KAJIAN KOMUNITAS ARTHROPODA PREDATOR PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum) DI DESA WOTGALIH YOSOWILANGUN, KABUPATEN LUMAJANG Dinavia Sofiyyatul Ulya1, Fatchur Rohman2, Sofia Ery Rahayu2 1 Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang 2 Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang 65145, Indonesia Email korespondensi: [email protected] ABTRACT: This research was conducted in order to determine predatory Arthropods species, biodiversity, evenness, relative abundance and and the influence of abiotic environmental factors (temperature, light intensity, and wind velocity) to the number species and their abundance of predatory Arthropods in sugarcane. Sampling was done by using a swing net and directly retrieval, and research time was conducted in April 2014 in the Wotgalih village, Yosowilangun district, Lumajang. There are spesies variation of predatory Arthropods we found are Coleophora inaequialis (Coccinellidae), Coccinella transversalis (Coccinellidae), Menochilus sexmaculata (Coccinellidae), Micraspis frenata (Coccinellidae), Oxyopes macilentus (Oxyopidae), Sitticus distinguendus (Salticidae), Solenopsis sp. (Formicidae), and Leptotrachelus dorsalis (Carabidae). Diversity index (H ') Arthropod predators in sugarcane categorized average diversity, while the evenness index categorized high evenness. The highest value of the relative abundance for 30.09% is species Solenopsis sp., while the species with the lowest abundance is Menochilus sexmaculata is equal to 3.76%. Keywords: Communities, Predatory Arthropods, Sugarcane PENDAHULUAN Tebu merupakan salah satu komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di Kabupaten Lumajang. Permasalahan yang hingga kini sering dihadapi para petani tebu adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu yang ditanam di lahan sawah sekitar 95 ton/Ha dan di lahan tegalan sekitar 75 ton/Ha dengan rendemen gula sekitar 7,3 – 7,5%, sementara potensi produktivitas adalah di atas 100 ton/Ha untuk pertanaman tebu di lahan sawah dan sekitar 90 ton/Ha untuk pertanaman tebu di lahan tegalan dengan rendemen gula di atas 10% (Indrawanto, 2010). Salah satu penyebab dari penurunannya produktifitas tebu adalah akibat dari serangan hama. Jenis-jenis hama yang menyerang tanaman tebu antara lain adalah penggerek pucuk (Triporyza vinella F), uret (Lepidieta stigma F), penggerek batang, kutu bulu putih (Ceratovacuna lanigera Zehntner.). Hama dari kelompok kutu-kutuan (termasuk aphid) telah dilaporkan dapat menjadi vektor penyakit SCYLV (sugarcane yellow leaf virus). Pada tahun 1989 dan 1990 terjadi ledakan populsi KBPT di Sulawesi Selatan dan merusak areal pertanaman tebu hampir 2000 hektar (Nadiah, 2012). Selain itu diketahui juga bahwa serangan penggerek batang tebu pada umur tebu 10 bulan dapat menyebabkan kerugian berupa hilangnya rendemen tebu sebesar 415%, dan kehilangan rendemen dapat mencapai 50% jika hama penggerek batang menyerang tanaman tebu pada umur 4-5 bulan (Mardiani, 2012). Upaya pengendalian hama yang telah banyak dilakukan oleh para petani tebu adalah dengan menggunakan insektisida sintetik. Aplikasi insektisida efektif mengendalikan hama secara parsial, tetapi secara bersamaan juga membunuh serangga predator yang sebenarnya berpotensi sebagai pengendali hama secara hayati (Kartohardjono, 2011). Para petani tebu kurang menyadari bahwa pengendalian hama dapat juga dilakukan secara biologi dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan yaitu dengan memanfaatkan musuh alami berupa predator dan parasitoid, secara mekanik dengan melakukan penangkapan hama secara langsung maupun dengan menggunakan perangkap (Rahardjo, 2005). 