perbedaan kecerdasan emosional pelajar sman 6 yang berlatih seni

advertisement
PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PELAJAR SMAN 6 YANG BERLATIH
SENI BELA DIRI JU-JITSU BERSABUK PUTIH DENGAN YANG BERSABUK
KUNING
Dian Amalia Tarmizi
Fakultas Psikologi Universitas Mercubuana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kecerdasan emosional antara
pelajar SMAN 6 yang berlatih bela diri Ju-jitsu dengan kualifikasi sabuk putih dan
sabuk kuning. Metode yang digunakan adalah studi ex-post facto. Alat ukur yang
digunakan adalah Inventori Kecerdasan Emosional yang dikembangkan oleh Sri
Lanawati. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 34 orang yang terdiri dari 15 pelajar
bersabuk putih dan 19 pelajar bersabuk kuning. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan antara pelajar
SMAN 6 yang bersabuk putih dengan yang bersabuk kuning.
Kata kunci: Kecerdasan emosional, pelajar SMA, Ju-jitsu.
Pendahuluan
Kecerdasan emosional sangat berkaitan erat dengan sebagaimana pintar
seseorang dapat mengelola emosi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk dapat mengenali baik emosi diri sendiri maupun orang lain. Hal ini mencakup
pemahaman atas emosi, juga berkaitan dengan bagaimana kita mengatur emosi diri
sendiri dan orang lain (Stein, 2009).
Pada kehidupan nyata tingginya IQ seseorang (cerdas secara akademis) tidak
berkorelasi dengan pencapaian kesuksesannya. Kecerdasan emosional adalah
penentu kesuksesan yang jauh lebih berharga. Para ahli berpendapat bahwa IQ
hanya memberikan sebesar 20% sumbangsih terhadap kesuksesan seseorang. IQ
yang tinggi merupakan kunci atribut awal yang memungkinkan seseorang untuk
terseleksi dalam kolam pelamar perkuliahan, kandidat kerja dan lainnya namun
perbedaan dalam hal IQ bukanlah penentu kesuksesan yang kuat diantara mereka
yang mampu lolos seleksi inteligensi awal dari karir mereka. Dalam profesi-profesi
yang menuntut IQ dengan level yang tinggi, IQ memiliki kekuatan penentu yang
lemah. Dalam sebuah studi mengenai para lulusan Harvard dalam disiplin
profesional menemukan bahwa hasil ujian masuk (yang secara garis besar mirip
dengan IQ) tidak memiliki korelasi sama sekali terhadap kesuksesan berkarir
setelahnya. Dalam suatu disiplin yang kompleks seperti sains dan teknik mesin,
kepandaian tidaklah cukup untuk menjadi yang terbaik. Mereka yang mencapai
ranking tertinggi menunjukkan tidak hanya kemampuan intelektual namun juga
kemampuan untuk bekerjasama, membujuk dan memotivasi orang lain, juga disiplin
diri, fleksibilitas dan daya tahan. Dengan kata lain mereka memiliki kepandaian
emosional (Addis, 2013).
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan sendiri
dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
lain (Goleman, 2005).
Kecerdasan emosional menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2005)
adalah kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan
orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan
tindakan.
Dimensi-dimensi Kecerdasan emosional
1. Kesadaran diri
Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk
memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolak ukur yang realistis atas
kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat (Goleman, 2005).
2. Pengendalian diri
Menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksaan
tugas; peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum
tercapainya suatu sasaran; mampu pulih kembali dari tekanan emosi (Goleman,
2005).
3. Motivasi diri
Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun
kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif,
dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi (Goleman, 2005).
4. Empati
Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif
mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan
bermacam-macam orang (Goleman, 2005).
