bab iii metedologi penelitian - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam pengertian teknik maka definisi tanah adalah akumulasi partikel
mineral yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain yang
terbentuk karena pelapukan dari batuan atau pembusukan dari jasad hidup. Tanah
terdiri atas partikel yang saling berhubungan, dan dalam partikel-partikel tersebut
terdapat ruang yang terisi oleh air dan udara. Hubungan antara partikel (solid), air
(water), dan udara (air) menunjukkan kekuatan tanah di dalam menentukan beban
di atasnya.
Tanah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, tanah lempung
terutama lempung lunak mempunyai daya dukung sangat kecil sehingga hal
tersebut banyak menjadi masalah pada pekerjaan dibidang teknik sipil.
Kerusakan struktur bisa terjadi akibat penurunan tanah terutama pada jenis tanah
yang memiliki potensi penurunan yang besar seperti lempung lunak.
Tanah merupakan komponen yang paling penting dalam semua pekerjaan
yang berhubungan dengan pembangunan dari pondasi konstruksi/struktur suatu
bangunan. Namun seringkali di lapangan dijumpai kerusakan-kerusakan pada
lapisan perkerasan, hal tersebut disebabkan oleh lapisan tanah dasar yang
mengalami penurunan pada saat lapisan diatasnya menerima beban.
1
Oleh sebab itu para perencana harus mengetahui karakteristik tanah pada
lokasi dimana akan dibangun suatu konstruksi bangunan diatasnya. Kerusakan
struktur bisa terjadi akibat penurunan tanah terutama pada jenis tanah yang
memiliki potensi penurunan yang besar seperti lempung lunak. Tanah dasar yang
baik dan stabil merupakan syarat bagi kemampuan konstruksi dalam memikul
beban diatasnya. Usaha-usaha untuk memperbaiki
sifat tanah yang mengandung sifat kembang susut besar telah banyak
dilakukan dengan metode stabilisasi tanah, diantaranya stabilisasi tanah yaitu
menggunakan metode grouting yang tidak ramah lingkungan yang biasanya
berupa suspense (semen, lempung-semen, pozzolan, bentonite,dsb) atau emulsi
(aspal,dsb) (Xanthakos et al., 1994; Karol, 2003). Semua bahan kimia untuk
biogrouting, kecualisodium silikat adalah toksik dan atau berbahaya (Karol, 2003;
van Paassen, 2009).
Oleh sebab itu kami mencari alternatife metode biogrouting yang ramah
lingkungan, yaitu dengan pemanfaatan mikroorganisme yang berasal dari bakteri
karna dapat menghasilkan kalsit/Kristal kalsium karbonat yang bisa merubah
butiran pasir menjadi batuan pasir.
Tanah terdiri atas butir-butiran dengan rongga yang saling berhubungan
diantara butiran tersebut. Oleh karena itu tanah memiliki sifat permeabillitas, yaitu
air dapat merembes atau mengalir melalui butiran, walauoun dengan kecepatan
yang sangat lambat pada tanah berbutir halus (lempung dan lanau ). Rembesan air
dalam tanah berpengaruh pada tekanan air pori yang akan mempengaruhi
2
kekuatan geser tanah tersebut. Disini akan digunakan koefiisien permeabilitas
sebagai parameter perubahan tanah setelah dilakukan injeksi bakteri.
Dari permasalahan tersebut, maka kami menuangkannya dalam penulisan
tugas akhir atau skripsi dengan judul “ STUDI PERMEABILITAS TANAH
DENGAN CAMPURAN BAKTERI “
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan Tujuan adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi karakteristik mekanis tanah yang telah distabilisasi
dengan laritan bakteri Bacilius subtilis dengan variasi waktu
pemeraman.
2. Membandingkan Nilai koefisien Permeabilitas kepada tanah tanpa
bakteri dan tanah yang telah diinjeksi bakteri.
3. Menganalisis aplikasi SEM (Scan Electron Microscope) untuk melihat
morfologi (bentuk ) dan topografi (ukuran) tanah dengan perlakuan
berbeda
1.3 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat membuat pembaca mengetahui
pengaruh pencampuran larutan bakteri Bacillus subtilis terhadap tanah lempung
kepasiran. Penggunaan alternatif material stabilisasi tanah yang lebih ramah
lingkungan dengan metode biogrouting larutan bakteri Bacillus subtilis, serta
dapat mengurangi nilai rembesan atau koefisien Permeabilitas tanah lempung
kepasiran
3
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini, adalah hal-hal sebagai berikut :
1. Material tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lempung
kepasiran.
2. Jenis Bakteri yang digunakan adalah Bacillus subtilis.
3. Penginjeksian terhadap tanah lempung kepasiran dilakukan 2, 3, dan 4 kali
penginjeksian.
4. Masa waktu pemeraman adalah 3, 7, 14, 21, dan 28 hari.
5. Evaluasi karakteristik sifat-sifat fisik tanah meliputi :
a. Pemeriksaan berat kering
b. Pemeriksaan berat basah
c. Pemeriksaan Kadar air optimum
6. Uji Mekanis yang dilakukan meliputi :
a. Pengujian Permeabilitas
b. Pengujian SEM (Scan Electron Microscope )
7. Penelitian ini tidak membahas reaksi kimia yang terjadi dari hasil
penambahan bakteri Bacillus subtilis
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini, maka sistematika
penulisan penelitian disusun dalam lima bab. Adapun sistematika penulisan
penelitian adalah sebagai berikut :
4
BAB 1. PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang masalah, maksud dan tujuan
penelitian, pokok bahasan dan batasan masalah serta sistematika
penulisan.
BAB II. TINJUAN PUSTAKA
Menyajikan
teori-teori
yang
digunakan
sebagai
landasan
untuk
menganalisis dan membahas permasalahan penelitian.
BAB III. METODE PENELITIAN
Menjelaskan mengenai langkah-langkah atau prosedur pengambilan dan
pengolahan data hasil penelitian.
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menyajikan data-data hasil penelitian di laboratorium, analisis data, hasil
analisis data dan pembahasannya.
BAB V. PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran
5
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Tanah
Sistem Klasifikasi Tanah adalah suatu sistem penggolongan yang sistematis
dari jenis–jenis tanah yang mempunyai sifat–sifat yang sama ke dalam kelompok–
kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1995).
Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi
tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku
tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan
tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis.
Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai
keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat
teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi dan
sebagainya (Bowles, 1989).
Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan
sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah
satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan
perancangan konstruksi.
Adapun sistem klasifikasi tanah yang telah umum digunakan adalah :
A. Sistem Unified Soil Clasification System (USCS).
Dalam sistem ini, Cassagrande membagi tanah atas 3 (tiga) kelompok (Sukirman,
1992) yaitu :
6
1. Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan No. 200.
2. Tanah berbutir halus, > 50% lolos saringan No. 200.
3. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau dan sisa-sisa tumbuhtumbuhan yang terkandung di dalamnya.
Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Dimana :
W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik),
P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),
L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),
H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).
7
Tabel 2.2 kriteria Tanah
Gambar 2.1 Liquid Limit
8
Tabel 2.3 Klasifikasi Umum Tanah
Keterangan :
1 Persen lolos saringan No. 200 ≤ 35%,
2 Persen lolos saringan No. 200 > 35%,
a Tanah yang lolos saringan No. 40,
b Untuk A-7-5, PI ≤ LL – 30,
c Untuk A-7-6, PI > LL – 30.
Indeks kelompok (group index) dalam tabel tersebut digunakan untuk
mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
GI = (F – 35)(0,2 + 0,005(LL – 40) + 0,01(F – 15)(PI -10)
Dengan:
GI = indeks kelompok (group index)
F = persen material lolos saringan no. 200
LL = batas cair
PI = indeks plastisitas
9
Bila nilai indeks kelompok (GI) semakin tinggi, makin berkurang
ketepatan penggunaan tanahnya. Tanah granuler diklasifikasikan ke dalam
klasifikasi A-1 sampai A-3. tanah A-1 granuler yang bergradasi baik, sedang A-3
adalah pasir bersih yang bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler
(kurang dari 35% lewat saringan no. 200), tetapi masih terdiri atas lanau dan
lempung. Tanah berbutir halus dikalsifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah
lempung-lanau. Perbedaan keduanya berdasarkan pada batas-batas Atterberg.
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini.
Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm (3 inci) dan
yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).
Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan yang tertahan pada
ayakan No. 200 (0,075 mm).
Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No. 200
B.
Klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir
Ukuran butir tampaknya merupakan suatu metode yang jelas untuk
mengklasifikasikan tanah dan kebanyakan usaha-usaha yang terdahulu untuk
membuat sistem klasifikasi adalah berdasarkan ukuran butir. Gambar 1.1
memperlihatkan beberapa sistem klasifikasi ini. Sistem MIT mungkin merupakan
sistem yang paling banyak dipakai. Karena deposit tanah pada umunya terdiri atas
berbagai ukuran-ukuran partikel, maka untuk menentukan kurva distribusi ukuran
butir dan kemudian menetukan persentase tanah bagi tiap batas ukuran
(Dunn,1992).
10
Nama Kelompok
Ukuran Butiran (mm)
Organisasi
Kerikil
Pasir
Lanau
Lempung
>2
2 – 0,06
0,06 – 0,002
< 0,002
>2
2 – 0,05
0,05 – 0,002
< 0,002
2 –0,075
0,075–0,002
< 0,002
Massachusetts
Institute
of
Technology (MIT)
U.S. Departement of Agriculture
(USDA)
American
Association
of
State
Highway and Transportation Officials 76,2 - 2
(AASHTO)
Unified Soil Classification System
Halus
(U.S. Army Corps of Engineers, U.S. 76,2-4,75
4,75-
(yaitu
Bureau of Reclamation)
0,075
lempung)
lanau
< 0,0075
Sumber : Mekanika Tanah, Braja M Das
Tabel 2.4 Batasan-Batasan Ukuran Golongan Tanah
ο‚·
Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadangkadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar dan
mineral-mineral lain, Diameter butiran > 5 mm.
ο‚·
Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar.
Butiran dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan
ini , Diameter butiran 0,0075 – 5,0 mm.
ο‚·
Lanau (silt) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis (berukuran
sangat kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat
11
dan
halus, dan sejumlah partikel-partikel berbentuk lempengan-lempengan
pipih yang merupakan pecahan dari mineral-mineral mika, Diameter
butiran 0,002 – 0,0075 mm.
