Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Kecerdasan Emosional
Emotional Qoutient (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan diri
sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Kemampuan ini saling melengkapi dan berbeda dengan kemampuan akademik
murni, yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan Intellectual
Quotient, kecerdasan Intellectual Quotient (IQ) menyumbangkan kira-kira 20%
bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, dan yang 80% lainnya
diisi oleh kekuatan-kekuatan lain, termasuk Emotional Quotient (EQ) dan
Spiritual Qoutient (SQ) (Goleman, 2007).
Gardner (dalam Goleman, 2009) mengatakan bahwa bukan hanya satu
jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam
kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh variasi
utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal
dan intrapersonal. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan
lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi
dalam pembentukan kecerdasan emosional. Kecerdasan ini dinamakan oleh
Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai
kecerdasan emosional.
8
9
Kecerdasan emosional adalah kemampuan khusus untuk membaca
perasaan terdalam mereka yang melakukan kontak, dan menangani hubungan
organisasi secara efektif. Sementara pada saat yang sama dapat memotivasi diri
sendiri, dan memenuhi tantangan menejemen relasi. (Meyer, 2011).
2. 1. 1. Indikator kecerdasan emosional
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah
kemampuan auditor internal untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan keterampilan
sosial.
Menurut Goleman (2000), secara garis besar membagi dua kecerdasan
emosional
yaitu kompentensi
personal
yang meliputi
pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi diri dan kompetensi sosial yang terdiri dari empati dan
keterampilan sosial. Goleman, mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam
kecerdasan emosional dari model Salovely dan Mayer, yaitu :
a. Pengenalan diri (Self awareness), Mengenal diri sendiri berarti
memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat, yaitu
menyadari kelebihan/keunggulan yang dimiliki maupun kekurangan/
kelemahan yang ada pada diri sendiri.
b. Pengendalian diri (self regulation), merupakan suatu keinginan
dan kemampuan dalam menggapai kehidupan yang selaras, serasi dan
seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai individu.
10
c. Motivasi (motivation), mendefinisikan motivasi sebagai perubahan
tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan
reaksi- reaksi mencapai tujuan.
d. Empati (empathy), didefinisikan sebagai kemampuan seseorang
untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain.
e. Keterampilan sosial (Social skills) yang merupakan keterampilan
seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain guna menciptakan
suatu komunikasi yang baik.
2. 1. 1. 1. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional yaitu
merupakan kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu. Menurut
Goleman (2001:513), kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada
suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri
sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak ukur yang realistis
atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri merupakan
keterampilan dasar yang vital untuk ketiga kecakapan emosi, yaitu:
a. Kesadaran Emosi
Mengetahui
pengaruh
emosi
terhadap
kinerja,
dan
mampu
menggunakan nilai-nilai untuk memandu membuat keputusan.
b. Penilaian Diri Secara Akurat
Mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri yang dimiliki.
c.
Percaya diri
Keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri yang dimiliki.
11
Hautman dalam Suryanti dan Ika (2004:264), menyatakan bahwa saat kita
semakin mengenali diri kita, kita akan lebih memahi apa yang kita rasakan dan
lakukan. Pemahaman itu akan memberikan kita kesempatan atau kebebasan untuk
mengubah hal-hal yang ingin kita ub ah mengenai diri kita dan menciptakan
kehidupan yang kita inginkan. Kesadaran dirr memungkinkan kita untuk
berhubungandengan emosi, pikiran, dan tindakan (Suryanti dan Ika, 2004:264).
2. 1. 1. 2. Motivasi Diri
Motivasi berarti menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk
menggerakan dan menuntun seseorang menuju sasaran, membantu kita
mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi
kegagalan dan frustasi (Goleman, 2001:514). Motivasi yang paling ampuh adalah
motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (Suryani dan Ika, 2004:266).
Pencapaian keberhasilan menuntut dorongan untuk berprestasi. Studi-studi yang
membandingkan para bintang kinerja ditingkat eksekutif dengan rekan-rekannya
yang berpartisipasi bisa menunjukan bahwa bintang tersebut menunjukan ciri-ciri
kecakapan peraihan prestasi. Kebutuhan berprestasi adalah kecakapan yang paling
kuat satu-satunya yang membedakan eksekutif bintang dan eksekutif biasa
(Alwani, 2007).
Yuniani (2007), mengungkapkan kecakapan emosi yang terdapat dalam
motivasi adalah:
a. Dorongan keberhasilan
Dorongan untuk menjadi lebih baik untuk memenuhi standar
keberhasilan.
12
b. Inisiatif
Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.
c. Optimis
Kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan
kegagalan.
2. 1. 1. 3. Mengenali Emosi Orang Lain (empati)
Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana
perasaan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan
hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang
(Goleman, 2001:514)
Suryani dan Ika (2004:267), menyatakan bahwa empati telah kita m iliki
saat kita berusia tiga tahun. Ini dapat dibuktikan dengan gerakan meniru yang
dilakukan bayi pada usia dini.
Empati membuat orang lebih tegass dan sadar diri, karena empati memberi
informasi yang kaya tentang orang lain dan hubungannya dengan mereka.
Mengetahui
perasaan
orang
lain
membantu
seseorang
menghargai
individualitasnya. Empati juga mengilhami dan memotivasi tindakan, menjadikan
sumber daya yang memberdayakan bagi kehidupan pribadi dan sosial (Maslahah,
2007).
Empati adalah menghayati masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan
yang tersirat dibalik perasaan seseorang. Empati merupakan kecakapan dasar
untuk semua kecakapan sosial yang penting untuk bekerja.
Yuniani (2007), mengungkapkan tiga devinisi kecakapan-kecakapan yaitu:
13
a. Memahami orang lain
Merasakan perasaan dan perspektif orang lain, dan menunjukan minat
aktif terhadap kepentingan mereka.
b. Orientasi pelayanan
Mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan.
c. Kesadaran politis
Mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya
dengan kekuasaan.
