model pembelajaran koopertif

advertisement
MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERTIF
(TUGAS MK. FILSAFAT ILMU)
Dosen Pengampu
Dr. Salam, M.Pd.
Oleh
LALU MURDI
(11B02068)
PEN. SEJARAH
PENDIDIKAN SEJARAH
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR (UNM)
PENDAHULUAN
Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmatnya
bagi kita semua, lebih-lebih kepada penyusun makalah ini sehingga dengan
rahmatnya makalah ini dapat terselesaikan, walaupun kekurangan yang ada di
dalamnya adalah sesuatu yang pasti dan itulah yang akan kita perbaiki
bersama.
Makalah yang yang berjudul “model pembelajaran koopratif” ini
membahas konsep dasar dari kerangka berpijak model pembelajaran ini,
karakteristik model pembelajaran kooperatif, prosedur yang ada di dalamnya,
serta model pembelajaran apa saja yang ada di dalamnya. Adapun tujuan dari
penelaahan metode kooperatif ini sebagai wahana untuk mengembangkan
model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknoligi (IPTEK), karena keberadaannya akan memberikan sesuatu yang
berbeda di bandingkan metode dan model pembelajaran konvensional lainnya.
Sekali lagi penyusunan makalah ini jelas jauh dari lengkap karena
beberapa alasan seprti keterbatasan ruang dan waktu, karena ini hanya berupa
makalah, maka hal-hal penting saja yang perlu di paparkan, selain itu
kekurangannya terletak pada penyusun yang masih kurang pengetahuannya.
Karenanya penyusun mengharapkan perbaikan dan koreksi yang sifatnya
membangun dari semua pihak.
Terakhir semoga makalah ini ada artinya bagi kita dalam menambah
hazanah wawasan kita walaupun hanya sedikit. Amin..
Makassar 11- 12- 2011
Penyusun
BAB I
PENDAHULUANN
A. LATAR BELAKANG
Menelaan kesejarahan system pembelajaran di Indonesia, sepintas dapat
kita lihat orang-orang tua kita terutama dalam hapalannya jauh lebih bagus
hapalannya dari generai saat ini. Hal ini di karenakan suatu keterpokusan pada
satu persoalan, dimana media elektonik seperti Koran sangat langka, buku
panduan hanya guru yang punya, apa lagi media internet yang membuat
informasi sangat instan untuk di cari. Jangankan prasarana tadi, hal yang paling
mendasar seperti buku dan pensil saja mereka tidak punya, karenanya media
ingatan adalah satu-satunya perekam ilmu tesebut. Apa yang diajarkan itulah
yang di dapatkan. Adapun system pengajaran berorientasi pada guru, sedangkan
siswa hanya sebagai penerima. Melihat pola pembelajaran ini untuk ukuran saat
itu memang sangat bagus karena otak anak akan terus terlatih. Lalu cocokkah
jika hal itu di terapkan ketika saat ini pengetahuan anak sudah terkontaminasi
dengan media yang serba instan dan ketidak terpokusan karena banyaknya
informasi yang berkeliaran? Jelas konsentrasi kecerdasan anak tidak akan dapat
di ajar dengan pendekatan teradisional tersebut meskipun telah menghasilkan
orang-orang penghapal cerdas pada jamannya. Dengan demikian karena
informasi dan pengetahuan dengan sendirinya seorang siswa dapat
mengeksesnya melalui media internet misalnya, maka fungsi guru sudah
seharusnya berubah dari hanya menyampaikan pengetahuan menjadi sebagai
fasilitator sdan lain sebagainya.
Keberadaan model pengajaran yang berbasis siswa dalam penerapan
model pembelajaran seperti yang di jelaskan di atas dapat kita pahami dari
teorinya Peaget sebagai dasar berpijaknya teori konstruktivisme. Adapun teori
konstruktivisme ini adalah landasan berpijak dari metode pembelajaran
kooperati yang pada dasarnya berorientasi pada siswa namun dengan cara
berkelompok.
Sehingga salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada
partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif
ini yang berpijak pada teori konstruktivisme. Karenanya dalam makalah yang
singkat ini penelaahan mengenai metode ini akan coba kami rangkum dengan
singkat dan jelas meskipun masih banyak kekurangan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarak latar belakang di atas dengan demikian maka rumusan
masalah yang dapat di ajukan adalah sebagai berikut:
- Apakah yang di maksud dengan metode pembelajaran kooperatif ?
- Bagaimanakan konsep dasar model pembelajaran kooperatif ?
- Bagaimanakan karakteristik model pembelajaran kooperatif ?
- Bagaimanakan prosedur pembelajaran kooperatif ?
- Model belajar apa saja yang termasuk dalam metode pembelajaran
kooperatif?
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEBUAH PENDAHULUAN
Teori konstruktivisme adalah teori yang melandasi metode pembelajaran
kooperatif. Sebagaimana di katakana Soejadi yang di kutif oleh Rusman (2011)
mengatakan bahwa pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam
belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual
menemukan dan mentransformasikan informasi yang konfleks, memeriksa
informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Menurut Robert E.
