makalah kelompok viii - Biologi 2010 Universitas Airlangga

advertisement
I. PENDAHULUAN
Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya terhadap
masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu “umat manusia menjamin urusannya
untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan perhatiannya kepada ilmu pengetahuan”.
(Van Melsen, 1987)
Dewasa ini ilmu menjadi sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, seolaholah manusia sekarang tidak dapat hidup tanpa ilmu pengetahuan. Kebutuhan manusia
yang paling sederhana pun sekarang memerlukan ilmu, misalnya kebutuhan pangan,
sandang dan papan, sangat tergantung dengan ilmu, meski yang paling sederhana pun.
Maka kegiatan ilmiah dewasa ini berdasarkan pada dua keyakinan berikut:
1.
Segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah, bukan saja untuk
mengerti realitas dengan lebih baik, melainkan juga untuk menguasai lebih
mendalam menurut segala aspeknya.
2.
Semua aspek realitas membutuhkan juga penyelidikan primer, seperti air,
makanan, udara, cahaya, kehangatan, dan tempat tinggal tidak akan cukup tanpa
penyelidikan itu. (Van Melsen, 1987).
Dengan demikian, ilmu pada dewasa ini mengalami fungsi yang berubah secara
radikal, dari tidak berguna sama sekali dalam kehidupan praktis menjadi “tempat
tergantung” kehidupan manusia. Penemuan-penemuan secara empiris memberikan
kemungkinan baru, yang ternyata ada gunanya dalam praktis. Ilmu yang semula
rasional-empiris menjadi rasio-eksperimental. Dengan demikian, ilmu mempunyai
akibat yakni berguna dalam kehidupan masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa ilmu pengetahuan telah banyak membantu
masyarakat. Akan tetapi juga tidak dapat dipungkiri begitu saja adanya dampak
negatif. Tentu saja dampak negatif ilmu pengetahuan tidak seharusnya membuat
manusia pesimis bahkan menyerah terhadap perkembangan tersebut. Manusia tidak
seharusnya hanya mengekor pada ilmu pengetahuan begitu saja kemudian menjadi
budak, akan tetapi ilmu pengetahuan yang harus berada di tangan manusia atau di
bawah kendali manusia. Ilmu pengetahuan dikembangkan oleh dan untuk kepentingan
kesejahteraan manusia, maka tidak seharusnya manusia menyerah. Justru dengan
ciptaannya manusia harus siap bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.
Ilmu pengetahuan terus menerus dikembangkan untuk membantu kehidupan
masyarakat dan memperpanjang tangan manusia.
I.1 Thomas Kuhn : Hidup dan Karyanya (1922-1996)
Thomas Samuel Kuhn lahir pada tanggal 18 Juli, 1992 di Cincinnati, Ohio,
Amerika Serikat. Pada tahun 1949 ia menerima Ph.D dalam fisika dari Harward
University, dan tinggal disana sebagai asisten profesor pendidikan umum dan sejarah
ilmu pengetahuan. Kemudian pada tahun 1964, ia diangkat oleh M. Taylor Pyne
sebagai Guru Besar Filsafat dan Sejarah Ilmu Pngetahuan di Princeton University.
Pada tahun 1979, ia kembali ke Boston, kali ini ia ke Massachusetts Institute of
Technology sebagai profesor filsafat dan sejarah ilmu pengetahuan. Pada tahun 1983,
ia diangkat oleh Lawrence S. Rockefeller sebagai Guru Besar Filsafat di MIT.
Kuhn merupakan salah satu filsuf yang paling berpengaruh pada pertengahan
abad kedua puluh. Karyanya yang berjudul Struktur Revolusi Ilmiahlah (The Structure
of Scientific Revolution) yang membuat namanya begitu terkenal dalam sejarah dunia
ilmu pengetahuan, hingga saat ini. Dalam buku tersebut Kuhn mulai mempopulerkan
istilah paradigma. Tema dasar argumen Kuhn adalah, bahwa pola perkembangan yang
khas dalam ilmu dewasa ini adalah transisi yang berurutan dari satu paradigma ke
paradigma lain melalui suatu proses revolusi.
1.2 Paradigma ilmu pengetahuan Thomas Kuhn
Thomas Kuhn memulai analisisnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan
dengan berpijak pada teori falsifikasi Karl Popper. Ia memfokuskan diri pada
perkembangan pembentukan sebuah teori. Lebih jauh dari itu, Kuhn ingin melihatnya
dalam konteks historis terbentuknya sebuah ilmu pengetahuan. Ia sampai pada
penemuan, bahwa sebuah teori baru tidak bisa terbentuk hanya dengan mengajukan
bukti-bukti yang bertentangan dengan teori-teori yang lama.
Secara singkat inti pemikiran Kuhn mengenai paradigma adalah, bahwa dalam
sebuah komunitas selalu terdapat sebuah teori yang dianggap mapan, dan semua orang
di dalamnya menggunakan teori tersebut. Dengan kata lain paradigma adalah sebuah
pedoman atau framework sebuah komunitas yang menjadi landasan yang mendasari
setiap gerak dan pola pikir komunitas teresbut. Teori yang mapan dan mempunyai
dominasi kuat dalam sebuah komunitas itulah yang Kuhn sebut sebagai paradigma.
Masa berlaku sebuah paradigma tidak bisa diperkirakan. Paradigma yang lama
akan hancur dan tergeser dengan paradigma baru, ketika mulai muncul masalah
internal di dalamnya. Artinya muncul sebuah masalah dari dalam yang tidak bisa lagi
dijawab oleh paradigma yang lama. Perubahan atau pergeseran paradigma tersebut
tidak bisa dibayangkan sebagai sesuatu yang teratur dan stabil, melainkan sifatnya
sangat acak dan revolusioner.
Dengan demikian Kuhn membagi ilmu pengetahuan menjadi dua bentuk, yaitu
ilmu pengetahuan dalam situasi normal, dan dalam situasi krisis. Pertama, ilmu
pengetahuan dalam situasi normal, yakni situasi dimana dalam dunia ilmu
pengetahuan terdapat sebuah paradigma yang mendominasi secara utuh dan kuat.
