BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pengertian teknik maka definisi tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain yang terbentuk karena pelapukan dari batuan atau pembusukan dari jasad hidup. Tanah terdiri atas partikel yang saling berhubungan, dan dalam partikel-partikel tersebut terdapat ruang yang terisi oleh air dan udara. Hubungan antara partikel (solid), air (water), dan udara (air) menunjukkan kekuatan tanah di dalam menentukan beban di atasnya. Tanah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, tanah lempung terutama lempung lunak mempunyai daya dukung sangat kecil sehingga hal tersebut banyak menjadi masalah pada pekerjaan dibidang teknik sipil. Kerusakan struktur bisa terjadi akibat penurunan tanah terutama pada jenis tanah yang memiliki potensi penurunan yang besar seperti lempung lunak. Tanah merupakan komponen yang paling penting dalam semua pekerjaan yang berhubungan dengan pembangunan dari pondasi konstruksi/struktur suatu bangunan. Namun seringkali di lapangan dijumpai kerusakan-kerusakan pada lapisan perkerasan, hal tersebut disebabkan oleh lapisan tanah dasar yang mengalami penurunan pada saat lapisan diatasnya menerima beban. 1 Oleh sebab itu para perencana harus mengetahui karakteristik tanah pada lokasi dimana akan dibangun suatu konstruksi bangunan diatasnya. Kerusakan struktur bisa terjadi akibat penurunan tanah terutama pada jenis tanah yang memiliki potensi penurunan yang besar seperti lempung lunak. Tanah dasar yang baik dan stabil merupakan syarat bagi kemampuan konstruksi dalam memikul beban diatasnya. Usaha-usaha untuk memperbaiki sifat tanah yang mengandung sifat kembang susut besar telah banyak dilakukan dengan metode stabilisasi tanah, diantaranya stabilisasi tanah yaitu menggunakan metode grouting yang tidak ramah lingkungan yang biasanya berupa suspense (semen, lempung-semen, pozzolan, bentonite,dsb) atau emulsi (aspal,dsb) (Xanthakos et al., 1994; Karol, 2003). Semua bahan kimia untuk biogrouting, kecualisodium silikat adalah toksik dan atau berbahaya (Karol, 2003; van Paassen, 2009). Oleh sebab itu kami mencari alternatife metode biogrouting yang ramah lingkungan, yaitu dengan pemanfaatan mikroorganisme yang berasal dari bakteri karna dapat menghasilkan kalsit/Kristal kalsium karbonat yang bisa merubah butiran pasir menjadi batuan pasir. Tanah terdiri atas butir-butiran dengan rongga yang saling berhubungan diantara butiran tersebut. Oleh karena itu tanah memiliki sifat permeabillitas, yaitu air dapat merembes atau mengalir melalui butiran, walauoun dengan kecepatan yang sangat lambat pada tanah berbutir halus (lempung dan lanau ). Rembesan air dalam tanah berpengaruh pada tekanan air pori yang akan mempengaruhi 2 kekuatan geser tanah tersebut. Disini akan digunakan koefiisien permeabilitas sebagai parameter perubahan tanah setelah dilakukan injeksi bakteri. Dari permasalahan tersebut, maka kami menuangkannya dalam penulisan tugas akhir atau skripsi dengan judul “ STUDI PERMEABILITAS TANAH DENGAN CAMPURAN BAKTERI “ 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan Tujuan adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi karakteristik mekanis tanah yang telah distabilisasi dengan laritan bakteri Bacilius subtilis dengan variasi waktu pemeraman. 2. Membandingkan Nilai koefisien Permeabilitas kepada tanah tanpa bakteri dan tanah yang telah diinjeksi bakteri. 3. Menganalisis aplikasi SEM (Scan Electron Microscope) untuk melihat morfologi (bentuk ) dan topografi (ukuran) tanah dengan perlakuan berbeda 1.3 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat membuat pembaca mengetahui pengaruh pencampuran larutan bakteri Bacillus subtilis terhadap tanah lempung kepasiran. Penggunaan alternatif material stabilisasi tanah yang lebih ramah lingkungan dengan metode biogrouting larutan bakteri Bacillus subtilis, serta dapat mengurangi nilai rembesan atau koefisien Permeabilitas tanah lempung kepasiran 3 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini, adalah hal-hal sebagai berikut : 1. Material tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lempung kepasiran. 2. Jenis Bakteri yang digunakan adalah Bacillus subtilis. 3. Penginjeksian terhadap tanah lempung kepasiran dilakukan 2, 3, dan 4 kali penginjeksian. 4. Masa waktu pemeraman adalah 3, 7, 14, 21, dan 28 hari. 5. Evaluasi karakteristik sifat-sifat fisik tanah meliputi : a. Pemeriksaan berat kering b. Pemeriksaan berat basah c. Pemeriksaan Kadar air optimum 6. Uji Mekanis yang dilakukan meliputi : a. Pengujian Permeabilitas b. Pengujian SEM (Scan Electron Microscope ) 7. Penelitian ini tidak membahas reaksi kimia yang terjadi dari hasil penambahan bakteri Bacillus subtilis 1.5 Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini, maka sistematika penulisan penelitian disusun dalam lima bab. Adapun sistematika penulisan penelitian adalah sebagai berikut : 4 BAB 1. PENDAHULUAN Menguraikan tentang latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, pokok bahasan dan batasan masalah serta sistematika penulisan. BAB II. TINJUAN PUSTAKA Menyajikan teori-teori yang digunakan sebagai landasan untuk menganalisis dan membahas permasalahan penelitian. BAB III. METODE PENELITIAN Menjelaskan mengenai langkah-langkah atau prosedur pengambilan dan pengolahan data hasil penelitian. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menyajikan data-data hasil penelitian di laboratorium, analisis data, hasil analisis data dan pembahasannya. BAB V. PENUTUP Berisikan kesimpulan dan saran 5 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanah Sistem Klasifikasi Tanah adalah suatu sistem penggolongan yang sistematis dari jenis–jenis tanah yang mempunyai sifat–sifat yang sama ke dalam kelompok– kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1995). Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi dan sebagainya (Bowles, 1989). Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Adapun sistem klasifikasi tanah yang telah umum digunakan adalah : A. Sistem Unified Soil Clasification System (USCS). Dalam sistem ini, Cassagrande membagi tanah atas 3 (tiga) kelompok (Sukirman, 1992) yaitu : 6 1. Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan No. 200. 2. Tanah berbutir halus, > 50% lolos saringan No. 200. 3. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau dan sisa-sisa tumbuhtumbuhan yang terkandung di dalamnya. Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi Tanah USCS Dimana : W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik), P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk), L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50), H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50). 7 Tabel 2.2 kriteria Tanah Gambar 2.1 Liquid Limit 8 Tabel 2.3 Klasifikasi Umum Tanah Keterangan : 1 Persen lolos saringan No. 200 ≤ 35%, 2 Persen lolos saringan No. 200 > 35%, a Tanah yang lolos saringan No. 40, b Untuk A-7-5, PI ≤ LL – 30, c Untuk A-7-6, PI > LL – 30. Indeks kelompok (group index) dalam tabel tersebut digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan sebagai berikut : GI = (F – 35)(0,2 + 0,005(LL – 40) + 0,01(F – 15)(PI -10) Dengan: GI = indeks kelompok (group index) F = persen material lolos saringan no. 200 LL = batas cair PI = indeks plastisitas 9 Bila nilai indeks kelompok (GI) semakin tinggi, makin berkurang ketepatan penggunaan tanahnya. Tanah granuler diklasifikasikan ke dalam klasifikasi A-1 sampai A-3. tanah A-1 granuler yang bergradasi baik, sedang A-3 adalah pasir bersih yang bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler (kurang dari 35% lewat saringan no. 200), tetapi masih terdiri atas lanau dan lempung. Tanah berbutir halus dikalsifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah lempung-lanau. Perbedaan keduanya berdasarkan pada batas-batas Atterberg. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini. Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm (3 inci) dan yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm). Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan yang tertahan pada ayakan No. 200 (0,075 mm). Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No. 200 B. Klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir Ukuran butir tampaknya merupakan suatu metode yang jelas untuk mengklasifikasikan tanah dan kebanyakan usaha-usaha yang terdahulu untuk membuat sistem klasifikasi adalah berdasarkan ukuran butir. Gambar 1.1 memperlihatkan beberapa sistem klasifikasi ini. Sistem MIT mungkin merupakan sistem yang paling banyak dipakai. Karena deposit tanah pada umunya terdiri atas berbagai ukuran-ukuran partikel, maka untuk menentukan kurva distribusi ukuran butir dan kemudian menetukan persentase tanah bagi tiap batas ukuran (Dunn,1992). 