mempelajari pola pengolahan tanah pada lahan kering

advertisement
MEMPELAJARI POLA PENGOLAHAN TANAH PADA
LAHAN KERING MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN
DENGAN BAJAK ROTARI
A R I E S M A N. M
G. 621 07 017
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
MEMPELAJARI POLA PENGOLAHAN TANAH PADA
LAHAN KERING MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN
DENGAN BAJAK ROTARI
OLEH :
A R I E S M A N. M
G. 621 07 017
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kateknikan Pertanian
pada
Jurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: Mempelajari Pola Pengolahan Tanah pada Lahan
Kering Menggunakan Traktor Tangan dengan
Bajak Rotari
Nama
: Ariesman. M
Stambuk
: G. 621 07 017
Jurusan
: Teknologi Pertanian
Program Studi
: Keteknikan Pertanian
Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Daniel Useng, M.Eng.Sc
NIP. 19620201 199002 1 002
Dr. Iqbal Salim, STP, M.Si
NIP. 19781225 200212 1 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Teknologi
Pertanian
Prof. Dr. Ir. Mulyati M Tahir, MS
NIP. 19570923 198312 2 001
Tanggal Pengesahan :
Ketua Panitia Ujian Sarjana
Dr. Iqbal Salim, STP, M.Si
NIP. 19781225 200212 1 001
Desember 2012
Ariesman. M (G.621 07 017) Mempelajari Pola Pengolahan Tanah pada
Lahan Kering Menggunakan Traktor Tangan dengan Bajak Rotari.
Di Bawah Bimbingan Daniel Useng dan Iqbal Salim.
ABSTRAK
Budidaya tanaman hortikultura di Indonesia, masih banyak dilakukan secara
konvensional dengan menggunakan tenaga manusia. Oleh karena itu penggunaan
mesin-mesin pengolahan tanah merupakan hal yang sangat penting untuk
peningkatan produksi. Penggunaan tenaga tarik traktor akan meningkatkan
kapasitas kerja dan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
tenaga hewan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pengolahan tanah
yang terbaik dengan menggunakan traktor tangan bajak rotari pada lahan petani
di kabupaten Takalar. Hasil Kapasitas lapang efektif pada pengolahan tanah pola
tepi adalah 0.046 ha/jam sedangkan pada pengolahan pola tengah didapatkan hasil
0.057 ha/jam. Hasil kapasitas kerja pengolahan tanah pada pola tepi adalah 21
jam/ha sedangkan pada pengolahan tanah pada pola tengah adalah 17 jam/ha.
Efisiensi pola tepi adalah 58% sedangkan efisiensi pada pola tengah adalah 72%.
Pola pengolahan yang baik atau sesuai digunakan untuk pengolahan tanah pada
lahan kering dengan bajak rotari adalah pengolahan pola tengah.
Kata Kunci: Traktor tangan, bajak rotari, pengolahan tanah, pola tepi,
pola tengah.
RIWAYAT HIDUP
Ariesman. M yang kerap disapa dengan nama Aris, lahir di
Pare-Pare pada tanggal 10 April 1989 merupakan anak
ke-1(satu) dari lima bersaudara, pasangan bapak Makmur Nur
dan ibu Siti Asma.
Jenjang Pendidikan formal yang pernah dilalui adalah :
1. Memulai pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Teratai Pare-Pare pada
tahun 1994 sampai tahun 1995.
2.
Menempuh pendidikan dasar pada SD Negeri 35 Bacukiki Utama
Pare-pare pada tahun 1995 sampai tahun 2001.
3. Melanjutkan
pendidikan
di
sekolah
menengah
pertama
pada
SMP Negeri 1 Bantaeng pada tahun 2001 sampai tahun 2004.
4. Untuk jenjang menengah atas, pendidikan di tempuh di SMA Negeri 1
Bantaeng pada tahun 2004 sampai tahun 2007.
5. Melanjutkan pendidikan pada Universitas Hasanuddin, Jurusan Teknologi
Pertanian, Program Studi Keteknikan Pertanian, Makassar pada tahun
2007 sampai pada tahun 2012.
Selama menempuh pendidikan di dunia kampus, aktivitas yang dilakukan
adalah menjadi pengurus Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (LIDMI) periode
2010-2011, pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Dakwah Kampus
Mahasiswa Pencinta Mushallah Unhas (UKM LDK MPM UH) periode berlanjut
2008-2011, pengurus Lembaga Dakwah Fakultas Ulul Al Baab Fakultas Pertanian
Unhas (LDF Ulul Al Baab Faperta UH) periode berlanjut 2008-2010, pengurus
Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (HIMATEPA) periode berlanjut
2008-2010, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Unhas
(BEM FAPERTA UH), periode 2009-2010. Koordinator Asisten mata kuliah Ilmu
Ukur Wilayah.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Azza wa Jalla atas
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
Selama pelaksanan studi, penelitian maupun penyusunan skripsi ini tidak
lepas dari peran serta berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menghanturkan terima kasih kepada :
1. Orang tua tercinta Makmur Nur dan Siti Asma yang telah banyak
memberikan bantuan materil, dukungan dan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Daniel Useng, M.Eng. Sc dan Dr. Iqbal Salim, STP, M.Si sebagai
dosen pembimbing atas kesabaran, petunjuk dan segala arahan yang telah
diberikan dari penyusunan proposal penelitian hingga penyusunan skripsi ini
selesai.
3. Staff Dinas Pertanian Kabupaten Takalar yang telah membantu dan
memberikan pengarahan selama berlangsungnya penelitian ini, khususnya
kepada Mr. Kimura (staf kontrak dari JICA) dan Bapak Adi, SP.
4. Ikhwa-ikhwa di MPM Unhas : Akh Akino, Ayid, Syamsir, Hariadi, Sumarlin,
Abdurrahman, K Samsul, K Akram, K Putra, K Abdul Kadir, K Subhan dan
lainnya yang telah banyak memberikan dukungan dan doa sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman seperjuangan Orator 2007 yang selama ini menjadi saudara(i)ku dan
senantiasa membantuku dan memberikan banyak pengalaman hidup, tetap
semangat untuk menjadi Sarjana Teknologi Pertanian.
6. Keluarga Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin
baik senior maupun junior, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi
mereka yang memerlukannya demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Makassar,
Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
ii
RINGKASAN .................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.................................................................................
1
1.2 ... Tujuan …………………………………………………………….
2
1.3
2
Manfaat ............................................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hortikultura .....................................................................................
3
2.1.1. Tanaman Pangan……………………………………............
3
2.1.2. Tanaman Hias……………….……………………………..
3
2.2
Pengolahan Tanah............................................................................
4
2.3
Jenis Tanah dan Kadar Air ..............................................................
7
2.4
Pola Pengolahan Tanah dengan Traktor Tangan .............................
8
2.4.1. Pola Tengah…………………………………………………. 10
2.4.2. Pola Tepi…………………..………………………………... 12
2.5
Bajak Rotari atau Pisau Berputar .................................................... 13
2.6
Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah ................................................. 18
2.7
Efisiensi Pengolahan Tanah............................................................. 26
2.8
Slip .................................................................................................. 27
III. METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat........................................................................... 29
3.2
Bahan dan Alat ................................................................................ 29
3.3
Prosedur Penelitian .......................................................................... 29
3.3.1. Persiapan ................................................................................ 29
3.3.2. Pelaksanaan ........................................................................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Lebar, Kedalaman, dan Slip Pengolahan Tanah ................................ 32
4.2 Kapasitas Lapang Efektif Pengolahan Tanah .................................... 34
4.3 Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah ................................................... 35
4.4 Efisiensi Pengolahan Tanah ............................................................... 36
4.5 Penggunaan Konsumsi Bahan Bakar ................................................. 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………
39
5.2 Saran………………………………………………………………… 39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No
Judul
Halaman
1.
Kecepatan putar rotari hubungannya dengan kondisi tanah ..................
16
2.
Kecepatan Maju Traktor Tangan Bajak Rotari ....................................... 42
3.
Rata-rata Kapastis Lapang Efektif Pola Tepi ......................................... 43
4.
Rata-rata Kapastis Lapang Efektif Pola Tengah………………………. 44
5.
Perhitungan Slip Roda………………………………………………….. 45
6.
Spesifikasi Traktor Tangan Bajak Rotari………………………………. 47
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Halaman
1.
Bajak Rotari ............................................................................................
8
2.
Posisi Bajak ke Traktor ...........................................................................
9
3.
Pengolahan Pola Tengah......................................................................... 11
4.
Alur Balik ............................................................................................... 11
5.
Alur tepi yang tidak tertimbun................................................................ 11
6.
Pola Pengolahan Tepi ............................................................................. 12
7.
Traktor tangan bajak rotari ..................................................................... 17
8.
Skema Pengolahan Pola Tepi ................................................................. 31
9.
Skema Pengolahan Pola Tengah……………………………………….
10.
Lebar Pengolahan Tanah ........................................................................ 32
11.
Kedalaman Pengolahan Tanah ............................................................... 33
12.
Hasil Perhitungan Kapasitas Lapang Efektif…………………………..
13.
Hasil Perhitungan Kapasitas Kerja Pengolahan……………………….. 35
14.
Hasil Perhitungan Efisiensi Pengolahan Tanah………………………..
36
15.
Hasil Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar ......................................... .
37
16.
Jenis Tanah… .......................................................................................
46
17.
Foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan
31
34
a. Foto lahan sebelum diolah ............................................................ 49
b. Foto proses pengolahan lahan ........................................................ 49
c. Hasil pengolahan tanah .................................................................. 50
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul
Halaman
1.
Lebar Kerja Teoritis Instrumen dan Lebar Kerja Lapang .................
42
2.
Kedalaman Kerja ...............................................................................
42
3.
Kecepatan Maju .................................................................................
42
4.
Kapasitas Lapang Teoritis dan Kapasitas Lapang Efektif .................
42
5.
Konsumsi Bahan Bakar ....................................................................
44
6.
Menghitung Slip ................................................................................
45
7.
Kadar Air Tanah ................................................................................
45
8.
Jenis Tanah ........................................................................................
46
9.
Spesifikasi Traktor Tangan Bajak Rotari ..........................................
47
10.
Foto Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan .........................................
49
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan kering merupakan potensi yang besar untuk dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian di Indonesia. Areal lahan kering di Indonesia
mencapai 52.4 juta ha yang tersebar di pulau Jawa dan Bali (7.1 juta ha),
Sumatra (14.8 juta ha), Kalimantan (7.4 juta ha), Sulawesi (5.1 juta ha),
Maluku dan Nusa Tenggara (6.2 juta ha), serta Papua (11.8 juta ha). Untuk
memanfaatkan potensi yang ada, perlu dilakukan pengolahan tanah yang
merupakan awal dari kegiatan pada budidaya pertanian. Kegiatan pengolahan
tanah ini perlu diupayakan secara efektif dan efisien, karena akan
mempengaruhi kualitas pengolahan tanah, waktu kerja pengolahan tanah, dan
produksi hasil pertaniannya, sehingga diharapkan potensi lahan kering yang
besar dapat dimanfaatkan secara maksimal (Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, 1998).
Lahan kering biasanya dimanfaatkan untuk tanaman hortikultura,
karena tanaman hortikultura tidak memerlukan air yang melimpah saat
pembudidayaannya. Pembudidayaan tanaman hortikultura seperti jagung,
sayuran dan tanaman hias sangat perlu dilakukan karena potensi lahan kering
yang melimpah, sebagai bahan makanan yang penting, dan sebagai tanaman
hias sehingga berpotensi sebagai komoditas ekspor (Haerani, 2001).
