MEMPELAJARI POLA PENGOLAHAN TANAH PADA LAHAN KERING MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN DENGAN BAJAK ROTARI A R I E S M A N. M G. 621 07 017 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 MEMPELAJARI POLA PENGOLAHAN TANAH PADA LAHAN KERING MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN DENGAN BAJAK ROTARI OLEH : A R I E S M A N. M G. 621 07 017 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kateknikan Pertanian pada Jurusan Teknologi Pertanian PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 HALAMAN PENGESAHAN Judul : Mempelajari Pola Pengolahan Tanah pada Lahan Kering Menggunakan Traktor Tangan dengan Bajak Rotari Nama : Ariesman. M Stambuk : G. 621 07 017 Jurusan : Teknologi Pertanian Program Studi : Keteknikan Pertanian Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Daniel Useng, M.Eng.Sc NIP. 19620201 199002 1 002 Dr. Iqbal Salim, STP, M.Si NIP. 19781225 200212 1 001 Mengetahui Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Prof. Dr. Ir. Mulyati M Tahir, MS NIP. 19570923 198312 2 001 Tanggal Pengesahan : Ketua Panitia Ujian Sarjana Dr. Iqbal Salim, STP, M.Si NIP. 19781225 200212 1 001 Desember 2012 Ariesman. M (G.621 07 017) Mempelajari Pola Pengolahan Tanah pada Lahan Kering Menggunakan Traktor Tangan dengan Bajak Rotari. Di Bawah Bimbingan Daniel Useng dan Iqbal Salim. ABSTRAK Budidaya tanaman hortikultura di Indonesia, masih banyak dilakukan secara konvensional dengan menggunakan tenaga manusia. Oleh karena itu penggunaan mesin-mesin pengolahan tanah merupakan hal yang sangat penting untuk peningkatan produksi. Penggunaan tenaga tarik traktor akan meningkatkan kapasitas kerja dan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan tenaga hewan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pengolahan tanah yang terbaik dengan menggunakan traktor tangan bajak rotari pada lahan petani di kabupaten Takalar. Hasil Kapasitas lapang efektif pada pengolahan tanah pola tepi adalah 0.046 ha/jam sedangkan pada pengolahan pola tengah didapatkan hasil 0.057 ha/jam. Hasil kapasitas kerja pengolahan tanah pada pola tepi adalah 21 jam/ha sedangkan pada pengolahan tanah pada pola tengah adalah 17 jam/ha. Efisiensi pola tepi adalah 58% sedangkan efisiensi pada pola tengah adalah 72%. Pola pengolahan yang baik atau sesuai digunakan untuk pengolahan tanah pada lahan kering dengan bajak rotari adalah pengolahan pola tengah. Kata Kunci: Traktor tangan, bajak rotari, pengolahan tanah, pola tepi, pola tengah. RIWAYAT HIDUP Ariesman. M yang kerap disapa dengan nama Aris, lahir di Pare-Pare pada tanggal 10 April 1989 merupakan anak ke-1(satu) dari lima bersaudara, pasangan bapak Makmur Nur dan ibu Siti Asma. Jenjang Pendidikan formal yang pernah dilalui adalah : 1. Memulai pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Teratai Pare-Pare pada tahun 1994 sampai tahun 1995. 2. Menempuh pendidikan dasar pada SD Negeri 35 Bacukiki Utama Pare-pare pada tahun 1995 sampai tahun 2001. 3. Melanjutkan pendidikan di sekolah menengah pertama pada SMP Negeri 1 Bantaeng pada tahun 2001 sampai tahun 2004. 4. Untuk jenjang menengah atas, pendidikan di tempuh di SMA Negeri 1 Bantaeng pada tahun 2004 sampai tahun 2007. 5. Melanjutkan pendidikan pada Universitas Hasanuddin, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Keteknikan Pertanian, Makassar pada tahun 2007 sampai pada tahun 2012. Selama menempuh pendidikan di dunia kampus, aktivitas yang dilakukan adalah menjadi pengurus Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (LIDMI) periode 2010-2011, pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Dakwah Kampus Mahasiswa Pencinta Mushallah Unhas (UKM LDK MPM UH) periode berlanjut 2008-2011, pengurus Lembaga Dakwah Fakultas Ulul Al Baab Fakultas Pertanian Unhas (LDF Ulul Al Baab Faperta UH) periode berlanjut 2008-2010, pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (HIMATEPA) periode berlanjut 2008-2010, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Unhas (BEM FAPERTA UH), periode 2009-2010. Koordinator Asisten mata kuliah Ilmu Ukur Wilayah. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Azza wa Jalla atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Selama pelaksanan studi, penelitian maupun penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menghanturkan terima kasih kepada : 1. Orang tua tercinta Makmur Nur dan Siti Asma yang telah banyak memberikan bantuan materil, dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Daniel Useng, M.Eng. Sc dan Dr. Iqbal Salim, STP, M.Si sebagai dosen pembimbing atas kesabaran, petunjuk dan segala arahan yang telah diberikan dari penyusunan proposal penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai. 3. Staff Dinas Pertanian Kabupaten Takalar yang telah membantu dan memberikan pengarahan selama berlangsungnya penelitian ini, khususnya kepada Mr. Kimura (staf kontrak dari JICA) dan Bapak Adi, SP. 4. Ikhwa-ikhwa di MPM Unhas : Akh Akino, Ayid, Syamsir, Hariadi, Sumarlin, Abdurrahman, K Samsul, K Akram, K Putra, K Abdul Kadir, K Subhan dan lainnya yang telah banyak memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Teman seperjuangan Orator 2007 yang selama ini menjadi saudara(i)ku dan senantiasa membantuku dan memberikan banyak pengalaman hidup, tetap semangat untuk menjadi Sarjana Teknologi Pertanian. 6. Keluarga Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin baik senior maupun junior, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya demi kemajuan ilmu pengetahuan. Makassar, Desember 2012 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii RINGKASAN ................................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................................................. 1 1.2 ... Tujuan ……………………………………………………………. 2 1.3 2 Manfaat ............................................................................................ II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hortikultura ..................................................................................... 3 2.1.1. Tanaman Pangan……………………………………............ 3 2.1.2. Tanaman Hias……………….…………………………….. 3 2.2 Pengolahan Tanah............................................................................ 4 2.3 Jenis Tanah dan Kadar Air .............................................................. 7 2.4 Pola Pengolahan Tanah dengan Traktor Tangan ............................. 8 2.4.1. Pola Tengah…………………………………………………. 10 2.4.2. Pola Tepi…………………..………………………………... 12 2.5 Bajak Rotari atau Pisau Berputar .................................................... 13 2.6 Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah ................................................. 18 2.7 Efisiensi Pengolahan Tanah............................................................. 26 2.8 Slip .................................................................................................. 27 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat........................................................................... 29 3.2 Bahan dan Alat ................................................................................ 29 3.3 Prosedur Penelitian .......................................................................... 29 3.3.1. Persiapan ................................................................................ 29 3.3.2. Pelaksanaan ........................................................................... 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Lebar, Kedalaman, dan Slip Pengolahan Tanah ................................ 32 4.2 Kapasitas Lapang Efektif Pengolahan Tanah .................................... 34 4.3 Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah ................................................... 35 4.4 Efisiensi Pengolahan Tanah ............................................................... 36 4.5 Penggunaan Konsumsi Bahan Bakar ................................................. 37 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………………………………………………………… 39 5.2 Saran………………………………………………………………… 39 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40 LAMPIRAN DAFTAR TABEL No Judul Halaman 1. Kecepatan putar rotari hubungannya dengan kondisi tanah .................. 16 2. Kecepatan Maju Traktor Tangan Bajak Rotari ....................................... 42 3. Rata-rata Kapastis Lapang Efektif Pola Tepi ......................................... 43 4. Rata-rata Kapastis Lapang Efektif Pola Tengah………………………. 44 5. Perhitungan Slip Roda………………………………………………….. 45 6. Spesifikasi Traktor Tangan Bajak Rotari………………………………. 47 DAFTAR GAMBAR No Judul Halaman 1. Bajak Rotari ............................................................................................ 8 2. Posisi Bajak ke Traktor ........................................................................... 9 3. Pengolahan Pola Tengah......................................................................... 11 4. Alur Balik ............................................................................................... 11 5. Alur tepi yang tidak tertimbun................................................................ 11 6. Pola Pengolahan Tepi ............................................................................. 12 7. Traktor tangan bajak rotari ..................................................................... 17 8. Skema Pengolahan Pola Tepi ................................................................. 31 9. Skema Pengolahan Pola Tengah………………………………………. 10. Lebar Pengolahan Tanah ........................................................................ 32 11. Kedalaman Pengolahan Tanah ............................................................... 33 12. Hasil Perhitungan Kapasitas Lapang Efektif………………………….. 13. Hasil Perhitungan Kapasitas Kerja Pengolahan……………………….. 35 14. Hasil Perhitungan Efisiensi Pengolahan Tanah……………………….. 