10 Nama Kelompok Ukuran Butiran (mm) Organisasi Kerikil Pasir Lanau Lempung >2 2 – 0,06 0,06 – 0,002 < 0,002 >2 2 – 0,05 0,05 – 0,002 < 0,002 2 –0,075 0,075–0,002 < 0,002 Massachusetts Institute of Technology (MIT) U.S. Departement of Agriculture (USDA) American Association of State Highway and Transportation Officials 76,2 - 2 (AASHTO) Unified Soil Classification System Halus (U.S. Army Corps of Engineers, U.S. 76,2-4,75 4,75- (yaitu Bureau of Reclamation) 0,075 lempung) lanau < 0,0075 Sumber : Mekanika Tanah, Braja M Das Tabel 2.4 Batasan-Batasan Ukuran Golongan Tanah ο· Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadangkadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar dan mineral-mineral lain, Diameter butiran > 5 mm. ο· Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar. Butiran dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini , Diameter butiran 0,0075 – 5,0 mm. ο· Lanau (silt) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis (berukuran sangat kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat 11 dan halus, dan sejumlah partikel-partikel berbentuk lempengan-lempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral-mineral mika, Diameter butiran 0,002 – 0,0075 mm. ο· Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika. Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (= 2 mikron). 2.2 Biogrouting Beberapa tahun terakhir sedang dikembangkan teknologi grouting secara biologi yang dikenal dengan teknologi biogrouting melalui mekanisme pengendapan kalsium karbonat. Keuntungan utama dari biogrouting adalah pemberian substrat dapat dipindahkan dalam bentuk inaktif ke daerah yang jauh dari titik injeksi. Teknologi biogrouting merupakan teknologi yang mensimulasikan proses diagenesis, yaitu transformasi butiran pasir menjadi batuan pasir (calcarenite atau sandstone). Kristal kalsium karbonat (CaCO3) yang terbentuk dari teknologi biogrouting akan menjadi jembatan antara butiran pasir sehingga menyebabkan proses sementasi, dan mengubah pasir menjadi batuan pasir. Secara alami, proses ini memerlukan waktu hingga jutaan tahun. Oleh karena itu digunakan bakteri untuk mempercepat proses secara in situ dengan memanfaatkan proses presipitasi karbonat hasil aktivitas metabolisme bakteri (DeJong et al., 2006; Lee, 3003). 12 Mineral kalsit yang dihasilkan dari presipitasi karbonat ini adalah mineral yang terdistribusi secara luas di bumi dan ditemukan di bebatuan seperti batu marmer, batu pasir di perairan maupun di daratan. Presipitasi atau pengendapan kalsit paling tidak ditentukan oleh 3 faktor yaitu (1) konsentrasi kalsium, (2) konsentrasi karbonat, dan (3) pH lingkungan (Hammes dan Verstraete, 2002; Hammes et al., 2003). Presipitasi karbonat secara teori dapat terjadi di lingkungan alami dengan meningkatkan konsentrasi kalsium dan atau karbonat pada larutan atau menurunkan daya larut kalsium dan atau karbonat. Adanya peran bakteri dalam proses biogrouting berkaitan erat dengan kemampuan bakteri untuk bertahan dan toleran terhadap konsentrasi urea dan kalsium yang tinggi. bakteri ini juga harus mampu menghasilkan enzim urease dengan aktivitas yang tinggi. Bakteri penghasil urease dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan respon terhadap amonium yaitu, (1) kelompok yang aktivitas enzim urease ditekan oleh keberadaan amonium seperti jenis Pseudomonas aeruginosa, Alcaligenes eutrophus, Bacillus megaterium (Kaltwasser et al., 1972) dan Klebsiella aerogenes (Friedrich dan Magasanik, 1977) dan (2) kelompok yang aktivitas enzim urease tidak dipengaruhi oleh amonium seperti Sporosarcina pasteurii (Bacillus pasteurii), Helicobacter pylori, Proteus vulgaris (Whiffin et al., 2007). Pada proses biogrouting, karena konsentrasi urea yang tinggi dihidrolisa selama sementasi, maka hanya bakteri yang aktivitas enzim ureasenya tidak ditekan oleh amonium saja yang cocok untuk digunakan. Pada saat ini, bakteri dari genus Sporosarcina (Bacillus) telah mulai diaplikasikan pada proses biogrouting karena mempunyai aktivitas urease 13 yang tinggi dan tidak patogen (Fujita et al., 2000; Mobley et al., 1995). Menurut Harkes et al (2009), bakteri Sporosarcina pasteurii (DSMZ 33) dapat melakukan presipitasi kalsit. Studi tentang keanekaragaman bakteri yang berperan pada proses biogrouting belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, teknologi ini sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam memperkuat struktur tanah di kawasan pesisir dalam upaya pencegahan erosi pantai, perbaikan pondasi, reklamasi pantai, bahkan mengkonsolidasikan tanah keruk sebagai bahan bangunan. Pasir dapat saling mengikat dengan erat dengan adanya kalsit. Ukuran pasir dan kalsit dapat menyatu dengan baik menyebabkan proses sementasi. Gambar 2.2. Berbagai tipe kristal kalsit yang terbentuk dari aktivitas enzim urease bakteri biogrouting (20x). a) tipe sperulit dengan tekstur permukaan yang kasar (2.1.4), b) tipe rhombohedral (P3BG43), c) tipe spherical vaterite (SA.08.6), d) tipe trianguler (3.2.2) 14 2.3 A. Isolasi dan Identifikasi Penghasil bakteri Isolasi dan purifikasi Pengambilan sampel dilakukan di lokasi Grasberg (Papua), Gua Selarong dan Pantai Parang Tritis (Yogyakarta), Taman Nasional Bantimurung, Benteng Rotterdam, Pulau Lae-Lae dan Pulau Samalona (Sulawesi Tenggara) yang meliputi pengambilan sampel tanah, pasir, air laut, dan batuan. Metode isolasi bakteri biogrouting dilakukan dengan metode cawan tuang pada media B4 agar yang terdiri dari 3 g nutrient broth, 20 g urea, 2,12 g NaHCO3, 10 g NH4Cl, 4,41 g CaCl2.2H2O, 1 L air distilasi, dan 15 g agar jika diperlukan (Hammes et al. 2003). Koloni bakteri yang membentuk kristal bila dilihat menggunakan mikroskop selanjutnya diisolasi dan dimurnikan. a. Penapisan aktivitas enzim urease Sebanyak 1 ose bakteri biogrouting diinokulasikan ke dalam medium urea broth lalu diinkubasi pada suhu 30°C selama 3 hari. Kemudian diamati isolat yang menghasilkan urease. Isolat bakteri yang memiliki aktivitas urease positif akan mengubah warna media cair dari warna kuning menjadi warna merah muda fuchsia. Gambar 2.3 Penapisan bakteri pengendap karbonat. Hidrolisis urea oleh aktivitas enzim urease menyebabkan warna medium cair dari kuning menjadi ungu funchia/merah muda 15 B. Uji aktivitas urease Bakteri biogrouting ditumbuhkan dalam media produksi enzim, diinkubasi pada inkubator bergoyang 150 rpm, suhu 30°C sampai produksi enzim optimum. Aktivitas urease diukur menggunakan metode Weatherburn (1967) yang dimodifikasi, yaitu Na2HPO4 digunakan dalam larutan alkalin hipoklorit dibandingkan NaOH dan waktu pembentukan warna diperpanjang dari 20 menit menjadi 30 menit. Reaksi dilakukan dalam tabung eppendorf yang berisi 100 μl sampel, 500 μl urea 50 mM dan 500 μl Bufer KH2PO4 100 mM (pH 8,0) sehingga total volume adalah 1,1 ml. Campuran reaksi diinkubasi dalam inkubator bergoyang suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan mentransfer 50 μl campuran reaksi ke dalam tabung yang berisi 500 μl larutan phenol-sodium nitroprusside. Sebanyak 500 μl larutan alkalin hipoklorit ditambahkan ke dalam tabung dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Selanjutnya OD diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nM dan dibandingkan dengan kurva standar (NH4)2SO4. 