Dalam situasi normal ini bisa dikatakan, bahwa paradigma yang mendominasi tersebut
masih mampu menjawab semua masalah yang timbul dalam sebuah komunitas yang
memegang paradigma tersebut. Paradigma ini bertahan sampai terjadi sebuah masa,
dimana terjadi masalah internal didalamnya, dan paradigma tersebut tidak mampu lagi
menjawabnya. Ini berlangsung sampai adanya sebuah paradigma baru yang mampu
menjawab masalah tersebut. Situasi pergantian paradigma itulah yang disebut sebagai
situasi krisis dalam ilmu pengetahuan.
Kuhn menganggap bahwa usaha membandingkan dua paradigma yang
berbeda,demi mencari penilaian mana diantaranya yang valid, tidak akan pernah bisa.
Hal tersebut dikarenakan dalam melakukan penelitian, seseorang pasti telah
mempunyai paradigma juga di dalam pikiran mereka. Bagi Kuhn yang diperlukan
adalah sebuah lompatan penuh keberanian dalam mengganti paradigmanya. Dengan
demikian hal tersebut semakin memperkuat, bahwa paradigma, sadar atau tidak, selalu
mempengaruhi seluruh cara berpikir manusia dalam berbagai aspek hidupnya.
Fenomena perkembangan filsafat ilmu pengetahuan dan politik Indonesia
berdasarkan Teori Paradigma Thomas Kuhn dan Filsafat Politik Machiavelli sangat
menarik untuk tetap menjadi bahan perbincangan dan wacana diskusi yang tidak akan
pernah ada habisnya. Pertama coba kita melihatnya mulai dari ilmu pengetahuan
(sains). Di Indonesia gejolak perkembangan ilmu pengetahuan seolah-olah belum
begitu terdengar gaungnya. Hal tersebut bisa langsung kita amati dalam bidang
teknologi. Sungguh menyedihkan bahwa Indonesia hanya menjadi pemakai semata.
Manusia-manusia Indonesia masih banyak mengimpor hasil-hasil teknologi dari
negara lain. Teknologi masih hanya sekedar menjadi sebuah permainan bisnis yang
menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Tidak ada sebuah nilai kecintaan dan
kreativitas akan perkembangan ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang penelitian-penelitian pun masih
banyak yang sekedar pengajuan proposal secara besar-besaran demi mendapat
tunjangan biaya darinya. Bukan menjadi sebuah rahasia lagi, jika kita menengok
lingkungan akademis, seperti di universitas-universitas. Banyak dosen berebut
melakukan penelitian semata-mata demi mendapatkan uang penunjang. Kemudian
bisa dibayangkan bagaimana hasil penelitiannya, yang ada hanya sebuah penelitian
dangkal dan dengan metode yang acak-acakan dan sulit dipercaya validitasnya.
Dengan demikian apa yang sesungguhnya masih menjadi kerangka berpikir orangorang yang menyebut dirinya sebagai ilmuan di Indonesia di balik fenomenafenomena yang nampak tersebut.
Kemudian mari kiat beralih melihat fenomena politik. Politik di Indonesia
mempunyai sejarah yang cukup kelam, jika mengingat kembali ke masa orde baru.
Pemerintah memerintah rakyat dengan sistem yang totaliter dan bergaya diktator.
Kebebasan berpendapat dibatasi. Ini tampak dengan adanya pembredelanpembredelan banyak media masa. Berbagai cara dilegalkan oleh penguasa dengan
mengatasnamakan terciptanya kestabilan sosial dalam masyarakat. Ini semua adalah
pola berpikir yang sangat pragmatis. Namun pada akhirnya kita bisa bertanya,
sesungguhnya kestabilan nasional yang ada memiliki dasar yang kokoh? Menggelikan
kalau jawabannya adalah ya. Bagaimana mungkin moral dibangun, jika tanpa
kebebasan?
Jaman memang sudah berganti. Saat ini kita hidup pada masa reformasi yang
penuh dengan semangat demokrasi. Namun yang tetap menjadi pertanyaan adalah,
apakah paradigma di dalamnya pun telah berubah mengikuti perubahan nama yang
diberikan? Apakah politik di Indonesia benar-benar telah lepas dari paradigma
pragmatisme dangkal para pelakunya.
Fenomena perbuatan kekuasaan demi kepentingan kelompok masih sangat kuat
menghiasi panggung polotik di Indonesia. Hal tersebut dengan jelas bisa kita lihat
dalam perang kepentingan antar partai politik, baik ketika pemilu maupun dalam
praktek dikursi pemerintahan. Segala cara dilakukan demi mendapat tempat di kursi
pemerintahan, mulai dari politik uang, sampai suap di sana-sini. Fenomena lain lagi,
ketika partai masuk sebagai pembuat keputusan melalui jatah meteri, terjadi proses
kompromi dengan presiden. Kompromi ini berimplikasi pada kecenderungan partai
untuk menegosiasikan kepentingannya dengan pihak eksekutif dalam soal-soal
kekuasaan, seperti jatah menteri atau koalisi di parlemen. Kecenderungan tersebut
membuat kekuasaan. Secara singkat bisa dikatakan, bahwa tesis utama ajarannya
adalah politik tanpa moralitas.
Niccolo Machiavelli lahir di Florence, Italia pada 3 Mei 1469. Ia lahir dari
keluarga bangsawan Florentine, ayahnya seorang pengacara kaya bernama Bernardo
Niccolo Machiavelli, dan ibunya bernama Stefano Nelli. Ia hidup dan berkembang di
tengah keadaan yang serba berlimpah, mengingat pada waktu itu, keluarganya
memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pemerintah. Disamping itu Florence, kota
tempat tinggalnya, merupakan sebuah tempat persilangan dua arus daerah dengan
budaya yang berlawanan. Pertama kota Savanarola yang terkenal dengan kekuatan dan
kekerasannya, kemudian kota penuh cinta, Lorenzo. Karier Machiavelli sebagai
politikus dan diplomat berakhir, ketika ia deberhentikan dari jabatannya oleh penguasa
Italia. Dua buku karyanya yang paling terkenal adalah Discorsi sopra la prima deca di
Tito Livio (Diskursus tentang Livio) dan II Principe (Sang Pangeran). Ia menulis kedua
buku tersebut dengan harapan bisa memperbaiki keadaan politik Italia Utara ketika itu.
