4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Kandungan material utama dari Bumi adalah, batuan dan air/cairan dan gas dimana material tersebut mengandung berbagai macam unsur senyawa kimia yang dinyatakan sebagai material pembentuk kulit bumi. Kulit bumi yang akan dipelajari adalah mengenai batuannya sesuai dengan ilmu teknik sipil yang mempelajari sifat batuan/tanah untuk kepentingan disain kontruksi bangunan seperti, jalan, tanggul dan sebagainya. Adapun unsur utama yang terkandung didalam batuan adalah terdiri dari beberapa mineral. Setiap mineral terdiri atas suatu senyawa kimia anorganik dan terjadi secara alami. Menurut Kalsim dan Sapei (2003), tanah (soil) berasal dari bahasa Latin “solum” yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Craig (1991) menyatakan tanah merupakan akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Di antara partikel-partikel tanah, terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori (void space) yang berisi air dan udara. Ikatan 5 antar partikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau o`ksida yang tersenyawa di antara partikel-partikel tersebut. Beberapa ilmuan geologi menyatakan bahwa tanah adalah benda alami di atas permukaan bumi yang terbentuk dari bahan utamanya seperti bahan organik atau bahan mineral dikarenakan oleh proses pembentukan tanah dari interaksi faktor-faktor iklim, relief / bentuk wilayah, organisme (makro/mikro) dan waktu, tersusun dari bahan padatan organik dan anorganik), cairan dan gas, berlapis-lapis dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Batas atas adalah udara, batas samping adalah air dalam lebih dari 2 meter atau singkapan batuan dan batas bawah adalah sampai kedalaman aktivitas biologi atau padas yang tidak tembus akar tanaman, dibatasi sampai kedalaman 2 meter (Subardja, 2004). Tanah merujuk ke material yang tidak membatu, tidak termasuk batuan dasar, yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang memiliki ikatan yang lemah serta memiliki bentuk dan ukuran, bahan organik, air dan gas yang bervariasi. Tanah dalam pandangan teknik sipil adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose) yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, H.C., 2001). Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1988). 6 Menurut Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut : a. Berankal (boulders), yaitu potongan batuan yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut sebagai kerakal (cobbles) atau pebbes. b. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm. c. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm. Berkisar dari kasar (3 mm sampai 5 mm) samapai halus (< 1mm). d. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. e. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesif pada tanah yang “kohesif”. Menurut Syarif E.S. (1986), tanah adalah benda alami yang terdapat di permukaan bumi yang tersusun dari bahan – bahan mineral sebagai hasil dari pelapukan batuan dan bahan organik (pelapukan sisa tumbuhan dan hewan), yang merupakan media pertumbuhan tanaman dengan sifat – sifat tertentu yang terjadi akibat dari gabungan faktor – faktor alami, iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan waktu pembentukan. B. Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah adalah pengelompokkan tanah sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan klasifikasi tanah adalah 7 untuk menentukan dan mengidentifikasi tanah, untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, dan berguna untuk menyampaikan informasi mengenai keadaan tanah dari suatu daerah dengan daerah lainnya dalam bentuk suatu data dasar (Bowles, 1991). Sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan dalam perencanaan jalan adalah sebagai berikut : 1. Sistem Unified (Unified Soil Classification / USCS) (USCS) diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu : a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200. Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil dan S untuk tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah bergradasi buruk. b. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50% berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau 8 organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk plastisitas rendah dan H untuk plastisitas tinggi. Menurut Bowles, 1991 Kelompok-kelompok tanah utama sistem klasifikasi Unified dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini : Tabel 2.1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified, Bowles 1991. Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks Kerikil G Gradasi baik W Gradasi buruk P Berlanau M Berlempung C Pasir S Lanau M Lempung C wL < 50 % L Organik O wL > 50 % H Gambut Pt Sumber : Bowles, 1991. Keterangan : G = Untuk kerikil (Gravel) atau tanah berkerikil (Gravelly Soil). S = Untuk pasir (Sand) atau tanah berpasir (Sandy soil). M = Untuk lanau inorganik (inorganic silt). C = Untuk lempung inorganik (inorganic clay). O = Untuk lanau dan lempung organik. Pt = Untuk gambut (peat) dan tanah dengan kandungan organik tinggi. W = Untuk gradasi baik (well graded). P = Gradasi buruk (poorly graded). L = Plastisitas rendah (low plasticity). H = Plastisitas tinggi (high plasticity). 9 Tanah-tanah kandungan sangat tinggi dengan organik Simbol Nama Umum GW Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus GP Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung SW Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus SP Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran pasir-lempung ML CL OL Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays) Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah Kriteria Klasifikasi Cu = D60 > 4 D10 Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Cu = D60 > 6 D10 Cc = Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW Batas-batas Bila batas Atterberg di Atterberg berada bawah garis A didaerah arsir atau PI < 4 dari diagram Batas-batas plastisitas, maka Atterberg di dipakai dobel bawah garis A simbol atau PI > 7 Diagram Plastisitas: Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. 60 50 CH Index Plastisitas (%) Kerikil bersih (hanya kerikil) Kerikil dengan Butiran halus Pasir bersih (hanya pasir) Pasir dengan butiran halus Lanau dan lempung batas cair ≥ 50% Lanau dan lempung batas cair ≤ 50% Pasir≥ 50% fraksi kasar lolos saringan No. 4 Tanah berbutir halus 50% atau lebih lolos ayakan No. 200 Tanah berbutir kasar≥ 50% butiran tertahan saringan No. 200 Kerikil 50%≥ fraksi kasar tertahan saringan No. 4 Divisi Utama Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus ; Kurang dari 5% lolos saringan no.200: GM, GP, SW, SP. Lebih dari 12% lolos saringan no.200 : GM, GC, SM, SC. 5% - 12% lolos saringan No.200 : Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel Tabel 2. 2. Sistem Klasifikasi Unified 40 CL 30 Garis A CL-ML 20 MH Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays) OH Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi PT Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi 4 ML 0 10 Sumber : Hary Christady, 1996. 20 30 ML atau OH 40 50 60 70 80 Batas Cair (%) Garis A : PI = 0.73 (LL-20) Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488 10 C. Tanah Lempung Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan, tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak (Das, 1988). Tanah lempung terdiri dari berbagai golongan tekstur yang agak susah dicirikan secara umum. Sifat fisika tanah lempung umumnya terletak diantara sifat tanah pasir dan liat. Pengolahan tanah tidak terlampau berat, sifat merembeskan airnya sedang dan tidak terlalu melekat. Warna tanah pada tanah lempung tidak dipengaruhi oleh unsur kimia yang terkandung didalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang dominan, dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur Natrium saja yang paling mendominasi. Semakin tinggi plastisitas, grafik yang di hasilkan pada masing-masing unsur kimia belum tentu sama. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh nilai Liquid Limit (LL) yang berbeda-beda (Marindo, 2005 dalam Afryana, 2009). Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghi dan Peck, 1987). Ukuran mineral lempung (0,002 mm, dan yang lebih halus) agak 11 bertindihan (overlap) dengan ukuran lanau. Akan tetapi, perbedaan antara keduanya ialah bahwa mineral lempung tidak lembam. Jadi dari segi mineral, tanah dapat juga disebut sebagai bukan lempung (nonclay soils) meskipun terdiri dari partikel-partikel yang sangat kecil. Untuk itu, akan lebih tepat partikel-partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 2 mikron (= 2 μ), atau < 5 mikron (= 5 μ) menurut sistem klasifikasi yang lain, disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut sebagai lempung saja. Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1μ) dan ukuran 2 μ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung (Das,1988). Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 2001) : a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm. b. Permeabilitas rendah. c. Kenaikan air kapiler tinggi. d. Bersifat sangat kohesif. e. Kadar kembang susut yang tinggi. f. Proses konsolidasi lambat. Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum dari pada yang dipadatkan pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan air oleh karena itu lempung ini mempunyai 12 kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang (Hardiyatmo, 2001) Tanah lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang mendominasinya. Mineral lempung membentuk partikel pembentuk tanah. Tekstur dari tanah yang seperti ini ditentukan oleh komposisi tiga partikel pembentuk tanah : pasir, lanau (debu), dan lempung. Tanah pasiran didominasi oleh pasir, tanah lempungan didominasi oleh lempung. Tanah dengan komposisi pasir, lanau, dan lempung yang seimbang dikenal sebagai geluh (loam). Tanah lempung berpasir merupakan tanah lempung yang bercampur dengan pasir, didominasi oleh lempung. D. Abu Sekam Padi a. Pengertian sekam dan abu sekam padi. Sekam adalah kulit gabah yang telah terkelupas setelah mengalami proses penggilingan. Sedangkan abu sekam adalah hasil dari dari proses pembakaran sekam, baik yang dilakukan pada oven maupun yang dilakukan pada ruang terbuka. Sekam dan abu sekam banyak terdapat di tempat penggilingan padi. Sekam tersebut sebagian kecil dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bakar pada pembuatan batu merah, sedangkan sisanya hanya merupakan limbah yang umumnya diatasi dengan cara membakarnya di tempat terbuka di sekitar penggilingan padi. Sementara abu sekam sebagian kecil dimanfaatkan sebagai abu gosok untuk membersihkan alat- 13 alat umah tangga, sebagai campuran tanah liat untuk pembutan tungku untuk menanak nasi, dan sisanya hanya merupakan limbah yang yang dibiarkan begitu saja sehingga menimbulkan permasalahan bagi lingkungan hidup. Permasalahan yang timbul adalah limbah abu sekam tersebut menempati ruang yang luas, sehingga merusak pemandangan lingkungan serta mengurangi lahan produktif. Selain itu abu sekam mudah terbawa oleh angin sehingga mengotori benda-benda di sekitarnya serta menganggu pernapasan dan penglihatan. Dari uraian di atas dapat dusahakan agar limbah abu sekam tersebut dapat bermanfaat sehingga mempunyai nilai ekonomis dan masalah yang ditimbulkannya dapat teratasi. b. Sifat-sifat Abu Sekam Abu hasil pembakaran sekam termasuk pembakaran sekam di tempat terbuka, pembakaran sekam dalam tungku, dan pembakaran sekam dalam oven pada umumnya mengandung silika. “Abu hasil pembakaran sekam di tempat terbuka biasanya mengandung 85% - 90% silika dalam bentuk amorf dan 10% - 15% karbon”. (Soemaatmaja, 1980) dalam Arafah (1994). Pembakaran sekam pada suhu tertentu dapat dihasilkan abu