2. 1. 1. 4. Pengendalian diri
Menurut Goleman (2001:514) mendefinisikan pengendalian diri dengan
menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada
pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan
sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan
emosi. Kecakapan emosi utama dalam pengaturan diri adalah sebagai berikut:
a. Dapat dipercaya
Memelihara norma, kejujuran, dan integritas.
b. Kehati-hatian
Dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban
c. Adaptabilitas
Keluwesan dalam menghadapi keluhan dan tantangan.
Menjaga emosi agar tetap terkendali merupakan kunci menujun
kesejahteraan emosi. Emosi yang berlebihan dapat mengoyak kestabilan
seseorang. Aristoteles dalam Emotinal Intellegence menulis siapapun bisa marah,
14
marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang
sessuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang
baik, bukanlah hal yang mudah (Goleman, 2001).
2. 1. 1. 5. Keterampilan Sosial
Menurut Goleman (2001) keterampilan sosial berarti menangani emosi
dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca
situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, mengunakan keterampilanketerampilan ini untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Keterampilan sosial
merupakan aspek penting dalam kecerdasan emosional, keterampilan sosial dapat
diperoleh dengan banyak berlatih.
Kecerdasan emosional merupakan kesadaran diri untuk mengetahui apa
yang dirasakan dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan
diri sendiri dan mendorong untuk menjadi lebih baik, memahami perspektif orang
lain sehingga dapat menimbulkan rasa saling percaya, mampu memjalin hubungan
dengan orang lain dengan cukup lancar, peka terhadap reaksi dan perasaan orang,
mampu memimpin dan mengorganisir dan pintar menangani perselisihan yang
muncul dalam setiap kegiatan serta dapat menyelaraskan diri dan sanggup
menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih
kembali dari tekanan emosi. Dengan demikian, individu yang memiliki
kecerdasan emosi tinggi mampu untuk lebih mengenali emosi dan pikiran yang
sedang terjadi pada dirinya, tidak larut dalam situasi yang tidak menyenangkan.
Individu tersebut memiliki kejernihan dalam berfikir, dan mampu mengendalikan
diri.
15
2. 2. Audit Internal
Audit internal baru muncul untuk pertama kalinya dalam dunia usaha lama
sesudah adanya audit akuntan publik. Faktor utama diperlukannya audit internal
adalah meluasnya rentang kendali yang dihadapi pimpinan perusahaan yang
memperkerjakan ribuan karyawan dan mengelola kegiatan di berbagai tempat
yang
terpencar.
Berbagai
penyimpangan
dan
ketidak
wajaran
dalam
menyelenggarakan buku perusahaan merupakan masalah nyata yang harus
dihadapi.
Untuk menditeksi dan mencegah berbagai masalah yang ada di dalam
perusahaan diperlukan audit internal untuk melakukan pengawasan dengan cara
menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut.
Audit internal yang memadai adalah audit internal yang memenuhi
Standar Profesi Audit Internal (SPAI). Menurut Hiro (2003), Standar Profesi
Audit Internal meliputi:
a. Independensi
atau
kemandirian
unit
audit
internal
yang
membuatnya terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa dan
objektivitas para pemeriksa internal.
b. Keahlian dan kegunaan kemahiran profesional secara cermat dan
seksama para auditor internal.
c. Lingkup pekerjaan audit internal
d. Pelaksanaan tugas audit internal
e. Menejemen unit audit internal
16
2. 2. 1. Pengertian Audit Internal
Secara umum audit internal adalah fungsi penilaian yang bebas atau
independen yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang bersangkutan.
Penilaian tersebut meliputi seluruh aktivitas perusahaan termasuk penilaian
terhadap stuktur organisasi, rencana-rencana, kebijakan, prestasi pegawai, dan
ketaatan terhadap prosedur.
Pengertian audit internal menurut Hiro (2001), adalah sebagai berikut:
“Internal auditing atau pelaksanaan internal adalah sebuah fungsi
penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan
mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan”.
Pengertian Audit Internal menurut IIA (1997) adalah:
“Audit Internal adalah suatu aktivitas penilaian independen didalam
suatu organisasi untuk penelitian didalam kegiatan pembukuan,
finansial, dan kegiatan lainnya, sebagai dasar untuk membantu
pimpinan perusahaan. Pemeriksaan itu mempunyai pengendalian
menejerial yang berfungsi dengan jalan mengukur dan menilai
efektivitas sarana pengendalian”.
Sedangkan definisi baru Arens, Eldr and Basley (2006) definisi
pengendalian internal, sebagai berikut:
“internal auditing is an independent, objective, assurance and
consulting activity designed to add value and improve organization’s
operation. It’s help an organization accomplish it’s objectives by
17
bringing a systemati, discliplined, approach to evaluate and improve the
effectiveness of risk management, control and governance processes”.
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa audit internal merupakan
kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang
untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasional
organisasi. Audit internal juga membantu organisasi mencapai tujuannya melalui
suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi, meningkatkan
efektivitas pengelolaan resiko, pengendalian, dan proses governance.
Sedangkan pada tahun 2004 Standar Profesi Audit Internal (SPAI)
mendefinisikan Audit Interrnal, sebagai berikut:
“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang
independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai
tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal
membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu
pendekatan
sitematis
dan
teratur
untuk
mengevaluasi
dan
meningkatkan efektivitas pengendalian resiko, pengendalian, dan
proses governance”.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Internal Audit
adalah suatu aktivitas pengawasan yang independent di dalam suatu organisasi,
yang bertujuan membantu menejemen dalam meningkatkan pengawasan terhadap
operasional perusahaan, dengan melakukan evaluasi terhadap operasional resiko,
proses pengaturan yang efektif, dengan pendekatan yang sistematis, dan apakah
telah menerapkan Good Corporate Governance (GCG).
18
Dan menurut Institute of Internal Auditors mengenai pengertian audit
internal (IIA, 2004), adalah:
“Internal auditing is an independent appraisal function established
within an organization”.
