BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Kecerdasan Emosional Emotional Qoutient (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kemampuan ini saling melengkapi dan berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan Intellectual Quotient, kecerdasan Intellectual Quotient (IQ) menyumbangkan kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, dan yang 80% lainnya diisi oleh kekuatan-kekuatan lain, termasuk Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Qoutient (SQ) (Goleman, 2007). Gardner (dalam Goleman, 2009) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh variasi utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional. 8 9 Kecerdasan emosional adalah kemampuan khusus untuk membaca perasaan terdalam mereka yang melakukan kontak, dan menangani hubungan organisasi secara efektif. Sementara pada saat yang sama dapat memotivasi diri sendiri, dan memenuhi tantangan menejemen relasi. (Meyer, 2011). 2. 1. 1. Indikator kecerdasan emosional Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan auditor internal untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan keterampilan sosial. Menurut Goleman (2000), secara garis besar membagi dua kecerdasan emosional yaitu kompentensi personal yang meliputi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri dan kompetensi sosial yang terdiri dari empati dan keterampilan sosial. Goleman, mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model Salovely dan Mayer, yaitu : a. Pengenalan diri (Self awareness), Mengenal diri sendiri berarti memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat, yaitu menyadari kelebihan/keunggulan yang dimiliki maupun kekurangan/ kelemahan yang ada pada diri sendiri. b. Pengendalian diri (self regulation), merupakan suatu keinginan dan kemampuan dalam menggapai kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai individu. 10 c. Motivasi (motivation), mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. d. Empati (empathy), didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. e. Keterampilan sosial (Social skills) yang merupakan keterampilan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain guna menciptakan suatu komunikasi yang baik. 2. 1. 1. 1. Mengenali Emosi Diri Mengenali emosi diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional yaitu merupakan kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu. Menurut Goleman (2001:513), kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri merupakan keterampilan dasar yang vital untuk ketiga kecakapan emosi, yaitu: a. Kesadaran Emosi Mengetahui pengaruh emosi terhadap kinerja, dan mampu menggunakan nilai-nilai untuk memandu membuat keputusan. b. Penilaian Diri Secara Akurat Mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri yang dimiliki. c. Percaya diri Keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri yang dimiliki. 11 Hautman dalam Suryanti dan Ika (2004:264), menyatakan bahwa saat kita semakin mengenali diri kita, kita akan lebih memahi apa yang kita rasakan dan lakukan. Pemahaman itu akan memberikan kita kesempatan atau kebebasan untuk mengubah hal-hal yang ingin kita ub ah mengenai diri kita dan menciptakan kehidupan yang kita inginkan. Kesadaran dirr memungkinkan kita untuk berhubungandengan emosi, pikiran, dan tindakan (Suryanti dan Ika, 2004:264). 2. 1. 1. 2. Motivasi Diri Motivasi berarti menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun seseorang menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi (Goleman, 2001:514). Motivasi yang paling ampuh adalah motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (Suryani dan Ika, 2004:266). Pencapaian keberhasilan menuntut dorongan untuk berprestasi. Studi-studi yang membandingkan para bintang kinerja ditingkat eksekutif dengan rekan-rekannya yang berpartisipasi bisa menunjukan bahwa bintang tersebut menunjukan ciri-ciri kecakapan peraihan prestasi. Kebutuhan berprestasi adalah kecakapan yang paling kuat satu-satunya yang membedakan eksekutif bintang dan eksekutif biasa (Alwani, 2007). Yuniani (2007), mengungkapkan kecakapan emosi yang terdapat dalam motivasi adalah: a. Dorongan keberhasilan Dorongan untuk menjadi lebih baik untuk memenuhi standar keberhasilan. 12 b. Inisiatif Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan. c. Optimis Kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan. 2. 1. 1. 3. Mengenali Emosi Orang Lain (empati) Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang (Goleman, 2001:514) Suryani dan Ika (2004:267), menyatakan bahwa empati telah kita m iliki saat kita berusia tiga tahun. Ini dapat dibuktikan dengan gerakan meniru yang dilakukan bayi pada usia dini. Empati membuat orang lebih tegass dan sadar diri, karena empati memberi informasi yang kaya tentang orang lain dan hubungannya dengan mereka. Mengetahui perasaan orang lain membantu seseorang menghargai individualitasnya. Empati juga mengilhami dan memotivasi tindakan, menjadikan sumber daya yang memberdayakan bagi kehidupan pribadi dan sosial (Maslahah, 2007). Empati adalah menghayati masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan seseorang. Empati merupakan kecakapan dasar untuk semua kecakapan sosial yang penting untuk bekerja. Yuniani (2007), mengungkapkan tiga devinisi kecakapan-kecakapan yaitu: 13 a. Memahami orang lain Merasakan perasaan dan perspektif orang lain, dan menunjukan minat aktif terhadap kepentingan mereka. b. Orientasi pelayanan Mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan. c. Kesadaran politis Mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan. 2. 1. 1. 