ο‚·
Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan
submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan
mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan
merupakan partikel-partikel dari mika. Lempung didefinisikan sebagai
golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (= 2 mikron).
2.2 Biogrouting
Beberapa tahun terakhir sedang dikembangkan teknologi grouting secara
biologi yang dikenal dengan teknologi biogrouting melalui mekanisme
pengendapan kalsium karbonat. Keuntungan utama dari biogrouting adalah
pemberian substrat dapat dipindahkan dalam bentuk inaktif ke daerah yang jauh
dari
titik
injeksi.
Teknologi
biogrouting
merupakan
teknologi
yang
mensimulasikan proses diagenesis, yaitu transformasi butiran pasir menjadi
batuan pasir (calcarenite atau sandstone). Kristal kalsium karbonat (CaCO3) yang
terbentuk dari teknologi biogrouting akan menjadi jembatan antara butiran pasir
sehingga menyebabkan proses sementasi, dan mengubah pasir menjadi batuan
pasir. Secara alami, proses ini memerlukan waktu hingga jutaan tahun. Oleh
karena itu digunakan bakteri untuk mempercepat proses secara in situ dengan
memanfaatkan proses presipitasi karbonat hasil aktivitas metabolisme bakteri
(DeJong et al., 2006; Lee, 3003).
12
Mineral kalsit yang dihasilkan dari presipitasi karbonat ini adalah mineral
yang terdistribusi secara luas di bumi dan ditemukan di bebatuan seperti batu
marmer, batu pasir di perairan maupun di daratan. Presipitasi atau pengendapan
kalsit paling tidak ditentukan oleh 3 faktor yaitu (1) konsentrasi kalsium, (2)
konsentrasi karbonat, dan (3) pH lingkungan (Hammes dan Verstraete, 2002;
Hammes et al., 2003). Presipitasi karbonat secara teori dapat terjadi di lingkungan
alami dengan meningkatkan konsentrasi kalsium dan atau karbonat pada larutan
atau menurunkan daya larut kalsium dan atau karbonat.
Adanya peran bakteri dalam proses biogrouting berkaitan erat dengan
kemampuan bakteri untuk bertahan dan toleran terhadap konsentrasi urea dan
kalsium yang tinggi. bakteri ini juga harus mampu menghasilkan enzim urease
dengan aktivitas yang tinggi. Bakteri penghasil urease dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok berdasarkan respon terhadap amonium yaitu, (1) kelompok
yang aktivitas enzim urease ditekan oleh keberadaan amonium seperti jenis
Pseudomonas
aeruginosa,
Alcaligenes
eutrophus,
Bacillus
megaterium
(Kaltwasser et al., 1972) dan Klebsiella aerogenes (Friedrich dan Magasanik,
1977) dan (2) kelompok yang aktivitas enzim urease tidak dipengaruhi oleh
amonium seperti Sporosarcina pasteurii (Bacillus pasteurii), Helicobacter pylori,
Proteus vulgaris (Whiffin et al., 2007). Pada proses biogrouting, karena
konsentrasi urea yang tinggi dihidrolisa selama sementasi, maka hanya bakteri
yang aktivitas enzim ureasenya tidak ditekan oleh amonium saja yang cocok
untuk digunakan. Pada saat ini, bakteri dari genus Sporosarcina (Bacillus) telah
mulai diaplikasikan pada proses biogrouting karena mempunyai aktivitas urease
13
yang tinggi dan tidak patogen (Fujita et al., 2000; Mobley et al., 1995). Menurut
Harkes et al (2009), bakteri Sporosarcina pasteurii (DSMZ 33) dapat melakukan
presipitasi kalsit.
Studi tentang keanekaragaman bakteri yang berperan pada proses
biogrouting belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, teknologi ini
sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam memperkuat struktur tanah di
kawasan pesisir dalam upaya pencegahan erosi pantai, perbaikan pondasi,
reklamasi pantai, bahkan mengkonsolidasikan tanah keruk sebagai bahan
bangunan. Pasir dapat saling mengikat dengan erat dengan adanya kalsit. Ukuran
pasir dan kalsit dapat menyatu dengan baik menyebabkan proses sementasi.
Gambar 2.2. Berbagai tipe kristal kalsit yang terbentuk dari aktivitas enzim
urease bakteri biogrouting (20x). a) tipe sperulit dengan tekstur permukaan yang
kasar (2.1.4), b) tipe rhombohedral (P3BG43), c) tipe spherical vaterite (SA.08.6),
d) tipe trianguler (3.2.2)
14
2.3
A.
Isolasi dan Identifikasi Penghasil bakteri
Isolasi dan purifikasi
Pengambilan sampel dilakukan di lokasi Grasberg (Papua), Gua Selarong
dan Pantai Parang Tritis (Yogyakarta), Taman Nasional Bantimurung, Benteng
Rotterdam, Pulau Lae-Lae dan Pulau Samalona (Sulawesi Tenggara) yang
meliputi pengambilan sampel tanah, pasir, air laut, dan batuan. Metode isolasi
bakteri biogrouting dilakukan dengan metode cawan tuang pada media B4 agar
yang terdiri dari 3 g nutrient broth, 20 g urea, 2,12 g NaHCO3, 10 g NH4Cl, 4,41
g CaCl2.2H2O, 1 L air distilasi, dan 15 g agar jika diperlukan (Hammes et al.
2003). Koloni bakteri yang membentuk kristal bila dilihat menggunakan
mikroskop selanjutnya diisolasi dan dimurnikan.
a. Penapisan aktivitas enzim urease
Sebanyak 1 ose bakteri biogrouting diinokulasikan ke dalam medium urea
broth lalu diinkubasi pada suhu 30°C selama 3 hari. Kemudian diamati isolat
yang menghasilkan urease. Isolat bakteri yang memiliki aktivitas urease positif
akan mengubah warna media cair dari warna kuning menjadi warna merah muda
fuchsia.
Gambar 2.3 Penapisan bakteri pengendap karbonat. Hidrolisis urea oleh aktivitas
enzim urease menyebabkan warna medium cair dari kuning menjadi ungu
funchia/merah muda
15
B. Uji aktivitas urease
Bakteri biogrouting ditumbuhkan dalam media produksi enzim, diinkubasi
pada inkubator bergoyang 150 rpm, suhu 30°C sampai produksi enzim optimum.
Aktivitas urease diukur menggunakan metode Weatherburn (1967) yang
dimodifikasi, yaitu Na2HPO4 digunakan dalam larutan alkalin hipoklorit
dibandingkan NaOH dan waktu pembentukan warna diperpanjang dari 20 menit
menjadi 30 menit. Reaksi dilakukan dalam tabung eppendorf yang berisi 100 μl
sampel, 500 μl urea 50 mM dan 500 μl Bufer KH2PO4 100 mM (pH 8,0) sehingga
total volume adalah 1,1 ml. Campuran reaksi diinkubasi dalam inkubator
bergoyang suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan mentransfer 50
μl campuran reaksi ke dalam tabung yang berisi 500 μl larutan phenol-sodium
nitroprusside. Sebanyak 500 μl larutan alkalin hipoklorit ditambahkan ke dalam
tabung dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Selanjutnya OD diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nM dan dibandingkan
dengan kurva standar (NH4)2SO4. 1 Unit Aktivitas Urease adalah jumlah enzim
yang dibutuhkan untuk membebaskan 1 μmol NH3 dari urea per menit dalam
kondisi assay standar.
C. Ekstraksi DNA
DNA genom bakteri diekstraksi menggunakan InstaGene Matrix Kit
(BioRad). Koloni bakteri berumur 1 hari disuspensikan pada 1.0 mL air steril,
disentrifugasi pada 10,000-12,000 rpm selama 1 menit, supernatan dibuang, dan
pelet
diresuspensi
dengan
InstaGene
matrix
sebanyak
50
μl
untuk
melisiskan/melarutkan dinding sel dari bakteri. Larutan suspensi bakteri diikubasi
16
pada 56°C selama 15-30 menit, divorteks selama 10 detik, diinkubasi pada 100°C
selama 8 menit, divorteks kembali 10 detik, dan disentrifugasi pada 10,00012,000 rpm selama 2-3 menit untuk memisahkan larutan DNA dan sel debris.
Supernatan yang mengandung DNA disimpan pada -20°C sebelum digunakan.
D. Amplifikasi gen 16S rRNA
Identifikasi bakteri potensial dilakukan secara molekuler, dengan
menganalisis sebagian gen 16S rRNAnya. Gen 16S rRNA diamplifikasi dengan
PCR menggunakan primer 9F (5’-AGRGTTTGATCMTGGCTCAG-3’) dan
1492R (1492R: 5’-TACGGYTACCTTGTTAYGACTT-3’) (Posisi penomoran
urutan basah berdasarkan pada Escherichia coli numbering system (accession
number V00348, Brosius et al. 1981). Adapun kondisi reaksi PCR adalah 95°C, 2
menit (1 siklus); 95°C, 30 detik, 65°C, 1 menit, 72°C, 2 menit (10 siklus); 95°C,
30 detik, 55°C, 1 menit, 72°C, 2 menit (30 siklus); serta 72°C, 2 menit (1 siklus).
Purifikasi gen hasil PCR dilakukan menggunakan kit Pregman dan dikerjakan
sesuai petunjuk kerja. Initial denturation (96°C selama 5 menit), Denturation
(96°C selama 0.3 menit), Annealing (55°C selama 0.3 menit).
E.
Sekuensing gen 16S rRNA dan Analisis Filogenetik
Urutan sekuen gen 16S rRNA dianalisis dengan menggunakan mesin
otomatis DNA sequencer di PT. Genetika Science, Indonesia. Informasi urutan
basa didapatkan dari hasil sekuen kemudian dilacak keserupaannya dengan data
base GeneBank/DDBJ/EMBL berdasarkan BLAST (Altschul et al. 1997). Proses
penyejajaran sekuen dengan menggunakan program ClustalX (Thompson et al.,
1994), jarak matriks dihitung menggunakan metoda 2 parameter dari Kimura
17
(1980) dalam Puspita Lisdiyanti (2011), dan pohon genetik dibentuk dengan
menggunakan program neighbor-joining (NJ) Saitou dan Nei, (1987) dalam
Puspita Lisdiyanti (2011).
