MODEL PEMBELAJARAN KOOPERTIF (TUGAS MK. FILSAFAT ILMU) Dosen Pengampu Dr. Salam, M.Pd. Oleh LALU MURDI (11B02068) PEN. SEJARAH PENDIDIKAN SEJARAH PROGRAM PASCASARJANA (S2) UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR (UNM) PENDAHULUAN Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmatnya bagi kita semua, lebih-lebih kepada penyusun makalah ini sehingga dengan rahmatnya makalah ini dapat terselesaikan, walaupun kekurangan yang ada di dalamnya adalah sesuatu yang pasti dan itulah yang akan kita perbaiki bersama. Makalah yang yang berjudul “model pembelajaran koopratif” ini membahas konsep dasar dari kerangka berpijak model pembelajaran ini, karakteristik model pembelajaran kooperatif, prosedur yang ada di dalamnya, serta model pembelajaran apa saja yang ada di dalamnya. Adapun tujuan dari penelaahan metode kooperatif ini sebagai wahana untuk mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknoligi (IPTEK), karena keberadaannya akan memberikan sesuatu yang berbeda di bandingkan metode dan model pembelajaran konvensional lainnya. Sekali lagi penyusunan makalah ini jelas jauh dari lengkap karena beberapa alasan seprti keterbatasan ruang dan waktu, karena ini hanya berupa makalah, maka hal-hal penting saja yang perlu di paparkan, selain itu kekurangannya terletak pada penyusun yang masih kurang pengetahuannya. Karenanya penyusun mengharapkan perbaikan dan koreksi yang sifatnya membangun dari semua pihak. Terakhir semoga makalah ini ada artinya bagi kita dalam menambah hazanah wawasan kita walaupun hanya sedikit. Amin.. Makassar 11- 12- 2011 Penyusun BAB I PENDAHULUANN A. LATAR BELAKANG Menelaan kesejarahan system pembelajaran di Indonesia, sepintas dapat kita lihat orang-orang tua kita terutama dalam hapalannya jauh lebih bagus hapalannya dari generai saat ini. Hal ini di karenakan suatu keterpokusan pada satu persoalan, dimana media elektonik seperti Koran sangat langka, buku panduan hanya guru yang punya, apa lagi media internet yang membuat informasi sangat instan untuk di cari. Jangankan prasarana tadi, hal yang paling mendasar seperti buku dan pensil saja mereka tidak punya, karenanya media ingatan adalah satu-satunya perekam ilmu tesebut. Apa yang diajarkan itulah yang di dapatkan. Adapun system pengajaran berorientasi pada guru, sedangkan siswa hanya sebagai penerima. Melihat pola pembelajaran ini untuk ukuran saat itu memang sangat bagus karena otak anak akan terus terlatih. Lalu cocokkah jika hal itu di terapkan ketika saat ini pengetahuan anak sudah terkontaminasi dengan media yang serba instan dan ketidak terpokusan karena banyaknya informasi yang berkeliaran? Jelas konsentrasi kecerdasan anak tidak akan dapat di ajar dengan pendekatan teradisional tersebut meskipun telah menghasilkan orang-orang penghapal cerdas pada jamannya. Dengan demikian karena informasi dan pengetahuan dengan sendirinya seorang siswa dapat mengeksesnya melalui media internet misalnya, maka fungsi guru sudah seharusnya berubah dari hanya menyampaikan pengetahuan menjadi sebagai fasilitator sdan lain sebagainya. Keberadaan model pengajaran yang berbasis siswa dalam penerapan model pembelajaran seperti yang di jelaskan di atas dapat kita pahami dari teorinya Peaget sebagai dasar berpijaknya teori konstruktivisme. Adapun teori konstruktivisme ini adalah landasan berpijak dari metode pembelajaran kooperati yang pada dasarnya berorientasi pada siswa namun dengan cara berkelompok. Sehingga salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif ini yang berpijak pada teori konstruktivisme. Karenanya dalam makalah yang singkat ini penelaahan mengenai metode ini akan coba kami rangkum dengan singkat dan jelas meskipun masih banyak kekurangan. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarak latar belakang di atas dengan demikian maka rumusan masalah yang dapat di ajukan adalah sebagai berikut: - Apakah yang di maksud dengan metode pembelajaran kooperatif ? - Bagaimanakan konsep dasar model pembelajaran kooperatif ? - Bagaimanakan karakteristik model pembelajaran kooperatif ? - Bagaimanakan prosedur pembelajaran kooperatif ? - Model belajar apa saja yang termasuk dalam metode pembelajaran kooperatif? BAB II PEMBAHASAN A. SEBUAH PENDAHULUAN Teori konstruktivisme adalah teori yang melandasi metode pembelajaran kooperatif. Sebagaimana di katakana Soejadi yang di kutif oleh Rusman (2011) mengatakan bahwa pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang konfleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Menurut Robert E. Slavin (2008), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu mengondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dann membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreativitas), sehingga menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran (Rusman, 2011: 201). Dalam teori konstruktivisme ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang di hadapkan pada masalahmasalah kompleks untuk di cari solusinya, selanjutnya