36 15. Hasil Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar ......................................... . 37 16. Jenis Tanah… ....................................................................................... 46 17. Foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan 31 34 a. Foto lahan sebelum diolah ............................................................ 49 b. Foto proses pengolahan lahan ........................................................ 49 c. Hasil pengolahan tanah .................................................................. 50 DAFTAR LAMPIRAN No Judul Halaman 1. Lebar Kerja Teoritis Instrumen dan Lebar Kerja Lapang ................. 42 2. Kedalaman Kerja ............................................................................... 42 3. Kecepatan Maju ................................................................................. 42 4. Kapasitas Lapang Teoritis dan Kapasitas Lapang Efektif ................. 42 5. Konsumsi Bahan Bakar .................................................................... 44 6. Menghitung Slip ................................................................................ 45 7. Kadar Air Tanah ................................................................................ 45 8. Jenis Tanah ........................................................................................ 46 9. Spesifikasi Traktor Tangan Bajak Rotari .......................................... 47 10. Foto Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan ......................................... 49 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan kering merupakan potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian di Indonesia. Areal lahan kering di Indonesia mencapai 52.4 juta ha yang tersebar di pulau Jawa dan Bali (7.1 juta ha), Sumatra (14.8 juta ha), Kalimantan (7.4 juta ha), Sulawesi (5.1 juta ha), Maluku dan Nusa Tenggara (6.2 juta ha), serta Papua (11.8 juta ha). Untuk memanfaatkan potensi yang ada, perlu dilakukan pengolahan tanah yang merupakan awal dari kegiatan pada budidaya pertanian. Kegiatan pengolahan tanah ini perlu diupayakan secara efektif dan efisien, karena akan mempengaruhi kualitas pengolahan tanah, waktu kerja pengolahan tanah, dan produksi hasil pertaniannya, sehingga diharapkan potensi lahan kering yang besar dapat dimanfaatkan secara maksimal (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1998). Lahan kering biasanya dimanfaatkan untuk tanaman hortikultura, karena tanaman hortikultura tidak memerlukan air yang melimpah saat pembudidayaannya. Pembudidayaan tanaman hortikultura seperti jagung, sayuran dan tanaman hias sangat perlu dilakukan karena potensi lahan kering yang melimpah, sebagai bahan makanan yang penting, dan sebagai tanaman hias sehingga berpotensi sebagai komoditas ekspor (Haerani, 2001). Di Indonesia, budidaya tanaman hortikultura masih banyak dilakukan secara konvensional dengan menggunakan tenaga manusia (manual). Oleh karena itu penggunaan mesin-mesin pengolahan tanah merupakan hal yang sangat penting untuk peningkatan produksi, hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan para petani terhadap perkembangan teknologi sehingga membuat lebih mengutamakan pengolahan tanah secara manual (Haerani, 2001). Pengolahan tanah biasanya digunakan alat dengan tenaga tarik hewan atau menggunakan tenaga traktor. Penggunaan tenaga tarik traktor akan meningkatkan kapasitas kerja dan hasil yang didapatkan pada pengolahan akan lebih baik dibandingkan dengan menggunakan hewan (Haerani, 2001). Menurut Daywin dkk, (1999) tujuan utama dari penggunaan mesinmesin dibidang pertanian adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja petani dan mengubah pekerjaan berat menjadi lebih ringan. Kegiatan pengolahan tanah pada lahan kering untuk tanaman hortikultura merupakan kegiatan yang cukup berat, kegiatan ini memerlukan waktu dan tenaga serta biaya yang cukup besar. Mekanisasi pertanian dapat meningkatkan kualitas hasil produksi (Haerani, 2001). Beberapa masalah yang ada di atas perlu dilakukan pengujian traktor tangan bajak rotari dengan beberapa pola pengolahan tanah untuk mengetahui efisiensinya, sehingga diharapkan menghasilkan alternatif pola pengolahan tanah yang terbaik untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi para petani sehingga dapat meningkatkan produksi, pendapatan petani dan mengurangi biaya produksi serta dapat meningkatkan kesejahteraan petani. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pengolahan tanah yang sesuai menggunakan traktor tangan dengan implemen bajak rotari pada lahan kering di kelurahan Salaka, kecamatan Pattalassang, kabupaten Takalar. 1.3 Manfaat Manfaat penelitian adalah memberikan informasi dan alternatif dalam pengolah tanah dengan menggunakan traktor tangan bajak rotari dengan harapan dapat membantu petani dalam meningkatkan kualitas hasil produksi, produktivitas tenaga kerja, dan pendapatan serta mengurangi biaya produksi. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hortikultura Hortikultura berasal dari bahasa latin yaitu hortus yang berarti kebun dan colare yang berarti membudidayakan, kemudian hortikultura diartikan sebagai ilmu yang mempelajari pembudidayaan tanaman kebun (Sumadi, 1997). Menurut Haryadi (1989), berdasarkan kegunaannya tanaman hortikultura dapat dibagi sebagai berikut : 2.1.1. Tanaman pangan berupa sayuran dan buah-buahan. Untuk sayuran ada yang berupa tanaman ditanam di bagian atas tanah: kubis-kubisan (kubis, kubis bunga, brokoli), kacang-kacangan (buncis, kapri, kacang tanah), tanaman solonaceac berbuah (cabai, tomat, terung), ketimun (ketimun, melon, semangka, labu), sayuran hijau (spinasi, bayam, kangkung) jamur (agaricus). Tanaman yang ditanamn untuk bagian bawah tanah: tanaman akar (bit, wortel, lobak, talas, ubi jalar, tanaman ubi (kentang) tanaman umbi lapis (bawang merah, bawang putih, bawang bombay) Buah-buahan untuk iklim sedang buah kecil (beri, anggur, kiwi) pohon buah (apel, apricot, pir) untuk iklim tropik dan sub tropik, taman ternal (pisang, pepaya, jeruk) 2.1.2.Tanaman hias, tanaman bedengan bunga: corm, umbi, tanaman lanscap, semak, pohon, padang rumput. Berdasarkan siklus hidupnya, tanaman hortikultura dapat digolongkan menjadi tanaman setahun atau semusim (annuals), dwi tahun (biennials), dan tanaman tahunan (parennials). Tanaman setahun melengkapi seluruh hidupnya dalam satu musim tumbuh contoh kedelai, kapri, dan buncis. Tanaman dwibulanan adalah tanaman yang memerlukan dua musim untuk melengkapi siklus hidupnya contoh wartel, bawang bombay, sedangkan tanaman tahunan seperti terung dan cabai terus menerus tumbuh tidak terbatas (Janick, 1986). 2.2 Pengolahan Tanah Tanah merupakan suatu sistem yang dinamis, tersusun dari empat bahan utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut berbeda komposisinya untuk setiap jenis tanah, kadar air dan perlakuan terhadap tanah. Sebagai suatu sistem yang dinamis, tanah dapat berubah keadaannya dari waktu ke waktu, sesuai sifat-sifatnya yang meliputi sifat fisik, kimia, dan sifat mekanis, serta keadaan lingkungan yang keseluruhannya menentukan produktifitas tanah. Pada tanah pertanian, sifat mekanis tanah yang terpenting adalah reaksi tanah terhadap gaya-gaya yang bekerja pada tanah, dimana salah satu bentuknya yang dapat diamati adalah perubahan tingkat kepadatan tanah (Yuswar, 2004). Pengolahan tanah adalah semua pekerjaan pendahuluan sebelum tanam untuk membuat tanah dalam keadaan sebaik-baiknya guna pertumbuhan perakaran sampai pada keadaan siap ditanami (Mundjono, 1989). Pengolahan tanah adalah semua pekerjaan pendahuluan sebelum proses penanaman. Tujuan utama dari pengolahan tanah adalah menciptakan kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman dengan usaha yang seminimum mungkin. Sebagai awal kegiatan budidaya pertanian sebelum kegiatan lainnya dilakukan, kegiatan ini perlu diupayakan secara efektif dan efisien, oleh karena menyangkut kualitas hasil dan ketepatan waktu pengolahan tanah (Mundjono, 1989). Pengolahan tanah umumnya masih didominasi oleh penggunaan cangkul (secara manual) oleh tenaga manusia dan alat bajak yang ditarik oleh tenaga ternak. Dengan penggunaan tenaga manusia dan tenaga ternak akan mengakibatkan produksi pertanian rendah dan waktu yang lama bila dibandingkan dengan penggunaan tenaga mekanis seperti traktor terutama sebagai sumber tenaga penarik bajak dan alat pertanian lainnya. Penggunaan traktor sebagai sumber tenaga dalam pengolahan tanah, diharapkan dapat mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk proses pengolahan tanah, kapasitas kerja menjadi lebih tinggi dan pendapatan petani bertambah, sehingga dapat dilaksanakan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi yang sempurna (Mundjono, 1989). Kecepatan dalam pengolahan tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas kerja efektif yang dapat dicapai dalam pengolahan tanah. Kapasitas kerja efektif adalah faktor yang menentukan besarnya biaya penggunaan alat persatuan luas (Mundjono, 1989). Pengolahan tanah merupakan bagian proses terberat dari keseluruhan proses budidaya, dimana proses ini mengkonsumsi energi sekitar 1/3 dari keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam proses budidaya pertanian. Cara pengolahan tanah akan berpengaruh terhadap hasil pengolahan dan konsumsi energinya (Mundjono, 1989). Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa masalah pengolahan tanah merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan produksi pertanian yang optimal. Kondisi tanah yang baik adalah salah satu faktor berhasilnya produksi tanaman dan untuk mencapai kondisi tanah yang baik diperlukan pengolahan tanah dengan alat dan mesin pertanian (Mundjono, 1989). Akhir-akhir ini masalah yang utama di dalam pembukaan dan pengolahan tanah adalah bagaimana agar didapatkan efisiensi yang optimal. Hal ini dimaksudkan dari pengertian minimal tillage yaitu pengolahan yang seminimal mungkin, tetapi menghasilkan tanah yang baik dan pertumbuhan tanaman yang optimal dengan biaya yang rendah (Mundjono, 1989). Kegiatan pengolahan tanah dapat dibedakan menjadi pengolahan tanah I (Primary tillage) dan pengolahan tanah II (Secondary tillage). Kegiatan pengolahan tanah pertama secara sederhana bertujuan membongkar tanah menjadi bongkahan-bongkahan agar mampu menangkap udara, air dan sinar matahari, guna proses pelapukan sehingga tanah menjadi matang, bebas dari tanaman gulma dan siap untuk masuk ke pengolahan tanah kedua yang bertujuan menghancurkan dan mencampur bongkah tanah yang telah matang secara mesra (proses penghancuran dan pembusukan) agar menjadi media tumbuh tanaman yang baik (Kuipers dan Kowenhopn, 1983). Kuipers dan Kowenhopn (1983) menyatakan bahwa tujuan pengolahan tanah sebagai berikut : 1. Menciptakan struktur tanah yang dibutuhkan untuk persemaian atau tempat tumbuh benih. Tanah yang padat diolah sampai gembur, sehingga mempercepat infiltrasi air, berkemampuan baik menahan hujan, memperbaiki aerasi dan memudahkan perkembangan akar 2. Meningkatkan kecepatan infitrasi tanah sehingga menurunkan run off dan mengurangi bahaya erosi 3. Menghambat atau mematikan tumbuhan pengganggu 4. Membenamkan tumbuh-tumbuhan atau sampah-sampah yang ada di atas permukaan tanah ke dalam tanah sehingga menambah kesuburan tanah 5. Membunuh serangga, larva atau telur-telur serangga melalui perubahan tempat tinggal dan terik matahari 6. Menyiapkan lahan sebagai media tumbuh tanaman yang baik Secara umum, tujuan mekanisasi pertanian adalah (Kuipers dan Kowenhopn, 1983) : 1. Mengurangi kejerihan kerja dan meningkatkan efisiensi tenaga manusia 2. Mengurangi kerusakan produksi pertanian 3. Menurunkan ongkos produksi 4. Menjamin kenaikan kualitas dan kuantitas produksi 5. Meningkatkan taraf hidup petani 6.Memungkinkan pertumbuhan ekonomi subsistem (tipe pertanian kebutuhan keluarga) menjadi tipe pertanian komersil (comercial farming) Proses yang terjadi pada pengolahan tanah dengan bajak dapat diasumsikan terdiri dari beberapa bagian proses. Untuk alat ini, proses yang terjadi terdiri dari proses intake, main flow dan output. Proses intake merupakan proses dimana suatu bagian/lapisan tanah dipisahkan dari bagian utamanya. Proses main flow adalah proses yang terjadi selama tanah bergerak sepanjang bagian alat (plough-body). Proses output mencakup perubahan yang terjadi setelah irisan tanah terlepas dari alat (Kuipers dan Kowenhopn, 1983). 2.3 Jenis Tanah dan Kadar Air Tanah yang terdapat pada lahan kering di kabupaten Takalar yang dijadikan sebagai tempat untuk pengolahan tanah adalah tanah jenis inseptisol, data tersebut didapatkan dari peta Badan Perencanaan Pembagunan Daerah (BAPPEDA) dengan tim revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Takalar. Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang dari pada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir geluhan dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi lempung ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dan Kpk dalam tanah inceptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa (Darmawidjaja, 1961). Pada dasarnya tanah ini dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian, yaitu melalui teras siring atau dengan budidaya tanaman tahunan yang lebih kuat dalam mengikat tanah. Tanaman pertanian dapat disisipkan dalam selasela tanaman tahunan. Potensi lain adalah dengan memanfaatkan lahan ini untuk usaha penghijauan (Darmawidjaja, 1961). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan basis kering (dry basis). Jadi yang dimaksud dengan kadar air tanah adalah jumlah air yang bila dipanaskan dengan oven yang bersuhu 105oC hingga diperoleh berat tanah kering yang tetap (Das, 1993). Persentase berdasarkan berat, kadar air tanah dapat dihitung dengan persamaan 1 rumus sebagai berikut : πΎπ΄ = ππ−ππ ππ π₯ 100%………….………………........................................(1) dimana : KA = Kadar air tanah (%) Wa = Berat tanah sebelum dikeringkan (g) Wk = Berat tanah setelah dikeringkan (g) 2.4 Pola Pengolahan Tanah (Pembajakan) Dengan Traktor Tangan Mesin rotari dapat digolongkan sebagai alat pengolah tanah pertama maupun kedua. Karena selain memotong, mengangkat dan membalik tanah, mesin ini juga menghancurkan bongkahan tanah, sekaligus meratakan. Bekerjanya mesin rotari tidak hanya ditarik oleh traktor tetapi terutama karena diputarnya susunan pisau pada poros. Putaran pisau ini biasanya searah dengan putaran roda ke depan. Pisau-pisau mesin rotari dibuat melengkung. Apabila susunan pisau diatur ke arah dalam semua maka akan diperoleh hasil pengolahan tanah yang berbentuk cembung. Apabila disusun ke arah luar semua (kecuali pisau terluar) akan didapatkan hasil cekung. Untuk mendapatkan arah yang datar, posisi pisau diatur seimbang. Bagianbagian bajak rotari dengan susunan pisau yang dibuat melengkung pada poros disajikan pada Gambar 1 (Wijayanto, 1996). Gambar 1. Bajak Rotari Pemasangan bajak ke traktor tangan adalah sebagai berikut: Pemasangan mesin rotari biasanya cukup menggunakan dua buah mur-baut, namun ada juga yang menggunakan pena seperti bajak. Hal ini disebabkan beban yang dibutuhkan untuk menarik rotari lebih kecil dibandingkan dengan bajak. Di bagian atas mesin rotari kadang-kadang dilengkapi dengan pengait untuk menahan beban mesin rotari dan membantu dalam pemasangan. Posisi pemasangan mesin rotari dengan satu sumbu disajikan pada Gambar 2 (Wijayanto, 1996). Gambar 2. Posisi Bajak ke Traktor Kedudukan mesin rotari harus satu sumbu dengan traktor. Setelah mesin rotari tepasang dengan mantap, baru dipasang rantai penerus daya. Beberapa jenis mesin rotari, rantainya menyatu, sehingga pemasangannya harus berbarengan dengan mesin rotari. Berdasarkan cara penggandengan peralatannya traktor kecil diklasifikasikan dalam tiga kelompok (Dahono, 1997): 1. Tipe unit (Integral Maunted Tractor) adalah traktor roda dua yang peralatannya langsung dihubungkan dengan poros (sumbu as) dengan gigi transmisi. 2. Tipe Gusur (Trailing Type), peralatannya digandengkan ke traktor dengan pen (pasak) jadi bekerjanya berdasarkan kekuatan tarik maju kedepan dari traktor. 3. Tipe Kombinasi (Combination Type), traktor yang dapat dipakai secara tipe gusur dan tipe unit. Tipe kombinasi menggunakan rantai (chain) sebagai penerus tenaga dari transmisi ke peralatan cangkul/garu berputar (rotari tiller). Pengolahan tanah, perlu menggunakan pola-pola tertentu. Tujuan dari pola pengolahan tanah ini adalah (Dahono, 1997) : 1. Lebih efisien, dengan menggunakan pola yang sesuai diharapkan : a. Waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen pengolahan tanah diangkat) sesedikit mungkin b. Lahan yang diolah tidak diolah lagi sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efisien 2. Lebih efektif Hasil pengolahan tanah (khususnya untuk pembajakan) bisa merata. Bagian lahan yang diangkat tanahnya akan ditimbun kembali dari alur berikutnya, sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efektif. Beberapa macam pola pengolahan tanah yang disesuaikan dengan bentuk lahan dan jenis alat yang digunakan. Beberapa pola pengolahan tanah, antara lain : 2.4.1. Pola Tengah Pembajakan dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan kedua pada sebelah hasil pembajakan pertama. Traktor diputar ke kanan dan membajak rapat dengan hasil pembajakan pertama. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan sampai ke tepi lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Dahono, 1997). Pengolahan tanah dengan pola tengah disajikan pada Gambar 3 (Dahono, 1997). Gambar 3. Pengolahan Pola Tengah Pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow) yaitu alur bajakan yang saling berhadapan satu sama lain, sehingga akan terjadi penumpukan lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan. Pada pembajakan pengolahan tanah dihasilkan alur balik di sajikan pada Gambar 4 (Dahono, 1997). Gambar 4. Alur balik Pada tepi lahan alur hasil pembajakan tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan disajikan pada Gambar 5 (Dahono, Gambar 5. Alur tepi yang tidak tertimbun 1997). 2.4.2. Pola Tepi Pengolahan tanah dilakukan dari salah satu titik sudut lahan. Berputar ke kiri sejajar sisi lahan, sampai ke tengah lahan. Lemparan pembajakan ke arah luar lahan. Pada akhir pengolahan, operator akan kesulitan dalam membelokkan traktor. Pengolahan tanah pola tepi disajikan pada Gambar 6 (Dahono, 1997). Gambar 6. Pola Pengolahan Tepi Pola ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Dahono, 1997). Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pembajakan yaitu (Dahono, 1997) : 1. Menjaga agar traktor berjalan lurus. Pada saat membajak, tanah hasil bajakan akan terlempar ke arah sisi tepi (biasanya ke kanan), sehingga bajak akan terdorong ke kiri, dan traktor akan terdorong dan akan berbelok ke kanan. Operator harus menahan agar traktor tetap berjalan lurus. Untuk mengontrol agar jalannya traktor lurus, sesaat sebelum melakukan pembajakan, operator melihat satu titik lurus di depan. Pada saat akan mengontrol, operator dapat melihat kembali titik tadi apakah masih berada lurus di depan. 2. Menjaga kedalaman pembajakan. Pada saat membajak, tanah akan terangkat ke atas, sehingga bajak akan terdorong ke bawah, dan bagian depan traktor akan terangkat. Operator harus menahan agar posisi traktor stabil. Untuk implemen yang baik, biasanya dilengkapi dengan peralatan yang dapat menahan bajak, sehingga kedalaman bisa dijaga, dan operator tidak perlu menahan. Biasanya di bagian depan traktor juga dilengkapi dengan pemberat untuk menyeimbangkan beban. 3. Mengangkat implemen, apabila implemen menabrak halangan yang menimbulkan beban berat seperti : batu besar, tanah keras atau liat, batang atau tanggul pohon besar dan sebagainya. Dengan mengangkat implemen, beban traktor akan berkurang. Selain itu juga dapat menjaga agar implemen tidak rusak. 