4. Pengendalian diri Menurut Goleman (2001:514) mendefinisikan pengendalian diri dengan menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. Kecakapan emosi utama dalam pengaturan diri adalah sebagai berikut: a. Dapat dipercaya Memelihara norma, kejujuran, dan integritas. b. Kehati-hatian Dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban c. Adaptabilitas Keluwesan dalam menghadapi keluhan dan tantangan. Menjaga emosi agar tetap terkendali merupakan kunci menujun kesejahteraan emosi. Emosi yang berlebihan dapat mengoyak kestabilan seseorang. Aristoteles dalam Emotinal Intellegence menulis siapapun bisa marah, 14 marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sessuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, bukanlah hal yang mudah (Goleman, 2001). 2. 1. 1. 5. Keterampilan Sosial Menurut Goleman (2001) keterampilan sosial berarti menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, mengunakan keterampilanketerampilan ini untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Keterampilan sosial merupakan aspek penting dalam kecerdasan emosional, keterampilan sosial dapat diperoleh dengan banyak berlatih. Kecerdasan emosional merupakan kesadaran diri untuk mengetahui apa yang dirasakan dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri dan mendorong untuk menjadi lebih baik, memahami perspektif orang lain sehingga dapat menimbulkan rasa saling percaya, mampu memjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka terhadap reaksi dan perasaan orang, mampu memimpin dan mengorganisir dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan serta dapat menyelaraskan diri dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. Dengan demikian, individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi mampu untuk lebih mengenali emosi dan pikiran yang sedang terjadi pada dirinya, tidak larut dalam situasi yang tidak menyenangkan. Individu tersebut memiliki kejernihan dalam berfikir, dan mampu mengendalikan diri. 15 2. 2. Audit Internal Audit internal baru muncul untuk pertama kalinya dalam dunia usaha lama sesudah adanya audit akuntan publik. Faktor utama diperlukannya audit internal adalah meluasnya rentang kendali yang dihadapi pimpinan perusahaan yang memperkerjakan ribuan karyawan dan mengelola kegiatan di berbagai tempat yang terpencar. Berbagai penyimpangan dan ketidak wajaran dalam menyelenggarakan buku perusahaan merupakan masalah nyata yang harus dihadapi. Untuk menditeksi dan mencegah berbagai masalah yang ada di dalam perusahaan diperlukan audit internal untuk melakukan pengawasan dengan cara menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut. Audit internal yang memadai adalah audit internal yang memenuhi Standar Profesi Audit Internal (SPAI). Menurut Hiro (2003), Standar Profesi Audit Internal meliputi: a. Independensi atau kemandirian unit audit internal yang membuatnya terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa dan objektivitas para pemeriksa internal. b. Keahlian dan kegunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama para auditor internal. c. Lingkup pekerjaan audit internal d. Pelaksanaan tugas audit internal e. Menejemen unit audit internal 16 2. 2. 1. Pengertian Audit Internal Secara umum audit internal adalah fungsi penilaian yang bebas atau independen yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang bersangkutan. Penilaian tersebut meliputi seluruh aktivitas perusahaan termasuk penilaian terhadap stuktur organisasi, rencana-rencana, kebijakan, prestasi pegawai, dan ketaatan terhadap prosedur. Pengertian audit internal menurut Hiro (2001), adalah sebagai berikut: “Internal auditing atau pelaksanaan internal adalah sebuah fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan”. Pengertian Audit Internal menurut IIA (1997) adalah: “Audit Internal adalah suatu aktivitas penilaian independen didalam suatu organisasi untuk penelitian didalam kegiatan pembukuan, finansial, dan kegiatan lainnya, sebagai dasar untuk membantu pimpinan perusahaan. Pemeriksaan itu mempunyai pengendalian menejerial yang berfungsi dengan jalan mengukur dan menilai efektivitas sarana pengendalian”. Sedangkan definisi baru Arens, Eldr and Basley (2006) definisi pengendalian internal, sebagai berikut: “internal auditing is an independent, objective, assurance and consulting activity designed to add value and improve organization’s operation. It’s help an organization accomplish it’s objectives by 17 bringing a systemati, discliplined, approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance processes”. Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa audit internal merupakan kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasional organisasi. Audit internal juga membantu organisasi mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi, meningkatkan efektivitas pengelolaan resiko, pengendalian, dan proses governance. Sedangkan pada tahun 2004 Standar Profesi Audit Internal (SPAI) mendefinisikan Audit Interrnal, sebagai berikut: “Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan sitematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengendalian resiko, pengendalian, dan proses governance”. Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Internal Audit adalah suatu aktivitas pengawasan yang independent di dalam suatu organisasi, yang bertujuan membantu menejemen dalam meningkatkan pengawasan terhadap operasional perusahaan, dengan melakukan evaluasi terhadap operasional resiko, proses pengaturan yang efektif, dengan pendekatan yang sistematis, dan apakah telah menerapkan Good Corporate Governance (GCG). 