Di Indonesia, budidaya tanaman hortikultura masih banyak dilakukan
secara konvensional dengan menggunakan tenaga manusia (manual). Oleh
karena itu penggunaan mesin-mesin pengolahan tanah merupakan hal yang
sangat penting untuk peningkatan produksi, hal ini disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan para petani terhadap perkembangan teknologi
sehingga membuat lebih mengutamakan pengolahan tanah secara manual
(Haerani, 2001).
Pengolahan tanah biasanya digunakan alat dengan tenaga tarik hewan
atau menggunakan tenaga traktor. Penggunaan tenaga tarik traktor akan
meningkatkan kapasitas kerja dan hasil yang didapatkan pada pengolahan
akan lebih baik dibandingkan dengan menggunakan hewan (Haerani, 2001).
Menurut Daywin dkk, (1999) tujuan utama dari penggunaan mesinmesin dibidang pertanian adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja
petani dan mengubah pekerjaan berat menjadi lebih ringan. Kegiatan
pengolahan tanah pada lahan kering untuk tanaman hortikultura merupakan
kegiatan yang cukup berat, kegiatan ini memerlukan waktu dan tenaga serta
biaya yang cukup besar. Mekanisasi pertanian dapat meningkatkan kualitas
hasil produksi (Haerani, 2001).
Beberapa masalah yang ada di atas perlu dilakukan pengujian traktor
tangan bajak rotari dengan beberapa pola pengolahan tanah untuk mengetahui
efisiensinya, sehingga diharapkan menghasilkan alternatif pola pengolahan
tanah yang terbaik untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi
para petani sehingga dapat meningkatkan produksi, pendapatan petani dan
mengurangi biaya produksi serta dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pengolahan tanah yang
sesuai menggunakan traktor tangan dengan implemen bajak rotari pada lahan
kering di kelurahan Salaka, kecamatan Pattalassang, kabupaten Takalar.
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian adalah memberikan informasi dan alternatif dalam
pengolah tanah dengan menggunakan traktor tangan bajak rotari dengan
harapan dapat membantu petani dalam meningkatkan kualitas hasil produksi,
produktivitas tenaga kerja, dan pendapatan serta mengurangi biaya produksi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hortikultura
Hortikultura berasal dari bahasa latin yaitu hortus yang berarti kebun
dan colare yang berarti membudidayakan, kemudian hortikultura diartikan
sebagai
ilmu
yang
mempelajari
pembudidayaan
tanaman
kebun
(Sumadi, 1997).
Menurut
Haryadi
(1989),
berdasarkan
kegunaannya
tanaman
hortikultura dapat dibagi sebagai berikut :
2.1.1. Tanaman pangan berupa sayuran dan buah-buahan. Untuk sayuran ada
yang berupa tanaman ditanam di bagian atas tanah: kubis-kubisan
(kubis, kubis bunga, brokoli), kacang-kacangan (buncis, kapri, kacang
tanah), tanaman solonaceac berbuah (cabai, tomat, terung), ketimun
(ketimun, melon, semangka, labu), sayuran hijau (spinasi, bayam,
kangkung) jamur (agaricus). Tanaman yang ditanamn untuk bagian
bawah tanah: tanaman akar (bit, wortel, lobak, talas, ubi jalar, tanaman
ubi (kentang) tanaman umbi lapis (bawang merah, bawang putih,
bawang bombay)
Buah-buahan untuk iklim sedang buah kecil (beri, anggur, kiwi) pohon
buah (apel, apricot, pir) untuk iklim tropik dan sub tropik, taman ternal
(pisang, pepaya, jeruk)
2.1.2.Tanaman hias, tanaman bedengan bunga: corm, umbi, tanaman lanscap,
semak, pohon, padang rumput.
Berdasarkan siklus hidupnya, tanaman hortikultura dapat digolongkan
menjadi tanaman setahun atau semusim (annuals), dwi tahun (biennials), dan
tanaman tahunan (parennials). Tanaman setahun melengkapi seluruh
hidupnya dalam satu musim tumbuh contoh kedelai, kapri, dan buncis.
Tanaman dwibulanan adalah tanaman yang memerlukan dua musim untuk
melengkapi siklus hidupnya contoh wartel, bawang bombay, sedangkan
tanaman tahunan seperti terung dan cabai terus menerus tumbuh tidak
terbatas (Janick, 1986).
2.2 Pengolahan Tanah
Tanah merupakan suatu sistem yang dinamis, tersusun dari empat bahan
utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan
penyusun tanah tersebut berbeda komposisinya untuk setiap jenis tanah, kadar
air dan perlakuan terhadap tanah. Sebagai suatu sistem yang dinamis, tanah
dapat berubah keadaannya dari waktu ke waktu, sesuai sifat-sifatnya yang
meliputi sifat fisik, kimia, dan sifat mekanis, serta keadaan lingkungan yang
keseluruhannya menentukan produktifitas tanah. Pada tanah pertanian, sifat
mekanis tanah yang terpenting adalah reaksi tanah terhadap gaya-gaya yang
bekerja pada tanah, dimana salah satu bentuknya yang dapat diamati adalah
perubahan tingkat kepadatan tanah (Yuswar, 2004).
Pengolahan tanah adalah semua pekerjaan pendahuluan sebelum tanam
untuk membuat tanah dalam keadaan sebaik-baiknya guna pertumbuhan
perakaran sampai pada keadaan siap ditanami (Mundjono, 1989).
Pengolahan tanah adalah semua pekerjaan pendahuluan sebelum proses
penanaman. Tujuan utama dari pengolahan tanah adalah menciptakan kondisi
tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman dengan usaha yang
seminimum mungkin. Sebagai awal kegiatan budidaya pertanian sebelum
kegiatan lainnya dilakukan, kegiatan ini perlu diupayakan secara efektif dan
efisien, oleh karena menyangkut kualitas hasil dan ketepatan waktu
pengolahan tanah (Mundjono, 1989).
Pengolahan tanah umumnya masih didominasi oleh penggunaan
cangkul (secara manual) oleh tenaga manusia dan alat bajak yang ditarik oleh
tenaga ternak. Dengan penggunaan tenaga manusia dan tenaga ternak akan
mengakibatkan produksi pertanian rendah dan waktu yang lama bila
dibandingkan dengan penggunaan tenaga mekanis seperti traktor terutama
sebagai sumber tenaga penarik bajak dan alat pertanian lainnya. Penggunaan
traktor sebagai sumber tenaga dalam pengolahan tanah, diharapkan dapat
mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk proses pengolahan tanah,
kapasitas kerja menjadi lebih tinggi dan pendapatan petani bertambah,
sehingga dapat dilaksanakan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi yang
sempurna (Mundjono, 1989).
Kecepatan dalam pengolahan tanah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kapasitas kerja efektif yang dapat dicapai dalam pengolahan
tanah. Kapasitas kerja efektif adalah faktor yang menentukan besarnya biaya
penggunaan alat persatuan luas (Mundjono, 1989).
Pengolahan tanah merupakan bagian proses terberat dari keseluruhan
proses budidaya, dimana proses ini mengkonsumsi energi sekitar 1/3 dari
keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam proses budidaya pertanian. Cara
pengolahan tanah akan berpengaruh terhadap hasil pengolahan dan konsumsi
energinya (Mundjono, 1989).
Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa masalah pengolahan
tanah merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan produksi
pertanian yang optimal. Kondisi tanah yang baik adalah salah satu faktor
berhasilnya produksi tanaman dan untuk mencapai kondisi tanah yang baik
diperlukan
pengolahan
tanah
dengan
alat
dan
mesin
pertanian
(Mundjono, 1989).
Akhir-akhir ini masalah yang utama di dalam pembukaan dan
pengolahan tanah adalah bagaimana agar didapatkan efisiensi yang optimal.
Hal ini dimaksudkan dari pengertian minimal tillage yaitu pengolahan yang
seminimal mungkin, tetapi menghasilkan tanah yang baik dan pertumbuhan
tanaman yang optimal dengan biaya yang rendah (Mundjono, 1989).
Kegiatan pengolahan tanah dapat dibedakan menjadi pengolahan tanah
I (Primary tillage) dan pengolahan tanah II (Secondary tillage). Kegiatan
pengolahan tanah pertama secara sederhana bertujuan membongkar tanah
menjadi bongkahan-bongkahan agar mampu menangkap udara, air dan sinar
matahari, guna proses pelapukan sehingga tanah menjadi matang, bebas dari
tanaman gulma dan siap untuk masuk ke pengolahan tanah kedua yang
bertujuan menghancurkan dan mencampur bongkah tanah yang telah matang
secara mesra (proses penghancuran dan pembusukan) agar menjadi media
tumbuh tanaman yang baik (Kuipers dan Kowenhopn, 1983).
Kuipers dan Kowenhopn (1983) menyatakan bahwa tujuan pengolahan
tanah sebagai berikut :
1. Menciptakan struktur tanah yang dibutuhkan untuk persemaian atau
tempat tumbuh benih. Tanah yang padat diolah sampai gembur, sehingga
mempercepat
infiltrasi
air,
berkemampuan
baik
menahan
hujan,
memperbaiki aerasi dan memudahkan perkembangan akar
2. Meningkatkan kecepatan infitrasi tanah sehingga menurunkan run off dan
mengurangi bahaya erosi
3. Menghambat atau mematikan tumbuhan pengganggu
4. Membenamkan tumbuh-tumbuhan atau sampah-sampah yang ada di atas
permukaan tanah ke dalam tanah sehingga menambah kesuburan tanah
5. Membunuh serangga, larva atau telur-telur serangga melalui perubahan
tempat tinggal dan terik matahari
6. Menyiapkan lahan sebagai media tumbuh tanaman yang baik
Secara umum, tujuan mekanisasi pertanian adalah (Kuipers dan
Kowenhopn, 1983) :
1. Mengurangi kejerihan kerja dan meningkatkan efisiensi tenaga manusia
2. Mengurangi kerusakan produksi pertanian
3. Menurunkan ongkos produksi
4. Menjamin kenaikan kualitas dan kuantitas produksi
5. Meningkatkan taraf hidup petani
6.Memungkinkan pertumbuhan ekonomi subsistem (tipe pertanian kebutuhan
keluarga) menjadi tipe pertanian komersil (comercial farming)
Proses yang terjadi pada pengolahan tanah dengan bajak dapat
diasumsikan terdiri dari beberapa bagian proses. Untuk alat ini, proses yang
terjadi
terdiri
dari
proses
intake,
main
flow
dan
output.
Proses intake merupakan proses dimana suatu bagian/lapisan tanah
dipisahkan dari bagian utamanya. Proses main flow adalah proses yang terjadi
selama tanah bergerak sepanjang bagian alat (plough-body). Proses output
mencakup perubahan yang terjadi setelah irisan tanah terlepas dari alat
(Kuipers dan Kowenhopn, 1983).
2.3 Jenis Tanah dan Kadar Air
Tanah yang terdapat pada lahan kering di kabupaten Takalar yang
dijadikan sebagai tempat untuk pengolahan tanah adalah tanah jenis
inseptisol, data tersebut didapatkan dari peta Badan Perencanaan Pembagunan
Daerah (BAPPEDA) dengan tim revisi Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Takalar.
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi
lebih berkembang dari pada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata
Inceptum yang berarti permulaan. Tanah ini belum berkembang lanjut,
sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Inceptisol mempunyai
karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air untuk tanaman lebih
dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam musim –
musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi
bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir geluhan
dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi
lempung ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dan
Kpk dalam tanah inceptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa
(Darmawidjaja, 1961).