2.5 Bajak Rotari / Pisau Berputar Bajak rotari adalah bajak yang terdiri dari pisau-pisau yang berputar. Berbeda dengan bajak piringan yang berputar karena ditarik traktor, maka bajak ini terdiri dari pisau-pisau yang dapat mencangkul yang dipasang pada suatu poros yang berputar karena digerakan oleh suatu motor. Bajak ini banyak ditemui pada pengolahan tanah sawah untuk pertanaman padi dan tanaman hortikultura (Smith dan Wilkes, 1990). Menggunakan bajak putar saat pengolahan tanah dapat dilakukan sekali tempuh. Bajak putar atau bajak rotari dapat digunakan untuk pengolahan tanah kering ataupun tanah sawah (Smith dan Wilkes, 1990). Bajak rotari ini ditarik kedepan oleh traktor, namun mempunyai pisau pemotong yang digerakkan oleh mesin pembantu yang dipasang pada rangka bajak tersebut. Tipe bajak ini dibuat dalam ukuran 4, 5, 6 inchi dan memerlukan daya sebesar 90 daya kuda (Smith dan Wilkes, 1990). Bajak pada prinsipnya mempunyai fungsi yang sama dengan cangkul. Bajak berguna untuk memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah. Dalam pembajakan tanah biasanya ditentukan oleh jenis tanaman dan ketebalan lapisan tanah atas. Kedalaman lapisan olah tanah untuk tanaman padi lebih kurang 18 cm bahkan ada tanah yang harus dibajak lebih dalam lagi sekitar 20 cm (Smith dan Wilkes, 1990). Salah satu masalah dari penggunaan bajak putar ialah apabila di dalam tanah terdapat benda-benda keras, untuk itu biasanya diadakan pengamanan (dilengkapi per-per pada pisaunya, adanya pengamanan slip pada mesinnya). Berdasarkan atas sistem pengambilan daya untuk menggerakkan rotor dan pisau dari bajak putar, jenis bajak putar secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu (Sakai dkk. 1998) : 1. Bajak putar dengan tenaga pemutar pisau dari mesin tersendiri terpisah dari tenaga traktor sebagai sumber daya penariknya (self propelled unit). 2. Bajak putar dengan tenaga pemutar pisau dari pto traktor, yang sekaligus traktor tersebut sebagai sumber daya penariknya (pto drives tractor). Prinsip kerja bajak putar pisau-pisau dipasang pada rotor secara melingkar hingga beban terhadap mesin merata dan dapat memotong tanah secara bertahap. Pada waktu rotor berputar dan alat bergerak maju pisau akan memotong tanah. Luas tanah yang terpotong dalam sekali pemotongan tergantung pada kedalaman dan kecepatan maju (Sakai dkk. 1998). Gerakan putaran rotor yang memutar pisau-pisau diakibatkan daya dari motor yang diteruskan melalui sistem penerusan daya khusus sampai ke rotor tersebut. Sistem penerusan daya untuk ukuran bajak putar kecil yang digerakkan dengan traktor tangan biasanya menggunakan sistem hubungan roda cakra dengan rantai. Untuk bajak putar ukuran besar yang digerakkan dengan traktor besar, biasanya menggunakan universal joint (Sakai dkk. 1998). Bagian-bagian bajak putar adalah (Sakai dkk. 1998). 1. Pisau, berfungsi untuk mencacah saat bajak putar beroprasi. Pisau ini juga cukup baik untuk mencacah gulma maupun seresah, namun tidak dapat menutupnya dengan tanah secara baik seperti jika menggunakan bajak singkal maupun bajak piringan. Besar dan jumlah pisau disesuaikan dengan daya penggerak dan keperluannya. Cara pemasangan pisau dalam hubungannya dengan bentuk permukaan dan hasil pengolahan tanah. 2. Poros putar, berfungsi untuk memutar rotor-rotor bajak putar. 3. Rotor, berfungsi sebagai tempat pemasangan pisau-pisau dari bajak putar. 4. Penutup belakang (rear shield), berfungsi membantu penghancuran tanah. 5.Roda dukung (land wheel), berfungsi untuk mengatur kedalaman pengolahan tanah. Sistem pemasangan pisau, dengan jumlah yang lebih sedikit akan memperoleh sedikit hambatan karena adanya seresah pada tanah dan pisau dapat masuk lebih dalam pada tanah sehingga seresah dapat bercampur dengan tanah. Juga dapat mengurangi kemungkinan macetnya alat pada waktu kerja di tanah yang basah dan lengket. Namun hasil pengolahan diperoleh bongkah yang lebih besar (Sakai dkk. 1998). Kecepatan perputaran pisau dan kecepatan maju akan mempengaruhi kehalusan pengolahan tanah, semakin cepat perputaran pisau akan diperoleh pemotongan yang semakin halus, makin lambat perputaran pisau maka hasil pemotongan akan besar-besar. Pada kecepatan rendah, kemungkinan penyumbatan oleh tanah dan seresah makin besar tetapi kecepatannya yang besar akan dapat merusak struktur tanah dan mengurangi umur pemakaian pisau. Kandungan air tanah, bila tanah dikerjakan pada kandungan air dimana ikatan partikel kecil maka hasil pengerjaan tanah akan lebih halus (Sakai dkk. 1998). Merancang bangun pengolah tanah rotari harus dipenuhi persyaratan, yaitu (Suastawa dkk, 2000) : a) Alat Mesin mempunyai manuverabilitas tinggi sesuai dengan kondisi kerja yang lembab atau basah. b) Alat Mesin mampu mengolah tanah dengan kedalaman yang cukup untuk membenamkan sisa tanaman dan mencampur lapisan tanah atas secara vertikal. c) Disain rotari dilengkapi pengatur guna mengatasi tanah basah dan sisa tanaman. d) Permukaan tanah hasil kerja rata, tanpa terbentuknya alur-alur atau gundukan tanah. e) Alat Mesin mempunyai ketahanan kerja, kekuatan konstruksi dan pelindung bagian-bagian penting terhadap benturan benda keras. Pengolahan tanah dengan rotari menghasilkan kualitas penghancuran dan campuran yang sempurna antara cacahan gulma/sisa tanaman dengan tanah. Gulma sisa tanaman yang terbenam dalam tanah tersebut akan membusuk dan menjadi pupuk organik. Pengolahan tanah dengan rotari juga dinilai sebagai cara terbaik dalam menghasilkan pelumpuran sehingga menjadi media tumbuh yang optimum dan menekan pertumbuhan gulma (Sakai dkk, 1998). Bilah pisau tipe C sesuai untuk lahan kering maupun sawah, karena dapat memotong sisa-sisa tanaman. Desain bilah pisau melibatkan tahapan yang rumit, meliputi penempaan, pembentukan bilah sesuai kurva sudut rasional agar sisa-sisa tanaman tidak mengkait. Ketebalan pisau C berkisar 9.0 - 10 mm bagian leher dan 4.5 – 5.0 mm (bagian tengah dan ujung) dengan sisi ketajaman tunggal (Sakai dkk, 1998). Pengolah tanah rotari dengan lebar kerja 60 cm, akan memakai 12 - 15 bilah pisau dengan urutan kerja membentuk sudut 45°. Kedalaman olah bervariasi antara 10 - 20 cm, dan pengalaman di lapangan berkisar 10 - 15 cm terutama pada lahan dengan ketersediaan air irigasi cukup (Sakai dkk, 1998). Kualitas pencampuran pada pengolahan tanah menggunakan rotari tidak hanya tergantung pada sifat tanah, juga kecepatan putar rotari, bentuk dan posisi dari pelindung rotari kaitannya dengan lemparan pertikel tanah. Kecepatan putar rotari untuk pengolahan tanah 150 - 400 rpm tergantung pada sifat tanah disajikan pada Tabel 1 (Sakai dkk, 1998). rpm Kondisi tanah Kecepatan Maju (m/s) 150-200 Tanah pasir gembur basah 0.5-0.7 200-300 Tanah biasa Tanah lengket 0.3-0,5 300-400 Tanah sangat lengket 0.2-0.3 Tanah kering dan keras kecepatan maju diperkecil dan putaran rotari ditingkatkan Traktor tangan bajak rotari yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 7 (Anonim I, 2012). Gambar 7. Traktor tangan bajak rotari Pengolahan tanah kedua atau sekunder diartikan sebagai pengadukan tanah sampai kedalaman yang komparatif tidak terlalu dalam. Alat – alat yang biasa digunakan dalam pengolahan tanah sekunder adalah garu, penggembur dan pemberaan. Salah satu garu yang paling sering digunakan adalah garu rotary (Smith dan wilkes, 1990). Daywin dkk (1999) menyatakan bahwa garu rotari merupakan garu yang berupa pisau-pisau yang dipasang pada suat poros yang berputar karena digerakkan oleh suatu motor, kedalaman garu rotari berkisar antara 10-25 cm dan mempumyai kelebihan dapat membajak dan menggaru pada waktu yang bersamaan (koga, 1988). Rotari merupakan mesin yang efisien karena dapat melakukan pengolahan tanah, pemecahan tanah, dan perataan tanah dalam satu proses. Sumber tenaga putar rotari didapatkana dari putaran PTO traktor. Power Take Off (tempat pengambilan daya) merupakan keluaran daya dari mesin traktor yang berupa putaran yang bisa digunakan untuk menggerakkan peralatan lain. Poros PTO dihubungkan secara langsung dengan poros setelah kopling, kemudian PTO sendiri menggunakan versneling tersendiri untuk mengatur kecepatan putar PTO agar sesuai dengan kebutuhan. Keuntungan dari penggunaan garu rotari (Daywin dkk, 1999) adalah a) Pengolahan dan penghancuran bongkahan dilakukan secara berurutan b) Tanah tidak dapat berpindah c) Pencampuran pupuk bisa lebih seragam dengan tanah d) Biaya pengolahan menjadi lebih murah e) Tidak memerlukan banyak penyetelan alat Roda traktor berguling akan mengalami gaya traksi, tahanan gelinding, gaya kemudi, gaya dukung tanah dan gaya akibat berat traktor. Traksi adalah gaya dorong yang dihasilkan oleh roda traktor atau alat traksi lainnaya. Arah traksi adalah searah dengan arah gerak traktor dan berlawanan arah dengan tahanan gelinding. Tahanan gelinding akibat reaksi tanah saat roda bergerak (Liljedahl dkk, 1979). Menurut Mandang dan Nishimura (1991) traksi dapat diperoleh sebagai reaksi dari roda penggerak melawan tanah, yang sangat tergantung pada keadaan kualitas tanah. Traksi bersih adalah gaya searah maju traktor yang dihasilkan oleh gaya traksi dipindahkan ke kendaraan (Sakai dkk, 1998). Pada kondisi tanah dan keadaan permukaan tanah tertentu maka faktor yang memengaruhi traksi dapat dilihat dari segi alat traksi adalah jenis dan keadaan alat traksi serta beban yang diterima (Gill dan Vanden Berg, 1968). Besarnya tenaga maksimum yang dapat dikerahkan roda ke permukaan tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah terhadap roda sehingga memungkinkan roda menghasilkan tenaga tarik lebih besar. Hal ini tergantung pada ketahanan tanah terhadapat keretakan, kohesi tanah (pada tanah liat) dan sudut gesekan dalam tanah (Gill dan Vanden Berg, 1968). 