18 Dan menurut Institute of Internal Auditors mengenai pengertian audit internal (IIA, 2004), adalah: “Internal auditing is an independent appraisal function established within an organization”. Menurut pernyataan IIA tersebut, audit internal adalah suatu fungsi penilaiian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa pengertian audit internal mencakup: a. Audit merupakan suatu aktivitas penilaian independen dalam suatu organisasi. Ini berarti bahwa seseorang yang melakukan penilaian tersebut adalah pegawai perusahaan. b. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal, independensi dan objektivitas harus dipegang. c. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal bertanggung jawab langsung pada pimpinan. d. Auditor internal memeriksa dan mengevaluasi seluruh kegiatan baik finansial maupun non finansial. e. Menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan dijalankan sesuai dengan target dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan pengertian audit internal menurut Mulyadi (2002), adalah sebagai berikut: 19 “Audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas terdapat dalam organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi dan kegiatan lain untuk memberikan jasa kepada menejemen”. Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa audit intenal adalah: a. Suatu aktivitas yang independen dan objektif. b. Aktivitas pemberian jaminan, keyakinan, dan konsultasi. c. Dirancang untuk memberikan nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi d. Membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. e. Memberikan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan menejemen resiko, pengendalian, serta proses pengaturan dan pengelola organisasi. 2. 2. 2. Independensi Auditor internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa. Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat menlaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Menurut Arens et al (2006) mengemukakan bahwa: “ independence in fact exist when the auditor is actually able to maintain an unbiased attitude throughout the audit, where as independece in apperance is the result of other interpretation of this independence”. 20 Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa dalam melakukan berbagai kegiatan audit, dibutuhkan independensi karena adanya harapan untuk mendapatkan suatu pertimbangan yang tidak memihak. Menurut Cangemi dan Singleton (2003), independensi dapat diperoleh dari dua hal, yaitu: “This independence is obtained primarily throuhg organization status and objectivity”. Dengan demikian independsi adalah sikap yang tidak memihak, bebas dari benturan kepentingan dan obyektif dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Independensi dalam audit artinya sikap tidak memihak ata menolak segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam tugas auditnya. Kondisi yang penting dalam menjaga independen, yaitu: a. Status Organisasi Suatu organisasi audit internal harus cukup memadai untuk memungkinkan tercapainya tanggung jawab yang di terimanya. Artinya audit internal harus mendapat dukungan dari manajemen dan direksi sehingga tercipta kerjasama yang baik dari bagian yang di audit (auditee) dan bebas dari campur tangan pihak lain. Hiro (2003) mengungkapkan bahwa: “status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan”. 21 Dari kutipan diatas, dapat diketahui bahwa pimpinan audit internal harus memberikan kebebasan terhadap individu yang memiliki kewenangan. Namun demikian, kewenangan tersebut harus sesuai ruang lingkup audit dan memberikan pertimbangan yang cukup serta tindakan yang efektif atas temuan dan rekomendasinya berdasarkan tanggung jawab yang diberikan. b. Objektivitas Auditor Yaitu auditor tidak boleh terlibat dalam pengambilan keputusan operasional perusahaan, termasuk dalam desain system manajemen operasi. Audit internal harus selalu bersikap objektif dalam melakukan audit. Objektivitas merupakan kebebasan sikap mental yang harus di pertahankan oleh auditor internaldalam melakukan audit, dan auditor internal tidak boleh membiarkan pertimbangan auditnya di pengaruhi oleh orang lain. Objektivitas auditor internal menurut Standar Profesi Audit Internal yang dikutip oleh Konserium Organisasi Profesional Audit Internal (2004) adalah sebagai berikut: “ auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest)”. Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa objektivitas mengharuskan auditor internal melakukan audit sedemikian rupa sehingga kejujuran akan hasil audit mereka dapat diyakini dan bukan merupakan hasil 22 kompromi yang dapat menimbulkan konflik di dalam perusahaan itu sendiri. Independensi di dalam lingkungan audit dapat didefinisikan sebagai kondisi cara pandang yang tidak memihak dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit perusahaan (Arens, dan Loebeck) Menurut Mulyadi (2002), independensi adalah: “ Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain, dapat diartikan sebagai adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya”. Independensi bukan hanya penting secara formal tetapi juga dalam bertindak dan pola berfikir,. Banyak ahli bidang Akuntansi dan Auditing, telah menciptakan landasan yang kuat pada konsep independensi. Vasnasco (1996) mengungkapkan bahwa banyak peneliti yang mendefinisikan dan memaknai insdependensi dari tataran filsafat, sosiologis, behavioral, maupun legalo. 2. 2. 3. Tanggung Jawab dan Kewenangan Audit Audit internal mempunyai tanggung jawab dan kewenangan audit atas penyediaan informasi untuk menilai efektivitas Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan mutu pengelolaan organisasi perusahaan. 