Menurut pernyataan IIA tersebut, audit internal adalah suatu fungsi
penilaiian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk memeriksa dan
mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi
organisasi.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa pengertian audit
internal mencakup:
a. Audit merupakan suatu aktivitas penilaian independen dalam suatu
organisasi. Ini berarti bahwa seseorang yang melakukan penilaian
tersebut adalah pegawai perusahaan.
b. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal, independensi
dan objektivitas harus dipegang.
c. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal bertanggung
jawab langsung pada pimpinan.
d. Auditor internal memeriksa dan mengevaluasi seluruh kegiatan baik
finansial maupun non finansial.
e. Menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan
dijalankan sesuai dengan target dalam mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan pengertian audit internal menurut Mulyadi (2002), adalah
sebagai berikut:
19
“Audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas terdapat
dalam organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi
dan kegiatan lain untuk memberikan jasa kepada menejemen”.
Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa audit intenal
adalah:
a. Suatu aktivitas yang independen dan objektif.
b. Aktivitas pemberian jaminan, keyakinan, dan konsultasi.
c. Dirancang untuk memberikan nilai tambah serta meningkatkan
kegiatan operasi organisasi
d. Membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.
e. Memberikan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengevaluasi
dan meningkatkan menejemen resiko, pengendalian, serta proses
pengaturan dan pengelola organisasi.
2. 2. 2. Independensi
Auditor internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang
diperiksa. Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat menlaksanakan
pekerjaannya secara bebas dan objektif.
Menurut Arens et al (2006) mengemukakan bahwa:
“ independence in fact exist when the auditor is actually able to
maintain an unbiased attitude throughout the audit, where as
independece in apperance is the result of other interpretation of this
independence”.
20
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa dalam melakukan berbagai
kegiatan audit, dibutuhkan independensi karena adanya harapan untuk
mendapatkan suatu pertimbangan yang tidak memihak.
Menurut Cangemi dan Singleton (2003), independensi dapat diperoleh
dari dua hal, yaitu:
“This independence is obtained primarily throuhg organization status
and objectivity”.
Dengan demikian independsi adalah sikap yang tidak memihak, bebas dari
benturan kepentingan dan obyektif dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Independensi dalam audit artinya sikap tidak memihak ata menolak segala bentuk
campur tangan dari pihak manapun dalam tugas auditnya.
Kondisi yang penting dalam menjaga independen, yaitu:
a. Status Organisasi
Suatu organisasi
audit internal harus cukup memadai untuk
memungkinkan tercapainya tanggung jawab yang di terimanya.
Artinya audit internal harus mendapat dukungan dari manajemen dan
direksi sehingga tercipta kerjasama yang baik dari bagian yang di audit
(auditee) dan bebas dari campur tangan pihak lain.
Hiro (2003) mengungkapkan bahwa:
“status organisasi unit audit internal haruslah memberikan
keleluasaan untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggung jawab
yang diberikan”.
21
Dari kutipan diatas, dapat diketahui bahwa pimpinan audit internal
harus memberikan kebebasan terhadap individu yang memiliki
kewenangan. Namun demikian, kewenangan tersebut harus sesuai
ruang lingkup audit dan memberikan pertimbangan yang cukup serta
tindakan yang efektif atas temuan dan rekomendasinya berdasarkan
tanggung jawab yang diberikan.
b. Objektivitas Auditor
Yaitu auditor tidak boleh terlibat dalam pengambilan keputusan
operasional perusahaan, termasuk dalam desain system manajemen
operasi. Audit internal harus selalu bersikap objektif dalam melakukan
audit. Objektivitas merupakan kebebasan sikap mental yang harus di
pertahankan oleh auditor internaldalam melakukan audit, dan auditor
internal tidak boleh membiarkan pertimbangan auditnya di pengaruhi
oleh orang lain.
Objektivitas auditor internal menurut Standar Profesi Audit Internal
yang dikutip oleh Konserium Organisasi Profesional Audit Internal
(2004) adalah sebagai berikut:
“ auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif,
tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya
pertentangan kepentingan (conflict of interest)”.
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa objektivitas mengharuskan
auditor internal melakukan audit sedemikian rupa sehingga kejujuran
akan hasil audit mereka dapat diyakini dan bukan merupakan hasil
22
kompromi yang dapat menimbulkan konflik di dalam perusahaan itu
sendiri.
Independensi di dalam lingkungan audit dapat didefinisikan sebagai
kondisi cara pandang yang tidak memihak dalam pelaksanaan
pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit
perusahaan (Arens, dan Loebeck)
Menurut Mulyadi (2002), independensi adalah:
“ Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh
pihak lain, tidak tergantung pada orang lain, dapat diartikan
sebagai
adanya
kejujuran
dalam
diri
auditor
dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang
obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya”.
Independensi bukan hanya penting secara formal tetapi juga dalam
bertindak dan pola berfikir,. Banyak ahli bidang Akuntansi dan Auditing, telah
menciptakan landasan yang kuat pada konsep independensi. Vasnasco (1996)
mengungkapkan bahwa banyak peneliti yang mendefinisikan dan memaknai
insdependensi dari tataran filsafat, sosiologis, behavioral, maupun legalo.
2. 2. 3. Tanggung Jawab dan Kewenangan Audit
Audit internal mempunyai tanggung jawab dan kewenangan audit atas
penyediaan informasi untuk menilai efektivitas Sistem Pengendalian Internal
(SPI) dan mutu pengelolaan organisasi perusahaan.
23
Oleh karena itu satuan kerja Audit Internal menyiapkan uraian tugas yang
lengkap mengenai tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab satuan kerja Audit
Internal. Hal ini sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal (2004) tentang
tanggung jawab dan kewenangan audit internal:
“Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal
harus dinyatakan secara formal dalam character audit internal,
konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan
mendapat persetujuan
dari
pimpinan
dan
Dewan
Pengawas
Organisasi”.