5. Keterampilan sosial
Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan
dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial; berinteraksi dengan lancar;
menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,
bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan
bekerja dalam tim (Goleman, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
Secara umum kecerdasan emosio dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal (Wahyuni, 2008). Faktor internal muncul dari dalam diri individu
dan cenderung bersifat biologis karena dipengaruhi otak emosional dan berbagai
aspek fisiologis otak lainnya. Faktor eksternal datang dari luar individu yang
memungkinkan individu untuk mengubah dirinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi adalah:
1. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan sekolah pertama bagi individu untuk mempelajari emosi,
bagaimana merasakan perasaan sendiri, bagaimana tanggapan orang di sekitar
tentang perasaan diri, bagaimana berpikir tentang perasaan, pilihan-pilihan yang
tersedia untuk bereaksi serta cara membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa
takut (Goleman, 1995). Gottman (dalam Goleman, 1995) menunjukkan bahwa cara
orangtua memperlakukan anaknya sejak kecil berakibat secara mendalam dan
permanen bagi kehidupan emosional anak.
2. Usia
Menurut penelitian dari Multi-Health System terhadap 4000 orang di Kanada dan
AS, perubahan usia berpengaruh terhadap EQ.
3. Pengalaman hidup individu
Kecerdasan emosional terus berkembang selama perjalanan hidup individu dan
dipelajari melalui pengalaman. Amigdala dapat mempengaruhi pengalaman, dimana
yang mempengaruhinya adalah pelajaran dan respon emosional yang dipelajari
individu ketika masa pertumbuhan (Goleman, 2005).
4. Temperamen
Terdapat empat jenis temperamen, yaitu penakut, pemberani, pemurung dan
periang. Masing-masing memiliki jaringan sirkuit emosi (emotional circuicity) yang
berbeda-beda dalam hal seberapa mudah emosi dipicu, seberapa intens emosi
terjadi, dan seberapa lama emosi berlangsung (Goleman, 2005).
5. Latihan dan training
Aspek yang menyangkut dalam kecerdasan emosional dapat berubah dan
diperbaiki lewat latihan menurut Stein & Book (dalam Wahyuni, 2008). Salah satu
cara yang sering dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan EQ adalah pelatihan.
Perasaan, mood dan emosi
Perasaan
Sebuah perasaan meliputi pengalaman subyektif, maupun pribadi dari sebuah
emosi maupun sensasi. “Saya merasa sedih”, atau “saya merasakan sakit” atau
“saya merasakan sakit anda”. Sebuah perasaan adalah bagaimana kita secara
pribadi kita mengalami sesuatu.
Mood
Sebuah mood adalah kondisi mental kita (atau kondisi pikiran) dalam suatu waktu
tertentu. Mood kita mencakup dari apa yang kita pikirkan dan rasakan, dan biasanya
bertahan lebih lama dari perasaan. Hal ini juga biasanya mengacu pada sebuah
golongan. Mis: mood kesal atau mood sedih.
Emosi
Sebuah emosi adalah suatu cara objektif untuk melihat perasaan-perasaan atau
apa yang disebut psikolog sebagai ‘afek’. Kebanyakan psikolog menyetujui definisi
yang jelas mengenai emosi. Jadi, meskipun anda merasa “yucky” (sebuah
perasaan), seorang psikolog akan berusaha untuk menentukan apakah emosi ini
adalah kesedihan, depresi, kekesalan atau amarah (Stein, 2009).
Seni Bela diri Ju-Jitsu
Ju-jitsu dikenal sebagai metode pertarungan dengan tangan kosong para
samurai. Seni ini menjadi dasar dari Judo dan Brazilian Ju-jitsu dan menggabungkan
pitingan, kuncian sendi, dan bantingan. Hal ini terutama efektif dalam konfrontasi
satu lawan satu.
Makna dari kata Ju-jitsu sendiri adalah “Seni kehalusan” namun Ju-jitsu sendiri
merupakan seni yang mengutamakan pertarungan yang sifatnya mematikan dengan
tujuan untuk melumpuhkan lawan secepat mungkin dengan menggunakan baik
tenaga, berat, maupun momentum lawan untuk melawan balik lawan secepat
mungkin sehingga memungkinkan seseorang untuk sebisa mungkin menghemat
tenaga dan menggunakan teknik tingkat tinggi untuk melumpuhkan lawan secara
efektif dan efisien (Crudelli, 2010).