Slavin (2008), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara
aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan
pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan
falsafah konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu
mengondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dann
membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta
(kreativitas), sehingga menjamin terjadinya dinamika di dalam proses
pembelajaran (Rusman, 2011: 201). Dalam teori konstruktivisme ini lebih
mengutamakan pada pembelajaran siswa yang di hadapkan pada masalahmasalah kompleks untuk di cari solusinya, selanjutnya menemukan bagianbagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan. Model
pembelajaran ini di kembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir
dari gagasan Piaget dan Vigotsky. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama
di kemukakan bahwa pengetahuan itu di bangun dalam pikiran anak (Sulaiman,
1988:181).
Perkembangan kognitif kata Piaget, sebagaimana di kutif Djaali (2006)
tergantung pada akomodasi yang berupa perubahan respons individu terhadap
stimulasi, sebagai perbedaan dari asimilasi yang memerankan peranan individu.
Karena sesuai dengan fitrahnya ketika anak sudah masuk sekolah apa lagi masa
lanjut mereka dalam hal ini memerlukan kerja sama dengan siswa lain untuk
menyelesaikan masalahnya, karena dengan demikian kognisi yang ada pada
masing-masing individu dapat beroperasi dengan baik. Dengan demikian sesuai
dengan teori Piaget yang berorientasi siswa, karenanya skema merupakan aspek
yang pundamental dala teori Piaget, namun sangat sulit untuk dipahami secara
komprehensif. Dia meyakini bahwa inteligensi bukan suatu yang di miliki anak,
tetapi yang dilakukannya. Anak memahami lingkungan hanya melalui perbuatan
(melakukan sesuatu terhadap lingkungan) (Syamsu Yusuf, 2000: 5). Karenanya
teori konstruktivisme ini dari latar belakangnya memang berorientasi pada
keaktifan langsung siswa untuk mengeksplorasi pengetahuannya dan guru hanya
sebagai pasilitator dan lain sebagainya.
B. KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dariempat sampai enam orang
dengan struktur kelompok yang bersifat heteogen.
Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas,
yaitu interaksi yang di lakukan antara guru dengan siswa, dan siswa dengan guru
(multi way traffic communication) (Rusman, 2011: 203).
Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang di lakukan
dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian
kegiatan belajar yang di lakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertantu
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah di rumuskan (Sanjaya 2006:
239).
Pembelajaran Koopratif tidak sama dengan sekadar belajar dalam
kelompok. Ada unsure dasar pembelajaran koopratif yang membedakan dengan
pembelajaran kelompok yang di lakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar
pokok system pembelajran koopratif dengan benar akan memungkinkan guru
mengelola kelas dengan lebih epektif. Dalam pembelajaran koopratif proses
pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling
membelajarkan sesame siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya
(peerteaching) lebih epektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011:
203-204).
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan
pembelajaran yang di lakukan oleh siswa dalam kelompok, untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan. Terdapat empat hal penting dlam
strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam
kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya
belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus di capai oleh
kelompok.
Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan
atas: (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3)
perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa (Rusman,
2011: 204).
Siahan sebagaimana di kutif Rusman (2011) mengutarakan lima unsure
esensial yang di tekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) saling
ketergantungan yang positif, (b) interaksi berhadapan (face to face interacton),
(c) tanggung jawab individu (individual responsibility), (d) keterampilan sosial
(social skills), (e) terjadi proses dalam kelompok (group processing)
Model pembelajran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
banyak di gunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli
pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasakan hasil penelitian yang di lakukan
oleh Slavin sebagaimana di kutif Rusman (2011). dinyatakan bahwa: (1)
penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap
toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif
dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah,
dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut,
strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran.
C. KARAKTERISTIK
KOOPERATIF
MODEL
PEMBELAJARAN
Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif seperti di katakana
Rusman (2011) dapat di jelaskan sebagai berikut:
1. Pembelajaran Secara Tim
2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
3. Kemajuan untuk Bekerja Sama
4. Keterampilan Bekerja Sama
Sedangkan ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
b. Kelompok di bentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin berbeda-beda.Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang
individu.
Tahap
1.
- Menyampaikan tujuan
dan motivasi siswa
2.
- Menyajikan informasi
3.
- Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok2 belajar
4.
- Membimbing
kelopmpok bekerja
dan belajar
5.
- Evaluasi
6.
- Memberikan
Penghargaan
TINGKAH LAKU GURU
- Guru menyampaikan tujuan
pelajaran yang akan dicapai pada
kegiatan pelajaran dan
menekankan pentingnya topik
yang akan dipelajari dan
memotivasi siswa belajar.
- Guru menyajikan informasi atau
materi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau melalui bahan
bacaan.
- Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan
membimbing setiap kelompok
agar melakukan transisi secara
epektif dan efesien
- Guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas
mereka.
- Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang matri yang telah di
pelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya
- Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan
kelompok
D. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Menurut Roger dan David Johnson (Rusman, 2011) ada lima unsure
dasar dalam pembelajaran koopratif (cooperative learning), yaitu sebagai
berikut.
1. Prinsip ketergantungan pisitif, yaitu dalam pembelajaran koopratif,
keberhasilan dan penyelesaian tugas tergantung pada usahayang di lakukan
oleh kelompok tersebut.
2. Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan kelompok sangat
tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya.
3. Interaksi tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap
anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi
untuk saling member dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.
4. partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi
aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran
5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu husus bagi kelompok
untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka,
agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih epektif.
E. PROSEDUR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada perinsipnya
terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut.
1. Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahap penyampaian pokok-pokok
materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama
tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.
2. Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan
penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah di bentuk
sebelumnya.
3. Penilaian, dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau
kuis, yang di lakukan secara individu atau kelompok.
4. pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau
tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah,
dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik
lagi.
F. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1. Model Student Teams Achievement Division (STAD)
Model ini kata Rusman (2011) di kembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin. Gagasan utama dari belakang
STAD seperti di katakana Slavin adalah untuk memacu siswa agar saling
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan
yang di anjurkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh
hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam
mempelajari pelajaran.
Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif model STAD ini
adalah:
a. Penyampaian Tujuan dan Motivasi
b. Pembagian Kelompok
Siswa di bai dalam beberapa kelompok, dimana dalam setiap
kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas
(keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/ jenis kelamin, rasa
tau etnik.
c. Presentasi Guru
Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu
menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut
serta pentingnya pokok bahasan tersebut di pelajari.
d. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)
Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, member bimbingan,
dorongan dan bantuan bila di perlukan.
e. Kuis (Evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi
yang di pelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil
kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual
dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar
siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam
memahami bahan ajar tersebut.
f. Penghargaan Prestasi Tim
Pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan
oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Menghitung skor individu
2) Menghitung skor kelompok
3) Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok
2. Model Jigsaw
Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan temantemannya di Universitas Texas.
Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang
menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun
potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil
pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzaw), yaitu siswa melakukan sesuatu
keguatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk
mencapai tujuan bersama.
Stephen, Sikes and Snaap (Rusman, 2011), mengemukakan langkahlangkah pembelajaran kooperatif model Jigsaw sebgai berikut:
a. Siswa di kelomokkan ke dalam 1 sampai 5 anggota tim;
b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda;
c. Tiap orang dalam tim diberi bagan materi yang di tugaskan;
d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/ subbab
yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan subbab mereka;
e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang
subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan
dengan seksama;
f. Tiap ahli mempresentasikan hasil diskusi ;
g. Guru member evaluasi
h. penutup.
3. Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan
Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Adapun implementasi strategi
belajar kooperatif GI dalam pembelajaran, secara unum dibagi menjadi
enam langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi topic dan mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok (para siswa menelaah sumber-sumber informasi,
memilih topik dll, dimana kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang
sama dan heterogen); (2) merancang tugas belajar (apa yang kita selidiki,
bagaimana melakukannya, untuk apa topic itu di investigasi dll); (3)
melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data,
menyimpulkan dll); (4) menyiapkan laporan akhir; (5) mempresentasikan
laporan akhir; (6) evaluasi.
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation langkahlangkah pembelajarannya adalah:
a. membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari kurang lebih 5
siswa;
b. memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis;
c. mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan
kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu
yang disepakati.
4. Model Make a Match (Membuat Pasangan)
Metode Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis
dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994).
Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/ soal sebelum batas waktunya,
siswa yang dapat mencocokkan kartunya di beri poin.
Langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/ topik
yang cocok untuk seri review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan
sebaliknya berupa kartu jawaban).
b. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari
kartu yang di pegang.
c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (kartu soal/ kartu jawaban).
d. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebalum batas waktu diberi
poin.
e. Salah satu babak kartu di kocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
f. Kesimpulan.
5. Model TGT (Teams Games Tournament)
Menurut Saco (Rusman, 2011), dalam TGT siswa memainkan
permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi
tim mereka masig-masing. Permainan dapat di susun guru dalam bentuk
kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan mata pelajaran.
Kadang-kadang dapat juga di selingi dengan pertanyaan yang berkaitan
dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
TGT adalah satu tupe pembelajaran koopratif yang menempatkan siswa
dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang
siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang
berbeda. Guru menyejikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok
mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS
kepada setiap kelompok. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak
mengerti dengan tugas yang di berikan, maka anggota kelompok yang lain
bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya,
sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
Menurt Slavin (Rusman, 2011) pembelajaran koopratif tipe TGT terdiri
dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyejian kelas (class presentation),
belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandinagan
(tournament), dan penghargaan kelompok (team recognition). Berdasarkan
apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran koopratif tipe
TGT memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
a. siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil;
b. games tournament;
c. penghargaan kelompok.
6. Model Strukrural
Menurut pendapat Spencer dan Miguel Kagan (Rusman, 2011) bahwa
terdapat enam komponen utama di dalam pembelajaran Kooperatif tipe
pendekatan struktural. Keempat komponen itu adalah sebagai berikut.
a. Struktur dan Konstruk yang Berkaitan
Premis dasar dari pendekatan struktural adalah bahwa ada hubungan kuat
antara yang siswa lakukan dengan yang di pelajari siswa, yaitu interaksi
di dalam kelas telah member pengaruh besar pada perkembangan siswa
pada posisi sosial , kognitif dan akademisnya.
b. Prinsip-prinsip Dasar
c.
d.
e.
f.
Ada empat prinsip dasar yang penting untuk pendekatan structural
pembelajaran koopratif, yaitu interaksi serentak, partisipasi sejajar,
interdependensi positif, dan akuntabilitas perseorangan.
Pembentukan Kelompok dan Pembentukan Kelas
Kagan (Rusman, 2011) membedakan lima tujuan pembentukan
kelompok dan memberikan struktur yang tepat untuk masing-masing.