Dari kutipan di atas diketahui bahwa tujuan, kewenangan, dan tanggung
jawab Audit Internal didalam organisasi harus dinyatakan secara sah dalam
dokumen kewenangan dan tanggung jawab Audit Internal.
Selain itu, setiap orang dalam organisasi harus memiliki tugas dan
tanggung jawab atas Pengendalian Internal, misalnya:
a. Manajemen, yang terdiri dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
yang pada pokoknya bertanggung jawab dan mengasumsikan
“kepemilikan” Sistem Pengendalian Internal tersebut, lebih dari
individu yang lain, dan sebagai role mode menetapkan “tone of the
top” yang mempengaruhi intergritas, etika, budaya kerja dan faktorfaktor lain untuk lingkungan pengendalian yang positif.
b. Dewan Komisaris, bertanggung jawab melakukan pengawasan dan
memastikan bahwa kebijakan, peraturan, dan pedoman yang telah
disediakan telah dilaksanakan secara efektif.
24
c. Dewan Direktur, bertanggung jawab untuk menyediakan kebijakan,
peraturan, dan pedoman untuk dilaksanakan, sedangkan setiap anggota
Dewan harus bekerja secara efektif, yakni harus bersifat obyektif,
cakap, dan cermat dalam mengelola operasionalitas perusahaan.
d. Auditor Internal, memainkan peran penting dalam mengevaluasi
efektivitas sistem pengendalian, dan sebagai :member of the
authority”, fungsi audit internal harus memainkan peran audit dan
monitoring secara signifikan.
e. Personil yang lain, pada tingkat tertentu Pengendalian Internal
merupakan tanggung jawab setiap orang ata karyawan dalam
organisasi. Olehnkarena itu, harus menjadi bagian yang baik secara
implisit atau eksplisit dari deskripsi pekerjaan setiap orang. Pada
pokoknya, semua karyawan wajib menghasilkan informasi yang akan
digunakan dalam Sistem Pengendalian Internal, atau mengambil
tindakan atau keputusan yang diperlukan untuk mempengaruhi
pengendalian.
2. 3. Jenis-jenis Audit
Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 serta SPKN, terdapat tiga jenis audit,
yaitu:
2. 3. 1. Audit Keuangan
Merupakan audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan
keyakinan yang memadai (reasonable assurance) serta untuk mengeksperimen
25
suatu opini yang jujur mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan arus kas,
apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau
basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
2. 3. 2. Audit Kinerja
Merupakan pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai
macam bukti meliputi audit ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, pada dasarnya
merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit
kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian
ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit.
2. 3. 3. Audit dengan Tujuan Tertentu
Merupakan audit khusus di luar audit keuangan dan audit kinerja yang
bertujuan untuk memberikan simpulan atas hal yang diaudit. Audit dengan
tujuantertentu dapat bersifat eksaminasi (examination), reviu (review), atau
prosedur yang disepakati (agrees-upon procedures) yang diduga mengandung
inefesiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang dengan hasil audit berupa
rekomendasi.
Audit dengan tujuan tertentu mencakup audit atas hal-hal lain di bidang keuangan,
auditinvestigatif, dan audit atas sistem pengendalian internal.
26
2. 4. Jenis-jenis Auditor
Menurut Mulyadi (2002) dalam Rapina dan Hana (2011): Orang atau
kelompok yang melakukan audit dapat dikelompokan menjadi tiga golongan:
2. 4. 1. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau
penanggung jawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.Di Indonesia,
auditor pemerintah dibagi menjadi dua yaitu:
a. Auditor eksternal pemerintah yang dilakukan oleh Badan
PemeriksaKeuangan (BPK). Badan Pemeriksa Keuangan
merupakan badan yang tidaktunduk kepada pemerintah
sehingga diharapkan dapat independen.
b. Auditor internal Pemerintah atau yang dikenal sebagai Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang dilaksanakan oleh
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang
bertanggung jawab kepada Presiden. Inspektorat Jenderal
(Itjen)/Inspektorat
bertanggung
jawab
Utama
kepada
(Ittama)/Inspektorat
Menteri/Kepala
yang
Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND). Inspektorat Pemerintah
Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur, dan
Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab kepada Bupati/Walikota.
27
2. 4. 2. Auditor Independen atau Akuntan Publik
Auditor profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum,
terutama dalam bidang audit terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh
kliennya.
2. 4. 3. Auditor Internal
Auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun
perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan
baik atau tidaknya pengawasan terhadap kekayaan organisasi, menentukan
keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dalam organisasi.
2. 4. 4. Auditor Internal Pemerintah
Auditor internal dipegang oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional
melaksanakan pengawasan intern, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten
atau Kota.
Menurut Permenpan No. PER/05/M.PAN/03/2008 menyatakan bahwa:
“Auditor intern adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai
jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas,
wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah
untuk dan atas nama APIP.
28
Menurut Arens Loebbecke (2005) mengatakan “Internal auditor adalah
seseorang yang bekerja sebagai karyawan suatu organisasi untuk melakukan
audit bagi kepentingan manajemen”
Menurut Mulyadi (2006), terdapat tiga tipe yaitu: auditor independen,
auditor internal dan auditor pemerintah. Auditor yang bekerja pada bidang
pemerintahan adalah auditor pemerintah. Auditor pemerintah dapat didefinisikan
sebagai auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas
pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan
oleh unitunit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban yang
ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di
instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah
auditor yang bekerja di BPKP, BPK, Inspektorat dan instansi pajak. Auditor
internal merupakan seorang auditor yang bertugas menilai fungsi organisasi.
Meriviu tindakan organisasi, selain itu melakukan suatu pemeriksaan yang
mengukur, mengevaluasi dan melaporkan efektivitas pengendalian internal,
keuangan dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya organisasi.
2. 5. Standar Pelaksanaan Audit
Dalam setiap penugasan audit, auditor harus menyusun rencana kerja yang
terdiri dari penetapan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumberdaya.
