analisis penggunaan koagulan poly aluminium chloride (pac)

advertisement
ANALISIS PENGGUNAAN KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE
(PAC) DAN KITOSAN PADA PROSES PENJERNIHAN AIR DI PDAM
TIRTA PAKUAN BOGOR
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Hardina Noviani
(062108038)
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2012
ANALISIS PENGGUNAAN KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE
(PAC) DAN KITOSAN PADA PROSES PENJERNIHAN AIR DI PDAM
TIRTA PAKUAN BOGOR
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan
Bogor
Disusun Oleh :
Hardina Noviani
(062108038)
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2012
Hardina Noviani. 062108038. 2012. Analisis Penggunaan Koagulan Poly
Aluminium Chloride (PAC) Dan Kitosan Pada Proses Penjernihan Air Di
PDAM Tirta Pakuan Bogor. Dibawah bimbingan Dra. Ardi Muharini, M.Si
dan Rinda Lilianti, S.T., M.Si
RINGKASAN
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi makhluk
hidup. Proses penjernihan air secara koagulasi dibutuhkan bahan kimia yang
disebut dengan koagulan. Koagulan digunakan untuk membantu terjadinya proses
koagulasi sehingga didapatkan endapan tersuspensi. Koagulan yang digunakan
PDAM adalah Poly Aluminium Chloride (PAC). Penelitian ini dilakukan
perbandingan antara koagulan PAC dan kitosan untuk mengetahui koagulan yang
paling baik digunakan untuk proses koagulasi.
Jar test dilakukan dengan memasukkan air baku yang telah diketahui
pHnya ke dalam 5 buah gelas piala masing-masing sebanyak 1L. Lima buah gelas
piala tersebut, dibubuhkan Poly Aluminium Chloride (PAC) 1% dan kitosan 1%
dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm. Alat jar test
dioperasikan dengan pengadukan cepat pada kecepatan putaran 160 rpm selama 1
menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat pada kecepatan 60 rpm selama
10 menit dan didiamkan agar terjadi sedimentasi. Selanjutnya masing-masing dari
gelas piala diambil air jernihnya dan dilakukan pengujian terhadap parameter
kekeruhan, pH, total zat padat terlarut (TDS) akhir setelah jar test.
Air baku sungai Cisadane sebelum jar test yang meliputi parameter
kekeruhan, pH, TDS, kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe) masih dalam batas
baku mutu berdasarkan SK. Gubernur No.6 Tahun 1999 dan Kep Menkes RI
No.416/Menkes/Per/XI/1990. Setelah jar test pada penambahan PAC optimum
pada konsentrasi 10 ppm dengan nilai 4,28 NTU. Penambahan kitosan tidak
terdapat konsentrasi optimum. Hal ini disebabkan karena penambahan kitosan
pada jar test tidak dapat menurunkan kekeruhan sesuai dengan baku mutu yang
telah ditetapkan yaitu 5 NTU. Koagulan kitosan baik digunakan untuk mengikat
logam seperti Cu, Pb, Fe, dan Ni. Koagulan kitosan tidak cocok untuk spesifikasi
air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor. Hal ini disebabkan karena air baku PDAM
Tirta Pakuan Bogor yang berasal dari sungai Cisadane tidak terkontaminasi oleh
logam berat. Biaya produksi yang dikeluarkan per bulan untuk PAC 10 ppm pada
kekeruhan 26,89 NTU sebesar Rp. 94.608.000,- dengan debit air limbah 1000
L/det, sedangkan untuk kitosan tidak dapat dihitung biaya produksinya karena
kitosan tidak terdapat konsentrasi optimum. Koagulan PAC lebih baik
dibandingkan dengan kitosan dari segi efisiensi dan ekonomi.
Kata Kunci : Air Alam, Proses Koagulan, Koagulan PAC, Koagulan Kitosan.
Hardina Noviani. 062108038. 2012. Analysis Using Poly Aluminium Chloride
Coagulant (PAC) and Chitosan In Water Purification Process In PDAM Tirta
Pakuan Bogor. Under The Guidance of Dra. Ardi Muharini, M.Si and Rinda
Lilianti, S.T., M.Si
SUMMARY
Water is a natural resource that is essential for living things. The water
treatment processes, coagulation takes a chemical called a coagulant. Coagulants
used to aid the coagulation process to obtain the suspended sediment. PDAM
used the coagulant is Poly Aluminium Chloride (PAC). This study conducted a
comparison between PAC and chitosan coagulant to find the best used coagulant
for the coagulation process.
Jar test has done by inserting the known raw water pH into 5 pieces each
beaker as 1L. Five pieces of beaker glass, affixed Poly Aluminium Chloride (PAC)
1% and chitosan 1% concentration of 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, and 25
ppm. The Jar test operated with rapid stirring at 160 rpm rotation speed for 1
minute, followed by slow stirring at a speed of 60 rpm for 10 minutes and be
allowed to happen sedimentation. Furthermore, each of the crystal clean water in
beaker glass took and was testing used parameter of turbidity, pH, total dissolved
solids (TDS) late after the jar test.
Cisadane river raw water before covering the jar test parameter of
turbidity, pH, TDS, hardness, and the determination of iron (Fe) content is well
within the standards by decree. Governor Kep 6 1999 and Menkes RI
No.416/Menkes/Per/XI/1990. Once the jar test in addition to the concentration of
10 ppm PAC optimum value 4.28 NTU. The addition of chitosan there is no
optimum concentration. It because the addition of chitosan on the jar test
turbidity can not be lowered in accordance with the standard set at 5 NTU. The
chitosan coagulant used binding metals such as Cu, Pb, Fe, and Ni. Chitosan
coagulant is not suitable for the specification of raw water of PDAM Tirta
Pakuan Bogor. It because the raw water of PDAM Tirta Pakuan Bogor from
Cisadane river is not contaminated by heavy metals. Production costs incurred
per month for PAC is 10 ppm at 26.89 NTU turbidity Rp. 94,608,000, - with waste
water discharge 1000 L/sec, while for chitosan production costs can not be
calculated because there is no optimum concentration of chitosan. The coagulant
of PAC better than chitosan in terms of efficiency and economy.
Keywords: Natural Water, Process Coagulant, Coagulant PAC, Coagulant
Chitosan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
pertolongan-Nya,
dalam
menyelesaikan
Skripsi
dengan
judul
“Analisis
Penggunaan Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Kitosan pada Proses
Penjernihan Air di PDAM Tirta Pakuan Bogor”. Skripsi ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Laboratorium Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Tirta Pakuan Bogor Indonesia di Jalan Cipaku. Skripsi ini disusun
sebagai kelengkapan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains,
Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Pakuan Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak H. Memet Gunawan, SE selaku Direktur Utama PDAM Tirta Pakuan
Bogor.
2.
Bapak Adi Gunadi, S.T selaku kepala bagian produksi PDAM Tirta Pakuan
Bogor.
3.
Ibu Dra. Ardi Muharini, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan
saran dalam pembuatan makalah hasil tugas akhir ini.
4.
Ibu Rinda Lilianti, S.T., M.Si selaku Pembimbing II yang telah berkenan
membimbing dan memberikan saran dalam proses penelitian dan pembuatan
makalah hasil tugas akhir ini.
5.
Ibu Dr. Prasetyorini selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Pakuan Bogor.
6.
Bapak Drs. Husain Nashrianto, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi
Kimia FMIPA Universitas Pakuan Bogor.
7.
Ibu Ade Heri Mulyati, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Kimia
FMIPA Universitas Pakuan Bogor.
8.
Seluruh karyawan khususnya di sub bagian Laboratorium dan pada umumnya
di bagian produksi yang telah membantu saat berjalannya penelitian ini.
9.
Orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil.
i
10. Kakak tercinta yang telah memberikan dukungan.
11. Teman-teman kimia 2008 yang telah berjuang bersama-sama (Dharma,
Shelvi, Oskar, Dea, Zaenal, Amen, Tiar, Siska, Retno, Kania, Desi, Griya,
Anggun, Agung, dan Deo).
Bogor , November 2012
Hardina Noviani
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2
Tujuan Penelitian ..................................................................... 2
1.3
Manfaat Penelitian .................................................................... 2
1.4
Hipotesis .................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air .................................................................................................. 3
2.2 Sumber Air ..................................................................................... 3
2.3 Baku Mutu Air ............................................................................... 4
2.4 Sistem Pengolahan Air ................................................................... 6
2.4.1 Sistem Pengolahan Air Lengkap .......................................... 6
2.4.2 Sistem Pengolahan Air Sederhana ....................................... 8
2.5 Proses Koagulasi ............................................................................ 8
2.5.1 Poly Aluminium Chlorida (PAC) ......................................... 9
2.5.2 Kitosan ................................................................................. 10
2.5.3 Spesifikasi Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan Kitosan .. 14
2.6 Analisis Parameter Pengujian ......................................................... 14
2.6.1 Jar Test ................................................................................. 14
2.6.2 Kekeruhan ............................................................................ 15
2.7 Parameter Pendukung ..................................................................... 15
2.7.1 pH ......................................................................................... 15
2.7.2 Total Zat Padat Terlarut (TDS) ............................................ 16
2.7.3 Kesadahan ............................................................................ 17
2.7.4 Besi (Fe) ............................................................................... 19
2.8 Alat Instrumen ................................................................................ 19
iii
2.8.1 Turbidimeter ......................................................................... 19
2.8.2 pH-meter............................................................................... 20
2.8.3 TDS-meter ............................................................................ 20
2.8.4 Spektrofotometer .................................................................. 21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian......................................................... 26
3.2 Alat.................................................................................................. 26
3.3 Bahan .............................................................................................. 26
3.4 Metode Percobaan............................................................................26
3.4.1 Jar Test ................................................................................. 27
3.4.2 Kekeruhan ............................................................................ 27
3.4.3 pH ......................................................................................... 28
3.4.4 Total Zat Padat Terlarut (TDS) ............................................ 28
3.4.5 Kesadahan ............................................................................ 28
3.4.6 Penetapan Kadar Besi (Fe) ................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Air Baku ........................................................................ 29
4.2 Karakteristik Air Baku Sungai Cisadane Sebelum Jar Test ........... 29
4.3 Karakteristik Air Baku Sungai Cisadane Setelah Jar Test ............. 30
4.4 Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kekeruhan ............................. 30
4.5 Hubungan Dosis Koagulan Dengan pH ......................................... 31
4.6 Hubungan Dosis Koagulan Dengan Total Zat Padat Terlarut
(TDS) .............................................................................................. 33
4.7 Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kesadahan ............................. 33
4.8 Hubungan Dosis Koagulan Dengan Penetapan Kadar Besi (Fe) ... 34
4.9 Biaya Produksi ............................................................................... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..................................................................................... 37
5.2 Saran ............................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 39
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Spesifikasi .......................................................................................... 10
Tabel 2. Kualitas Standar Kitosan .................................................................... 12
Tabel 3. Spesifikasi Koagulan PAC dan Kitosan............................................. 14
Tabel 4. Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan total padatan terlarut.... 17
Tabel 5. Tipe Air Berdasarkan Derajat Kesadahannya .................................... 18
Tabel 6. Karakteristik Air Baku Sungai Cisadane sebelum Jar Test ............... 29
Tabel 7. Hasil analisis air sungai Cisadane setelah jar test dengan PAC ......... 30
Tabel 8. Kebutuhan dan Biaya Produksi Koagulan ......................................... 36
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Reaksi Pembentukan Kitosan Dari Kitin ....................................... 13
Gambar 2. Reaksi Kelarutan Kitosan Dengan Asam Asetat ............................ 13
Gambar 3. Contoh Reaksi Kitosan Dalam Mengikat Logam .......................... 13
Gambar 4. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kekeruhan............................. 31
Gambar 5. Hubungan Dosis Koagulan Dengan pH ......................................... 32
Gambar 6. Hubungan Dosis Koagulan Dengan TDS ...................................... 33
Gambar 7. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kesadahan............................. 34
Gambar 8. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Penetapan Kadar Besi (Fe) ... 35
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Air di PDAM Tirta Pakuan
Bogor .......................................................................................... 41
Lampiran 2. Diagram Alir AnalisisJar Test ..................................................... 42
Lampiran 3. Instruksi Kerja Analisis Kekeruhan ............................................. 43
Lampiran 4. Instruksi Kerja Analisis Pengukuran Ph ...................................... 44
Lampiran 5. Instruksi Kerja Analisis Total Zat Padat Terlarut (TDS) ............ 45
Lampiran 6. Instruksi Kerja Analisis Kesadahan ............................................. 46
Lampiran 7. Instruksi Kerja Analisis Besi (Fe) ............................................... 47
Lampiran 8. Contoh Perhitungan Kesadahan .................................................. 48
Lampiran 9. Kurva Standar Penetapan Kadar Besi (Fe) .................................. 49
Lampiran 10. Baku Mutu SK. Gubernur No.6 Tahun 1999 ............................ 50
Lampiran 11. Perhitungan Biaya Produksi ...................................................... 51
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan primer manusia dan kebutuhan mahluk hidup
lainnya. Fungsi air bagi mahluk hidup antara lain sebagai bahan pelarut dan
sebagai bahan pendispersi berbagai senyawa yang ada di dalam bahan makanan.