1 Unit Aktivitas Urease adalah jumlah enzim yang dibutuhkan untuk membebaskan 1 μmol NH3 dari urea per menit dalam kondisi assay standar. C. Ekstraksi DNA DNA genom bakteri diekstraksi menggunakan InstaGene Matrix Kit (BioRad). Koloni bakteri berumur 1 hari disuspensikan pada 1.0 mL air steril, disentrifugasi pada 10,000-12,000 rpm selama 1 menit, supernatan dibuang, dan pelet diresuspensi dengan InstaGene matrix sebanyak 50 μl untuk melisiskan/melarutkan dinding sel dari bakteri. Larutan suspensi bakteri diikubasi 16 pada 56°C selama 15-30 menit, divorteks selama 10 detik, diinkubasi pada 100°C selama 8 menit, divorteks kembali 10 detik, dan disentrifugasi pada 10,00012,000 rpm selama 2-3 menit untuk memisahkan larutan DNA dan sel debris. Supernatan yang mengandung DNA disimpan pada -20°C sebelum digunakan. D. Amplifikasi gen 16S rRNA Identifikasi bakteri potensial dilakukan secara molekuler, dengan menganalisis sebagian gen 16S rRNAnya. Gen 16S rRNA diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer 9F (5’-AGRGTTTGATCMTGGCTCAG-3’) dan 1492R (1492R: 5’-TACGGYTACCTTGTTAYGACTT-3’) (Posisi penomoran urutan basah berdasarkan pada Escherichia coli numbering system (accession number V00348, Brosius et al. 1981). Adapun kondisi reaksi PCR adalah 95°C, 2 menit (1 siklus); 95°C, 30 detik, 65°C, 1 menit, 72°C, 2 menit (10 siklus); 95°C, 30 detik, 55°C, 1 menit, 72°C, 2 menit (30 siklus); serta 72°C, 2 menit (1 siklus). Purifikasi gen hasil PCR dilakukan menggunakan kit Pregman dan dikerjakan sesuai petunjuk kerja. Initial denturation (96°C selama 5 menit), Denturation (96°C selama 0.3 menit), Annealing (55°C selama 0.3 menit). E. Sekuensing gen 16S rRNA dan Analisis Filogenetik Urutan sekuen gen 16S rRNA dianalisis dengan menggunakan mesin otomatis DNA sequencer di PT. Genetika Science, Indonesia. Informasi urutan basa didapatkan dari hasil sekuen kemudian dilacak keserupaannya dengan data base GeneBank/DDBJ/EMBL berdasarkan BLAST (Altschul et al. 1997). Proses penyejajaran sekuen dengan menggunakan program ClustalX (Thompson et al., 1994), jarak matriks dihitung menggunakan metoda 2 parameter dari Kimura 17 (1980) dalam Puspita Lisdiyanti (2011), dan pohon genetik dibentuk dengan menggunakan program neighbor-joining (NJ) Saitou dan Nei, (1987) dalam Puspita Lisdiyanti (2011). Skema Pembuatan bakteri Bacillus subtilis Pengambilan sampel dari Tanah, pasir, air laut dan batuan. Uji aktivitas Urease Ekstraksi DNA Isolasi dan Purifikasi Amplifikasi gen 16S rRNA Penampisan aktivitas enzim Urease Sekuensing gen 16S rRNA dan Analisi Filogenetik Gambar 2.4. Skema Pembuatan bakteri Bacillus subtilis 2.4 SEM ( Scan Electron Microscope ) Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang dapat melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali. Mikroskop ini menggunakan elektrostatik dan elektromagnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya (Anonymous, 2012). 18 Gambar 2.5 Peralatan SEM ( Scan Electron Microscope ) Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. SEM memiliki perbesaran 10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri (Prasetyo, 2011). Anonymous (2012) menambahkan, SEM memfokuskan sinar elektron (electron beam) di permukaan obyek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi elektron yang muncul dari permukaan obyek. A. Alasan Menggunakan Elektron Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200nm, sedangkan elektron dapat mencapai resolusi hingga 0,1 – 0,2 nm. Berikut ini merupakan perbandingan hasil gambar 19 mikroskop cahaya dengan SEM (Material Cerdas, 2009). Gambar 2.6. Perbandingan Hasil Mikroskop Cahaya dengan SEM Dengan menggunakan elektron akan didapatkan beberapa jenis pantulannya yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan pantulan non elastis seperti pada gambar dibawah ini (Material Cerdas, 2009). Gambar 2.7 . Pantulan elastis dan pantulan non elastis 20 B. Prinsip Kerja SEM (Scan Electron Microscope) 1. Electron gun menghasilkan electron beam dari filamen. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda. 2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel. 3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai. 4. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT. Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini: 21 Gambar 2. 8 Mekanisme Kerja SEM Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X. Sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered elektron. Sinyal sinyal tersebut dijelaskan pada gambar berikut ini. 22 Gambar 2.9 Sinyal-sinyal dalam SEM Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop cahaya dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron sekunder atau backscaterred elektron yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan elektron. Elektronelektron yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar dapat dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi (Anonymous, 2012). C. Komponen Utama SEM ( Scan Electron Microscope ) SEM memiliki beberapa peralatan utama, antara lain: 1. Penembak elektron (electron gun) Ada dua jenis atau tipe dari electron gun yaitu : 23 a. Termal Pada jenis ini, energi luar yang masuk ke bahan dalam bentuk energi panas. Energi panas ini diubah menjadi energi kinetik. Semakin besar panas yang diterima bahan maka akan semakin besar pula kenaikan energi kinetik yang terjadi pada electron. Pada situasi inilah akan terdapat elektron yang pada ahirnya terlepas keluarmelalui permukaan bahan. Bahan yang digunakan sebagai sumber elektron disebut sebagai emiter atau lebih sering disebut katoda. Sedangkan bahan yangmenerima elektron disebut sebagai anoda. Dalam konteks tabung hampa (vacuum tube) anoda lebih sering disebut sebagai plate. Dalam proses emisi termal dikenal dua macam jenis katoda yaitu : a) Katoda panas langsung (Direct Heated Cathode, disingkat DHC) b) Katoda panas tak langsung (Indirect Heated Cathode, disingkat IHC) Pada katoda jenis ini katoda selain sebagai sumber elektron juga dialiri oleh arus heater (pemanas).Material yang digunakan untuk membuat katoda diantaranya adalah : b. Tungsten Filamen Material ini adalah material yang pertama kali digunakan orang untuk membuatkatode. Tungsten memiliki dua kelebihan untuk digunakan sebagai katoda yaitumemiliki ketahanan mekanik dan juga titik lebur yang tinggi (sekitar 3400 oC), sehingga tungsten banyak digunakan untuk aplikasi khas yaitu tabung XRay yang bekerja pada tegangan sekitar 5000 V dan suhu tinggi. Akan tetapiuntuk aplikasi yang umum terutama untuk aplikasi Tabung Audio dimana tegangankerja dan temperature tidak terlalu tinggi maka tungsten bukan material 24 yang ideal,hal ini disebabkan karena tungsten memilik fungsi kerja yang tinggi (4,52 eV) danjuga temperature kerja optimal yang cukup tinggi (sekitar 2200 oC). c. Field emission Pada emisi jenis ini yang menjadi penyebab lepasnya elektron dari bahan ialahadanya gaya tarik medan listrik luar yang diberikan pada bahan. Pada katoda yangdigunakan pada proses emisi ini dikenakan medan listrik yang cukup besarsehingga tarikan yang terjadi dari medan listrik pada elektron menyebabkanelektron memiliki energi yang cukup untuk lompat keluar dari permukaan katoda.Emisi medan listrik adalah salah satu emisi utama yang terjadi pada vacuum tubeselain emisi thermionic. Jenis katoda yang digunakan diantaranya adalah : - Cold Field Emission - Schottky Field Emission Gun 2. Lensa Magnetik Lensa magnetik yang digunakan yaitu dua buah condenser lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa objektif) memfokuskan electron dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-20 nm. 3. Detektor SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap hamburan elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektordetektor tersebut antara lain: - Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai nomor atom dan topografi. 25 - Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai topografi (Prasetyo, 2011). 4. Sample Holder Untuk meletakkan sampel yang akan dianalisis dengan SEM. 5. Monitor CRT (Cathode Ray Tube) Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar dapat dilihat. a) Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan cahaya, dan sebagainya). b) Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan, cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya). c) Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek (titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya). d) Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya). (Prasetyo, 2011). D. Jenis sampel yang dapat dianalisa: sampel biologi atau material padat. - Sampel Padat: logam, bubuk kimia, kristal, polymers, plastik, keramik, fosil, butiran, karbon, campuran partikel logam, sampel Arkeologi. - Sampel Biologi: sel darah, produk bakteri, fungal, ganggang, benalu dan cacing. Jaringan binatang, manusia dan tumbuhan. - Sampel Padatan Biologi: contoh profesi dokter gigi, tulang, fosil dan sampel 26 E. Kelebihan dan Kelemahan SEM ( Scan Electron Microscope ) Adapun kelebihan teknik SEM yaitu terdapat sistem vakum pada electronoptical column dan sample chamber yang bertujuan antara lain: - Menghilangkan efek pergerakan elektron yang tidak beraturan karena adanya molekul gas pada lingkungan tersebut, yang dapat mengakibatkan penurunan intensitas dan stabilitas. - Meminimalisasi gas yang dapat bereaksi dengan sampel atau mengendap pada sampel, baik gas yang berasal dari sampel atau pun mikroskop. Karena apabila hal tersebut terjadi, maka akan menurunkan kontras dan membuat gelap detail pada gambar (Prasetyo, 2011). Kelemahan dari teknik SEM antara lain: - Memerlukan kondisi vakum - Hanya menganalisa permukaan - Resolusi lebih rendah dari TEM - Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis logam seperti emas (Material Cerdas, 2009) 2.5 Karakteristik Lempung A. Karakteristik Umum Lempung Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0.002 mm (Das, 1995). Hardiyatmo (2010), mengatakan sifat- sifat yang dimiliki dari tanah lempung yaitu antara lain ukuran butiran-butiran halus < 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat 27 kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. Sifat dan Perilaku lempung terlihat pada komposisi mineral, unsur-unsur kimianya, dan partikel-partikelnya serta pengaruh yang ditimbulkan di lingkungan sekitarnya. Sehingga untuk dapat memahami sifat dan perilakunya diperlukan pengetahuan tentang mineral dan komposisi kimia lempung, hal ini dikarenakan mineralogi adalah faktor utama untuk mengontrol ukuran, bentuk dan sifat fisik serta kimia dari partikel tanah. Tanah lempung memiliki sifat yang khas yaitu apabila dalam keadaan kering dia akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis, dan kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air. Ada beberapa hal istilah yang perlu dibedakan dalam mempelajari mengenai lempung yaitu: a) Penggunaan istilah ukuran lempung, lebih dihubungkan dengan komposisi dari ukuran partikel, yang biasanya berukuran < 2µm. b) Penggunaan istilah mineral lempung, lebih dihubungkan dengan komposisi ukuran mineral. Ukuran mineral ini lebih spesifik, kadang kadang ukuran mineral ini < 2 µm dan dapat pula > 2 µm, meskipun pada umumnya < 2 µm. Partikel lempung berasal dari pelapukan tanah yang berupa susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm.partikel lempung berbentuk seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus, sehingga lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Terdapat banyak mineral yang diklasifikasikan sebagai 28 mineral lempung. Di antaranya terdiri dari kelompok-kelompok: montmorrillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Terdapat juga kelompok yang lain, misalnya: chlorite, vermiculite, dan halloysite (Hardiyatmo, 2010). Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung. ( Minerologi tanah lempung Nilai Aktivitas Kaolinite 0,4 – 0,5 Illite 0,5 – 1,0 Montmorillonite 1,0 – 7,0 s (Sumber : Skempton, 1953) Tabel 2.5 Aktivitas tanah lempung Mineral Specific gravity Quarts (kwarsa) 2.65 Kaolinite 2.60 Illite 2.80 Montmorillonite - 2.80 Halloysite - 2.55 Potassium feldspar 2.57 Sodium and calcium feldspar 2.62 – 2.76 Chlorite 2.60 – 2.90 Biorite 2.80 – 3.20 Muscovite 2.76 – 3.10 29 Horn blende 3.00 – 3.47 Limonite 3.60 – 4.00 Olivine 3.27 – 3.37 (Sumber : Das, 1995) Tabel 2.6 Specific gravity mineral-mineral penting tanah 2.6 Sifat Tanah A. Penelitian Sifat Fisis Tanah 1. Kadar Air 2. Berat Jenis 3. Analisis pembagian butir (Grain size analysis) 4. Batas-batas Atterberg Macam Tanah Berat jenis Gs Kerikil 2.65 – 2.68 Pasir 2.65 – 2.68 Lanau tak organic 2.62 – 2.68 Lempung Organik 2.58 – 2.65 Lempung tak organic 2.68 – 2.75 Humus 1.37 Gambut 1.25 – 1.80 ( Sumber : Hardiyatmo, 2010) Tabel 2.7 Nilai Berat Jenis Tanah 30 B. Sifat Mekanis Tanah Pengujian Permeabilitas Tanah Jamulya dan Suratman Woro Suprodjo (1983), mengemukakan bahwa permeabilitas adalah kemampuan tanah yang dipengaruhi cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah baik melalui pori makro maupun pori mikro baik ke arah horizontal maupun vertikal. Tanah adalah kumpulan partikel padat dengan rongga yang saling berhubungan. Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di dalam partikel melalui rongga dari satu titik yang lebih tinggi ke titik yang lebih rendah. Sifat tanah yang memungkinkan air melewatinya pada berbagai laju alir tertentu disebut permeabilitas tanah. Sifat ini berasal dari sifat alami granular tanah, meskipun dapat dipengaruhi oleh faktor lain (seperti air terikat di tanah liat). Jadi, tanah yang berbeda akan memiliki permeabilitas yang berbeda. Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori. Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured). Hukum Darcy menjelaskan tentang kemampuan air mengalir pada rongga-rongga (pori) dalam tanah dan sifat-sifat yang memengaruhinya. Ada dua 31 asumsi utama yang digunakan dalam penetapan hukum Darcy ini. Asumsi pertama menyatakan bahwa aliran fluida/cairan dalam tanah bersifat laminar. Sedangkan asumsi kedua menyatakan bahwa tanah berada dalam keadaan jenuh. Pengujian permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium menggunakan metode Constant Head Permeameter dan Variable/Falling Head Permeameter a. Constant Head Permeameter Uji ini digunakan untuk tanah yang memiliki butiran kasar dan memiliki koefisien permeabilitas yang tinggi. Rumus : Q = k.A.i.t k= (πΈ.π³) (π.π¨..π) (1) (2) Dengan : Q = Debit (cm3) k = Koefisien Permeabilitas (cm/detik) A = Luas Penampang (cm2) i = Koefisien Hidrolik = h/L t = Waktu (detik) Metode ini dipakai apabila pondasi bangunannya terbentuk dari tanah atau batuan yang melapuk tinggi, sehinga tidak akan kuat bila dilakukan dengan percobaan bertekanan. 32 Prosedur - Memasang water meter di bagian ujung dari pipa air yang berhubungan dengan pompa air - -Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan - Mencatat muka air tanah - Mencatat panjang pipa pelindung yang muncul dipermukaan tanah dan yang masuk ke dalam tanah. - Mencatat tinggi ujung pipa air dari atas lubang bor. - Turunkan pipa lindung (casing) pada lubang bor sampai batas bagian atas yang akan dites.β¨Kedalaman pengujian adalah dari ujung bawah pipa pelindung sampai ke bagian dasar lubang bor. - Masukkan air pada pipa lindung dengan jalan dikocorkan, usahakan muka air dalam pipa lindung selalu tetap. - Mencatat debit air yang masuk di setiap menitnya. Pembacaan dilakukan selama 10 menit. b. Variable/Falling Head Permeameter Uji ini digunakan untuk tanah yang memiliki butiran halus dan memiliki koefisien permeabilitas yang rendah. Rumus : KT= aL At βπ x ln [ ] βπ ηT K20 = KT [η20] (3) (4) 33 Dengan : k = Koefisien Permeabilitas (cm/detik) a = Luas Penampang Pipa (cm2) L = Panjang/Tinggi Sampel (cm) A = Luas Penampang Sampel Tanah (cm2) t = Waktu Pengamatan (detik) h1 = Tinggi Head Mula-mula (cm) hf = Tinggi Head Akhir (cm) Deskripsiβ¨Pengujian ini dilakukan bila metode constant head mengalami kesulitan oleh karena air yang dikocorkan sukar masuk kedalam lubang bor. Prosedur - Memasang pipa air yang berhubungan dengan pompa air. Menguji pompa air supaya debit air stabil - Mengukur pipa lindung yang muncul ke permukaan dan yang masuk ke dalam tanah - Kedalaman yang diukur adalah ujung pipa pelindung bagian bawah sampai dasar dari lubang pemboran - Mengukur muka air tanah - Memasukkan air ke dalam pipa pelindung dan mencatat penurunan 34 muka air setiap menitnya selama 10 menit. Koefisien Permeabilitas K Jenis Tanah Kerikil Basah (cm/detik) 1.0 – 100 (ft/menit) 2.0 – 200 Pasir Kasar 1.0 – 0.01 2.0 – 0.002 Pasir Halus 0.01 – 0.001 0.02 – 0.002 0.001 – 0.00001 0.002 – 0.00002 ≤ 0.000001 ≤ 0.000002 Lanau Lempung (Sumber : Hardiyatmo, 2010) Tabel 2.8 Nilai Koefisien Permeabilitas Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah ditentukan oleh koefisien permeabilitasnya. Koefisein permeabilitas tanah bergantung pada berbagai faktor. Setidaknya, ada enam faktor utama yang memengaruhi permeabilitas tanah, yaitu: 1) Viskositas Cairan, yaitu semakin tinggi viskositasnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin kecil. 2) Distribusi Ukuran Pori, yaitu semakin merata distribusi ukuran porinya, koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil. 3) Distibusi Ukuran Butiran, yaitu semakin merata distribusi ukuran butirannya, koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil. 4) Rasio Kekosongan (Void Ratio) , yaitu semakin besar rasio kekosongannya, 35 koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin besar. 5) Kekasaran Partikel Mineral, yaitu semakin kasar partikel mineralnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi. 6) Derajat Kejenuhan Tanah, yaitu semakin jenuh tanahnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi. 2.7 Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian tentang stabilisasi dengan cara Biogrouting telah banyak dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh: 1. Dejong, 2006 Pada penelitian ini menggunakan tanah umum mikroorganisme Bacillus pasteurii. Faktor penting untuk menentukan keberhasilan pengobatan mikroba meliputi pH, suplai oksigen, metabolisme status, dan konsentrasi mikroba, dan ion kalsium di flushes pengolahan biologis dan gizi, serta urutan waktunya suntikan. Spesimen disemen dengan gipsum dan mikroba diinduksi Kalsit keduanya menunjukkan perilaku serupa dalam hal diamati dan kecepatan gelombang geser dan normalisasi, Laju perubahan diamati juga terdeteksi. Awalnya, tingkat rendah, dan secara bertahap meningkat menjadi maksimal kemudian mulai berkurang, mendekati nol pada kesimpulan dari sementasi. Hasilnya menunjukkan kekakuan geser meningkat awal dan kapasitas elastis yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesimen longgar tidak diobati, dan mirip dengan kontrol gipsum-disemen perilaku spesimen. Degradasi sementasi baik gipsum dan spesimen 36 2. W.K. van Wijngaarden, 2009 Pada penelitian ini Sebuah model telah dirumuskan untuk menggambarkan proses Biogrout. Model memberikan wawasan beberapa aspek dari proses Biogrout. Proses Biogrout mempengaruhi sifat beberapa lapisan tanah tersebut. Hasilnya adalah Pengendapan kalsium karbonat padat dapat menurunkan porositas dan permeabilitas. 