sekam yg mengandung silica dalam berbagai bentuk, seperti yang dijelaskan oleh Djojowisastro dalam Kasymir (1997 : 16), sebagai berikut : Secara alami silica dalam sekam terdapat dalam bentuk amorf dan tetap dalam bentuk denikian bila sekam dibakar padasuhu antara 500ºC – 600ºC. 14 Pada suhu diatas 600ºC – 720ºC silika dalam abu sekam terdapat bentuk Kristal dan pada pembakaran suhu 800ºC – 900ºC terbentuk kwarsa. Pada prinsipnya pembakaran sekam di atas suhu 600ºC akan menghasilkan silika dalam bentuk kristaldankwarsa, sedangkan pembakaran sekam dibawah suhu 600ºC akan menghasilkan abu yangmengandung silika dalam bentuk amorf. Pembakaran sekam di tempat terbuka rata-rata suhunya dibawah 600ºC. Adapun ciri-ciri abu sekam yang mengandung silika dalam bentuk amorf yaitu berwarna putih keabu-abuan dan sedikit mungkin mengandung karbon yang tidak reaktif”. (Arafah, 1994). Sebagai gambaran, disajikan tabel komposisi contoh abu sekam pada suhu kurang dari 300ºC. (Lihat tabel 1.3). Tabel 2.3. Komposisi abu sekam No Komposisi 1 Air 2 SiO2 3 Fe2O3 4 Al2O3 5 Na2O 6 K2O 7 CaO 8 MgO 9 P2O5 Sumber : Handoko, D,( 2014) (%) 2,78 91,15 0,01 0,03 1,96 0,19 1,48 0,15 seangin E. Hukum Darcy Permeabilitas tanah adalah tanah yang dapat menunjukan kemampuan tanah meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikan nilai infiltrasi sehingga menurunkan laju alir larian. 15 Pada ilmu tanah, permeabilitas didefinisikan secara kualitatif sebagai pengurangan gas-gas, cairan-cairan atau penetrasi akar tanaman. Selain itu permeabilitas juga merupakan pengukuran hantaran hidraulik tanah. Hantaran hidraulik tanah timbul adanya pori kapiler yang saling bersambungan antara satu dengan yang lain. Secara kuantitatif hantaran hidraulik jenuh dapat diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan adalah air dan media pori adalah tanah. Penetapan hantaran hdraulik didasarkan pada hukum Darcy (1856). Hukum Darcy (1856) menjelaskan tentang kemampuan air mengalir pada rongga-rongga (pori-pori) dalam tanah dan sifat-sifat yang mempengaruhinya. Ada dua asumsi utama yang digunakan dalam penetapan Hukum Darcy ini. Asusmsi pertama menyatakan bahwa aliran fluida/cairan dalam tanah bersifat laminar. Sedangkan asumsi kedua menyatakan bahwa tanah berada dalam keadaan jenuh (http://www.anneahira.com/permeabilitas-tanah.htm). Menurut Darcy (1856), kecepatan aliran air di dalam tanah dinyatakan dengan persamaan : V = k . ………………………………(1) I dengan : v = kecepatan aliran (m/s atau cm/s) k = koefisien permeabilitas I = gradient hidraulik Lalu telah diketahui bahwa v = dan i = ……….. (2) 16 dengan : Q = debit konstan, air yang dituangkan ke dalam sumur uji (cm3/dt) A = luas penampang aliran (m² atau cm²) t = waktu tempuh fluida sepanjang L (s/detik) ∆h = selisih ketinggian (m atau cm) L = panjang daerah yang dilewati aliran (m atau cm) F. Permeabilitas Pemeabilitas adalah kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori adalah suatu sifat teknis yang disebut permeabilitas (Bowles, 1991). Wesley (1973) menyatakan bahwa permeabilitas atau daya rembes adalah kemampuan tanah untuk dapat melewatkan air. Air yang mengalir dalam tanah hampir selalu berjalan linier yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk garis yang teratur (smooth curve). Permeabilitas diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh, atau didefinisikan juga sebagai kecepatan air untuk menembus tanah pada periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam cm/jam (Baver, 1969). Permeabilitas juga didefinisikan sebagai sifat bahan yang memungkinkan aliran rembesan dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga pori. Pori-pori tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga air dapat mengalir dari titik yang mempunyai tinggi energi lebih tinggi ke titik dengan energi yang lebih rendah. Untuk tanah permeabilitas dilukiskan sebagai sifat tanah yang menggambarkan bagaimana air mengalir melalui tanah. 