Kehidupan sehari-hari air banyak digunakan oleh manusia, antara lain untuk
keperluan air minum, air pencuci, kegiatan rumah tangga, mandi, bersih-bersih,
dan wudhlu.
Air berasal dari air hujan, air permukaan, air tanah, dan mata air. Namun,
sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya industrialisasi di
beberapa wilayah terjadi kesulitan untuk pemenuhan kebutuhan air. Kesulitan
akan kebutuhan air ini terletak pada kuantitasnya, dan pada kualitas air tersebut.
Air yang dibutuhkan manusia adalah air sehat yang memiliki beberapa kriteria di
antaranya bebas dari bakteri, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, dan bebas
dari zat beracun.
Kebutuhan air bersih perlu dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu
agar air tersebut layak dan aman untuk dikonsumsi masyarakat. Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bogor merupakan perusahaan yang
memproduksi air bersih khususnya air minum untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat di Kota Bogor. Sumber air yang digunakan PDAM adalah sumber air
permukaan yang berasal dari air sungai Cisadane. Metode pengolahan air yang
dilaksanakan di PDAM Kota Bogor adalah metode pengolahan secara lengkap
yang dimulai dengan intake, proses penyaringan awal, prasedimentasi, koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, aerasi, filtrasi, desinfeksi, dan reservoar. Proses
pengolahan ini bertujuan untuk menjernihkan air baku, membebaskan dari bau
dan rasa, mengurangi efek korosi pada pipa serta menghilangkan bakteri patogen.
Setiap tahapan proses pengolahan terjadi perbaikan atau penghilangan unsur
padatan dan kimia yang terkandung dalam air baku.
1
2
Koagulan digunakan untuk membantu terjadinya proses koagulasi
sehingga didapatkan endapan tersuspensi. Koagulan yang digunakan PDAM
adalah Poly Aluminium Chloride (PAC).
Bahan kimia yang digunakan sebagai koagulan hendaknya mudah
didegradasi, tidak mengakibatkan efek atau pengaruh tambahan, tidak beracun,
anti mikroba dan aman bagi lingkungan. Salah satu contoh koagulan yang
memenuhi kriteria tersebut adalah kitosan. Kitosan merupakan biopolimer alam
yang bersifat polielektrolit-kationik yang berpotensi tinggi untuk penyerapan
logam dengan mudah terbiodegradasi serta tidak beracun. Muzarelli (1977)
melaporkan bahwa kitosan sudah pernah digunakan untuk menyerap logam seperti
Cu, Pb, Fe, Ni, dan semua logam tersebut didapati mudah terserap dengan baik.
Diharapkan kitosan dapat dijadikan alternatif sebagai koagulan dalam proses
penjernihan air secara koagulasi.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui koagulan yang paling baik
digunakan untuk proses koagulasi, antara Poly Aluminium Chloride (PAC) dan
kitosan serta mencari dosis optimum dari kedua koagulan tersebut.
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
koagulan yang paling baik digunakan dalam proses koagulasi, antara Poly
Aluminium Chloride (PAC) dan kitosan.
1.4. Hipotesis
PAC akan lebih baik digunakan sebagai koagulan dalam proses
penjernihan air di PDAM dibandingkan dengan kitosan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua mahluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus
dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta mahluk hidup
yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara
bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun
generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus
ditanamkan pada segenap pengguna air. (Effendi, 2003)
Pencemaran air adalah penyimpangan sifat air dari keadaan normal, bukan
dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat
dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar.
Misalnya, walaupun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan
udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun di atasnya
selalu mengandung bahan terlarut, seperti CO2, O2 dan N2 serta bahan tersuspensi
misalnya debu dan partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfir
(Kristanto, 2002).
2.2. Sumber Air
Air di bumi mengalami siklus hidrologi yang berlangsung terus menerus,
sehingga mahluk hidup tidak kekurangan air. Siklus hidrologi menghasilkan
berbagai macam sumber air, sehingga mahluk hidup menggunakan air dari sumber
air yang berbeda. Sumber air terbagi menjadi 4, yaitu:
a. Air Hujan
Air hujan adalah air yang menguap karena panas dan kemudian
mengembara di udara. Saat mengembara tersebut, uap air bercampur dan
melarutkan gas oksigen, nitrogen, karbondioksida, debu, dan senyawa yang
terdapat dalam udara. Jadi, kualitas air hujan akan banyak dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan (Effendi, 2003).
3
4
b. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan
badan air lain yang tidak memiliki infiltrasi ke bawah tanah. Jumlah air
permukaan diperkirakan hanya 0,35 juta km3 atau hanya sekitar 1% dari air tawar
yang ada di bumi. Air permukaan berasal dari aliran langsung air hujan, lelehan
salju, dan aliran yang berasal dari air tanah. Air permukaan pada umumnya
merupakan air baku utama bagi produksi air minum di daerah perkotaan (Effendi,
2003).
c. Air Tanah
Air tanah merupakan sumber air tawar terbesar di planet bumi, mencakup
kira-kira 30% dari total air tawar atau 10,5 juta km3. Akhir-akhir ini pemanfaatan
air tanah meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa tempat tinggal
eksploitasinya sudah sampai tingkat yang membahayakan. Air tanah biasanya
diambil, baik untuk sumber air bersih maupun untuk irigasi, melalui sumur
terbuka, sumur tabung, spring, atau sumber horizontal (Effendi, 2003).
Air tanah banyak mengandung mineral yang terlarut seperti ion
magnesium, kalsium, serta anion seperti karbonat, bikarbonat, sulfat dan klorida.
Kandungan mineralnya tergantung kedalaman air tanah itu sendiri, semakin dalam
maka kandungan mineralnya akan semakin tinggi.
d. Mata Air
Umumnya mata air dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu mata air karang
dan mata air tanah, tergantung pada letak sumber airnya. Sebaiknya mata air juga
dijaga jangan sampai ada air dari luar yang masuk ke dalam daerah mata air
karena dapat mencemarinya (Effendi, 2003).
2.3. Baku Mutu Air
Baku mutu air adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau
komponen lainnya yang harus ada atau unsur pencemar yang ada dalam air pada
sumber air tertentu sesuai peruntukannya, misalnya air bersih, air minum, air
baku, keperluan untuk pertanian, dan prasarana untuk rekreasi air. Sebagai salah
satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, kita tidak dapat
mengabaikan kualitas air yang digunakan.
5
Kualitas air yang digunakan sebagai air minum sebaiknya memenuhi
persyaratan secara fisik, kimia dan mikrobiologi. Standarisasi kualitas air
bertujuan untuk memelihara, melindungi dan mempertinggi derajat kesehatan
masyarakat, terutama dalam pengolahan air atau kegiatan usaha mengolah dan
mendistribusikan air minum masyarakat umum (Kusnaedi, 2002). Persyaratan
tersebut meliputi :
1. Persyaratan Fisik
Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan fisik seperti berikut
ini :
a. Jernih atau tidak keruh. Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran
koloid dari bahan tanah liat.
b. Tidak berwarna. Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang
berwarna berarti mengandung bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.
c. Rasanya tawar. Air yang terasa manis, pahit atau asin menunjukkan bahwa
kualitas air tersebut tidak baik.
d. Tidak berbau. Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jarak
jauh maupun dekat.
e. Temperatur normal. Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan
temperatur udara (20 - 26°C).
f. Tidak mengandung zat padatan. Air minum yang baik tidak boleh
mengandung zat padatan yang terapung di dalam air.
2. Persyaratan Kimia
Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia sebagai
berikut :
a. Mempunyai pH netral. Derajat keasaman air minum harus netral, tidak boleh
bersifat asam maupun basa.
b. Tidak mengandung bahan kimia beracun. Air yang berkualitas baik tidak
mengandung bahan kimia beracun, seperti sianida, sulfida, fenolik.
c. Tidak mengandung garam atau ion logam. Air yang berkualitas baik tidak
mengadung garam atau ion logam, seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Mn, Cl,
dan Cr.
6
d. Kesadahan rendah. Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam yang
terlarut di dalam air terutama garam Ca dan Mg.
3. Persyaratan Mikrobiologis
Persyaratan mikrobiologis yang harus dipenuhi oleh air adalah sebagai
berikut :
a. Tidak mengandung bakteri patogen, misalnya bakteri golongan coli,
salmonellatyphi, dan vibrio chlotera.
b. Tidak mengandung bakteri non patogen, diantaranya actinomycetes,
phytoplankton coliform, dan cladocera.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat
No. 6 Tahun 1999, untuk memenuhi baku mutu limbah cair kadar parameter
limbah tidak diperbolehkan dicapai dengan cara pengenceran dengan air yang
secara langsung diambil dari sumber air. Baku mutu SK.Gubernur No.6 Tahun
1999 dapat dilihat pada lampiran 9.
2.4. Sistem Pengolahan Air
Sistem pengolahan air adalah proses yang dilakukan untuk menjernihkan
air baku, membebaskan dari bau dan rasa, mengurangi efek korosi pada pipa serta
menghilangkan bakteri patogen sehingga didapatkan air bersih.
Air baku yang digunakan PDAM Tirta Pakuan Bogor berasal dari sumber
mata air (Kota Batu, Tangkil, dan Bantar Kambing) dan air permukaan (air sungai
Cisadane). Proses yang dilakukan PDAM Tirta Pakuan terbagi menjadi dua, yaitu
sistem pengolahan air lengkap dan sistem pengolahan air sederhana.