Pada setiap tahap audit, pekerjaan auditor harus disupervisi secara
memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas dan
meningkatkan kemampuan auditor. Auditor harus mengumpulkan dan menguji
29
bukti
untuk
mendukung
kesimpulan
dan
temua
audit,
Auditor
harus
mengembangkan temuan yang diperoleh selama pelaksanaan audit. Auditor harus
menyiapkan dan menata-usahakan dokumen audit kinerja dalam bentuk kertas
kerja audit. Dokumen audit harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat
secara efektif diambil kembali,untuk dirujuk dan dianalisis.
2. 6. Standar Pelaporan
Auditor harus membuat laporan hasil audit sesuai dengan penugasannya
yang disusun dalam format yang sesuai, segera setelah selesai melakukan audit.
Laporan hasil audit harus dibuat secara tertulis dan segera, yaitu pada kesempatan
pertama setelah berakhirnya pelaksanaan audit. Laporan hasil audit harus dibuat
dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditi dan pihak lain yang terkait.
Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas sistem pengendalian intern
auditi. Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidak patuhan.
Laporan hasil audit harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif,
meyakinkan serta jelas dan seringkas mungkin. Auditor harus meminta tanggapan
atas pendapat terhadap kesimpulan, temuan, rekomendasi termasuk tindakan
perbaikan yang direncanakan oleh auditi secara tertulis dari pejabat auditi yang
bertanggungjawab. Laporan hasil audit diserahkan kepada pimpinan organisasi,
auditi, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
30
2. 7. Kualitas Audit Internal
Kualitas audit adalah sikap auditor dalam melaksanakan tugasnsya yang
tercermin dalam hasil pemeriksaannya yang dapat diandalkan sesuai dengan
standar yang berlaku. Hasil audit pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah
dikatakan berkualitas jika hasil pemeriksaan (audit) dapat meningkatkan bobot
pertanggungjawaban atau akuntabilitas, serta dapat memberikan informasi
pembuktian ada tidaknya penyimpangan dari standar-standar audit di sektor
pemerintahan. Elfarini (2007) menyatakan bahwa pengukuran kualitas proses
audit terpusat pada kinerja yang dilakukan auditor dan kepatuhan pada standar
yang telah digariskan.
Agar dapat mengukur kualitas audit internal yang dilakukan oleh
Inspektorat, penelitian ini menggunakan standar audit APIP yaitu Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008
tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dimana dilihat dari
standar pelaksanaan dan standar pelaporan. Standar pelaksanaan pekerjaan
mendeskripsikan sifat kegiatan audit dan menyediakan kerangka kerja untuk
melaksanakan dan mengelola pekerjaan audit yang dilakukan auditor.
Standar pelaksanaan audit mengatur tentang perencanaan, supervisi,
pengumpulan dan pengujian bukti, pengembangan temuan dan dokumentasi.
Sedangkan standar pelaporan merupakan acuan bagi penyusunan laporan hasil
audit yang merupakan tahap akhir kegiatan audit, untuk mengomunikasikan hasil
audit pada auditi dan pihak lain yang memiliki kepentingan. Standar pelaporan
31
mencakup kewajiban membuat laporan, cara dan saat pelaporan, bentuk dan isi
laporan, kualitas laporan, tanggapan auditi serta penerbitan dan distribusi laporan.
Dalam standar audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menyatakan
laporan hasil audit (LHA) merupakan hasil akhir dari proses pemeriksaan yang
berguna untuk mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada auditi dan pihak
lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan, menghindari
kesalahpahaman atas hasil audit, menjadi bahan untuk melakukan tindakan
perbaikan bagi auditi dan instansi terkait dan memudahkan pemantauan tindak
lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah
dilakukan. Cara yang efektif untuk menjamin suatu kegiatan audit dilakukan
secara wajar, lengkap dan objektif adalah dengan kegiatan audit tersebut
mendapatkan reviu dan tangapan dari pejabat yang bertanggungjawab pada entitas
yang diperiksa, tanggapan atau pendapat tidak hanya mencakup kelemahan dalam
pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, atau tidak ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa,
tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan.
Auditor harus memuat komentar pejabat tersebut dalam laporan hasil
pemeriksaannya. Pemeriksa harus meminta tanggapan tertulis dari pejabat yang
bertanggung jawab terhadap temuan, simpulan dan rekomendasi termasuk
tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen yang diperiksa. Jika
tanggapan dari entitas yang di audit bertentangan dengan temuan, simpulan, atau
rekomendasi dalam laporan hasil audit serta menurut auditor tanggapan tersebut
sesuai atau rencana tindakan perbaikan tidak sesuai dengan rekomendasi, maka
32
auditor harus menyampaikan tanggapan atas rencana perbaikan beserta alasannya.
Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan obyektif.
Sebaliknya, auditor harus memperbaiki laporannya apabila auditor berpendapat
bahwa tanggapan tersebutbenar.
Penelitian yang dilakukan Tawaf (1999), melihat suatu audit yang
berkualitas dapat dilihat dari sisi supervisi, menurut Tawaf (1999) agar audit yang
dihasilkan berkualitas, supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan
dimulai dari awal hingga akhir penugasan audit. Sedangkan penelitian yang
dilakukan Malan adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi atas tindakan dan kejadian
ekonomi, kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan dan kemudian
mengkomunikasikan kepada pihak pemakai. Dari definisi di atas, maka
kesimpulannya adalah auditor yang kompeten adalah auditor yang “mampu”
menemukan adanya pelanggaran sedangkan auditor yang “mau” mengungkapkan
pelanggaran tersebut.
Untuk dapat meningkatkan kualitas audit maka perlu diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas audit tersebut. Menurut Suryanita
Weningtyas, dkk dalam jurnal riset akuntansi Indonesia. Vol.10, No.1, kualitas
audit auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor menjalankan prosedurprosedur audit yang tercantum dalam program audit. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa kualitas audit menyangkut kepatuhan auditor dalam memenuhi
hal yang bersifat prosedural untuk memastikan keyakinan terhadap keterandalan
laporan keuangan.