Filosofi
Bushido berasal dari dua dasar kata, dimana “Bushi” yang berarti kesatria dan
“Do” yang berarti jalan/tata cara/kode etik. Kata “Bushi” dapat di bagi lagi menjadi
kata “Bu” yang berarti untuk menghentikan, dimana definisi dari kata “Bu” ini adalah
menghindari terjadinya kekerasan dan penggunaan senjata. Sementara kata “Shi”
yang dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai peringkat dengan cara
belajar. Namun arti kata “Bushi” sepertinya untuk memberikan arti “setiap orang
yang menjaga kedamaian baik secara diplomatis maupun dengan penggunaan
senjata. Sehingga secara keseluruhan arti kata “Bushido” dapat berarti suatu jalan
atau metode untuk menjaga perdamaian yang dilakukan secara diplomasi maupun
menggunakan senjata.
Aspek-aspek dalam Bushido:
1. Kejujuran
2. Kebajikan
3. Kesopanan
4. Kebenaran
5. Kehormatan
6. Loyalitas/Kesetiaan
7. Kontrol diri
(Dojodragonfire, 2014)
Manfaat berlatih
1. Kebugaran dan fleksibilitas
2. Percaya diri dan kesejahteraan
3. Keahlian bela diri praktis
4. Keasertifan dan kewaspadaan
5. Mengurangi stress
6. Persahabatan
7. Disiplin diri dan sikap positif
(Pell, 2005).
Hipotesis
H0: Tidak terdapat perbedaan tingkat kecerdasan emosional pada subyek yang
berlatih seni bela diri Ju-jitsu bersabuk putih dengan yang bersabuk kuning.
H1: Terdapat perbedaan tingkat kecerdasan emosional pada subyek yang berlatih
seni bela diri Ju-jitsu bersabuk putih dengan yang bersabuk kuning.
Metode Partisipan
Sampel diambil melalui cara non probability sampling (purposive sampling)
karena tidak memberikan peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian ini
adalah pelajar yang berasal dari SMAN 6 berjumlah 34 orang yang terdiri dan 15
orang sabuk putih dan 19 orang sabuk kuning.
Pengukuran
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur kecerdasan
emosional yaitu Kecerdasan emosional Inventory (EII) yang disusun oleh Sri
Lanawati, M. Si dari UI.
EII mengukur lima dimensi dari kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri
(Self awareness/SA), pengendalian diri (Self control/SC), motivasi diri (Self
motivation/SM), empati (Empathy/EM), keterampilan sosial (Social skill/SS) serta
mengukur dimensi validitas (validity scale/VS). Alat ini berbentuk self report yang
berisi item positif dan item negatif mengenai kesesuaian antara pernyataan yang
diberikan pada alat ukur dengan keadaan diri responden yang sebenarnya, bukan
yang seharusnya (Wahyuni, 2008).
Analisis
Skor-skor yang telah diperoleh dari kedua kelompok sampel penelitian akan
diolah dengan menggunakan teknik statistik independent sample t-test. Setelah
seluruh data diolah dengan independent sample t-test, akan dilakukan uji hipotesis
penelitian.
Analisa akan dilakukan dengan cara manual di tahap collecting data lalu di
lanjutkan menggunakan dengan SPSS untuk perhitungannya. Statistik yang
digunakan adalah statistik NonParametris yakni uji T. Untuk menguji hipotesis
komparatif dua sampel digunakan teknik statistik:
1. Uji Levene untuk Kesamaan Ragam: Digunakan untuk menguji apakah sampel
memiliki varian yang sama atau berbeda (Uyanto, 2009). Levene Test juga
digunakan untuk menganalisis apakah perbedaan nilai EI pelajar pria bersabuk
putih dan bersabuk kuning.
2. Uji t Dua Sampel Independen: Uji t merupakan metode yang paling sering
digunakan untuk menilai perbedaan rata-rata antara dua kelompok atau lebih.
