STRATEGI 15 Edisi Minggu Bisnis Indonesia 5 September 2010 Budaya dalam perusahaan keluarga S A. B. SUSANTO Managing Partner The Jakarta Consulting Group alah satu keunggulan perusahaan keluarga adalah orientasi jangka panjang terhadap bisnis karena menganggap kelangsungan bisnis terkait langsung dengan kelangsungan hidup keluarga. Jika perusahaan bangkrut, keluarga tidak bisa makan. Di samping itu, dalam banyak kasus perusahaan dan produk sangat memengaruhi identitas anggota keluarga. Sehingga jika produk yang dihasilkan dipersepsikan cacat atau bermutu rendah, seakan-akan merefleksikan diri mereka. Jadi sebuah perusahaan keluarga kemungkinan tidak tertarik untuk memperoleh keuntungan finansial jangka pendek yang dapat menodai kedudukan perusahaan. Dari sisi budaya perusahaan, semangat keluarga menentukan nilai, norma, dan sikap yang berlaku dalam perusahaan. Sementara nilai dari anggota keluarga mengekspresikan penciptaan suatu tujuan umum bagi karyawan dan membantu terbentuknya identitas dan komitmen. Dalam perusahaan keluarga yang berjalan terus, karyawan memiliki perasaan sebagai bagian dari keluarga yang menciptakan atmosfer lebih peduli. Juga karena relatif tidak birokratis sehingga akses kepada manajemen senior lebih mudah. Pengambilan keputusan pun lebih cepat dan lebih efektif. Namun di sisi lain, budaya pada banyak perusahaan keluarga juga memiliki sejumlah sisi negatif, yang metaforanya adalah The Moon Culture. Maksudnya sangat bergantung kepada suasana hati (mood) pemiliknya. Ciri-ciri The Moon Culture adalah pertama, apa yang disebut dengan ”Superman Syndrome” dan kepemimpinan ganda. Sang pemimpin dan pemilik seolah menjadi superman yang dapat menjalankan berbagi peran dan mengatasi berbagai persoalan dalam perusahaan. Juga munculnya kepemimpinan dari pihak keluarga yang acap membingungkan karyawan. Sisi negatif lainnya adalah tiadanya garis tegas antara persoalan perusahaan dan persoalan pribadi; kesetiaan lebih kepada pribadi ketimbang organisasi; prosedur yang lebih bertumpu kepada ”situasi”, yang pada galibnya sangat bergantung pada penilaian pemilik, dan transparansi yang rendah. Tentu tidak semua perusahaan keluarga memiliki ciri-ciri The Moon Culture seperti disebutkan di atas. The Moon Culture biasanya subur dalam budaya yang disebut oleh Dyer dan Gibb Jr. dengan budaya paternalistik. Di samping budaya paternalistik, kedua pakar tersebut membagi budaya perusahaan keluarga menjadi budaya Laissez-faire, budaya partisipasi, dan budaya profesional. Dalam budaya paternalistik, hubungan diatur secara hierarkis. Pemimpin membuat seluruh keputusan kunci. Keluarga tidak percaya kepada orang luar dan langsung mengawasi karyawan. Anggota keluarga diperlakukan istimewa. Kelanjutan warisan keluarga dan pendiri adalah tujuan utama. Budaya paternalistik tumbuh subur ketika pemimpin memiliki keahlian dan informasi yang dibutuhkan guna mengelola seluruh aspek bisnis. Karena pemimpin perusahaan paternalistik adalah figur kharismatik, karyawan berkomitmen tinggi merealisasikan visi sang pemimpin. Namun, perusahaan paternalistik memiliki sejumlah kelemahan, yaitu terlalu bergantung kepada pemimpin, diabaikannya pelatihan dan pengembangan generasi penerus, kemungkinan gagalnya mengelola ambiguitas dan kompleksitas, dan karyawan yang merasa tidak kompeten dan tidak berdaya. Budaya paternalistik umumnya akan sukses ketika perusahaan masih berukuran kecil dalam lingkungan relatif stabil. Budaya laissez-faire mirip dengan budaya paternalistik. Bedanya, dalam budaya laissezfaire, karyawan dianggap dapat dipercaya, dan mereka diberikan tanggung jawab mengambil Pertanyaan, saran, kritik, dan komentar dapat disampaikan ke redaksi melalui: [email protected], dan www.bisnis.com BISNIS/ADI PURDIYANTO Dalam sebuah perusahaan keluarga yang sukses, anggota keluarga memainkan perannya dengan baik dan merasa mempunyai makna. keputusan meski kata akhir dalam hal misi dan strategi tetap berada di tangan keluarga. Karyawan diberikan otoritas yang cukup besar dan pertimbangan untuk menentukan sarana mencapai tujuan. Budaya laissez-faire sangat dianjurkan bagi terciptanya pertumbuhan bisnis dan kreativitas individual karena pihak keluarga mendelegasikan tanggung jawab yang cukup besar kepada karyawan. Pola ini cocok jika keluarga tidak mau dan tidak mampu untuk mengawasi aktivitas bisnis sehari-hari, dan bisnis mensyaratkan karyawannya untuk mengambil inisiatif dan berubah dengan cepat guna menyesuaikan diri dengan kondisi baru. Kelemahan yang muncul dari budaya ini adalah bahwa tindakan karyawan yang mungkin tidak konsisten dengan nilai-nilai dasar dan asumsi keluarga. Partisipasi & profesional Dalam budaya partisipasi, dikembangkan hubungan yang lebih egaliter dan berorientasi kelompok. Keluarga mencoba memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan potensinya. Dalam budaya partisipasi, keluarga mempertimbangkan saran dan pendapat karyawan sebelum mengambil keputusan. Melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan, karyawan akan lebih memahami nilai-nilai perusahaan serta lebih berkomitmen terhadap keputusan yang diambil. Kelemahan budaya partisipatif terletak pada proses pengambilan keputusan yang sering memerlukan waktu lebih lama. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi adalah menentukan mana keputusan yang harus diambil dengan cepat dan mana yang dapat melalui proses diskusi lebih lama. Budaya profesional umumnya terdapat pada perusahaan keluarga yang menyerahkan pengelolaan bisnisnya kepada manajemen profesional. Karyawan berfokus pada pencapaian individu dan kemajuan karier. Manajer profesional kerap bersikap netral dan objektif terhadap karyawan. Para profesional ini mengandalkan pendidikan dan pelatihan yang mereka terima untuk membuat keputusan yang rasional. Para profesional bersikap proaktif guna meningkatkan kinerja perusahaan. Keuntungan budaya profesional ini adalah masuknya ide-ide dan teknik manajemen baru yang dibawa oleh para manajer profesional. Kelemahannya adalah terasingkannya karyawan yang telah lama bekerja dalam perusahaan keluarga, tingginya absensi dan tingkat keluar masuk, serta persaingan yang tidak sehat. Apa pun budaya yang berkembang dalam sebuah perusahaan keluarga yang sukses, anggota keluarga memainkan perannya dengan baik dan merasa mempunyai makna. Dalam perusahaan juga telah terjadi internalisasi mengenai Family Governance, hidup semangat kewirausahaan yang diimbangi manajemen risiko, dan berorientasi pada operasi yang unggul.