Namun yang mengagumkan kedua buku tersebut malah menjadi buku umum berpolitik
pada masa itu juga. Selain menulis karya-karya dibidang politik, Machiavelli juga
menulis untuk bidang-bidang lainnya, seperti bidang Sejarah, yaitu History of
Florence, Discourse on the First Decade of Titus Livius, a Life of Castruccio
Castrancani, dan History of the Affair of Lucca, serta masih banyak lagi lainnya.
Meskipun demikian sejarah mencatat, bahwa buku The Prince-lah yang mampu
dikenal oleh banyak orang. Secara singkat dalam buku tersebutlah terungkap secara
jelas ajaran Politik (pragmatisme) Machiavelli. Lebih jauh ia juga membenarkan segala
cara dalam rangka mencapai tujuan lestarinya sebuah kekuasaan. Selengkapnya saya
akan membahasnya pada sub-sub selanjutnya bagian Filsafat Politik Machiavelli.
I.3 Agama dan Politik Machiavelli
Seperti sudah kita ketahui, Machiavelli hidup pada masa awal abad pencerahan
di Italia, atau lebih sering dikenal sebagai masa modernitas. Dalam masa itu terdapat
sebuah semangat besar untuk melepaskan diri dari kungkungan tradisi dan agama yang
dirasakan sangat membelenggu kebebasan berfikir. Orang mulai menyadari kembali
jati dirinya sebagai manusia yang mampu berfikir sendiri, tanpa didasari ketakutan
akan aturan dalam tradisi dan agama.
Gejolak perubahan tersebut tidak lepas dari pengalaman akan jaman abad
pertengahan yang lebih bersifat Teosentris, yaitu bahwa segala sesuatu selalu dilihat
dalam kaca mata Tuhan. Pada masa itu filsafat harus selalu menjadi hamba atas teologi.
Lebih lanjut dalam bidang pemerintahan, banyak Kaisar yang diangkat oleh Paus.
Banyak terjadi praktek pencampuran antara agama dan pemerintahan. Paus sebagai
pemimpin gereja pun seperti menjadi penjilat para Raja dan Kaisar untuk memperoleh
wilayah dan keamanan tertentu. Akhirnya muncul banyak sikap yang bersikap kritis
terhadap hubungan antara agama dan negara. Perhatian utama para pemikir politik ini
adalah pada norma dan tujuan (normatif), bukan apa yang terjadi (deskriptif).
Bagi Machiavelli agama tidak boleh mendominasi dalam negara atau
pemerintahan. Yang harus terjadi justru sebaliknya, bahwa negaralah yang harus
mendominasi agama. Lebih lanjut bahwa agama harusnya hanyalah sebagai pemersatu
negara. Jika agama ikut campur dalam kegiatan pemerintahan negara, maka agama
hanya akan membuat terjadinya perpecahan. Turut campurnya agama dengan berbagai
kepentingan yang ada dibaliknya membuat situasi negara bergejolak, dan tidak sesuai
dengan tujuan negara. Agama memiliki makna bila bergua bagi kepentingan politik
kekuasaan, yakni untuk menjamin stabilitas sosial.
1.4 Moralitas Machiavelli
“Dan dalam tindakan manusia, khusunya raja-raja yang tidak terbatas, tujuan
menghalalkan cara”(Machiavelli, The Prince, Bab. 18). Seperti sudah sedikit
disinggung pada pembahasan sebelumnya, yaitu bahwa Machiavelli banyak mendapat
anggapan sebagai filsuf yang tidak bermoral. Anggapan tersebut muncul dari ajaran
Machiavelli, ketika ia memaparkan pandangan-pandangan politiknya dalam bukunya
yang berjudul The Prince, yang memberikan metode untuk mendapatkan dan
mengamankan kekuasaan. Pada intinya Machiavelli ingin menyajikan sebuah
pandangan tentang sebuah visi kekuasaan politik yang debersihkan dari pengaruh
moral asing, dan menyadari dasar-dasar politik yang efektif dalam menjalankan
kekuasaan. Dalam bukunya The Prine, Machiavelli memusatkan perhatiannya pada
teknik-teknik dalam rangka mensukseskan tercapainya tujuan dalam politik.
Machiavelli menegaskan bahwa demi tercapainyatujuan politik, moralitas tidak perlu
menjadi sebuah pertimbangan yang harus ditaati. Bagi Machiavelli demi tujuan yang
baik, semua cara yang diperlukan bisa dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Lebih dalam bahwa seorang penguasa tidak wajib membahas, apakah cara yang
dilakukannya dalam pemerintahannya bermoral atau tidak. Intinya selama sejalan
dengan tujuan, semua boleh dilakukan, demi tercapainya tujuan tersebut.
Dengan demikian Machiavelli menolak pandangan klasik dan Kristiani yang
mengatakan, bahwa tujuan tidak membenarkan cara. Karena memang bagi
Machiavelli, moralitas hanyalah alat untuk mencapai sebuah tujuan. Logikanya jika
moralitas hanyalah sebuah alat, maka kalau dianggap mengganggu dan mencegah
sampai pada tujuan, orang diperkenankan untuk membuangnya. Sehingga dapat
diketahui bahwa bagi Machiavelli, moralitas tidak mempunyai pengaruh apapun dalam
pencapaian tujuan politik. Peran penguasa yang penuh dengan dominasi dan “tangan
besi”nya diperlukan dalam mengatur pemerintahan. Dari situlah bisa disimpulkan,
bahwa politik Machiavelli adalah politik pragmatisme. Pragmatisme merupakan
sebuah pandangan yang lebih menekankan pada hasil semata. Orientasi utamanya
dalam setiap kegiatan adalah hasil.
Bebas nilai adalah tuntutan yang ditujukan pada ilmu pengetahuan agar ilmu
pengetahuan dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain di luar nilainilai yang diperjuangkan ilmu pengetahuan. Dalam memutuskan apakah ilmu bebas
nilai atau tidak, bisa dipahami mengingat di satu pihak objektivitas merupakan ciri
mutlak ilmu pengetahuan, sedang di pihak lain subjek yang mengembangkan ilmu
dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan
kesimpulan yang dibuatnya. Untuk itu, dalam makalah ini penulis mencoba mengkaji
lebih dalam tentang ilmu pengetahuan dan masyarakat yang ditinjau dari: pengertian
ilmu pengetahuan, pengertian masyarakat, hubungan antara ilmu pengetahuan dan
masyarakat serta ilmu pengetahuan dengan ilmu politik dan masalah bebas nilai.