3. Leon, 2009 Pada penelitian ini adalah meningkatkan untuk menemukan metode biologis untuk memperbaiki sifat tanah, biogrouting. Bila diaktifkan dengan substrat yang cocok, mikro-organisme dapat mengkatalisis konversi biokimia di bawah permukaan menghasilkan pengendapan mineral anorganik, yang mengubah sifat mekanik tanah. Salah satu proses tersebut adalah hidrolisis urea. Proses biogrouting menggunakan bakteri jenis Sporosarcina pasteurii, spesies bakteri yang mengandung sejumlah besar enzim urease yang dibudidayakan, disuntikkan di tanah dan disertakan dengan larutan yang mengandung urea dan kalsium klorida. Urease yang mengkatalisis konversi urea menjadi amonium dan karbonat dan karbonat dihasilkan presipitat dengan kalsium sebagai kristal kalsium karbonat. Kristal ini membentuk ikatan antara butiran pasir meningkatkan kekuatan dan kekakuan dari pasir. amonium klorida tersisa diekstraksi dan dibuang. 37 4. Masaru Akiyama, 2010 Pada penelitian ini, kami melakukan percobaan laboratorium mendasar pada biogrouting Kalsium Senyawa Fosfat (CPC) yang menggunakan ekstrak tanah yang meliputi mikroorganisme yang berasal dari dua tanah yang berbeda pada pH dan asam amino sebagai sumber amonia baru. Terutama dalam hal penggunaan ekstrak tanah dari tanah asam, hasil biogrouting Kalsium Senyawa Fosfat (CPC) didapatkan hasil dari pengujian uji kuat tekan bebas lebih besar dibandingkan dengan biogrouting tanpa sumber amonia. 5. Hamed A. Keykha, 2011 Pada Penelitian ini Biogrouting adalah metode baru untuk pengendapan CaCO3 di tanah berpasir oleh aktivitas mikroba untuk meningkatkan kekuatan. Pasteurii Bacillus adalah jenis bakteri dengan enzim urease yang menghidrolisis amonia dan menghasilkan Ca+2. Dalam larutan CaCl2, kristal dari CaCO3 dibuat antara partikel tanah. Elektrokinetik adalah teknik berlaku untuk mengangkut partikel bermuatan dan cairan dalam potensial listrik. Untuk menghasilkan urease harus bercampur dengan amonia dan, transportasi di tanah baik dengan metode listrik. Akhirnya, solusi menambahkan kalsium klorida sebagai proses injeksi. Metode ini dapat membuat curah hujan karbonat diinduksi (CaCO3) untuk memperbaiki tanah. Hal ini dapat beroperasi di tanah halus seperti tanah liat, lumpur dan gambut yang tidak memiliki kemampuan dalam perjalanan banyak mikroorganisme dan bakteri. 6. Lisdianti Puspita, 2011 38 Pada penelitian ini peneliti mencari alternative bahan yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan tanah dengan memanfaatkan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud didapatkan dari pengambilan sampel diantaranya batuan, tanah, dan air laut yang berada diwilayah Indonesia. Diteliti, observasi dan dilakukan pengamatan didapatkan jenis bakteri Bacillus subtilis menunjukan bahwa bakteri yang dapat berkembang biak dengan suhu di Indonesia serta menghasilkan kalsit/Kristal terbanyak baerasal dari wilayah Papua. Kemudian peneliti melakukan pengujian dengan mencampurkan bakteri dan pasir, lalu diperam atau didiamkan selama 1 bulan lamanya dengan suhu ruang. Hasil yang didapatkan menunjukan perubahan dari pasir 1 menjadi batuan pasir hal ini disebabkan oleh bakteri Bacillus subtilis selama masa pemeraman sudah mencapai tahap maksimal menghasilkan Kristal/kalsit yang membentuk batuan pasda pasir tersebut. Hasil penelitian ini juga didukung oleh dari hasil foto SEM yang menunjukan adanya Kristal didalam kandungan pasir tersebut. 7. Suprapto H.Y, 2011 Pada penelitian ini peneliti menggunakan mikroorganisme untuk meningkatkan kapasitas tanah telah dilaporkan oleh beberapa penelitian tentang bioclogging dan biosementasi. Kedua metode memiliki tujuan yang sama untuk memenuhi pori tanah. Dengan menyuntikkan bakteri ke dalam tanah, bisa menghasilkan kalsit untuk memenuhi pori-pori antara itu. Setelah pengobatan, itu bisa meningkatkan kapasitas tanah hingga lima kali lipat. aplikasi bakteri dalam pembenahan pencampuran beton atau beton telah berhasil diterapkan di beberapa 39 penelitian. Metode ini diyakini lebih ekonomis dan memiliki keuntungan yang lebih bagi enviromement tersebut. Dengan menambahkan bakteri yang mampu menghasilkan kalsit untuk mengisi pori beton, dapat meningkatkan nilai kekuatan tekan. Untuk aplikasi lebih lanjut, itu mampu memenuhi retak beton. Metode ini sangat tergantung ke kondisi lingkungan. Faktor-faktor yang dapat pengaruhnya produksi kalsit. Dari uji eksperimental di laboratorium, metode untuk menumbuhkan Bacillus subtilis adalah dengan menggunakan media glukosa, kita dapat memperoleh hasil memuaskan bahwa bakteri dapat tumbuh dengan cepat. 8. Cheng, L. 2012 Pada penelitian ini menyajikan sebuah aplikasi baru yaitu Pengendapan Kalsium Karbonhidrat Padat (MICP) sebagai teknik konsolidasi untuk tanah jenuh dengan menggunakan metode permukaan isolasi yang mudah diterapkan. Bakteri dapat bergerak di kolom lebih dari 1 m panjang pada tingkat isolasi yang tinggi dengan menerapkan lapisan bergantian beberapa suspensi bakteri dan solusi fiksasi diikuti dengan inkubasi. Peningkatan kekuatan kolom pasir mencapai tingkat yang wajar homogenitas tanpa pembentukan kerak di permukaan. 40 BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Laboratorium Mekanika tanah fakultas Teknik Sipil Universitas hasanuddin dan di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Penelitian dilakukan sejak bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Penyiapan Bahan dan Alat 1. Menyiapkan Material bahan Uji Jenis tanah diambil adalah tanah lempung kepasiran yang diambil dalam kondisi terganggu dengan lokasi sampel berada pada daerah kota Makassar. Sedangkan larutan bakteri Bacilius subtilis berasal dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 2. Penyiapan alat - Satu set alat uji Permeabilitas untuk menetukan Koefisien Permeabilitas - Satu set alat analisa saringan untuk menentukan gradasi dari tanah yang digunakan pada penelitian ini. - Satu set alat pengujian berat jenis untuk mengetahui berat jenis tanah yang akan digunakan. - Satu set alat uju batas atterbeg untuk menentukan batas susut, batas cair, dan batas plastisi tanah yang akan digunakan. - 40 buah pipa paralon dengan ukuran tinggi 6 cm dan diameter 6,4 cm, bagian bawah diberi plastic guna sebagai alas dari pipa. 41 3.3 Satu set alat untuk Biogrouting bakteri Bacillus Subtili Bagan Alir Penelitian MULAI Pengambilan larutanbakteri Basillus subtilis Kajian Pustaka Pengambilan Sampel Tanah Lempung Kepasiran X-ray diffraction (XRD) Pengjian sifat fisis dan mekanis tanah sebelum proses pencampuran : Kadar Air, Batas-batas Atterberg, Berat Jenis, analisis granuler, Standard Proctor. Sampel tanah masuk ketahap proses pencampuran dengan persentase : 1. Tanah Asli + 0 cc larutan bakteri 2. Tanah Asli + 16 cc larutan bakteri 3. Tanah Asli + 24 cc larutan bakteri 4. Tanah Asli + 32 cc larutan bakteri Pemeraman dengan masa waktu 3, 7, 14, 21, dan 28 hari Pengujian sifat mekanis tanah setelah proses pencampuran : Permeabilitas Scanning Electron Mikroscope (SEM) Analisis dan Evaluasi Kesimpulan dan saran Gambar 3.1. Bagan alir tahapan Pelakasanaan Penelitian 42 3.4 Pekerjaan laboratorium Di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dilakukan pencampuran tanah dengan larutan bakteri Bacilius subtilis dan larutan sementasi dengan beberapa variasi persentase pencampuran dan variasi waktu peram yaitu larutan sementasi dan larutan bakteri Bacilius subtilis 16cc sampai 32cc dengan percobaan peremeabilitas, kemudian di peram dengan variasi waktu peram 3, 7, 14, 21 dan 28 hari. Pengujian mekanis tanah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin sebagai berikut : a. Pengujian sifat fisik (kadar air, berat jenis, analisis granural, dan batas kosistensi) b. Pencampuran tanah, larutan sementasi dan larutan bakteri bacillus subtilis c. Pengujian sifat mekanis tanah yaitu pengujian permeabilitas Pembuatan larutan bakteri Bacillus subtilis dan penumbuhannya dilakukan di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai berikut : i. Penumbuhan larutan bakteri bacillus subtilis ii. Pembuatan larutan sementasi 