1 2 Di antara musuh alami yang berperan penting dalam menekan populasi hama adalah predator dari filum Arthropoda. Potensi musuh alami Arthropoda predator sampai saat ini masih menjadi objek penelitian yang berkelanjutan. Namun pada dasarnya musuh alami ini sangat potensial untuk dikembangkan mengingat bahwa penggunaan musuh alami merupakan salah satu solusi dari permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh pestisida sintetik. Oleh karena itu spesies-spesies predator terutama dari filum Arthropoda sebagai penghuni agroekosistem perlu diketahui agar dapat dimanfaatkan sebagai pengendalian hayati yang merupakan komponen utama Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pemanfaatan Arthropoda predator ini efektif untuk mengendalikan serangan hama pada tanaman tebu termasuk juga bagi hama penggerek. Karena cara kerja hama penggerek masuk dan menggerek tulang daun muda, kemudian menggerek ruas-ruas batang di bawahnya hingga mencapai titik tumbuh, sedangkan serangga predator mampu masuk ke dalam batang melalui lubang yang telah dibuat oleh penggerek dan mempredasi hama penggerek tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai variasi spesies penyusun komunitas Arthropoda predator, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan kelimpahan relatif Arthropoda predator pada tanaman tebu. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dan dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengungkap spesies penyusun komunitas Arthropoda predator, tingkat keanekaragaman, kemerataan, dan kelimpahan Arthropoda predator. Penelitian dilakukan mulai bulan April 2014 pada lahan tanaman tebu di Desa Wotgalih, Yosowilangun Kabupaten Lumajang. Identifikasi terhadap sampel Arthropoda yang telah diambil dilakukan di Laboratorium Ekologi Universitas Negeri Malang. Pengambilan sampel ini dilakukan menggunakan metode titik dengan membuat garis transek. Lahan pengambilan sampel seluas 100 m × 100 m. Titik pengambilan sampel sebanyak 50 titik yang tersebar pada lahan. Jarak antar titik pengambilan data sepanjang 10 m, dan jarak antar garis transek sepanjang 20 m, sehingga nantinya didapatkan titik sebanyak 50 titik. Pengambilan sampel Arthropoda predator menggunakan metode swing net dan pengambilan secara langsung dengan kantong plastik. Digunakan metode ini karena sebagian besar hama yang sangat berpengaruh negatif terhadap tanaman tebu adalah terletak pada tanamannya, sehingga pengambilan Arthropoda predator dilakukan pada tajuk tanaman. Pengambilan ini dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan, yaitu sebanyak 50 titik. Pengambilan dilakukan pada masing-masing titik sebanyak 5 kali ayunan secara kontinyu pada bagian tajuk tumbuhan, setiap kali ayunan adalah kekiri dan ke kanan. Pengambilan sampel dilakukan pada tanaman yang tepat berada pada titik pencuplikan. Pengambilan data dilakukan pada pukul 06.00-11.00 WIB dan pengamatan dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Faktor abiotik yang akan diukur yaitu meliputi suhu, intensitas cahaya, dan kecepatan angin. Luxmeter untuk mengukur suhu dan intensitas cahaya, dan anemometer untuk mengukur kecepatan angin. Pengukuran faktor-faktor abiotik tersebut dilakukan pada setiap titik sampling. Selanjutnya hasil dari pengambilan sampel penelitian dimasukkan ke dalam botol spesimen dan diawetkan dengan menggunakan Alkohol 70% dan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Identifikasi Arthropoda didasarkan atas penggolongan secara struktur morfologi yang dilihat dari buku identifikasi Pengenalan Pelajaran Serangga oleh Borror and White (1992), buku Pests of Field Crops and Pastures – Identification and Control oleh Peter Bailey (2007), dan buku Spiders of Australia: An Introduction to their Classification, Biologi and Distribution oleh Trevor J. Hawkeswood (2003). Selain itu untuk identifikasi sifat Arthropoda sebagai predator berdasarkan ciri morfologinya serta dicocokkan dengan hasil 3 penelitian terdahulu oleh Zia-ul-Hussnain (2002), Pulikesh Naidu (2009), dan N. Sallam (2012) tentang Arthropoda yang berperan sebagai predator pada tanaman tebu. HASIL Dari hasil pengambilan sampel, setelah diidentifikasi secara morfologi dan dicocokkan dengan literatur buku maupun jurnal penelitian sebelumnya, ditemukan hanya 8 spesies serangga yang termasuk Arthropoda yang berperan sebagai predator bagi hama tanaman tebu. Komposisi atau variasi spesies yang ditemukan pada tanaman tebu di Desa Wotgalih Yosowilangun, Kabupaten Lumajang terdiri dari 8 spesies, 8 genus, dan 5 familia, dimana spesies-spesies tersebut antara lain Coleophora inaequialis(Coccinellidae), Coccinella transversalis (Coccinellidae), Menochilus sexmaculata (Coccinellidae), Micraspis frenata (Coccinellidae), Oxyopes macilentus (Oxyopidae), Sitticus distinguendus (Salticidae), Solenopsis sp.