2.4.1. Sistem Pengolahan Air Lengkap
Sistem pengolahan air yang dilakukan PDAM Tirta Pakuan Bogor
merupakan sistem pengolahan lengkap yang dimulai dengan intake, penyaringan
awal, prasedimentasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, aerasi, filtrasi, desinfeksi,
dan reservoar. Setiap proses pengolahan memiliki tujuan dan kegunaan tersendiri.
a. Intake : intake merupakan sebuah bangunan yang berfungsi untuk menyadap
air baku yang akan diolah menjadi air minum. Proses pengambilan air baku
7
dari sungai Cisadane dilakukan di Water Intake Station yang terletak disekitar
sungai Cisadane.
b. Penyaringan awal : Air baku yang digunakan tidak terlepas dari bahan
pengotor. Oleh karena itu sebelum mengalami proses pengolahan lebih lanjut
perlu dilakukan penyaringan awal yang bertujuan untuk menghilangkan benda
kasar yang terapung seperti sampah daun, ranting, dan plastik, sehingga dapat
memperlancar proses pengolahan selanjutnya. Penyaringan awal dipasang di
depan pompa intake dengan menggunakan trails.
c. Prasedimentasi : Prasedimentasi atau disebut juga pengendapan awal
berfungsi untuk mengendapkan partikel berukuran besar, seperti batu dan pasir.
Tujuan dari proses ini adalah untuk memperoleh air baku dengan nilai
kekeruhan yang tidak terlalu tinggi, sehingga akan mudah dalam proses
pengolahannya menjadi air bersih.
d. Koagulasi : Koagulasi adalah proses pencampuran koagulan dan air baku serta
pengadukan secara cepat di dalam suatu wadah atau tempat agar diperoleh
suatu campuran koagulan dan air baku yang diolah secara merata sehingga
proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata. Koagulan
yang digunakan PDAM Tirta Pakuan adalah Poly Aluminium Chloride (PAC).
e. Flokulasi : Flokulasi adalah proses pengadukan lambat agar campuran
koagulan dan air baku yang telah merata membentuk gumpalan atau flok dan
dapat mengendap dengan cepat.
f. Sedimentasi : Sedimentasi merupakan suatu proses pengendapan partikel yang
sudah menggumpal (menjadi flok) dan dilakukan pada bak sedimentasi. Bak
sedimentasi dilengkapi dengan sekat kemiringan 450 dan aliran air dibuang
tenang dengan aliran bawah keatas. Setelah floknya diendapkan, pada bagian
atas akan diperoleh air jernih dan dialirkan pada saluran dibagian permukaan
bak sedimentasi.
g. Aerasi : Aerasi adalah proses kontak air dengan udara bebas yang bertujuan
untuk mengurangi kadar CO2 dan menambah kandungan O2 di dalam air.
Pengurangan CO2 dimaksudkan untuk menaikkan pH air sehingga sifat korosif
dari air dapat dikurangi atau dihilangkan. Proses aerasi juga bertujuan untuk
mengurangi rasa dan bau yang ditimbulkan oleh zat organik yang
8
terdekomposisi atau sisa hasil metabolisme mikroba. Selain itu juga berfungsi
untuk mengendapkan ion logam seperti mangan dan besi (Winarno, 1986).
Proses aerasi yang digunakan di PDAM Tirta Pakuan adalah aerasi air terjun.
h. Filtrasi : Filtrasi adalah suatu proses penyaringan dengan menggunakan media
pasir. Proses ini bertujuan untuk menyaring flok yang sangat kecil yang tidak
dapat mengendap secara gravitasi pada proses sedimentasi. Air yang akan
disaring kemudian dialirkan ke bawah melalui pasir kerikil dan dikumpulkan
ke dalam bak penampungan yang dihubungkan dengan penampungan bak air
bersih.
i. Desinfeksi : Desinfeksi adalah suatu proses penghilangan mikroorganisme
patogen yang dapat membahayakan kesehatan bagi manusia. Proses ini
bertujuan untuk menghilangkan bakteri patogen dan mikroorganisme lainnya
yang terdapat dalam air. Desinfeksi perlu diperhatikan khusus untuk
menghindari terjadinya penambahan dengan dosis berlebihan yang dapat
membahayakan kualitas air. Proses desinfeksi PDAM Tirta Pakuan
menggunakan gas klor sebagai desinfektan sehingga prosesnya disebut dengan
klorinasi.
j. Reservoar : Reservoar adalah tempat penampungan air bersih sebelum
didistribusikan ke konsumen. Reservoar berfungsi untuk penyimpanan,
pemerataan aliran dan tekanan akibat variasi pemakaian di dalam daerah
distribusi, dan sebagai distributor atau sumber pelayanan dalam daerah
distribusi.
2.4.2. Sistem Pengolahan Air Sederhana
Sistem pengolahan air sederhana dilakukan pada sumber mata air. Air
baku hanya melalui proses netralisasi dengan penambahan soda abu dan proses
desinfeksi sehingga langsung didistribusikan ke konsumen.
2.5. Proses Koagulasi
Koagulasi adalah proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan
partikel yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (Watanabe &
Ushiyama, 2000). Partikel ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani
9
secara fisik. Penambahan koagulan akan mendestabilisasi partikel sehingga
terbentuk mikroflok. Mikroflok tersebut kemudian digumpalkan menjadi
makroflok yang dapat diendapkan melalui proses flokulasi. Proses penggumpalan
ini tergantung pada waktu dan pengadukan lambat dalam air. Umumnya periode
flokulasi akan terjadi selama 10-30 menit setelah proses koagulasi. Semakin cepat
waktu pencampuran (mixing) maka flok yang terbentuk semakin besar. Koagulasi
umumnya mempunyai derajat agregasi yang tinggi dan mempermudah mekanisme
netralisasi. Kinerja dari koagulasi dan flokulasi bergantung pada banyak faktor,
beberapa diantaranya saling berkaitan sehingga akan menyulitkan optimalisasi.
Karakteristik dari sumber air, kondisi pengadukan, waktu flokulasi, bahan kimia
yang dipilih, dan penambahannya pada proses koagulasi akan mempengaruhi
kinerja dari koagulasi. Koagulan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Poly
Aluminium Chloride (PAC), Kitosan, Ferro Sulfat, Ferri Sulfat, Ferro Klorida,
Ferri Klorida, dan Aluminium Sulfat. Optimalisasi pH perlu dilakukan untuk
memastikan nilai pH yang diterima dalam sistem distribusi dari koagulan
sehingga proses koagulasi berjalan dengan baik. Nilai pH untuk proses koagulasi
beragam, bergantung pada koagulan dan karakteristik air yang dipilih. Sebagai
contoh, pH optimum untuk aluminium sulfat 5,5-7,5, untuk garam besi 5,0-8,5,
sedangkan pH optimum untuk kitosan adalah pH 5 (Roussy et al., 2005).
2.5.1. Poly Aluminium Chloride (PAC)
PAC adalah garam dasar khusus aluminium klorida yang dirancang untuk
memberikan daya koagulasi dan flokulasi yang lebih kuat dan lebih baik daripada
aluminium biasa dan garam besi. PAC digunakan juga di Negara Jepang, Inggris,
Italia, dan Amerika Serikat. Secara umum PAC dapat digunakan untuk mengolah
air permukaan maupun air tanah untuk memperoleh air bersih ataupun air minum.
PAC mempunyai rumus Alm(OH)nCl(3m-n). PAC mempunyai derajat polimerisasi
yang tinggi, suatu bentuk polimer anorganik dengan bobot molekul yang besar.
PAC sangat baik digunakan untuk air yang mempunyai alkalinitas rendah yang
membutuhkan penghilangan warna dan waktu reaksi cepat. Bentuk PAC dapat
berupa cairan jernih kekuningan atau serbuk berwarna kekuningan. PAC
mengandung Al2O3 sebanyak 10-12% dan kandungan basa minimal 50%.
10
Tabel 1. Spesifikasi PAC
Nama Kode
PAC 250A
PAC 250AD
Al2O3 (%)
10,3 ± o,3
Min 30,0
Fe (%)
Maks 0,006
Maks 0,03
As (ppm)
Maks 0,5
Maks 20
Mn (ppm)
Maks 10
Maks 75
Cd (ppm)
Maks 0,3
Maks 6
Pb (ppm)
Maks 1,0
Maks 30
Hg (ppm)
Maks 0,1
Maks 0,6
Cr (ppm)
Maks 1,0
-
Basicity (%)
51,0 ± 4,0
50,0 ± 5,0
Specific Gravity (250C)
1.204 ± 0,004
0,85 ± 0,05
2,6 ± 0,3
-
4,1 ± 0,5
-
4,0 ± 0,5
-
-12,0 ± 1,0
-
0
pH (25 C)
1 w/v soln. pH
0
Fiskositas (cp, 25 C)
0
Freezing Point ( C)
Beberapa keunggulan PAC adalah selain sangat baik untuk menghilangkan
kekeruhan dan warna, juga efektif pada tingkat pH yang luas, aktifitas tidak
dipengaruhi oleh suhu, kekeruhan tidak akan bertambah meski dengan dosis yang
berlebihan, pemakaian bahan pembantu lebih kecil, penghematan dalam
penggunaan bahan netralisasi, bereaksi lebih cepat. Penentuan dosis pemakaian
koagulan dapat ditentukan dari nilai kekeruhan, pH, dan waktu sedimentasinya.
Kekeruhan merupakan faktor penentu pemilihan dosis pemakaian. Berdasarkan
peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/MENKES/Per/IX/1990
tentang syarat dan pengawasan kualitas air bersih, nilai kekeruhan yang ditetapkan
yaitu maksimal 25 NTU. Hal ini dilakukan karena setelah proses koagulasi,
flokulasi, dan sedimentasi masih ada proses lain yang dapat menurunkan
kekeruhan yaitu proses penyaringan. Hal ini akan menghemat pemakaian
koagulan sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih rendah.
[Al2(OH)5]Cl +H2O → 2 Al(OH)3 + HCl
2.5.2. Kitosan
Kitosan (C6H11NO4) merupakan polimer dengan nama kimia 2-amino-2deoksi-D-glukosa, mengandung gugus amino bebas dalam rantai karbonnya dan
11
bermuatan positif. Gugus amina bebas inilah yang banyak memberikan kegunaan
bagi kitosan. Kitosan berbentuk padatan amorf, merupakan salah satu dari sedikit
polimer alami yang berbentuk polielektrolit kationik dalam larutan asam organik
(Hirano, 1986).
Kitosan dapat diperoleh dari kitin melalui proses deastilasi. Ekstraksi kitin
dari kulit udang dilakukan dalam 2 tahap, yaitu deproteinasi yang bertujuan untuk
menghilangkan protein yang terdapat dalam kulit udang, dan demineralisasi yang
bertujuan untuk menghilangkan mineral yang terkandung dari kulit udang
(Suptijah et al., 1992).
Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, semakin kuat
interaksi ikatan hidrogen dan ion dari kitosan, dan kitosan yang bermuatan positif,
berlawanan dengan polisakarida alam lainnya.
Kitosan mempunyai potensi untuk digunakan dalam industri dan bidang
kesehatan. Beberapa kegunaan kitosan antara lain sebagai.