Kelima tujuan pembentukan kelompok itu adalah: (1) agar dikenal; (2)
identitas kelompok; (3) dukungan timbale balik; (4) menilai perbedaan;
dan (5) mengembangkan sinergi.
Kelompok
Kelompok belajar kooperatif memiliki identitas kelompok yang kuat,
yang idealisnya terdiri dari empat anggota yang berlangsung lama. Kagan
(Rusman, 2011) menbedakan empat tipe kelompo belajar tersebut adalah:
(1) kelompo heterogen; (2) kelompok acak; (3) kelompok minat; dan (4)
kelompok bahasa homogen.
Tata Kelola
Dalam kelas kooperatif ditentukan adanya interaksi siswa dengan siswa,
untuk itu manajemen melibatkan berbagai keterampilan berbeda.
Keterampilan Sosial
The Structured Nature Approach untuk memperoleh keterampilan sosial
menggunakan empat alat, yakni (1) peran dan gerakan pembuka; “(2)
pemodelan dan penguatan; (3) struktur dan penstrukturan; dan (4)
refleksi dan waktu perencanaan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dariempat sampai enam orang
dengan struktur kelompok yang bersifat heteogen.
Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas,
yaitu interaksi yang di lakukan antara guru dengan siswa, dan siswa dengan guru
(multi way traffic communication).
Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif seperti di katakana
Rusman (2011) dapat di jelaskan sebagai berikut:
1. Pembelajaran Secara Tim
2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
3. Kemajuan untuk Bekerja Sama
4. Keterampilan Bekerja Sama
Adapun model-model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1. Model Student Teams Achievement Division (STAD)
2. Model Jigsaw
3. Investigasi Kelompok (Group Investigation)
4. Model Make a Match (Membat Pasangan)
5. Model TGT (Teams Games Tournament)
6. Model Struktural
B. SARAN
Perkambangan tehnologi bagaimanapun juga secara jelas telah
berpengaruh terhadap pola pikir (mind set) siswa dalam pendidiakan. Salah satu
perkembangan pesat dari adanya IPTEK yang menggelobal adalah penggunaan
internet dan media lainnya seperti TV, surat kabar dan buku pelajaran yang
begitu banyak, sehingga pola pengajaran yang bertumpu pada guru, berubah
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Oleh karena itu, satu hal yang
paling penting sekarang bagi guru adalah bagaimana memanfaatkan media yang
ada dengan model pembelajaran seperti model kooperatif di atas misalnya.
Begitu juga dengan model pembelajaran hapalan sebenarnya tidak jelek karena
hal tersebut sangat penting. Dengan demikian yang penting proses pengajaran
adalah selain memberikan bimbingan dengan siswa yang aktif mencari
bahannya, penguasaan pelajaran dengan penyimpanan memori otak juga harus di
perioritaskan.
DAFTAR PUSTAKA
- Djaali. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
- Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
- Sulaiman Dadang. 1988. Teknologi/ Metodologi Pengajaran. Jakarta:
-
Depdikbud.
Syamsu Yusuf. 2000. Psikologi Perkembangan Anak & dan Remaja.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Setandar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Pemikiran Thomas Kuhn
A. Latar Belakang Masalah.
Selama hampir satu abad, sampai terjadinya perang Dunia I, ilmu secara
nyaris universal telah dipandang dengan kacamata heroik. Para ilmuwan
berjuang sendirian untuk mencari kebenaran. Ilmu adalah aktivitas yng murni
dan otonom, terlepas dari teknologi dan industry serta mengatasi atau
melampui masyarakat. Kemurnian penelitian ilmiah secara khusus ditegaskan di
Universitas-universitas dimana riset dilakukan dan demi pegetahuan dan dimana
generasi para ilmuwan masa depan dididik. Namun kendati ilmu tetap murni
sepanjang zaman, tetap saja terdapat kesalahan-kesalahan yang harus
dikoreksi.
Tapi tidak semua meyakini akan kemurnian ilmu. Ernst Mach (1838-1916)
fisikawan dan filosof ilmu, dalam beberapa dasawarsa menjelang Perang Dunia
I, ketika para ilmuwan fisika terlibat dalam industry dan militer, ia justru
membela ilmu yang tepat guna untuk memenuhi kebutuhan manusia. Mach
ditentang oleh Max Planck (1858-1947) fisikawan Jerman yang mendukung
idealitas ilmu yang lebih otonom. Perdebatan mereka memunculkan banyak isu
epistemology dan politik yang penting, dan isu yang paling bertahan diantaranya
adalah yang memandang realism bertentangan dengan instrumentalisme dalam
filsafat ilmu.
Dalam perdebatan antara murni dan tidaknya sebuah pengetahuan dari
kekuasaan dan ideology inilah Thomas S. Kuhn turut serta dalam kancah
polemic ini. Karya monumentalnya yang berjudul The Structure of Scientific
Revolution banyak mengubah persepsi orang terhadap ilmu. Jika sebagian orang
mengatakan bahwa pergerakan ilmu adalah bersifat linier- akumulatif, maka
tidak demikian dengan pandangan Kuhn. Menurut Kuhn, ilmu bergerak melalui
tahapan-tahapan yang akan berpuncak pada kondisi normal dan kemudian
membusuk karena telah tergantikan oleh ilmu atau paradigm baru. Demikian
seterusnya, paradigm baru mengancam paradigm lama yang sebelumnya juga
menjadi paradigm baru. Sehingga terjadilah proses benturan antar paradigma.