(Formicidae),dan Leptotrachelus dorsalis (Carabidae). Hasil analisis statistik dari indeks keanekaragaman (H’) dan indeks kemerataan (E) Arthropoda predator pada tanaman tebu di Desa Wotgalih Yosowilangun Kabupaten Lumajang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Arthropoda Predator pada Tanaman Tebu Tempat Indeks dan Kategori Pengambilan H’ Kategori E Kategori Sampel Kemerataan populasi Tanaman tebu 1,825764 Sedang 0,878007 tinggi Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diketahui indeks keanekaragaman (H’) Arthropoda predator pada tanaman tebu dikategorikan keanekaragaman sedang. Sedangkan untuk indeks kemerataan (E) Arthropoda predator pada tanaman tebu dikategorikan memiliki kemerataan populasi yang tinggi. Kelimpahan relatif tertinggi dan terendah Arthropoda predator pada tanaman tebu dijelaskan secara ringkas pada Tabel 2. Tabel 2 Kelimpahan Relatif Tertinggi dan Terendah Arthropoda Predator pada Tanaman Tebu No Spesies Jumlah Kelimpahan relatif (%) 1 Solenopsis sp. 96 30,09 2 Sitticus distinguendus 37 11,59 3 Oxyopes macilentus 79 24,76 4 Micraspis frenata 42 13,16 5 Menochilus sexmaculata 12 3,76 6 Leptotrachelus dorsalis 14 4,38 7 Coleophora inaequialis 18 5,64 8 Coccinella transversalis 21 6,58 Hasil analisis data menunjukkah bahwa nilai kelimpahan relatif tertinggi yaitu sebesar 30,09 % yaitu oleh spesies Solenopsis sp. Dengan jumlah individu sebanyak 96 ekor. Sedangkan spesies dengan kelimpahan terendah adalah kepik koksi Menochilus sexmaculata yaitu sebesar 3,76 %. Faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin. Untuk mengetahui hubungan antara faktor abiotik dengan jumlah spesies dan kelimpahan spesies Arthropoda predator digunakan analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil uji signifikansi koefisien regresi dijelaskan bahwa faktor abiotik yang paling berpengaruh signifikan terhadap jumlah spesies Arthropoda predator adalah suhu dan intensitas cahaya dengan nilai signifikansi sebesar 0,024 untuk suhu dan 0,03 untuk intensitas cahaya. Sedangkan kecepatan angin kurang berpengaruh terhadap jumlah spesies yang adadengan nilai signifikansi sebesar 0,997. Model persamaan regresi linier yang terbentuk yaitu: Y = 6,435 – 0,135 X1 + 0,004 X2 + 0,002 X3. 4 Berdasarkan hasil uji signifikansi koefisien regresi dapat dilihat bahwa tidak ada faktor abiotik yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan spesies Arthropoda predator. Dapat dilihat dari nilai signifikansi masing-masing yang > 0,1. Nilai signifikansi masingmasing faktor abiotik adalah suhu 0,835, intensitas cahaya 0,212, dan kecepatan angin 0,372. Model persamaan regresi linier yang terbentuk yaitu: Y = 5,658 – 0,040 X1 + 0,008 X2 + 1,614 X3. PEMBAHASAN Hasil penelitian yang telah dilakukan di lahan tanaman tebu di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang menunjukkan bahwa komposisi spesies Arthropoda predator yang ada pada tanaman tebu tersebut terdiri dari 8 spesies, 8 genus, dan 5 familia. Spesies yang ditemukan antara lain dari familia Coccinellidae yaitu Coleophora inaequialis, Coccinella transversalis, Menochilus sexmaculata, dan Micraspis frenata. Menurut Bailey (2007), sebagian spesies dari familia Coccinellidae adalah predator penting bagi hama tanaman tebu, mereka merupakan predator bagi aphid, tungauOligonychus zanclopes, danwhitefly. Selain itu ditemukan pula predator laba-laba dari familia Oxyopidae yaitu Oxyopes macilentus, dan dari familia Salticidae yaitu Sitticus distinguendus. Menurut penelitian Khanzada (1993), disamping Araneae (laba-laba) merupakan predator general atau umum, laba-laba juga dapat menjadi musuh alami bagi hama tebu Pyrilla perpusilla, labalaba memakan hama ini pada