17 Di dalam tanah, sifat aliran mungkin laminer atau turbulen. Tahanan terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran, rapat masa serta bentuk geometri rongga pori. Temperatur juga sangat mempengaruhi tahanan aliran (kekentalan dan tegangan permukaan). Walaupun secara teoritis, semua jenis tanah lebih atau kurang mempunyai rongga pori, dalam praktek, istilah mudah meloloskan air (permeable) ditujukan untuk tanah yang memang benar-benar mempunyai sifat meloloskan air. Sebaliknya, tanah disebut kedap air (impermeable), bila tanah tersebut mempunyai kemampuan meloloskan air yang sangat kecil (Hardiyatmo, 1992). Satuan permeabilitas adalah m². Pada umumnya pada reservoir panas bumi, permeabilitas vertikal berkisar antara 10 - 14 m², dengan permeabilitas horizontal dapat mencapai 10 kali lebih besar dari permeabilitas vertikalnya (sekitar 10 - 13 m²). Satuan permeabilitas yang umum digunakan di dunia perminyakan adalah Darcy (1 Darcy = 10 - 12 m²) (http://www.anneahira.com/permeabilitas-tanah.html). Permeabilitas tanah bergantung pada ukuran butiran tanah. Karena butiran tanah lempung berukuran kecil, kemampuan meloloskan air juga kecil. Dalam praktik, tanah lempung dianggap sebagai lapisan yang tak lolos air atau kedap air, karena pada kenyataannya permeabilitasnya lebih kecil daripada beton. Tanah granuler merupakan tanah dengan permeabilitas yang relatif besar hingga sering digunakan sebagai bahan filter. Namun, akibat permeabilitas yang besar, tanah ini menyulitkan pekerjaan galian tanah pondasi yang dipengaruhi air tanah, karena tebing galian menjadi mudah longsor. Lagi pula, 18 aliran yang terlalu cepat dapat merusak struktur tanah dengan menimbulkan rongga-rongga yang dapat mengakibatkan penurunan pondasi (Hardiyatmo, 2001). Permeabilitas suatu massa tanah penting untuk : 1. Mengevaluasi jumlah rembesan (seepage) yang melalui bendungan dan tanggul sampai ke sumur air. 2. Mengevaluasi gaya angkat atau gaya rembesan di bawah struktur hidrolik untuk analisis stabilitas. 3. Menyediakan kontrol terhadap kecepatan rembesan sehingga partikel tanah berbutir halus tidak tererosi dari massa tanah. 4. Studi mengenali laju penurunan (konsolidasi) dimana perubahan volume tanah terjadi pada saat air tersingkir dari rongga tanah pada saat proses terjadi pada suatu gradien energi tertentu. 5. Mengendalikan rembesan dari tempat penimbunan bahan-bahan limbah dan cairan-cairan sisa yang mungkin berbahaya bagi manusia. 1. Koefisien Permeabilitas Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah ditentukan oleh koefisien permeabilitasnya. Koefisien permeabilitas tanah bergantung pada beberapa faktor (http://www.anneahira.com/permeabilitas-tanah.htm). Setidaknya ada enam faktor utama yang mempengaruhi permeabilitas tanah, yaitu : 1. Visikositas cairan, semakin tinggi permeabilitas tanahnya semakin kecil. viskositasnya, koefisien 19 2. Distribusi ukuran pori, semakin merata distribusi ukuran porinya, koefisien permeabilitasnya cenderung semakin kecil. 3. Distribusi ukuran butiran, semakin merata distribusi ukuran butirannya, koefisien permeabilitasnya cenderung semakin kecil. 4. Rasio kekosongan (void), semakin besar rasio kekosongannya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi. 5. Semakin besar partikel mineralnya, semaik kasar partikel mineralnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi. 6. Derajat kejenuhan tanah. semakin jenuh tanahnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi. Beberapa nilai koefisien permeabilitas tanah diberikan dalam tabel 2.4. Tabel 2.4. Nilai - Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah Pada Umumnya k Jenis Tanah cm/dt ft/menit Kerikil bersih 1,0 – 100 2,0 – 200 Pasir kasar 1,0 – 0,01 2,0 – 0,02 Pasir halus 0,01 – 0,001 0,02 – 0,002 Lanau 0,001 – 0,00001 0,002 – 0,00002 Lempung < 0,000001 < 0,000002 Sumber : Das, 1988 Koefisien permeabilitas dapat ditentukan