23 Oleh karena itu satuan kerja Audit Internal menyiapkan uraian tugas yang lengkap mengenai tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab satuan kerja Audit Internal. Hal ini sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal (2004) tentang tanggung jawab dan kewenangan audit internal: “Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam character audit internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”. Dari kutipan di atas diketahui bahwa tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab Audit Internal didalam organisasi harus dinyatakan secara sah dalam dokumen kewenangan dan tanggung jawab Audit Internal. Selain itu, setiap orang dalam organisasi harus memiliki tugas dan tanggung jawab atas Pengendalian Internal, misalnya: a. Manajemen, yang terdiri dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi yang pada pokoknya bertanggung jawab dan mengasumsikan “kepemilikan” Sistem Pengendalian Internal tersebut, lebih dari individu yang lain, dan sebagai role mode menetapkan “tone of the top” yang mempengaruhi intergritas, etika, budaya kerja dan faktorfaktor lain untuk lingkungan pengendalian yang positif. b. Dewan Komisaris, bertanggung jawab melakukan pengawasan dan memastikan bahwa kebijakan, peraturan, dan pedoman yang telah disediakan telah dilaksanakan secara efektif. 24 c. Dewan Direktur, bertanggung jawab untuk menyediakan kebijakan, peraturan, dan pedoman untuk dilaksanakan, sedangkan setiap anggota Dewan harus bekerja secara efektif, yakni harus bersifat obyektif, cakap, dan cermat dalam mengelola operasionalitas perusahaan. d. Auditor Internal, memainkan peran penting dalam mengevaluasi efektivitas sistem pengendalian, dan sebagai :member of the authority”, fungsi audit internal harus memainkan peran audit dan monitoring secara signifikan. e. Personil yang lain, pada tingkat tertentu Pengendalian Internal merupakan tanggung jawab setiap orang ata karyawan dalam organisasi. Olehnkarena itu, harus menjadi bagian yang baik secara implisit atau eksplisit dari deskripsi pekerjaan setiap orang. Pada pokoknya, semua karyawan wajib menghasilkan informasi yang akan digunakan dalam Sistem Pengendalian Internal, atau mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan untuk mempengaruhi pengendalian. 2. 3. Jenis-jenis Audit Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 serta SPKN, terdapat tiga jenis audit, yaitu: 2. 3. 1. Audit Keuangan Merupakan audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) serta untuk mengeksperimen 25 suatu opini yang jujur mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan arus kas, apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 2. 3. 2. Audit Kinerja Merupakan pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti meliputi audit ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, pada dasarnya merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. 2. 3. 3. Audit dengan Tujuan Tertentu Merupakan audit khusus di luar audit keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas hal yang diaudit. Audit dengan tujuantertentu dapat bersifat eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur yang disepakati (agrees-upon procedures) yang diduga mengandung inefesiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang dengan hasil audit berupa rekomendasi. Audit dengan tujuan tertentu mencakup audit atas hal-hal lain di bidang keuangan, auditinvestigatif, dan audit atas sistem pengendalian internal. 26 2. 4. Jenis-jenis Auditor Menurut Mulyadi (2002) dalam Rapina dan Hana (2011): Orang atau kelompok yang melakukan audit dapat dikelompokan menjadi tiga golongan: 2. 4. 1. Auditor Pemerintah Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau penanggung jawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.Di Indonesia, auditor pemerintah dibagi menjadi dua yaitu: a. Auditor eksternal pemerintah yang dilakukan oleh Badan PemeriksaKeuangan (BPK). Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidaktunduk kepada pemerintah sehingga diharapkan dapat independen. b. Auditor internal Pemerintah atau yang dikenal sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden. Inspektorat Jenderal (Itjen)/Inspektorat bertanggung jawab Utama kepada (Ittama)/Inspektorat Menteri/Kepala yang Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Inspektorat Pemerintah Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur, dan Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. 27 2. 4. 2. Auditor Independen atau Akuntan Publik Auditor profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. 2. 4. 3. Auditor Internal Auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya pengawasan terhadap kekayaan organisasi, menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dalam organisasi. 2. 4. 4. Auditor Internal Pemerintah Auditor internal dipegang oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten atau Kota. Menurut Permenpan No. PER/05/M.PAN/03/2008 menyatakan bahwa: “Auditor intern adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah untuk dan atas nama APIP. 28 Menurut Arens Loebbecke (2005) mengatakan “Internal auditor adalah seseorang yang bekerja sebagai karyawan suatu organisasi untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen” Menurut Mulyadi (2006), terdapat tiga tipe yaitu: auditor independen, auditor internal dan auditor pemerintah. Auditor yang bekerja pada bidang pemerintahan adalah auditor pemerintah. Auditor pemerintah dapat didefinisikan sebagai auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unitunit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di BPKP, BPK, Inspektorat dan instansi pajak. Auditor internal merupakan seorang auditor yang bertugas menilai fungsi organisasi. Meriviu tindakan organisasi, selain itu melakukan suatu pemeriksaan yang mengukur, mengevaluasi dan melaporkan efektivitas pengendalian internal, keuangan dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya organisasi. 