8.3 Sistem Filsafat dan Pancasila

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Pancasila
Pancasila sebagai Sistem
Filsafat
Fakultas
Bidang Studi
MKCU
MKCU
Tatap Muka
08
Kode MK
Disusun Oleh
90037
Finy F. Basarah, M.Si
Abstract
Kompetensi
Pancasila sebagai sistem filsafat
Mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat
8.1 Pengertian Filsafat

Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia akan ditinjau melalui arti, objek, dan
tujuan filsafat umum dan selanjutnya memasuki bidang falsafah hidup bangsa
Indonesia.

Pada dasarmya filsafat pertama kali lahir di Yunani. Dalam buku Prof. Dr. Achmad
Tafsir yang berjudul Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (2004)
dijelaskan bahwa orang yang mula – mula menggunakan akal secara serius adalah
orang Yunani bernama Thales (kira – kira tahun 624 – 546 SM). Orang inilah yang
digelari Bapak Filsafat. Gelar itu diberikan kepadanya karena ia mengajukan
pertanyaan yang aneh, yaitu apakah sebenarnya bahan alam semesta ini? Ia sendiri
menjawab air setelah silih berganti filsuf yang sezamannya dan sesudahnya
mengajukan jawaban.

Kemudian Dr. Peter Soedoyo B.Sc, dalam bukunya Pengantar Sejarah dan Filsafat
Ilmu Pengetahuan Alam (2004) mengemukakan bahwa bangsa Yunani-lah yang
meletakkan dasar – dasar ilmu filsafat yang melandasi peradaban umat manusia
sampai sekarang. Thales bersama Anaximander dan Anaximenes adalah filsuf
pertama yang mula – mula membahas hakikat keberadaan segala sesuatu dan asal
– usul alam dalam kebendaan serta proses perubahan alam kebendaan.

Filsafat lahir pertama kali di Yunani dengan tokoh utamanya bernama Thales yang
selanjutnya diikuti silih berganti oleh tokoh – tokoh lain yang sering kita kenal seperti
Plato, Aristoteles, Socrates, Cicero, dan kemudian dilanjutkan oleh Descartes dan
Immanuel Kant.

Selanjutnya, berbicara tentang filsafat, apabila kita mendengar kata filsafat, kita akan
membayangkan mengenai hal – hal yang abstrak, yang tidak konkret / tidak nyata,
dan hanya berupa bayang – bayang atau lamunan. Seseorang yang berfilsafat
diilustrasikan sebagai orang yang berpijak di bumi dan menengadah ke arah bintang
– bintang di langit. Artinya, ia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan
alam sehingga bisa dinyatakan bahwa ruang lingkup filsafat hanyalah meliputi hal –
hal yang tidak riil, yang seolah – olah seseorang yang berfilsafat digambarkan
sebagai seseorang yang dalam kehidupannya hanya melamun sepanjang hari.
Padahal
yang
sebenarnya
tidaklah
demikian,
mengingat
filsafat
juga
mempermasalhkan hal – hal yang tampak atau yang praktis, termasuk hal – hal yang
konkret karena filsafat berhubungan dengan kehidupan manusia dalam kegiatan
2013
1
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sehari – hari, misalnya hubungan dengan sesama manusia, dengan masyarakat
luas, dengan Negara dan berkaitan pula dengan masalah – masalah bidang
kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan pendidikan,

Selain itu, juga termasuk perilaku baik dan buruk, jahat dan tidak jahat (diatur dalam
etika), masalah benar dan tidak benar (diatur dalam logika), soal indah dan tidak
indah (diatur dalam estetika).

Setiap manusia memiliki sifat keterbatasan serta kesadaran dalam hal berfilsafat dan
akan dilakukan apabila dirinya merasa kecil dan terbatas bila dibandingkan dengan
alam sekitarnya, ataupun pada saat seseorang merasa takut mengalami tantangan
akan kegagalan ataupun penderitaan. Di situlah manusia mulai berpikir bahwa di luar
dirinya yang serba terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.