Skema Pembuatan bakteri Bacillus subtilis
Pengambilan sampel dari
Tanah, pasir, air laut dan
batuan.
Uji aktivitas
Urease
Ekstraksi DNA
Isolasi dan
Purifikasi
Amplifikasi gen
16S rRNA
Penampisan
aktivitas enzim
Urease
Sekuensing
gen 16S rRNA
dan Analisi
Filogenetik
Gambar 2.4. Skema Pembuatan bakteri Bacillus subtilis
2.4
SEM ( Scan Electron Microscope )
Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang dapat melakukan
pembesaran objek sampai 2 juta kali. Mikroskop ini menggunakan elektrostatik
dan elektromagnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta
memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus
daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron menggunakan jauh lebih banyak
energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop
cahaya (Anonymous, 2012).
18
Gambar 2.5 Peralatan SEM ( Scan Electron Microscope )
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron
yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. SEM
memiliki perbesaran 10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi
sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang
besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi
kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan
industri (Prasetyo, 2011). Anonymous (2012) menambahkan, SEM memfokuskan
sinar elektron (electron beam) di permukaan obyek dan mengambil gambarnya
dengan mendeteksi elektron yang muncul dari permukaan obyek.
A. Alasan Menggunakan Elektron
Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya
hanya
mampu
mencapai
200nm,
sedangkan
elektron
dapat
mencapai
resolusi hingga 0,1 – 0,2 nm. Berikut ini merupakan perbandingan hasil gambar
19
mikroskop cahaya dengan SEM (Material Cerdas, 2009).
Gambar 2.6. Perbandingan Hasil Mikroskop Cahaya dengan SEM
Dengan
menggunakan
elektron
akan
didapatkan
beberapa
jenis
pantulannya yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron mengenai
suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan
pantulan non elastis seperti pada gambar dibawah ini (Material Cerdas, 2009).
Gambar 2.7 . Pantulan elastis dan pantulan non elastis
20
B. Prinsip Kerja SEM (Scan Electron Microscope)
1. Electron gun menghasilkan electron beam dari filamen. Pada umumnya
electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa
lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang diberikan kepada
lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk
gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan
sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik
Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan
sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar
pada monitor CRT.
Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:
21
Gambar 2. 8 Mekanisme Kerja SEM
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari
pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X.
Sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered elektron. Sinyal sinyal tersebut dijelaskan pada gambar berikut ini.
22
Gambar 2.9 Sinyal-sinyal dalam SEM
Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi
pada mikroskop cahaya dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi
elektron sekunder atau backscaterred elektron yang muncul dari permukaan
sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan elektron. Elektronelektron yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar
amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada monitor CRT (cathode
ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar dapat
dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan,
sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi
(Anonymous, 2012).
C. Komponen Utama SEM ( Scan Electron Microscope )
SEM memiliki beberapa peralatan utama, antara lain:
1. Penembak elektron (electron gun)
Ada dua jenis atau tipe dari electron gun yaitu :
23
a. Termal
Pada jenis ini, energi luar yang masuk ke bahan dalam bentuk energi
panas. Energi panas ini diubah menjadi energi kinetik. Semakin besar panas yang
diterima bahan maka akan semakin besar pula kenaikan energi kinetik yang
terjadi pada electron. Pada situasi inilah akan terdapat elektron yang pada ahirnya
terlepas keluarmelalui permukaan bahan. Bahan yang digunakan sebagai sumber
elektron disebut sebagai emiter atau lebih sering disebut katoda. Sedangkan bahan
yangmenerima elektron disebut sebagai anoda. Dalam konteks tabung hampa
(vacuum tube) anoda lebih sering disebut sebagai plate. Dalam proses emisi
termal dikenal dua macam jenis katoda yaitu :
a) Katoda panas langsung (Direct Heated Cathode, disingkat DHC)
b) Katoda panas tak langsung (Indirect Heated Cathode, disingkat IHC)
Pada katoda jenis ini katoda selain sebagai sumber elektron juga dialiri oleh arus
heater (pemanas).Material yang digunakan untuk membuat katoda diantaranya
adalah :
b. Tungsten Filamen
Material ini adalah material yang pertama kali digunakan orang untuk
membuatkatode. Tungsten memiliki dua kelebihan untuk digunakan sebagai
katoda yaitumemiliki ketahanan mekanik dan juga titik lebur yang tinggi (sekitar
3400 oC), sehingga tungsten banyak digunakan untuk aplikasi khas yaitu tabung
XRay yang bekerja pada tegangan sekitar 5000 V dan suhu tinggi. Akan
tetapiuntuk aplikasi yang umum terutama untuk aplikasi Tabung Audio dimana
tegangankerja dan temperature tidak terlalu tinggi maka tungsten bukan material
24
yang ideal,hal ini disebabkan karena tungsten memilik fungsi kerja yang tinggi
(4,52 eV) danjuga temperature kerja optimal yang cukup tinggi (sekitar 2200 oC).
c. Field emission
Pada emisi jenis ini yang menjadi penyebab lepasnya elektron dari bahan
ialahadanya gaya tarik medan listrik luar yang diberikan pada bahan. Pada katoda
yangdigunakan pada proses emisi ini dikenakan medan listrik yang cukup
besarsehingga
tarikan
yang
terjadi
dari
medan
listrik
pada
elektron
menyebabkanelektron memiliki energi yang cukup untuk lompat keluar dari
permukaan katoda.Emisi medan listrik adalah salah satu emisi utama yang terjadi
pada vacuum tubeselain emisi thermionic.
Jenis katoda yang digunakan diantaranya adalah :
- Cold Field Emission
- Schottky Field Emission Gun
2. Lensa Magnetik
Lensa magnetik yang digunakan yaitu dua buah condenser lens.
Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa objektif) memfokuskan
electron dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-20 nm.
3. Detektor
SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap
hamburan elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektordetektor tersebut antara lain:
-
Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi
mengenai nomor atom dan topografi.
25
-
Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai
topografi (Prasetyo, 2011).
4. Sample Holder
Untuk meletakkan sampel yang akan dianalisis dengan SEM.
5. Monitor CRT (Cathode Ray Tube)
Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar dapat
dilihat.
a)
Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat
memantulkan cahaya, dan sebagainya).
b)
Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan,
cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya).
c)
Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di
dalam objek (titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya).
d)
Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari
butir-butir di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan,
dan sebagainya). (Prasetyo, 2011).
D. Jenis sampel yang dapat dianalisa: sampel biologi atau material padat.
- Sampel Padat: logam, bubuk kimia, kristal, polymers, plastik, keramik, fosil,
butiran, karbon, campuran partikel logam, sampel Arkeologi.
- Sampel Biologi: sel darah, produk bakteri, fungal, ganggang, benalu dan
cacing. Jaringan binatang, manusia dan tumbuhan.
- Sampel Padatan Biologi: contoh profesi dokter gigi, tulang, fosil dan sampel
26
E. Kelebihan dan Kelemahan SEM ( Scan Electron Microscope )
Adapun kelebihan teknik SEM yaitu terdapat sistem vakum pada electronoptical column dan sample chamber yang bertujuan antara lain:
- Menghilangkan efek pergerakan elektron yang tidak beraturan karena adanya
molekul gas pada lingkungan tersebut, yang dapat mengakibatkan penurunan
intensitas dan stabilitas.
- Meminimalisasi gas yang dapat bereaksi dengan sampel atau mengendap
pada sampel, baik gas yang berasal dari sampel atau pun mikroskop. Karena
apabila hal tersebut terjadi, maka akan menurunkan kontras dan membuat
gelap detail pada gambar (Prasetyo, 2011).
Kelemahan dari teknik SEM antara lain:
- Memerlukan kondisi vakum
- Hanya menganalisa permukaan
- Resolusi lebih rendah dari TEM
- Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis
logam seperti emas (Material Cerdas, 2009)
2.5 Karakteristik Lempung
A. Karakteristik Umum Lempung
Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang
dari 0.002 mm (Das, 1995). Hardiyatmo (2010), mengatakan sifat- sifat yang
dimiliki dari tanah lempung yaitu antara lain ukuran butiran-butiran halus <
0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat
27
kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. Sifat
dan Perilaku lempung terlihat pada komposisi mineral, unsur-unsur kimianya,
dan partikel-partikelnya serta pengaruh yang ditimbulkan di lingkungan
sekitarnya. Sehingga untuk dapat memahami sifat dan perilakunya diperlukan
pengetahuan tentang mineral dan komposisi kimia lempung, hal ini dikarenakan
mineralogi adalah faktor utama untuk mengontrol ukuran, bentuk dan sifat fisik
serta kimia dari partikel tanah. Tanah lempung memiliki sifat yang khas yaitu
apabila dalam keadaan kering dia akan bersifat keras, dan jika basah akan
bersifat lunak plastis, dan kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat,
sehingga mempunyai perubahan volume yang besar dan itu terjadi karena
pengaruh air.
Ada beberapa hal istilah yang perlu dibedakan dalam mempelajari
mengenai lempung yaitu:
a) Penggunaan istilah ukuran lempung, lebih dihubungkan dengan komposisi
dari ukuran partikel, yang biasanya berukuran < 2µm.
b) Penggunaan istilah mineral lempung, lebih dihubungkan dengan komposisi
ukuran mineral. Ukuran mineral ini lebih spesifik, kadang kadang ukuran
mineral ini < 2 µm dan dapat pula > 2 µm, meskipun pada umumnya < 2 µm.
Partikel lempung berasal dari pelapukan tanah yang berupa susunan
kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari
0,002 mm.partikel lempung berbentuk seperti lembaran yang mempunyai
permukaan khusus, sehingga lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh
gaya-gaya permukaan. Terdapat banyak mineral yang diklasifikasikan sebagai
28
mineral
lempung.
Di
antaranya
terdiri
dari
kelompok-kelompok:
montmorrillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Terdapat juga kelompok yang
lain, misalnya: chlorite, vermiculite, dan halloysite (Hardiyatmo, 2010).
Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan sebagai
mineral lempung.