menemukan bagianbagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan. Model pembelajaran ini di kembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama di kemukakan bahwa pengetahuan itu di bangun dalam pikiran anak (Sulaiman, 1988:181). Perkembangan kognitif kata Piaget, sebagaimana di kutif Djaali (2006) tergantung pada akomodasi yang berupa perubahan respons individu terhadap stimulasi, sebagai perbedaan dari asimilasi yang memerankan peranan individu. Karena sesuai dengan fitrahnya ketika anak sudah masuk sekolah apa lagi masa lanjut mereka dalam hal ini memerlukan kerja sama dengan siswa lain untuk menyelesaikan masalahnya, karena dengan demikian kognisi yang ada pada masing-masing individu dapat beroperasi dengan baik. Dengan demikian sesuai dengan teori Piaget yang berorientasi siswa, karenanya skema merupakan aspek yang pundamental dala teori Piaget, namun sangat sulit untuk dipahami secara komprehensif. Dia meyakini bahwa inteligensi bukan suatu yang di miliki anak, tetapi yang dilakukannya. Anak memahami lingkungan hanya melalui perbuatan (melakukan sesuatu terhadap lingkungan) (Syamsu Yusuf, 2000: 5). Karenanya teori konstruktivisme ini dari latar belakangnya memang berorientasi pada keaktifan langsung siswa untuk mengeksplorasi pengetahuannya dan guru hanya sebagai pasilitator dan lain sebagainya. B. KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dariempat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heteogen. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi yang di lakukan antara guru dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication) (Rusman, 2011: 203). Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang di lakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang di lakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertantu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah di rumuskan (Sanjaya 2006: 239). Pembelajaran Koopratif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsure dasar pembelajaran koopratif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang di lakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok system pembelajran koopratif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih epektif. Dalam pembelajaran koopratif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesame siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) lebih epektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011: 203-204). Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang di lakukan oleh siswa dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan. Terdapat empat hal penting dlam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus di capai oleh kelompok. Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan atas: (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3) perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa (Rusman, 2011: 204). Siahan sebagaimana di kutif Rusman (2011) mengutarakan lima unsure esensial yang di tekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) saling ketergantungan yang positif, (b) interaksi berhadapan (face to face interacton), (c) tanggung jawab individu (individual responsibility), (d) keterampilan sosial (social skills), (e) terjadi proses dalam kelompok (group processing) Model pembelajran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak di gunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasakan hasil penelitian yang di lakukan oleh Slavin sebagaimana di kutif Rusman (2011). dinyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. C. KARAKTERISTIK KOOPERATIF MODEL PEMBELAJARAN Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif seperti di katakana Rusman (2011) dapat di jelaskan sebagai berikut: 1. Pembelajaran Secara Tim 2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif 3. Kemajuan untuk Bekerja Sama 4. Keterampilan Bekerja Sama Sedangkan ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut: a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. b. Kelompok di bentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu. Tahap 1. - Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa 2. - Menyajikan informasi 3. - Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok2 belajar 4. - Membimbing kelopmpok bekerja dan belajar 5. - Evaluasi 6. - Memberikan Penghargaan TINGKAH LAKU GURU - Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar. - Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan. - Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara epektif dan efesien - Guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. - Guru mengevaluasi hasil belajar tentang matri yang telah di pelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya - Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok D. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN KOOPERATIF Menurut Roger dan David Johnson (Rusman, 2011) ada lima unsure dasar dalam pembelajaran koopratif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut. 1. Prinsip ketergantungan pisitif, yaitu dalam pembelajaran koopratif, keberhasilan dan penyelesaian tugas tergantung pada usahayang di lakukan oleh kelompok tersebut. 2. Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. 3. Interaksi tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling member dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. 4. partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran 5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu husus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih epektif. E. PROSEDUR PEMBELAJARAN KOOPERATIF Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada perinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut. 1. Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahap penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. 2. Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah di bentuk sebelumnya. 3. Penilaian, dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang di lakukan secara individu atau kelompok. 4. pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi. F. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1. Model Student Teams Achievement Division (STAD) Model ini kata Rusman (2011) di kembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Gagasan utama dari belakang STAD seperti di katakana Slavin adalah untuk memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang di anjurkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran. Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif model STAD ini adalah: a. Penyampaian Tujuan dan Motivasi b. Pembagian Kelompok Siswa di bai dalam beberapa kelompok, dimana dalam setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/ jenis kelamin, rasa tau etnik. c. Presentasi Guru Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut di pelajari. d. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim) Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, member bimbingan, dorongan dan bantuan bila di perlukan. e. Kuis (Evaluasi) Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang di pelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. f. Penghargaan Prestasi Tim Pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Menghitung skor individu 2) Menghitung skor kelompok 3) Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok 2. Model Jigsaw Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan temantemannya di Universitas Texas. Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzaw), yaitu siswa melakukan sesuatu keguatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Stephen, Sikes and Snaap (Rusman, 2011), mengemukakan langkahlangkah pembelajaran kooperatif model Jigsaw sebgai berikut: a. Siswa di kelomokkan ke dalam 1 sampai 5 anggota tim; b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda; c. Tiap orang dalam tim diberi bagan materi yang di tugaskan; d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/ subbab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka; e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama; f. Tiap ahli mempresentasikan hasil diskusi ; g. Guru member evaluasi h. penutup. 3. Investigasi Kelompok (Group Investigation) Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Adapun implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran, secara unum dibagi menjadi enam langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi topic dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok (para siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik dll, dimana kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen); (2) merancang tugas belajar (apa yang kita selidiki, bagaimana melakukannya, untuk apa topic itu di investigasi dll); (3) melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, menyimpulkan dll); (4) menyiapkan laporan akhir; (5) mempresentasikan laporan akhir; (6) evaluasi. Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation langkahlangkah pembelajarannya adalah: a. membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari kurang lebih 5 siswa; b. memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis; c. mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati. 4. Model Make a Match (Membuat Pasangan) Metode Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/ soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya di beri poin. Langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut. a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/ topik yang cocok untuk seri review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sebaliknya berupa kartu jawaban). b. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang di pegang. c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/ kartu jawaban). d. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebalum batas waktu diberi poin. e. Salah satu babak kartu di kocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. f. Kesimpulan. 