Uji t yang digunakan adalah uji t sampel bebas yakni prosedur untuk
membandingkan rata-rata dua sampel yang berbeda atau independen pada dua
variabel (Sarwono, 2012). Berbeda dengan Levene test yang menggunakan
varians, pengujian dengan t test menggunakan mean.
Ho = kedua rata-rata populasi adalah identik
H1 = kedua rata-rata populasi adalah tidak identik

Probabilitas > 0,05 = Ho diterima

Probabilitas < 0,05 = Ho ditolak
3. Taraf signifikansi
Penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 95% dalam pengujian
seluruh hipotesis.
Hasil
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa rata-rata nilai kecerdasan emosi
responden dari SMAN 6 bersabuk putih dan yang bersabuk kuning tidak berbeda
jauh, rata-rata nilai kecerdasan emosi responden pria dari SMAN 6 bersabuk putih
adalah 209,87 dan yang bersabuk kuning adalah 220,10, maka selisihnya adalah
10,238.
Dan dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai kecerdasan emosi kedua varians
(sabuk putih dan sabuk kuning) adalah identik atau sama, karena nilai F hitung untuk
kasus ini adalah 0,117 dengan probabilitas sebesar 0,7343. Dikarenakan
probabilitas > 0,05, maka Ho diterima. Dengan begitu, tidak terdapat perbedaan nilai
kecerdasan emosional diantara kedua sampel subyek (sabuk putih dan sabuk
kuning).
Sementara dari hasil uji t tes ditemukan bahwa nilai t untuk kasus ini adalah 1,982 dengan probabilitas 0,057 . Dikarenakan nilai probabilitas 0,057, maka nilai
probabilitas > 0,05, sehingga Ho diterima. dengan begitu tidak terdapat perbedaan
nilai mean atau rata-rata nilai kecerdasan emosi antara responden sabuk putih dan
sabuk kuning dari SMAN 6.
Kesimpulan
Subyek bersabuk putih dan kuning memiliki nilai kecerdasan emosi yang tidak
berbeda secara signifikan, dan dapat dikatakan identik atau sama. Dengan demikian
tidak terdapat perbedaan nilai kecerdasan emosional diantara kedua sampel subyek.
Saran
Saran Metodologis
1. Melibatkan sampling yang lebih banyak.
2. Melibatkan usia yang lebih beragam.
3. Melakukan penelitian kepada praktisi seni bela diri dengan tingkatan sabuk yang
lebih tinggi (coklat, hitam dan merah).
4. Melibatkan variasi jenis olah raga seni bela diri yang lebih beragam.
Saran Praktis
Olahraga bela diri dapat menjadi salah satu sarana pereda katarsis dan
memberikan banyak manfaat baik secara fisik maupun psikis. Oleh karena itu
peneliti menyarankan seseorang untuk berlatih secara berkala.
Daftar Pustaka
Addis. F.S. (2013, May). Understanding your Emotional Intelligence. Rough notes,31(3),
188-190.
September
2013.
http://search.proquest.com/docview/1470884050/D38DC1265AFF4610PQ/1?account
id=34643, diunduh tanggal 11 mei 2014 pukul 18:15.
Crudelli (2010). The Way of the Warrior. New York: DK Publishing.
Dojodragonfire.
www.
Gashuku-jujitsu.
(n.d).
Mei
4,
2014.
https://dojodragonfire.wordpress.com/tag/gashuku-jujitsu/ diunduh tanggal 11 mei 2014
pukul 19:30.
Goleman, D. (2003). Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Pell, K. (2005). Martial Art Basics: Ju-jitsu. London: Connections Book Publishings.
Stein, S.J. (2009). Emotional Intelligence for dummies. Ontario: John Wiley &Sons Canada.
Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wahyuni, I. (2008). Gambaran kecerdasan emosional (EQ) pada vegetarian dan bukan
vegetarian. Skripsi Sarjana. Jakarta: Universitas Atmajaya.
Download