(
Minerologi tanah lempung
Nilai Aktivitas
Kaolinite
0,4 – 0,5
Illite
0,5 – 1,0
Montmorillonite
1,0 – 7,0
s
(Sumber : Skempton, 1953)
Tabel 2.5 Aktivitas tanah lempung
Mineral
Specific gravity
Quarts (kwarsa)
2.65
Kaolinite
2.60
Illite
2.80
Montmorillonite
- 2.80
Halloysite
- 2.55
Potassium feldspar
2.57
Sodium and calcium feldspar
2.62 – 2.76
Chlorite
2.60 – 2.90
Biorite
2.80 – 3.20
Muscovite
2.76 – 3.10
29
Horn blende
3.00 – 3.47
Limonite
3.60 – 4.00
Olivine
3.27 – 3.37
(Sumber : Das, 1995)
Tabel 2.6 Specific gravity mineral-mineral penting tanah
2.6
Sifat Tanah
A. Penelitian Sifat Fisis Tanah
1. Kadar Air
2. Berat Jenis
3. Analisis pembagian butir (Grain size analysis)
4. Batas-batas Atterberg
Macam Tanah
Berat jenis Gs
Kerikil
2.65 – 2.68
Pasir
2.65 – 2.68
Lanau tak organic
2.62 – 2.68
Lempung Organik
2.58 – 2.65
Lempung tak organic
2.68 – 2.75
Humus
1.37
Gambut
1.25 – 1.80
( Sumber : Hardiyatmo, 2010)
Tabel 2.7 Nilai Berat Jenis Tanah
30
B. Sifat Mekanis Tanah
Pengujian Permeabilitas Tanah
Jamulya dan Suratman Woro Suprodjo (1983), mengemukakan bahwa
permeabilitas adalah kemampuan tanah yang dipengaruhi cepat lambatnya air
merembes ke dalam tanah baik melalui pori makro maupun pori mikro baik ke
arah horizontal maupun vertikal. Tanah adalah kumpulan partikel padat dengan
rongga yang saling berhubungan. Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di
dalam partikel melalui rongga dari satu titik yang lebih tinggi ke titik yang lebih
rendah. Sifat tanah yang memungkinkan air melewatinya pada berbagai laju alir
tertentu disebut permeabilitas tanah. Sifat ini berasal dari sifat alami granular
tanah, meskipun dapat dipengaruhi oleh faktor lain (seperti air terikat di tanah
liat). Jadi, tanah yang berbeda akan memiliki permeabilitas yang berbeda.
Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori
yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur
tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran
pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah
berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang
lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka
pori. Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar
dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung
yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured).
Hukum Darcy menjelaskan tentang kemampuan air mengalir pada
rongga-rongga (pori) dalam tanah dan sifat-sifat yang memengaruhinya. Ada dua
31
asumsi utama yang digunakan dalam penetapan hukum Darcy ini. Asumsi
pertama menyatakan bahwa aliran fluida/cairan dalam tanah bersifat laminar.
Sedangkan asumsi kedua menyatakan bahwa tanah berada dalam keadaan jenuh.
Pengujian permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium menggunakan
metode Constant Head Permeameter dan Variable/Falling Head Permeameter
a. Constant Head Permeameter
Uji ini digunakan untuk tanah yang memiliki butiran kasar dan memiliki
koefisien permeabilitas yang tinggi.
Rumus :
Q = k.A.i.t
k=
(𝑸.𝑳)
(𝒉.𝑨..𝒕)
(1)
(2)
Dengan :
Q = Debit (cm3)
k = Koefisien Permeabilitas (cm/detik)
A = Luas Penampang (cm2)
i = Koefisien Hidrolik = h/L
t = Waktu (detik)
Metode ini dipakai apabila pondasi bangunannya terbentuk dari tanah atau
batuan yang melapuk tinggi, sehinga tidak akan kuat bila dilakukan dengan
percobaan bertekanan.
32
Prosedur
-
Memasang water meter di bagian ujung dari pipa air yang berhubungan
dengan pompa air
-
-Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan
-
Mencatat muka air tanah
-
Mencatat panjang pipa pelindung yang muncul dipermukaan tanah dan
yang masuk ke dalam tanah.
-
Mencatat tinggi ujung pipa air dari atas lubang bor.
-
Turunkan pipa lindung (casing) pada lubang bor sampai batas bagian
atas yang akan dites.
Kedalaman pengujian adalah dari ujung bawah pipa
pelindung sampai ke bagian dasar lubang bor.
-
Masukkan air pada pipa lindung dengan jalan dikocorkan, usahakan muka
air dalam pipa lindung selalu tetap.
-
Mencatat debit air yang masuk di setiap menitnya. Pembacaan dilakukan
selama 10 menit.
b. Variable/Falling Head Permeameter
Uji ini digunakan untuk tanah yang memiliki butiran halus dan
memiliki koefisien permeabilitas yang rendah.
Rumus :
KT=
aL
At
β„Žπ‘–
x ln [ ]
β„Žπ‘“
ηT
K20 = KT [η20]
(3)
(4)
33
Dengan :
k = Koefisien Permeabilitas (cm/detik)
a = Luas Penampang Pipa (cm2)
L = Panjang/Tinggi Sampel (cm)
A = Luas Penampang Sampel Tanah (cm2)
t = Waktu Pengamatan (detik)
h1 = Tinggi Head Mula-mula (cm)
hf = Tinggi Head Akhir (cm)
Deskripsi
Pengujian ini dilakukan bila metode constant head
mengalami kesulitan oleh karena air yang dikocorkan sukar masuk
kedalam lubang bor.
Prosedur
- Memasang pipa air yang berhubungan dengan pompa air. Menguji
pompa air supaya debit air stabil
- Mengukur pipa lindung yang muncul ke permukaan dan yang masuk
ke dalam tanah
- Kedalaman yang diukur adalah ujung pipa pelindung bagian bawah
sampai dasar dari lubang pemboran
- Mengukur muka air tanah
- Memasukkan air ke dalam pipa pelindung dan mencatat penurunan
34
muka air setiap menitnya selama 10 menit.
Koefisien Permeabilitas
K
Jenis Tanah
Kerikil Basah
(cm/detik)
1.0 – 100
(ft/menit)
2.0 – 200
Pasir Kasar
1.0 – 0.01
2.0 – 0.002
Pasir Halus
0.01 – 0.001
0.02 – 0.002
0.001 – 0.00001
0.002 – 0.00002
≤ 0.000001
≤ 0.000002
Lanau
Lempung
(Sumber : Hardiyatmo, 2010)
Tabel 2.8 Nilai Koefisien Permeabilitas
Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah ditentukan oleh
koefisien permeabilitasnya. Koefisein permeabilitas tanah bergantung pada
berbagai faktor. Setidaknya, ada enam faktor utama yang memengaruhi
permeabilitas tanah, yaitu:
1) Viskositas Cairan, yaitu semakin tinggi viskositasnya, koefisien permeabilitas
tanahnya akan semakin kecil.
2) Distribusi Ukuran Pori, yaitu semakin merata distribusi ukuran porinya,
koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
3) Distibusi Ukuran Butiran, yaitu semakin merata distribusi ukuran butirannya,
koefesien permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
4) Rasio Kekosongan (Void Ratio) , yaitu semakin besar rasio kekosongannya,
35
koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin besar.
5) Kekasaran Partikel Mineral, yaitu semakin kasar partikel mineralnya,
koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.
6) Derajat Kejenuhan Tanah, yaitu semakin jenuh tanahnya, koefisien
permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian tentang stabilisasi dengan cara Biogrouting
telah banyak dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh:
1. Dejong, 2006
Pada penelitian ini menggunakan tanah umum mikroorganisme Bacillus
pasteurii. Faktor penting untuk menentukan keberhasilan pengobatan mikroba
meliputi pH, suplai oksigen, metabolisme status, dan konsentrasi mikroba, dan ion
kalsium di flushes pengolahan biologis dan gizi, serta urutan waktunya suntikan.
Spesimen disemen dengan gipsum dan mikroba diinduksi Kalsit keduanya
menunjukkan perilaku serupa dalam hal diamati dan kecepatan gelombang geser
dan normalisasi,
Laju perubahan diamati juga terdeteksi. Awalnya, tingkat
rendah, dan secara bertahap meningkat menjadi maksimal
kemudian mulai
berkurang, mendekati nol pada kesimpulan dari sementasi.
Hasilnya menunjukkan kekakuan geser meningkat awal dan kapasitas elastis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan spesimen longgar tidak diobati, dan mirip
dengan kontrol gipsum-disemen perilaku spesimen. Degradasi sementasi baik
gipsum dan spesimen
36
2. W.K. van Wijngaarden, 2009
Pada penelitian ini Sebuah model telah dirumuskan untuk menggambarkan
proses Biogrout. Model memberikan wawasan beberapa aspek dari proses
Biogrout. Proses Biogrout mempengaruhi sifat beberapa lapisan tanah tersebut.
Hasilnya adalah
Pengendapan kalsium karbonat
padat dapat menurunkan
porositas dan permeabilitas.
3. Leon, 2009
Pada penelitian ini adalah meningkatkan untuk menemukan metode
biologis untuk memperbaiki sifat tanah, biogrouting. Bila diaktifkan dengan
substrat yang cocok, mikro-organisme dapat mengkatalisis konversi biokimia di
bawah permukaan menghasilkan pengendapan mineral anorganik, yang mengubah
sifat mekanik tanah. Salah satu proses tersebut adalah hidrolisis urea. Proses
biogrouting menggunakan bakteri jenis Sporosarcina pasteurii, spesies bakteri
yang mengandung sejumlah besar enzim urease yang dibudidayakan, disuntikkan
di tanah dan disertakan dengan larutan yang mengandung urea dan kalsium
klorida. Urease yang mengkatalisis konversi urea menjadi amonium dan karbonat
dan karbonat dihasilkan presipitat dengan kalsium sebagai kristal kalsium
karbonat. Kristal ini membentuk ikatan antara butiran pasir meningkatkan
kekuatan dan kekakuan dari pasir. amonium klorida tersisa diekstraksi dan
dibuang.
37
4. Masaru Akiyama, 2010
Pada penelitian ini, kami melakukan percobaan laboratorium mendasar
pada biogrouting Kalsium Senyawa Fosfat (CPC) yang menggunakan ekstrak
tanah yang meliputi mikroorganisme yang berasal dari dua tanah yang berbeda
pada pH dan asam amino sebagai sumber amonia baru. Terutama dalam hal
penggunaan ekstrak tanah dari tanah asam, hasil biogrouting Kalsium Senyawa
Fosfat (CPC) didapatkan hasil dari pengujian uji kuat tekan bebas lebih besar
dibandingkan dengan biogrouting tanpa sumber amonia.