2.6 Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah Kapasitas kerja suatu alat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kerja suatu alat atau mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan waktu. Jadi kapasitas kerja pengolahan tanah adalah berapa hektar kemampuan suatu alat dalam mengolah tanah per satuan waktu, sehingga satuannya adalah hektar per jam atau jam per hektar atau hektar per jam per HP traktor (Suastawa dkk, 2000). Kapasitas kerja suatu alat pengolahan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (Darun dan Sumono, 1983) : 1. Ukuran dan bentuk petakan Ukuran dan atau bentuk petakan sangat mempengaruhi efisiensi kerja dari pengolahan tanah yang dilakukan dengan tenaga tarik hewan ataupun dengan traktor, namun pada pencangkulan pengaruhnya tidak begitu besar. Ukuran petakan yang sempit akan mempersulit beloknya hewan penarik atau traktor, sehingga efisiensi kerja dan kapasitas kerjanya rendah. 2. Topografi wilayah Keadaan topografi wilayah meliputi keadaan permukaan tanah dalam wilayah secara keseluruhan, misalnya keadaan permukaan wilayah tersebut datar atau berbukit atau bergelombang. Keadaan ini diukur dengan tingkat kemiringan dari permukaan tanah yang dinyatakan dalam (%). Kemiringan yang baik untuk penggunaan tenaga hewan dan traktor dalam pengolahan tanah adalah sampai 3% (relatif datar). Kemirngan tanah yang lebih dari 3% yang masih bisa dikerjakan traktor adalah 3 sampai 8% dimana pengolahan tanahnya dilakukan dangan mengikuti garis ketinggian (contour farming system). Bagi daerah yang berbukit-bukit dimana bentuk petakan yang tidak teratur dan luasnya yang kecil, maka cangkul sangat cocok untuk daerah ini. Pola terakhir ini disebut dengan sistem penterasan, dimana sawah-sawah berbentuk teras-teras yang mengikuti garis ketinggian. Bentuk petakan teratur akan memudahkan pekerjaan pengolahan tanah sehingga efisiensinya akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak teratur. 3. Keadaan traktor Keadaan traktor juga akan dipengaruhi kapasitas kerja pengolahan tanah. Keadaan traktor disini berarti apakah traktor masih baru atau sudah lama. Jadi menyangkut umur ekonomi traktor itu sendiri. Traktor yang sudah lama dipakai berarti umur ekonominya sudah habis atau malah sudah terlewatkan, sehingga sudah banyak bagian traktor yang sudah aus sehingga sering timbul kerusakan. Kerusakan–kerusakan akan menyangkut masalah waktu, tenaga serta biaya, sehingga pekerjaan tidak akan efisien lagi. 4. Keadaan vegetasi Keadaan vegetasi permukaan tanah yang diolah juga dapat mempengaruhi efektivitas kerja dari bajak atau garu yang digunakan. Tumbuhan semak atau alang-alang memungkinkan kemacetan akibat penggumpalan pada alat karena tertarik atau tidak terpotong. Pengolahan tanah pada alang-alang atau bersemak akan lebih efektif bila digunakan bajak piringan atau garu piring, karena bajak atau garu ini memiliki konstruksi yang berupa piringan dan dapat berputar sehingga kecil kemungkinan untuk macet. 5. Keadaan tanah Keadaan tanah meliputi sifat-sifat fisik tanah, yaitu keadaan basah (sawah), kering, berlempung, liat atau keras. Keadaan ini menentukan jenis alat dan tenaga penarik yang digunakan. Di samping itu juga mempengaruhi kapasitas kerja dari pengolahan tanah. Tanah yang basah memberikan tahanan tanah terhadap tenaga penarik relatif lebih rendah dibanding dengan tanah kering, akan tetapi pada tanah basah (sawah) memungkinkan terjadi slip yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah kering. Penggunaan traktor pada tanah sawah dan tanah kering biasanya digunakan roda besi tambahan pada kedua rodanya agar dapat memperkecil slip roda yang terjadi. Akhir-akhir ini IRRI Filipina (International Rice Research Institute) telah mengembangkan traktor dengan kedua rodanya terbuat dari besi yang terdiri dari lempeng-lempeng besi yang khusus dirancang untuk pengolahan tanah sawah. Demikian juga traktor 4 roda, bila digunakan pada tanah sawah kedua roda belakangnya dipasang roda besi tambahan guna memperkecil slip rodanya. Bajak piring atau garu piring lebih efektif bekerja pada tanah kering dibanding pada tanah basah, sedangkan bajak singkal lebih efektif bila digunakan pada tanah yang basah, agak liat dibanding pada tanah kering. 6. Tingkat keterampilan operator Operator yang berpengalaman dan terampil akan memberikan hasil kerja dan efisiensi kerja yang lebih baik dibanding operator yang belum terampil dan belum berpengalaman. Oleh karena itu dalam penggunaan traktor untuk pengolahan tanah, perlu terlebih dahulu memberikan latihan terampil kepada operator yang menjalankannya. Usaha ini untuk memberikan hasil pekerjaan yang lebih efisien dan lebih efektif 7. Pola pengolahan tanah Pola pengolahan tanah erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat, karena pada waktu diangkat alat itu tidak bekerja. Oleh karena itu harus diusahakan bajak atau garu tetap bekerja selama waktu operasi dilapangan. Makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya. Pola pengolahan tanah yang banyak dikenal dan dilakukan adalah pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa. Pola spiral yang paling banyak digunakan karena pembajakan dilakukan terus menerus tampa pengangkatan alat. Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu kapasitas lapang teoritis atau kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100% dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah dengan waktu kerja total (Darun dan Sumono, 1983). Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas lapang yaitu (Darun dan Sumono , 1983): 1. Kinerja Lapang Alat Mesin Pertanian Dalam pengolahan tanah, kecepatan penggarapan suatu lapang dengan sebuah mesin merupakan salah satu dasar pertimbangan menghitung biaya pengerjaan dan efisiensi dalam pengolahan lahan. Dalam hal ini ada beberapa istilah yang digunakan yaitu: a. Kapasitas lapang teoritis sebuah alat, merupakan kecepatan penggarapan lahan yang akan diperoleh seandainya mesin tersebut melakukan kerjanya memanfaatkan 100% waktunya, pada kecepatan maju teoritisnya dan selalu memenuhi 100% lebar kerja teoritisnya. b. Waktu per hektar teoritis, merupakan waktu yang dibutuhkan pada kapasitas lapang teoritis tersebut. c. Waktu kerja efektif, merupakan waktu sepanjang mana mesin secara aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar akan lebih besar disbanding waktu kerja teoritik per hektar jika lebar kerja terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya. d. Kapasitas lapang efektif, suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, presentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Dengan alat-alat semacam garu, penyiang lapang, pemotong rumput dan pemanen padu, secara praktis tidak mungkin untuk memanfaatkan lebar teoritisnya tanpa adanya tumpang tindih. Besarnya tumpang tindih yang diperlukan terutama merupakan fungsi dari kecepatan, kondisi tanah dan ketrampilan operator. e. Efisiensi lapang, merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin. f. Efisiensi kinerja, merupakan suatu ukuran efektifitas fungsional suatu mesin, misalnya presentase perolehan produk bermanfaat dari penggunaan sebuah mesin pemanen. 2. Waktu Hilang untuk Belok Belok di ujung suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 180o per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 90o per putaran. Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik, juga dipengaruhi oleh ketakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di headland, kekasaran daerah belok dan lebar alat. Waktu per belokan pada head-land halus rata-rata hampir 5% lebih besar pada pemanen atau penyiang 4 larik dibanding 2 larik. Perbedaannya ialah 20 - 25% pada head-land kasar. Alat yang lebih lebar, mendapatkan bahwa waktu per belokan rerata 40 - 50% lebih besar untuk penyiang dan penanam 6 larik dibanding 4 larik. Pengoprasian traktor saat melintasi ujung-ujung suatu lapang biasanya menghasilkan kehilangan waktu yang sering tak terhindarkan jika tanah yang luas dibagi-bagi ke dalam lapang-lapang yang pendek. 3. Waktu Hilang yang Sebanding dengan Luas Saat pengolahan tanah dengan traktor ada beberapa waktu yang hilang, karena saat istirahat dan penyetelan atau pemeriksaan alat, biasanya cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif (atau dengan waktu lapang total) jika kecepatan kerja atau lebar alat ditambah. Pengoprasian tidak bekerja saat melintasi ujung lapang cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif jika kecepatan kerja normal dipertahankan saat melintasi ujung. Kehilangan waktu yang lain, disebabkan oleh halangan, penggumpalan, penambahan pupuk atau benih, dan pengisian tabung semprotan, seringkali cenderung lebih sebanding dengan luas dari pada dengan waktu kerja. Waktu per hektar untuk belok pulang-balik pada pengerjaan tanaman larik cenderung tetap konstan (atau turun cuma sedikit) jika kecepatan kerja dinaikkan, karena kecepatan biasanya dikurangi saat belok, kecuali jika kecepatan kerja normalnya memang telah rendah. Waktu hilang yang disebabkan pengosongan hasil panen cenderung sebanding dengan jumlah hasil di samping sebanding dengan luasnya. Waktu hilang yang cenderung sebanding dengan luas menjadi makin penting bila lebar atau kecepatan alat dinaikkan, karena waktu hilang tersebut akan terhitung dengan presentase yang lebih besar dengan berkurangnya total waktu per hektar. Dengan demikian, mengganti penanam 4 larik dengan 6 larik pada kecepatan maju yang sama dapat menaikkan keluaran cuma 30% bukannya 50%. 