem miliki struktuur mirip deengan porfirrin perbedaaannya adalah dimana struktur po orfirin padaa cincin tetrapirolnya tiidak teredukksi. Struktu ur yang tereeduksi inilahh yang mem mbuat bakteeriofeoforbiid a lebihh efektif diibandingkan n senyawa yang pernnah diteliti yaitu bahwa feofoorbid a. Daalam penelitian lain disebutkan d f feoforbid a yang mem miliki strukktur dasar tetrapirol t m makrosiklik dengan 1 cincin pirool tereduksii diketahui lebih efekttif dalam menghancurkkan sel kankker dibandin ng porfirin analognya a ((Djalil, 2012). Gambaar 2. Struktu ur bakterioffeoforbid a Alasan lain l mengaapa bakteriofeoforbid a lebih baaik dibandiingkan sen nyawa porfiirin dan feooforbid a addalah bakterriofeoforbid d a memilikki energi traansisi yang akan menggalami peergeseran lebih ke arah merrah dilihaat dari sppektra abssorbsi bakteeriofeoforbiid a (sebessar 740nm) dibanding g feoforbidd a (sebesaar 660nm),, dan Doking Molekular Bakteriofeoforbid..., Ananta Wijaya, Fakultas Farmasi UMP, 2015 7 porfirin. Selain itu pada bakteriofeoforbid a terjadi peningkatan intensitas absorbsi pada pita Q1 akibat 2 cincin yang tereduksi sehingga meningkatkan efektivitas dosis fotosensitizer yang digunakan (Bonnett, 2000). D. Human Serum Albumin (HSA) Serum albumin manusia (HSA) adalah protein berlimpah yang paling luas dipelajari dan merupakan salah satu protein yang bertanggung jawab untuk mengikat dan membawa banyak senyawa endogen dan eksogen, seperti hormon, asam lemak, ion logam dan obat-obatan. HSA berperan penting dalam farmakokinetik dan farmakodinamik obat karena memiliki kemampuan untuk mengikat berbagai macam obat. HSA mengandung tiga domain heliks homolog (I-III), dan masing-masing dibagi menjadi subdomain A dan B. Pengukuran dengan X-ray telah menunjukkan ligan mengikat HSA di subdomain IIA dan IIIA. Penting mempelajari interaksi obat dengan HSA untuk memahami proses transportasi obat dan prediksi konsentrasi obat bebas dalam serum darah karena Sangat tergantung pada interaksinya. Gambar 3. Strukutr HSA Penting mempelajari interaksi obat dengan HSA untuk memahami proses transportasi obat dan prediksi konsentrasi obat bebas dalam serum darah karena sangat tergantung pada interaksinya(Reza et al, 2012). Terdapat 35 protein telah diketahui berhubungan dengan HSA termasuk kedua protein dengan kelimpahan tinggi atau rendah (contohnya angiotensinogen, apolipoprotein, ceruloplasmin, clusterin, hemoglobin (Hb), plasminogen, protrombin, Doking Molekular Bakteriofeoforbid..., Ananta Wijaya, Fakultas Farmasi UMP, 2015 8 dan transferrin).Beberapa ligan seperti protein dan peptida pada HSA memberikan dampak proteomik dan biomarker dalam penelitian, fraksi dari peptida dan protein yang mengikat HSA dikatakan sebagai "albuminome" (Fanali et al., 2012). . E. Peripheral Benzodiazepine Receptor (PBR) Peripheral benzodiazepine receptor (PBR) merupakan protein 18 - kD terletak pada membran luar mitokondria dari berbagai jenis sel, termasuk sel-sel dari sistem hematopoietik. PBR telah terlibat dalam beberapa fungsi mitokondria, termasuk pengendalian respirasi, translokasi kolesterol dari luar ke dalam membran pada sel adrenal, dan modulasi dari membran dalam aktivitas ion-chanel oleh porfirin dikarboksilat, yang merupakan ligan endogen dari PBR. Dalam sistem kekebalan tubuh , ligan PBR telah ditemukan untuk memodulasi fungsi monosit seperti kemotaksis, rusaknya pernafasan, dan sekresi sitokin (Carayon et al, 1996). Gambar 4. PBR atau TSPO Beberapa penelitian yang telah dipublikasikan menunjukan interaksi antara protoporpirin IX(PPIX) dan PBR dalam beberapa variasi model. Penelitian tersebut menunjukan bahwa PPIX bisa menjadi ligan dengan afinitas sedang hingga tinggi pada PBR. Interaksi ini telah ditujukan untuk memediasi aksi dari porpirin sebagai Doking Molekular Bakteriofeoforbid..., Ananta Wijaya, Fakultas Farmasi UMP, 2015 9 fotosensitizer pada PDT untuk tumor. Porpirin merupakan tetrapirol alami pada hampir semua sel (Wendler et al, 2003). Penggunaan fotosensitizer berupa bakteriofeoforbid a dan turunannya akan menjadi ligan yang potensial untuk PBR. Reseptor PBR memiliki ligan alami berupa porfirin yang memiliki struktur hampir sama dengan bakteriofeoforbid a yaitu berupa cicin tetrasiklik namun pada bagian dua cincin pirolnya bakteriofeoforbid a tereduksi. Karena struktur bakteriofeoforbid a hampir mirip ini diduga dapat menggantikan ligan alami agar dapat berikatan dengan reseptor PBR pada sel kanker. Bombalska(2009) menjelaskan bahwa dalam sel kanker dibandingkan sel normal, akumulasi PBR akan meningkat pada sel kanker sehingga akan ada banyak fotosesitizer yang akan terakumulasi di sel tersebut. F. Doking Molekular Doking molekular adalah salah satu metode komputasi kimia yang mulai banyak digunakan. Doking molekular dapat digunakan untuk memprediksi apakah suatu molekul senyawa obat yang dirancang akan memiliki aktivitas biologis yang diinginkan atau tidak. Doking molekular akan menghasilkan skor yang menggambarkan energi total ikatan protein ligan. Dengan membandingkan skor suatu senyawa dengan senyawa lainnya, maka akan dapat dijelaskan mana senyawa yang lebih poten. Makin kecil skor suatu hasil doking berarti komplek protein-ligan semakin stabil sehingga ligan (senyawa) semakin poten. Dengan visualisasi maka akan terlihat asam amino mana yang berperan dalam menjaga stabilitas senyawa tersebut pada reseptornya (Purnomo, 2011). Doking Molekular Bakteriofeoforbid..., Ananta Wijaya, Fakultas Farmasi UMP, 2015