5. Hamed A. Keykha, 2011
Pada Penelitian ini Biogrouting adalah metode baru untuk pengendapan
CaCO3 di tanah berpasir oleh aktivitas mikroba untuk meningkatkan kekuatan.
Pasteurii Bacillus adalah jenis bakteri dengan enzim urease yang menghidrolisis
amonia dan menghasilkan Ca+2. Dalam larutan CaCl2, kristal dari CaCO3 dibuat
antara partikel tanah.
Elektrokinetik adalah teknik berlaku untuk mengangkut partikel
bermuatan dan cairan dalam potensial listrik. Untuk menghasilkan urease harus
bercampur dengan amonia dan, transportasi di tanah baik dengan metode listrik.
Akhirnya, solusi menambahkan kalsium klorida sebagai proses injeksi. Metode ini
dapat membuat curah hujan karbonat diinduksi (CaCO3) untuk memperbaiki
tanah. Hal ini dapat beroperasi di tanah halus seperti tanah liat, lumpur dan
gambut
yang
tidak
memiliki
kemampuan
dalam
perjalanan
banyak
mikroorganisme dan bakteri.
6. Lisdianti Puspita, 2011
38
Pada penelitian ini peneliti mencari alternative bahan yang digunakan
untuk meningkatkan kekuatan tanah dengan memanfaatkan mikroorganisme.
Mikroorganisme yang dimaksud didapatkan dari pengambilan sampel diantaranya
batuan, tanah, dan air laut yang berada diwilayah Indonesia. Diteliti, observasi
dan dilakukan pengamatan didapatkan jenis bakteri Bacillus subtilis menunjukan
bahwa bakteri yang dapat berkembang biak dengan suhu di Indonesia serta
menghasilkan kalsit/Kristal terbanyak baerasal dari wilayah Papua.
Kemudian peneliti melakukan pengujian dengan mencampurkan bakteri
dan pasir, lalu diperam atau didiamkan selama 1 bulan lamanya dengan suhu
ruang. Hasil yang didapatkan menunjukan perubahan dari pasir 1 menjadi batuan
pasir hal ini disebabkan oleh bakteri Bacillus subtilis selama masa pemeraman
sudah mencapai tahap maksimal menghasilkan Kristal/kalsit yang membentuk
batuan pasda pasir tersebut. Hasil penelitian ini juga didukung oleh dari hasil foto
SEM yang menunjukan adanya Kristal didalam kandungan pasir tersebut.
7. Suprapto H.Y, 2011
Pada penelitian ini peneliti menggunakan mikroorganisme untuk
meningkatkan kapasitas tanah telah dilaporkan oleh beberapa penelitian tentang
bioclogging dan biosementasi. Kedua metode memiliki tujuan yang sama untuk
memenuhi pori tanah. Dengan menyuntikkan bakteri ke dalam tanah, bisa
menghasilkan kalsit untuk memenuhi pori-pori antara itu. Setelah pengobatan, itu
bisa meningkatkan kapasitas tanah hingga lima kali lipat. aplikasi bakteri dalam
pembenahan pencampuran beton atau beton telah berhasil diterapkan di beberapa
39
penelitian. Metode ini diyakini lebih ekonomis dan memiliki keuntungan yang
lebih bagi enviromement tersebut.
Dengan menambahkan bakteri yang mampu menghasilkan kalsit untuk
mengisi pori beton, dapat meningkatkan nilai kekuatan tekan. Untuk aplikasi
lebih lanjut, itu mampu memenuhi retak beton. Metode ini sangat tergantung ke
kondisi lingkungan. Faktor-faktor yang dapat pengaruhnya produksi kalsit. Dari
uji eksperimental di laboratorium, metode untuk menumbuhkan Bacillus subtilis
adalah dengan menggunakan media glukosa, kita dapat memperoleh hasil
memuaskan bahwa bakteri dapat tumbuh dengan cepat.
8. Cheng, L. 2012
Pada penelitian ini menyajikan sebuah aplikasi baru yaitu Pengendapan
Kalsium Karbonhidrat Padat (MICP) sebagai teknik konsolidasi untuk tanah jenuh
dengan menggunakan metode permukaan isolasi yang mudah diterapkan. Bakteri
dapat bergerak di kolom lebih dari 1 m panjang pada tingkat isolasi yang tinggi
dengan menerapkan lapisan bergantian beberapa suspensi bakteri dan solusi
fiksasi diikuti dengan inkubasi. Peningkatan kekuatan kolom pasir mencapai
tingkat yang wajar homogenitas tanpa pembentukan kerak di permukaan.
40
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di Laboratorium Mekanika tanah fakultas Teknik Sipil
Universitas hasanuddin dan di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Penelitian dilakukan sejak bulan
April hingga Mei 2013.
3.2
Penyiapan Bahan dan Alat
1. Menyiapkan Material bahan Uji
Jenis tanah diambil adalah tanah lempung kepasiran yang diambil dalam
kondisi terganggu dengan lokasi sampel berada pada daerah kota
Makassar. Sedangkan larutan bakteri Bacilius subtilis berasal dari Pusat
Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
2. Penyiapan alat
-
Satu set alat uji Permeabilitas untuk menetukan Koefisien Permeabilitas
-
Satu set alat analisa saringan untuk menentukan gradasi dari tanah yang
digunakan pada penelitian ini.
-
Satu set alat pengujian berat jenis untuk mengetahui berat jenis tanah yang
akan digunakan.
-
Satu set alat uju batas atterbeg untuk menentukan batas susut, batas cair,
dan batas plastisi tanah yang akan digunakan.
-
40 buah pipa paralon dengan ukuran tinggi 6 cm dan diameter 6,4 cm,
bagian bawah diberi plastic guna sebagai alas dari pipa.
41
3.3
Satu set alat untuk Biogrouting bakteri Bacillus Subtili
Bagan Alir Penelitian
MULAI
Pengambilan
larutanbakteri
Basillus subtilis
Kajian
Pustaka
Pengambilan Sampel Tanah
Lempung Kepasiran
X-ray diffraction (XRD)
Pengjian sifat fisis dan mekanis tanah
sebelum proses pencampuran :
Kadar Air, Batas-batas Atterberg, Berat
Jenis, analisis granuler, Standard Proctor.
Sampel tanah masuk ketahap proses
pencampuran dengan persentase :
1. Tanah Asli + 0 cc larutan bakteri
2. Tanah Asli + 16 cc larutan bakteri
3. Tanah Asli + 24 cc larutan bakteri
4. Tanah Asli + 32 cc larutan bakteri
Pemeraman dengan masa waktu 3, 7,
14, 21, dan 28 hari
Pengujian sifat mekanis tanah setelah
proses pencampuran :
Permeabilitas
Scanning Electron Mikroscope (SEM)
Analisis dan Evaluasi
Kesimpulan dan saran
Gambar 3.1. Bagan alir tahapan Pelakasanaan Penelitian
42
3.4 Pekerjaan laboratorium
Di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dilakukan pencampuran tanah dengan larutan bakteri
Bacilius subtilis dan larutan sementasi dengan beberapa variasi persentase
pencampuran dan variasi waktu peram yaitu larutan sementasi dan larutan
bakteri
Bacilius
subtilis
16cc
sampai
32cc
dengan
percobaan
peremeabilitas, kemudian di peram dengan variasi waktu peram 3, 7, 14,
21 dan 28 hari.
Pengujian mekanis tanah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah
Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin sebagai berikut :
a. Pengujian sifat fisik (kadar air, berat jenis, analisis granural, dan batas
kosistensi)
b. Pencampuran tanah, larutan sementasi dan larutan bakteri bacillus
subtilis
c. Pengujian sifat mekanis tanah yaitu pengujian permeabilitas
Pembuatan larutan bakteri Bacillus subtilis dan penumbuhannya
dilakukan di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) sebagai berikut :
i.
Penumbuhan larutan bakteri bacillus subtilis
ii.
Pembuatan larutan sementasi
43
3.4.1 Penumbuhan bakteri
Bacillus subtilis, pembuatan larutan
sementasi, perhitungan koloni dan pencampuran
1.
Penumbuhan Bakteri Bacillus subtilis
a. Proses penumbuhan bakteri Bacillus subtilis
Komposisi medium bakteri B4 untuk pertumbuhan bakteri adalah
sebagai berikut dapat dilihat pada (gambar 3.2).
a). Urea : 20 gr
Urea adalah senyawa organic yang tersusun dari unsur karbon,
hydrogen, oksigen, dan nitrogen dengan unsur CO2N2H4 atau
(NH2)2CO.
b). Nutrien Brouth : 3 gr
Nutrien brouth merupakan media untuk mikroorganisme yang
berbentuk cair. Intinya sama dengan nutrient agar. Nutrient broth
dibuat dengan cara
- Larutkan 5 g rpepton dalam 850 ml air distalasi/akuades.
- Larutkan 3 gr ekstrak daging dalam larutan yang dibuat pada
langkah pertama.
- Atur pH sampai 7,0.
- Beri air distiasi sebanyak 1000 ml.