1. Membran penukar ion
2. Bahan pemurni air
3. Bahan baku benang untuk operasi plastik/bedah
4. Bahan powder untuk sarung tangan pembedahan
5. Koagulan dan flokulan
Penggunaan kitosan tergantung dari kualitasnya. Sebagai contoh kitosan
dengan kualitas rendah dapat digunakan pada pemrosesan limbah cair industri,
sedang kitosan dengan kemurnian tinggi dibutuhkan dalam bidang kesehatan,
seperti bahan obat-obatan. Sebagai bahan pemrosesan limbah cair, kitosan mampu
menurunkan kadar COD, BOD, padatan tersuspensi, warna, kekeruhan dan
mampu mengikat logam berat seperti Fe, Cu, Cd, Hg, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, dan Zn.
Kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik, pengkhelat
dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat (Knorr, 1982). Gugus amino
bebas inilah yang memberikan banyak kegunaan pada kitosan (Ornum, 1992).
Sifat kitosan hanya dapat larut dalam asam encer, seperti asam asetat,
asam format, asam sitrat, kecuali kitosan yang sudah disubstitusi dapat larut
dengan air. Adanya gugus karboksil dalam asam asetat akan memudahkan
12
pelarutan kitosan karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus karboksil
dengan gugus amina dari kitosan (Dunn et al., 1997).
Kualitas kitosan tergantung pada beberapa parameter, misalnya untuk
kitosan kualitas komersil disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kualitas Standar Kitosan
Sifat – sifat Kitosan
Nilai yang dikehendaki
Ukuran partikel
butiran – bubuk
Kadar Air (% W/W)
< 10%
Kadar Abu (% W/W)
>2%
Warna Larutan
Jernih
Derajat deasetilasi
> 70
Viskositas
• rendah
< 200 (cps)
• sedang
200 – 799 (cps)
• tinggi
800 – 2.000 (cps)
• paling tinggi
>2000 (cps)
sumber : Protan Laboratories Inc
Kelarutan kitosan dalam asam asetat dipengaruhi oleh suhu dan lamanya
perendaman dalam NaOH. Asam asetat tergolong asam lemah golongan asam
karboksilat yang mengandung gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil
mengandung sebuah gugus karbonil dan gugus hidroksil. Titik didihnya mencapai
1180C dan baunya sangat tajam (Fessenden & Fessenden, 1986).
Adapun dalam larutan asam, gugus amina bebas sangat cocok sebagai
polikationik untuk mengkhelat logam atau membentuk dispersi. Oleh karena itu,
dalam larutan asam kitosan akan menjadi polimer dengan struktur lurus sehingga
sangat berguna untuk flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi enzim (Omum,
1992). Gugus amina bebas dari kitosan dalam suasana asam akan terprotonasi
membentuk gugus amino kationik (NH3+). Kation dalam kitosan tersebut jika
bereaksi dengan polimer anionik akan membentuk kompleks elektrolit (Sanford,
1989).
13
CH2OH
CH2OH
O
H
H
OH
H
H
NHCOCH3
O
H
+ NaOH
OH
H
H
NH2
Kitin
O
H
+ CH3 – C - ONa
Kitosan
Gambar 1. Reaksi pembentukan kitosan dari kitin.
CH2OH
CH2OH
O
H
OH
H
H
NH2
H
H
+ CH3COOH
O
OH
H
H
NH3 +
H
+ CH3COO-
Gambar 2. Reaksi kelarutan kitosan dengan asam asetat.
CH2OH
CH2OH
O
H
+ Cu
OH
H
O
H
H
H
2+
OH
H
NH3 +
H
Gambar 3. Contoh reaksi kitosan dalam mengikat logam.
H
H-N+-Cu
+ 2H +
14
2.5.3. Spesifikasi Koagulan Poly Aluminium Cholrida (PAC) dan Kitosan
Tabel 3. Spesifikasi Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Kitosan
Poly Aluminium Chloride (PAC)
a. PAC merupakan senyawa polimer
anorganik.
b. PAC berbentuk cairan berwarna
kuning.
c. PAC dapat larut dalam air.
d. PAC efektif pada tingkat pH yang
luas dengan range pH 4-10.
e. Penambahan PAC dapat
Kitosan
a. Kitosan merupakan senyawa
polimer organik.
b. Kitosan berbentuk padatan amorf
berwarna kuning.
c. Kitosan larut dalam larutan asam
asetat.
d. Kitosan efektif pada pH 5.
e. Penambahan kitosan
mempercepat pengendapan zat
membutuhkan waktu yang lebih
terlarut pada proses koagulasi.
lama dibandingkan PAC untuk
f. Jika penambahan PAC berlebihan
menghasilkan pengendapan zat
tidak akan menambah nilai
kekeruhan dan menurunkan nilai
terlarut dalam proses koagulasi.
f. Jika penambahan kitosan
pH secara drastis, tetapi akan
berlebihan, akan menambah nilai
beracun dan menyebabkan
kekeruhan dan menurunkan nilai
penyakit.
pH secara drastis namun tidak
g. Pemakaian PAC lebih efisien
dibandingkan dengan pemakaian
kitosan.
beracun, dan ramah lingkungan.
g. Kitosan mampu mengikat logam
berat seperti Fe, Cu, Cd, Hg, Pb,
Cr, Ni, Mn, Co, dan Zn.
2.6. Analisis Parameter Pengujian
2.6.1. Jar Test
Jar test atau uji jar merupakan metode standar yang digunakan untuk
menguji proses koagulasi (Gozan dkk, 2006). Data yang didapat dengan
melakukan jar test antara lain dosis optimum penambahan koagulan, lama
pengendapan serta volume endapan yang terbentuk. Jar test yang dilakukan adalah
untuk membandingkan kinerja koagulan yang digunakan untuk mendapatkan
padatan yang tersuspensi yang terdapat pada air sungai di Cisadane.
15
Pelaksanaan jar test ini dilakukan agar diketahui titik kekeruhan akhir pada
penambahan kedua koagulan yang sesuai dengan baku mutu air bersih yang
ditetapkan oleh Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990. Konsentrasi
koagulan yang optimum dapat ditentukan berdasarkan hasil jar test, yaitu
konsentrasi yang memberikan kekeruhan akhir tepat dibawah 5 NTU, bukan
kekeruhan terendah (SOP Lab PDAM Tirta Pakuan, 2011).
2.6.2. Kekeruhan
Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan tersuspensi yang bervariasi dari
ukuran kolodial sampai dispersi kasar, tergantung dari derajat turbulensinya.
Ketika banjir, sejumlah besar tanah lapisan atas mengalir ke dalam sungai.
Kebanyakan bahan ini berupa zat anorganik dan organik. Pengukuran kekeruhan
membantu menentukan jumlah bahan kimia yang dibutuhkan dalam pengolahan
air. Pengukuran air sebelum penyaringan berguna untuk mengontrol dosis dan
bahan kimia yang digunakan, sedemikian rupa sehingga air ini masih dapat
disaring dengan saringan pasir. Nilai kekeruhan pada hasil saringan juga dapat
membantu melakukan pengecekan adanya kesalahan selama proses penyaringan
(Saeni, 1989).
Kekeruhan diukur dengan metode Nephelometric. Prinsip metode ini,
intensitas cahaya yang dihamburkan oleh sampel air dibandingkan dengan
intensitas cahaya yang dihamburkan oleh suspensi polimer formazin sebagai
larutan standar. Satuan unit kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric
adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit) (Effendi, 2003).
2.7. Parameter Pendukung
2.7.1. pH
Nilai pH mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan
merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Adanya karbonat,
hidroksida, dan bikarbonat menaikkan kesadahan air. Sementara adanya asam
mineral bebas dan asam bikarbonat menaikkan keasaman.
Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman
atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7
16
dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi
perairan bersifat basa (Effendi, 2003).
Nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air termasuk zat
yang secara kimia maupun biokimia tidak stabil, maka penentuan pH harus
dilakukan setelah pengambilan sampel.
Penggunaan PAC sebagai koagulan, pH air hasil pengolahan tidak
mengalami penurunan yang sangat drastis. Penggunaan kitosan sebagai koagulan
akan menurunkan pH hasil pengolahan secara drastis. Hal ini disebabkan karena
kelarutan kitosan dalam larutan asam asetat.
2.7.2. Total Zat Padat Terlarut (TDS)
Total padatan tersuspensi adalah bahan tersuspensi (diameter >1μm) yang
tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TDS terdiri atas
lumpur dan pasir halus serta jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan
tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi
ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan
menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan
menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai
makanan.
Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan
melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke
dalam badan air, sehingga mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan
tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut
dalam badan air. Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu
biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Menurut padatan
tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga
mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan kekeruhan air juga
semakin meningkat (Fardiaz, 1992). Peningkatan kandungan padatan tersuspensi
dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik, sehingga
kedalaman perairan produktif menjadi turun (Nybakken, 1992).
Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan
tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air,
17
buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan
tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu
pengendapan dan pembusukan bahan organik dapat mengurangi nilai guna
perairan.
Total padatan terlarut merupakan bahan terlarut dalam air yang tidak
tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm. Padatan ini
terdiri dari senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan
garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion
yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung
molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan
rumah tangga dan industri pencucian.
Ion pembentuk zat padat terlarut pada dasarnya adalah karbonat,
bikarbonat, klorida, sulfat, natrium sulfat, kalium, dan magnesium. Jumlah
padatan terlarut berpengaruh terhadap kualitas air seperti rasa, kesadahan, sifat
korosif dan tendensi terhadap pelapisan atau pembentukan kerak. Penetapan ini
dilakukan dengan alat TDS-meter yang konsentrasi pengukurannya dinyatakan
dalam mg/L.
Carter dan Hill (1981) dalam Panji (1999) menyatakan bahwa berdasarkan
parameter TDS, kualitas air dapat digolongkan pada beberapa kriteria.
Tabel 4. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Total Padatan Terlarut.
Kandungan total padatan terlarut (mg/L)
Kriteria kualitas air
<4
Sangat baik
4-10
Baik
10-25
Sedang
15-20
Buruk
20-35
Sangat buruk
Sumber : Carter dan Hill (1981)
2.7.3. Kesadahan
Air sadah adalah air yang mengandung garam terlarut dengan kationnya
membentuk sabun yang tidak dapat larut. Jenis kation yang dimaksud antara lain
kalsium, magnesium, besi, aluminium, mangan, barium dan sebagainya.
Sedangkan sabun yang dimaksud adalah sabun natrium atau kalsium.
18
Ada dua jenis kesadahan, yaitu kesadahan tetap dan kesadahan sementara.
Kesadahan tetap adalah kesadahan yang disebabkan oleh garam kalsium sulfat,
kalsium klorida, magnesium sulfat, dan magnesium klorida. Sedangkan yang
dimaksud kesadahan sementara adalah kesadahan yang ditimbulkan oleh kalsium
dan magnesium karbonat atau bikarbonat. Kesadahan sementara bisa dihilangkan
dengan pemanasan sedangkan kesadahan tetap tidak bisa (Winarno, 1986).
Joslyn (1963) membagi tipe air berdasarkan derajat kesadahannya, seperti
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tipe Air Berdasarkan Derajat Kesadahannya.
Tipe Air
Kadar CaCO3 (ppm)
Air lunak
<50 ppm
Agak sadah
50-100 ppm
Air sadah
100-200 ppm
Air sangat sadah
>200 ppm
Kesadahan air sebagian besar berasal dari kontaknya dengan tanah dan
adanya pembentukan batuan. Umumnya air sadah berasal dari daerah dimana
lapisan tanah atas (top soil) tebal dan adanya pembentukan batu kapur. Air lunak
berasal dari daerah yang menpunyai lapisan atas tipis, dan pembentukan batu
kapur jarang terjadi atau tidak ada (Linsley et al., 1986; Sutrisno dan Suciati,
1987).