33
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan definisi
kualitas hasil pemeriksaan yaitu: ”Laporan hasil pemeriksaan yang memuat
adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan
dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus
dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab
pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta
tindakan koreksi yang direncanakan”.
Dengan demikian kualitas hasil pemeriksaan akan dipengaruhi oleh
akuntabilitas, serta pengalaman yang dimiliki oleh pemeriksa. Variabel-variabel
ini merupakan bagian dari kualitas hasil pemeriksaan.
2. 8. Pengertian Kinerja
Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance)
sumber daya manusia, untuk itu setiap perusahaan akan berusaha untuk
meningkatkan kinerja pegawai dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Budaya organisasi yang tumbuh dan terpelihara dengan baik akan
mampu memacu organisasi ke arah perkembangan yang lebih baik. Disisi lain,
kemampuan pemimpin dalam menggerakkan dan memberdayakankan pegawainya
akan mempengaruhi kinerja. Istilah kinerja dari kata job performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang). Prestasi kerja pada
umumnya dipengaruhi oleh kecakapan,
keterampilan, pengalaman dan kesungguhan kerja dari tenaga kerja yang
bersangkutan.
34
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Sebagaimana dikemukan oleh Mangkunegara (2007) bahwa isitilah kinerja dari
kata-kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan padanya.
Lebih lanjut Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa pada umumnya
kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi.
Nawawi (2004) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu
pekerjaan, baik bersifat fisik/ material maupun non fisik/ non material.
Menurut Simanjuntak (2005), ”Kinerja adalah tingkatan pencapaian hasil
atas pelaksanaan tugas tertentu. Simanjuntak juga mengartikan kinerja individu
sebagai tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus
dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu”.
Foster dan Seeker (2001) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah hasil yang
dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan”. Kinerja individu adalah hasil kerja pegawai baik dari segi kualitas
maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan
kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dan kinerja kelompok.
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam menilai prestasi kerja As’ad
(2003), yaitu :
35
a. Subjectitive Procedure
Prosedur
ini
meliputi
penilaian
ataupun
pertimbangan-
pertimbangan terhadap kecakapan kerja yang dilakukan oleh superior
(atasan), sub ordinates (bawahannya), peers (kelompok kerja), rekan rekan
sekerja, outside observer (para observer dari luar) dan self (diri sendiri).
Prosedur ini sangat bergantung pada opini manusia, maka prosedur
memiliki kesalahan-kesalahan disebabkan oleh manusia (human error),
yaitu :
1. Tipe Liniency, terjadi kalau peninilai cenderung memberikan
nilai yang tinggi kepada bawahannya.
2. Tipe Strictness, terjadi kalau penilai cenderung memberikan
nilai yang rendah kepada bawahannya.
3. Tipe Central Tendency, terjadi apabila orang yang dinilai
enggan memberikan nilai yang tinggi kepada bawahannya.
4. Halo Effect Error, kesalahan kesan umum dari si penilai karena
pengaruh pengalamannya sebelumnya.
5. Personal Bias, adalah bentuk kesalahan karena adanya
prasangkaprasangka baik kearah positif maupun kearah negatif.
b. Direct Measures
Metode ini tidak seperti metode terdahulu dimana evaluator
diminta pertimbangannya terhadap perilaku kerja pegawai bawahannya.
Ada dua (2) tipe evaluasi ini, yaitu :
36
1. Berhubungan dengan produksi, yaitu menyangkut unit-unit yang
diproduksi dan kualitas produk.
2. Berhubungan dengan
personal information
(informasi
individu), yaitu meliputi absensi, ketepatan datang, keluhankeluhan daripegawai, waktu yang dipergunakan untuk mempelajari
pekerjaan dan sebagainya.
c. Profiency Testing
Merupakan pendekatan lain dalam mengevaluasi kecakapan
pegawai. Dalam hal ini pegawai yang di uji diminta untuk memerankan
pekerjaan seperti keadaan yang sesungguhnya.
2. 8. 1. Indikator Kinerja (performance)
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005) bahwa istilah kinerja
berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja
organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan
kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok
(Mangkunegara, 2005). Gibson et al. (1996) menyatakan bahwa kinerja
karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan
37
perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh
organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur
prestasi kerja atau kinerja organisasi. Kinerja auditor merupakan tindakan atau
pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun
waktu tertentu. Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi (2010) adalah
akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara
obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan
tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara
wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.
Kerjasama antara pegawai dapat ditingkatkan apabila pimpinan mampu
memotivasi pegawai dengan baik Adapun indikator kinerja karyawan menurut
Guritno dan Waridin (2005) adalah sebagai berikut :
a. Mampu meningkatkan target pekerjaan.
b. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
c. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
d. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan.
e. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan.
Berdasarkan keseluruhan definisi diatas dapat dilihat bahwa kinerja
pegawai merupakan output dari penggabungan faktor-faktor yang penting yakni
kemampuan dan minat, penerimaan seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas
dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor-faktor
diatas, maka semakin besarlah kinerja karyawan yangbersangkutan.
38
2. 8. 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Simanjutak (2005) kinerja dipengaruhi oleh :
1. Kualitas dan kemampuan pegawai. Yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan pendidikan/ pelatihan, etos kerja, motivasi kerja, sikap mental, dan
kondisi fisik pegawai.
2. Sarana pendukung, yaitu hal yang berhubungan dengan lingkungan
kerja (keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi) dan
halhal yang berhubungan dengan kesejahteraan pegawai (upah/ gaji,
jaminan sosial, keamanan kerja)
3. Supra sarana, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan
pemerintah dan hubungan industrial manajemen.