Berdasarkan tata bahasa, kata filsafat berasal dari bhasa Yunani, falsafah, yang
terdiri dari kata “philein” (artinya cinta) dan “sophos” yang artinya hikmah,
kebijaksanaan, atau wisdom. Secara harfiah “filsafat” bermakna cinta kebijaksanaan,
memiliki arti kebenaran yang sesungguhnya, dan berhubungan dengan hasrat ingin
tahu terhadap hal – hal yang benar. Dalam arti praktis, filsafat mengandung makna
alam berpikir, sedangkan berfilsafat adalah berpikir secara mendalam atau radikal.
Radikal sendiri berasal dari kata “radix” yang artinya akar sehingga berpikir secara
radikal berarti berpikir sampai kepada akar – akarnya dan sungguh – sungguh
kepada hakikat sesuatu. Hakikat sesuatu sama artinya dengan kebenaran dari
sesuatu yang bisa berupa apa saja, seperti tentang mausia, benda, alam, hukum,
ekonomi, dan politik. Jadi di sini berfilsafat bisa mengandung makna mencari
kebenaran atas sesuatu.

Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta mengartikan kata
filsafat sebagi pengetahuan dan pendidikan dengan akal budi mengenai sebab –
sebab, asas – asas, hukum, dan sebagainya dari segala sesuatu yang ada di alam
semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu.
8.2 Aliran – Aliran Filsafat

Aliran – aliran utama yang ada sejak dahulu sampai sekarang, meliputi sebagai
berikut (Lab. Pancasila IKIP, 1990: 20 – 21):
2013
2
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Aliran materialisme, mengajarkan bahwa hakikat realitas kesemestaan
termasuk makhluk hidup dan manusia adalah materi. Semua realitas itu
ditentukan oleh materi (misalnya: benda – ekonomi, makanan) dan terikat
pada hukum alam, yaitu hukum sebab – akibat (hukum kausalitas) yang
bersifat objektif.
2. Aliran idealisme atau spiritualisme, mangajarkan bahwa ide atau spirit
manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia
sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan, karena akal budi dan kesadaran
rohani. Manusia yang tak sadar atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya
apalagi realitas semata. Jadi, hakikat diri dan kenyataan ialah akal budi (ide
dan spirit).
3. Aliran realisme, menggambarkan bahwa kedua aliran di atas, materialisme
dan idealisme yang bertentangan itu, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak
realistis). Sesungguhnya realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah
benda (materi) semata. Kehidupan, seperti tampak pada tumbuh – tumbuhan,
hewan, dan manusia, mereka hidup berkembang biak, kemudian tua,
akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada materi. Karenanya,
realitas itu adalah paduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang non
materi (spirit, jiwa, dan rohaniah). Khusus pada manusia, tampak dalam
gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi realisme merupakan sintesis antara
jasmaniah – rohaniah materi dengan non materi.
8.3 Sistem Filsafat dan Pancasila

Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan
rasional tentang Pancasila sebagai dasar Negara dan kenyataan budaya bangsa
dengan tujuan untuk mendapatkan pokok – pokok pengertiannya secara mendalam
dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif, yakni dengan
mencari hakikat Pancasila, serta menganalisis dan menysunnya secara induktif,
yakni
dengan
mengamati
gejala
–
gejala
sosial
budaya
masyarakat,
merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala – gejala itu.
Dengan demikian, filsafat Pancasila dapat disajikan sebagai bahan – bahan yang
sangat penting bagi penjabaran ideologi Pancasila.
2013
3
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Filsafat Pancasila akan mengungkapkan konsep – konsep kebenaran yang bukan
saja ditujukan pada bangsa Indonesia secara keseluruhan. Namun, filsafat Pancasila
akan mengungkapkan konsep – konsep kebenaran yang bukan saja ditujukan pada
bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya. Manusia adalah
makhluk yang khas, yaitu dilengkapi rasio dan kehendak bebas, maka etika atau
filsafat moral merupakan bagian yang penting. Di sini dibahas arti kesusilaan, ukuran
kesusilaan, prinsip – prinsip susila, baik dalam kehidupan pribadi, maupun dalam
kehidupan sosial.