- Sterilisasi dengan autoklaf.
c). NaHCO3 : 2.12 gr
44
Natrium bikarbonat atau hydrogen karbonat atau asam karbonat
dengan rumus kimia NaHCO3, adalah bahasa kimia berbentuk
Kristal putih yang larut dalam air.
d). CaCl2.2H2O : 4.14 gr
Kalsium Klorida Dihidrat adalah senyawa kimia yang banyak
diperlukan di industri pulp dan kertas, makanan, keramik, sebagai
anti freezing agent, sebagai katalis, refirigant, sebagai suspending
agent untuk industry polimerisasi
e). NH4CL : 10 gr
Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dan basa lemah.
f). dH2O
Air suling (distilled water/dH2O) adalah air yang telah mengalami
proses pemurnian dari senyawa pengotor seperti logam berat dan
lain-lain. Cara memperolehnya dengan cara merebus air biasa lalu
ditampung uapnya. Setelah itu uap yang diperoleh tersebut
didinginkan sehingga didapatlah air murni hasil penyulingan
Gambar 3.2 . Campuran bahan-bahan kimia dalam campuran larutan
pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis
45
b. Proses Pencampuran dan pembuatan medium pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis.
a). Air sebanyak 1 Liter dicampurkan dengan komposisi medium
B4 diatas ke dalam labu erlemeyer
Gambar 3.3 . Dalam tabung erlemeyer yang sudah tercampur larutan kimia
dan air
b). Setelah itu dimasukan kedalam alat Autoclave dengan suhu
121º dengan waktu 15 menit tekanan 1 ATM pada (gambar
3.$)
Gambar 3.4. Alat Autoclave
46
c). Setelah medium dingin kemudian dilakukan proses inokulasi
bakteri yaitu pencampuran isolat bakteri ke dalam medium B4
yang sudah dibuat dan semua dikerjakan di dalam alat Laminar
Airflow untuk menjaga kesterilannya
Gambar 3.5. Isolat bakteri Bacillus subtilis
Gambar 3.6. Alat Laminar Airflow dan proses pencampuran isolat bakteri
ke dalam larutan B4 didalam alat Laminar Aifjlow
Gambar 3.7. Isolat Bakteri bacillus subtilis dan Medium B4
47
d). Setelah itu Bakteri pada medium B4 ditumbuhkan diruang
shaker selama 3 hari pada suhu ruang pada (gambar 3.8)
Gambar 3.8. Alat shaker dalam ruang shaker
2. Pembuatan larutan sementasi 1.1 M
Larutan sementasi adalah larutan campuran dari urea dan cacl2 yang
digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan kalsit / caco3 (kalsium
karbonat). Pada penelitian ini digunakan larutan sementasi dengan
komposisi Urea = 60.06 M dan cacl2 = 147.02 M, pembuatannya adalah
dengan cara sebagai berikut :
Misalkan 1 L = 1000 ml (gambar 15)
a). Larutan Urea
1000 π‘šπ‘™
1000 π‘šπ‘™
x
π‘”π‘Ÿ
60.06
(5)
48
b). Larutan CaCl2
1000 π‘šπ‘™
1000 π‘šπ‘™
x
π‘”π‘Ÿ
147.02
(6)
3. Penghitungan Total Bakteri Bacillus subtilis dengan Metode TPC
Menghitung jumlah bakteri biogrout yang akan dan telah diinjeksi untuk
proses biogrouting.
Bahan
1). air pengencer berupa pepton 0,1 %
2). Medium B4 untuk pertumbuhan bakteri biogrouting
Metode
a.
Pengenceran dilakukan secara serial dari 10-1 sampai 10-7
b.
Sampel (1 ml kultur bakteri) pada pengenceraan 10-4,10-5, 10-6, dan
10-7 diinokulasikan pada medium B4 dengan metode pour plate,
kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 1-2 hari. Sedangkan
untuk sampel tanah disesuaikan dengan kebutuhan pengencerannya
(gambar 3.9)
Gambar 3.9.. Proses perhitungan total bakteri bacillus subtilis
49
4. Pengujian mikrostruktur tanah menggunakan Scanning Electron
Mikroscope (SEM) dan X-ray diffraction (XRD)Tanah Lempung Kepasiran
SEM dan X-ray merupakan pengujian untuk mengetahui unsur-unsur kimia
serta unsur kimia di dalam tanah.
Gambar 3.10. Gambar alat SEM
Gambar 3.11. Gambar alat XRD
50
5. Pengujian Tanah
Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian yaitu pengujian
untuk tanah asli dan tanah yang telah distabilisasi. Pengujian dilakukan di
laboratorium Mekanika Tanah Universitas Hasanuddin mengikuti Standart
ASTM, AASHTO, SNI dan USCS sebagai berikut :
5.1 Uji Sifat Fisis Tanah
Tentukan indeks propertis tanah. Sifat-sifat indeks ini diperlukan
untuk mengklasifikasikan tanah dalam menentukan jenis bahan
stabilisasi dengan serbuk pengikat yang sesuai dan menentukan
perkiraan awal jumlah kadar bahan serbuk pengikat yang perlu
ditambahkan ke dalam tanah yang akan distabilisasi. Pengujian indeks
ini adalah sebagai berikut:
Pengujian
Standar Metode
Pengujian Batas Cair
SNI 03-1967-1990
Pengujian Batas Plastis
SNI 03-1966-1990
Pengujian Berat Jenis Tanah
SNI 03-1964-2008
Pengujian Kadar Air
ASTM D 2216-71
Pengujian Analisa Saringan
SNI 03-1968-1990
Pengujian Hidrometer
SNI 03-3423-1994
Tabel 3.1. Standar Metode Pengujian Sifat Fisis Tanah
51
5.2 Uji sifat mekanis tanah
Pengujian
Standar Metode
SNI 03-1742-1989 atau SNI 03-1743-
Alat uji pemadatan standar
1989
Alat uji Permeabilitas
ASTM D. 2434-68.
Tabel 3.2 Standar Metode Pengujian Uji Sifat Mekanis Tanah
6. Tahap pembuatan Benda uji
Sampel tanah yang lolos saringan no 40 dioven dengan suhu 110
0
C
untuk mendapatkan kondisi tanah oven. Setelah dilakukan pengujian
sifat tanah asli tanpa perlakuan, didapatkan : γdry = 1,328 gr/cm3 dan
Wopt = 36 %, dengan Volume pipa = 193, 02 cm3
a. Berat Tanah ,:
γbasah
= γdry . (1 + Wopt )
= 1,328 gram /cm3 . ( 1 + 36 %)
= 1,81 gr/ cm3
Kepadatan 80 % (digunakan kepadatan di lapangan)
Berat
= 1,81 . 80%
= 1,448gr/ cm3
Berat total
= 1,448 gram/ cm3 . 193, 02 cm3
=279, 49 gram
Berat air
= berat total . Wopt
Berat tanah
= 279, 49 . 36 %
=100, 62 gram
= 279, 49 – 100, 62
=178, 87 gram
52
6.1 Pengujian mikrostruktur tanah meliputi pengujian Scanning Electron
Microscope (SEM).
Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan untuk penelitian ini dapat dilihat pada skema alir
penelitian pada Gambar 3.1. Adapun pelakasanaan penelitian di
laboratorium yaitu sebagai berikut:
a. Kadar Air Tanah
Cara pengujian kadar air tanah adalah timbang cawan kosong
kemudian masukan contoh tanah ke dalam cawan timbang, setelah itu
dalam keadaan terbuka cawan bersama tanah dimasukan kedalam oven
(105°-110°c) selama 16-24 jam, setelah itu dinginkan dalam deikator ±
2 jam, cawan yag berisi tanah tersebut ditimbang.
b. Berat Jenis (Specific Grafity)
Cara pengujian berat jenis adalah piknometer kosong di timbang
masukan tanah kedalam picnometer, sehingga tanah terendam
seluruhnya kira-kira 10 gram, diisi air kurang lebih 10cc kedalam
picnometer, sehingga tanah terendam seluruhnya kira-kira 2-10 jam,
setelah itu picnometer beserta tanah di vacuum sampai gelembungnya
hilang kemudian tambahkan air sampai penuh, kemudian ukur suhunya
kemudian timbang. Piknometer dikosongkan
dan dibersihkan,
kemudian diisi dengan air, ditutup kemudian ditimbang.
53
c. Batas Cair
Cara penujian batas cair adalah contoh tanah diambil ± 150-200 gram
ditaruh dalam mangkuk dan diberi air sebanyak 15-20 ml, contoh
tanah ditaruh dalam cawan batas cair, ratakan permukaan contoh
dalam cawan menjadi sejajar dengan alas,
buat alur dengan
menggunakan alat grooving tool tegak lurus permukaan contoh,
setelah itu angkat dan turunkan cawan tersebut dengan kecepatan 2
putaran/detik, hentikan aksi. Tersebut jika alur sudah tertutup
sepanjang ± 1,25 cm dan hitung berapa ketukan yang dibutuhkan,
ambil contoh tanah untuk diperiksa kadar airnya. Ulangi percobaan
dengan kadar air yang berbeda.
d. Batas Plastis
Cara pengujian tanah kering yang lolos saringan No. 40 atau tanah
yang dipakai untuk menentukan batas cair diambil sebagian, ditaruh
pada mangkuk dan diberi air aquades serta diaduk sampai merata
setelah itu diambil sedikit dan ditaruh pada lempengan kaca terus
digililng-giling sampai tanah tersebut kelihatan retak-retak atau putus
pada 3 mm. Setelah itu tanah diambil dan ditaruh pada cawan
kemudian ditimbang dan dioven selama 24 jam ditimbang kembali.
e. Batas Susut
Cara pengujian batas susut adalah contoh tanah diambil sedikit taruh
pada cawan porselin kemudian diberi air sedikit sampai campuran
tanah tersebut dapat dicetak pada cawan penguap, setelah itu tanah
54
dicetak dan diketok-ketok untuk menghilangkan rongga udara yang
ada setelah itu ditimbang baru dioven selama 24 jam, setelah itu tanah
kering ditimbang kembali cawan kaca ditimbang siapkan air raksa
secukupnya taruh pada mangkok kaca yang bawahnya diberi juga
diberi alas untuk tempat air raksa nanti yang tumpah, tanah kita ambil
dan kita masukkan kedalam air raksa kemudian kita tekan dan gesergeser dengan lempengan kaca air raksa akan tumpah, air raksa yang
tumpah tersebut kita taruh pada cawan kaca yang sudah diketahui
beratnya dan kita timbang bersama air raksa yang tumpah tadi.
f. Distribusi Ukuran Butir Tanah.
Cara pengujian distribusi ukuran butir tanah adalah taruh contoh tanah
dalam tabung gelas, tuangkan sebanyak ± 125 cc larut air + reagen
yang telah disiapkan, tuangkan campuran tersebut ke dalam alat
pengaduk kemudian pindahkan suspensi ke gelas silinder pengendap.
Sediakan gelas silinder kedua yang diisi hanya dengan air destilasi.