Pada dasarnya tanah ini dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian,
yaitu melalui teras siring atau dengan budidaya tanaman tahunan yang lebih
kuat dalam mengikat tanah. Tanaman pertanian dapat disisipkan dalam selasela tanaman tahunan. Potensi lain adalah dengan memanfaatkan lahan ini
untuk usaha penghijauan (Darmawidjaja, 1961).
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan basis kering
(dry basis). Jadi yang dimaksud dengan kadar air tanah adalah jumlah air
yang bila dipanaskan dengan oven yang bersuhu 105oC hingga diperoleh
berat tanah kering yang tetap (Das, 1993).
Persentase berdasarkan berat, kadar air tanah dapat dihitung dengan
persamaan 1 rumus sebagai berikut :
𝐾𝐴 =
π‘Šπ‘Ž−π‘Šπ‘˜
π‘Šπ‘Ž
π‘₯ 100%………….………………........................................(1)
dimana :
KA = Kadar air tanah (%)
Wa = Berat tanah sebelum dikeringkan (g)
Wk = Berat tanah setelah dikeringkan (g)
2.4 Pola Pengolahan Tanah (Pembajakan) Dengan Traktor Tangan
Mesin rotari dapat digolongkan sebagai alat pengolah tanah pertama
maupun kedua. Karena selain memotong, mengangkat dan membalik tanah,
mesin ini juga menghancurkan bongkahan tanah, sekaligus meratakan.
Bekerjanya mesin rotari tidak hanya ditarik oleh traktor tetapi terutama
karena diputarnya susunan pisau pada poros. Putaran pisau ini biasanya
searah dengan putaran roda ke depan. Pisau-pisau mesin rotari dibuat
melengkung. Apabila susunan pisau diatur ke arah dalam semua maka akan
diperoleh hasil pengolahan tanah yang berbentuk cembung. Apabila disusun
ke arah luar semua (kecuali pisau terluar) akan didapatkan hasil cekung.
Untuk mendapatkan arah yang datar, posisi pisau diatur seimbang. Bagianbagian bajak rotari dengan susunan pisau yang dibuat melengkung pada poros
disajikan pada Gambar 1 (Wijayanto, 1996).
Gambar 1. Bajak Rotari
Pemasangan bajak ke traktor tangan adalah sebagai berikut:
Pemasangan mesin rotari biasanya cukup menggunakan dua buah mur-baut,
namun ada juga yang menggunakan pena seperti bajak. Hal ini disebabkan
beban yang dibutuhkan untuk menarik rotari lebih kecil dibandingkan dengan
bajak. Di bagian atas mesin rotari kadang-kadang dilengkapi dengan pengait
untuk menahan beban mesin rotari dan membantu dalam pemasangan. Posisi
pemasangan mesin rotari dengan satu sumbu disajikan pada Gambar 2
(Wijayanto, 1996).
Gambar 2. Posisi Bajak ke Traktor
Kedudukan mesin rotari harus satu sumbu dengan traktor. Setelah
mesin rotari tepasang dengan mantap, baru dipasang rantai penerus daya.
Beberapa jenis mesin rotari, rantainya menyatu, sehingga pemasangannya
harus berbarengan dengan mesin rotari.
Berdasarkan
cara
penggandengan
peralatannya
traktor
kecil
diklasifikasikan dalam tiga kelompok (Dahono, 1997):
1. Tipe unit (Integral Maunted Tractor) adalah traktor roda dua yang
peralatannya langsung dihubungkan dengan poros (sumbu as) dengan gigi
transmisi.
2. Tipe Gusur (Trailing Type), peralatannya digandengkan ke traktor dengan
pen (pasak) jadi bekerjanya berdasarkan kekuatan tarik maju kedepan dari
traktor.
3. Tipe Kombinasi (Combination Type), traktor yang dapat dipakai secara
tipe gusur dan tipe unit. Tipe kombinasi menggunakan rantai (chain)
sebagai penerus tenaga dari transmisi ke peralatan cangkul/garu berputar
(rotari tiller).
Pengolahan tanah, perlu menggunakan pola-pola tertentu. Tujuan dari
pola pengolahan tanah ini adalah (Dahono, 1997) :
1. Lebih efisien, dengan menggunakan pola yang sesuai diharapkan :
a. Waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen
pengolahan tanah diangkat) sesedikit mungkin
b. Lahan yang diolah tidak diolah lagi sehingga diharapkan pekerjaan
pengolahan tanah bisa lebih efisien
2. Lebih efektif
Hasil pengolahan tanah (khususnya untuk pembajakan) bisa merata.
Bagian lahan yang diangkat tanahnya akan ditimbun kembali dari alur
berikutnya, sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih
efektif.
Beberapa macam pola pengolahan tanah yang disesuaikan dengan
bentuk lahan dan jenis alat yang digunakan. Beberapa pola pengolahan tanah,
antara lain :
2.4.1. Pola Tengah
Pembajakan dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan
kedua pada sebelah hasil pembajakan pertama. Traktor diputar ke
kanan dan membajak rapat dengan hasil pembajakan pertama.
Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan sampai ke tepi
lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit.
Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan.
Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3
pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung
lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Dahono, 1997).
Pengolahan tanah dengan pola tengah disajikan pada Gambar 3
(Dahono, 1997).
Gambar 3. Pengolahan Pola Tengah
Pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow) yaitu alur
bajakan yang saling berhadapan satu sama lain, sehingga akan terjadi
penumpukan lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan.
Pada pembajakan pengolahan tanah dihasilkan alur balik di sajikan pada
Gambar 4 (Dahono, 1997).
Gambar 4. Alur balik
Pada tepi lahan alur hasil pembajakan tidak tertutup oleh lemparan
hasil
pembajakan
disajikan
pada
Gambar
5
(Dahono,
Gambar 5. Alur tepi yang tidak tertimbun
1997).
2.4.2. Pola Tepi
Pengolahan tanah dilakukan dari salah satu titik sudut lahan. Berputar
ke kiri sejajar sisi lahan, sampai ke tengah lahan. Lemparan
pembajakan ke arah luar lahan. Pada akhir pengolahan, operator akan
kesulitan dalam membelokkan traktor. Pengolahan tanah pola tepi
disajikan pada Gambar 6 (Dahono, 1997).
Gambar 6. Pola Pengolahan Tepi
Pola ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan
tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal
lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4
pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara
manual (dengan cangkul) (Dahono, 1997).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pembajakan yaitu
(Dahono, 1997) :
1. Menjaga agar traktor berjalan lurus. Pada saat membajak, tanah hasil
bajakan akan terlempar ke arah sisi tepi (biasanya ke kanan), sehingga
bajak akan terdorong ke kiri, dan traktor akan terdorong dan akan
berbelok ke kanan. Operator harus menahan agar traktor tetap berjalan
lurus. Untuk mengontrol agar jalannya traktor lurus, sesaat sebelum
melakukan pembajakan, operator melihat satu titik lurus di depan. Pada
saat akan mengontrol, operator dapat melihat kembali titik tadi apakah
masih berada lurus di depan.
2. Menjaga kedalaman pembajakan. Pada saat membajak, tanah akan
terangkat ke atas, sehingga bajak akan terdorong ke bawah, dan bagian
depan traktor akan terangkat. Operator harus menahan agar posisi traktor
stabil. Untuk implemen yang baik, biasanya dilengkapi dengan peralatan
yang dapat menahan bajak, sehingga kedalaman bisa dijaga, dan operator
tidak perlu menahan. Biasanya di bagian depan traktor juga dilengkapi
dengan pemberat untuk menyeimbangkan beban.
3. Mengangkat implemen, apabila implemen menabrak halangan yang
menimbulkan beban berat seperti : batu besar, tanah keras atau liat,
batang atau tanggul pohon besar dan sebagainya. Dengan mengangkat
implemen, beban traktor akan berkurang. Selain itu juga dapat menjaga
agar implemen tidak rusak.
2.5 Bajak Rotari / Pisau Berputar
Bajak rotari adalah bajak yang terdiri dari pisau-pisau yang berputar.
Berbeda dengan bajak piringan yang berputar karena ditarik traktor, maka
bajak ini terdiri dari pisau-pisau yang dapat mencangkul yang dipasang pada
suatu poros yang berputar karena digerakan oleh suatu motor. Bajak ini
banyak ditemui pada pengolahan tanah sawah untuk pertanaman padi dan
tanaman hortikultura (Smith dan Wilkes, 1990).
Menggunakan bajak putar saat pengolahan tanah dapat dilakukan sekali
tempuh. Bajak putar atau bajak rotari dapat digunakan untuk pengolahan
tanah kering ataupun tanah sawah (Smith dan Wilkes, 1990).
Bajak rotari ini ditarik kedepan oleh traktor, namun mempunyai pisau
pemotong yang digerakkan oleh mesin pembantu yang dipasang pada rangka
bajak tersebut. Tipe bajak ini dibuat dalam ukuran 4, 5, 6 inchi dan
memerlukan daya sebesar 90 daya kuda (Smith dan Wilkes, 1990).
Bajak pada prinsipnya mempunyai fungsi yang sama dengan cangkul.
Bajak berguna untuk memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah.
Dalam pembajakan tanah biasanya ditentukan oleh jenis tanaman dan
ketebalan lapisan tanah atas. Kedalaman lapisan olah tanah untuk tanaman
padi lebih kurang 18 cm bahkan ada tanah yang harus dibajak lebih dalam
lagi sekitar 20 cm (Smith dan Wilkes, 1990).
Salah satu masalah dari penggunaan bajak putar ialah apabila di dalam
tanah terdapat benda-benda keras, untuk itu biasanya diadakan pengamanan
(dilengkapi per-per pada pisaunya, adanya pengamanan slip pada mesinnya).
Berdasarkan atas sistem pengambilan daya untuk menggerakkan rotor dan
pisau dari bajak putar, jenis bajak putar secara garis besar dibedakan menjadi
dua, yaitu (Sakai dkk. 1998) :
1. Bajak putar dengan tenaga pemutar pisau dari mesin tersendiri terpisah dari
tenaga traktor sebagai sumber daya penariknya (self propelled unit).
2. Bajak putar dengan tenaga pemutar pisau dari pto traktor, yang sekaligus
traktor tersebut sebagai sumber daya penariknya (pto drives tractor).
Prinsip kerja bajak putar pisau-pisau dipasang pada rotor secara
melingkar hingga beban terhadap mesin merata dan dapat memotong tanah
secara bertahap. Pada waktu rotor berputar dan alat bergerak maju pisau akan
memotong tanah. Luas tanah yang terpotong dalam sekali pemotongan
tergantung pada kedalaman dan kecepatan maju (Sakai dkk. 1998).
Gerakan putaran rotor yang memutar pisau-pisau diakibatkan daya dari
motor yang diteruskan melalui sistem penerusan daya khusus sampai ke rotor
tersebut. Sistem penerusan daya untuk ukuran bajak putar kecil yang
digerakkan dengan traktor tangan biasanya menggunakan sistem hubungan
roda cakra dengan rantai. Untuk bajak putar ukuran besar yang digerakkan
dengan
traktor
besar,
biasanya
menggunakan
universal
joint
(Sakai dkk. 1998).
Bagian-bagian bajak putar adalah (Sakai dkk. 1998).