Filsafat mempunyai sistematika yang amat luas yang meliputi tiga hal utama, yaitu:
1. Ontologi. Merupakan bidang filsafat yang menyelidiki hakikat dari realita
yang ada. Paham – paham, seperti idealisme, spiritualisme, dan pluralisme
merupakan asumsi – asumsi dasar ontologik yang akan menentukan apa
hakikat
kebenaran
atau
kenyataan
sebagaimana
dicapai
melalui
pengetahuan.
Pada awal pemikiran manusia, mereka berusaha mengerti hakikat sesuatu
yang ada di sekitarnya, yaitu alam dan kehidupan. Apakah realitas yang
tampak ini merupakan suatu realitas sebagai wujudnya, yakni benda
(materi)? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang
tampak pada makhluk hidup, seperti tumbuh – tumbuhan, hewan, dan
manusia? Apakah sesungguhnya alam semesta, binatang – binatang,
matahari, dan bulan yang berdedar, menjadikan siang dan malam bergerak
(beredar) terus – menerus? Itu semua adalah contoh – contoh masalah yang
ada pada awal pemikiran manusia.
Bidang ontologi ini meliputi penyelidikan tentang makna keberadaan (ada,
eksistensi) manusia, benda, ada alam semesta (kosmologi), juga ada mutlak
yang tidak terbatas sebagai maha sumber adanya semesta. Artinya, ontologi
menjangkau adanya Tuhan dan alam gaib, seperti rohani dan kehidupan
sesudah kematian (alam di balik dunia, alam metafisika). Jadi, ontologi
adalah bidang yang menyeleidiki makna yang ada (eksistensi dan
keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam,
manusia, metafisika, dan kesemestaan atau kosmologi.
2. Epistemologi. Merupakan bidang filsafat yang membahas sumber, batas,
proses hakikat, dan validasi pengetahuan. Epistemologi meliputi berbagai
sarana dan tata cara menggunakan sarana dan sumber pengetahuan untuk
2013
4
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mencapai keberhasilan atau kenyataan rasionalisme, kritisme, fenomenologi,
dan positivisme.
Pengetahuan manusia sebagai hasil pengetahuan dan pemikiran, akan
membentuk budaya. Bagaimana proses terjadinya pengetahuan sampai
membentuk kebudayaan, sebagai wujud keutamaan (superioritas) manusia
untuk disadari lebih dalam. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu,
atau bagaimana manusia mengetahui bahwa sesuatu itu ilmu pengetahuan,
hal ini menjadi penyelidikan epistemologi.
Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses, dan syarat terjadinya
pengetahuan, batas, dan validitas ilmu pengetahuan. Jadi, epistemologi
dapat disebut ilmu tentang ilmu, atau teori terjadinya ilmu atau science of
science, atau wissenschaftslehre. Pengetahuan yang termasuk cabang
epistemologi adalah matematika, logika, gramatika, dan semantika (Lab.
Pancasila IKIP Malang, 1990: 18 – 19).
Jadi, bidang epistemologi adalah bidang filsafat yang meyelidiki makna dan
nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat – syarat dan proses terjadinya
ilmu, termasuk semantik, logika, matematika, dan teori ilmu.
3. Aksiologi. Merupakan bidang filsafat yang menyelidiki nilai, terutama meliputi
nilai – nilai normatif. Dalam pengertian yang modern, aksiologi disamakan
dengan teori nilai, yakni sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik,
bidang yang menyelidiki hakikat nilai, kriteria, dan kedudukan metafisika
suatu nilai.
Bidang aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber
nilai, jenis dan tingkatan nilai, serta hakikat nilai. Sebagaimana dihayati
manusia, kehidupan manusia selalu berada dan dipengaruhi nilai, seperti nilai
alamiah dan jasmaniah (tanah subur, udara bersih, air bersih, cahaya, dan
panas matahari, tumbuh – tumbuhan, dan hewan) demi kehidupan.
Kemudian ada pula nilai psikologis seperti berpikir, rasa, karsa, cinta,
estetika, etika, logika, dan cita – cita. Bahkan ada pula nilai ketuhanan dan
agama.
Kehidupan manusia sebagai makhluk subjek budaya, pencipta dan penegak
nilai, berarti manusia secara sadar mencari, memilih, dan melaksanakan
(menikmati) nilai. Jadi, nilai merupaka fungsi rohani dan jasmani manusia.
2013
5
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Artinya nilai di dalam kepribadian manusia. Bahkan, nilai di dalam
kepribadian, seperti pandangan hidup, keyakinan (agama), dan bagaimana
manusia mengamalkannya (sama dengan moral) merupakan kualitas
kepribadian. Martabat manusia ditentukan oleh keyakinannya dan amal
kebajikannya
8.4 Kegunaan Filsafat dan Filsafat Pancasila