Tutup gelas isi suspensi dengan tutup karet, kocok suspensi dengan
dengan membolak-balik vertical ke atas ke bawah selama 1 menit,
lakukan pembacaan hidrometri pada saat t = 2; 5; 30; 60; 250; 1440
menit (setelah t=0), setelah dibaca segera ambil hidrometri pelan-pelan
pindahkan ke dalam silinder kedua, dalam air kedua bacalah skala
hidrometri. Amati dan catat temperatur suspensi dengan mencelupkan
termometer, setelah pembacaan hidrometri tuangkan suspensi ke atas
saringan No. 200 seluruhnya, pindahkan butir-butir tanah yang
55
tertinggal pada suatu tempat, kemudian keringkan dalam oven
(temperatur 105˚-110˚), kemudian dinginkan dan timbang serta catat
berat tanah kering yang diperoleh, saring tanah tersebut dengan alat
saring yang ditentukan, timbang dan catat berat bagian tanah yang
tertinggal diatas tiap saringan.
g. Permeabilitas Tanah
Menurut persamaan Bernoulli tinggi energi total pada suatu titik
didalam air yang mengalir dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari
tinggi tekanan, tinggi kecepatan, dan tinggi elevasi.
Adapun beberapa cara untuk menentukan daya rembes suatu tanah,
salah satu diantaranya adalah pengujian permeabilitas. Pemeriksaan
ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat permeabilitas atau daya
rembes untuk tanah dengan menggunakan metode falling head
Analisa perhitungan jika diketahui : A = luas sampel (cm2), tinggi
(cm), waktu (detik), volume air (cc), dan temperatur (C°), diperoleh
rumus:
a.
Koefisien Permeabilitas
KT=
a.L
At
β„Žπ‘–
x ln [ ]
β„Žπ‘“
(7)
b. Koefisien Permeabilitas pada suhu 20°
ηT
K20 = KT [η20]
(8)
56
7.
Penyiapan Benda Uji
1. Siapkan contoh tanah yang kering udara dengan cara digemburkan,
apabila contoh tanah dalam kondisi basah, pengeringan dapat
dilakukan dengan mengangin-anginkan (air-dry) atau menggunakan
alat pengering yang dapat membatasi temperature contoh tanah sampai
dengan 60°C.
2. Ambil contoh tanah yang lolos saringan no 4 kemudian perksa kadar
airnya (w) dan disimpan dalam kantong pada temperature ruangan.
Berat contoh tanah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
standar pengujian yang akan diterapkan.
3. Siapkan sampel tanah lempung kepasiran untuk dilakukan pengujian
Scanning Electron Microscope (SEM) dan metode X-ray diffraction
(XRD) sebelum dicampur dengan larutan bakteri Bacillus subtilis.
4. Menyiapkan cetakan untuk proses biogrouting berdiameter 21/2” dan
panjang 6 cm untuk pengujian Permeabilitas.
5. Menyiapkan larutan sementasi
6. Menyiapkan larutan bakteri Baculius subtilis
57
3.5
Metode Analisis
Pada analisis data yang digunakan yaitu analisis terhadap data hasil uji di
laboratorium dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Analisi distribusi Butiran terhadap tanah yaitu melakukan analisi hasil
pengujian tanah di laboratorium dan klasifikasinya menurut klasifikasi
tanah.
2. Analisis kadar air dan berat jenis tanah lempung terhadap penggunaan
lapisan tanah dasar.
3. Analisis batas-batas konsistensi untuk menklasifikasikan hasil uji batas
cair dan batas plastis golongan tanah lempung terhadap analisis tanah
lempung plastis tinggi terhadap konstruksi jalan raya.
4. Analisis hasil pemadatan (Uji Proctor) Analisis hasil pemadatan tanah
asli dan variasi campuran asbuton dilakukan guna mengetahui nilai
kadar air optimum terhadap peningkatan kepadatan tanah dasar
(subgrade).
5. Analisa kandungan mineral pada tanah lempung kepasiran dengan
menggunakan pengujian X-ray diffraction (XRD).
6. Analisis hasil pengujian permeabilitas sebelum dicampurkan larutan
bakteri Bacillus subtilis.
7. Analisis biogrouting dengan persentase larutan baketri Bacillus subtilis
3 cc sampai 32 cc dengan masa pemeraman masing-masing 3, 7, 14,
21, dan 28 hari untuk masing-masing pengujian Permeabilitas
58
8. Analisis hasil pengujian hasil pengujian permeabilitas setelah
dicampurkan larutan bakteri Bacillus subtilis dengan pesentase dan
masa pemeraman yang telah ditentukan.
59
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Mekanis Tanah Lempung Kepasiran
Pengujian karakteristik fisis dan mekanis tanah dilakukan untuk
mengklasifikasi jenis tanah yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan
hasil pengujian di laboratorium diperoleh data-data karakteristik fisik dan
mekanik tanah.
No
Jenis Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan
Pengujian Karakterisitk Tanah Asli
1
Kadar Air (w)
43.40
2
Berat jenis (Gs)
2.70
3
Pemeriksaan Analisa Saringan
%
a. Berbutir Halus
57.5
%
b. Berbutir Kasar
42.5
%
a. Batas Cair ( LL )
45.97
%
b. Batas Plastis ( PL )
31.54
%
c. Index Plastis ( PI )
14.42
%
d. Batas Susut ( SL )
16.47
%
6
Berat isi
1.66
gram/cm³
7
Kompasi Standar
5
Atterberg
60
a.
1.328
b. Optimum Moisture Content (OMC)
gram/cm³
36
%
Tabel 4.1. Hasil pengujian sifat fisis tanah
1.
Sifat Indeks dan Teknis Tanah
a. Kadar Air
Dari hasil pemeriksaan kadar air sampel diperoleh kadar air alami/kadar
air natural 43.40 %.
b. Berat Jenis Spesifik
Dari hasil pemeriksaan berat jenis spesifikasi diperoleh nilai berat jenis
2,70.
c. Batas–batas Atterberg
ο‚· Batas Cair (Liquid Limit, LL)
Dari grafik hubungan jumlah ketukan dan kadar air diperoleh nilai batas
cair (LL) = 45.97 %
ο‚· Batas Plastis (Plastic Limit, PL)
Dari hasil pengujian diperoleh hasil batas plastis (PL) = 31.54 %.
Indeks plastisitas diperoleh dari selisih antara batas cair dan batas
plastis, rumus PI = LL – PL. Diperoleh nilai Indeks Plastisitas (PI) =
14.42%.
ο‚· Batas Susut (Shringkage Limit, SL)
Dari pengujian batas susut diperoleh nilai batas susut = 16.47%.
61
d. Analisa Gradasi Butiran
Dalam pelaksanaan pengujian gradasi yang dilakukan dengan pengujian
analisa saringan dan pengujian hidrometer di dapat hasil tanah tersebut
labih dari 50 % lolos saringan No. 200 yaitu 57,5 %. Tanah tersebut
merupakan tanah Berbutir Halus. Hal ini menunjukkan persentase butiran
halusnya cukup dominan. Menurut AASHTO tanah ini termasuk dalam
tipe A-7-5 jenis tanah berlempung dimana indeks plastisitasnya >11.
Peninjauan klasifikasi tanah yang mempunyai ukuran butir lebih kecil dari
0,075 mm, tidak didasarkan secara langsung pada gradasinya sehingga
penentuan klasifikasinya lebih didasarkan pada batas-batas Atterbergnya.
Gambar 4.1. Grafik analisa butiran tanah
62
e. Pemadatan
Pengujian pemadatan standar (proctor standard test) didapat hasil dari
grafis dimana kadar air optimum sebesar wopt = 36 % dan berat isi kering
maksimumnya dmaks = 1,328 gram/cm3.
Gambar 4.2. Grafik hubungan kadar air dan berat isi kering tanah asli
Klasifikasi Tanah
a. AASHTO (American Association of State Highway and Transportation
Officials)
Dari hasil pengujian analisa saringan berdasarkan presentase yang
lolos saringan No. 200 diperoleh hasil tanah tersebut lebih dari 50 % (> 35
%) sehingga tanah diklasifikasikan dalam kelompok tanah berlanau atau
berlempung (A-4, A-5, A-6, A-7).
63
Berdasarkan batas cair (LL) = 45,97 % dan Indeks plastisnya =
14,42 %, maka tanah tersebut masuk dalam kelompok A-7-5. Tanah yang
masuk kategori A-7-5 termasuk dalam klasifikasi tanah berlempung
dimana indeks plastisitasnya > 11.
b. USCS (Unified Soil Classification System)
Dari analisis saringan didapatkan tanah lolos saringan No. 200
lebih dari 50 % sehingga masuk ke dalam klasifikasi tanah berbutir halus.
Dengan Batas cair (LL) = 45,97 % dan Indeks Plastisitas (PI) = 14,42 %,
maka tanah tergolong dalam klasifikasi ML (Lempung pasir halus) dengan
sifat plastis tinggi
4.2 Scanning Electron Mikroscope (SEM)
Spectrum: test
Element
unn. C norm. C Atom. C Compound norm. Comp. C
Error (3 Sigma)
[wt.%] [wt.%] [at.%]
[wt.%]
[wt.%]
---------------------------------------------------------------------Oxygen
29.16
46.95
62.49
0.00
10.55
Silicon
13.59
21.89
16.59
SiO2
46.82
1.84
Aluminium 12.43
20.02
15.80
Al2O3
37.82
1.89
Potassium
0.64
1.02
0.56
K2O
1.23
0.16
Magnesium
0.72
1.16
1.01
MgO
1.92
0.22
Titanium
0.61
0.99
0.44
TiO2
1.65
0.17
Iron
4.81
7.74
2.95
FeO
9.95
0.54
Sulfur
0.15
0.24
0.16
SO3
0.61
0.11
---------------------------------------------------------------------Gambar
4.2 Hasil
Scanning
Electron Mikroscope (SEM)
Total:
62.10
100.00
100.00
64
Tanah lempung kepasi Dari hasil Scaning Elektron Mikroscope (SEM)
terlihat pada Gambar 4.2 didapatkan unsur-unsur mineral yang terkandung di
dalam tanah lempung kepasiran didapatkan nilai Oxygen = 46.95, Silicon =
21.89, Alumunium = 20.02, Potassium = 0.56, Magnesium = 1.16, Titanium =
0.44, Iron = 7.74, dan sulfur = 0.24.
4.3 Proses pencampuran Bakteri bacillus subtilis pada tanah lempung kepasiran
dengan menggunakan cara grouting.
Dalam proses stabilisasi tanah ini menggunakan metode grouting yaitu
dengan mencampurkan bakteri Bacillus subtilis dengan tanah lempung kepasiran.