II. PEMBAHASAN
II.1 Tinjauan tentang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan selain mengubah cara pandang manusia terhadap realitas,
ilmu pengetahuan melalui teknik ilmiah juga telah berhasil menjadi sarana bagi
perkembangan kekuasaan serta kontrol terhadap masyarakat. Ilmu pengetahuan adalah
warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi dari orang-orang tertentu.
Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia. Ketika budaya intelektual
Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang sebagian besarnya dicapai melalui
prestasi negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmu-ilmu eksperimental secara khusus
telah matang bagi perkembangan baru menyeluruh melalui Renaissance, Abad
Kebangkitan.
Selain itu, Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia. Ilmu pengetahuan disini bukan sekedar pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Segi-segi ilmu pengetahuan dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Contoh: Ilmu Alam hanya bisa
menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bersifat bahani (materiil
saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi
lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit.
Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa
jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi
sesuai untuk menjadi perawat.
II.2 Tinjauan tentang Masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial, ia hidup dalam hubungannya dengan orang
lain dan hidupnya bergantung dengan orang lain. Manusia merupakan makhluk yang
memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di
sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dan sebagainya.
Manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola
interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu
masyarakat.
II.2.1 Pengertian Masyarakat
Berikut ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi
dunia, diantaranya:
a. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama dan menghasilkan kebudayaan.
b. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu
ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan
antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
c. Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suatu kenyataan obyektif
pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
d. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan
manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang
cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan
sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/
kumpulan manusia tersebut.
e. Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
f. Menurut Ralph Linton masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang
hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu
membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap
sebagai satu kesatuan sosial.
II.2.2 Unsur-unsur Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur
sebagai berikut ini:
a. Berangotakan minimal dua orang.
b. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
c. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia
baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan
antar anggota masyarakat.
d. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta
keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.
II.2.3 Komponen Masyarakat
Ada beberapa komponen masyarakat diantaranya :
a. Populasi dengan aspek-aspek genetik dan demografik
b. Kebudayaan sebagai produk dari aktivitas cipta rasa, karsa dan karya
manusia. Isi kebudayaan meliputi beberapa sistem nilai, yaitu sistem
peralatan (teknologi), ekonomi, organisasi, ilmu pengetahuan, kesenian,
dan kepercayaan sistem bahasa.
II.2.4 Kriteria Masyarakat yang Baik
Menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar
sekumpulan manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat.
a. Ada sistem tindakan utama.
b. Saling setia pada sistem tindakan utama.
c. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.
d. Sebagian atau seluruh anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi
manusia.
Masyarakat tidak begitu saja muncul seperti sekarang ini, tetapi adanya
perkembangan yang dimulai dari masa lampau sampai saat sekarang ini dan
terdapat masyarakat yang mewakili masa tersebut. Masyarakat ini kemudian
berkembang mengikuti perkembangan jaman sehingga kemajuan yang dimiliki
masyarakat sejalan dengan perubahan yan terjadi secara global, tetapi ada pula
masyarakat yang berkembang tidak seperti mengikuti perubahan jaman melainkan
berubah sesuai dengan konsep mereka tentang perubahan itu sendiri.
Dalam mempertahankan kehidupannya, masyarakat beradaptasi dengan
lingkungannya. Adapun adaptasi tersebut dibedakan sebagai berikut :
a. Adaptasi
genetik;
setiap
lingkungan
hidup
biasanya
merangsang
penghuninya untuk membentuk struktur tubuh yang spesifik, yang bersifat
turun temurun dan permanen
b. Adaptasi somatis yang merupakan penyesuaian secara struktural atau
fungsional
yang sifatnya sementara (tidak turun temurun). Bila
dibandingkan dengan makhluk lainnya, maka manusia mempunyai daya
adaptasi yang relatif lebih besar.
II.2 Perkembangan dan Definisi Ilmu Politik
Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari
ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas,
maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada
akhir abad ke-19. pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan
dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi,
dan psikologi, dan dalam perkembangan ini mereka saling mempengaruhi. Akan
tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai
pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka
ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia sering dinamakan ilmu
sosial yang tertua di dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar
pada sejarah dan filsafat.
Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulis yang membahas masalah
sejarah dan kenegaraan, seperti misalnya Negarakertagama yang ditulis pada masa
Majapahit sekitar abad ke-13 dan ke-15 Masehi dan Babad Tanah Jawi. Sayangnya di
negara-negara Asia tersebut kesusastraan yang mencakup politik mulai akhir abad ke19 telah mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa
oleh negara-negara seperti Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Belanda dalam
rangka imperialisme.
Di negara-negara benua Eropa seperti Jerman, Austria, dan Prancis
bahasan mengenai politik dalam abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu
hukum dan karena itu fokus perhatiannya adalah negara semata-mata. Bahasan
mengenai negara termasuk kurikulum Fakultas Hukum sebagai mata kuliah Ilmu
Negara (Staatslehre). Di Inggris permasalahan politik dianggap termasuk filsafat,
terutama moral philosophy, dan bahasannya dianggap tidak dapat terlepas dari
sejarah. Akan tetapi dengan didirikannya Ecole Libredes Sciances Politiques di Paris
(1870) dan London School of Economics and Political Science (1985) , ilmu politik
untuk pertama kali di negara-negara tersebut dianggap sebagai disiplin tersendiri yang
patut mendapat tempat dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian,
pengaruh dari ilmu hukum, filsafat dan sejarah sampai perang dunia II masih tetap
terasa.
II.2.1 Ilmu Politik Sebagai Ilmu Pengetahuan (Science)
Adakalanya dipersoalkan apakah ilmu politik merupakan suatu ilmu
pengetahuan (science) atau tidak, dan disangsikan apakah ilmu politik memenuhi
syarat sebagai ilmu pengetahuan. Soal ini menimbulkan pertanyaan: apakah yang
dinamakan ilmu pengetahuan (science) itu? Karakteristik ilmu pengetahuan (science)
ialah tantangan untuk menguji hipotesis melalui eksperimen yang dapat dilakukan
dalam keadaan terkontrol (controlled circumstances) misalnya laboratorium.