2. 5. Standar Pelaksanaan Audit Dalam setiap penugasan audit, auditor harus menyusun rencana kerja yang terdiri dari penetapan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumberdaya. Pada setiap tahap audit, pekerjaan auditor harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas dan meningkatkan kemampuan auditor. Auditor harus mengumpulkan dan menguji 29 bukti untuk mendukung kesimpulan dan temua audit, Auditor harus mengembangkan temuan yang diperoleh selama pelaksanaan audit. Auditor harus menyiapkan dan menata-usahakan dokumen audit kinerja dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen audit harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali,untuk dirujuk dan dianalisis. 2. 6. Standar Pelaporan Auditor harus membuat laporan hasil audit sesuai dengan penugasannya yang disusun dalam format yang sesuai, segera setelah selesai melakukan audit. Laporan hasil audit harus dibuat secara tertulis dan segera, yaitu pada kesempatan pertama setelah berakhirnya pelaksanaan audit. Laporan hasil audit harus dibuat dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditi dan pihak lain yang terkait. Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas sistem pengendalian intern auditi. Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidak patuhan. Laporan hasil audit harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan serta jelas dan seringkas mungkin. Auditor harus meminta tanggapan atas pendapat terhadap kesimpulan, temuan, rekomendasi termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh auditi secara tertulis dari pejabat auditi yang bertanggungjawab. Laporan hasil audit diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 30 2. 7. Kualitas Audit Internal Kualitas audit adalah sikap auditor dalam melaksanakan tugasnsya yang tercermin dalam hasil pemeriksaannya yang dapat diandalkan sesuai dengan standar yang berlaku. Hasil audit pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dikatakan berkualitas jika hasil pemeriksaan (audit) dapat meningkatkan bobot pertanggungjawaban atau akuntabilitas, serta dapat memberikan informasi pembuktian ada tidaknya penyimpangan dari standar-standar audit di sektor pemerintahan. Elfarini (2007) menyatakan bahwa pengukuran kualitas proses audit terpusat pada kinerja yang dilakukan auditor dan kepatuhan pada standar yang telah digariskan. Agar dapat mengukur kualitas audit internal yang dilakukan oleh Inspektorat, penelitian ini menggunakan standar audit APIP yaitu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dimana dilihat dari standar pelaksanaan dan standar pelaporan. Standar pelaksanaan pekerjaan mendeskripsikan sifat kegiatan audit dan menyediakan kerangka kerja untuk melaksanakan dan mengelola pekerjaan audit yang dilakukan auditor. Standar pelaksanaan audit mengatur tentang perencanaan, supervisi, pengumpulan dan pengujian bukti, pengembangan temuan dan dokumentasi. Sedangkan standar pelaporan merupakan acuan bagi penyusunan laporan hasil audit yang merupakan tahap akhir kegiatan audit, untuk mengomunikasikan hasil audit pada auditi dan pihak lain yang memiliki kepentingan. Standar pelaporan 31 mencakup kewajiban membuat laporan, cara dan saat pelaporan, bentuk dan isi laporan, kualitas laporan, tanggapan auditi serta penerbitan dan distribusi laporan. Dalam standar audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menyatakan laporan hasil audit (LHA) merupakan hasil akhir dari proses pemeriksaan yang berguna untuk mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada auditi dan pihak lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan, menghindari kesalahpahaman atas hasil audit, menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditi dan instansi terkait dan memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. Cara yang efektif untuk menjamin suatu kegiatan audit dilakukan secara wajar, lengkap dan objektif adalah dengan kegiatan audit tersebut mendapatkan reviu dan tangapan dari pejabat yang bertanggungjawab pada entitas yang diperiksa, tanggapan atau pendapat tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan. Auditor harus memuat komentar pejabat tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya. Pemeriksa harus meminta tanggapan tertulis dari pejabat yang bertanggung jawab terhadap temuan, simpulan dan rekomendasi termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen yang diperiksa. Jika tanggapan dari entitas yang di audit bertentangan dengan temuan, simpulan, atau rekomendasi dalam laporan hasil audit serta menurut auditor tanggapan tersebut sesuai atau rencana tindakan perbaikan tidak sesuai dengan rekomendasi, maka 32 auditor harus menyampaikan tanggapan atas rencana perbaikan beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, auditor harus memperbaiki laporannya apabila auditor berpendapat bahwa tanggapan tersebutbenar. Penelitian yang dilakukan Tawaf (1999), melihat suatu audit yang berkualitas dapat dilihat dari sisi supervisi, menurut Tawaf (1999) agar audit yang dihasilkan berkualitas, supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan dimulai dari awal hingga akhir penugasan audit. Sedangkan penelitian yang dilakukan Malan adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi atas tindakan dan kejadian ekonomi, kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan dan kemudian mengkomunikasikan kepada pihak pemakai. Dari definisi di atas, maka kesimpulannya adalah auditor yang kompeten adalah auditor yang “mampu” menemukan adanya pelanggaran sedangkan auditor yang “mau” mengungkapkan pelanggaran tersebut. Untuk dapat meningkatkan kualitas audit maka perlu diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas audit tersebut. Menurut Suryanita Weningtyas, dkk dalam jurnal riset akuntansi Indonesia. Vol.10, No.1, kualitas audit auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor menjalankan prosedurprosedur audit yang tercantum dalam program audit. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas audit menyangkut kepatuhan auditor dalam memenuhi hal yang bersifat prosedural untuk memastikan keyakinan terhadap keterandalan laporan keuangan. 33 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan definisi kualitas hasil pemeriksaan yaitu: ”Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan”. Dengan demikian kualitas hasil pemeriksaan akan dipengaruhi oleh akuntabilitas, serta pengalaman yang dimiliki oleh pemeriksa. Variabel-variabel ini merupakan bagian dari kualitas hasil pemeriksaan. 2. 8. Pengertian Kinerja Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance) sumber daya manusia, untuk itu setiap perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Budaya organisasi yang tumbuh dan terpelihara dengan baik akan mampu memacu organisasi ke arah perkembangan yang lebih baik. Disisi lain, kemampuan pemimpin dalam menggerakkan dan memberdayakankan pegawainya akan mempengaruhi kinerja. Istilah kinerja dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Prestasi kerja pada umumnya dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan kerja dari tenaga kerja yang bersangkutan. 34 Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukan oleh Mangkunegara (2007) bahwa isitilah kinerja dari kata-kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya. Lebih lanjut Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa pada umumnya kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Nawawi (2004) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/ material maupun non fisik/ non material. Menurut Simanjuntak (2005), ”Kinerja adalah tingkatan pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Simanjuntak juga mengartikan kinerja individu sebagai tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu”. Foster dan Seeker (2001) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan”. Kinerja individu adalah hasil kerja pegawai baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dan kinerja kelompok. Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam menilai prestasi kerja As’ad (2003), yaitu : 35 a. Subjectitive Procedure Prosedur ini meliputi penilaian ataupun pertimbangan- pertimbangan terhadap kecakapan kerja yang dilakukan oleh superior (atasan), sub ordinates (bawahannya), peers (kelompok kerja), rekan rekan sekerja, outside observer (para observer dari luar) dan self (diri sendiri). Prosedur ini sangat bergantung pada opini manusia, maka prosedur memiliki kesalahan-kesalahan disebabkan oleh manusia (human error), yaitu : 1. Tipe Liniency, terjadi kalau peninilai cenderung memberikan nilai yang tinggi kepada bawahannya. 2. Tipe Strictness, terjadi kalau penilai cenderung memberikan nilai yang rendah kepada bawahannya. 3. Tipe Central Tendency, terjadi apabila orang yang dinilai enggan memberikan nilai yang tinggi kepada bawahannya. 4. Halo Effect Error, kesalahan kesan umum dari si penilai karena pengaruh pengalamannya sebelumnya. 5. Personal Bias, adalah bentuk kesalahan karena adanya prasangkaprasangka baik kearah positif maupun kearah negatif. b. Direct Measures Metode ini tidak seperti metode terdahulu dimana evaluator diminta pertimbangannya terhadap perilaku kerja pegawai bawahannya. Ada dua (2) tipe evaluasi ini, yaitu : 36 1. Berhubungan dengan produksi, yaitu menyangkut unit-unit yang diproduksi dan kualitas produk. 2. Berhubungan dengan personal information (informasi individu), yaitu meliputi absensi, ketepatan datang, keluhankeluhan daripegawai, waktu yang dipergunakan untuk mempelajari pekerjaan dan sebagainya. c. Profiency Testing Merupakan pendekatan lain dalam mengevaluasi kecakapan pegawai. Dalam hal ini pegawai yang di uji diminta untuk memerankan pekerjaan seperti keadaan yang sesungguhnya. 2. 8. 1. Indikator Kinerja (performance) Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok (Mangkunegara, 2005). Gibson et al. (1996) menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan 37 perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi. Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi (2010) adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Kerjasama antara pegawai dapat ditingkatkan apabila pimpinan mampu memotivasi pegawai dengan baik Adapun indikator kinerja karyawan menurut Guritno dan Waridin (2005) adalah sebagai berikut : a. Mampu meningkatkan target pekerjaan. b. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. c. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan. d. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan. e. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan. Berdasarkan keseluruhan definisi diatas dapat dilihat bahwa kinerja pegawai merupakan output dari penggabungan faktor-faktor yang penting yakni kemampuan dan minat, penerimaan seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor-faktor diatas, maka semakin besarlah kinerja karyawan yangbersangkutan. 38 2. 8. 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Simanjutak (2005) kinerja dipengaruhi oleh : 1. Kualitas dan kemampuan pegawai. Yaitu hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan/ pelatihan, etos kerja, motivasi kerja, sikap mental, dan kondisi fisik pegawai. 2. Sarana pendukung, yaitu hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja (keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi) dan halhal yang berhubungan dengan kesejahteraan pegawai (upah/ gaji, jaminan sosial, keamanan kerja) 3. Supra sarana, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan pemerintah dan hubungan industrial manajemen. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : 1) Sikap dan mental (motivasi kerja, disiplin kerja, dan etika kerja), 2) Pendidikan, 3) Keterampilan, 4) Manajemen kepemimpinan, 5) Tingkat penghasilan, 6) Gaji dan kesehatan, 7) Jaminan sosial, 8) Iklim kerja, 9) Sarana dan prasarana, 10) Teknologi, dan 39 11) Kesempatan berprestasi. Menurut Mathis dan Jackson (2002) dalam pembahasan mengenai permasalahan kinerja karyawan maka tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang menyertai diantaranya : a. Faktor kemampuan (ability) Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan lebih mudah mencapai kinerja diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan kerja. Menurut Sedarmayanti (2007), instrumen pengukuran kinerja merupakan alat yang dipakai dalam mengukur kinerja individu seorang pegawai yang meliputi, yaitu : 1. Prestasi Kerja, hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara kualitas maupun kuantitas kerja. 40 2. Keahlian, tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam bentuk kerjasama, komunikasi, insentif, dan lain-lain. 3. Perilaku, sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga mencakup kejujuran, tanggung jawab dan disiplin. 4. Kepemimpinan, merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan keputusan, dan penentuan prioritas. 2. 8. 3. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang objektif bukanlah tugas yang sederhana. Penilaian harus dihindarkan adanya “like dan dislike”, dari penilai, agar objektifitas penilai dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini adalah penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada pegawai tentang kinerja pegawai tersebut. Menurut Mathis dan Jackson (2002), menyatakan pendapatnya bahwa, “Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang mengerti benar tentang penilaian kinerja pegawai secara individual”. Kemungkinannya antara lain adalah : a. Paraatasan yang menilai bawahannya. 41 b. Bawahan yang menilai atasannya. c. Anggota kelompok menilai satu sama sama lain. d. Penilaian pegawaisendiri. e. Penilaian dengan multisumber, dan f. Sumber-sumber dari luar. Mangkuprawira dan Vitalaya (2007), juga menyatakan bahwa, ”Penilaian kinerja yang dilakukan dalam sutu organisasi haruslah mengikuti standar kinerja yang ditetapkan, dimana pengukuran kinerja tersebut memberikan umpan balik yang positif kepada pegawai”. Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk pegawai, yang merupakan kunci pengembangan bagi pegawai di masa mendatang. Di saat atasan mengidentifikasi kelemahan, potensi dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, mereka dapat memberitahukan pegawai mengenai kemajuan pegawai tersebut, mendiskusikan keterampilan apa yang perlu mereka kembangkan dan melaksanakan perencanaan pengembangan (Mathis dan Jackson, 2002) Menurut Dessler (2007), “penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi yang efektif dan efisien”. Pegawai menginginkan dan memerlukan umpan balik berkenaan dengan prestasi karyawan tersebut dan penilaian menyediakan kesempatan untuk memberikan kesempatan untuk meninjau kemajuan pegawai, dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja. 42 2. 8. 4 Tujuan Penilaian Kinerja Penilaian Kinerja merupakan suatu alat yang manfaatnya tidak hanya untuk mengevaluasi kinerja seorang pegawai akan tetapi juga memngembangkan serta memotivasi pegawai. Penilaian tersebut juga akan memberikan dampak yang positif dan semangat dalam diri pegawai untuk lebih berkualitas dan menghasilkan kinerja yang optimal. Menurut Wibowo (2007), menyatakan, “Penilaian kinerja seharusnya menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima arus data diidentifikasikan sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian hal lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan. 2. 9. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya setiap perusahaan termasuk BUMN yang berfungsi sebagai tulang punggung perekonomian nasional, diwajibkan untuk mematuhi standar dan hukum yang ada. Namun pada praktiknya, seringkali terdapat kekeliruan dan ketidak seseuaian standar tersebut merupakan bentuk dari adanya kecurangan, yang meliputi kelemahan, kesalahan, dan penggelapan. Kelemahan, kesalahan dan penggelapan merupakan suatu hambatan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kelemahan menggambarkan kondisi atau kegiatan yang bukam mengenai apa yang seharusnya terjadi termasuk sistem yang tidak mencapai tujuan yang diinginkan. Kesalahan (errors) menunjukan adanya 43 kekeliruan yang dilakukan secara tidak sengaja dan adanya ketidak beresan (irregularities) yang dilakukan secara sengaja. Sedangkan penggelapan adalah suatu usaha penyembunyian kesalahan derngan maksud menipu pihak lain sehingga mengakibatkan kerugian. Penggelapan dan ketidak beresan ini merupakan salah satu bentuk kecurangan yang terjadi pada perusahaan. Menurut Goleman (2000), secara garis besar membagi dua kecerdasan emosional yaitu Inttellectual Quetient dan Emotional Quetient. Kompentensi personal yang meliputi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri dan kompetensi sosial yang terdiri dari empati dan ketrampilan sosial. Goleman, mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model Salovely dan Mayer, yaitu : a. Pengenalan diri (Self awareness), Mengenal diri sendiri berarti memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat, yaitu menyadari kelebihan/keunggulan yang dimiliki maupun kekurangan/ kelemahan yang ada pada diri sendiri. b. Pengendalian diri (self regulation), merupakan suatu keinginan dan kemampuan dalam menggapai kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai individu. c. Motivasi (motivation), mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. d. Empati (empathy), didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. 