5. Model TGT (Teams Games Tournament) Menurut Saco (Rusman, 2011), dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masig-masing. Permainan dapat di susun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan mata pelajaran. Kadang-kadang dapat juga di selingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka). TGT adalah satu tupe pembelajaran koopratif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyejikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang di berikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Menurt Slavin (Rusman, 2011) pembelajaran koopratif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyejian kelas (class presentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandinagan (tournament), dan penghargaan kelompok (team recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran koopratif tipe TGT memiliki cirri-ciri sebagai berikut: a. siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil; b. games tournament; c. penghargaan kelompok. 6. Model Strukrural Menurut pendapat Spencer dan Miguel Kagan (Rusman, 2011) bahwa terdapat enam komponen utama di dalam pembelajaran Kooperatif tipe pendekatan struktural. Keempat komponen itu adalah sebagai berikut. a. Struktur dan Konstruk yang Berkaitan Premis dasar dari pendekatan struktural adalah bahwa ada hubungan kuat antara yang siswa lakukan dengan yang di pelajari siswa, yaitu interaksi di dalam kelas telah member pengaruh besar pada perkembangan siswa pada posisi sosial , kognitif dan akademisnya. b. Prinsip-prinsip Dasar c. d. e. f. Ada empat prinsip dasar yang penting untuk pendekatan structural pembelajaran koopratif, yaitu interaksi serentak, partisipasi sejajar, interdependensi positif, dan akuntabilitas perseorangan. Pembentukan Kelompok dan Pembentukan Kelas Kagan (Rusman, 2011) membedakan lima tujuan pembentukan kelompok dan memberikan struktur yang tepat untuk masing-masing. Kelima tujuan pembentukan kelompok itu adalah: (1) agar dikenal; (2) identitas kelompok; (3) dukungan timbale balik; (4) menilai perbedaan; dan (5) mengembangkan sinergi. Kelompok Kelompok belajar kooperatif memiliki identitas kelompok yang kuat, yang idealisnya terdiri dari empat anggota yang berlangsung lama. Kagan (Rusman, 2011) menbedakan empat tipe kelompo belajar tersebut adalah: (1) kelompo heterogen; (2) kelompok acak; (3) kelompok minat; dan (4) kelompok bahasa homogen. Tata Kelola Dalam kelas kooperatif ditentukan adanya interaksi siswa dengan siswa, untuk itu manajemen melibatkan berbagai keterampilan berbeda. Keterampilan Sosial The Structured Nature Approach untuk memperoleh keterampilan sosial menggunakan empat alat, yakni (1) peran dan gerakan pembuka; “(2) pemodelan dan penguatan; (3) struktur dan penstrukturan; dan (4) refleksi dan waktu perencanaan. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dariempat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heteogen. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi yang di lakukan antara guru dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication). Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif seperti di katakana Rusman (2011) dapat di jelaskan sebagai berikut: 1. Pembelajaran Secara Tim 2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif 3. Kemajuan untuk Bekerja Sama 4. Keterampilan Bekerja Sama Adapun model-model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1. Model Student Teams Achievement Division (STAD) 2. Model Jigsaw 3. Investigasi Kelompok (Group Investigation) 4. Model Make a Match (Membat Pasangan) 5. Model TGT (Teams Games Tournament) 6. Model Struktural B. SARAN Perkambangan tehnologi bagaimanapun juga secara jelas telah berpengaruh terhadap pola pikir (mind set) siswa dalam pendidiakan. Salah satu perkembangan pesat dari adanya IPTEK yang menggelobal adalah penggunaan internet dan media lainnya seperti TV, surat kabar dan buku pelajaran yang begitu banyak, sehingga pola pengajaran yang bertumpu pada guru, berubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Oleh karena itu, satu hal yang paling penting sekarang bagi guru adalah bagaimana memanfaatkan media yang ada dengan model pembelajaran seperti model kooperatif di atas misalnya. Begitu juga dengan model pembelajaran hapalan sebenarnya tidak jelek karena hal tersebut sangat penting. Dengan demikian yang penting proses pengajaran adalah selain memberikan bimbingan dengan siswa yang aktif mencari bahannya, penguasaan pelajaran dengan penyimpanan memori otak juga harus di perioritaskan. DAFTAR PUSTAKA - Djaali. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara. - Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. - Sulaiman Dadang. 1988. Teknologi/ Metodologi Pengajaran. Jakarta: - Depdikbud. Syamsu Yusuf. 2000. Psikologi Perkembangan Anak & dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya. Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Setandar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Pemikiran Thomas Kuhn A. Latar Belakang Masalah. Selama hampir satu abad, sampai terjadinya perang Dunia I, ilmu secara nyaris universal telah dipandang dengan kacamata heroik. Para ilmuwan berjuang sendirian untuk mencari kebenaran. Ilmu adalah aktivitas yng murni dan otonom, terlepas dari teknologi dan industry serta mengatasi atau melampui masyarakat. Kemurnian penelitian ilmiah secara khusus ditegaskan di Universitas-universitas dimana riset dilakukan dan demi pegetahuan dan dimana generasi para ilmuwan masa depan dididik. Namun kendati ilmu tetap murni sepanjang zaman, tetap saja terdapat kesalahan-kesalahan yang harus dikoreksi. Tapi tidak semua meyakini akan kemurnian ilmu. Ernst Mach (1838-1916) fisikawan dan filosof ilmu, dalam beberapa dasawarsa menjelang Perang Dunia I, ketika para ilmuwan fisika terlibat dalam industry dan militer, ia justru membela ilmu yang tepat guna untuk memenuhi kebutuhan manusia. Mach ditentang oleh Max Planck (1858-1947) fisikawan Jerman yang mendukung idealitas ilmu yang lebih otonom. Perdebatan mereka memunculkan banyak isu epistemology dan politik yang penting, dan isu yang paling bertahan diantaranya adalah yang memandang realism bertentangan dengan instrumentalisme dalam filsafat ilmu. Dalam perdebatan antara murni dan tidaknya sebuah pengetahuan dari kekuasaan dan ideology inilah Thomas S. Kuhn turut serta dalam kancah polemic ini. Karya monumentalnya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution banyak mengubah persepsi orang terhadap ilmu. Jika sebagian orang mengatakan bahwa pergerakan ilmu adalah bersifat linier- akumulatif, maka tidak demikian dengan pandangan Kuhn. Menurut Kuhn, ilmu bergerak melalui tahapan-tahapan yang akan berpuncak pada kondisi normal dan kemudian membusuk karena telah tergantikan oleh ilmu atau paradigm baru. Demikian seterusnya, paradigm baru mengancam paradigm lama yang sebelumnya juga menjadi paradigm baru. Sehingga terjadilah proses benturan antar paradigma. Banyak orang menganggap bahwa ilmu adalah bebas nilai tetapi menurut Kuhn ilmu sagat terkait erat pada paradigm subyektif ilmuwan. Belum lagi keterkaitan ilmu dengan kekuasaan dan mengabdi pada kekuasaan ataupun ideologi dari masing-masing ilmuwan ketika menganalisis atau menyajikan sebuah tesis. B. BIOGRAFI THOMAS S. KUHN Thomas Samuel Kuhn lahir di Cicinnati, Ohio pada tanggal 18 juli 1922. Kuhn lahir dari pasangan Samuel L, Kuhn seorang Insinyur industri dan Minette Stroock Kuhn. Dia mendapat gelar B.S di dalam ilmu fisika dari Harvard University pada tahun 1943 dan M.S. Pada tahun 1946. Kuhn belajar sebagai fisikawan namun baru menjadi pengajar setelah mendapatkan Ph.D dari Harvard pada tahun 1949. Tiga tahunnya dalam kebebasan akademik sebagai Harvard Junior Fellow sangat penting dalam perubahan perhatiannya dari ilmu fisika kepada sejarah (dan filsafat) ilmu. Dia kemudian diterima di Harvard sebagai asisten profesor pada pengajaran umum dan sejarah ilmu atas usulan presiden Universitas James Conant. Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universtitas Berkeley di California sebagai pengajar di departemen filosofi dan sains. Dia menjadi profesor sejarah ilmu pada 1961. Di berkeley ini dia menuliskan dan menerbitkan bukunya yang terkenal The Structure Of Scientific Revolution pada tahun 1962. Pada tahun 1964 dia menjadi profesor filsafat dan sejarah seni di Princeton pada tahun 1964-1979. Kemudian di MIT sebagai professor filsafat. Tetap di sini hingga 1991. Jadi Thomas Kuhn tumbuh ketika ilmu telah terindustrialisasikan dan telah ditransformasikan menjadi karir dari pada pengabdian. Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchial tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi sebagai Lowel lecturer pada tahun 1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak penghargaan lain. Pada suatu hari yang panas Thomas Samuel Kuhn sedang membaca sebuah buku Aristoteles di kamarnya. Ada sesuatu hal yang tidak dimengertinya, kenapa Aristoteles begitu brilian dalam ilmu lain tapi begitu bingung mengenai gerak. Tiba-tiba dia mendapat sebuah Ide. Sebuah pemahaman baru mengenai Science. “Saya menerawang keluar dari jendela kamarku. Tiba-tiba kepingankepingan dalam kepalaku tiba-tiba membentuk dirinya dalam cara yang baru, dan jatuh ditempatnya bersama-sama. Aku ternganga.” C. PARADIGMA ILMU DALAM PERSPEKTIF THOMAS S. KUHN Dengan diterbikannya Structure of scientific revolution pada tahun 1962,[1] Thomas Samuel Kuhn mengawali sebuah zaman baru dalam memahami ilmu. Dalam pengantarnya untuk structure ia menguraikan: “Keikutsertaan yang menguntungkan dalam sebuah kuliah eksperimental dalam perguruan tinggi yang mengajarkan ilmu fisika untuk mereka yang bukan ilmuwan memungkinkan perjumpaan pertama saya dengan teori dan praktek ilmiah yang telah kadaluwarsa sehingga meruntuhkan secara radikal sejumlah konsepsi dasar saya tentang hakikat ilmu serta sebab-sebab keberhasilannya yang istimewa. Konsepsi-konsepsi itu adalah apa yang sebelumnya saya simpulkan untuk sebagian dari