Sedangkan menurut Sedarmayanti (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja antara lain :
1) Sikap dan mental (motivasi kerja, disiplin kerja, dan etika kerja),
2) Pendidikan,
3) Keterampilan,
4) Manajemen kepemimpinan,
5) Tingkat penghasilan,
6) Gaji dan kesehatan,
7) Jaminan sosial,
8) Iklim kerja,
9) Sarana dan prasarana,
10) Teknologi, dan
39
11) Kesempatan berprestasi.
Menurut Mathis dan Jackson (2002) dalam pembahasan mengenai permasalahan
kinerja karyawan maka tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang menyertai
diantaranya :
a. Faktor kemampuan (ability)
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge
dan
skill) artinya
pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (110-120) dengan pendidikan
yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari maka akan lebih mudah mencapai kinerja
diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan
yang sesuai dengan keahliannya.
b. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan
diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan kerja.
Menurut Sedarmayanti (2007), instrumen pengukuran kinerja merupakan
alat yang dipakai dalam mengukur kinerja individu seorang pegawai yang
meliputi, yaitu :
1. Prestasi Kerja, hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik
secara kualitas maupun kuantitas kerja.
40
2. Keahlian, tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam
menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam
bentuk kerjasama, komunikasi, insentif, dan lain-lain.
3. Perilaku, sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan
dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini
juga mencakup kejujuran, tanggung jawab dan disiplin.
4. Kepemimpinan, merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni
dalam memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan
pekerjaan secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan keputusan, dan
penentuan prioritas.
2. 8. 3. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh
seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang
objektif bukanlah tugas yang sederhana. Penilaian harus dihindarkan adanya “like
dan dislike”, dari penilai, agar objektifitas penilai dapat terjaga. Kegiatan
penilaian ini adalah penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki
keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada pegawai
tentang kinerja pegawai tersebut.
Menurut Mathis dan Jackson (2002), menyatakan pendapatnya bahwa,
“Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang mengerti benar tentang
penilaian kinerja pegawai secara individual”.
Kemungkinannya antara lain adalah :
a. Paraatasan yang menilai bawahannya.
41
b. Bawahan yang menilai atasannya.
c. Anggota kelompok menilai satu sama sama lain.
d. Penilaian pegawaisendiri.
e. Penilaian dengan multisumber, dan
f. Sumber-sumber dari luar.
Mangkuprawira dan Vitalaya (2007), juga menyatakan bahwa,
”Penilaian kinerja yang dilakukan dalam sutu organisasi haruslah mengikuti
standar kinerja yang ditetapkan, dimana pengukuran kinerja tersebut
memberikan umpan balik yang positif kepada pegawai”.
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik
untuk pegawai, yang merupakan kunci pengembangan bagi pegawai di masa
mendatang. Di saat atasan mengidentifikasi kelemahan, potensi dan kebutuhan
pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, mereka dapat memberitahukan
pegawai mengenai kemajuan pegawai tersebut, mendiskusikan keterampilan apa
yang perlu mereka kembangkan dan melaksanakan perencanaan pengembangan
(Mathis dan Jackson, 2002)
Menurut Dessler (2007), “penilaian kinerja (performance appraisal) pada
dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi yang
efektif dan efisien”. Pegawai menginginkan dan memerlukan umpan balik
berkenaan dengan prestasi karyawan tersebut dan penilaian menyediakan
kesempatan untuk memberikan kesempatan untuk meninjau kemajuan pegawai,
dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja.
42
2. 8. 4 Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian Kinerja merupakan suatu alat yang manfaatnya tidak hanya
untuk mengevaluasi kinerja seorang pegawai akan tetapi juga memngembangkan
serta memotivasi pegawai. Penilaian tersebut juga akan memberikan dampak yang
positif dan semangat dalam diri pegawai untuk lebih berkualitas dan
menghasilkan kinerja yang optimal.
Menurut Wibowo (2007), menyatakan, “Penilaian kinerja seharusnya
menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak
dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan
dapat diterima arus data diidentifikasikan sehingga dapat dipakai sebagai
dasar penilaian hal lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian
hendaknya terkait dengan pekerjaan.
2. 9. Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya setiap perusahaan termasuk BUMN yang berfungsi sebagai
tulang punggung perekonomian nasional, diwajibkan untuk mematuhi standar dan
hukum yang ada. Namun pada praktiknya, seringkali terdapat kekeliruan dan
ketidak seseuaian standar tersebut merupakan bentuk dari adanya kecurangan,
yang meliputi kelemahan, kesalahan, dan penggelapan.
Kelemahan, kesalahan dan penggelapan merupakan suatu hambatan untuk
mencapai tujuan perusahaan. Kelemahan menggambarkan kondisi atau kegiatan
yang bukam mengenai apa yang seharusnya terjadi termasuk sistem yang tidak
mencapai tujuan yang diinginkan. Kesalahan (errors) menunjukan adanya
43
kekeliruan yang dilakukan secara tidak sengaja dan adanya ketidak beresan
(irregularities) yang dilakukan secara sengaja. Sedangkan penggelapan adalah
suatu usaha penyembunyian kesalahan derngan maksud menipu pihak lain
sehingga mengakibatkan kerugian. Penggelapan dan ketidak beresan ini
merupakan salah satu bentuk kecurangan yang terjadi pada perusahaan.
Menurut Goleman (2000), secara garis besar membagi dua kecerdasan
emosional yaitu Inttellectual Quetient dan Emotional Quetient. Kompentensi
personal yang meliputi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri dan
kompetensi sosial yang terdiri dari empati dan ketrampilan sosial. Goleman,
mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model
Salovely dan Mayer, yaitu :
a. Pengenalan diri (Self awareness), Mengenal diri sendiri berarti
memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat, yaitu
menyadari kelebihan/keunggulan yang dimiliki maupun kekurangan/
kelemahan yang ada pada diri sendiri.
b. Pengendalian diri (self regulation), merupakan suatu keinginan
dan kemampuan dalam menggapai kehidupan yang selaras, serasi dan
seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai individu.
c. Motivasi (motivation), mendefinisikan motivasi sebagai perubahan
tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan
reaksi- reaksi mencapai tujuan.
d. Empati (empathy), didefinisikan sebagai kemampuan seseorang
untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain.