Menurut Kemmer dan McCallion (1979), kalsium dan magnesium adalah
komponen utama air yang mempengaruhi kesadahan. Kadar kalsium dalam air
tanah berkisar antara 5-500 mg/L sebagai CaCO3 atau 2-200 mg/L sebagai Ca2+.
Sedangkan sekitar sepertiga dari total kesadahan berasal dari magnesium atau
sekitar 10-50 mg/L atau 40-200 mg/L sebagai CaCO3.
Kesadahan dalam air dapat dikurangi atau dihilangkan dengan proses
kapur-soda abu, proses zeolit dan proses resin organik. Prinsip proses kapur-soda
abu adalah memisahkan garam bikarbonat dan sulfat yang larut dengan
mengubahnya menjadi bentuk yang tidak larut (mengendap). Proses zeolit, ion
kalsium dan magnesium diganti dengan ion natrium sehingga terbentuk garam
yang tidak dapat menyebabkan kesadahan air. Dengan proses resin organik, garam
dapat dihilangkan (Winarno, 1986).
19
2.7.4. Besi (Fe)
Air merupakan kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia, sehingga
persyaratan mutu air merupakan hal yang penting untuk kita ketahui. Air yang kita
konsumsi setiap hari harus memenuhi syarat kualitas air minum, seperti
mengandung zat besi maksimal nya 5ppm (SK. Gub, 1999).
Besi adalah elemen kimia yang dapat ditemukan hampir di setiap tempat di
bumi ini pada setiap lapisan geologis dan badan air. Besi mungkin terdapat
sebagai bentuk terlarut di dalam sampel air, dalam larutan sebagai koloid atau
bersenyawaan secara kompleks dengan zat organik, anorganik atau partikel
suspensi yang relatif kasar adalah dalam bentuk Fe (II) atau Fe (III), suspensi atau
terlarut (PDAM, 2005).
2.8. Alat Instrumen
Instrumentasi adalah suatu ilmu mengenai berbagai macam alat yang
digunakan di lapangan untuk mengukur dan atau mengendalikan besaran seperti
suhu (temperature), aliran (flow), tekanan (pressure), dan ketinggian (level).
Instrumentasi terdiri dari alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran
(measurement), pengkondisi sinyal (signal conditioning), pengiriman sinyal
(signal transmission), dan pengendalian (controller).
2.8.1. Turbidimetri
Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan
sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba.
Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi
jika kondisi lainnya konstan. Metode turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga
golongan, yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan
terhadap intensitas yang datang, pengukuran perbandingan cahaya yang
diteruskan terhadap cahaya yang akan datang dan pengukuran efek ekstingsi yaitu
ke dalam saat cahaya mulai tidak tampak pada lapisan medium yang keruh.
Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding
lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung dari warna
yang terbentuk (Basset, 1994).
20
2.8.2. pH-meter
pH-meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur derajat tingkat
keasaman atau kebasaansuatu larutan atau yang lazimnya disebut dengan pH suatu
larutan. pH adalah suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar
keasaman atau kadar alkali dari suatu larutan. Unit pH diukur pada skala 0 sampai
14. Istilah pH berasal dari "p", lambang matematika dari negatif logaritma, dan
"H", lambang kimia untuk unsur Hidrogen. Definisi yang formal tentang pH
adalah negative logaritma dari aktivitas ion Hydrogen.
Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial
elektrokimia yang terjadi antara larutan yang terdapat di dalam elektroda gelas
yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat di luar elektroda gelas yang
tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan
berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif. Elektroda
gelas tersebut akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau
diistilahkan dengan potential of hydrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik
dibutuhkan suatu elektroda pembanding. Sebagai catatan, alat tersebut tidak
mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan. Skema elektroda pH-meter akan
mengukur potensial listrik antara Merkuri Klorida (HgCl) pada elektroda
pembanding dan potassium chloride (KCl) yang merupakan larutan di dalam gelas
elektroda serta petensial antara larutan dan elektroda perak. Tetapi potensial
antara sampel yang tidak diketahui dengan elektroda gelas dapat berubah
tergantung sampelnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kalibrasi dengan
menggunakan larutan yang equivalent yang lainnya untuk menetapkan nilai pH.
2.8.3. TDS-meter
TDS adalah singkatan dari Total Dissolved Solid. Cocok digunakan untuk
mengukur kualitas air pada produksi air minum/food processing, kolam renang,
rumah sakit, Aquarium, Rumah Tangga, Lab, dan water testing secara umum.
TDS Meter adalah alat untuk mengukur partikel padatan terlarut di air
minum yang tidak tampak oleh mata. Setiap air minum selalu mengandung
partikel yang terlarut yang tidak tampak oleh mata, bisa berupa partikel padatan
21
(seperti kandungan logam misal : Besi, Aluminium, Tembaga, dan Mangan),
maupun partikel non padatan seperti mikro organisme.
TDS meter mengukur jumlah padatan yang terlarut di dalamnya dalam
satuan ppm (mg/L). Cara kerja alat ini adalah dengan cara mencelupkan ke dalam
air yang akan diukur (kira-kira kedalaman 5cm) dan secara otomatis alat bekerja
mengukur. Pada saat pertama dicelupkan angka yang ditunjukkan oleh display
masih berubah-ubah, tunggulah kira-kira 2 sampai 3 menit sampai angka digital
stabil.
2.8.4. Spektrofotometer
Spektrofotometri merupakan suatu perpanjangan dari penelitian visual
dalam studi yang lebih terinci mengenai penyerapan energi cahaya oleh spesi
kimia, memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan
pengukuran kuantitatif.
Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul
umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang
absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam
molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul
berharga untuk mengidentifikasi gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul.
Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan
ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa yang
mengandung gugus pengabsorpsi.
Metode spektroskopi sinar tampak berdasarkan penyerapan sinar tampak
oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu metode ini dikenal juga sebagai
metode kalorimetri. Hanya larutan senyawa berwarna yang dapat ditentukan
dengan metode ini. Senyawa tak berwarna dapat dibuat berwarna dengan
mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna.
Contohnya ion Fe3+ dengan ion CNS- menghasilkan larutan berwarna merah.
Lazimnya kalorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan
cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama. Dengan kalorimetri elektronik
(canggih) jumlah cahaya yang diserap (A) berbanding lurus dengan konsentrasi
22
larutan. Metode ini sering digunakan untuk menentukan kadar besi dalam air
minum.
Metode spektroskopi ultraviolet, cahaya yang diserap bukan cahaya tampak
tapi cahaya ultraviolet. Dengan cara ini larutan tak berwarna dapat diukur, contoh
aseton dan asetaldehid. Spektroskopi ini energi cahaya terserap digunakan untuk
transisi elektron. Karena energi cahaya UV lebih besar dari energi cahaya tampak
maka energi UV dapat menyebabkan transisi elektron  dan (Kimia Analitik
Instrumen, 1994).
Penentuan kadar besi berdasarkan pada pembentukan senyawa kompleks
berwarna antara besi (II) dengan orto-penantrolin yang dapat menyerap sinar
tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu.
Kadar besi dalam suatu sampel yang diproduksi akan cukup kecil dapat
dilakukan dengan teknik spektrofotometri UV-Vis menggunakan pengompleksan
orto-fenantrolin. Dasar penentu kadar besi (II) dengan orto-Fenantrolin. Senyawa
ini memiliki warna sangat kuat dan kestabilan relatif lama dapat menyerap sinar
tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu. Persiapan larutan,
sebelum pengembangan warna perlu ditambahkan di dalamnya pereduksi seperti
hidroksilamina. HCl yang akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. pH larutan harus
dijaga pada 6-7 dengan cara menambahkkan ammonia dan natrium asetat
(Hendayana, S, dkk, 2001).
Dengan menggunakan penentuan kadar konsentrasi, suatu senyawa
dilakukan dengan membandingkan kekuatan serapan cahaya oleh larutan contoh
terhadap terhadap larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat
dua cara standar adisi , pada cara yang pertama dibuat dahulu sederetan larutan
standar,
diukur
serapannya,
kemudian
tentukan
konsentrasinya
dengan
menggunakan cara kalibrasi. Cara yang kedua dilakukan dengan menambahkan
sejumlah larutan contoh yang sama kedalam larutan standar (Hendayana, S, dkk,
2001).
Instrumen pada spektrofotometri UV-Vis terdiri dari 6 komponen pokok, yaitu :
1. Sumber Cahaya
 Lampu deuterium.
23
 Lampu tungsten, merupakan campuran dari flamen tungsten dan gas iodine.
Pengukurannya pada daerah visible 380-900nm.
 Lampu merkuri, untuk mengecek atau kalibrasi panjang gelombang pada
spektra UV-VIS pada 365 nm.
2. Monokromator
Alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan
satu panjang gelombang. Monokromator untuk UV-VIS dan IR serupa, yaitu
mempunyai celah, lensa, cermin dan prisma atau grating.
3. Wadah Sampel (sel atau kuvet)
Wadah sampel umumnya disebut kuvet. Berikut jenis-jenis kuvet yang
bisa digunakan:
a. Gelas
Umum digunakan (pada 340-1000 nm) Biasanya memiliki panjang 1 cm
(atau 0,1, 0,2 , 0,5 , 2 atau 4 cm)
b. Kwarsa
Mahal, range (190-1000nm)
c. Cell otomatis (flow through cells)
d. Matched cells
e. Polystyrene range ( 340-1000nm) throw away type
f. Micro cells.
4. Detektor
Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang akan
mengubahnya
menjadi
besaran
terukur.
Berikut
jenis
detektor
dalam
sperktrofotometer UV-VIS.
a.
Barrier layer cell (photo cell atau photo voltaic cell).
b.
Photo tube, lebih sensitif daripada photo cell, memerlukan power suplai
yang stabil dan amplifier
c.
Photo multipliers, Sangat sensitif, respons cepat digunakan pada instrumen
double beam penguatan internal
5. Recorder
Radiasi yang ditangkap detektor kemudian diubah menjadi arus listrik oleh
recorder dan terbaca dalam bentuk transmitansi.
24
6. Read out
a. Null balance, menggunakan prinsip null balance potentiometer, tidak
nyaman, banyak diganti dengan pembacaan langsung dan pembacaan
digital.
b. Direct readers, %T, A atau C dibaca langsung dari skala.
c. Pembacaan digital, mengubah sinyal analog ke digital dan menampilkan
peraga angka Light emitting diode (LED) sebagai A, %T atau C. Dengan
pembacaan meter seperti gambar, akan lebih mudah dibaca skala
transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A = - log T.
Sumber radiasi untuk spektroskopi UV-Vis adalah lampu tungsten.
Cahaya yang dipancarkan sumber radiasi adalah cahaya polikromatik. Cahaya
polikromatik UV akan melewati monokromator yaitu suatu alat yang paling
umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang
(monokromator). Monokromator radiasi UV, sinar tampak dan infra merah adalah
serupa yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan perisai atau grating.
Wadah sampel umumnya disebut sel/kuvet. Kuvet yang terbuat dari kuarsa
baik untuk spektrosokopi UV dan juga untuk spektroskopi sinar tampak. Kuvet
plastik dapat digunakan untuk spektroskopi sinar tampak.
Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang berguna
untuk mendeteksi cahaya yang melewati sampel tersebut. Cahaya yang melewati
detektor diubah enjadi arus listrik yang dapat dibaca melalui recorder dalam
bentuk transmitansi absorbansi atau konsentrasi (Hendayana, S, dkk, 2001).
Prinsip dasar yang digunakan adalah hukum Lambert-Beer
A=-Log T = a.b.c
Keterangan :
A= absorbansi (A)
T = transmitan ( %T)
ε = absorbtivitas molar (L/cm.mol)
b = panjang sel (cm)
c = konsentrasi zat penyerap sinar (mol/L)
25
Syarat hukum Lambert-Beer dapat digunakan , apabila:
1. Larutan yang hendak dianalisis encer.
2. Sifat kimia, yaitu : zat pengabsorbsi tidak terdisosiasi, berasosiasi/
bereaksi
dengan
pelarut,
sehingga
menghasilkan
suatu
produk
pengabsorbsi spektra yang berbeda dari zat yang dianalisis.
3. Sumber cahaya : monokromatis.
4. Syarat kejernihan : kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel dapat
menyebabkan penyimpangan hukum lambert beer.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cipaku Tirta Pakuan Bogor. Dilaksanakan dari bulan Juni 2012 sampai
dengan selesai.
3.2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik digital,
alat uji Jar Test, Spektrofotometer UV-VIS, Hotplate, Turbidimeter, pH-meter,
konduktometer, kertas saring, stopwatch, kaca arloji, gelas piala 1L, labu takar
100 ml, corong, batang pengaduk, spatula, pipet tetes, pipet volumetrik,
Erlenmeyer, kuvet, labu semprot. tissue.
3.3. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air baku Water
Treatment Plant (WTP) Dekeng, dan untuk bahan kimia yang digunakan yaitu:
Larutan Poly Aluminium Chloride (PAC), padatan kitosan, larutan asam asetat
1%, indikator EBT, larutan EDTA 0,01 M, larutan buffer pH 10, larutan
hidroksilamin hidroklorida 10%, larutan buffer asetat, larutan ortofenantrolin.
3.4. Metode Percobaan
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengambilan
sampel, pengujian sampel, dan pengolahan data. Pengujian sampel dilakukan
sebelum dan sesudah jar test dengan parameter kekeruhan, pH, total zat padat
terlarut (TDS), kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe). Pengambilan sampel
dilakukan pada bak prasedimentasi.
Penetapan kekeruhan dilakukan secara nefelometri dengan menggunakan
alat tubidimeter. Penetapan pH dilakukan secara potensiometri dengan
menggunakan pH-meter. Penetapan total zat padat terlarut (TDS) dilakukan secara
26
27
konduktometer. Kesadahan dilakukan dengan metode titimetri. Penetapan kadar
besi (Fe) dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
3.4.1. Jar Test
Penelitian ini digunakan dua jenis koagulan, yaitu PAC cair dan kitosan
padatan. Masing-masing koagulan dibuat dalam konsentrasi 1%. PAC cair yaitu
diambil 1 ml PAC pekat dan diencerkan dalam labu takar 100 ml, untuk padatan
kitosan yaitu ditimbang 1 gram kitosan lalu dilarutkan dengan 100 ml larutan
asam asetat 1%. Kemudian dilakukan Jar Test dengan penambahan konsentrasi
koagulan 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm.
Jar test dilakukan dengan memasukkan air baku yang telah diketahui
pHnya ke dalam 5 buah gelas piala masing-masing sebanyak 1L. Pengaduk alat
jar test diturunkan kemudian diaduk sebentar agar endapan atau kotoran yang ada
merata. Lalu ke dalam 5 buah gelas piala tersebut, dibubuhkan Poly Aluminium
Chloride (PAC) 1% dan kitosan 1% dengan konsentrasi yang berbeda. Kemudian
alat jar test dioperasikan dengan pengadukan cepat pada kecepatan putaran 160
rpm selama 1 menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat pada kecepatan
60 rpm selama 10 menit. Setelah flokulasi selesai, alat jar test dimatikan,
pengaduk alat jar test diangkat, dan larutan didiamkan selama 10 menit agar
terjadi sedimentasi. Selanjutnya masing-masing dari gelas piala diambil air
jernihnya dan dilakukan pengujian terhadap parameter kekeruhan, pH, total zat
padat terlarut (TDS), kesadahan total, dan penetapan kadar besi (Fe) akhir setelah
jar test.
3.4.2. Kekeruhan
Dikalibrasi alat turbidimeter dan diatur dengan standar yang mempunyai
nilai kekeruhan sesuai dengan kebutuhan. Sampel (air baku dan air hasil jar test)
yang akan ditetapkan dihomogenkan, dimasukkan ke dalam kuvet yang telah
dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam alat turbidimeter. Hasil dapat
langsung dibaca pada alat turbidimeter.
28
3.4.3. pH
Elektroda dipasang pada pH-meter dan dicelupkan ke dalam buffer pH 4
lalu ke dalam buffer pH 9 kemudian elektroda dipindahkan dan dicelupkan pada
pH 7. Setelah pH-meter terkalibrasi, elektroda dicelupkan ke dalam larutan
sampel (air baku dan air hasil jar test) dan dicatat pH yang ditunjukkan pada alat
pH-meter.
3.4.4. Total Zat Padat Terlarut (TDS)
Konduktometer dikalibrasi, elektroda pada konduktometer dibilas dengan
air suling, dikeringkan dengan tisu, dan dicelupkan ke dalam larutan sampel (air
baku dan air hasil jar test). Kemudian ditekan tombol TDS pada konduktometer,
elektroda
didiamkan
di
dalam
larutan
sampel
sampai
konduktometer
menunjukkan angka yang tetap. Hasil dicatat dalam satuan mg/L.
3.4.5.
Kesadahan
Diambil 50 ml sampel (air baku dan air hasil jar test) dipipet kemudian
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml. Setelah itu ditambahkan I ml larutan
buffer pH 10. Kemudian ditambahkan 1-2 tetes larutan indikator EBT. Jika dalam
larutan sampel mengandung Ca dan Mg, maka larutan akan berwarna merah
anggur. Setelah itu segera dititrasi dengan larutan EDTA sampai larutan berubah
warna menjadi biru.
3.4.6. Penetapan Kadar Besi (Fe)
Diambil 50 ml sampel (air baku dan air hasil jar test) dalam labu ukur 100
ml dan ditambahkan 5 ml larutan hidroksilamin hidroklorida 10%. Ditambahkan
10 ml larutan buffer asetat. Ditambahkan 2 ml larutan ortofenantrolin. Ditera
sampai tanda garis dan diukur absorbans dengan spektrofotometer dalam panjang
gelombang 510 nm. Dicatat absorbansi dan dihitung kadar besi dalam sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penjernihan air baku di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dilakukan
menggunakan metode koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi dengan menggunakan
alat jar test. Pengujian dilakukan terhadap air baku yang terdapat pada bak
prasedimentasi (inlet), koagulasi (proses), flokulasi (proses), sedimentasi (outlet).
4.1. Pengujian Air Baku
Hasil analisis yang diperoleh dari pengukuran kekeruhan, pH, TDS,
kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe) terhadap bak inlet dan outlet,
dibandingkan dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan SK.
Gubernur No.6 Tahun 1999.
4.2. Karakteristik Air Baku Sungai Cisadane Sebelum Jar Test
Hasil analisis air baku sungai Cisadane sebelum jar test dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik air baku sungai Cisadane sebelum jar test
Parameter
Hasil Analisis
Baku Mutu
pH
7,44
6,0-9,0
TDS (mg/L)
84,3
2000
Fe (mg/L)
0,93
5-10
Sumber: SK. Gub No.6 Tahun 1999
Berdasarkan Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990 kualitas air
bersih mempunyai nilai kekeruhan dibawah 5 NTU.
Dapat dilihat Tabel 6 bahwa karakteristik air baku sungai cisadane yang
meliputi kekeruhan, pH, TDS, kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe) masih
dalam batas baku mutu kualitas air baku berdasarkan SK. Gubernur Jawa Barat
No 6, Tahun 1999 dan Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990.
Air sungai Cisadane ini setiap harinya dapat mengalami perubahan, misalnya
kekeruhannya yang selalu naik turun dan juga terhadap parameter lain seperti pH,
TDS, kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe). Hal ini disebabkan
29
30
karena berubahnya kondisi air buangan yang berada di hulu sungai dan
tingginya padatan tersuspensi yang berada dalam air.
4.3. Karakteristik Air Baku Sungai Cisadane Setelah Jar Test
Jar test atau uji jar adalah metode yang digunakan untuk menentukan
kondisi optimum dari proses pengolahan air. Metode ini dapat dilakukan untuk
menentukan pH optimum, variasi dosis koagulan, alternatif kecepatan pengadukan
atau menguji jenis koagulan yang berbeda. Tabel 7 dapat dilihat terjadinya
perubahan kadar pada setiap parameter (kekeruhan, pH, TDS, kesadahan, dan
penetapan kadar besi (Fe)), setelah proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi
setelah jar test atau uji jar.
Tabel 7. Hasil analisis air sungai Cisadane setelah jar test
Dosis
Parameter
Koagulan
Kekeruhan
(ppm)
(NTU)
pH
TDS
Kesadahan
Fe
(mg/L)
(mg/L)
(mg/L)
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
0
26,89
26,89
7,44
7,44
84,3
84,3
87,48
87,48
0,93
0,93
5
8,67
17,43
7,03
7,98
84,1
84,9
67,18
64,37
0,83
0,811
10
4,28
15,23
7,01
6,54
83,1
84,1
67,18
64,8
0,25
0,09
15
3,45
14,32
7,23
6,09
82,4
83,5
52,92
65,02
0,08
0,05
20
2,45
13,89
7,07
5,92
82,1
83,1
64,15
64,37
0,009
0,003
25
0,34
12,43
7,01
5,64
80,4
82,8
50,33
58,57
0,002
0,001
Tabel 7 menunjukkan bahwa konsentrasi koagulan PAC optimum pada
10ppm dengan menghasilkan nilai kekeruhan 4,28 NTU, sedangkan pada
penambahan koagulan kitosan tidak terdapat konsentrasi optimum karena pada
konsentrasi kitosan 25 ppm menghasilkan nilai kekeruhan 12,43 NTU. Hal ini
disebabkan karena koagulan kitosan tidak menurunkan kekeruhan sesuai dengan
baku mutu yang telah disyaratkan, yaitu 5 NTU.
4.4. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kekeruhan
Kejernihan air ditentukan oleh warna air atau kekeruhan (turbidity) dalam
air. Di alam kekeruhan ini timbul sebagai akibat adanya pengotoran baik oleh
tanah liat, lumpur, bahan organik maupun partikel kecil tersuspensi lainnya.
Kekeruhan (NTU)
31
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
0
5
10
15
20
25
PAC
26.89
8.67
4.28
3.45
2.45
0.34
Kitosan
26.89
17.43
15.23
14.32
13.89
12.43
5
5
5
5
5
5
Baku Mutu
Gambar 4. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kekeruhan
Kekeruhan air sebelum penambahan koagulan mempunyai nilai 26,89
NTU. Kekeruhan air setelah penambahan PAC dengan konsentrasi 5 ppm, 10
ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm mengalami penurunan dengan nilai sekitar
8,67-0,34 NTU, sedangkan kekeruhan air setelah penambahan kitosan dengan
konsentrasi tersebut mengalami penurunan dengan nilai sekitar 17,43-12,43 NTU.