pelatihan ilmiah itu sendiri dan sebagian minat sampingan saya yang telah yang telah lama terhadap filsafat ilmu. Tetapi apapun manfaat pedagogisnya dan nilai abstraknya, anggapan-anggapan itu tidak sepenuhnya sesuai dengan upaya yang ditunjukkan oleh kajian sejarah. Namun anggapananggapan itu telah dan masih bersifat fundamental bagi pembebasan yang manapun tentang ilmu, dan ketidaksesuaiannya tampak benar-benar perlu diselidiki. Hasilnya adalah pergeseran secara drastis dari fisika menuju sejarah ilmu, dan kemudian secara berangsur-angsur dari masalah-masalah kesejarahan yang secara relatif bersifat langsung kembali kepada perhatian-perhatian yang lebih filosofis yang semula mengarahkan perhatian saya terhadap sejarah” Kuhn memandang ilmu dari perspektif sejarahwan professional tertentu. Ia mengeksplorasi tema-tema yang lebih besar misalnya seperti apakah ilmu itu didalam prakteknya yang nyata dengan analisis kongkrit dan empiris. Didalam Structure ia menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah para penjelajah berwatak pemberani yang menemukan kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip para pemecah teka-teki yang bekerja didalam pandangan dunia yang sudah mapan. Ilmu bukan merupakan upaya untuk menemukan obyektivitas dan kebenaran, melainkan lebih menyerupai upaya pemeecahan masalah didalam pola-pola keyakinanyang telah berlaku. Kuhn memakai istilah paradigma untuk menggambarkan sistem keyakinan yang mendasari upaya pemecahan teka-teki didalam ilmu.[3] Dengan memakai istilah paradigma, tulisnya, “saya bermaksud mengajukan sejumlah contoh yang telah diterima tentang praktik ilmiah nyatacontoh-contoh yang meliputi hukum, teori, aplikasi, dan instrumentasi-yang menyediakan model-model yang menjadi sumber tradisi ilmiah riset tertentu yang koheren. Inilah tradisi-tradisi yang oleh sejarah ditempatkan didalam rubric-rubrik seperti “Ptolemaic Astronomy atau Copernican, Aristotelian Dynamic atau Newtonian, corpuscular optic atau wave optic” dan sebagainya. Istilah Paradigma berkaitan erat dengan ilmu normal.[4] Mereka yang bekerja didalam paradigma umum dan dogmatis, menggunakan sumber dayanya untuk menyempurnakan teori, menjelaskan data-data yang membingungkan, menetapkan ketepatan ukuran-ukuran standar yang terus meningkat dan melakukan kerja lain yang diperlukan untuk memperluas batas-batas ilmu normal. Dalam skema Kuhn, stabilitas dogmatis ini diselingi oleh revolusi-revolusi yang sesekali terjadi. Ia menggambarkan bermulanya ilmu revolusioner secara gamblang seperti yang ia nyatakan: “ilmu normal…sering menindas kebaruankebaruan fundamental karena mereka pasti bersifat subversive terhadap komitmen-komitmen dasarnya…(namun) ketika profesi tak bisa lagi mengelak dari anomaly-anomali yang merongrong tradisi praktek ilmiah yang sudah ada..” Maka dimulailah investigasi diluar kelaziman. Suatu titik tercapai ketika krisis yang hanya bisa dipecahkan dengan revolusi dimana paradigma lama memberikan jalan bagi paradigma baru. Demikianlah ilmu revolusioner mengambil alih. Namun apa yang sebelumnya pernah revolusioner itu sendiri akan mapan dan menjadi ortodoksi baru, ilmu normal yang baru. Jadi menurut Kuhn, ilmu berkembang melalui siklus-siklus ilmu normal diikuti oleh revolusi, lalu ilmu yang revolusioner menjadi mapa dan normal lalu diikuti oleh revolusi lagi. Setiap paradigma bisa menghasilkan karya khusus yang menentukan dan membentuk paradigm misalnya Physic karya aristoteles, Principia dan Optiks karya Newton serta Geology karya Lyell adalah contoh karya yang menentukan paradigma cabang-cabang ilmu tertentu pada suatu masa tertentu. Berbeda tajam dengan gambarann tradisional tentang ilmu sebagai penerimaan atas pengetahuan secara progressif, gradual dan kumulatif yang didasarkan pada kerangka eksperimental yang dipilih secara rasional, Kuhn menunjukka bahwa ilmu normal sebagai upaya dogmatis. Jika kita menganggap teori ilmiah yang sudah ketinggalan seperti dinamika Aristotelian, kimia flogistis, dan termodinamika kalori sebagai mitos, menurut Kuhn kita bisa sama-sama bersikap logis untuk mengangggap teori-teori ini sebagai irrasional dan dogmatis: “Jika keyakinan-keyakinan yang kadaluwarsa itu hendak disebut mitos-mitos, maka mitos-mitos itu bisa dihasilkan lewat jenis-jenis metode yang sama dan berlaku untuk jenis-jenis rasio yang sama yang kini mengarahkan pegetahuan ilmiah. Jika, dilain pihak, mereka hendak disebut ilmu, maka ilmu telah mencakup bangunan-bangunan keyakinan yang sangat tidak sesuaidengaan bangunan-bangunan yang kita percaya saat ini…(ini) menyulitkan kita untuk melihat perkembangan ilmiah sebagai proses akumulasi”. Dalam seluruh buku ia mengguanakan contoh contoh historis untuk menjelaskan praktek masa kini, mengidentifikasi factor-faktor umum dan menekankan sifat cacat metode ilmiah. Demikianlah metode ilmiah- proses observasi, eksperimentasi, deduksi dan konklusi yang diidealisasikan- yang menjadi dasar kebanyakan klaim ilmu akan obyektivitas