4. Waktu Hilang Berkenaan dengan Kehandalan Mesin Peluang kerusakan alat, yang akan berakibat hilangnya waktu di lapang, adalah berbanding terbalik dengan kehandalan mesin. Kehandalan keberhasilan dapat didefinisikan sebagai peluang statistik berfungsinya suatu alat secara memuaskan pada kondisi tertentu sepanjang periode waktu tertentu. Kehandalan pemakaian waktu pada mesin individual menjadi makin penting jika beberapa mesin atau beberapa bagian mesin digunakan secara gabungan. Untuk sebuah alat individual, waktu hilang sebesar 5 atau 10% karena kerusakan, penyetelan, pembetulan, penyumbatan/penggumpalan, atau berhenti yang lain berkaitan dengan mesin, umumnya tidak dianggap serius. Namun jika 4 satuan semacam itu, masing-masing dengan kehandalan pemakaian waktu 98%, digunakan secara berurutan, kehandalan pemakaian waktu keseluruhan gabungan waktu berurutan tersebut akan terkurangi sampai menjadi 66%. Kehandalan pemakaian waktu. Waktu hilang karena belok, istirahat, pengisian wadah benih atau pupuk, dan sebagainya, kira-kira akan tetap sama tak peduli berapa jumlah mesinnya, namun harus dimasukkan dalam penghitungan efisiensi lapang gabungan tersebut. Dikarenakan adanya pengurangan kehandalan pada mesin gabungan, pemeliharaan preventif menjadi relatif lebih penting dibanding jika hanya dipakai mesin tunggal. Semua mesin dalam suatu gabungan hendaklah dapat dipakai sepanjang waktu yang sama. Antara perawatan dan kapasitas berbagai satuannya hendaklah dapat disesuaikan dengan baik. Kapasitas kerja dapat dibedakan menjadi kapasitas efektif dan kapasitas teoritis. Kapasitas efektif merupakan waktu nyata yang diperlukan di lapangan dalam menyelesaikan suatu unit pekerjaan tertentu. Kapasitas teoritis adalah hasil kerja yang akan dicapai alat dan mesin bila seluruh waktu digunakan pada spesifikasi operasinya (Suastawa dkk, 2000). Kapasitas lapang efektif suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, persentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Kapasitas lapang teoritis (KLT) dapat dihitung dengan persamaan 2 berikut (Suastawa dkk, 2000). KLT = 0.36 (v x lP)…………………………..……………………….(2) Keterangan : KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam) v = Kecepatan rata-rata (m/s) lP = Lebar pembajakan rata-rata (m) 0.36 = Faktor konversi (1 m2/s = 0.36 ha/jam) Untuk menghitung kapasitas lapang pengolahan efektif (KLE) diperlukan data waktu kerja keseluruhan dari mulai bekerja hingga selesai (WK) dan luas tanah hasil pengolahan keseluruhan (L). Persamaan 3 yang digunakan untuk menghitung KLE adalah dengan rumus sebagai berikut (Suastawa dkk. 2000). πΏ πΎπΏπΈ = ππΎ…………………………………………………………….(3) Keterangan : KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam) L = Luas lahan hasil pengolahan (ha) WK = Waktu kerja (jam) Kecepatan maju merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kapasitas kerja alat pertanian yaitu dengan menambah kecepatan maju berarti meningkatkan kapasitas kerja alat pengolah tanah tanpa harus menambah berat dan jumlah unit (Yuswar, 2004). tenaga penggerak yang membebani tanah Menurut Djoyowasito (2002) mengatakan bahwa semakin dalam kedalaman olah tanah kecepatan kerjanya semakin rendah. Fenomena ini terjadi karena slip roda sangat tinggi pada waktu alat bekerja dan juga banyaknya gulma yang terpotong serta bongkahan tanah yang terolah besar, sehingga waktu untuk menempuh jarak yang ditentukan menjadi lama. 2.7 Efisiensi Pengolahan Tanah Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam bentuk (%). Rumus yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan tanah adalah sesuai persamaan 4 berikut (Yuswar, 2004). πΎπΏπΈ πΈπππ ππππ π = πΎπΏπ π₯ 100%.....................................................................(4) dimana : KLE = kapasitas lapang efektif KLT = kapasitas lapang teoritis Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat bajak maka akan diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan selesai ditempuh dalam waktu tertentu, sehingga kemampuan kerja lapang mengolah tanah tersebut, atau yang dapat dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu. Semakin luas tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin singkat maka dikatakan bahwa pekerjaan mengolah tanah tersebut mempunyai efisiensi tanah yang tinggi (Yuswar, 2004). Dalam pengolahan lahan sampai lahan tersebut siap untuk ditanami mengalami beberapa proses. Tergantung jenis lahan yang mau diolah. Ada dua jenis lahan yang dapat diolah menggunakan traktor roda dua yaitu lahan basah atau sawah dan lahan kering atau lahan yang biasa ditanami sayursayuran. Pada lahan sawah memerlukan tiga tahapan proses perlakuan dengan menggunakan implemen traktor roda dua hingga lahan siap untuk ditanami. Tahapan itu adalah pembajakan, pengglebekan, dan penggaruan. Sementara pada lahan kering hanya memerlukan dua tahapan yaitu pembajakan dan penggaruan atau pengglebekan tergantung jenis tanah pada lahan kering tersebut dan kebiasaan masyarakat sekitar (Yuswar, 2004). 2.8 Slip (Slippage) Intensitas slip merupakan pengurangan kecepatan maju traktor karena beban operasi pada kondisi lapang. Slip roda yang terjadi pada roda traksi traktor dapat diketahui dari pengurangan kecepatan traktor pada saat operasi dengan beban dibandingkan dengan kecepatan teoritis. Slip roda traktor merupakan salah satu faktor pembatas bagi pengoperasian traktor-traktor pertanian. Slip akan selalu terjadi pada traktor baik pada saat menarik beban maupun saat tidak menarik beban (Liljedahl dkk, 1989). Slip terjadi bila roda meneruskan gaya-gaya pada permukaan alas, pengukuran slip agak rumit akibat pengecilan jari-jari ban efektif statis maupun dinamis. Meningkatkan slip roda dapat menambah kemampuan traksi, gaya tarik traktor masih dapat ditambah dengan menaikkan slip hingga 30%, tetapi slip yang optimum pada operasi traktor adalah 10 -17% (Wanders, 1978). Slip roda traksi merupakan selisih antara jarak tempuh traktor saat dikenai beban dengan jarak tempuh traktor tanpa beban pada putaran roda penggerak yang sama (Wanders, 1978). Untuk menghitung slip roda traksi pada pada persamaan 5 berikut (Suastawa dkk, 2000). ππ‘ = ππ−ππ ππ π₯ 100%..............................................................................(5) dimana : St = Slip roda traksi (%) Sb = Jarak tempuh traktor saat diberi pembebanan dalam 5 putaran roda (m) So = Jarak tempuh traktor tanpa beban dalam 5 putaran roda (m) Besarnya slip dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Sembiring dkk, 1990) : a) Beban pada roda traksi b) Jenis, ukuran, dan kondisi roda traksi c) Jenis dan kondisi tanah/landasan traksi Slip pada roda dapat diperkecil dengan memperhatikan fakror-faktor sebagai berikut : (1) diameter roda (2) lebar roda (3) bentuk lempengan tapak, (4) sudut lempengan tapak terhadapat garis singgung roda dan sumbu roda (5) jarak antara lempengan (Anonim II, 1980). Penurunan tenaga yang dibutuhkan untuk mengatasi slip akan menaikkan tenaga tarik taktor. Perbedaan kecepatan dan transmisi yang digunakan juga dapat memberikan pengaruh pada slip. Efisiensi tenaga tarik yang tertinggi dalam mengolahan tanah adalah pada tingkat slip antara 15-25%. Pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar untuk menarik mungkin dicapai pada slip sekitar 35% (Sembiring dkk, 1990). Tanah basah atau becek slip dapat terjadi sampai 60% dan hanya menghasilkan tanah sekitar 10-20%. Hal ini berarti banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta hasil yang didapat berupa proses pelumpuran oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada tanah liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas kotak permukaan roda dengan tanah untuk menaikkan tarikan. Makin luas permukaan, maka tarikan akan makin baik (Sembiring dkk, 1990). Kelengketan tanah pada sirip dari roda besi adalah salah satu hal yang dapat menyebabkan tingginya slip. Jika kelengketan tanah pada sirip sangat banyak akan menimbulkan roda besi ini ditutupi tanah, sehingga gaya angkat yang akan dihasilakan akan kecil dan menyebabkan tingginya slip roda (Sembiring dkk, 1990). III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus tahun 2012 di lahan petani kelurahan Salaka, kecamatan Pattalassang, kabupaten Takalar. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan olahan dengan luas 10 x 10 meter, bahan bakar minyak (bensin). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah traktor tangan bajak rotari, meteran, penggaris, stop watch, labu ukur, patok, timbangan dan alat tuis. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1. Persiapan Kegiatan meliputi observasi lahan yang akan diolah, penyediaan dan pengecekan alat dan bahan, penyusunan matriks kerja, konsultasi teknis dan pengarahan terhadap metode pengoprasian traktor tangan. Selain itu, untuk menambah informasi dalam pelaksanaannya dilaksanakan studi pustaka, penelusuran internet maupun konsultasi dengan nara sumber. 