Konsentrasi optimum yang dicapai oleh koagulan PAC yaitu pada konsentrasi
10ppm dengan nilai 4,28 NTU. Penambahan koagulan kitosan tidak terdapat
konsentrasi optimum yang dicapai, karena koagulan kitosan tidak cocok dengan
karakteristik air baku seperti yang terlihat pada Tabel 6. Koagulan kitosan lebih
baik digunakan untuk proses pengolahan limbah cair industri yang mengandung
logam berat seperti Cu, Pb, Fe, dan Ni. Kadar logam dalam air baku PDAM Tirta
Pakuan Bogor masih memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Muzarelli
(1977) melaporkan bahwa kitosan sudah pernah digunakan untuk menyerap logam
seperti Cu, Pb, Fe, Ni, dan semua logam tersebut didapati mudah terserap dengan
baik.
Penggunaan koagulan PAC lebih baik daripada koagulan kitosan. Hal ini
disebabkan karena koagulan PAC dalam proses koagulasi dapat menurunkan
kekeruhan dengan membentuk flok lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan
koagulan kitosan yang hanya mengikat logam berat dengan reaksi penukaran ion.
4.5. Hubungan Dosis Koagulan Dengan pH
Hasil pengukuran pH air baku sebelum penambahan koagulan berkisar
pada nilai pH netral, yaitu pH 7. Dari nilai pH menunjukkan bahwa hasil
32
koagulasi dengan penambahan koagulan PAC pada konsentrasi optimum 10ppm,
yaitu 7,01. Hal ini menunjukkan bahwa pada penambahan koagulan PAC dapat
menghasilkan air yang memenuhi persyaratan air bersih sesuai baku mutu SK.
Gubernur No.6 Tahun 1999, sedangkan hasil koagulasi dengan penambahan
koagulan kitosan 20ppm dan 25ppm dengan nilai 5,92 dan 5,64, tidak dapat
memenuhi persyaratan air bersih, karena persyaratan yang ditetapkan oleh SK.
Gubernur No/ 6 tahun 1999 adalah 6,0-9,0.
Nilai pH air mengalami penurunan drastis pada penambahan kitosan. Hal
ini disebabkan karena kitosan dilarutkan terlebih dahulu dengan larutan asam
asetat 1% sehingga memberikan kondisi yang agak asam. Menurut Knorr (1982),
kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik dalam larutan asam
asetat.
pH
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0
5
10
15
20
25
PAC
7.44
7.03
7.01
7.23
7.07
7.01
Kitosan
7.44
7.98
6.54
6.09
5.92
5.64
Baku Mutu 1
6.0
6.0
6.0
6.0
6.0
6.0
Baku Mutu 2
9.0
9.0
9.0
9.0
9.0
9.0
Gambar 5. Hubungan Dosis Koagulan Dengan pH
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen atau turunnya pH cenderung dapat
menstimulir proses pengkaratan dari logam. Hal ini disebabkan karena makin
cepat ion hidrogen melapisi logam, akibatnya makin banyak kemungkinan
mendesak ion Fe pada lapisan luar logam masuk ke dalam air membentuk
ferihidroksida (Winarno dan Fardiaz, 1973).
33
4.6. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Total Zat Padat Terlarut (TDS)
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai TDS pada penambahan koagulan
PAC lebih kecil dibandingkan dengan nilai TDS pada penambahan koagulan
TDS
kitosan.
86.0
85.0
84.0
83.0
82.0
81.0
80.0
79.0
78.0
0
5
10
15
20
25
PAC
84.3
84.1
83.1
82.4
82.1
80.4
Kitosan
84.3
84.9
84.1
83.5
83.1
82.8
Gambar 6. Hubungan Dosis Koagulan Dengan TDS
Nilai TDS pada air sebelum penambahan koagulan mempunyai nilai yang
tinggi, yaitu 84,3 mg/L. Nilai TDS pada air setelah penambahan PAC dengan
konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm mengalami penurunan
dengan nilai sekitar 84,1-80,4 mg/L, sedangkan nilai TDS pada air setelah
penambahan kitosan dengan konsentrasi tersebut mengalami penurunan dengan
nilai sekitar 84,9-82,8 mg/L. Konsentrasi optimum koagulan PAC 10ppm
memiliki nilai TDS 83,1 mg/L dan pada penambahan koagulan kitosan tidak
didapatkan konsentrasi optimum karena tidak dapat menurunkan kekeruhan sesuai
baku mutu yang telah disyaratkan yaitu 5 NTU.
4.7. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kesadahan
Kesadahan pada dasarnya menggambarkan kandungan Ca, Mg, dan io
logam polivalen lainnya seperti : Al, Fe, Mn, Sr, dan Zn yang terlarut dalam air.
Kation tersebut terutama akan berikatan dengan anion bikarbonat, karbonat, dan
sulfat. Tetapi hanya karena Ca dan Mg yang biasa terdapat dalam perairan alami
dalam jumlah relatif besar, sedangkan ion logam lainnya ada dalam jumlah yang
sedikit, maka kesadahan dapat dianggap hanya menggambarkan kandungan Ca
34
dan Mg yang terlarut dalam air. Apabila Ca dan Mg secara bersama-sama
membentuk air sadah, maka kesadahan itu disebut kesadahan total.
100.00
90.00
Kesadahan (mg/L)
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0
5
10
15
20
25
PAC
87.48
67.18
67.18
52.92
64.15
50.33
Kitosan
87.48
64.37
64.80
65.02
64.37
58.57
Gambar 7. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kesadahan
Nilai Kesadahan pada air sebelum penambahan koagulan mempunyai nilai
87,48 mg/L. Nilai kesadahan pada air setelah penambahan PAC dengan
konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm mengalami penurunan
dengan nilai sekitar 67,18-50,33 mg/L, sedangkan nilai kesadahan pada air setelah
penambahan kitosan dengan konsentrasi tersebut mengalami penurunan dengan
nilai sekitar 64-58 mg/L. Konsentrasi optimum koagulan PAC 10ppm memiliki
nilai kesadahan 67,18 mg/L dan pada penambahan koagulan kitosan tidak
memiliki konsentrasi optimum karena tidak dapat menurunkan kekeruhan sesuai
baku mutu yang telah disyaratkan, yaitu 5 NTU.
4.8. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Penetapan Kadar Besi (Fe)
Besi adalah salah satu elemen yang dapat ditemukan hampir setiap tempat
di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air (sungai). Umumnya
besi yang berada dalam air bersifat :
1. Terlarut sebagai Fe2+ atau Fe3+
2. Tersuspensi sebagai butir kolodial.
3. Tergabung dengan zat organik atau zat padat anorganik (seperti tanah liat).
35
Permukaan air jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/L, akan tetapi
di dalam air tanah Fe jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat
dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas dapur. Air yang tidak
mengandung O2, besi berada sebagai Fe2+ yang dapat terlarut, sedangkan pada air
sungai yang mengalir dan terjadi erosi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+. Air sungai,
besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organik
berupa kolodial (Alaerts dan Santika, 1984).
1.000
0.900
0.800
Fe (mg/L)
0.700
0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0
5
10
15
20
25
PAC
0.930
0.830
0.250
0.080
0.009
0.002
Kitosan
0.930
0.811
0.090
0.050
0.003
0.001
Gambar 8. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Penetapan Kadar Besi (Fe)
Nilai Fe pada air sebelum penambahan koagulan mempunyai nilai yang
tinggi, yaitu 0,93 mg/L. Nilai Fe pada air setelah penambahan PAC dengan
konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm mengalami penurunan
dengan nilai sekitar 0,83-0,002 mg/L, sedangkan nilai Fe pada air setelah
penambahan kitosan dengan konsentrasi tersebut mengalami penurunan dengan
nilai sekitar 0,811-0,001 mg/L. Koagulan kitosan lebih baik dibandingkan
koagulan PAC dalam parameter penetapan kadar besi (Fe). Hal ini disebabkan
karena kitosan mempunyai gugus amino bebas yang bersifar polikationik dan
dapat menyerap logam dengan reaksi penukar ion.
4.9. Biaya Produksi
Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengolahan air
selain kualitas air yang dihasilkan yaitu biaya produksi. Dilihat dari segi
36
pemakaian dan pengolahannya koagulan PAC lebih efisien dibandingkan
koagulan kitosan dan juga dilihat dari segi ekonomi (biaya) koagulan PAC lebih
murah dibandingkan koagulan kitosan. Tabel 8 dapat dilihat dari segi biaya
koagulan PAC yang harus dikeluarkan perbulan untuk mengolah air baku sungai
dengan tingkat kekeruhan 26,89 NTU dengan debit air yang diolah sebesar 1000
L/det, sedangkan harga koagulan kitosan per kg yaitu Rp. 600.000,-.
Tabel 8. Kebutuhan dan Biaya Produksi Koagulan
Koagulan
Pemakaian
Kebutuhan
Kebutuhan
Kebutuhan
Harga
Biaya Produksi
Koagulan
Per Jam
Per Hari
Per Bulan
Koagulan
Per Bulan
(mg/L)
(kg/jam)
(kg/hari)
(kg/bulan)
Per kg
10
36
864
25920
Rp. 3650,-
PAC
Rp. 94.608.000,-
Tabel 8 menunjukkan bahwa dilihat dari segi ekonomi (biaya) sangat
terlihat jelas bahwa koagulan PAC lebih hemat dibandingkan dengan koagulan
kitosan untuk menghasilkan penjernihan air PDAM. Koagulan kitosan tidak
mampu menurunkan kekeruhan pada air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor. Faktor
yang mendukung bahwa koagulan PAC lebih baik dibandingkan dengan koagulan
kitosan adalah :
1. Koagulan PAC yang digunakan dalam bentuk cair sehingga tidak perlu proses
pelarutan terlebih dahulu sedangkan koagulan kitosan dalam bentuk serbuk
sehingga perlu proses pelarutan dan membutuhkan waktu yang lama.
2. Koagulan PAC cair bisa dilarutkan dengan air sedangkan koagulan kitosan
harus dilarutkan dalam larutan asam seperti larutan asam asetat sehingga
penggunaannya kurang efisien.
3. Koagulan PAC sangat mudah didapatkan sedangkan koagulan kitosan sulit
untuk didapatkan karena untuk mendapatkan koagulan kitosan perlu dilakukan
proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi dari limbah udang.
Setelah dilakukan proses penjernihan air dengan koagulan PAC dan
kitosan, perlu dilakukan penanganan lebih lanjut agar diperoleh air yang benarbenar bersih sehingga sapat digunakan untuk keperluan air minum. Proses yang
harus dilakukan selanjutnya yaitu filtrasi, aerasi, dan desinfeksi. Proses desinfeksi
di PDAM Tirta Pakuan Bogor menggunakan gas klor dengan kandungan yang
rendah berkisar antara 0,2-0,5 ppm. Setelah proses tersebut air dialirkan menuju
reservoir dan konsumen.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pengolahan data yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Koagulan PAC dapat digunakan untuk mengolah air baku PDAM Tirta
Pakuan Bogor karena dapat menurunkan parameter kekeruhan, pH, TDS,
kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe) sesuai baku mutu SK Gubernur
No.6 Tahun 1999 dan Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990,
sedangkan koagulan kitosan tidak baik digunakan dalam proses
pengolahan air baku di PDAM Tirta Pakuan Bogor karena tidak dapat
menurunkan kekeruhan sesuai baku mutu yang telah disyaratkan.