Berdasarkan eksperimen-eksperimen itu ilmu-ilmu eksakta dapat menemukan hukumhukum yang dapat diuji kebenarannya. Jika definisi ini dipakai sebagai patokan, maka
ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya belum memenuhi syarat, karena sampai
sekarang belum ditemukan hukum-hukum ilmiah seperti itu. Mengapa demikian?
Oleh karena yang diteliti adalah manusia dan manusia itu adalah makhluk yang
kreatif, yang selalu didasarkan atas pertimbangan rasional dan logis, sehingga
mempersukar usaha untuk mengadakan perhitungan serta proyeksi untuk masa depan.
Dengan kata lain perilaku manusia tidak dapat diamati dalam keadaan terkontrol.
II.2.2 Definisi Ilmu Politik
Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau
kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Di Indonesia kita
teringat
pepatah gemah
ripah
loh
jinawi.
Orang
Yunani
Kuno
terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good
life. Mengapa politik dalam arti ini begitu penting? Karena sejak dahulu kala
masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan baik mengingat masyarakat sering
menghadapi terbatasnya sumber daya alam, atau perlu dicari satu cara distribusi
sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan puas. Ini adalah politik.
Bagaimana caranya mencapai tujuan dengan berbagai cara, yang kadang-kadang
bertentangan dengan satu sama lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa
tujuan itu hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu
(negara atau sistem politik). Kekuasaan itu perlu dijabarkan dalam keputusan
mengenai kebijakan yang akan menentukan pembagian atau alokasi dari sumber daya
yang ada.
Dengan demikian kita sampai pada kesimpulan bahwa politik dalam suatu
negara
(state)berkaitan
dengan
masalah kekuasaan (power) pengambilan
keputusan (decision making), kebijakan publik(public policy), dan alokasi atau
distribusi (allocation
or
distribution).
Politik
adalah
perebutan
kekuasaan,
kedudukan, dan harta (Politics at its worst is a selfish grab for power, glory and
riches).
Di bawah ini ada dua sarjana yang menguraikan definisi politk yang berkaitan
dengan masalah konflik dan consensus :
1. Menurut Rod Hague et al.: “politik adalah kegiatna yang menyangkut cara
bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat
kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan
di antara anggota-anggotanya.
2. Menurut Andrew Heywood: “Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang
bertujuan untuk membuat, mempertahankan , dan mengamandemenkan
peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, y ang berarti tidak
dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama.
Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai disebabkan karena
setiap sarjana meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik. Unsur ini
diperlukannya sebagai konsep pokok yang akan dipakainya untuk meneropong
unsur-unsur lain. Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa konsep-konsep itu
adalah :
1.Negara(state)
2.Kekuasaan(power)
3.Pengambilan keputusan (decision making)
4. Kebijakan (policy, beleid)
5. Pembagian (distribution)
II.2.3 Bidang-bidang Ilmu Politik
Dalam contemporary Political Science, terbitan Unesco 1950, ilmu politik
dibagi menjadi empat bidang :
1. Teori Politik.
2. Lembaga-lembaga politik.
3. Partai-partai, golongan-golongan (groups), dan pendapat umum.
4. Hubungan internasional.
II.2.4 Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain

Sejarah
Seperti diterangkan di atas, sejak dahulu kala ilmu politik erat hubuganya dengan
sejarah dan filsafat. Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik,
oleh karena menyumbang bahan, yaitu data dan fakta dari masa lampau, untuk
diolah lebih lanjut.

Filsafat
Ilmu pengetahuna lain yang erat sekali hubungannya dengan ilmu politik ialah
filsafat. Filsafat ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari
pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta
(universe) dan kehidupan manusia.

Sosiologi
Di antara ilmu-ilmu sosial, sosiologi-lah yang paling pokok dan umum sifatnya.
Sosiologi membantu sarjana ilmu politik dalam usahanya memahami latar
belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan
kelompok dalam masyarakat.

Antropologi
Apabila jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adalah terutama dalam
memberikan analisis terhadap kehidupan sosial secara umum dan menyeluruh,
maka antrophology menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan serta
peran berbagai satuan sosial-budaya yang lebih kecil dan sederhana.

Ilmu Ekonomi
Pada masa silam ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan bidang ilmu tersendiri
yang dikenal sebagai ekonomi politik (political economy), yaitu pemikiran dan
analisis kebijakan yang hendak digunakan untuk memajukan kekuatan dan
kesejahteraan negara Inggris dalam menghadapi saingannya seperti Portugis,
Spanyol, Prancis, dan Jerman, pada abad ke-18 dan ke-19.

Psikologi Sosial
Psikologi sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan
timbal balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang
mendorong manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok sosial, bidang
psikologi umumnya memusatkan perhatian pada kehidupan perorangan.

Geografi
Faktor-faktor yang berdasarkan geografi, seperti perbatasan strategis, desakan
penduduk, daerah pengaruh mempengaruhi politik.

Ilmu Hukum
Terutama negara-negara Benua Eropa, ilmu hukum sejak dulu kala erat
hubungannya dengan ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan undangundang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Cabang-cabang
ilmu hukum yang khususnya meneropong negara ialah hukum tata-negara (dan
ilmu negara).
II.2.5 Politik Pragmatisme Indonesia dan Paradigma Politik
Politik Indonesia mempunyai sejarah yang cukup kelam dan traumatis bagi
banyak orang, lebih tepatnya sejarah politik pada masa Orde Baru. Pada masa itu
pemerintah sungguh-sungguh menerapkan sistem
totaliter, diktator, dan
militeristik dalam memerintah rakyatnya. Segala sesuatu yang dianggap
mengganggu dan menghalangi pemerintah dalam langkah dan geraknya akan
langsung dihilangkan.
Pemerintah seolah-olah telah mempunyai paradigma pragmatisme dalam
mengatasi setiap masalah yang muncul didalamnya. Hal itu tercermin dalam sikap
perintah yang menghalalkan segala cara dalam rangka menciptakan suasana yang
seolah-olah harmonis dan damai. Bahkan moralpun tidak menjadi sesuatu yang
penting lagi untuk dipertimbangkan, persis seperti apa yang Machiavelli ajarkan.
Paradigma tersebut ada sampai terjadi sebuah krisis, dimana rakyat mulai
berontak, dan menggulingkan pemerintahan saat itu.