1. Pisau, berfungsi untuk mencacah saat bajak putar beroprasi. Pisau ini juga
cukup baik untuk mencacah gulma maupun seresah, namun tidak dapat
menutupnya dengan tanah secara baik seperti jika menggunakan bajak
singkal maupun bajak piringan. Besar dan jumlah pisau disesuaikan
dengan daya penggerak dan keperluannya. Cara pemasangan pisau dalam
hubungannya dengan bentuk permukaan dan hasil pengolahan tanah.
2. Poros putar, berfungsi untuk memutar rotor-rotor bajak putar.
3. Rotor, berfungsi sebagai tempat pemasangan pisau-pisau dari bajak putar.
4. Penutup belakang (rear shield), berfungsi membantu penghancuran tanah.
5.Roda dukung (land wheel), berfungsi untuk mengatur kedalaman
pengolahan tanah.
Sistem pemasangan pisau, dengan jumlah yang lebih sedikit akan
memperoleh sedikit hambatan karena adanya seresah pada tanah dan pisau
dapat masuk lebih dalam pada tanah sehingga seresah dapat bercampur
dengan tanah. Juga dapat mengurangi kemungkinan macetnya alat pada waktu
kerja di tanah yang basah dan lengket. Namun hasil pengolahan diperoleh
bongkah yang lebih besar (Sakai dkk. 1998).
Kecepatan perputaran pisau dan kecepatan maju akan mempengaruhi
kehalusan pengolahan tanah, semakin cepat perputaran pisau akan diperoleh
pemotongan yang semakin halus, makin lambat perputaran pisau maka hasil
pemotongan akan besar-besar. Pada kecepatan rendah, kemungkinan
penyumbatan oleh tanah dan seresah makin besar tetapi kecepatannya yang
besar akan dapat merusak struktur tanah dan mengurangi umur pemakaian
pisau. Kandungan air tanah, bila tanah dikerjakan pada kandungan air dimana
ikatan partikel kecil maka hasil pengerjaan tanah akan lebih halus
(Sakai dkk. 1998).
Merancang bangun pengolah tanah rotari harus dipenuhi persyaratan,
yaitu (Suastawa dkk, 2000) :
a) Alat Mesin mempunyai manuverabilitas tinggi sesuai dengan kondisi kerja
yang lembab atau basah.
b) Alat Mesin mampu mengolah tanah dengan kedalaman yang cukup untuk
membenamkan sisa tanaman dan mencampur lapisan tanah atas secara
vertikal.
c) Disain rotari dilengkapi pengatur guna mengatasi tanah basah dan sisa
tanaman.
d) Permukaan tanah hasil kerja rata, tanpa terbentuknya alur-alur atau
gundukan tanah.
e) Alat Mesin mempunyai ketahanan kerja, kekuatan konstruksi dan
pelindung bagian-bagian penting terhadap benturan benda keras.
Pengolahan tanah dengan rotari menghasilkan kualitas penghancuran
dan campuran yang sempurna antara cacahan gulma/sisa tanaman dengan
tanah. Gulma sisa tanaman yang terbenam dalam tanah tersebut akan
membusuk dan menjadi pupuk organik. Pengolahan tanah dengan rotari juga
dinilai sebagai cara terbaik dalam menghasilkan pelumpuran sehingga
menjadi media tumbuh yang optimum dan menekan pertumbuhan gulma
(Sakai dkk, 1998).
Bilah pisau tipe C sesuai untuk lahan kering maupun sawah, karena
dapat memotong sisa-sisa tanaman. Desain bilah pisau melibatkan tahapan
yang rumit, meliputi penempaan, pembentukan bilah sesuai kurva sudut
rasional agar sisa-sisa tanaman tidak mengkait. Ketebalan pisau C berkisar
9.0 - 10 mm bagian leher dan 4.5 – 5.0 mm (bagian tengah dan ujung) dengan
sisi ketajaman tunggal (Sakai dkk, 1998).
Pengolah tanah rotari dengan lebar kerja 60 cm, akan memakai 12 - 15
bilah pisau dengan urutan kerja membentuk sudut 45°. Kedalaman olah
bervariasi antara 10 - 20 cm, dan pengalaman di lapangan berkisar 10 - 15 cm
terutama pada lahan dengan ketersediaan air irigasi cukup (Sakai dkk, 1998).
Kualitas pencampuran pada pengolahan tanah menggunakan rotari tidak
hanya tergantung pada sifat tanah, juga kecepatan putar rotari, bentuk dan
posisi dari pelindung rotari kaitannya dengan lemparan pertikel tanah.
Kecepatan putar rotari untuk pengolahan tanah 150 - 400 rpm tergantung
pada sifat tanah disajikan pada Tabel 1 (Sakai dkk, 1998).
rpm
Kondisi tanah
Kecepatan Maju (m/s)
150-200
Tanah pasir gembur basah
0.5-0.7
200-300
Tanah biasa Tanah lengket
0.3-0,5
300-400
Tanah sangat lengket
0.2-0.3
Tanah kering dan keras
kecepatan maju diperkecil dan
putaran rotari ditingkatkan
Traktor tangan bajak rotari yang digunakan dalam penelitian ini
disajikan pada Gambar 7 (Anonim I, 2012).
Gambar 7. Traktor tangan bajak rotari
Pengolahan tanah kedua atau sekunder diartikan sebagai pengadukan
tanah sampai kedalaman yang komparatif tidak terlalu dalam. Alat – alat yang
biasa digunakan dalam pengolahan tanah sekunder adalah garu, penggembur
dan pemberaan. Salah satu garu yang paling sering digunakan adalah garu
rotary (Smith dan wilkes, 1990).
Daywin dkk (1999) menyatakan bahwa garu rotari merupakan garu
yang berupa pisau-pisau yang dipasang pada suat poros yang berputar karena
digerakkan oleh suatu motor, kedalaman garu rotari berkisar antara 10-25 cm
dan mempumyai kelebihan dapat membajak dan menggaru pada waktu yang
bersamaan (koga, 1988). Rotari merupakan mesin yang efisien karena dapat
melakukan pengolahan tanah, pemecahan tanah, dan perataan tanah dalam
satu proses. Sumber tenaga putar rotari didapatkana dari putaran PTO traktor.
Power Take Off (tempat pengambilan daya) merupakan keluaran daya dari
mesin traktor yang berupa putaran yang bisa digunakan untuk menggerakkan
peralatan lain. Poros PTO dihubungkan secara langsung dengan poros setelah
kopling, kemudian PTO sendiri menggunakan versneling tersendiri untuk
mengatur kecepatan putar PTO agar sesuai dengan kebutuhan.
Keuntungan dari penggunaan garu rotari (Daywin dkk, 1999) adalah
a) Pengolahan dan penghancuran bongkahan dilakukan secara berurutan
b) Tanah tidak dapat berpindah
c) Pencampuran pupuk bisa lebih seragam dengan tanah
d) Biaya pengolahan menjadi lebih murah
e) Tidak memerlukan banyak penyetelan alat
Roda traktor berguling akan mengalami gaya traksi, tahanan gelinding,
gaya kemudi, gaya dukung tanah dan gaya akibat berat traktor. Traksi adalah
gaya dorong yang dihasilkan oleh roda traktor atau alat traksi lainnaya. Arah
traksi adalah searah dengan arah gerak traktor dan berlawanan arah dengan
tahanan gelinding. Tahanan gelinding akibat reaksi tanah saat roda bergerak
(Liljedahl dkk, 1979).
Menurut Mandang dan Nishimura (1991) traksi dapat diperoleh sebagai
reaksi dari roda penggerak melawan tanah, yang sangat tergantung pada
keadaan kualitas tanah. Traksi bersih adalah gaya searah maju traktor yang
dihasilkan oleh gaya traksi dipindahkan ke kendaraan (Sakai dkk, 1998). Pada
kondisi tanah dan keadaan permukaan tanah tertentu maka faktor yang
memengaruhi traksi dapat dilihat dari segi alat traksi adalah jenis dan keadaan
alat traksi serta beban yang diterima (Gill dan Vanden Berg, 1968).
Besarnya tenaga maksimum yang dapat dikerahkan roda ke permukaan
tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah terhadap roda sehingga memungkinkan
roda menghasilkan tenaga tarik lebih besar. Hal ini tergantung pada
ketahanan tanah terhadapat keretakan, kohesi tanah (pada tanah liat) dan
sudut gesekan dalam tanah (Gill dan Vanden Berg, 1968).
2.6 Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah
Kapasitas kerja suatu alat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kerja
suatu alat atau mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan
waktu. Jadi kapasitas kerja pengolahan tanah adalah berapa hektar
kemampuan suatu alat dalam mengolah tanah per satuan waktu, sehingga
satuannya adalah hektar per jam atau jam per hektar atau hektar per jam per
HP traktor (Suastawa dkk, 2000).
Kapasitas kerja suatu alat pengolahan tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu (Darun dan Sumono, 1983) :
1. Ukuran dan bentuk petakan
Ukuran dan atau bentuk petakan sangat mempengaruhi efisiensi
kerja dari pengolahan tanah yang dilakukan dengan tenaga tarik hewan
ataupun dengan traktor, namun pada pencangkulan pengaruhnya tidak
begitu besar. Ukuran petakan yang sempit akan mempersulit beloknya
hewan penarik atau traktor, sehingga efisiensi kerja dan kapasitas kerjanya
rendah.
2. Topografi wilayah
Keadaan topografi wilayah meliputi keadaan permukaan tanah dalam
wilayah secara keseluruhan, misalnya keadaan permukaan wilayah
tersebut datar atau berbukit atau bergelombang. Keadaan ini diukur dengan
tingkat kemiringan dari permukaan tanah yang dinyatakan dalam (%).
Kemiringan yang baik untuk penggunaan tenaga hewan dan traktor dalam
pengolahan tanah adalah sampai 3% (relatif datar). Kemirngan tanah yang
lebih dari 3% yang masih bisa dikerjakan traktor adalah 3 sampai 8%
dimana pengolahan tanahnya dilakukan dangan mengikuti garis ketinggian
(contour farming system). Bagi daerah yang berbukit-bukit dimana bentuk
petakan yang tidak teratur dan luasnya yang kecil, maka cangkul sangat
cocok untuk daerah ini. Pola terakhir ini disebut dengan sistem penterasan,
dimana sawah-sawah berbentuk teras-teras yang mengikuti garis
ketinggian. Bentuk petakan teratur akan memudahkan pekerjaan
pengolahan tanah sehingga efisiensinya akan lebih tinggi dibandingkan
dengan yang tidak teratur.
3. Keadaan traktor
Keadaan traktor juga akan dipengaruhi kapasitas kerja pengolahan
tanah. Keadaan traktor disini berarti apakah traktor masih baru atau sudah
lama. Jadi menyangkut umur ekonomi traktor itu sendiri. Traktor yang
sudah lama dipakai berarti umur ekonominya sudah habis atau malah
sudah terlewatkan, sehingga sudah banyak bagian traktor yang sudah aus
sehingga sering timbul kerusakan. Kerusakan–kerusakan akan menyangkut
masalah waktu, tenaga serta biaya, sehingga pekerjaan tidak akan
efisien lagi.
4. Keadaan vegetasi
Keadaan vegetasi permukaan tanah yang diolah juga dapat
mempengaruhi efektivitas kerja dari bajak atau garu yang digunakan.
Tumbuhan semak atau alang-alang memungkinkan kemacetan akibat
penggumpalan pada alat karena tertarik atau tidak terpotong. Pengolahan
tanah pada alang-alang atau bersemak akan lebih efektif bila digunakan
bajak piringan atau garu piring, karena bajak atau garu ini memiliki
konstruksi yang berupa piringan dan dapat berputar sehingga kecil
kemungkinan untuk macet.