2. Koagulan kitosan baik digunakan untuk mengikat logam seperti Cu, Pb,
Fe, dan Ni. Koagulan kitosan tidak cocok untuk spesifikasi air baku
PDAM Tirta Pakuan Bogor. Hal ini disebabkan karena air baku PDAM
Tirta
Pakuan
Bogor
yang berasal
dari
sungai
Cisadane
tidak
terkontaminasi oleh logam berat.
3. Penggunaan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) optimum pada
konsentrasi 10 ppm, sedangkan koagulan kitosan tidak terdapat
konsentrasi optimum karena tidak dapat menurunkan kekeruhan pada
proses pengolahan air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor.
4. Biaya produksi yang dikeluarkan per bulan untuk PAC 10 ppm pada
kekeruhan 26,89 NTU sebesar Rp. 94.608.000,- dengan debit air limbah
1000 L/det, sedangkan kitosan tidak terdapat konsentrasi optimum karena
tidak dapat menurunkan kekeruhan sehingga dikatakan tidak efisien
sebagai koagulan dalam proses pengolahan air baku PDAM Tirta Pakuan
Bogor. Biaya yang dikeluarkan untuk per kg kitosan sebesar Rp. 600.000,, sedangkan untuk per kg PAC hanya sebesar Rp. 3650,-.
37
38
5.2. Saran
PDAM Tirta Pakuan Bogor sudah benar memilih PAC sebagai koagulan
dalam proses penjernihan air. Koagulan kitosan tidak mampu menurunkan
parameter kekeruhan hingga memenuhi baku mutu yang disyaratkan. Namun
kitosan baik digunakan pada proses penjernihan air yang banyak mengandung
logam seperti pada limbah cair dari industri.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan S, Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Akademi Teknik Tirta
Wijaya Magelang.
Basset, J. 1994. Analisis Kimia Kuantitatif Anorganik. Setiono, L. Penerjemah.
Jakarta: ECG. Terjemahan dari: Vogel Textbook of Quantitative Inorganic
Analysis Including Elementary Instrumental Analysis.
Dunn, ET., EW. Grandmaison dan MFA. Goosen. 1997. Applications and
properties of chitosan. Di dalam MFA. Goosen (ed). Applications of
Chitin and Chitosan. Technomic Pub, Basel, p 3-30
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakarta : Kanisius.
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fessenden Fessenden. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Gozan, Misri dan Diyan Supramono. Pengolahan Air untuk Utilitas Pabrik.
Departemen Teknik Kimia. FTUI: Depok. 2006.
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: Semarang
Press.
Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen.
Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan: in Encyclopedia of Industrial Chemistry.
Completely revised edition. Weinheim. New York.
Joslyn, M. A. 1963. Food Processing Operation. The AVI Publishing CO.,
Westport. Connecticut.
Kusnaedi, 2002. Mengolah Air Gambut & Air Kotor Untuk Air Minum. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Knorr, D. 1983. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. J. Food Sci. 48.
P: 36-41.
Kristanto. P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Lab. PDAM. 2011. SOP Laboratorium PDAM Tirta Pakuan. ISO 9001: 2008.
Lab. Protan. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Product From
Processing Waste. Borgges. USA.
39
40
Linsley, R. K., M. A. Kohler dan J. L. H. Paulhus. 1986. Hidrologi Untuk
Insinyur (terjemahan). Penerbit Erlangga. Jakarta.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia
Pustaka, Jakarta
Ornum, J. 1992. Shrimp Waste Must it be Wasted? Infofish 6/92. Hal. 48-51.
Panji, M. 1999. Kualitas Fisika-Kimia Perairan dan Struktur Makrobenzoothos di
Sungai Ciliwung. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumber Daya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Roussy
et
al.
2005.
Treatment
of
ink-containing
waste
water
by
coagulation/flocculation using biopolymers. Journal of Water SA 3: 375378.
SAENI, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidiksn Tinggi Pusat antar Universitas Ilmu Hayat
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sandford, P. 1989. Chitosan: Commercial uses and potential applications. Di
Dalam G. Skjak-Braek, T. Anthonsen, P. Sandford (ed.). Chitin and
Chitosan: Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and
Application. Elsevier, London
Suptijah, P., E. Salamah, H. Sumaryanto, S. Purwaningsih dan J. Santoso. 1992.
Pengaruh Berbagai Metode Isolalsi Kitin Udang Terhadap Mutunya.
Laporan Penelitian. Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas
Perikanan IPB. Bogor.
Sutrisno, C. T. dan E. Suciati. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. PT Bina
Aksara. Jakarta.
Tim Kimia Analitik Instrumen. 2009. Penuntun Praktikum Kimia Analitik
Instrumen. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia.
Wanatabe M dan Ushiyama T. 2002. Characteristic and effective applicationmof
polimer coagulant [makalah pribadi]. Tokyo: Kurita Water Industries Ltd.
Winarno, F.G. 1986. Air Untuk Industri Pangan. PT Gramedia. Jakarta.
Winarno, F. G, S. Fardiaz, dan D, Fardiaz. 1973. Air Untuk Industri Pangan.
Departemen
Teknologi
Hasil
Pertanian,
Fatemeta,
IPB.
Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Air di PDAM Tirta Pakuan
Bogor
Sungai Cisadane
Sungai Cisadane
Intake
Sungai Cisadane
Penyaringan Awal
Prasedimentasi
Koagulasi
Flokulasi
Sedimentasi
Aerasi
Filtrasi
Desinfeksi
Reservoar
41
42
Lampiran 2. Analisis Jar Test
Sampel Air Penelitian
(Air Baku IPA Dekeng)
1.
2.
3.
4.
5.
Analisis Pendahuluan :
Kekeruhan
Pengukuran pH
Total Zat Padat Terlarut (TDS)
Kesadahan
Penetapan Kadar Besi (Fe)
Jar Test (Uji Jar)
Koagulasi 160 rpm, t = 1 menit
Flokulasi 60 rpm, t = 10 menit
Proses pengendapan (sedimentasi) selama 10 menit
1.
2.
3.
4.
5.
Analisis setelah Jar Test :
Kekeruhan
Pengukuran pH
Total Zat Padat Terlarut (TDS)
Kesadahan
Penatapan Kadar Besi (Fe)
Pengolahan Data
43
Lampiran 3. Instruksi Kerja Analisis Kekeruhan
Dikalibrasi alat Turbidimeter
Dimasukkan sampel ke dalam kuvet
sampai tanda batas
Dimasukkan kuvet ke dalam alat
turbidimeter.
Ditekan tombol read dan dibaca hasilnya.
Pengolahan Data
44
Lampiran 4. Instruksi Kerja Analisis Pengukuran pH
Dikalibrasi alat pH-meter
Batang elektroda dibilas dengan aquades
dan dikeringkan dengan tisu.
Dicelupkan batang elektroda ke dalam
sampel yang akan diuji.
Ditekan tombol read dan dibaca hasilnya.
Pengolahan Data
45
Lampiran 5. Instruksi Kerja Analisis Total Zat Terlarut (TDS)
Dikalibrasi alat TDS-meter
Batang elektroda dibilas dengan aquades
dan dikeringkan dengan tisu.
Dicelupkan batang elektroda ke dalam
sampel yang akan diuji.
Ditekan tombol read dan dibaca hasilnya.
Pengolahan Data
46
Lampiran 6. Instruksi Kerja Analisis Kesadahan
50 ml sampel air hasil analisis jar test
Ditambahkan 1 ml Buffer pH 10,
indikator EBT 1-2 tetes. Larutan akan
berubah menjadi warna merah
Dititrasi dengan larutan EDTA sampai
berwarna biru
Pengolahan Data
47
Lampiran 7. Instruksi Kerja Analisis Besi (Fe)
50 ml sampel air hasil analisis jar test
dalam labu ukur 100 ml
Ditambahkan 5 ml larutan Hidroksilamin
HCl 10%, 10 ml larutan Buffer asetat, 2
ml larutan ortofenantrolin
Diukur absorbans dengan
spektrofotometer UV-VIS λ = 510 nm
Pengolahan Data
48
Lampiran 8. Contoh Perhitungan Kesadahan
Kalsium Karbonat
Diketahui : Volume contoh (ml contoh)
Volume EDTA (ml EDTA)
: 50 ml
: 3,11 ml
Konsebtrasi EDTA (M EDTA) : 0,0108 M
BM CaCO3
: 100
Jawab :
Kadar CaCO3 (mg/L) : ml EDTA x M EDTA x BM CaCO3
x 1000
ml contoh
33,11 ml x 0,0108M x 100
50 ml contoh
= 67,18
x 1000
49
Lampiran 9. Kurva Standar Penetapan Kadar Besi
No
1
2
3
4
5
6
Kadar Besi (ppm)
0.00
0.04
0.08
0.20
0.40
0.80
Absorbansi
0.0001
0.0247
0.0518
0.1627
0.2739
0.6731
0.8
0.7
y = 0.832x - 0.013
R² = 0.991
0.6
0.5
0.4
Series1
0.3
Linear (Series1)
0.2
0.1
0
-0.1
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
50
Lampiran 10. Baku Mutu SK. Gubernur No.6 Tahun 1999
No
Parameter
1.
2.
3.
Temperatur
Zat Padat Terlarut
Zat Padat Tersuspensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
pH
Besi Terlarut
Mangan Terlarut
Barium
Tembaga
Seng
Khrom Hexavalent
Krom Total
Kadmium
Raksa
Timbel
Stannum
Arseni
Selenium
Nikel
Kobalt
Sianida
Sulfida
Fluoride
Amonia
.Nitrat
Nitrit
BOD
COD
Deterjen
Phenol
Minyak Nabati
Minyak Mineral
1.
2.
Fecal Koliform
Total Coliform
Satuan
Fisika
0
C
mg/L
mg/L
Kimia
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Mikrobiologi
APM/mL
APM/mL
Baku Mutu Limbah Cair
Golongan
I
II
38
2000
200
40
4000
400
6,0-9,0
5
2
2
2
5
0,1
0,5
0,05
0,002
0,1
2
0,1
0,05
0,5
0,4
0,05
0,05
2
1
20
1
50
100
5
0,5
5
10
6,0-9,0
10
5
3
3
10
0,5
1
0,1
0,005
1
3
0,5
0,5
0,2
0,6
0,5
0,1
3
5
30
3
150
300
10
1
10
50
2000
10000
167
.2400
51
Lampiran 11. Biaya Produksi
Diketahui : Kekeruhan air baku
= 26,89 NTU
Dosis jar test (PAC)
= 10 ppm
Dosis jar test (kitosan)
=-
Debit Air Baku
= 1000 L/det
Harga PAC per kg
= Rp. 3.650,-
Harga kitosan per kg
= Rp. 600.000,-
Kebutuhan per jam (PAC) = (10 mg/L x 1 kg/1.000.000 mg) x (1000 L/det x 3600
det/1jam)
= 36 kg/jam
Kebutuhan per hari (PAC) = 36 kg/jam x 24 jam/hari = 864 kg/hari
Kebutuhan per bulan (PAC) = 864 kg/hari x 30 hari/bulan = 25920 kg/bulan
Biaya produksi per bulan :
PAC
= 25920 x Rp. 3.650,- = Rp. 94.608.000,-
Koagulan kitosan tidak dapat dihitung biaya produksinya karena koagulan
kitosan tidak memiliki dosis optimum.
Download