Banyak orang menganggap bahwa ilmu adalah bebas nilai tetapi menurut Kuhn
ilmu sagat terkait erat pada paradigm subyektif ilmuwan. Belum lagi
keterkaitan ilmu dengan kekuasaan dan mengabdi pada kekuasaan ataupun
ideologi dari masing-masing ilmuwan ketika menganalisis atau menyajikan
sebuah tesis.
B. BIOGRAFI THOMAS S. KUHN
Thomas Samuel Kuhn lahir di Cicinnati, Ohio pada tanggal 18 juli 1922.
Kuhn lahir dari pasangan Samuel L, Kuhn seorang Insinyur industri dan Minette
Stroock Kuhn. Dia mendapat gelar B.S di dalam ilmu fisika dari Harvard
University pada tahun 1943 dan M.S. Pada tahun 1946. Kuhn belajar sebagai
fisikawan namun baru menjadi pengajar setelah mendapatkan Ph.D dari
Harvard pada tahun 1949. Tiga tahunnya dalam kebebasan akademik sebagai
Harvard Junior Fellow sangat penting dalam perubahan perhatiannya dari ilmu
fisika kepada sejarah (dan filsafat) ilmu. Dia kemudian diterima di Harvard
sebagai asisten profesor pada pengajaran umum dan sejarah ilmu atas usulan
presiden Universitas James Conant.
Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universtitas Berkeley di
California sebagai pengajar di departemen filosofi dan sains. Dia menjadi
profesor sejarah ilmu pada 1961. Di berkeley ini dia menuliskan dan
menerbitkan bukunya yang terkenal The Structure Of Scientific Revolution
pada tahun 1962. Pada tahun 1964 dia menjadi profesor filsafat dan sejarah
seni di Princeton pada tahun 1964-1979. Kemudian di MIT sebagai professor
filsafat. Tetap di sini hingga 1991. Jadi Thomas Kuhn tumbuh ketika ilmu telah
terindustrialisasikan dan telah ditransformasikan menjadi karir dari pada
pengabdian. Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan
sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik
dengan kanker dari Bronchial tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di
rumahnya di Cambridge Massachusetts. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga
anak. Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai
contohnya dia memegang posisi sebagai Lowel lecturer pada tahun
1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak penghargaan
lain.
Pada suatu hari yang panas Thomas Samuel Kuhn sedang membaca sebuah
buku Aristoteles di kamarnya. Ada sesuatu hal yang tidak dimengertinya,
kenapa Aristoteles begitu brilian dalam ilmu lain tapi begitu bingung mengenai
gerak. Tiba-tiba dia mendapat sebuah Ide. Sebuah pemahaman baru mengenai
Science. “Saya menerawang keluar dari jendela kamarku. Tiba-tiba kepingankepingan dalam kepalaku tiba-tiba membentuk dirinya dalam cara yang baru,
dan jatuh ditempatnya bersama-sama. Aku ternganga.”
C. PARADIGMA ILMU DALAM PERSPEKTIF THOMAS S. KUHN
Dengan diterbikannya Structure of scientific revolution pada tahun
1962,[1] Thomas Samuel Kuhn mengawali sebuah zaman baru dalam memahami
ilmu. Dalam pengantarnya untuk structure ia menguraikan: “Keikutsertaan yang
menguntungkan dalam sebuah kuliah eksperimental dalam perguruan tinggi yang
mengajarkan ilmu fisika untuk mereka yang bukan ilmuwan memungkinkan
perjumpaan pertama saya dengan teori dan praktek ilmiah yang telah
kadaluwarsa sehingga meruntuhkan secara radikal sejumlah konsepsi dasar
saya tentang hakikat ilmu serta sebab-sebab keberhasilannya yang istimewa.
Konsepsi-konsepsi itu adalah apa yang sebelumnya saya simpulkan untuk
sebagian dari pelatihan ilmiah itu sendiri dan sebagian minat sampingan saya
yang telah yang telah lama terhadap filsafat ilmu. Tetapi apapun manfaat
pedagogisnya dan nilai abstraknya, anggapan-anggapan itu tidak sepenuhnya
sesuai dengan upaya yang ditunjukkan oleh kajian sejarah. Namun anggapananggapan itu telah dan masih bersifat fundamental bagi pembebasan yang
manapun tentang ilmu, dan ketidaksesuaiannya tampak benar-benar perlu
diselidiki. Hasilnya adalah pergeseran secara drastis dari fisika menuju sejarah
ilmu, dan kemudian secara berangsur-angsur dari masalah-masalah kesejarahan
yang secara relatif bersifat langsung kembali kepada perhatian-perhatian yang
lebih filosofis yang semula mengarahkan perhatian saya terhadap sejarah”
Kuhn memandang ilmu dari perspektif sejarahwan professional tertentu.