44 e. Keterampilan sosial (Social skills) yang merupakan keterampilan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain guna menciptakan suatu komunikasi yang baik. Adapun pengertian Audit Internal menurut The Institute of internal Auditors (IIA) (1997) “Audit internal adalah suatu aktivitas penilaian independen di dalam suatu kegiatan pembukuan, finansial, dan kegiatan perusahaan lainnya, sebagai dasar untuk membantu pimpinan perusahaan. Pemeriksaan berfungsi itu mempunyai pengendalian menejerialo yang dengan jalan mengukur dan menilai efektivitas sarana pengendalian’. Pada 12 mei 2004, Standar Profesi Audit Internal (SPAI) mendefinisikan Audit Internal sebagai berikut: “Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatuy pendekatan sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan eektivitas pengendalian resiko, pengendalian, dan proses governance”. Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa audit internal sebagai aktivitas independen harus bersikap obyektif dalam melakukan pemeriksaan. Sedangkan 45 obyek pemeriksaannya adalah metoode-metode, prosedur-prosedur, catatancatatan dan kebijakan lainnya yang telah digariskan perusahaan. Audit internal mempunyai tanggung jawab atas penyediaan informasi mengenai efektivitas ssuatu sistem pengendalian internal, dan mutu pekerjaaan organisasi perusahaan, sedangkan kebutuhan informasinya tergantung pada kebutuhan dan permintaan menejemen. Menurut Bambang Hartadi (1999), faktor- faktor diperlukannya sistem pengendalian internal karena : 1. Luas dan ukuran dan kesatuan usaha yang menjadi begitu kompleks dan meluas sehingga menejemen harus mempercayai berbagai macam laporan-laporan dan analisis-analisis. Untuk mengendalikan operasional secara efektif. 2. Pengawasaan dan Penelaahan yang melihgat pada Sistem Pengendalian Internal yang baik mampu melindungi terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kesalahan atau ketidak beresan yang akan terjadi. 3. Tidak praktis apabila akuntan untuk memeriksa secara keseluruhan dengan keterbatasan uang jasa (fee) tanpa mempercayai SPI. Didalam melakukan pemeriksaan, perlu diperhatikan ruang lingkup pekerjaan audit internal yang mencakup penilaian dan pemeriksaan terhadap kecukupan dan efektivitas Sistem Pengendalian Internal perusahaan dan pengendalian emosional auditor internal sehingga mutu kerja auditor internal 46 kepada menejemen dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan kepada auditor internal dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk melakukan pemeriksaan tersebut, maka pekerjaan pemeriksaan harus mencangkup perencanaan, pemeriksaaan dan penilaian terhadap informasi, penyampaian hasil-hasil pemeriksaan dan melakukan tindak lanjut pemeriksaan. Dalam penyampaian hasil pemeriksaan tersebut berisi temuan-temuan termasuk kecurangan yang terjadi di dalam perusahaan. Apabila terjadi kecurangan auditor internal harus memberitahukannya kepada menejemen disertai dengan bukti-bukti yang akurat, rekomendasi dan saran-saran yang diperlukan untuk ditindak lanjuti karena seorang auditor internal yang memiliki kecerdaaasan emosional yang baik dapat menentukan kualitas kinerja hasil audit yang dilakukannya dan memberikan hasil pada menejemen organisasi perusahaan. Jika pada Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG) telah dilaksanakan fungsi audit internal secara memadai, maka kekeliruan dan ketidak sesuaian dengan standar dapat diminimalkan, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Auditor internal harus mempunyai kompentensi personal yang meliputi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri dan kompetensi sosial yang terdiri dari empati dan ketrampilan sosial dan bertanggung jawab atas penyediaan informasi mengenai efektifnya suatu sistem pengendalian internal dan mutu pekerjaan organisasi perusahaan. Seorang auditor internal perusahaan yang mempunyai kecerdasan emosional dapat dinilai dari beberapa aspek kepribadian sebagai berikut: 47 1. Mengenali emosi diri 2. Mengelola emosi 3. Memotivasi diri sendiri 4. Mengenali emosi orang lain (empati) 5. Membina hubungan dengan orang lain Kualitas kepribadian auditor internal seperti di atas seharusnya dapat dipenuhi agar perushaan dapat mempunyai seorang auditor yang kompeten dalam bidangnya, selain hasil dan kualitas pekerjaan yang baik auditor tersebut mempunyai rasa empati dan kepribadian yang baik, sehingga dapat meciptakan suasana kerja yang nyaman pada sebuah organisasi dan seluruh karyawan. Dan juga dapat memberikan dan menjaga eksistensi operasional perusahaan. Di sinilah peran audit internal diperlukan. Auditor internal harus memperoleh keyakinan yang memadai dan tidak ada kecurangan menejemen yang terjadi di dalam suatu organisasi perusahaan. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Variabel Independen Kecerdasan Emosional Goleman (2007) Variabel Dependen Kinerja Mulyadi (2006) 48 2. 10. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis. Hipotesis penelitian ini adalah: “PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL AUDITOR INTERNAL TERHADAP KINERJA AUDITOR INTERNAL: Studi pada Auditor di Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG) Divisi Regional Jawa Barat.” 2. 10. 1. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis menyajikan hipotesis sebagai berikut: H1: Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.