hampir semua fase hidupnya. Kemudian ditemukan pula predator dari familia Formicidae yaitu Solenopsis sp. Rossi dan Fowler (2002) melaporkan bahwa Solenopsis sp. di Brazil dapat dimanfaatkan sebagai agen pengontrol kepadatan larva Diatraea saccharalis. Larva hama ini dapat mengebor tanaman tebu. Kemudian yang terakhir ditemukan predator dari familia Carabidae yaitu Leptotrachelus dorsalis. White et al (2012) melaporkan penelitiannya terkait predator hama pada tanaman tebu. Selain Solenopsis sp., kumbangLeptotrachelus dorsalis merupakan kandidat musuh alami yang baik dan berpotensi sebagai predator bagi larva penggerek tebu. Hasil nilai indeks keanekaragaman menggunakan indeks Shannon- Wiener pada komunitas Arthropoda predator pada tanaman tebu diketahui sebesar 1,825764. Nilai indeks keanekaragaman tersebut menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman Arthropoda predator adalah sedang. Hal ini berdasarkan klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Keanekaragaman yang tergolong sedang pada area pertanian dikarenakan adanya faktor tekanan lingkungan antara lain kegiatan pertanian seperti pemupukan, penyiraman insektisida, dan sebagainya yang membuat organisme termasuk organisme yang berperan sebagai pengendali hama menjadi terganggu. Seperti yang telah dijelaskan oleh Darmawan dkk (2005), bahwa keanekaragaman cenderung akan rendah pada ekosistem yang secara fisik terkendali, atau mendapatkan tekanan lingkungan. Selanjutnya, indeks kemerataan adalah keberadaan individu masing-masing spesies yang ditemukan pada suatu komunitas. Indeks kemerataan digunakan untuk mengetahui keseimbangan komunitas, yaitu ukuran kemerataan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Nilai indeks kemerataan Arthropoda predator yang didapat dari pencuplikan pada tanaman tebu diperoleh sebesar 0,878007. Nilai yang didapatkan dari hasil penelitian ini menunjukkan indeks kemerataan yang tinggi, hal ini menunjukkan bahwa masing-masing spesies memiliki kesempatan untuk menjalankan fungsi ekologis yang sama, tidak ada yang mendominasi. Nilai kelimpahan relatif tertinggi Arthropoda predator pada tanaman tebu adalah dari Solenopsis sp. yang termasuk dalam familia Formicidae yaitu sebesar 30,09 %. Sedangkan nilai kelimpahan relatif terendah adalah dari Menochilus sexmaculata yang termasuk dalam familia Coccinellidae yaitu sebesar 3,76%. Faktor yang mempengaruhi kelimpahan spesies Arthropoda predator antara lain aktivitas reproduksi dan ketersediaan sumber makanan. 5 Semut merupakan merupakan makhluk hidup dengan populasi terpadat di dunia. Perkembangan dari stadium telur sampai menjadi dewasa berkisar 6 minggu lebih, tergantung ketersedian makanan, suhu, musim dan faktor lain (Wahyudin, 2007). Selanjutnya Menochilus sexmaculata memiliki nilai kelimpahan relatif terendah. M. sexmaculata juga merupakan salah satu predator yang mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah kemampuan reproduksi yang tinggi, mempunyai siklus hidup yang lama dan tingkat pemangsaannya tinggi. Namun Tobing (2007) mengungkapkan bahwa fertilitas telur Menochilus sexmaculata ini tinggi pada suhu optimum yaitu 25oC, sedangkan rerata suhu pada penelitian ini adalah 31oC. Berdasarkan hasil analisis regresi tentang hubungan faktor abiotik lingkungan yang terdiri dari suhu udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin dengan jumlah spesies dan kelimpahan spesies Arthropoda predator pada tanaman tebu didapatkan hasil bahwa untuk hubungan antara faktor abiotik (suhu, intensitas cahaya, dan kecepatan angin) terhadap jumlah spesies yang ada, yang paling berpengaruh adalah suhu dan intensitas cahaya, sedangkan kecepatan angin tidak. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme serangga. Kramadibrata (1995) menjelaskan bahwakeanekaragaman serangga berperan penting dalam menjaga kestabilan ekosistem. Keanekaragaman tersebut dipengaruhi oleh faktor biotik (tumbuhan dan hewan) dan faktor abiotik (air, tanah, udara, cahaya dan keasaman tanah). Kemudian untuk hubungan antara faktor abiotik terhadap kelimpahan spesies Arthropoda predator, semua faktor abiotik (suhu, intensitas cahaya, dan kecepatan angin) kurang berpengaruh terhadap kelimpahan spesiesnya. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Komposisi atau variasi spesies yang ditemukan pada tanaman tebu di Desa Wotgalih Yosowilangun, Kabupaten Lumajang terdiri dari spesies Coleophora inaequialis (Coccinellidae), Coccinella transversalis (Coccinellidae), Menochilus sexmaculata (Coccinellidae), Micraspis frenata (Coccinellidae), Oxyopes macilentus (Oxyopidae), Sitticus distinguendus (Salticidae), Solenopsis sp. (Formicidae),dan Leptotrachelus dorsalis (Carabidae), 2) Indeks keanekaragaman Arthropoda predator pada tanaman tebu dikategorikan keanekaragaman sedang dengan nilai indeks sebesar 1,82, 3) Indeks kemerataan Arthropoda predator pada tanaman tebu dikategorikan kemerataan tinggi dengan nilai indeks sebesar 0,88, 4) Kelimpahan relatif spesies Arthropoda predator tertinggi pada tanaman tebu dimiliki oleh semut merah atau Solenopsis sp. sebesar 30,09%, sedangkan untuk nilai kelimpahan relatif terendah dimiliki oleh kepik koksi Menochilus sexmaculata yaitu sebesar 3,76%, 5) Faktor abiotik pada lahan tanaman tebu yang paling berpengaruh terhadap jumlah spesies Arthropoda predator adalah suhu udara dan intensitas cahaya, sedangkan terhadap kelimpahan spesies semua faktor abiotik suhu udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin masing-masing kurang mempengaruhi kelimpahan spesies Arthropoda predator. Saran 1) Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang spesies Arthropoda predator, keanekaragaman dan kelimpahannya pada musim yang berbeda atau dengan usia tebu yang berbeda, 2) Setelah didapatkan hasil keanekaragaman Arthropoda predator pada tanaman tebu dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya predasi Arthropoda predator yang ada terhadap hama tanaman tebu, 3) Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menetahui spesies kunci Arthropoda predator pada tanaman tebu, 4) Dapat dilakukan penelitian tentang pola sebaran Arthropoda predator pada tanaman tebu baik secara spasial maupun temporal, 5) Penangkapan serangga dengan swing net ataupun pengambilan 6 langsung bisa dikombinasi dengan metode lain yaitu perangkap cahaya atau yellow trap untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal. DAFTAR RUJUKAN Bailey, P. 2007. Pests of Field Crops and Pastures – Identification and Control. Australia: CSIRO Publishing Dharmawan, A. Tuarita, H. Ibrohim. Suwono, H., Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press Indrawanto, C. 2010. Budidaya Dan Pasca Panen Tebu. Jakarta: ESKA Media Kartohardjono, A. 2011. Penggunaan Musuh Alami Sebagai Komponen Pengendalian Hama Padi Berbasis Ekologi. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 4 No. 1 Khanzada, A. G. 1993. Pest management in sugarcane: an un-abridged review.Pakistan Sugar Journal. 7(2): 11-18 Kramadibrata, I. 1995. Pengantar Ekologi Hewan. Bandung: Jurusan Biologi FMIPA ITB Mardiani, P. 2012. Tekan Serangan Penggerek Pucuk dan Batang Tebu. (Online). (http://ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpsurabaya/berita-279-tekan-serangan-penggerekpucuk--batang-tebu-efektifkan-arah--jarak-pemasangan-pias-.html). Diakses 1 Maret 2014 Nadiah, A. 2012. Kutu Bulu Putih Tebu (Ceratovacuna lanigera Zehntner.) (Hemiptera: Aphididae) Salah Satu Ancaman Industri Gula. Surabaya: BBP2TP Rahardjo, S., 2005. Keberadaan Spodoptera litura (Febricus) Sebagai Hama Utama Tanaman Tembakau Virginia Di Daerah Puyung. Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram. Mataram Rossi, M. N and Fowler, H.G., 2002. Manipulation of Fire Ant Density, Solenopsis sp., for Short-Term Reduction of Diatraea saccharalis Larva Densities in Brazil. Scientia Agricola, Vol 59 No. 2 Tobing, M.C, Nasution, D. B. 2007. Biologi Predator Cheilomenes sexmaculata (Fabr.) (Coleoptera: Coccinellidae) pada Kutu Daun Macrosiphoniela sanborni Gilette (Homoptera: Aphididae). Agritrop. Vol. 26 No. 3 Wahyudin. 2007. SETS Dunia Hewan dan Tumbuhan. Jakarta: Armandelta Selaras