5. Keadaan tanah
Keadaan tanah meliputi sifat-sifat fisik tanah, yaitu keadaan basah
(sawah), kering, berlempung, liat atau keras. Keadaan ini menentukan
jenis alat dan tenaga penarik yang digunakan. Di samping itu juga
mempengaruhi kapasitas kerja dari pengolahan tanah. Tanah yang basah
memberikan tahanan tanah terhadap tenaga penarik relatif lebih rendah
dibanding dengan tanah kering, akan tetapi pada tanah basah (sawah)
memungkinkan terjadi slip yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah
kering.
Penggunaan traktor pada tanah sawah dan tanah kering biasanya
digunakan roda besi tambahan pada kedua rodanya agar dapat
memperkecil slip roda yang terjadi. Akhir-akhir ini IRRI Filipina
(International Rice Research Institute) telah mengembangkan traktor
dengan kedua rodanya terbuat dari besi yang terdiri dari lempeng-lempeng
besi yang khusus dirancang untuk pengolahan tanah sawah. Demikian juga
traktor 4 roda, bila digunakan pada tanah sawah kedua roda belakangnya
dipasang roda besi tambahan guna memperkecil slip rodanya. Bajak piring
atau garu piring lebih efektif bekerja pada tanah kering dibanding pada
tanah basah, sedangkan bajak singkal lebih efektif bila digunakan pada
tanah yang basah, agak liat dibanding pada tanah kering.
6. Tingkat keterampilan operator
Operator yang berpengalaman dan terampil akan memberikan hasil
kerja dan efisiensi kerja yang lebih baik dibanding operator yang belum
terampil dan belum berpengalaman. Oleh karena itu dalam penggunaan
traktor untuk pengolahan tanah, perlu terlebih dahulu memberikan latihan
terampil kepada operator yang menjalankannya. Usaha ini untuk
memberikan hasil pekerjaan yang lebih efisien dan lebih efektif
7. Pola pengolahan tanah
Pola pengolahan tanah erat hubungannya dengan waktu yang hilang
karena belokan selama pengolahan tanah. Pola pengolahan harus dipilih
dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat,
karena pada waktu diangkat alat itu tidak bekerja. Oleh karena itu harus
diusahakan bajak atau garu tetap bekerja selama waktu operasi dilapangan.
Makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, makin rendah efisiensi
kerjanya. Pola pengolahan tanah yang banyak dikenal dan dilakukan
adalah pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa. Pola spiral yang
paling banyak digunakan karena pembajakan dilakukan terus menerus
tampa pengangkatan alat.
Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu kapasitas
lapang teoritis atau kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika
berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100% dan alat tersebut bekerja dalam
lebar maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja
dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas
lahan yang diolah dengan waktu kerja total (Darun dan Sumono, 1983).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kapasitas
lapang
yaitu
(Darun dan Sumono , 1983):
1. Kinerja Lapang Alat Mesin Pertanian
Dalam pengolahan tanah, kecepatan penggarapan suatu lapang
dengan sebuah mesin merupakan salah satu dasar pertimbangan
menghitung biaya pengerjaan dan efisiensi dalam pengolahan lahan.
Dalam hal ini ada beberapa istilah yang digunakan yaitu:
a. Kapasitas
lapang
teoritis
sebuah
alat,
merupakan
kecepatan
penggarapan lahan yang akan diperoleh seandainya mesin tersebut
melakukan kerjanya memanfaatkan 100% waktunya, pada kecepatan
maju teoritisnya dan selalu memenuhi 100% lebar kerja teoritisnya.
b. Waktu per hektar teoritis, merupakan waktu yang dibutuhkan pada
kapasitas lapang teoritis tersebut.
c. Waktu kerja efektif, merupakan waktu sepanjang mana mesin secara
aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar akan
lebih besar disbanding waktu kerja teoritik per hektar jika lebar kerja
terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya.
d. Kapasitas lapang efektif, suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja
teoritis mesin, presentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai,
kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama
pengerjaan. Dengan alat-alat semacam garu, penyiang lapang,
pemotong rumput dan pemanen padu, secara praktis tidak mungkin
untuk memanfaatkan lebar teoritisnya tanpa adanya tumpang tindih.
Besarnya tumpang tindih yang diperlukan terutama merupakan fungsi
dari kecepatan, kondisi tanah dan ketrampilan operator.
e. Efisiensi lapang, merupakan perbandingan antara kapasitas lapang
efektif dengan kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam persen.
Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di lapang dan
ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin.
f. Efisiensi kinerja, merupakan suatu ukuran efektifitas fungsional suatu
mesin, misalnya presentase perolehan produk bermanfaat dari
penggunaan sebuah mesin pemanen.
2. Waktu Hilang untuk Belok
Belok di ujung suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu
yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek.
Jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar
tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu
lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya,
jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama. Menggarap secara
pulang balik memerlukan 2 kali belokan 180o per putaran, sedang kedua
cara lainnya mencakup empat belokan 90o per putaran.
Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik,
juga dipengaruhi oleh ketakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok
di headland, kekasaran daerah belok dan lebar alat. Waktu per belokan
pada head-land halus rata-rata hampir 5% lebih besar pada pemanen atau
penyiang 4 larik dibanding 2 larik. Perbedaannya ialah 20 - 25% pada
head-land kasar. Alat yang lebih lebar, mendapatkan bahwa waktu per
belokan rerata 40 - 50% lebih besar untuk penyiang dan penanam 6 larik
dibanding 4 larik.
Pengoprasian traktor saat melintasi ujung-ujung suatu lapang
biasanya menghasilkan kehilangan waktu yang sering tak terhindarkan
jika tanah yang luas dibagi-bagi ke dalam lapang-lapang yang pendek.
3. Waktu Hilang yang Sebanding dengan Luas
Saat pengolahan tanah dengan traktor ada beberapa waktu yang
hilang, karena saat istirahat dan penyetelan atau pemeriksaan alat,
biasanya cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif (atau dengan
waktu lapang total) jika kecepatan kerja atau lebar alat ditambah.
Pengoprasian tidak bekerja saat melintasi ujung lapang cenderung
sebanding dengan waktu kerja efektif jika kecepatan kerja normal
dipertahankan saat melintasi ujung.
Kehilangan
waktu
yang
lain,
disebabkan
oleh
halangan,
penggumpalan, penambahan pupuk atau benih, dan pengisian tabung
semprotan, seringkali cenderung lebih sebanding dengan luas dari pada
dengan waktu kerja. Waktu per hektar untuk belok pulang-balik pada
pengerjaan tanaman larik cenderung tetap konstan (atau turun cuma
sedikit) jika kecepatan kerja dinaikkan, karena kecepatan biasanya
dikurangi saat belok, kecuali jika kecepatan kerja normalnya memang
telah rendah. Waktu hilang yang disebabkan pengosongan hasil panen
cenderung sebanding dengan jumlah hasil di samping sebanding dengan
luasnya.
Waktu hilang yang cenderung sebanding dengan luas menjadi makin
penting bila lebar atau kecepatan alat dinaikkan, karena waktu hilang
tersebut akan terhitung dengan presentase yang lebih besar dengan
berkurangnya total waktu per hektar. Dengan demikian, mengganti
penanam 4 larik dengan 6 larik pada kecepatan maju yang sama dapat
menaikkan keluaran cuma 30% bukannya 50%.
4. Waktu Hilang Berkenaan dengan Kehandalan Mesin
Peluang kerusakan alat, yang akan berakibat hilangnya waktu di
lapang, adalah berbanding terbalik dengan kehandalan mesin. Kehandalan
keberhasilan dapat didefinisikan sebagai peluang statistik berfungsinya
suatu alat secara memuaskan pada kondisi tertentu sepanjang periode
waktu tertentu.
Kehandalan pemakaian waktu pada mesin individual menjadi makin
penting jika beberapa mesin atau beberapa bagian mesin digunakan secara
gabungan. Untuk sebuah alat individual, waktu hilang sebesar 5 atau 10%
karena kerusakan, penyetelan, pembetulan, penyumbatan/penggumpalan,
atau berhenti yang lain berkaitan dengan mesin, umumnya tidak dianggap
serius. Namun jika 4 satuan semacam itu, masing-masing dengan
kehandalan pemakaian waktu 98%, digunakan secara berurutan,
kehandalan pemakaian waktu keseluruhan gabungan waktu berurutan
tersebut akan terkurangi sampai menjadi 66%. Kehandalan pemakaian
waktu. Waktu hilang karena belok, istirahat, pengisian wadah benih atau
pupuk, dan sebagainya, kira-kira akan tetap sama tak peduli berapa jumlah
mesinnya, namun harus dimasukkan dalam penghitungan efisiensi lapang
gabungan tersebut.
Dikarenakan adanya pengurangan kehandalan pada mesin gabungan,
pemeliharaan preventif menjadi relatif lebih penting dibanding jika hanya
dipakai mesin tunggal. Semua mesin dalam suatu gabungan hendaklah
dapat dipakai sepanjang waktu yang sama. Antara perawatan dan kapasitas
berbagai satuannya hendaklah dapat disesuaikan dengan baik.
Kapasitas kerja dapat dibedakan menjadi kapasitas efektif dan kapasitas
teoritis. Kapasitas efektif merupakan waktu nyata yang diperlukan di
lapangan dalam menyelesaikan suatu unit pekerjaan tertentu. Kapasitas
teoritis adalah hasil kerja yang akan dicapai alat dan mesin bila seluruh waktu
digunakan pada spesifikasi operasinya (Suastawa dkk, 2000).
Kapasitas lapang efektif suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja
teoritis mesin, persentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan
jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Kapasitas
lapang teoritis (KLT) dapat dihitung dengan persamaan 2 berikut
(Suastawa dkk, 2000).
KLT = 0.36 (v x lP)…………………………..……………………….(2)
Keterangan : KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam)
v
= Kecepatan rata-rata (m/s)
lP
= Lebar pembajakan rata-rata (m)
0.36 = Faktor konversi (1 m2/s = 0.36 ha/jam)
Untuk menghitung kapasitas lapang pengolahan efektif (KLE)
diperlukan data waktu kerja keseluruhan dari mulai bekerja hingga selesai
(WK) dan luas tanah hasil pengolahan keseluruhan (L).
Persamaan 3 yang digunakan untuk menghitung KLE adalah dengan
rumus sebagai berikut (Suastawa dkk. 2000).
𝐿
𝐾𝐿𝐸 = π‘ŠπΎ…………………………………………………………….(3)
Keterangan : KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam)
L
= Luas lahan hasil pengolahan (ha)
WK = Waktu kerja (jam)
Kecepatan maju merupakan salah satu metode untuk meningkatkan
kapasitas kerja alat pertanian yaitu dengan menambah kecepatan maju berarti
meningkatkan kapasitas kerja alat pengolah tanah tanpa harus menambah
berat
dan jumlah unit
(Yuswar, 2004).
tenaga penggerak
yang membebani
tanah
Menurut Djoyowasito (2002) mengatakan bahwa semakin dalam
kedalaman olah tanah kecepatan kerjanya semakin rendah. Fenomena ini
terjadi karena slip roda sangat tinggi pada waktu alat bekerja dan juga
banyaknya gulma yang terpotong serta bongkahan tanah yang terolah besar,
sehingga waktu untuk menempuh jarak yang ditentukan menjadi lama.
2.7 Efisiensi Pengolahan Tanah
Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan
kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara
kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan
dalam bentuk (%). Rumus yang digunakan untuk mengetahui efisiensi
pengolahan tanah adalah sesuai persamaan 4 berikut (Yuswar, 2004).