3.3.2. Pelaksanaan Uji kinerja traktor tangan bajak rotari dilakukan di lahan dengan tahapan sebagai berikut: a. Mempersiapkan dan mengolah tanah dengan implemen traktor tangan bajak rotari b. Melakukan pengamatan indikator yang akan diukur ο Lebar Kerja (cm) Untuk mengetahui lebar kerja dilakukan pengukuran pada implemen panjang rotari dan lebar olahan tanah setelah diolah dengan traktor tangan bajak rotari. ο Kedalaman kerja (cm) Untuk mengetahui kedalaman kerja maka dilakukan pengukuran pada lahan yang telah diolah dengan membenamkan alat ukur ke dalam tanah dengan melihat nilai kedalamannya pada penggaris. ο Kecepatan maju (km/jam) Untuk mengetahui kecepatan maju traktor diketahui dari berapa waktu yang ditempuh oleh traktor dalam jarak tempuh 10 meter dengan tiga kali ulangan. ο Kadar Air Tanah Kadar air tanah dinyatakan dalam basis kering dan basis basah. Presentase berdasarkan berat, kadar air tanah dapat dihutung dengan persamaan 1 (Das, 1993). ο Kapasitas kerja (jam/ha) Kapasitas lapang teoritis (KLT) dapat dihitung menggunakan persamaan 2 (Suastawa dkk, 2000). Untuk mengetahui perhitungan Kapasitas lapang efektif (KLE) digunakan persamaan 3 (Suastawa dkk, 2000). Untuk mengetahui efisiensi pengolahan tanah dapat gunakan persamaan 4 (Suastawa dkk, 2000). ο Slip roda traksi Untuk menghitung slip roda traksi digunakan persamaan 5 (Suastawa dkk, 2000). ο Konsumsi Bahan Bakar Pengukuran bahan bakar dilakukan dengan cara mengisi penuh tangki bahan bakar pada traktor sebelum digunakan untuk setiap pengolahan tanah. Kemudian setalah selesai pengolahan tanah tangki bahan bakar di isi kembali sampai penuh seperti awal, yang mana jumlah bahan bakar yang ditambahkan tersebut ditakar dalam gelas ukur, dengan cara tersebut akan diketahui jumlah bahan bakar yang diperlukan pada setiap olahan. c. Melakukan analisis dan pengolahan data hasil uji kinerja pengolahan tanah. d. Skema petak uji traktor tangan bajak rotari dengan pola pengolahan tepi pada lahan petani, dengan melakukan tiga kali ulangan dapat digambarkan sebagai berikut (Dahono, 1997) : 1 10 10 m 2 3 m 1010 mm Gambar 8. Skema Pengolahan Pola Keliling Tepi Skema petak uji traktor tangan bajak rotari dengan pola pengolahan tengah pada lahan petani, dengan melakukan tiga kali ulangan dapat digambarkan sebagai berikut (Dahono, 1997) : 1 2 3 10 m 10 m Gambar 9. Skema Pengolahan Pola Tengah 10 m IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Lebar, Kedalaman, dan Slip pada Pengolahan Tanah Berdasaran hasil pengujian traktor tangan menggunakan bajak rotari pada lahan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Takalar, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Lebar instrumen pada traktor adalah 109 cm sedangkan lebar pengolahan rata-rata setelah pengoprasian adalah 106 cm, hal ini disajikan pada Gambar 10. 110 Lebar (Cm) 109 108 107 106 105 104 lebar bajak rotari lebar rata-rata Lebar Pengolahan Tanah Gambar 10. Lebar Pengolahan Tanah Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantara yaitu keterampilan operator saat menjalankan traktor tangan agar tetap berjalan lurus, pengaruh putaran rotari yang menimbulkan getaran dan goncangan serta saat pengangkatan implemen, apabila traktor menabrak halangan seperti batu, tanah keras, batang maka akan menimbulkan gesekan atau getaran, hal ini sesuai dengan pernyataan (Dahono, 1997) pada saat membajak, tanah hasil bajakan akan terlempar ke arah sisi tepi (biasanya ke kanan), sehingga bajak akan terdorong ke kiri, dan traktor akan terdorong dan akan berbelok ke kanan. Operator harus menahan agar traktor tetap berjalan lurus. Untuk mengontrol agar jalannya traktor lurus, sesaat sebelum melakukan pembajakan, operator melihat satu titik lurus di depan. Pada saat akan mengontrol, operator dapat melihat kembali titik tadi apakah masih berada lurus di depan. Mengangkat implemen, apabila implemen menabrak halangan yang menimbulkan beban berat seperti : batu besar, tanah keras atau liat, batang atau tanggul pohon besar dan sebagainya Pengolahan tanah yang telah dilakukan maka selanjutnya dihitung kedalaman olahan sehingga diperoleh kedalaman rara-rata 15 cm, hal ini disajikan pada Gambar 11. 17.5 Kedalaman (Cm) 17 16.5 16 15.5 15 14.5 14 kedalaman Pisau Rotari Kedalaman rata-rata Kedalaman Pengolahan Tanah Gambar 11. Kedalaman Pengolahan Tanah Hal tersebut dikarenakan ketika implemen menabrak halangan seperti : batu besar, tanah keras atau liat, batang atau tanggul pohon besar yang meyebabkan pengangkatan alat dan menimbulkan getaran, dan tekanan operator saat pengolahan, hal ini sesuai dengan pernyataan (Daywin dkk, 1993) bahwa garu rotari merupakan garu yang berupa pisaupisau yang dipasang pada suat poros yang berputar karena digerakkan oleh suatu motor, kedalaman garu rotari berkisar antara 10-25 cm. Slip roda traksi pada saat pengujian adalah berkisar 26% - 27%, dikarenakan keadaan tanah yaitu kadar air yang terkandung dalam tanah adalah 20%, sedangkan jenis tanah pada lahan tersebut adalah jenis inceptisol yang mengakibatkan kelengketan tanah pada sirip roda besi yang ditutupi tanah, sehingga gaya angkat yang akan dihasilkan akan kecil dan menyebabkan slip. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan (Sembiring dkk, 1990) menyatakan kelengketan tanah pada sirip dari roda besi adalah salah satu hal yang dapat menyebabkan tingginya slip. Jika kelengketan tanah pada sirip sangat banyak akan menimbulkan roda besi ini ditutupi tanah, sehingga gaya angkat yang akan dihasilkan akan kecil dan menyebabkan tingginya slip roda. Selain itu dipengaruhi oleh keadaan vegetasi yang dapat menghambat atau terjadi kemacetan laju traktor akibat sirip rotari ditutupi oleh semak atau alang-alang. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Suastawa dkk, 2000) yang menjelaskan tentang beberapa hal yang mempengaruhi kapasitas kerja diantaranya keadaan vegetasi. 4.2 Kapasitas Lapang Efektif Pengolahan Tanah Kapasitas lapang efektif pada pengolahan pola tepi diperolah hasil 0.046 ha/jam sedangkan pada pengolahan pola tengah didapatkan hasil 0.057 ha/jam disajikan pada Gambar 12. Hasil analisis dapat diketahui bahwa pengolahan pola tengah memiliki kapasitas lapang yang lebih besar dari pada pengolaha pola tepi artinya luasan tanah yang dapat diolah dengan pengolahan pola tengah dalam satuan jam lebih luas atau lebih banyak dibandingkan dengan pengolahan pola tepi. 0.06 KLE (ha/jam) 0.05 0.04 0.03 KLE (ha/jam) 0.02 0.01 0 Tepi Tengah Pola Pengolahan Tanah Gambar 12. Perhitungan Kapasitas Lapang Efektif Pengolahan Tanah Hal ini dikarenakan tingkat keterampilan operator dan pola pengolahannya yang berbeda sehingga erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan, jumlah belokan pada pengolahan tepi adalah 18 belokan sedangkan belokan pengolahan tengah adalah 16 belokan. Selain itu dipengaruhi oleh pengangkatan alat, akibatnya mempengaruhi kecepatan dan waktu pengolahan, tentunya hal ini mempengaruhi pengolahan luasan dalam satuan waktu. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Suastawa dkk, 2000) pola pengolahan tanah erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat, karena pada waktu diangkat alat itu tidak bekerja, makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya. 4.3 Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah Hasil nilai pengolahan tanah dengan mengamati kapasitas kerja pengolahan tanah pada pola tepi adalah 21 jam/ha sedangkan hasil kapasitas kerja pengolahan tanah pada pola tengah adalah 17 jam/ha disajikan pada Gambar 13. 25 jam / ha 20 15 10 Kapasitas Kerja (jam/ha) 5 0 Tepi Tengah Pola Pengolahan Tanah Gambar 13. Hasil Perhitungan Kapasitas Kerja Pengolahan Tanah Hasil kapasitas kerja pengolahan pola tengah lebih kecil dibandingakan dengan pengolahan pola tepi artinya waktu untuk menyelesaikan pengolahan lahan dengan pola tengah satuan ha lebih cepat dibandingkan pengolahan pola tepi pada satuan luasan yang sama. Hal ini dikarenakan tingkat keterampilan operator, operator yang berpengalaman dan trampil akan memberikan hasil kerja dan efisiensi yang lebih baik. Selain itu, dipengaruhi oleh pola pengolahannya yang berbeda, jumlah belokan pada pengolahan tepi adalah 18 belokan sedangkan belokan pengolahan tengah adalah 16 belokan, sehingga erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan. Selain itu dipengaruhi oleh pengangkatan alat saat terjadi benturan dan belokan, akibatnya mempengaruhi kecepatan dan waktu pengolahan, tentunya hal ini mempengaruhi waktu penyelesainnya dalam sataun luas. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Suastawa dkk, 2000) pola pengolahan tanah erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat, karena pada waktu diangkat alat itu tidak bekerja, makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya. 4.4 Efesiensi Pengolahan Tanah Efisiensi pola tepi adalah 58% sedangkan hasil efisiensi diperoleh pada pola tengah adalah 72% disajikan pada Gambar 14 . Efisensi (%) 80 60 40 72 58 Efisensi (%) 20 0 Tepi Tengah Gambar 14. Hasil Perhitungan Efisiensi Pengolahan Tanah Hasil perhitungan perbandingan efisiensi pengolahan tengah lebih besar dibandingkan dengan pengolahan tepi artinya efisiensi pola tengah lebih baik dibandingakan pengolahan tepi sebagai mana pendapat (Yuswar, 2004) semakin luas tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin singkat maka dikatakan bahwa pekerjaan mengolah tanah tersebut mempunyai efisiensi tanah yang tinggi. Efisiensi tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis. 4.5 Konsumsi Bahan Bakar Pengolahan Tanah Hasil konsumsi bahan bakar dengan luas lahan 300 m2 pada pengolahan tepi adalah sebesar 880 ml sedangkan konsumsi bahan bakar pada pengolahan tengah adalah 720 ml disajikan Gambar 15. 1000 Bahan Bakar Minyak (ml/m2) 900 800 700 600 500 400 Konsumsi Bahan Bakar (ml) 300 200 100 0 Tepi Tengah Pola Pengolahan Tanah Gambar 15. Hasil Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar Pengolahan Tanah Hal ini dikarenakan oleh pola pengolahan tanah yang berbeda sehingga mempengaruhi waktu yang hilang karena jumlah belokan yang berbeda diantara kedua pola tersebut, akibatnya lama waktu pengoprasian pengolahan lahan dengan pola tengah lebih cepat dibanding pola tepi dalam menyelesaikan satuan luas. Tentunya hal ini akan mempengaruhi konsumsi bahan bakar (bensin) karena jumlah bahan bakar yang masuk kedalam tabung selinder untuk menggerakan rotari yang memiliki waktu pengoprasian atau mesin beroprasi lebih lama, tentunya akan menggunakan bahan bakar (bensin) lebih banyak. Rangkuman data perhitungan rata-rata, dan hasil pola pengolahan tanah disajikan pada lembar lampiran. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pola pengolahan yang baik atau sesuai digunakan untuk pengolahan tanah dengan bajak rotari pada lahan petani di kelurahan Salaka, kecamatan Pattalassang kabupaten Takalar adalah pengolahan Pola tengah 2. Pengolahan tanah pola tengah memiliki kapasitas lapang efektif atau kemampuan kerja yang lebih baik dibandingkan pengolahan pola tepi 3. Pengolahan tanah pola tengah memiliki kapasitas kerja atau kemampuan traktor dalam menyelesaikan pengolahan tanah pada satuan ha lebih cepat/baik di banding pengolahan pola tepi. 4. Pengolahan tanah pola tengah memiliki efisiensi yang tinggi atau dapat penyelesaian pengolahan tanah pada waktu yang singkat dibanding pengolahan pola tepi. 5. Pola pengolahan tepi menggunakan bahan bakar minyak (bensin) lebih banyak dibandingkan pengolahan pola tengah. 