secara langsung di lapangan ataupun dengan cara lebih dahulu mengambil contoh tanah di lapangan dengan menggunakan tabung contoh kemudian diuji di laboratorium 20 2. Garis Aliran Aliran air lewat suatu kolom tanah diperlihatkan dalam Gambar 2.1. Masingmasing partikel air bergerak dari ketinggian A ke ketinggian B yang lebih rendah, mengikuti lintasan yang berkelok-kelok (ruang pori) diantara butiran padatnya . Kecepatan air bervariasi dari titik ke titik tergantung dari ukuran dan konfigurasi pori. Akan tetapi, dalam praktek, tanah dapat dianggap sebagai satu kesatuan. Tiap partikel air dianggap melewati sepanjang lintasan lurus yang disebut garis aliran. (Gambar 2.1). Gambar 2.1. Garis Aliran G. Pemadatan (Compaction) Pemadatan tanah adalah suatu proses dimana udara dari pori-pori dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Cara mekanis yang dipakai untuk memadatkan tanah dapat bermacam-macam, antara lain dengan cara menggali atau mencangkul. Untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang 21 tercapai tergantung pada kadar airnya. Bila kadar air rendah maka tanah akan keras atau kaku sehingga sulit dipadatkan. Bila kadar air ditambah maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah akan semakin mudah dipadatkan. Pada kadar air tinggi kepadatannya akan menurun karena poripori tanah menjadi penuh terisi oleh air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara memadatkan. Pemadatan tanah biasanya diukur (dinilai) dengan angka pori dan lebih tinggi derajat kepadatannya. Jadi untuk menentukan kadar air optimum biasanya dibuat grafik berat kering terhadap kadar air (Wesley, 1973). Menurut Terzaghi dan Peck (1987) tingkat pemadatan tertinggi diperoleh apabila kadar air mempunyai suatu nilai tertentu yang disebut kadar kelembaban optimum (optimum moisture content). Prosedur untuk mempertahankan agar kadar air mendekati nilai optimumnya selama pemadatan timbunan dikenal sebagai kontrol kadar kelembaban (moisture content control). Pengujian pemadatan di laboratorium dapat dilakukan dengan beberapa metode yang didasarkan pada perbedaan cara pelaksanaan pemadatannya antara lain adalah (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) : a. Pemadatan tumbuk yaitu dengan menjatuhkan sebuah penumbuk di atas contoh bahan. b. Pemadatan tekan yaitu pemadatan yang didasarkan pada prinsip pengoperasian pada contoh bahan dengan dongkrak hidrolis. c. Pemadatan getar yaitu pemadatan yang menggunakan daya getaran mesin vibrasi. 22 Pemadatan tanah terjadi bila proses mekanis yang menyebabkan partikel tanah semakin mendekat. Hal-hal yang mempengaruhi pemadatan tanah adalah kadar air (water content), keragaman ukuran butiran tanah (distribution of soil particles) dan macam usaha pemadatan (compactive effort) (Lambe, 1951 dalam Koga, 1991). 1. Pemadatan di Laboratorium Pemadatan di laboratorium adalah suatu jenis tes pemadatan tanah yang dilakukan di laboratorium. Ada 2 macam tes pemadatan tanah secara laboratorium yaitu Proctor Standart Test dan Proctor Modified Test. PrinsipPrinsip Pemadatan Laboratorium. 1. Tes Pemadatan Proctor Standart Cetakan Standart Proctor test berdiameter 10,16cm (4 inchi) dan tinggi 11,643 cm (4,584 inchi). Cetakan tersebut terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian bawah mempunyai pelat dasar yang dapat dipasang pada dasar cetakan, dan mempunyai silinder perpanjangan (extension) yang bisa disambung dengan bagian atas dari cetakan. Volume dalam cetakan untuk Proctor Standart (bagian bawah cetakan) adalah 943,94 cm3, berat palu penumbuk 2,5 kg, penumbuk dapat diangkat dan dijatuhkan dari ketinggian 30,48 cm (12 inchi). Sedangkan Modified Proctor mempunyai volume cetakan yang sama dengan Proctor Standart, berat palu penumbuk 4,54 kg (10 lb), tinggi jatuh penumbuk sebesar 45,72 cm (18 inchi). Pada percobaan pemadatan Proctor Standart, untuk setiap kali percobaan tanah selalu dibagi dalam 3 lapisan dengan jumlah tumbukan 25x untuk setiap lapisan. Sedangkan pada Modified Proctor, pemadatan dilakukan dalam 5 23 lapisan dan jumlah tumbukan perlapisan sebanyak 25x. Tes pemadatan dilakukan minimal 6x, dengan kondisi 3 benda uji di bawah kadar air optimum dan 3 benda uji di atas kadar air optimum. Dari setiap percobaan yang dilakukan akan didapatkan harga berat volume kering (gd) dan kadar air (wc). 