𝐾𝐿𝐸
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝐾𝐿𝑇 π‘₯ 100%.....................................................................(4)
dimana :
KLE = kapasitas lapang efektif
KLT = kapasitas lapang teoritis
Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat bajak maka
akan diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan selesai ditempuh dalam
waktu tertentu, sehingga kemampuan kerja lapang mengolah tanah tersebut,
atau yang dapat dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu.
Semakin luas tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin singkat
maka dikatakan bahwa pekerjaan mengolah tanah tersebut mempunyai
efisiensi tanah yang tinggi (Yuswar, 2004).
Dalam pengolahan lahan sampai lahan tersebut siap untuk ditanami
mengalami beberapa proses. Tergantung jenis lahan yang mau diolah. Ada
dua jenis lahan yang dapat diolah menggunakan traktor roda dua yaitu lahan
basah atau sawah dan lahan kering atau lahan yang biasa ditanami sayursayuran. Pada lahan sawah memerlukan tiga tahapan proses perlakuan dengan
menggunakan implemen traktor roda dua hingga lahan siap untuk ditanami.
Tahapan itu adalah pembajakan, pengglebekan, dan penggaruan. Sementara
pada lahan kering hanya memerlukan dua tahapan yaitu pembajakan dan
penggaruan atau pengglebekan tergantung jenis tanah pada lahan kering
tersebut dan kebiasaan masyarakat sekitar (Yuswar, 2004).
2.8 Slip (Slippage)
Intensitas slip merupakan pengurangan kecepatan maju traktor karena
beban operasi pada kondisi lapang. Slip roda yang terjadi pada roda traksi
traktor dapat diketahui dari pengurangan kecepatan traktor pada saat operasi
dengan beban dibandingkan dengan kecepatan teoritis. Slip roda traktor
merupakan salah satu faktor pembatas bagi pengoperasian traktor-traktor
pertanian. Slip akan selalu terjadi pada traktor baik pada saat menarik beban
maupun saat tidak menarik beban (Liljedahl dkk, 1989).
Slip terjadi bila roda meneruskan gaya-gaya pada permukaan alas,
pengukuran slip agak rumit akibat pengecilan jari-jari ban efektif statis
maupun dinamis. Meningkatkan slip roda dapat menambah kemampuan
traksi, gaya tarik traktor masih dapat ditambah dengan menaikkan slip hingga
30%, tetapi slip yang optimum pada operasi traktor adalah 10 -17%
(Wanders, 1978).
Slip roda traksi merupakan selisih antara jarak tempuh traktor saat
dikenai beban dengan jarak tempuh traktor tanpa beban pada putaran roda
penggerak yang sama (Wanders, 1978).
Untuk menghitung slip roda traksi pada pada persamaan 5 berikut
(Suastawa dkk, 2000).
𝑆𝑑 =
π‘†π‘œ−𝑆𝑏
π‘†π‘œ
π‘₯ 100%..............................................................................(5)
dimana :
St = Slip roda traksi (%)
Sb = Jarak tempuh traktor saat diberi pembebanan dalam 5 putaran
roda (m)
So = Jarak tempuh traktor tanpa beban dalam 5 putaran roda (m)
Besarnya slip dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut
(Sembiring dkk, 1990) :
a) Beban pada roda traksi
b) Jenis, ukuran, dan kondisi roda traksi
c) Jenis dan kondisi tanah/landasan traksi
Slip pada roda dapat diperkecil dengan memperhatikan fakror-faktor
sebagai berikut : (1) diameter roda (2) lebar roda (3) bentuk lempengan tapak,
(4) sudut lempengan tapak terhadapat garis singgung roda dan sumbu roda (5)
jarak antara lempengan (Anonim II, 1980).
Penurunan tenaga yang dibutuhkan untuk mengatasi slip akan
menaikkan tenaga tarik
taktor. Perbedaan kecepatan dan transmisi yang
digunakan juga dapat memberikan pengaruh pada slip. Efisiensi tenaga tarik
yang tertinggi dalam mengolahan tanah adalah pada tingkat slip antara
15-25%. Pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar untuk menarik mungkin
dicapai pada slip sekitar 35% (Sembiring dkk, 1990).
Tanah basah atau becek slip dapat terjadi sampai 60% dan hanya
menghasilkan tanah sekitar 10-20%. Hal ini berarti banyak tenaga yang
hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta hasil yang
didapat berupa proses pelumpuran oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada
tanah liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas kotak permukaan roda
dengan tanah untuk menaikkan tarikan. Makin luas permukaan, maka tarikan
akan makin baik (Sembiring dkk, 1990).
Kelengketan tanah pada sirip dari roda besi adalah salah satu hal yang
dapat menyebabkan tingginya slip. Jika kelengketan tanah pada sirip sangat
banyak akan menimbulkan roda besi ini ditutupi tanah, sehingga gaya angkat
yang akan dihasilakan akan kecil dan menyebabkan tingginya slip roda
(Sembiring dkk, 1990).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus tahun 2012 di
lahan petani kelurahan Salaka, kecamatan Pattalassang, kabupaten Takalar.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan olahan dengan
luas 10 x 10 meter, bahan bakar minyak (bensin).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah traktor tangan
bajak rotari, meteran, penggaris, stop watch, labu ukur, patok, timbangan dan
alat tuis.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1. Persiapan
Kegiatan meliputi observasi lahan yang akan diolah, penyediaan dan
pengecekan alat dan bahan, penyusunan matriks kerja, konsultasi teknis dan
pengarahan terhadap metode pengoprasian traktor tangan. Selain itu, untuk
menambah informasi dalam pelaksanaannya dilaksanakan studi pustaka,
penelusuran internet maupun konsultasi dengan nara sumber.
3.3.2. Pelaksanaan
Uji kinerja traktor tangan bajak rotari dilakukan di lahan dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Mempersiapkan dan mengolah tanah dengan implemen traktor tangan
bajak rotari
b. Melakukan pengamatan indikator yang akan diukur
οƒ˜ Lebar Kerja (cm)
Untuk mengetahui lebar kerja dilakukan pengukuran
pada implemen panjang rotari dan lebar olahan tanah setelah
diolah dengan traktor tangan bajak rotari.
οƒ˜ Kedalaman kerja (cm)
Untuk mengetahui kedalaman kerja maka dilakukan
pengukuran
pada
lahan
yang
telah
diolah
dengan
membenamkan alat ukur ke dalam tanah dengan melihat nilai
kedalamannya pada penggaris.
οƒ˜ Kecepatan maju (km/jam)
Untuk mengetahui kecepatan maju traktor diketahui dari
berapa waktu yang ditempuh oleh traktor dalam jarak tempuh
10 meter dengan tiga kali ulangan.
οƒ˜ Kadar Air Tanah
Kadar air tanah dinyatakan dalam basis kering dan basis
basah. Presentase berdasarkan berat, kadar air tanah dapat
dihutung dengan persamaan 1 (Das, 1993).
οƒ˜ Kapasitas kerja (jam/ha)
Kapasitas
lapang
teoritis
(KLT)
dapat
dihitung
menggunakan persamaan 2 (Suastawa dkk, 2000).
Untuk mengetahui perhitungan Kapasitas lapang efektif
(KLE) digunakan persamaan 3 (Suastawa dkk, 2000). Untuk
mengetahui
efisiensi
pengolahan
tanah
dapat
gunakan
persamaan 4 (Suastawa dkk, 2000).
οƒ˜ Slip roda traksi
Untuk menghitung slip roda traksi digunakan persamaan
5 (Suastawa dkk, 2000).
οƒ˜ Konsumsi Bahan Bakar
Pengukuran bahan bakar dilakukan dengan cara mengisi
penuh tangki bahan bakar pada traktor sebelum digunakan
untuk setiap pengolahan tanah. Kemudian setalah selesai
pengolahan tanah tangki bahan bakar di isi kembali sampai
penuh seperti awal, yang mana jumlah bahan bakar yang
ditambahkan tersebut ditakar dalam gelas ukur, dengan cara
tersebut akan diketahui jumlah bahan bakar yang diperlukan
pada setiap olahan.
c. Melakukan analisis dan pengolahan data hasil uji kinerja pengolahan
tanah.
d. Skema petak uji traktor tangan bajak rotari dengan pola pengolahan tepi
pada lahan petani, dengan melakukan tiga kali ulangan dapat
digambarkan sebagai berikut (Dahono, 1997) :
1
10
10 m
2
3
m
1010
mm
Gambar 8. Skema Pengolahan Pola Keliling Tepi
Skema petak uji traktor tangan bajak rotari dengan pola pengolahan
tengah pada lahan petani, dengan melakukan tiga kali ulangan dapat
digambarkan sebagai berikut (Dahono, 1997) :
1
2
3
10 m
10 m
Gambar 9. Skema Pengolahan Pola Tengah
10 m
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Lebar, Kedalaman, dan Slip pada Pengolahan Tanah
Berdasaran hasil pengujian traktor tangan menggunakan bajak rotari
pada lahan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Takalar, maka
diperoleh hasil sebagai berikut:
Lebar instrumen pada traktor adalah 109 cm sedangkan lebar
pengolahan rata-rata setelah pengoprasian adalah 106 cm, hal ini disajikan
pada Gambar 10.
110
Lebar (Cm)
109
108
107
106
105
104
lebar bajak rotari
lebar rata-rata
Lebar Pengolahan Tanah
Gambar 10. Lebar Pengolahan Tanah
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantara yaitu
keterampilan operator saat menjalankan traktor tangan agar tetap berjalan
lurus, pengaruh putaran rotari yang menimbulkan getaran dan goncangan
serta saat pengangkatan implemen, apabila traktor menabrak halangan seperti
batu, tanah keras, batang maka akan menimbulkan gesekan atau getaran, hal
ini sesuai dengan pernyataan (Dahono, 1997) pada saat membajak, tanah hasil
bajakan akan terlempar ke arah sisi tepi (biasanya ke kanan), sehingga bajak
akan terdorong ke kiri, dan traktor akan terdorong dan akan berbelok ke
kanan. Operator harus menahan agar traktor tetap berjalan lurus. Untuk
mengontrol agar jalannya traktor lurus, sesaat sebelum melakukan
pembajakan, operator melihat satu titik lurus di depan. Pada saat akan
mengontrol, operator dapat melihat kembali titik tadi apakah masih berada
lurus di depan. Mengangkat implemen, apabila implemen menabrak halangan
yang menimbulkan beban berat seperti : batu besar, tanah keras atau liat,
batang atau tanggul pohon besar dan sebagainya
Pengolahan tanah yang telah dilakukan maka selanjutnya dihitung
kedalaman olahan sehingga diperoleh kedalaman rara-rata 15 cm, hal ini
disajikan pada Gambar 11.
17.5
Kedalaman (Cm)
17
16.5
16
15.5
15
14.5
14
kedalaman Pisau Rotari
Kedalaman rata-rata
Kedalaman Pengolahan Tanah
Gambar 11. Kedalaman Pengolahan Tanah
Hal tersebut dikarenakan ketika implemen menabrak halangan seperti :
batu besar, tanah keras atau liat, batang atau tanggul pohon besar yang
meyebabkan pengangkatan alat dan menimbulkan getaran, dan tekanan
operator
saat
pengolahan,
hal
ini
sesuai
dengan
pernyataan
(Daywin dkk, 1993) bahwa garu rotari merupakan garu yang berupa pisaupisau yang dipasang pada suat poros yang berputar karena digerakkan oleh
suatu motor, kedalaman garu rotari berkisar antara 10-25 cm.