43 3.4.1 Penumbuhan bakteri Bacillus subtilis, pembuatan larutan sementasi, perhitungan koloni dan pencampuran 1. Penumbuhan Bakteri Bacillus subtilis a. Proses penumbuhan bakteri Bacillus subtilis Komposisi medium bakteri B4 untuk pertumbuhan bakteri adalah sebagai berikut dapat dilihat pada (gambar 3.2). a). Urea : 20 gr Urea adalah senyawa organic yang tersusun dari unsur karbon, hydrogen, oksigen, dan nitrogen dengan unsur CO2N2H4 atau (NH2)2CO. b). Nutrien Brouth : 3 gr Nutrien brouth merupakan media untuk mikroorganisme yang berbentuk cair. Intinya sama dengan nutrient agar. Nutrient broth dibuat dengan cara - Larutkan 5 g rpepton dalam 850 ml air distalasi/akuades. - Larutkan 3 gr ekstrak daging dalam larutan yang dibuat pada langkah pertama. - Atur pH sampai 7,0. - Beri air distiasi sebanyak 1000 ml. - Sterilisasi dengan autoklaf. c). NaHCO3 : 2.12 gr 44 Natrium bikarbonat atau hydrogen karbonat atau asam karbonat dengan rumus kimia NaHCO3, adalah bahasa kimia berbentuk Kristal putih yang larut dalam air. d). CaCl2.2H2O : 4.14 gr Kalsium Klorida Dihidrat adalah senyawa kimia yang banyak diperlukan di industri pulp dan kertas, makanan, keramik, sebagai anti freezing agent, sebagai katalis, refirigant, sebagai suspending agent untuk industry polimerisasi e). NH4CL : 10 gr Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dan basa lemah. f). dH2O Air suling (distilled water/dH2O) adalah air yang telah mengalami proses pemurnian dari senyawa pengotor seperti logam berat dan lain-lain. Cara memperolehnya dengan cara merebus air biasa lalu ditampung uapnya. Setelah itu uap yang diperoleh tersebut didinginkan sehingga didapatlah air murni hasil penyulingan Gambar 3.2 . Campuran bahan-bahan kimia dalam campuran larutan pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis 45 b. Proses Pencampuran dan pembuatan medium pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis. a). Air sebanyak 1 Liter dicampurkan dengan komposisi medium B4 diatas ke dalam labu erlemeyer Gambar 3.3 . Dalam tabung erlemeyer yang sudah tercampur larutan kimia dan air b). Setelah itu dimasukan kedalam alat Autoclave dengan suhu 121º dengan waktu 15 menit tekanan 1 ATM pada (gambar 3.$) Gambar 3.4. Alat Autoclave 46 c). Setelah medium dingin kemudian dilakukan proses inokulasi bakteri yaitu pencampuran isolat bakteri ke dalam medium B4 yang sudah dibuat dan semua dikerjakan di dalam alat Laminar Airflow untuk menjaga kesterilannya Gambar 3.5. Isolat bakteri Bacillus subtilis Gambar 3.6. Alat Laminar Airflow dan proses pencampuran isolat bakteri ke dalam larutan B4 didalam alat Laminar Aifjlow Gambar 3.7. Isolat Bakteri bacillus subtilis dan Medium B4 47 d). Setelah itu Bakteri pada medium B4 ditumbuhkan diruang shaker selama 3 hari pada suhu ruang pada (gambar 3.8) Gambar 3.8. Alat shaker dalam ruang shaker 2. Pembuatan larutan sementasi 1.1 M Larutan sementasi adalah larutan campuran dari urea dan cacl2 yang digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan kalsit / caco3 (kalsium karbonat). Pada penelitian ini digunakan larutan sementasi dengan komposisi Urea = 60.06 M dan cacl2 = 147.02 M, pembuatannya adalah dengan cara sebagai berikut : Misalkan 1 L = 1000 ml (gambar 15) a). Larutan Urea 1000 ππ 1000 ππ x ππ 60.06 (5) 48 b). Larutan CaCl2 1000 ππ 1000 ππ x ππ 147.02 (6) 3. Penghitungan Total Bakteri Bacillus subtilis dengan Metode TPC Menghitung jumlah bakteri biogrout yang akan dan telah diinjeksi untuk proses biogrouting. Bahan 1). air pengencer berupa pepton 0,1 % 2). Medium B4 untuk pertumbuhan bakteri biogrouting Metode a. Pengenceran dilakukan secara serial dari 10-1 sampai 10-7 b. Sampel (1 ml kultur bakteri) pada pengenceraan 10-4,10-5, 10-6, dan 10-7 diinokulasikan pada medium B4 dengan metode pour plate, kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 1-2 hari. Sedangkan untuk sampel tanah disesuaikan dengan kebutuhan pengencerannya (gambar 3.9) Gambar 3.9.. Proses perhitungan total bakteri bacillus subtilis 49 4. Pengujian mikrostruktur tanah menggunakan Scanning Electron Mikroscope (SEM) dan X-ray diffraction (XRD)Tanah Lempung Kepasiran SEM dan X-ray merupakan pengujian untuk mengetahui unsur-unsur kimia serta unsur kimia di dalam tanah. Gambar 3.10. Gambar alat SEM Gambar 3.11. Gambar alat XRD 50 5. Pengujian Tanah Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian yaitu pengujian untuk tanah asli dan tanah yang telah distabilisasi. Pengujian dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Hasanuddin mengikuti Standart ASTM, AASHTO, SNI dan USCS sebagai berikut : 5.1 Uji Sifat Fisis Tanah Tentukan indeks propertis tanah. Sifat-sifat indeks ini diperlukan untuk mengklasifikasikan tanah dalam menentukan jenis bahan stabilisasi dengan serbuk pengikat yang sesuai dan menentukan perkiraan awal jumlah kadar bahan serbuk pengikat yang perlu ditambahkan ke dalam tanah yang akan distabilisasi. Pengujian indeks ini adalah sebagai berikut: Pengujian Standar Metode Pengujian Batas Cair SNI 03-1967-1990 Pengujian Batas Plastis SNI 03-1966-1990 Pengujian Berat Jenis Tanah SNI 03-1964-2008 Pengujian Kadar Air ASTM D 2216-71 Pengujian Analisa Saringan SNI 03-1968-1990 Pengujian Hidrometer SNI 03-3423-1994 Tabel 3.1. Standar Metode Pengujian Sifat Fisis Tanah 51 5.2 Uji sifat mekanis tanah Pengujian Standar Metode SNI 03-1742-1989 atau SNI 03-1743- Alat uji pemadatan standar 1989 Alat uji Permeabilitas ASTM D. 2434-68. Tabel 3.2 Standar Metode Pengujian Uji Sifat Mekanis Tanah 6. Tahap pembuatan Benda uji Sampel tanah yang lolos saringan no 40 dioven dengan suhu 110 0 C untuk mendapatkan kondisi tanah oven. Setelah dilakukan pengujian sifat tanah asli tanpa perlakuan, didapatkan : γdry = 1,328 gr/cm3 dan Wopt = 36 %, dengan Volume pipa = 193, 02 cm3 a. Berat Tanah ,: γbasah = γdry . (1 + Wopt ) = 1,328 gram /cm3 . ( 1 + 36 %) = 1,81 gr/ cm3 Kepadatan 80 % (digunakan kepadatan di lapangan) Berat = 1,81 . 80% = 1,448gr/ cm3 Berat total = 1,448 gram/ cm3 . 193, 02 cm3 =279, 49 gram Berat air = berat total . Wopt Berat tanah = 279, 49 . 36 % =100, 62 gram = 279, 49 – 100, 62 =178, 87 gram 52 6.1 Pengujian mikrostruktur tanah meliputi pengujian Scanning Electron Microscope (SEM). Prosedur Pelaksanaan Prosedur pelaksanaan untuk penelitian ini dapat dilihat pada skema alir penelitian pada Gambar 3.1. Adapun pelakasanaan penelitian di laboratorium yaitu sebagai berikut: a. Kadar Air Tanah Cara pengujian kadar air tanah adalah timbang cawan kosong kemudian masukan contoh tanah ke dalam cawan timbang, setelah itu dalam keadaan terbuka cawan bersama tanah dimasukan kedalam oven (105°-110°c) selama 16-24 jam, setelah itu dinginkan dalam deikator ± 2 jam, cawan yag berisi tanah tersebut ditimbang. b. Berat Jenis (Specific Grafity) Cara pengujian berat jenis adalah piknometer kosong di timbang masukan tanah kedalam picnometer, sehingga tanah terendam seluruhnya kira-kira 10 gram, diisi air kurang lebih 10cc kedalam picnometer, sehingga tanah terendam seluruhnya kira-kira 2-10 jam, setelah itu picnometer beserta tanah di vacuum sampai gelembungnya hilang kemudian tambahkan air sampai penuh, kemudian ukur suhunya kemudian timbang. Piknometer dikosongkan dan dibersihkan, kemudian diisi dengan air, ditutup kemudian ditimbang. 53 c. Batas Cair Cara penujian batas cair adalah contoh tanah diambil ± 150-200 gram ditaruh dalam mangkuk dan diberi air sebanyak 15-20 ml, contoh tanah ditaruh dalam cawan batas cair, ratakan permukaan contoh dalam cawan menjadi sejajar dengan alas, buat alur dengan menggunakan alat grooving tool tegak lurus permukaan contoh, setelah itu angkat dan turunkan cawan tersebut dengan kecepatan 2 putaran/detik, hentikan aksi. Tersebut jika alur sudah tertutup sepanjang ± 1,25 cm dan hitung berapa ketukan yang dibutuhkan, ambil contoh tanah untuk diperiksa kadar airnya. Ulangi percobaan dengan kadar air yang berbeda. d. Batas Plastis Cara pengujian tanah kering yang lolos saringan No. 40 atau tanah yang dipakai untuk menentukan batas cair diambil sebagian, ditaruh pada mangkuk dan diberi air aquades serta diaduk sampai merata setelah itu diambil sedikit dan ditaruh pada lempengan kaca terus digililng-giling sampai tanah tersebut kelihatan retak-retak atau putus pada 3 mm. Setelah itu tanah diambil dan ditaruh pada cawan kemudian ditimbang dan dioven selama 24 jam ditimbang kembali. e. Batas Susut Cara pengujian batas susut adalah contoh tanah diambil sedikit taruh pada cawan porselin kemudian diberi air sedikit sampai campuran tanah tersebut dapat dicetak pada cawan penguap, setelah itu tanah 54 dicetak dan diketok-ketok untuk menghilangkan rongga udara yang ada setelah itu ditimbang baru