Kegunaan teoritik yaitu bahwa dengan mempelajari filsafat orang menjadi bertambah
pengetahuannya. Ia akan lebih mampu mempelajari segala sesuatu dengan cara
yang baik, mendalam, dan lebih luas. Juga lebih menjawab sesuatu yang diinginkan
pihak lain secara lebih mendalam dan mudah diterima dengan baik.

Kegunaan praktik bahwa ajaran filsafat dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari –
hari, seperti halnya logika, estetika, dan etika.

Logika akan mengajarkan kepada kita agar lebih dapat berpikir rasional, teratur, dan
sistematis sehingga mudah mengambil kesimpulan yang benar. Kesimpulan tidak
akan salah apabila kita mendasarkan diri kepada aturan – aturan yang benar dan
telah ditentukan secara pasti.

Estetika mengajarkan kegunaan nilai seni yang sangat bergarga, seni melalui
keindahan tampil dan berperan dalam berbagai kegiatan manusia, termasuk
menimbulkan daya tarik karena keindahan (musik, nyanyian, pakaian, berbahasa,
lukisan, dan bunga – bunga di halaman rumah).

Etika, bagian filsafat yang mempelajari tingkah laku dan perbuatan manusia yang
baik atau yang buruk, Oleh karena itu, mempelajari etika sangat berguna, termasuk
di dalamnya mengajarkan moral, kesusilaan, sopan santun, maupun norma yang
baik.

Secara filosofis, dalam kehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai Pancasila
adalah pandangan hidup. Dengan demikan, Pancasila dijadikan sebagai pedoman
dalam bertingkah laku dan berbuat dalam segala bidang kehidupan, meliputi bidang
ekonomi, politik, sosial budaya, serta pertahanan keamanan.

Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan pandangan dasar dan
hakiki rakyat Indonesia, dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni
2013
6
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tuhan Yang Maha Pencipta. Dasar normatif yang dapat kita sebut filsafat Negara,
diperlukan sebagai kerangka untuk menyelenggarakan Negara. Falsafah Negara
merupakan norma yang paling mendasar untuk mengecek apakah kebijakan
legislatif dan eksekutif sudah dan sesuai dengan persetujuan dasar masyarakat?

Bagi bangsa Indonesia, filsafat Pancasila sangat berguna, selain manusia sebagai
perseorangan juga sebagai warga suatu masyarakat bangsa dalam mendukung cita
– cita ataupun tujuan nasional karena filsafat Pancasila adalah landasan dasarnya,
juga landasan dasar berpikir segenap bangsa dan Negara Indonesia. Di samping itu,
secara khusus bangsa Indonesia berani mempertahankan eksistensi Pancasila bagi
nusa dan bangsa serta akan menjaga kelestarian kelangsungan hidup bangsa dan
Negara Republik Indonesia dalam membela kebenaran dan kepentingan demokrasi
bagi kehidupan bersama yang dilandasai oleh nilai persatuan dan kesatuan.