Slip roda traksi pada saat pengujian adalah berkisar 26% - 27%,
dikarenakan keadaan tanah yaitu kadar air yang terkandung dalam tanah
adalah 20%, sedangkan jenis tanah pada lahan tersebut adalah jenis inceptisol
yang mengakibatkan kelengketan tanah pada sirip roda besi yang ditutupi
tanah, sehingga gaya angkat yang akan dihasilkan akan kecil dan
menyebabkan
slip.
Hal
ini
juga
sesuai
dengan
pernyataan
(Sembiring dkk, 1990) menyatakan kelengketan tanah pada sirip dari roda
besi adalah salah satu hal yang dapat menyebabkan tingginya slip. Jika
kelengketan tanah pada sirip sangat banyak akan menimbulkan roda besi ini
ditutupi tanah, sehingga gaya angkat yang akan dihasilkan akan kecil dan
menyebabkan tingginya slip roda. Selain itu dipengaruhi oleh keadaan
vegetasi yang dapat menghambat atau terjadi kemacetan laju traktor akibat
sirip rotari ditutupi oleh semak atau alang-alang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan (Suastawa dkk, 2000) yang menjelaskan tentang beberapa hal
yang mempengaruhi kapasitas kerja diantaranya keadaan vegetasi.
4.2 Kapasitas Lapang Efektif Pengolahan Tanah
Kapasitas lapang efektif pada pengolahan pola tepi diperolah hasil
0.046 ha/jam sedangkan pada pengolahan pola tengah didapatkan hasil 0.057
ha/jam disajikan pada Gambar 12. Hasil analisis dapat diketahui bahwa
pengolahan pola tengah memiliki kapasitas lapang yang lebih besar dari pada
pengolaha pola tepi artinya luasan tanah yang dapat diolah dengan
pengolahan pola tengah dalam satuan jam lebih luas atau lebih banyak
dibandingkan dengan pengolahan pola tepi.
0.06
KLE (ha/jam)
0.05
0.04
0.03
KLE (ha/jam)
0.02
0.01
0
Tepi
Tengah
Pola Pengolahan Tanah
Gambar 12. Perhitungan Kapasitas Lapang Efektif Pengolahan Tanah
Hal
ini
dikarenakan
tingkat
keterampilan
operator
dan
pola
pengolahannya yang berbeda sehingga erat hubungannya dengan waktu yang
hilang karena belokan selama pengolahan, jumlah belokan pada pengolahan
tepi adalah 18 belokan sedangkan belokan pengolahan tengah adalah 16
belokan. Selain itu dipengaruhi oleh pengangkatan alat, akibatnya
mempengaruhi kecepatan dan waktu pengolahan, tentunya hal ini
mempengaruhi pengolahan luasan dalam satuan waktu. Hal ini sesuai dengan
pernyataan (Suastawa dkk, 2000) pola pengolahan tanah erat hubungannya
dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola
pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak
mungkin pengangkatan alat, karena pada waktu diangkat alat itu tidak
bekerja, makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, makin rendah
efisiensi kerjanya.
4.3 Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah
Hasil nilai pengolahan tanah dengan mengamati kapasitas kerja
pengolahan tanah pada pola tepi adalah 21 jam/ha sedangkan hasil kapasitas
kerja pengolahan tanah pada pola tengah adalah 17 jam/ha disajikan pada
Gambar 13.
25
jam / ha
20
15
10
Kapasitas Kerja (jam/ha)
5
0
Tepi
Tengah
Pola Pengolahan Tanah
Gambar 13. Hasil Perhitungan Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah
Hasil kapasitas kerja pengolahan pola tengah lebih kecil dibandingakan
dengan pengolahan pola tepi artinya waktu untuk menyelesaikan pengolahan
lahan dengan pola tengah satuan ha lebih cepat dibandingkan pengolahan
pola tepi pada satuan luasan yang sama.
Hal ini dikarenakan tingkat keterampilan operator, operator yang
berpengalaman dan trampil akan memberikan hasil kerja dan efisiensi yang
lebih baik. Selain itu, dipengaruhi oleh pola pengolahannya yang berbeda,
jumlah belokan pada pengolahan tepi adalah 18 belokan sedangkan belokan
pengolahan tengah adalah 16 belokan, sehingga erat hubungannya dengan
waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan. Selain itu dipengaruhi
oleh pengangkatan alat saat terjadi benturan dan belokan, akibatnya
mempengaruhi kecepatan dan waktu pengolahan, tentunya hal ini
mempengaruhi waktu penyelesainnya dalam sataun luas. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Suastawa dkk, 2000) pola pengolahan tanah erat
hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan
tanah. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil
sebanyak mungkin pengangkatan alat, karena pada waktu diangkat alat itu
tidak bekerja, makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, makin
rendah efisiensi kerjanya.
4.4 Efesiensi Pengolahan Tanah
Efisiensi pola tepi adalah 58% sedangkan hasil efisiensi diperoleh pada
pola tengah adalah 72% disajikan pada Gambar 14 .
Efisensi (%)
80
60
40
72
58
Efisensi (%)
20
0
Tepi
Tengah
Gambar 14. Hasil Perhitungan Efisiensi Pengolahan Tanah
Hasil perhitungan perbandingan efisiensi pengolahan tengah lebih besar
dibandingkan dengan pengolahan tepi artinya efisiensi pola tengah lebih baik
dibandingakan pengolahan tepi sebagai mana pendapat (Yuswar, 2004)
semakin luas tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin singkat
maka dikatakan bahwa pekerjaan mengolah tanah tersebut mempunyai
efisiensi tanah yang tinggi. Efisiensi tergantung dari kapasitas lapang teoritis
dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara
kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis.
4.5 Konsumsi Bahan Bakar Pengolahan Tanah
Hasil konsumsi bahan bakar dengan luas lahan 300 m2 pada pengolahan
tepi adalah sebesar 880 ml sedangkan konsumsi bahan bakar pada pengolahan
tengah adalah 720 ml disajikan Gambar 15.
1000
Bahan Bakar Minyak (ml/m2)
900
800
700
600
500
400
Konsumsi Bahan Bakar (ml)
300
200
100
0
Tepi
Tengah
Pola Pengolahan Tanah
Gambar 15. Hasil Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar Pengolahan Tanah
Hal ini dikarenakan oleh pola pengolahan tanah yang berbeda sehingga
mempengaruhi waktu yang hilang karena jumlah belokan yang berbeda
diantara kedua pola tersebut, akibatnya lama waktu pengoprasian pengolahan
lahan dengan pola tengah lebih cepat dibanding pola tepi dalam
menyelesaikan satuan luas. Tentunya hal ini akan mempengaruhi konsumsi
bahan bakar (bensin) karena jumlah bahan bakar yang masuk kedalam tabung
selinder untuk menggerakan rotari yang memiliki waktu pengoprasian atau
mesin beroprasi lebih lama, tentunya akan menggunakan bahan bakar
(bensin) lebih banyak.
Rangkuman data perhitungan rata-rata, dan hasil pola pengolahan tanah
disajikan pada lembar lampiran.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pola pengolahan yang baik atau sesuai digunakan untuk pengolahan tanah
dengan bajak rotari pada lahan petani di kelurahan Salaka, kecamatan
Pattalassang kabupaten Takalar adalah pengolahan Pola tengah
2. Pengolahan tanah pola tengah memiliki kapasitas lapang efektif
atau
kemampuan kerja yang lebih baik dibandingkan pengolahan pola tepi
3. Pengolahan tanah pola tengah memiliki kapasitas kerja atau kemampuan
traktor dalam menyelesaikan pengolahan tanah pada satuan ha lebih
cepat/baik di banding pengolahan pola tepi.
4. Pengolahan tanah pola tengah memiliki efisiensi yang tinggi atau dapat
penyelesaian pengolahan tanah pada waktu yang singkat dibanding
pengolahan pola tepi.
5. Pola pengolahan tepi menggunakan bahan bakar minyak (bensin) lebih
banyak dibandingkan pengolahan pola tengah.
5.2 Saran
Saran yang dapat direkomendasikan adalah dengan menambah model
pola pengolahan tanah yang baik dan diharapkan diperoleh pola pengolahan
tanah yang terbaik dari beberapa pola yang ada.
Untuk melakukan pengolahan lahan sekunder sebaiknya dilakukan dulu
pembersihan lahan dari gulma, hal ini untuk memudahkan dalam pembajakan
dengan rotari dan penggaruan serta proses selanjutnya, karena akan
mempengaruhi waktu kerja pada proses pengolahan tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim I, 2012. www.google.com. hand traktor yanmar model te 550-n.htm.
diakses tanggal 17 Juli 2012
Anonim II, 1980. Pembinaan industri pembuatan alat dan mesin pertanian, kertas
kerja pada pameran dan pertemuan alat dan mesin pertanian rancangan IRRI.
Jakarta.
Dahono. 1997. Pengolahan Tanah Dengan Traktor Tangan, Bagian Proyek
Pendidikan Kejuruan Teknik IV, Jakarta.
Darmawidjaja, I. (1961). Sekedar Sumbangan fikiran mengenai pengawetan tanah
di Indonesia. Konggres Nasional Ilmu Tanah I, Seksi IV, No. 10. BPLT,
Bogor.
Darun, S., Matondang, Sumono. 1983. Pengantar Alat dan Mesin-Mesin
Perkebunan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Das. B.M.1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Penerbit :
Erlangga. Jakarta.
Daywin , F.J dan R.G Sitompul dan Imam Hidayat. 1999. Mesin-mesin budidaya
pertanian lahan kering. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Djoyowasito, G. 2002. Pengaruh Kecepatan Maju Bajak Terhadap Beberapa Sifat
Dinamik Tanah Dalam Pengolahan Tanah. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Gill, W.R and G.E. Vanden Berg . 1968. Soil Dynamics in Tillage and Tractor.
Agricultural Research Service United Stated Departement of Agricultural.
Haerani, A. 2001. Kajian Awal Perancangan Alat dan Mesin untuk Budidaya
Sayuran, Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB. Bogor.
Haryadi, S.S.1989. Dasar-dasar Hortilkultura.Jurusan Budidaya Pertanian.IPM,
Bogor.
Janick, J.1986. Horticultural Science, W.H Freem and Compony. Ney York, USA.
Koga,Y. 1988. Farm Machinery Vol. II. Farm Machanization Course, Farm
Machinery Design Course, Tsukuba International Agricultural Training Centre.
Japan International Cooperation Agency. Tsukuba, Japan.
Kuipers, H . dan L. Kowenhopn. 1983. Pengolahan Tanah ; Aplikasi Pengukuran
Lapangan. Agricultural University Wageningen – Brawijaya University,
Malang.
Lijedahl. J.B., Turnquist, P.K,. Smith, D.W., Holi, M.1989. Tractor and Their
Power Units. Fourth Edition.AVI Book, Van Nostrand Rienhold, New York.
Mandang, T dan Nishimura. 1991. Hubungan tanah dan Alat Pertanian.IPB.
Bogor.
Mundjono.1989. Pengolahan tanah cara gejlokan sebagai alternatif
menanggulangi terbatasnya penyediaan bibit tebu. Prosiding Seminar Budidaya
Tebu Lahan Kering . Pasuruan , 23-25 November 1988.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1998. Statistik Pertanian. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat.Bogor.
Sakai,J. R.G. Sitompul., E.N. Sembiring, Radite P.A.S.,I.N. Suastawa dam Tineke
Mandang. 1998. Traktor 2 Roda. Buku Pegangan Insiyur Teknik Pertanian
Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian. Departemen Teknik
Pertanian FATETA-IPB. Bogor.