dioven selama 24 jam, setelah itu tanah kering ditimbang kembali cawan kaca ditimbang siapkan air raksa secukupnya taruh pada mangkok kaca yang bawahnya diberi juga diberi alas untuk tempat air raksa nanti yang tumpah, tanah kita ambil dan kita masukkan kedalam air raksa kemudian kita tekan dan gesergeser dengan lempengan kaca air raksa akan tumpah, air raksa yang tumpah tersebut kita taruh pada cawan kaca yang sudah diketahui beratnya dan kita timbang bersama air raksa yang tumpah tadi. f. Distribusi Ukuran Butir Tanah. Cara pengujian distribusi ukuran butir tanah adalah taruh contoh tanah dalam tabung gelas, tuangkan sebanyak ± 125 cc larut air + reagen yang telah disiapkan, tuangkan campuran tersebut ke dalam alat pengaduk kemudian pindahkan suspensi ke gelas silinder pengendap. Sediakan gelas silinder kedua yang diisi hanya dengan air destilasi. Tutup gelas isi suspensi dengan tutup karet, kocok suspensi dengan dengan membolak-balik vertical ke atas ke bawah selama 1 menit, lakukan pembacaan hidrometri pada saat t = 2; 5; 30; 60; 250; 1440 menit (setelah t=0), setelah dibaca segera ambil hidrometri pelan-pelan pindahkan ke dalam silinder kedua, dalam air kedua bacalah skala hidrometri. Amati dan catat temperatur suspensi dengan mencelupkan termometer, setelah pembacaan hidrometri tuangkan suspensi ke atas saringan No. 200 seluruhnya, pindahkan butir-butir tanah yang 55 tertinggal pada suatu tempat, kemudian keringkan dalam oven (temperatur 105Λ-110Λ), kemudian dinginkan dan timbang serta catat berat tanah kering yang diperoleh, saring tanah tersebut dengan alat saring yang ditentukan, timbang dan catat berat bagian tanah yang tertinggal diatas tiap saringan. g. Permeabilitas Tanah Menurut persamaan Bernoulli tinggi energi total pada suatu titik didalam air yang mengalir dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari tinggi tekanan, tinggi kecepatan, dan tinggi elevasi. Adapun beberapa cara untuk menentukan daya rembes suatu tanah, salah satu diantaranya adalah pengujian permeabilitas. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat permeabilitas atau daya rembes untuk tanah dengan menggunakan metode falling head Analisa perhitungan jika diketahui : A = luas sampel (cm2), tinggi (cm), waktu (detik), volume air (cc), dan temperatur (C°), diperoleh rumus: a. Koefisien Permeabilitas KT= a.L At βπ x ln [ ] βπ (7) b. Koefisien Permeabilitas pada suhu 20° ηT K20 = KT [η20] (8) 56 7. Penyiapan Benda Uji 1. Siapkan contoh tanah yang kering udara dengan cara digemburkan, apabila contoh tanah dalam kondisi basah, pengeringan dapat dilakukan dengan mengangin-anginkan (air-dry) atau menggunakan alat pengering yang dapat membatasi temperature contoh tanah sampai dengan 60°C. 2. Ambil contoh tanah yang lolos saringan no 4 kemudian perksa kadar airnya (w) dan disimpan dalam kantong pada temperature ruangan. Berat contoh tanah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing standar pengujian yang akan diterapkan. 3. Siapkan sampel tanah lempung kepasiran untuk dilakukan pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) dan metode X-ray diffraction (XRD) sebelum dicampur dengan larutan bakteri Bacillus subtilis. 4. Menyiapkan cetakan untuk proses biogrouting berdiameter 21/2” dan panjang 6 cm untuk pengujian Permeabilitas. 5. Menyiapkan larutan sementasi 6. Menyiapkan larutan bakteri Baculius subtilis 57 3.5 Metode Analisis Pada analisis data yang digunakan yaitu analisis terhadap data hasil uji di laboratorium dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Analisi distribusi Butiran terhadap tanah yaitu melakukan analisi hasil pengujian tanah di laboratorium dan klasifikasinya menurut klasifikasi tanah. 2. Analisis kadar air dan berat jenis tanah lempung terhadap penggunaan lapisan tanah dasar. 3. Analisis batas-batas konsistensi untuk menklasifikasikan hasil uji batas cair dan batas plastis golongan tanah lempung terhadap analisis tanah lempung plastis tinggi terhadap konstruksi jalan raya. 4. Analisis hasil pemadatan (Uji Proctor) Analisis hasil pemadatan tanah asli dan variasi campuran asbuton dilakukan guna mengetahui nilai kadar air optimum terhadap peningkatan kepadatan tanah dasar (subgrade). 5. Analisa kandungan mineral pada tanah lempung kepasiran dengan menggunakan pengujian X-ray diffraction (XRD). 6. Analisis hasil pengujian permeabilitas sebelum dicampurkan larutan bakteri Bacillus subtilis. 7. Analisis biogrouting dengan persentase larutan baketri Bacillus subtilis 3 cc sampai 32 cc dengan masa pemeraman masing-masing 3, 7, 14, 21, dan 28 hari untuk masing-masing pengujian Permeabilitas 58 8. Analisis hasil pengujian hasil pengujian permeabilitas setelah dicampurkan larutan bakteri Bacillus subtilis dengan pesentase dan masa pemeraman yang telah ditentukan. 59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Mekanis Tanah Lempung Kepasiran Pengujian karakteristik fisis dan mekanis tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis tanah yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium diperoleh data-data karakteristik fisik dan mekanik tanah. No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Pengujian Karakterisitk Tanah Asli 1 Kadar Air (w) 43.40 2 Berat jenis (Gs) 2.70 3 Pemeriksaan Analisa Saringan % a. Berbutir Halus 57.5 % b. Berbutir Kasar 42.5 % a. Batas Cair ( LL ) 45.97 % b. Batas Plastis ( PL ) 31.54 % c. Index Plastis ( PI ) 14.42 % d. Batas Susut ( SL ) 16.47 % 6 Berat isi 1.66 gram/cm³ 7 Kompasi Standar 5 Atterberg 60 a. 1.328 b. Optimum Moisture Content (OMC) gram/cm³ 36 % Tabel 4.1. Hasil pengujian sifat fisis tanah 1. Sifat Indeks dan Teknis Tanah a. Kadar Air Dari hasil pemeriksaan kadar air sampel diperoleh kadar air alami/kadar air natural 43.40 %. b. Berat Jenis Spesifik Dari hasil pemeriksaan berat jenis spesifikasi diperoleh nilai berat jenis 2,70. c. Batas–batas Atterberg ο· Batas Cair (Liquid Limit, LL) Dari grafik hubungan jumlah ketukan dan kadar air diperoleh nilai batas cair (LL) = 45.97 % ο· Batas Plastis (Plastic Limit, PL) Dari hasil pengujian diperoleh hasil batas plastis (PL) = 31.54 %. Indeks plastisitas diperoleh dari selisih antara batas cair dan batas plastis, rumus PI = LL – PL. Diperoleh nilai Indeks Plastisitas (PI) = 14.42%. ο· Batas Susut (Shringkage Limit, SL) Dari pengujian batas susut diperoleh nilai batas susut = 16.47%. 61 d. Analisa Gradasi Butiran Dalam pelaksanaan pengujian gradasi yang dilakukan dengan pengujian analisa saringan dan pengujian hidrometer di dapat hasil tanah tersebut labih dari 50 % lolos saringan No. 200 yaitu 57,5 %. Tanah tersebut merupakan tanah Berbutir Halus. Hal ini menunjukkan persentase butiran halusnya cukup dominan. Menurut AASHTO tanah ini termasuk dalam tipe A-7-5 jenis tanah berlempung dimana indeks plastisitasnya >11. Peninjauan klasifikasi tanah yang mempunyai ukuran butir lebih kecil dari 0,075 mm, tidak didasarkan secara langsung pada gradasinya sehingga penentuan klasifikasinya lebih didasarkan pada batas-batas Atterbergnya. Gambar 4.1. Grafik analisa butiran tanah 62 e. Pemadatan Pengujian pemadatan standar (proctor standard test) didapat hasil dari grafis dimana kadar air optimum sebesar wopt = 36 % dan berat isi kering maksimumnya ο§dmaks = 1,328 gram/cm3. Gambar 4.2. Grafik hubungan kadar air dan berat isi kering tanah asli Klasifikasi Tanah a. AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials) Dari hasil pengujian analisa saringan berdasarkan presentase yang lolos saringan No. 200 diperoleh hasil tanah tersebut lebih dari 50 % (> 35 %) sehingga tanah diklasifikasikan dalam kelompok tanah berlanau atau berlempung (A-4, A-5, A-6, A-7). 63 Berdasarkan batas cair (LL) = 45,97 % dan Indeks plastisnya = 14,42 %, maka tanah tersebut masuk dalam kelompok A-7-5. Tanah yang masuk kategori A-7-5 termasuk dalam klasifikasi tanah berlempung dimana indeks plastisitasnya > 11. b. USCS (Unified Soil Classification System) Dari analisis saringan didapatkan tanah lolos saringan No. 200 lebih dari 50 % sehingga masuk ke dalam klasifikasi tanah berbutir halus. Dengan Batas cair (LL) = 45,97 % dan Indeks Plastisitas (PI) = 14,42 %, maka tanah tergolong dalam klasifikasi ML (Lempung pasir halus) dengan sifat plastis tinggi 4.2 Scanning Electron Mikroscope (SEM) Spectrum: test Element unn. C norm. C Atom. C Compound norm. Comp. C Error (3 Sigma) [wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%] [wt.