Kini era telah berganti menjadi apa yang banyak orang sebut sebagai era
reformasi. Usaha menjadi pemerintah yang demokratis terus digalakkan ke
berbagai bidang kehidupan. Namun apakah sungguh paradigma lama telah
berganti pula menjadi paradigma yang baru, setelah mengalami krisis? Apakah
paradigma pragmatis sudah benar-benar hilang dari para pelaku politik Indonesia?
Jika diamati secar mendalam ternyata paradigma pragmatisme dalam politik
diam-diam masih kuat. Paradigma politik pragmatisme masih dipakai dalam
kehidupan politik di Indonesia, mulai dari tingkat daerah sampai pusat. Banyak
contoh yang bisa digunakan untuk membuktikan keberadaan paradigma politik itu.
Salah satu contoh besar yang kita angkat adalah fenomena yang ada dalam partaipartai politik
Politik di Indonesia tidak lebih dari sekedar politik perang kepentingan antar
golongan dalam memperebutkan kekuasaan. Pemerintah seolah-olah tidak berani
mengambil sebuah langka berbeda untuk melepaskan diri dari arus tersebut.
Namun rasanya sulit juga bagi pemerintah untuk melepaskan diri dari arus
tersebut, karena mereka menjadi penguasa politis juga dengan memegang
paradigma pragmatisme tersebut.
III. Hubungan Kesesatan Berpikir dengan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Politik
Sama halnya dengan ilmu sosial lainnya, metode ilmiah yang digunakan dalam
ilmu politik menggunakan model deduksi, yaitu melihat hal-hal yang bersifat umum
dahulu kemudian baru melihat hal-hal yang bersifat khusus (deduksi). Ruang lingkup
yang dipelajari ilmu politik sangat luas. Tidak hanya masalah mengenai negara saja,
tetapi juga banyak mempelajari tentang kekuasaan, cara mengelolanya, kebaikan
bersama dan masalah lainnya yang saling berkaitan. Oleh karena itu para ahli ilmu
politik melihat sebuah permasalahan dari hal-hal yang bersifat umum atau cakupan
yang luas, baru kemudian mengambil beberapa masalah yang dibahas lebis spesifik.
Pada ilmu poltik terdapat sejumlah perdebatan mengenai pendekatanpendekatan yang digunakan. Ada yang berpendapat tentang pendekatan normatif
yang membahas baik buruk dan pendekatan perilaku yang memusatkan pada tingkah
laku perilaku manusia pada perilaku politiknya. Namun kebanyakan ahli
menggunakan pendekatan perilaku dalam metode pengamatannya. Dengan
pendekatan tersebut para ahli dapat memprediksi gejala-gejala politik yang akan
terjadi melalui tingkah laku aktor politik dan masyarakat.
IV. Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat
Perbedaan antara situasi ilmu pengetahuan dulu dan sekarang tentu tidak
terbatas pada kesatuan lebih besar yang menandai ilmu pengetahuan di masa lampau.
Terdapat juga perbedaan-perbedaan lain. Antara lain cukup menyolok mata bahwa
tempat yang diduduki ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari dulu sama
sekali berbeda, kalau dibandingkan dengan situasi sekarang. Dulu ilmu pengetahuan
praktis tidak mempengaruhi hidup sehari-hari. Dan dianggap biasa saja, bila ilmu
pengetahuan tidak mempunyai konsekuensi dalam kehidupan kemasyarakatan.
Dalam konteks ini terdapat perkataan Aristoteles yang cukup menarik, umat
manusia menjamin urusannya untuk hidup sehari-hari barulah dapat diarahkan
perhatiannya kepada ilmu pengetahuan. Jadi, rupanya kegiatan ilmiah tidak bertujuan
mempermudah urusan ini atau meningkatkan taraf hidup jasmani. Apalagi, pada
waktu itu tidak mungkin orang berpikir untuk meningkatkan taraf hidup, karena
tingginya taraf hidup dianggap telah ditentukan oleh alam kodrat dan manusia tidak
sanggup mengubah alam kodrat.
Dulu ilmu pengetahuan mempunyai tujuan yang sama sekali berbeda. Ilmu
pengetahuan bertujuan memperingatkan manusia bahwa selain makhluk alamiah
(makhluk yang tersimpul dalam tata susunan alam), ia masih merupakan sesuatu
yang lain, yaitu makhluk yang mengetahui tentang dirinya dan dengan demikian juga
tentang perbedaannya dengan alam. Ilmu pengetahuan bermaksud mendalami
pengertian tentang diri manusia dan alam itu supaya secara rohani manusia dapat
sampai pada inti dirinya. Karena itu ilmu pengetahuan tidak berguna dalam arti
bahwa ilmu pengetahuan tidak berusaha mencapai sesuatu yang lain. Ilmu
pengetahuan dipraktekkan untuk ilmu pengetahuan itu sendiri.
Kini fungsi kemasyarakatan dari ilmu pengetahuan telah berubah secara
radikal. Bahwa ilmu pengetahuan sekarang ini melayani kehidupan sehari-hari
masyarakat menurut segala aspeknya. Tentu saja dapat dikatakan juga bahwa kita
sekarang ini berada dalam semacam gerak spiral: di satu sisi kita harus menggunakan
ilmu pengetahuan untuk menjamin kebutuhan-kebutuhan kita yang paling elementer
dan di lain sisi keharusan itu sebagian disebabkan karena telah mempengaruhi dan
mengubah keadaan hidup kita yang natural. Kita sendiri telah menciptakan suatu
situasi yang ganjil.
Lebih dahulu kita telah merusak lingkungan hidup yang natural (air, udara,
tanah) dan kemudian kita harus membersihkan lagi lingkungan itu. Tidak alasan
untuk membanggakan situasi seperti itu. Namun demikian, kita sepatutnya hati-hati
dulu dan tidak terlanjur cepat melontarkan penilaian kita. Bagaimanapun juga dulu
hanya sejumlah kecil orang sanggup memanfaatkan sumber-sumber alamiah dan
dengan berbuat demikian mereka selalu merugikan serta mengorbankan orang lain.
Bagi kita sekarang lebih penting adalah pertanyaan bagaimana sampai terjadi bahwa
ilmu pengetahuan tidak saja menjadi berguna untuk kehidupan sehari-hari melainkan
juga unsur yang tidak mungkin dilepaskan lagi dari hidup kita.