Ia mengeksplorasi tema-tema yang lebih besar misalnya seperti apakah ilmu itu
didalam prakteknya yang nyata dengan analisis kongkrit dan empiris. Didalam
Structure ia menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah para penjelajah berwatak
pemberani yang menemukan kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip
para pemecah teka-teki yang bekerja didalam pandangan dunia yang sudah
mapan. Ilmu bukan merupakan upaya untuk menemukan obyektivitas dan
kebenaran, melainkan lebih menyerupai upaya pemeecahan masalah didalam
pola-pola keyakinanyang telah berlaku. Kuhn memakai istilah paradigma untuk
menggambarkan sistem keyakinan yang mendasari upaya pemecahan teka-teki
didalam ilmu.[3] Dengan memakai istilah paradigma, tulisnya, “saya bermaksud
mengajukan sejumlah contoh yang telah diterima tentang praktik ilmiah nyatacontoh-contoh yang meliputi hukum, teori, aplikasi, dan instrumentasi-yang
menyediakan model-model yang menjadi sumber tradisi ilmiah riset tertentu
yang koheren. Inilah tradisi-tradisi yang oleh sejarah ditempatkan didalam
rubric-rubrik seperti “Ptolemaic Astronomy atau Copernican, Aristotelian
Dynamic atau Newtonian, corpuscular optic atau wave optic” dan sebagainya.
Istilah Paradigma berkaitan erat dengan ilmu normal.[4] Mereka yang
bekerja didalam paradigma umum dan dogmatis, menggunakan sumber dayanya
untuk menyempurnakan teori, menjelaskan data-data yang membingungkan,
menetapkan ketepatan ukuran-ukuran standar yang terus meningkat dan
melakukan kerja lain yang diperlukan untuk memperluas batas-batas ilmu
normal.
Dalam skema Kuhn, stabilitas dogmatis ini diselingi oleh revolusi-revolusi
yang sesekali terjadi. Ia menggambarkan bermulanya ilmu revolusioner secara
gamblang seperti yang ia nyatakan: “ilmu normal…sering menindas kebaruankebaruan fundamental karena mereka pasti bersifat subversive terhadap
komitmen-komitmen dasarnya…(namun) ketika profesi tak bisa lagi mengelak
dari anomaly-anomali yang merongrong tradisi praktek ilmiah yang sudah ada..”
Maka dimulailah investigasi diluar kelaziman. Suatu titik tercapai ketika krisis
yang hanya bisa dipecahkan dengan revolusi dimana paradigma lama memberikan
jalan bagi paradigma baru. Demikianlah ilmu revolusioner mengambil alih.
Namun apa yang sebelumnya pernah revolusioner itu sendiri akan mapan dan
menjadi ortodoksi baru, ilmu normal yang baru. Jadi menurut Kuhn, ilmu
berkembang melalui siklus-siklus ilmu normal diikuti oleh revolusi, lalu ilmu yang
revolusioner menjadi mapa dan normal lalu diikuti oleh revolusi lagi. Setiap
paradigma bisa menghasilkan karya khusus yang menentukan dan membentuk
paradigm misalnya Physic karya aristoteles, Principia dan Optiks karya Newton
serta Geology karya Lyell adalah contoh karya yang menentukan paradigma
cabang-cabang ilmu tertentu pada suatu masa tertentu.
Berbeda tajam dengan gambarann tradisional tentang ilmu sebagai
penerimaan atas pengetahuan secara progressif, gradual dan kumulatif yang
didasarkan pada kerangka eksperimental yang dipilih secara rasional, Kuhn
menunjukka bahwa ilmu normal sebagai upaya dogmatis. Jika kita menganggap
teori ilmiah yang sudah ketinggalan seperti dinamika Aristotelian, kimia
flogistis, dan termodinamika kalori sebagai mitos, menurut Kuhn kita bisa
sama-sama bersikap logis untuk mengangggap teori-teori ini sebagai irrasional
dan dogmatis: “Jika keyakinan-keyakinan yang kadaluwarsa itu hendak disebut
mitos-mitos, maka mitos-mitos itu bisa dihasilkan lewat jenis-jenis metode
yang sama dan berlaku untuk jenis-jenis rasio yang sama yang kini mengarahkan
pegetahuan ilmiah. Jika, dilain pihak, mereka hendak disebut ilmu, maka ilmu
telah mencakup bangunan-bangunan keyakinan yang sangat tidak sesuaidengaan
bangunan-bangunan yang kita percaya saat ini…(ini) menyulitkan kita untuk
melihat perkembangan ilmiah sebagai proses akumulasi”.
Dalam seluruh buku ia mengguanakan contoh contoh historis untuk
menjelaskan praktek masa kini, mengidentifikasi factor-faktor umum dan
menekankan sifat cacat metode ilmiah. Demikianlah metode ilmiah- proses
observasi, eksperimentasi, deduksi dan konklusi yang diidealisasikan- yang
menjadi dasar kebanyakan klaim ilmu akan obyektivitas dan universalisme
berubah menjadi ilusi. Kuhn menyatakan bahwa paradigmalah yang menentukan
jenis-jenis eksperimen yang dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan
yang mereka ajukan, dan masalah yag mereka anggap penting. Tanpa paradigma
tertentu, para ilmuwan bahkan tidak bisa mengumpulkan fakta. Dengan tiadanya
paradigma atau calon paradigma tertentu, maka fakta yang mungkin sesuai
dengan perkembanga ilmu tertentu tampaknya cenderung sama-sama relevan .
akibatnya, pengumpulan fakta tahap awal, jauh lebih berupa kegiatan acak jika
dibandingkan dengan kegiatan yang telah diakrabi dalam perkembanga ilmu yang
lebih lanjut. Pergeseran paradigma mengubah konsep-konsep dasar yang
melandasi riset dan mengilhami standar-standar pembuktian baru, teknikteknik riset baru, serta jalur-jalur teori da eksperimen baru yang secara
radikal tidak bisa dibandingkan lagi dengan yang lama.