44
e. Keterampilan sosial (Social skills) yang merupakan keterampilan
seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain guna menciptakan
suatu komunikasi yang baik.
Adapun pengertian Audit Internal menurut The Institute of internal
Auditors (IIA) (1997)
“Audit internal adalah suatu aktivitas penilaian independen di dalam
suatu kegiatan pembukuan, finansial, dan kegiatan perusahaan
lainnya, sebagai dasar untuk membantu pimpinan perusahaan.
Pemeriksaan
berfungsi
itu
mempunyai
pengendalian
menejerialo
yang
dengan jalan mengukur dan menilai efektivitas sarana
pengendalian’.
Pada 12 mei 2004, Standar Profesi Audit Internal (SPAI) mendefinisikan
Audit Internal sebagai berikut:
“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang
independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai
tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal
membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatuy
pendekatan
sistematis
dan
teratur
untuk
mengevaluasi
dan
meningkatkan eektivitas pengendalian resiko, pengendalian, dan
proses governance”.
Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa audit internal sebagai aktivitas
independen harus bersikap obyektif dalam melakukan pemeriksaan. Sedangkan
45
obyek pemeriksaannya adalah metoode-metode, prosedur-prosedur, catatancatatan dan kebijakan lainnya yang telah digariskan perusahaan.
Audit internal mempunyai tanggung jawab atas penyediaan informasi
mengenai efektivitas ssuatu sistem pengendalian internal, dan mutu pekerjaaan
organisasi perusahaan, sedangkan kebutuhan informasinya tergantung pada
kebutuhan dan permintaan menejemen.
Menurut Bambang Hartadi (1999), faktor- faktor diperlukannya sistem
pengendalian internal karena :
1. Luas dan ukuran dan kesatuan usaha yang menjadi begitu kompleks
dan meluas sehingga menejemen harus mempercayai berbagai macam
laporan-laporan
dan
analisis-analisis.
Untuk
mengendalikan
operasional secara efektif.
2. Pengawasaan
dan
Penelaahan
yang
melihgat
pada
Sistem
Pengendalian Internal yang baik mampu melindungi terhadap
kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kesalahan atau
ketidak beresan yang akan terjadi.
3. Tidak praktis apabila akuntan untuk memeriksa secara keseluruhan
dengan keterbatasan uang jasa (fee) tanpa mempercayai SPI.
Didalam melakukan pemeriksaan, perlu diperhatikan ruang lingkup
pekerjaan audit internal yang mencakup penilaian dan pemeriksaan terhadap
kecukupan dan efektivitas Sistem Pengendalian Internal perusahaan dan
pengendalian emosional auditor internal sehingga mutu kerja auditor internal
46
kepada menejemen dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan kepada
auditor internal dapat dilaksanakan dengan baik.
Untuk melakukan pemeriksaan tersebut, maka pekerjaan pemeriksaan
harus mencangkup perencanaan, pemeriksaaan dan penilaian terhadap informasi,
penyampaian hasil-hasil pemeriksaan dan melakukan tindak lanjut pemeriksaan.
Dalam penyampaian hasil pemeriksaan tersebut berisi temuan-temuan termasuk
kecurangan yang terjadi di dalam perusahaan. Apabila terjadi kecurangan auditor
internal harus memberitahukannya kepada menejemen disertai dengan bukti-bukti
yang akurat, rekomendasi dan saran-saran yang diperlukan untuk ditindak lanjuti
karena seorang auditor internal yang memiliki kecerdaaasan emosional yang baik
dapat menentukan kualitas kinerja hasil audit yang dilakukannya dan memberikan
hasil pada menejemen organisasi perusahaan.
Jika pada Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG) telah
dilaksanakan fungsi audit internal secara memadai, maka kekeliruan dan ketidak
sesuaian dengan standar dapat diminimalkan, sehingga tujuan perusahaan dapat
tercapai. Auditor internal harus mempunyai kompentensi personal yang meliputi
pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri dan kompetensi sosial yang
terdiri dari empati dan ketrampilan sosial dan bertanggung jawab atas penyediaan
informasi mengenai efektifnya suatu sistem pengendalian internal dan mutu
pekerjaan organisasi perusahaan. Seorang auditor internal perusahaan yang
mempunyai kecerdasan emosional dapat dinilai dari beberapa aspek kepribadian
sebagai berikut:
47
1. Mengenali emosi diri
2. Mengelola emosi
3. Memotivasi diri sendiri
4. Mengenali emosi orang lain (empati)
5. Membina hubungan dengan orang lain
Kualitas kepribadian auditor internal seperti di atas seharusnya dapat
dipenuhi agar perushaan dapat mempunyai seorang auditor yang kompeten dalam
bidangnya, selain hasil dan kualitas pekerjaan yang baik auditor tersebut
mempunyai rasa empati dan kepribadian yang baik, sehingga dapat meciptakan
suasana kerja yang nyaman pada sebuah organisasi dan seluruh karyawan. Dan
juga dapat memberikan dan menjaga eksistensi operasional perusahaan. Di sinilah
peran audit internal diperlukan. Auditor internal harus memperoleh keyakinan
yang memadai dan tidak ada kecurangan menejemen yang terjadi di dalam suatu
organisasi perusahaan.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Variabel Independen
Kecerdasan Emosional
Goleman (2007)
Variabel Dependen
Kinerja
Mulyadi (2006)
48
2. 10. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas
suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis.
Hipotesis penelitian ini adalah: “PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL
AUDITOR INTERNAL TERHADAP KINERJA AUDITOR INTERNAL: Studi
pada Auditor di Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG) Divisi
Regional Jawa Barat.”
2. 10. 1. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis menyajikan
hipotesis sebagai berikut:
H1:
Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor.
Download