Hal yang pertama dilakukan yaitu dengan mempersiapkan tanah lolos saringan 40
dan dioven selama 24 jam dengan suhu 180° ini bertujuan untuk membantu proses
pengeringan sehingga mendapatkan kadar air optimum.
Setelah itu tanah yang telah dikeringkan dicetak pada wadah
bardiameter dan tinggi dengan masing-masing cetakan untuk percobaan
Untuk pengujian Permeabilitas
Gambar 4.3 Cetakan Permeabilitas
65
Gambar 4.4 Tanah dan campuran bakteri
Pada cetakan kemudian diinjeksi larutan bakteri Bacillus subtilis dan larutan
sementasi sesuai dengan variasi yang telah ditentukan jumlah densitas bakteri
yang diinjeksi dari hasil penghitungan TPC ditampilkan pada Tabel 6 tabel ini
menunjukan bahwa jumlah bakteri yang diinjeksi adalah sebesar 4.3x107 cfu/ml.
4.4 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Mekanis Tanah
Pengujian Permeabiltas standar dilakukan guna mendapatkan nilai koefisien
rembesan tanah. Pengujian ini dilakukan setelah melakukan masa pemeraman
selama 3, 7, 14, 21, dan 28 hari dengan tanpa injeksi, 2x , 3x, dan 4x injeksi.
Besarnya Koefisien
Jumlah
Permeabilitas terhadap Waktu (cm/dtk )
Injeksi
3 Hari
7 Hari
14 Hari
21 Hari
28 Hari
0
2.49E-04
2.49E-04
2.49E-04
2.49E-04
2.49E-047
2
2.33E-04
2.03E-04
1.88E-04
1.74E-04
1.47E-04
3
1.34E-04
1.28E-04
1.13E-04
1.03E-04
8.51E-05
4
5.14E-05
1.49E-05
6.88E-06
5.89E-06
4.91E-06
Tabel 4.2 Koefisien Permeabilitas Tanah campuran Bakteri
66
KOEFISIEN PERMEABILITAS
(cm/det)
3.01E-04
2.51E-04
2.01E-04
4x Injeksi
1.51E-04
3x injeksi
1.01E-04
2x Injeksi
5.10E-05
Tanpa Injeksi
1.00E-06
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
HARI PEMERAMAN
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Koefisien Permeabiltas dan Masa Pemeraman
JUMLAH INJEKSI
KOEFISIEN PERMEABILITAS
(cm/det)
PERSENTASE
PENURUNAN (%)
0
2.49E-04
41.05520969
2
1.47E-04
42.09550375
KOEFISIEN PERMEABILITAS
(cm/det)
3
4
8.51E-05
94.23565208
4.91E-06
98.03253099
Tabel 4.3 Persentase penurunan koefisien permeabilitas
3.01E-04
2.51E-04
2.01E-04
28Hari
1.51E-04
21 Hari
1.01E-04
14 Hari
7 Hari
5.10E-05
3 Hari
1.00E-06
0
1
2
3
4
JUMLAH INJEKSI
5
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Koefisieien Permeabilitas dan Jumlah Injeksi
67
HARI
KOEFISIEN PERMEABILITAS
PERSENTASE
PEMERAMAN
(cm/det)
PENURUNAN (%)
3
5.14E-05
71.09049126
7
1.49E-05
53.71211025
14
6.88E-06
14.37232438
21
5.89E-06
16.75072912
28
4.91E-06
90.46100355
Tabel 4.4 Persentase penurun koefisien permeabilitas
KOEFISIEN PERMEABILITAS
GRAFIK PENGGABUNGAN
0.0003
y = -6E-05x + 0.0003
0.00025
JUMLAH INJEKSI
0.0002
MASA PEMERAMAN
0.00015
0.0001
0.00005
y = -1E-06x + 4E-05
0
-0.00005 0
10
20
30
Linear (JUMLAH
INJEKSI)
Linear (MASA
PEMERAMAN)
HARI PEMERAMAN DAN JUMLAH INJEKSI
Gambar 4.7 Grafik Penggabungan Hari Pemeraman dan Jumlah Injeksi
4.5 Hasil Scan Electron Microscope (SEM)
Ini adalah hasil dari scan electron microscope pada tanah lempung
kepasiran yang tanpa injeksi bakteri, 2x injeksi, 3x injeksi, dan 4x injeksi
dengan masa waktu pemeraman selama 28 hari. Diambil waktu yang paling
maksimum pemeraman dikarenakan hasil akan lebih maksimal
68
Gambar 4.6 Hasil SEM Tanah tanpa campuran bakteri
Gambar 4.7 Hasil SEM Tanah dengan penginjeksian bakteri
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil pengujian Plastisitas diperoleh batas cair (LL) = 45,97 % dan Indeks
plastisnya (IP) sebesar 14,42 %. Berdasarkan klasifikasi Unified dan
AASHTO jenis tanah tersebut maka kelompok OH dan kelompok A-7-5,
yaitu lempung organic dengan plastisitas sedang sampai tinggi dan tanah
yang masuk kategori A-7-5 termasuk dalam klasifikasi tanah berlempung
dimana indeks plastisitasnya > 11.
2. Penambahan bakteri bacillus di tanah lempung kepasiran dapat
menyebabkan tanah lempung kepasiran mengalami perubahan bentuk
menjadi lebih keras
3. Penambahan bakteri bacillus subtilis pada tanah lempung kepasiran
sebanyak 8 cc dengan waktu pemeraman 3 hari, yang dimana 1cc terdapat
1.109 coloni /ml bakteri belum mampu menghasilkan tanah lempung
kepasiran dengan hasil maksimal.
4. Penambahan bakteri dengan 32 cc atau 4x injeksi baktteri dengan waktu
pemeraman 28 hari, adalah hasil maksimum yang dapat dihasilkan dengan
menghasilkan nilai koefisien permeabilitas 4.91E-06. Dan nilai koefisien
permeabilitas tanpa injeksi bakteri adalah sebesar 2.49E-04
70
5. Dengan adanya penambahan bakteri maka nilai koefisien permeablitas
semakin kecil, dengan kata lain tanah lempung kepasiran semakin padat
dan bagus untuk dijadiakn tanah pondasi.
5.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah injeksi yang lebih
tinggi
dan
masa
pemeraman
yang
lebih
lama
dengan
menggunakan sampel yang mempunyai nilai kohesi kecil, agar
bias dijadikan sebagai bahan referensi untuk stabilisasi pondasi
selanjutnya.
2. Pengujian injeksi sebaiknya dilakukan di di Pusat Penelitian
Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), agar
hasil maksimal dapat diperoleh, karena tidak akan ada perlakuan
kepada tanah yang telah diberikan injeksi.
71
DAFTAR PUSTAKA
Akiyama Masaru, (2010), Microbially mediated sand solidification using calcium
phosphate compounds, Faculty of Engineering, Hokkaido University, Kata
13, Nishi 8, Kita-ku, Sapporo, Hokkaido 060-8628, Japan
Altschul SF, Thomas LM, Schaffer AA, Zhang J, Zhang Z, Miller W, Lipman DJ.
1997. Gapped BLAST and PSI-BLAST: a new generation of protein
database search programs. Nucleic Acids Res 25:3389-402
Biol. Biochem. 31: 1563-1571 (http://id.wikipedia.org/wiki/Bioremediasi)
Bowles, J.E. (1993), Alih Bahasa Ir.Johan Kelana Putra Edisi Kedua, Sifat-Sifat
Fisis Dan Geoteknis Tanah, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Brooker et al. (2008). Biology. McGraw-Hill. ISBN 978-0-07-110200-1
Chen, F.H. (1988), Foundation on Expansive Soils, American Elsevier Science
Publ., New york.
Das, Braja M. (1995), Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid
I, Erlangga, Jakarta.
Dejong, J.T,. B. M. Mortensen, B. C Martinez, D. C., Nelson . 2009. BioMediated
soil
improvement.
Ecol,
Eng.
Doi:
10.1016/j.ecolemg.2008.12.029.
Dejong, (2006), Microbially Induced Cementation to Control Sand Response to
Undrained
Shear.
JOURNAL
OF
GEOTECHNICAL
ANDGEOENVIRONMENTAL
ENGINEERING
©
ASCE
/
NOVEMBER 2006 / 1391
Hardiyatmo, C. H. (2010), Mekanika Tanah 1, Gadjah Mada University Press,
Jakarta.
Holtz, R.D., and Kovacs, W.D. (1981), An Introduction to Geotechnical
Engineering, Prentice Hall Civil Engineering and Engineering Mechanic
Series.
Karol, R.H.2003. Chemical Grouting and Soil Stabilization. New York. P558
Keyka A. Hamed, Huad. K. B Bujang, Asadi A, Kawasaki S (2011) ElectroBiogrouting abd Its challenges, Int. J. Electrochem. Sci., 7 (2012) 1196 –
1204.
72
L. Cheng, (2012), In-Situ Soil Cementation with Ureolytic Bacteria by Surfa
Percolation, Ecological Engineering, 42 . pp. 64-72.
Lisdiyanti P, Suyanto E, Ratnakomala S, Fahrurrozi, Sari N.M, Gusmawati F.N
(2011) Bacterial carbonate precipitation for biogrouting, Prosiding
Simposium Nasional Ekohidrologi, PP 219-232.
Lee, Young Nam. 2003. Calcite production by Bacillus amyloliquefaciens
CMB01.
Journal of Microbiology, Vol. 4, no. 4.
Suprapto H, 2011. Application Of Microbiology To Improve Mechanical
Properties Of Soil and Concrete. Faculty Of Engineering University
Indonesia.
Terzaghi, K dan R.B. Peck. (1987), Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa I,
Alih bahasa Bagus, W., dan K. Benny. Erlangga, Jakarta.
Van Paassen, LA, Biogrout, ground improvement by microbial induced carbonate
precipitation, 2009, Delft University of Technology, pp 202.
Wesley, L. D. (1977), Mekanika Tanah, Badan Penerbit Percetakan Umum,
Jakarta.
Wijngaarden V K.W M, Vermolen F.J, Meurs van M.A.G, Vuik C (2009)
Modelling Biogrout: a new ground improvement method based on
microbial induced carbonate precipitation, ISSN 1389-6520 Reports of the
Delft Institute of Applied Mathematics Delft 2009.
.
.
73
Download