2. Menentukan Tingkat Pemadatan suatu Tanah Tingkat pemadatan suatu tanah di laboratorium diukur berdasarkan dari berat volume kering tanah yang dipadatkan (gdmax), dan harga kadar air optimum (wcopt) dari tanah yang di tes. Menentukan harga gmax didapatkan dari grafik antara kadar air (wc) dengan berat volume kering (gd). H. Model Model dapat merupakan tiruan dari suatu benda, sistem atau kejadian yang sesungguhnya yang hanya berisi informasi- informasi yang dianggap penting untuk dikaji. Model dari sebuah sistem adalah alat yang kita gunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang sistem tanpa harus melakukan percobaan. Model dapat terbagi menjadi model fisik dan model matematik. Model fisik ini meniru kejadian sebenarnya dengan skala yang lebih kecil. Contoh model fisik dalam dunia teknik ialah model fisik pelimpah, bendungan dan sebagainya. Model matematik menirukan sifat atau karakter suatu feomena dengan persamaan matematik. 24 Dalam dunia engineering kedua model ini masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, adapun perbandingan kedua model tersebut dapat dilihat dari Tabel 4. Gambar 2.2. Skema Umum Model 25 Tabel 2.5. Perbandingan antara Model Matematik dan Model Fisik Model Fisik Model Matematik/ Numerik Kerugian Keuntungan • Memerlukan ruangan yang besar • Ruangan kecil, hanya perlu komputer • Parameter belum tentu mudah diperoleh dan ditirukan karena berbagai keterbatasan • Mudah menyesuaikan parameter seperti tinggi gelombang, dll • Lama pembuatannya • Pembuatan relatif singkat • Sulit mengamati dan mengontrol • Mudah dikontrol dan diamati • Tidak mudah diubah/ revisi • Mudah dibuah dan direvisi • Membutuhkan banyak tenaga kerja • Tidak membutuhkan tenaga banyak • Mahal • Murah Keuntungan Kerugian • Real time model • Biasanya tidak real time • Kesalahan, kekurangan, kejanggalan dapat segera dilihat dan diperbaiki • Kesalahan, kekurangan, kejanggalan kadang tidak terlihat • Kondisi aliran yang paling rumit dan sulit dapat dimodelkan • Perlu persamaan pengatur yang belum tentu ada belum tentu dapat diselesaikan • Model lebih mudah dipahami oleh awam • Model sulit dipahami tetapi hasil simulasi dapat ditampilkan untuk mempermudah pemahaman Sumber :Triatmadja R., 2009 I. Tanggul Sosrodarsono dan Takeda (1977) menyatakan bahwa tanggul adalah bendungan urugan homogen, karena bahan yang membentuk tubuh tanggul terdiri dari tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butiran 26 tanah) hampir seragam. Tanggul saluran adalah tanggul tanah yang berfungsi untuk menahan aliran air dan menyangga permukaan air sehingga air yang masuk ke saluran dapat dikendalikan. Apabila garis rembesan memotong lereng hilir suatu tanggul, maka akan terjadi aliran-aliran filtrasi keluar menuju permukaan lereng tersebut dan terlihat gejala keruntuhan atau kelongsoran kecil pada permukaan lereng hilir. Tanggul selalu menghadapi masalah stabilitas tubuh tanggul. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh tubuh tanggul terletak di bawah garis rembesan (seepage line). Tubuh tanggul selalu dalam kondisi jenuh, sehingga daya dukung, kekuatan geser tanah serta sudut geser alamiahnya menurun pada tingkat yang paling rendah. Semakin rendah garis rembesan di hilir tubuh tanggul, maka ketahanannya terhadap gejala kelongsoran akan meningkat dan stabilitas tanggul akan meningkat pula. Wesley (1973) menyatakan bahwa tanah yang dipakai untuk pembuatan tanggul, bendungan tanah, atau dasar jalan harus dipadatkan untuk menaikkan kekuatannya, memperkecil