dan universalisme berubah menjadi ilusi. Kuhn menyatakan bahwa paradigmalah yang menentukan jenis-jenis eksperimen yang dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan yang mereka ajukan, dan masalah yag mereka anggap penting. Tanpa paradigma tertentu, para ilmuwan bahkan tidak bisa mengumpulkan fakta. Dengan tiadanya paradigma atau calon paradigma tertentu, maka fakta yang mungkin sesuai dengan perkembanga ilmu tertentu tampaknya cenderung sama-sama relevan . akibatnya, pengumpulan fakta tahap awal, jauh lebih berupa kegiatan acak jika dibandingkan dengan kegiatan yang telah diakrabi dalam perkembanga ilmu yang lebih lanjut. Pergeseran paradigma mengubah konsep-konsep dasar yang melandasi riset dan mengilhami standar-standar pembuktian baru, teknikteknik riset baru, serta jalur-jalur teori da eksperimen baru yang secara radikal tidak bisa dibandingkan lagi dengan yang lama. Kebanyakan aktivitas ilmiah, menurut Kuhn berlangsung dalam rubric ilmu normal,[5] yakni ilmu yang kita jumpai dalam buku-buku teks dan yang mensyaratkan agar riset didasarkan pada satu pencapainya ilmiah masa silam atau lebih, pencapaian-pencapaian yang diakui sementara waktu oleh komunitas ilmiah tertentu sebagai dasar bagi praktek selanjutnya. Ilmu yang restriktif dan bersifat pemecahan masalah secara tertutup ini memiliki kekurangan maupun kelebihannya. Disatu sisi ia memungkinkan komunitas ilmiah untuk mengumpulkan data berdasarkan satu basis sistematis dan secara cepat memperluas batas-batas ilmu. Jika ilmuwan individual bisa menerima paradigma begitu saja, maka ia dalam karya-karya besarnya, tidak lagi memerlukan upaya untuk membangun bidangnya secara baru, berangkat dari prinsip pertama dan menjustifikasi setiap konsep yang diajukan. Ttugas ini bisa diberikan kepada para penulis buku teks. Namun dengan tetap mengingat buku teks, ilmuwan yang kreatif bisa memulai risetnya dari tempat dimana riset itu telah berhenti dan dengan demikian memusatkan perhatian secara eksklusif pada aspek-aspek fenomena alam yag palig substil dan esoteric yang menjadi perhatian kelompoknya. Dilain pihak ilmu normal mengisolasi komunitas ilmiah dari segala sesuatu yang berada diluar komunitas itu. Masalah-masalah yang penting secara sosial, yang tak bisa direduksi menjadi bentuk pemecahan teka-teki, menurut Kuhn, dikesampingkan dan apapun yang berada diluar lingkup konseptual dan instrumental paradigma itu dianggap tidak relevan.[6] [1] Ketika pertama kali diterbitkan, Structure memicu sejumlah besar kontroversi. Reaksi dari para ilmuwan tidak mengejutkan, bagaimanapun Kuhn telah meruntuhkan anggapan yang telah diterima tentang ilmuwan sebagai pencari kebenaran dan interogator alam dan realitas yang heroic, berpikiran terbuka dan babas kepentingan. Dan sebagimana ditampilkan lewat parodi-parodi dalam karyanya, ia telah mereduksi ilmu menjadi tak lebih dari periode-periode panjang aktivitas konformis yang membosankan, yang diselingi dengan munculnya irasional. Namun para filosof ilmupun terlampau memusuhi Kuhn, karena mereka hingga saat ini merasa bertanggung jawab untuk menghasilkan penjelasan-penjelasan tentang hakikat penelitian dan kemajuan ilmiah. Penjelasan Kuhn nyaris tak diakui dibandingkan produk mereka yang telah diformalisasikan dan diidealisasikan. Perbandingan-perbandingannya dengan dengan teologi, perubahan agama dan revolusi politik menakutkan bagi para ilmuwan maupun para filosof ilmu. Para filosof juga memandang bahwa relativisme Kuhn sangat mencemaskan. Dalam lingkungan sejarah dan filsafat ilmu, Structure digambarkan sebagai tidak rasional, nkering dan rancu. Namun pada Akhirnya tahun 1960, Structure mulai diterima sebagai karya revolusioner dalam filsafat ilmu. Ziauddin Sardar, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu, Yogyakarta:Penerbit Jendela, 2002.hal 30-31. [3] Dalam buku Structure Kuhn menyatakan “dengan memilih istilah ini saya bermaksud mengemukakan bahwa beberapa contoh praktek ilmiah nyata yang diterima-contoh-contoh yang bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan dan instrumentasi-menyajikan modelmodel yang daripadanya lahir tradisi-tradisi padu tertentu dari riset ilmiah. Tradisi-tradisi inilah yang oleh para sejarahwan dilukiskan dengan judul-judul seperti “astronomi Ptolomeus atau Copernican, dinamika Aristoteles atau Newton, Optika Korpuskular atau Optika gelombang dan sebagainya. Studi tentang paradigm-paradigma, termasuk banyak yang jauh lebih terspesialisasi daripada yang disebut sebagai illustrasi diatas, ialah yang terutama mempersiapkan mahasiswa bagi keanggotaannya dalam masyarakat Ilmiah tertentu, yang dengan latar itu ia akan melakukan praktek dikemudian hari. Karena disana ia bergabung dengan orang-orang yang trelah mempelajari dasar-dasar bagi bidang mereka dari modelmodel kongkret yang sama, maka prakteknya setelah itu akan jarang membangkitkan perselisihan yang jelas tentang berbagai fundamental. Orang-orang yang risetnya didasarkan atas paradigm bersama terikat pada kaidah-kaidah dan standar praktek ilmiah yang sama. Komitmen itu serta consensus yang jelas yang dihasilkan merupakan prasyarat bagi sains yang normal, yaitu bagi penciptaan dan kesinambungan tradisi riset tertentu”. Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005…hal 10. [4] Kuhn menyatakan “Untuk memperlihatkan dengan jelas apa yang dimaksud dengan riset normal atau riset berdasarkan paradigma, baiklah saya coba mengklasifikasi dan mengilustrasikan masalah-masalah yang pada prinsipnya sains yang normal terdiri atas masalah-masalah tersebut. Untuk memudahkan, saya menangguhkan kegiatan teoritis dan memulai dengan pengumpulan fakta, yakni dengan eksperimen-eksperimen dan pengamatan yang diuraikan dalam berkala-berkala teknis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memberikan informasi tentang hasil-hasil riset mereka yang berkesinambungan pada rekanrekan professional mereka. Aspek-aspek alam yang mana yang biasanya dilaporkan oleh para ilmuwan itu? Apa yang menentukan pilihan mereka? Dan karena kebanyakan pengamatan ilmiah itu memerlukan banyak waktu, perlengkapan, dan uang, apa yang memotivasi para ilmuwan untuk meneruskan pilihan itu sampai memperoleh kesimpulan?”..Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005 ..hal 24 [5] Dalam buku Structur Kuhn menyatakan “sains yang normal berarti riset yang dengan teguh berdasar atas satu atau lebih pencapaian ilmiah yang lalu. Pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi fondasi pada praktek selanjutnya. Sekarang pencapaian-pencapaian itu diceritakan, meski jarang dalam bentuk aslinya, oleh buku-buku teks sains tingkat dasar dan tingkat lanjutan. Buku-buku teks ini menjelaskan secara rinci tubuh teori yang diterima, menerangkan banyak atau seluruh penerapan yang berhasil, dan membandingkan penerapan inidengan eksperimen dan pengamatan contoh. Sebelum buku-buku tersebut menjadi popular pada awal abad 19 (bahkan sampai akhir-akhir ini bagi sains-sains yang baru mapan) banyak dari buku-buku klasik yang termasyhur tentang sains yang memenuhi fungsi yang serupa. Physica karya Aristoteles, Almagest karya Ptolomeus, Principia dan Optic karya Newton, Electricity karya Franklin, nChemistry karya Lavoisier dan Geology karya Lyell. Semua ini dan banyak karya lainnya pada suatu masa digunakan secara mutlak untuk menetapkan masalah-masalah yang sah dan metode-metode bidang riset bagi generasi-generasi pemraktek selanjutnya. Mereka bisa berbuat demikian karena mereka sama-sama memiliki dua karakteristik yang essensial. Pencapaian mereka cukup baru, belum pernah ada sebelumnya, sehingga dapat menghindarkan kelompok penganut yang kekal dari mempersaingkan cara melakukan kegiatan ilmiah. Sementara itu, pencapaian tersebut cukup terbuka sehingga segala macam masalah diserahkan kepada kelompok pemraktek yang ditetapkan kembali untuk dipecahkan. Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005…hal 10. [6] Pendekatan Kuhn terhadap Ilmu pada dasarnya adalah reaksi terhadap tafsir Whig atas sejarah, bahwa sejarah adalah progresi kebebasan linier yang kian meningkat dan berpuncak pada masa kini. Sejarah Whig membaca masa silam dengan arah kebelakang dan menjelaskan masa kini sebagai produk kumulatif pencapaian masa silam. Penolakan terhadap sejarah Whig dalam bidang sejarah ilmu, dimulai antara lain oleh Alexander Koyre, yang terhadapnya Kuhn mengakui hutang intelektual yang besar. Kuhn menyadari bahwa untuk menyadari bagaimana suatu tradisi historis berkembang, orang harus memahami perilaku sosial dari mereka yang terlibat membentuk tradisi. Pemahaman inilah, tulis Barry Barnesyang berpadu dengan kepekaan dan sensibilitas historisnya yang menjadi sumber orisinaitas dan arti penting karya Kuhn. Pelestarian suatu bentuk kebudayaan mengandaikan mekanisme-mekanismesosialisasi dan penyebaran pengetahuan, prosedur-prosedur untuk menunjukkan lingkup makna dan representasi yang diterima, metode-metode untuk meratifikasi inovasi-inovasi yang telah diterima dan member mereka cap legitimasi. Semua itu harus dijaga keberlangsungannya oleh para anggota kebudayaan itu sendiri, jika konsepkonsep dan representasi hendak dipertahankan eksistensinya. Jika ada bentuk budaya yang tetap bertahan, pasti ada pula sumber-sumber otoritas dan control kognitif. Kuhn menampilkan riset ilmiah sebagai produk dari suatu interaksi yang kompleks antara komunitas peneliti, tradisi otoritatif, dan lingkungannya. Dalam keseluruhan proses itu rasio dan logika sama sekali bukan satu-satunya criteria bagi kemajuan dalam pengetahuan ilmiah. Ziauddin Sardar, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu, Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002…hal 29-30. Daftar Pustaka - Sardar, Ziauddin, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu, Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002. Kuhn, Thomas S., The Structure of Scientific Revolutions, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005