Sembiring, E.N.,I.N. Suastawa, dan Desrial. 1990. Sumber tenaga tarik di Bidang
Budidaya Pertanian. JICA-DGHE/IPB Project/ADEAT : JTA-9a (132). Proyek
Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi . Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Smith Harris Pearson A E, Lambert Henry Wilkes M.S. 1976. Farm Machinery
and Equipment, McGraw Hill, Inc. I Tri Purwadi, Gembong.
Suastawa, I. N., W. Hermawan, dan E. N. Sembiring. 2000. Konstruksi dan
Pengukuran Kinerja Traktor Pertanian. Teknik Pertanian. Fateta.IPB. Bogor.
Sumadi, W. 1997. Mengenal Hortikultura ; Tanaman Hias-Buah-Sayuran. CV
Aneka.Solo.
Yuswar, Yunus. 2004. Perubahan Beberapa Sifat FIsik Tanah dan Kapasitas Kerja
Traktor Akibat Lintasan Bajak Singkal pada Berbagai Kadar Air Tanah. Tesis.
Program Pascasarjana UNSYIAH. Banda Aceh.
Wanders, A.A. 1978. Pengukuran Energi. Didalam Strategi Mekanisasi Pertanian.
Departemen Mekanisasi Pertanian-Fatema-IPB. Bogor.
Wijayanto,M.S. 1996. Memilih, Menggunakan, dan Merawat Traktor Tangan. PT
Penebar Swada.
LAMPIRAN
1. Lebar Kerja Teoritis Instrumen dan Lebar Kerja Lapang
Pengujian traktor tangan bajak rotari dilakukan pengukuran lebar
pada instrumen bajak rotari yang dipasangkan pada traktor yaitu 109 cm
dan jumlah bilah pisau rotari adalah 24 buah. Hasil setelah pengolahan
tanah diperoleh lebar pengolahan rata-rata 107 cm + 106 cm + 105 cm =
106 cm
2. Kedalaman Kerja
Pengolahan tanah yang telah dilakukan maka selanjutnya dilakukan
pengukuran kedalaman tanah dengan mengambil sampel tiga titik secara
acak di daerah olahan tanah, sehingga diperoleh hasil rata-rata 15 cm +
14 cm + 16 cm = 15 cm
3. Kecepatan maju
Pengujian kecepatan maju traktor, disajikan pada Tabel 2 berikut ini :
No
Kcepatan Maksimal
(hp/rpm)
10 m
5.0 / 2000
10 m
5.0 / 2000
10 m
5.0 / 2000
Rata-rata
Jarak (meter)
1
2
3
Waktu
(detik)
47 : 97 detik
53 : 35 detik
45 : 60 detik
48 : 64 detik
Kecepatan Maju
(m/s)
0.21
0.19
0.22
0.21
4. Kapasitas Lapang Teoritis dan Kapasitas Lapang Efektif
a. Kapasitas Lapang Teoritis, diketahui kecepatan rata-rata traktor tangan
bajak rotari adalah 0.21 m/s, lebar pembajakan rata -rata adalah
1.06 m dan 0.36 = Faktor konversi (1 m2/s = 0.36 ha/jam), sehingga
diperoleh :
*KLT
= (v x lP)
= (0.21 m/s x 1.06 m)
= 0.22 m2/s (Konversi ke ha/jam)
1
π‘š2
= 0,36
𝑠
π‘š2
0,22
𝑠
=π‘₯
β„Žπ‘Ž
π‘—π‘Žπ‘š
β„Žπ‘Ž
0,079
π‘—π‘Žπ‘š
π‘₯=
0,22
π‘š2
𝑠
= 0,079
ha.m2
jam.s
= 1x
β„Žπ‘Ž.π‘š2
π‘—π‘Žπ‘š.𝑠
β„Žπ‘Ž.π‘š2
1
π‘—π‘Žπ‘š.𝑠
0,079
ha.m2
jam.s
= 0,079
β„Žπ‘Ž
π‘—π‘Žπ‘š
β„Žπ‘Ž
Jadi Kapasitas Lapang Teoritisnya adalah 0.079 π‘—π‘Žπ‘š
b. Kapasitas Lapang Efektif
1) Pola pengolahan tepi, rata-rata kapasitas lapang efektif disajikan
pada Tabel 3 berikut ini :
No
1
2
3
Luas
total
Luas Lahan
(m2)
100 m2
100 m2
100 m2
Konversi
(ha)
0.01
0.01
0.01
300 m2
rata-rata
Total waktu
11 menit : 37 detik
12 menit : 17 detik
15 menit : 33 detik
Konversi
(jam)
0.18
0.20
0.25
KLE
(ha/jam)
0.056
0.050
0.040
13 menit : 29 detik
rata-rata
0.049
Waktu operasional
39 menit : 27 detik
Jadi total KLE ketiga lahan, total luas lahan 300 m2 = 0.03 ha, lama
waktu pengolahan 39 menit : 27 detik = 0.65 jam sehingga diperoleh :
*KLE
= L / WK
= 0.03 ha / 0.65 jam
= 0.046 ha/jam
Kapasitas kerja
= WK / L
= 0.65 jam / 0.03 ha
= 21 jam/ha
Efisiensi
= KLE / KLT × 100%
= 0.046 ha/jam / 0,079 ha/jam x 100%
= 58%
2) Pola pengolahan Tengah, rata-rata kapasitas lapang efektif
disajikan pada Tabel 4 berikut ini :
No
1
2
3
Luas
total
Luas Lahan
(m2)
100 m2
100 m2
100 m2
Konversi
(ha)
0.01
0.01
0.01
300 m2
rata-rata
11 menit : 12 detik
9 menit : 54 detik
10 menit : 1 detik
Konversi
(jam)
0.18
0.15
0.17
KLE
(ha/jam)
0.056
0.067
0.059
10 menit : 22 detik
rata-rata
0.061
Waktu operasional
31 menit : 7 detik
Total waktu
Jadi total KLE ketiga lahan, total luas lahan 300 m2 = 0.03 ha, lama
waktu pengolahan 31 menit : 7 detik = 0.52 jam sehingga diperoleh :
*KLE
= L / WK
= 0.03 ha / 0.52 jam
= 0.057 ha/jam
Kapasitas kerja
= WK / L
= 0.52 jam / 0,03 ha
= 17 jam/ha
= KLE / KLT × 100%
Efisiensi
= 0.057 ha/jam / 0.079 ha/jam x 100%
= 72%
5. Komsumsi Bahan Bakar
a) Pada
pengolahan
lahan
dengan
pola
tepi,
seluas
300 m2 = 0.03 ha dibutuhkan waktu selama 39 menit : 27 detik untuk
menyelesaikan
pengolahan
tanah,
sehingga
diketahui
jumlah
komsumsi bahan bakar minyak (bensin) yang digunakan sebanyak
880 ml.
b) Pada
pengolahan
lahan
dengan
pola
tengah,
seluas
300 m2 = 0.03 ha dibutuhkan waktu selama 31 menit : 7 detik untuk
menyelesaikan
pengolahan
tanah,
sehingga
diketahui
jumlah
komsumsi bahan bakar minyak (bensin) yang digunakan sebanyak
720 ml.
6. Menghitung slip
Pada pengukuran slip roda traktor dilakukan dua kali ulangan
pengoprasian pada tempat yang berbeda, pengoprasian pertama dilakukan
pada landasan semen dan pengoprasian kedua dilakukan pada landasan
tanah, sehingga diperoleh hasil perhitungan slip roda disajikan pada
Tabel 5 berikut ini :
No
Jarak
(m)
1
2
Landasan semen
1-6
6 - 12
St
Detik
3 : 43
4 : 11
5 Putaran Roda
(so)
Jarak
1.55 m
1.50 m
Landasan tanah
detik
21 : 86
23 : 13
5 Putaran Roda
(sb)
Jarak
1.12 m
1.08 m
= ( so – sb) / so x 100%
= (1.55- 1.12) / 1.55 X 100%
= 0.43 / 1.55 X 100%
= 0.27 x 100%
= 27%
St
= ( so – sb) / so x 100%
= (1.48- 1.10) /1.48 X 100%
= 0.38 / 1.48 x 100%
= 0.26 x 100%
= 26%
7. Kadar air tanah
Diketahui sampel tanah yang diambil pada lahan adalah 500 g,
kemudian dihitung berat tanah tersebut setelah di oven didapatkan berat
tanah adalah 400 g, sehingga diperoleh :
KA
= (Wa-Wk) / Wa x 100%
= (500 g – 400 g) / 500 g x 100%
= 100 g / 500 g x 100%
= 0,2 x 100%
= 20%
Jadi kandungan air yang terkandung pada tanah pada lahan yang diolah
tersebut adalah 20%
8. Jenis Tanah
Pada lokasi penelitian jenis tanahnya adalah inceptisol, data ini
diambil dari peta Badan Perencanaan Pembagunan Daerah (BAPPEDA).
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih
berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum
yang berarti permulaan. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga
kebanyakan dari tanah ini cukup subur.
Gambar 16. Jenis Tanah
9. Spesifikasi Traktor Tangan Bajak Rotari
Model
Uraian
Dimensi
dengan roda
karet
Berat kosong
Penerusan
daya
Kecepatan
jalan (roda
karet )
Panjang keseluruhan
Lebar keseluruahan
Tinggi keseluruhan
Berat rangka dengan
roda karet
Merk / model
Volume selinder
61
Cc
Hp /
rpm
Hp/rpm
Tenaga rata-rata
Sistem pendingin
Berat kosong
Kg
Kopling utama
Ukuran tali sabuk
Maju
Mundur
Stand kemudi
Roda karet
Kg
Satuan
Tenaga maksimum
Motor
penggerak
mm
mm
mm
Te 550 n
Posisi Stang kemudi
Atas Tengah Bawah
1504
1472
1418
495
922
1003
1105
Ke-1 (F - 1)
Ke-2 (F - 2)
Ke-3 (F - 3)
Ke-4 (F - 4)
Ke-1 (R - 1)
Ke-2 (R - 2)
Penyetelan
Km/jam
Km/jam
Km/jam
Km/jam
Km/jam
Km/jam
Robin / EY 20 B
183
5.0 / 2000
3.8/1800
Udara
16
Puli penengang tali
sabuk
COGGED V-BELT
REC H-P II SB35
2.37
3.89
5.69
9.32
2.50
4.10
3 posisi
4.00- 8
Rotari R +L
Axle rotary
Bar resistence "A"
Hexagon rotor
Rotari R +L
Bar resistence "H"
`
Rotary set
Rear rotary
Iron wheel R/L
Skid
Ridger
Lebar
Berat
Jumlah
pisau
Berat
Lebar
Berat
Jumlah
pisau
Berat
Lebar
Berat
Jumlah
pisau
putaran
maju
Jumlah
pisau
putaran
mundur
Diameter
Berat
Berat
Lebar
Berat
mm
Kg
640
11
Buah
24
Kg
mm
Kg
1.2
700
11.4
Buah
18
Kg
mm
Kg
1.2
350
25
Buah
12
Buah
12
mm
Kg
Kg
mm
Kg
360
3.5
1.2
400
7.0
Tabel 6. Spesifikasi Traktor Tangan Bajak Rotari
10 Foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan
a) Foto lahan sebelum diolah
b) Foto proses pengolahan lahan
Uji coba traktor tangan bajak rotari
Sudah nampak perbedaan lahan yang diolah dengan sebelum diolah
c) Hasil pengolahan tanah
Download