Gagasan Islam tentang ilmu pengetahuan menyatu dengan keinginan mencapai
kebahagian akhirat, cita-cita akan manfaat bagi kemanusiaan, dan tanggung jawab
dalam rangka meraih ridha Allah. Mengalir ke masa depan bak banjir cepat yang
penuh kekuatan dan daya hidup, dan terkadang menyerupai taman mempesona, alam
semesta ini seperti buku yang dipersembahkan kepada kita untuk dipelajari, sebuah
pameran untuk disaksikan, dan sebuah amanah yang dipercayakan kepada kita
dengan kebolehan mengambil manfaat darinya. Dengan mempelajari makna dan isi
amanah ini, kita harus menggunakannya dengan cara yang bermanfaat bagi generasi
masa depan serta generasi sekarang. Jika kita mau, kita dapat mengartikan ilmu
pengetahuan sebagai hubungan sebagaimana diidamkan di atas antara manusia dan
dunia ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi
dari orang-orang tertentu. Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia.
Ketika budaya intelektual Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang
sebagian besarnya dicapai melalui prestasi negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmuilmu eksperimental secara khusus telah matang bagi perkembangan baru menyeluruh
melalui Renaissance, Abad Kebangkitan.
Jika ilmu pengetahuan sejati berarti mengarahkan kecerdasan menuju
kebahagiaan akhirat tanpa mengharapkan keuntungan materi, melakukan pengkajian
tak kenal lelah dan terperinci tentang alam semesta untuk menemukan kebenaran
mutlak yang mendasarinya, dan mengikuti metoda yang diperlukan untuk mencapai
tujuan itu, maka ketiadaan hal-hal tersebut memiliki arti bahwa ilmu pengetahuan
tidak dapat memenuhi harapan kita.
Sebelum Kristen, Islam adalah pembawa obor pengetahuan ilmiah. Pemikiran
agama yang memancar dari kebahagian akhirat, dan cinta serta semangat yang
muncul dari pemikiran itu, yang disertai rasa kefakiran dan ketidakberdayaan di
hadapan Pencipta Maha Kekal, berada di balik kemajuan ilmiah besar selama 500tahun yang tersaksikan di dunia Islam hingga akhir abad kedua belas. Gagasan ilmu
pengetahuan berdasarkan Wahyu Ilahi, yang mendorong penelitian ilmiah di dunia
Islam, dipersembahkan nyaris sempurna oleh tokoh-tokoh terkemuka zaman itu, yang
tenggelam dalam pikiran tentang kebahagiaan akhirat, meneliti alam semesta tanpa
kenal lelah untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Ketaatan mereka kepada Wahyu
Ilahi menyebabkan kecerdasan yang berasal dari Wahyu itu memancarkan cahaya
yang memunculkan gagasan baru ilmu pengetahuan di dalam jiwa manusia.
Jika gagasan ilmu pengetahuan, yang diterima dan dimanfaatkan oleh
masyarakat seolah merupakan bagian dari risalah Ilahi, dan yang dipelajari dengan
semangat ibadah, tidak pernah terkena serangan Mongol yang menghancurkan serta
terpaan Perang Salib yang tak berbelas kasih dari Eropa, maka dunia hari ini akan
lebih tercerahkan, memiliki kehidupan intelektual yang lebih kaya, teknologi yang
lebih sehat, dan ilmu pengetahuan yang lebih menjanjikan. Saya katakan ini karena
gagasan Islam tentang ilmu pengetahuan menyatu dengan keinginan mencapai
kebahagian akhirat, cita-cita akan manfaat bagi kemanusiaan, dan tanggung jawab
dalam rangka meraih ridha Allah.
Cinta akan kebenaran mengarahkan penelitian ilmiah sejati. Ini berarti
mendekati alam semesta tanpa pertimbangan keuntungan materi dan balasan
duniawi, dan mengamati dan mengenalinya sebagaimana kenyataan sebenarnya.
Sementara mereka yang dilengkapi dengan cinta seperti itu dapat mencapai tujuan
akhir dari penelitian mereka, mereka yang terkena syahwat duniawi, cita-cita materi,
prasangka
ideologis,
dan
taklid
buta
terhadapnya,
serta
tidak
mampu
mengembangkan rasa cinta akan kebenaran apa pun, akan gagal, atau lebih buruk
lagi, mengalihkan jalannya penelitian ilmiah dan menjadikan ilmu pengetahuan
sebagai senjata mematikan untuk digunakan melawan kemampuan terbaik umat
manusia.
V. Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Politik.
Politik dapat dikatakan sebagai filsafat karena dalam mempelajari politik
diperlukan cara berfikir yang kompleks, sistematis, serta politik adalah sebuah ilmu
yang menyangkut aspek kehidupan manusia berkaitan dengan kemenangan yang
perlu dianalisis secara kritis.
Politik juga dapat dikatakan sebagai ilmu, karena politik memenuhi syarat
sebagai sebuah ilmu. Van Dyke mengatakan politik sebagai ilmu dengan
mengemukakan 3 syarat yakni :
1. Variability
Politik dapat diuji oleh banyak spesialis dalam bidang ilmu yang bersangkutan
sehingga menimbulkan keyakinan yang mantap, baik bobot maupun pengakuan
dan dapat menjadi dasar bagi prediksi.
2. Sistematis
Pengetahuan dikatakan sistematis jika diorganisir kedalam pola atau struktur
dengan hubungan yang jelas, kepedulian terhadap system berarti para ahli ingin
meneruskan dari fakta-fakta yang khusus ke yang umum, dari pengetahuan faktafakta yang terpisah menuju pengetahuan hubungan antara fakta-fakta tersebut. Hal
ini sesuai dengan tujuan ilmu yaitu mencapai suatu hubungan antar fakta yang
sistematis.
3. Generality
Alasan untuk menekankan pada generality ini berkaitan dengan tujuan utama karya
ilmiah yaitu memberikan eksplanasi dan prediksi. Objek dalam ilmu adalah untuk
mengembangkan generalisasi sehingga eksplanasi dan prediksi dapat berjalan
dengan tingkat kemungkinan yang maksimal.
Politik adalah sebuah ilmu yang memerlukan segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan
ilmu maupun hubungan ilmu dengan seala segi dari kehidupan manusia. Selain itu,
politik suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi pemekarannya
bergantung pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan
ilmu sehingga terjadi relevansi antara politik dan filsafat ilmu.