Kebanyakan aktivitas ilmiah, menurut Kuhn berlangsung dalam rubric ilmu
normal,[5] yakni ilmu yang kita jumpai dalam buku-buku teks dan yang
mensyaratkan agar riset didasarkan pada satu pencapainya ilmiah masa silam
atau lebih, pencapaian-pencapaian yang diakui sementara waktu oleh komunitas
ilmiah tertentu sebagai dasar bagi praktek selanjutnya. Ilmu yang restriktif
dan bersifat pemecahan masalah secara tertutup ini memiliki kekurangan
maupun kelebihannya. Disatu sisi ia memungkinkan komunitas ilmiah untuk
mengumpulkan data berdasarkan satu basis sistematis dan secara cepat
memperluas batas-batas ilmu.
Jika ilmuwan individual bisa menerima paradigma begitu saja, maka ia
dalam karya-karya besarnya, tidak lagi memerlukan upaya untuk membangun
bidangnya secara baru, berangkat dari prinsip pertama dan menjustifikasi
setiap konsep yang diajukan. Ttugas ini bisa diberikan kepada para penulis buku
teks. Namun dengan tetap mengingat buku teks, ilmuwan yang kreatif bisa
memulai risetnya dari tempat dimana riset itu telah berhenti dan dengan
demikian memusatkan perhatian secara eksklusif pada aspek-aspek fenomena
alam yag palig substil dan esoteric yang menjadi perhatian kelompoknya.
Dilain pihak ilmu normal mengisolasi komunitas ilmiah dari segala sesuatu
yang berada diluar komunitas itu. Masalah-masalah yang penting secara sosial,
yang tak bisa direduksi menjadi bentuk pemecahan teka-teki, menurut Kuhn,
dikesampingkan dan apapun yang berada diluar lingkup konseptual dan
instrumental paradigma itu dianggap tidak relevan.[6]
[1] Ketika pertama kali diterbitkan, Structure memicu sejumlah besar kontroversi.
Reaksi dari para ilmuwan tidak mengejutkan, bagaimanapun Kuhn telah meruntuhkan
anggapan yang telah diterima tentang ilmuwan sebagai pencari kebenaran dan interogator
alam dan realitas yang heroic, berpikiran terbuka dan babas kepentingan. Dan
sebagimana ditampilkan lewat parodi-parodi dalam karyanya, ia telah mereduksi ilmu
menjadi tak lebih dari periode-periode panjang aktivitas konformis yang membosankan,
yang diselingi dengan munculnya irasional. Namun para filosof ilmupun terlampau
memusuhi Kuhn, karena mereka hingga saat ini merasa bertanggung jawab untuk
menghasilkan penjelasan-penjelasan tentang hakikat penelitian dan kemajuan ilmiah.
Penjelasan Kuhn nyaris tak diakui dibandingkan produk mereka yang telah
diformalisasikan dan diidealisasikan. Perbandingan-perbandingannya dengan dengan
teologi, perubahan agama dan revolusi politik menakutkan bagi para ilmuwan maupun
para filosof ilmu. Para filosof juga memandang bahwa relativisme Kuhn sangat
mencemaskan. Dalam lingkungan sejarah dan filsafat ilmu, Structure digambarkan sebagai
tidak rasional, nkering dan rancu. Namun pada Akhirnya tahun 1960, Structure mulai
diterima sebagai karya revolusioner dalam filsafat ilmu. Ziauddin Sardar, Thomas Kuhn
Dan Perang Ilmu, Yogyakarta:Penerbit Jendela, 2002.hal 30-31.
[3] Dalam buku Structure Kuhn menyatakan “dengan memilih istilah ini saya bermaksud
mengemukakan bahwa beberapa contoh praktek ilmiah nyata yang diterima-contoh-contoh
yang bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan dan instrumentasi-menyajikan modelmodel yang daripadanya lahir tradisi-tradisi padu tertentu dari riset ilmiah. Tradisi-tradisi
inilah yang oleh para sejarahwan dilukiskan dengan judul-judul seperti “astronomi Ptolomeus
atau Copernican, dinamika Aristoteles atau Newton, Optika Korpuskular atau Optika
gelombang dan sebagainya. Studi tentang paradigm-paradigma, termasuk banyak yang jauh
lebih terspesialisasi daripada yang disebut sebagai illustrasi diatas, ialah yang terutama
mempersiapkan mahasiswa bagi keanggotaannya dalam masyarakat Ilmiah tertentu, yang
dengan latar itu ia akan melakukan praktek dikemudian hari. Karena disana ia bergabung
dengan orang-orang yang trelah mempelajari dasar-dasar bagi bidang mereka dari modelmodel kongkret yang sama, maka prakteknya setelah itu akan jarang membangkitkan
perselisihan yang jelas tentang berbagai fundamental. Orang-orang yang risetnya didasarkan
atas paradigm bersama terikat pada kaidah-kaidah dan standar praktek ilmiah yang sama.
Komitmen itu serta consensus yang jelas yang dihasilkan merupakan prasyarat bagi sains
yang normal, yaitu bagi penciptaan dan kesinambungan tradisi riset tertentu”. Thomas S.
Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005…hal 10.
[4] Kuhn menyatakan “Untuk memperlihatkan dengan jelas apa yang dimaksud dengan
riset normal atau riset berdasarkan paradigma, baiklah saya coba mengklasifikasi dan
mengilustrasikan masalah-masalah yang pada prinsipnya sains yang normal terdiri atas
masalah-masalah tersebut. Untuk memudahkan, saya menangguhkan kegiatan teoritis dan
memulai dengan pengumpulan fakta, yakni dengan eksperimen-eksperimen dan pengamatan
yang diuraikan dalam berkala-berkala teknis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk
memberikan informasi tentang hasil-hasil riset mereka yang berkesinambungan pada rekanrekan professional mereka. Aspek-aspek alam yang mana yang biasanya dilaporkan oleh para
ilmuwan itu? Apa yang menentukan pilihan mereka? Dan karena kebanyakan pengamatan
ilmiah itu memerlukan banyak waktu, perlengkapan, dan uang, apa yang memotivasi para
ilmuwan untuk meneruskan pilihan itu sampai memperoleh kesimpulan?”..Thomas S. Kuhn,
The Structure of Scientific Revolutions, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2005 ..hal 24
[5] Dalam buku Structur Kuhn menyatakan “sains yang normal berarti riset yang
dengan teguh berdasar atas satu atau lebih pencapaian ilmiah yang lalu. Pencapaian yang
oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi fondasi pada
praktek selanjutnya. Sekarang pencapaian-pencapaian itu diceritakan, meski jarang dalam
bentuk aslinya, oleh buku-buku teks sains tingkat dasar dan tingkat lanjutan. Buku-buku teks
ini menjelaskan secara rinci tubuh teori yang diterima, menerangkan banyak atau seluruh
penerapan yang berhasil, dan membandingkan penerapan inidengan eksperimen dan
pengamatan contoh. Sebelum buku-buku tersebut menjadi popular pada awal abad 19 (bahkan
sampai akhir-akhir ini bagi sains-sains yang baru mapan) banyak dari buku-buku klasik yang
termasyhur tentang sains yang memenuhi fungsi yang serupa. Physica karya Aristoteles,
Almagest karya Ptolomeus, Principia dan Optic karya Newton, Electricity karya Franklin,
nChemistry karya Lavoisier dan Geology karya Lyell. Semua ini dan banyak karya lainnya
pada suatu masa digunakan secara mutlak untuk menetapkan masalah-masalah yang sah dan
metode-metode bidang riset bagi generasi-generasi pemraktek selanjutnya. Mereka bisa
berbuat demikian karena mereka sama-sama memiliki dua karakteristik yang essensial.
Pencapaian mereka cukup baru, belum pernah ada sebelumnya, sehingga dapat
menghindarkan kelompok penganut yang kekal dari mempersaingkan cara melakukan kegiatan
ilmiah. Sementara itu, pencapaian tersebut cukup terbuka sehingga segala macam masalah
diserahkan kepada kelompok pemraktek yang ditetapkan kembali untuk dipecahkan. Thomas S.
Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005…hal 10.
[6] Pendekatan Kuhn terhadap Ilmu pada dasarnya adalah reaksi terhadap tafsir Whig
atas sejarah, bahwa sejarah adalah progresi kebebasan linier yang kian meningkat dan
berpuncak pada masa kini. Sejarah Whig membaca masa silam dengan arah kebelakang dan
menjelaskan masa kini sebagai produk kumulatif pencapaian masa silam. Penolakan terhadap
sejarah Whig dalam bidang sejarah ilmu, dimulai antara lain oleh Alexander Koyre, yang
terhadapnya Kuhn mengakui hutang intelektual yang besar. Kuhn menyadari bahwa untuk
menyadari bagaimana suatu tradisi historis berkembang, orang harus memahami perilaku
sosial dari mereka yang terlibat membentuk tradisi. Pemahaman inilah, tulis Barry
Barnesyang berpadu dengan kepekaan dan sensibilitas historisnya yang menjadi sumber
orisinaitas dan arti penting karya Kuhn. Pelestarian suatu bentuk kebudayaan mengandaikan
mekanisme-mekanismesosialisasi dan penyebaran pengetahuan, prosedur-prosedur untuk
menunjukkan lingkup makna dan representasi yang diterima, metode-metode untuk
meratifikasi inovasi-inovasi yang telah diterima dan member mereka cap legitimasi. Semua itu
harus dijaga keberlangsungannya oleh para anggota kebudayaan itu sendiri, jika konsepkonsep dan representasi hendak dipertahankan eksistensinya. Jika ada bentuk budaya yang
tetap bertahan, pasti ada pula sumber-sumber otoritas dan control kognitif. Kuhn
menampilkan riset ilmiah sebagai produk dari suatu interaksi yang kompleks antara komunitas
peneliti, tradisi otoritatif, dan lingkungannya. Dalam keseluruhan proses itu rasio dan logika
sama sekali bukan satu-satunya criteria bagi kemajuan dalam pengetahuan ilmiah. Ziauddin
Sardar, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu, Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002…hal 29-30.
Daftar Pustaka
-
Sardar, Ziauddin, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu, Yogyakarta:
Penerbit Jendela, 2002.
Kuhn, Thomas S., The Structure of Scientific Revolutions, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005
Download