%] ---------------------------------------------------------------------Oxygen 29.16 46.95 62.49 0.00 10.55 Silicon 13.59 21.89 16.59 SiO2 46.82 1.84 Aluminium 12.43 20.02 15.80 Al2O3 37.82 1.89 Potassium 0.64 1.02 0.56 K2O 1.23 0.16 Magnesium 0.72 1.16 1.01 MgO 1.92 0.22 Titanium 0.61 0.99 0.44 TiO2 1.65 0.17 Iron 4.81 7.74 2.95 FeO 9.95 0.54 Sulfur 0.15 0.24 0.16 SO3 0.61 0.11 ---------------------------------------------------------------------Gambar 4.2 Hasil Scanning Electron Mikroscope (SEM) Total: 62.10 100.00 100.00 64 Tanah lempung kepasi Dari hasil Scaning Elektron Mikroscope (SEM) terlihat pada Gambar 4.2 didapatkan unsur-unsur mineral yang terkandung di dalam tanah lempung kepasiran didapatkan nilai Oxygen = 46.95, Silicon = 21.89, Alumunium = 20.02, Potassium = 0.56, Magnesium = 1.16, Titanium = 0.44, Iron = 7.74, dan sulfur = 0.24. 4.3 Proses pencampuran Bakteri bacillus subtilis pada tanah lempung kepasiran dengan menggunakan cara grouting. Dalam proses stabilisasi tanah ini menggunakan metode grouting yaitu dengan mencampurkan bakteri Bacillus subtilis dengan tanah lempung kepasiran. Hal yang pertama dilakukan yaitu dengan mempersiapkan tanah lolos saringan 40 dan dioven selama 24 jam dengan suhu 180° ini bertujuan untuk membantu proses pengeringan sehingga mendapatkan kadar air optimum. Setelah itu tanah yang telah dikeringkan dicetak pada wadah bardiameter dan tinggi dengan masing-masing cetakan untuk percobaan Untuk pengujian Permeabilitas Gambar 4.3 Cetakan Permeabilitas 65 Gambar 4.4 Tanah dan campuran bakteri Pada cetakan kemudian diinjeksi larutan bakteri Bacillus subtilis dan larutan sementasi sesuai dengan variasi yang telah ditentukan jumlah densitas bakteri yang diinjeksi dari hasil penghitungan TPC ditampilkan pada Tabel 6 tabel ini menunjukan bahwa jumlah bakteri yang diinjeksi adalah sebesar 4.3x107 cfu/ml. 4.4 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Mekanis Tanah Pengujian Permeabiltas standar dilakukan guna mendapatkan nilai koefisien rembesan tanah. Pengujian ini dilakukan setelah melakukan masa pemeraman selama 3, 7, 14, 21, dan 28 hari dengan tanpa injeksi, 2x , 3x, dan 4x injeksi. Besarnya Koefisien Jumlah Permeabilitas terhadap Waktu (cm/dtk ) Injeksi 3 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 0 2.49E-04 2.49E-04 2.49E-04 2.49E-04 2.49E-047 2 2.33E-04 2.03E-04 1.88E-04 1.74E-04 1.47E-04 3 1.34E-04 1.28E-04 1.13E-04 1.03E-04 8.51E-05 4 5.14E-05 1.49E-05 6.88E-06 5.89E-06 4.91E-06 Tabel 4.2 Koefisien Permeabilitas Tanah campuran Bakteri 66 KOEFISIEN PERMEABILITAS (cm/det) 3.01E-04 2.51E-04 2.01E-04 4x Injeksi 1.51E-04 3x injeksi 1.01E-04 2x Injeksi 5.10E-05 Tanpa Injeksi 1.00E-06 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 HARI PEMERAMAN Gambar 4.5 Grafik Hubungan Koefisien Permeabiltas dan Masa Pemeraman JUMLAH INJEKSI KOEFISIEN PERMEABILITAS (cm/det) PERSENTASE PENURUNAN (%) 0 2.49E-04 41.05520969 2 1.47E-04 42.09550375 KOEFISIEN PERMEABILITAS (cm/det) 3 4 8.51E-05 94.23565208 4.91E-06 98.03253099 Tabel 4.3 Persentase penurunan koefisien permeabilitas 3.01E-04 2.51E-04 2.01E-04 28Hari 1.51E-04 21 Hari 1.01E-04 14 Hari 7 Hari 5.10E-05 3 Hari 1.00E-06 0 1 2 3 4 JUMLAH INJEKSI 5 Gambar 4.6 Grafik Hubungan Koefisieien Permeabilitas dan Jumlah Injeksi 67 HARI KOEFISIEN PERMEABILITAS PERSENTASE PEMERAMAN (cm/det) PENURUNAN (%) 3 5.14E-05 71.09049126 7 1.49E-05 53.71211025 14 6.88E-06 14.37232438 21 5.89E-06 16.75072912 28 4.91E-06 90.46100355 Tabel 4.4 Persentase penurun koefisien permeabilitas KOEFISIEN PERMEABILITAS GRAFIK PENGGABUNGAN 0.0003 y = -6E-05x + 0.0003 0.00025 JUMLAH INJEKSI 0.0002 MASA PEMERAMAN 0.00015 0.0001 0.00005 y = -1E-06x + 4E-05 0 -0.00005 0 10 20 30 Linear (JUMLAH INJEKSI) Linear (MASA PEMERAMAN) HARI PEMERAMAN DAN JUMLAH INJEKSI Gambar 4.7 Grafik Penggabungan Hari Pemeraman dan Jumlah Injeksi 4.5 Hasil Scan Electron Microscope (SEM) Ini adalah hasil dari scan electron microscope pada tanah lempung kepasiran yang tanpa injeksi bakteri, 2x injeksi, 3x injeksi, dan 4x injeksi dengan masa waktu pemeraman selama 28 hari. Diambil waktu yang paling maksimum pemeraman dikarenakan hasil akan lebih maksimal 68 Gambar 4.6 Hasil SEM Tanah tanpa campuran bakteri Gambar 4.7 Hasil SEM Tanah dengan penginjeksian bakteri 69 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengujian Plastisitas diperoleh batas cair (LL) = 45,97 % dan Indeks plastisnya (IP) sebesar 14,42 %. Berdasarkan klasifikasi Unified dan AASHTO jenis tanah tersebut maka kelompok OH dan kelompok A-7-5, yaitu lempung organic dengan plastisitas sedang sampai tinggi dan tanah yang masuk kategori A-7-5 termasuk dalam klasifikasi tanah berlempung dimana indeks plastisitasnya > 11. 2. Penambahan bakteri bacillus di tanah lempung kepasiran dapat menyebabkan tanah lempung kepasiran mengalami perubahan bentuk menjadi lebih keras 3. Penambahan bakteri bacillus subtilis pada tanah lempung kepasiran sebanyak 8 cc dengan waktu pemeraman 3 hari, yang dimana 1cc terdapat 1.109 coloni /ml bakteri belum mampu menghasilkan tanah lempung kepasiran dengan hasil maksimal. 4. Penambahan bakteri dengan 32 cc atau 4x injeksi baktteri dengan waktu pemeraman 28 hari, adalah hasil maksimum yang dapat dihasilkan dengan menghasilkan nilai koefisien permeabilitas 4.91E-06. Dan nilai koefisien permeabilitas tanpa injeksi bakteri adalah sebesar 2.49E-04 70 5. Dengan adanya penambahan bakteri maka nilai koefisien permeablitas semakin kecil, dengan kata lain tanah lempung kepasiran semakin padat dan bagus untuk dijadiakn tanah pondasi. 5.2 Saran 1. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah injeksi yang lebih tinggi dan masa pemeraman yang lebih lama dengan menggunakan sampel yang mempunyai nilai kohesi kecil, agar bias dijadikan sebagai bahan referensi untuk stabilisasi pondasi selanjutnya. 2. Pengujian injeksi sebaiknya dilakukan di di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), agar hasil maksimal dapat diperoleh, karena tidak akan ada perlakuan kepada tanah yang telah diberikan injeksi. 71 DAFTAR PUSTAKA Akiyama Masaru, (2010), Microbially mediated sand solidification using calcium phosphate compounds, Faculty of Engineering, Hokkaido University, Kata 13, Nishi 8, Kita-ku, Sapporo, Hokkaido 060-8628, Japan Altschul SF, Thomas LM, Schaffer AA, Zhang J, Zhang Z, Miller W, Lipman DJ. 1997. Gapped BLAST and PSI-BLAST: a new generation of protein database search programs. Nucleic Acids Res 25:3389-402 Biol. Biochem. 31: 1563-1571 (http://id.wikipedia.org/wiki/Bioremediasi) Bowles, J.E. (1993), Alih Bahasa Ir.Johan Kelana Putra Edisi Kedua, Sifat-Sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah, Penerbit Erlangga, Jakarta. Brooker et al. (2008). Biology. McGraw-Hill. ISBN 978-0-07-110200-1 Chen, F.H. (1988), Foundation on Expansive Soils, American Elsevier Science Publ., New york. Das, Braja M. (1995), Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I, Erlangga, Jakarta. Dejong, J.T,. B. M. Mortensen, B. C Martinez, D. C., Nelson . 2009. BioMediated soil improvement. Ecol, Eng. Doi: 10.1016/j.ecolemg.2008.12.029. Dejong, (2006), Microbially Induced Cementation to Control Sand Response to Undrained Shear. JOURNAL OF GEOTECHNICAL ANDGEOENVIRONMENTAL ENGINEERING © ASCE / NOVEMBER 2006 / 1391 Hardiyatmo, C. H. (2010), Mekanika Tanah 1, Gadjah Mada University Press, Jakarta. Holtz, R.D., and Kovacs, W.D. (1981), An Introduction to Geotechnical Engineering, Prentice Hall Civil Engineering and Engineering Mechanic Series. Karol, R.H.2003. Chemical Grouting and Soil Stabilization. New York. P558 Keyka A. Hamed, Huad. K. B Bujang, Asadi A, Kawasaki S (2011) ElectroBiogrouting abd Its challenges, Int. J. Electrochem. Sci., 7 (2012) 1196 – 1204. 72 L. Cheng, (2012), In-Situ Soil Cementation with Ureolytic Bacteria by Surfa Percolation, Ecological Engineering, 42 . pp. 64-72. Lisdiyanti P, Suyanto E, Ratnakomala S, Fahrurrozi, Sari N.M, Gusmawati F.N (2011) Bacterial carbonate precipitation for biogrouting, Prosiding Simposium Nasional Ekohidrologi, PP 219-232. Lee, Young Nam. 2003. Calcite production by Bacillus amyloliquefaciens CMB01. Journal of Microbiology, Vol. 4, no. 4. Suprapto H, 2011. Application Of Microbiology To Improve Mechanical Properties Of Soil and Concrete. Faculty Of Engineering University Indonesia. Terzaghi, K dan R.B. Peck. (1987), Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa I, Alih bahasa Bagus, W., dan K. Benny. Erlangga, Jakarta. Van Paassen, LA, Biogrout, ground improvement by microbial induced carbonate precipitation, 2009, Delft University of Technology, pp 202. Wesley, L. D. (1977), Mekanika Tanah, Badan Penerbit Percetakan Umum, Jakarta. Wijngaarden V K.W M, Vermolen F.J, Meurs van M.A.G, Vuik C (2009) Modelling Biogrout: a new ground improvement method based on microbial induced carbonate precipitation, ISSN 1389-6520 Reports of the Delft Institute of Applied Mathematics Delft 2009. . . 73