Isi pemikiran filsafat Pancasila sebagai suatu pemikiran filsafat tentang Negara,
bahwa Pancasila memberikan jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas
masalah – masalah asasi filosofis tentang Negara yang terpusat pada lima masalah
keadilan:
1. Apa Negara itu? Masalah ini dijawab dengan prinsip kebangsaan Indonesia.
2. Bagaimana hubungan antarbangsa / antarnegara? Masalah ini dijawab
dengan prinsip perikemanusiaan.
3. Siapakah sumber dan pemegang kekuasaan Negara? Masalah ini dijawab
dengan prinsip demokrasi.
4. Apa
tujuan
Negara?
Masalah
ini
dijawab
dengan
prinsip
Negara
kesejahteraan.
5. Bagaimana hubungan antaragama dan Negara? Masalah ini dijawab dengan
prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.
8.5 Pancasila sebagai Suatu Sistem Nilai
(Filsafat)

Sebagai suatu sistem, Pancasila merupakan kesatuan dari bagian – bagian. Dalam
hal ini, tiap – tiap sila dari Pancasila antara satu dengan lainnya saling berkaitan,
2013
7
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
berhubungan, dan saling melengkapi. Pancasila, pada hakikatnya merupakan satu
kesatuan yang bulat dan utuh serta tidak terpisahkan di antara sila – silanya. Namun,
sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki kedudukan yang tinggi dan luas
dibandingkan dengan keempat sila yang lain. Jadi, dari lima sila yang ada, satu sila
yang mempunyai posisi istimewa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena sila ini
terletak di luar ciptaan akal manusia (Hazairin, 1983: 15).

Secara berurutan, Pancasila berada dalam bentuk piramid dengan tatanan yang
hierarkis. Dalam susunan hierarkis dan piramid itu, Ketuhanan Yang Maha Esa
menjadi
basis
dari
kemanusiaan
(perikemanusiaan),
persatuan
Indonesia
(kebangsaan), kerakyatan, dan keadilan sosial. Sebaliknya, Ketuhanan Yang Maha
Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, berpersatuan (berkebangsaan),
berkerakyatan, dan berkeadilan soaial). Dengan demikian, tiap – tiap sila di
dalamnya mengandung sila dari lain – lainnya (Notonagoro, 1959: 60).

Mengingat sila pertama menjadi basis dari sila yang lain, sila pertama Ketuhanan
Yang Maha Esa memiliki tingkat tertinggi (terluas) dalam susunan hierarkis piramid
dan meliputi, melandasi, serta menjiwai sila – sila lain yang kedudukannya dalam
hierarkis lebih rendah (sempit). Dengan demikian, sila kedua juga melandasi dan
menjiwai sila ketiga, keempat, dan kelima.

Sebagai sistem, Pancasila memiliki ciri – ciri sbb.:
1. Merupakan kesatuan dari bagian – bagian. Bagian – bagian dimaksud adalah
sila – sila Pancasila yang menyatu secara bulat dan utuh.
2. Bagian – bagian tersebut memiliki fungsinya masing – masing. Sila pertama,
memiliki fungsi keimanan dan ketaqwaan. Sila kedua, berfungsi dalam tugas
– tugas kemanusiaan. Sila ketiga, berfungsi penegakkan persatuan dan
kesatuan. Fungsi sila keempat adalah mempertemukan kebersamaan dalam
perbedaan. Fungsi sila kelima adalah kesejahteraan yang berkeadilan.
3. Saling berhubungan dan ketergantungan. Sila yang satu dan yang lain saling
meliputi, melandasi, dan saling menjiwai, serta saling diliputi, dilandasi, dan
dijiwai, kecuali sila pertama Ketuhanan Yang Maha Ea hanya meliputi,
melandasi, dan menjiwai, tanpa diliputi, dilandasi (dijiwai) oleh sila – sila
Pancasila lainnya.
2013
8
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Keseluruhan,
dimaksudkan
untuk
pencapaian
tujuan
tertentu,
yang
merupakan tujuan sistem, yaitu suatu kehidupan sejahtera yang berkeadilan,
meliputi sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Terjadi dalam lingkungan yang kompleks, yaitu dalam suatu kesatuan yang
tidak terpisahkan dalam satu wadah Pancasila.
2013
9
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Setijo, Pandji. 2010. Pendidikan Pancasila, Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Cetakan
Keempat. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Syarbaini, Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai – Nilai Karakter
Bangsa) di Perguruan Tinggi. Edisi Revisi, Cetakan Kelima. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
2013
10
Pancasila
Finy F. Basarah, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download