kompresibilitas, dan daya rembes air serta memperkecil pengaruh air terhadap tanah tersebut. Tujuan pemadatan tanah di lapangan yaitu memadatkan tanah pada keadaan kadar air optimumnya, sehingga tercapai keadaan yang paling padat. Dengan demikian tanah tersebut akan mempunyai kekuatan yang relatif besar, kompresibilitas kecil, dan memperkecil pengaruh air terhadap tanah. Menurut DPU (1986), rembesan terjadi apabila tubuh tanggul harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang diakibatkannya meresap masuk ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini mempunyai pengaruh 27 yang merusakkan stabilitas tanggul karena terangkutnya bahan-bahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika erosi bawah tanah sudah terjadi, maka terbentuk jalur rembesan antara bagian hulu dan bagian hilir tanggul. Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan sebagai akibat terkikisnya tanah pondasi. 1. Dimensi Tanggul DPU (1986) menyatakan dimensi tanggul adalah sebagai berikut : a. Tinggi tanggul (Hd) Tinggi tanggul adalah beda tinggi tegak antara puncak dan bagian bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat dinding atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut. Mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran. b. Tinggi Jagaan (Free board) (Hf) Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi tanggul. Elevasi permukaan rencana merupakan elevasi banjir rencana saluran. Elevasi permukaan air penuh normal atau elevasi permukaan banjir rencana, dalam keadaan demikian yang disebut elevasi permukaan air maksimum rencana adalah elevasi yang paling tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air saluran tersebut. 28 c. Kemiringan Lereng (Talud) Kemiringan rata-rata lereng tanggul (hulu dan hilir) adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut (Perwira, 2004). Nilai kemiringan talud untuk tanggul tanah homogen tertera pada Tabel 3. Tabel 2.6. Kemiringan Talud Yang Dianjurkan Untuk Tanggul Tanah Homogen Kemiringan talud Kemiringan sungai Klasifikasi tanah *) tanah GW, GP, SW, SP Lulus air, tidak dianjurkan GC, GM, SC, SM 1 : 2.5 1:2 CL, ML 1:3 1 : 2.5 CH, MH 1 : 3.5 1 : 2.5 Sumber : DPU (1986) *) Menurut The Unified Soil Classification System Ket : G : (gravel = kerikil) S : (sand = pasir) C : (clay = lempung) M : (silt = lanau) L : (plastisitas rendah) H : (plastisitas tinggi) W : (gradasi baik) P : (gradasi tidak baik) 29 J. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi bahan pertimbangan dan acuan penelitian ini. Berikut adalah tinjauan terdahulu yang pernah dilakukan: 1. Pengaruh Air Hujan Pada Tanah Berlempung Terhadap Muka Air Hujan Berdasarkan Hasil Uji Permeabilitas. Terdapat kesamaan metode pengujian permeabilitas yang digunakan yaitu metode di laboratorium menggunkan metode Falling Head, dengan menggunakan tanah yang sama Pada penelitian terdahulu hasil pengujian permeabilitas di laboratorium diperoleh nilai k rata-rata 3,788 x 10-7 cm/dt. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian permeabilitas lapangan dan laboratorium. Gambar 2.3. Grafik Nilai Permeabilitas Uji Laboratorium, Randi H. (2014) 2. Studi dan Analisa Campuran Tanah Lempung dan Abu Sekam Padi Terhadap Nilai Permeabilitas Dengan Alat Falling Head 30 Pada penelitian Studi dan Analisa Campuran Tanah Lempung dan Abu Sekam Padi Terhadap Nilai Permeabilitas Dengan Alat Falling Head sampel tanah yang dipakai sama dengan penelitian pemodelan tanggul dan hasil data dari penelitian ini di ambil untuk menjadi acuan dasar pada penelitian pemodelan tanggul, dan data hasil penelitian terdahulu ini dapat dilihat pada grafik dibawah ini : Gambar 2.4. Grafik Nilai Permeabilitas Uji Laboratorium, Dedi S. (2015) Pada grafik diatas dapat dilihat nilai permeabilitas terkecil yang didapatkan pada setiap pembacaan untuk uji permeabilitas laboratorium diperoleh nilai permeabilitas sebesar 0,8575x10-7 cm/dt.