VI. Dampak Ilmu Pengetahuan Terhadap Masyarakat
Dampak ilmu pengetahuan terhadap life-world (disebut juga dunia praktis,
mencakup pengalaman subjektif-praktis manusia) ada dua, yaitu dampak intelektual
langsung terutama tentang perubahan cara pandang terhadap realitas dan dampak tidak
langsung melalui mediasi teknili-teknik ilmiah terutama teknik-teknik produksi dan
organisasi sosial. Terdapat beberapa hal dalam ilmu pengetahuan yang menyebabkan
modernisasi, hilangnya pemikiran-pemikiran tradisional, dan majunya efisiensi dan
kemandirian dalam penerapan ilmu pengetahuan di kehidupan sehari-hari. Yang
pertama adalah ilmu pengetahuan merintis jalan kepada kemandirian dalam berpikir
berdasarkan pengamatan terhadap gejala-gejala alam atau sosial melalui kemajuan
teknologi. Karenanya manusia menjadi mengetahui fakta-fakta mengenai gejala-gejala
alam dan sosial, serta dapat rnemecahkan sendiri masalah-masalah alam dan sosial
tersebut berdasarkan fakta-fakta yang diketahui.
Yang kedua adalah ilmu pengetahuan berangkat dari suatu filosofi tentang
alam sebagai suatu yang otonom, yang memiliki hukumnya sendiri. Dunia fisik dan
dunia organis berkembang menurut regularitas tertentu dan regulitas itu pada
gilirannya mempertegas sifat otonomi dari dunia fisik dan organis. Yang ketiga adalah
disingkirkannya konsep tujuan. Ilmu pengetahuan hanya mengenal sebab efisien dari
suatu peristiwa. Oleh karena itu ilmu pengetahuan lebih memperhatikan konsep
kasualitas dibandingkan dengan konsep finalitas. Yang keempat adalah munculnya
globalisasi sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan
adanya globalisasi, informasi dari berbagai belahan dunia menjadi mudah untuk diraih
dan oleh karenanya terjadiah modernisasi dan regresi kebuda;aaan tradisional.
Yang terakhir adalah dari segi kontemplasi, tampaknya ilmu pengetahuan
merendahkan manusia, dengan tidak segan-segan menjelaskan bahwa manusia tidak
banyak artinya daiarn seluruh alam semesta. Namun dari segi praktis, ilmu
pengetahuan dapat mengangkat manusia justru karena dengan ilmu pengetahuan
manusia dapat berbuat banyak. Rasionalitas ilmu pengetahuan itu tidak hanya
mengubah cara pandang tradisional kita, tetapi juga teologi yang terlalu teosentris.
VII. Masalah Bebas Nilai
Bebas nilai adalah tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan
pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Tujuan dari tuntutan bebas nilai ini adalah
agar ilmu pengetahuan tidak tunduk pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahtuan
sehingga mengalami distorsi dan agar kebenaran tidak dikorbankan untuk nilai-nilai di
luar ilmu pengetahuan.
Ada tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai,
yaitu sebagai berikut:
1. Ilmu harus bebas dari berbagai pengandaian, yakni bebas dari pengaruh eksternal
seperti faktor politis, idoelogi, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan lainnya.
2. Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin.
Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.
Terdapat dua konteks bebas nilai dalam ilmu pengetahtuan, yakni context of
discovery dan context of justification. Context of discovery merupakan konteks di mana
ilmu pengetahtuan ditemukan. Dalam konteks ini ilmu pengetahuan tidak bebas nilai.
Banyak penemuan ilmu pengetahtuan dilatarbelakangi oleh nilai-nilai di luar ilmu
pengetahuan. Sedangkan dalam context of justification, yaitu konteks pengujian ilmiah
terhadap hasil penelitian dan kegiatan ilmiah, ilmu pengetahuan harus bebas nilai.
Hanya kebenaran data, fakta, dan keabsahan metode ilmiah yang diperhitungkan.
VIII. KESIMPULAN
1. Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.
2. Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan
terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
3. Tidak dapat dipungkiri Ilmu pengetahuan telah banyak membantu masyarakat dan
mempermudah segala urusan masyarakat. Akan tetapi juga tidak dapat dipungkiri
begitu saja adanya dampak negatif.
4. Ilmu pengetahuan dapat menciptakan suatu masyarakat yang enlightened hanya
bila masyarakat itu mengikuti rasionalitas ilmu pengetahuan yang taat pada rasio.
Apabila kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak diimbangi dengan adanya
watak intelektual, maka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut akan
disalahgunakan. Orang-orang akan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi hanya untuk keuntungan pribadi semata, bukan untuk kepentingan
orang banyak. Dengan adanya watak intelektual dalam menghadapi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka masyarakat yang modern, maju, serta
makmur akan dapat tercapai.
5. Bebas nilai adalah tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada
hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.
6. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, sadar atau tidak, politik dan sains di
Indonesia mempunyai sebuah kesamaan paradigma, yaitu bahwa keduanya samasama memegang paradigma pragmatisme khas Machiavelli dalam aktivitasnya.
Hal tersebut nampak jelas dalm fenomena-fenomena yang terjadi dalam sains dan
politik yang hanya berorientasi pada tujuan, hingga akhirnya sedikit demi sedikit
mengabaikan proses atau cara mencapainya. Pandangan Machiavelli banyak
dibenci oarang, namun tanpa sadar, banyak juga yang melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas Hamami M. 1976. Filsafat ( Suatu Pengantar Logika FormalFilsafat Pengetahuan ). Yogyakarta : Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat
UGM.

Adib, Mohammad. 2007. Bahan Ajar Filsafat Ilmu dan Logika. Surabaya :
Laboratorium Humaniora Tingkat Perisapan Bersama (TPB) Universitas
Airlangga.

Taat Putra, Suhartono. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Penerbit Pustaka
Pelajar.

Anonim.2009.Dampak Intelektual Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
http://kuliahfilsafat.wordpress.com/2009/08/28/dampak-intelektualilmu-pengetahuan-dan-teknologi/. Diakses pada tanggal 10 Desember
2011. Pukul 20:00

“Hubungan
Ilmu
Pengetahuan
dan
Politik”
http://a2i3sc0ol.blogspot.com/2008/09/sifat-arti-dan-hubungan-ilmupolitik.html.
Download