5.2 Saran Saran yang dapat direkomendasikan adalah dengan menambah model pola pengolahan tanah yang baik dan diharapkan diperoleh pola pengolahan tanah yang terbaik dari beberapa pola yang ada. Untuk melakukan pengolahan lahan sekunder sebaiknya dilakukan dulu pembersihan lahan dari gulma, hal ini untuk memudahkan dalam pembajakan dengan rotari dan penggaruan serta proses selanjutnya, karena akan mempengaruhi waktu kerja pada proses pengolahan tanah. DAFTAR PUSTAKA Anonim I, 2012. www.google.com. hand traktor yanmar model te 550-n.htm. diakses tanggal 17 Juli 2012 Anonim II, 1980. Pembinaan industri pembuatan alat dan mesin pertanian, kertas kerja pada pameran dan pertemuan alat dan mesin pertanian rancangan IRRI. Jakarta. Dahono. 1997. Pengolahan Tanah Dengan Traktor Tangan, Bagian Proyek Pendidikan Kejuruan Teknik IV, Jakarta. Darmawidjaja, I. (1961). Sekedar Sumbangan fikiran mengenai pengawetan tanah di Indonesia. Konggres Nasional Ilmu Tanah I, Seksi IV, No. 10. BPLT, Bogor. Darun, S., Matondang, Sumono. 1983. Pengantar Alat dan Mesin-Mesin Perkebunan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Das. B.M.1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Penerbit : Erlangga. Jakarta. Daywin , F.J dan R.G Sitompul dan Imam Hidayat. 1999. Mesin-mesin budidaya pertanian lahan kering. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Djoyowasito, G. 2002. Pengaruh Kecepatan Maju Bajak Terhadap Beberapa Sifat Dinamik Tanah Dalam Pengolahan Tanah. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gill, W.R and G.E. Vanden Berg . 1968. Soil Dynamics in Tillage and Tractor. Agricultural Research Service United Stated Departement of Agricultural. Haerani, A. 2001. Kajian Awal Perancangan Alat dan Mesin untuk Budidaya Sayuran, Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Haryadi, S.S.1989. Dasar-dasar Hortilkultura.Jurusan Budidaya Pertanian.IPM, Bogor. Janick, J.1986. Horticultural Science, W.H Freem and Compony. Ney York, USA. Koga,Y. 1988. Farm Machinery Vol. II. Farm Machanization Course, Farm Machinery Design Course, Tsukuba International Agricultural Training Centre. Japan International Cooperation Agency. Tsukuba, Japan. Kuipers, H . dan L. Kowenhopn. 1983. Pengolahan Tanah ; Aplikasi Pengukuran Lapangan. Agricultural University Wageningen – Brawijaya University, Malang. Lijedahl. J.B., Turnquist, P.K,. Smith, D.W., Holi, M.1989. Tractor and Their Power Units. Fourth Edition.AVI Book, Van Nostrand Rienhold, New York. Mandang, T dan Nishimura. 1991. Hubungan tanah dan Alat Pertanian.IPB. Bogor. Mundjono.1989. Pengolahan tanah cara gejlokan sebagai alternatif menanggulangi terbatasnya penyediaan bibit tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering . Pasuruan , 23-25 November 1988. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1998. Statistik Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.Bogor. Sakai,J. R.G. Sitompul., E.N. Sembiring, Radite P.A.S.,I.N. Suastawa dam Tineke Mandang. 1998. Traktor 2 Roda. Buku Pegangan Insiyur Teknik Pertanian Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian. Departemen Teknik Pertanian FATETA-IPB. Bogor. Sembiring, E.N.,I.N. Suastawa, dan Desrial. 1990. Sumber tenaga tarik di Bidang Budidaya Pertanian. JICA-DGHE/IPB Project/ADEAT : JTA-9a (132). Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi . Institut Pertanian Bogor. Bogor. Smith Harris Pearson A E, Lambert Henry Wilkes M.S. 1976. Farm Machinery and Equipment, McGraw Hill, Inc. I Tri Purwadi, Gembong. Suastawa, I. N., W. Hermawan, dan E. N. Sembiring. 2000. Konstruksi dan Pengukuran Kinerja Traktor Pertanian. Teknik Pertanian. Fateta.IPB. Bogor. Sumadi, W. 1997. Mengenal Hortikultura ; Tanaman Hias-Buah-Sayuran. CV Aneka.Solo. Yuswar, Yunus. 2004. Perubahan Beberapa Sifat FIsik Tanah dan Kapasitas Kerja Traktor Akibat Lintasan Bajak Singkal pada Berbagai Kadar Air Tanah. Tesis. Program Pascasarjana UNSYIAH. Banda Aceh. Wanders, A.A. 1978. Pengukuran Energi. Didalam Strategi Mekanisasi Pertanian. Departemen Mekanisasi Pertanian-Fatema-IPB. Bogor. Wijayanto,M.S. 1996. Memilih, Menggunakan, dan Merawat Traktor Tangan. PT Penebar Swada. LAMPIRAN 1. Lebar Kerja Teoritis Instrumen dan Lebar Kerja Lapang Pengujian traktor tangan bajak rotari dilakukan pengukuran lebar pada instrumen bajak rotari yang dipasangkan pada traktor yaitu 109 cm dan jumlah bilah pisau rotari adalah 24 buah. Hasil setelah pengolahan tanah diperoleh lebar pengolahan rata-rata 107 cm + 106 cm + 105 cm = 106 cm 2. Kedalaman Kerja Pengolahan tanah yang telah dilakukan maka selanjutnya dilakukan pengukuran kedalaman tanah dengan mengambil sampel tiga titik secara acak di daerah olahan tanah, sehingga diperoleh hasil rata-rata 15 cm + 14 cm + 16 cm = 15 cm 3. Kecepatan maju Pengujian kecepatan maju traktor, disajikan pada Tabel 2 berikut ini : No Kcepatan Maksimal (hp/rpm) 10 m 5.0 / 2000 10 m 5.0 / 2000 10 m 5.0 / 2000 Rata-rata Jarak (meter) 1 2 3 Waktu (detik) 47 : 97 detik 53 : 35 detik 45 : 60 detik 48 : 64 detik Kecepatan Maju (m/s) 0.21 0.19 0.22 0.21 4. Kapasitas Lapang Teoritis dan Kapasitas Lapang Efektif a. Kapasitas Lapang Teoritis, diketahui kecepatan rata-rata traktor tangan bajak rotari adalah 0.21 m/s, lebar pembajakan rata -rata adalah 1.06 m dan 0.36 = Faktor konversi (1 m2/s = 0.36 ha/jam), sehingga diperoleh : *KLT = (v x lP) = (0.21 m/s x 1.06 m) = 0.22 m2/s (Konversi ke ha/jam) 1 π2 = 0,36 π π2 0,22 π =π₯ βπ πππ βπ 0,079 πππ π₯= 0,22 π2 π = 0,079 ha.m2 jam.s = 1x βπ.π2 πππ.π βπ.π2 1 πππ.π 0,079 ha.m2 jam.s = 0,079 βπ πππ βπ Jadi Kapasitas Lapang Teoritisnya adalah 0.079 πππ b. Kapasitas Lapang Efektif 1) Pola pengolahan tepi, rata-rata kapasitas lapang efektif disajikan pada Tabel 3 berikut ini : No 1 2 3 Luas total Luas Lahan (m2) 100 m2 100 m2 100 m2 Konversi (ha) 0.01 0.01 0.01 300 m2 rata-rata Total waktu 11 menit : 37 detik 12 menit : 17 detik 15 menit : 33 detik Konversi (jam) 0.18 0.20 0.25 KLE (ha/jam) 0.056 0.050 0.040 13 menit : 29 detik rata-rata 0.049 Waktu operasional 39 menit : 27 detik Jadi total KLE ketiga lahan, total luas lahan 300 m2 = 0.03 ha, lama waktu pengolahan 39 menit : 27 detik = 0.65 jam sehingga diperoleh : *KLE = L / WK = 0.03 ha / 0.65 jam = 0.046 ha/jam Kapasitas kerja = WK / L = 0.65 jam / 0.03 ha = 21 jam/ha Efisiensi = KLE / KLT × 100% = 0.046 ha/jam / 0,079 ha/jam x 100% = 58% 2) Pola pengolahan Tengah, rata-rata kapasitas lapang efektif disajikan pada Tabel 4 berikut ini : No 1 2 3 Luas total Luas Lahan (m2) 100 m2 100 m2 100 m2 Konversi (ha) 0.01 0.01 0.01 300 m2 rata-rata 11 menit : 12 detik 9 menit : 54 detik 10 menit : 1 detik Konversi (jam) 0.18 0.15 0.17 KLE (ha/jam) 0.056 0.067 0.059 10 menit : 22 detik rata-rata 0.061 Waktu operasional 31 menit : 7 detik Total waktu Jadi total KLE ketiga lahan, total luas lahan 300 m2 = 0.03 ha, lama waktu pengolahan 31 menit : 7 detik = 0.52 jam sehingga diperoleh : *KLE = L / WK = 0.03 ha / 0.52 jam = 0.057 ha/jam Kapasitas kerja = WK / L = 0.52 jam / 0,03 ha = 17 jam/ha = KLE / KLT × 100% Efisiensi = 0.057 ha/jam / 0.079 ha/jam x 100% = 72% 5. Komsumsi Bahan Bakar a) Pada pengolahan lahan dengan pola tepi, seluas 300 m2 = 0.03 ha dibutuhkan waktu selama 39 menit : 27 detik untuk menyelesaikan pengolahan tanah, sehingga diketahui jumlah komsumsi bahan bakar minyak (bensin) yang digunakan sebanyak 880 ml. b) Pada pengolahan lahan dengan pola tengah, seluas 300 m2 = 0.03 ha dibutuhkan waktu selama 31 menit : 7 detik untuk menyelesaikan pengolahan tanah, sehingga diketahui jumlah komsumsi bahan bakar minyak (bensin) yang digunakan sebanyak 720 ml. 6. Menghitung slip Pada pengukuran slip roda traktor dilakukan dua kali ulangan pengoprasian pada tempat yang berbeda, pengoprasian pertama dilakukan pada landasan semen dan pengoprasian kedua dilakukan pada landasan tanah, sehingga diperoleh hasil perhitungan slip roda disajikan pada Tabel 5 berikut ini : No Jarak (m) 1 2 Landasan semen 1-6 6 - 12 St Detik 3 : 43 4 : 11 5 Putaran Roda (so) Jarak 1.55 m 1.50 m Landasan tanah detik 21 : 86 23 : 13 5 Putaran Roda (sb) Jarak 1.12 m 1.08 m = ( so – sb) / so x 100% = (1.55- 1.12) / 1.55 X 100% = 0.43 / 1.55 X 100% = 0.27 x 100% = 27% St = ( so – sb) / so x 100% = (1.48- 1.10) /1.48 X 100% = 0.38 / 1.48 x 100% = 0.26 x 100% = 26% 7. Kadar air tanah Diketahui sampel tanah yang diambil pada lahan adalah 500 g, kemudian dihitung berat tanah tersebut setelah di oven didapatkan berat tanah adalah 400 g, sehingga diperoleh : KA = (Wa-Wk) / Wa x 100% = (500 g – 400 g) / 500 g x 100% = 100 g / 500 g x 100% = 0,2 x 100% = 20% Jadi kandungan air yang terkandung pada tanah pada lahan yang diolah tersebut adalah 20% 8. Jenis Tanah Pada lokasi penelitian jenis tanahnya adalah inceptisol, data ini diambil dari peta Badan Perencanaan Pembagunan Daerah (BAPPEDA). Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Gambar 16. Jenis Tanah 9. Spesifikasi Traktor Tangan Bajak Rotari Model Uraian Dimensi dengan roda karet Berat kosong Penerusan daya Kecepatan jalan (roda karet ) Panjang keseluruhan Lebar keseluruahan Tinggi keseluruhan Berat rangka dengan roda karet Merk / model Volume selinder 61 Cc Hp / rpm Hp/rpm Tenaga rata-rata Sistem pendingin Berat kosong Kg Kopling utama Ukuran tali sabuk Maju Mundur Stand kemudi Roda karet Kg Satuan Tenaga maksimum Motor penggerak mm mm mm Te 550 n Posisi Stang kemudi Atas Tengah Bawah 1504 1472 1418 495 922 1003 1105 Ke-1 (F - 1) Ke-2 (F - 2) Ke-3 (F - 3) Ke-4 (F - 4) Ke-1 (R - 1) Ke-2 (R - 2) Penyetelan Km/jam Km/jam Km/jam Km/jam Km/jam Km/jam Robin / EY 20 B 183 5.0 / 2000 3.8/1800 Udara 16 Puli penengang tali sabuk COGGED V-BELT REC H-P II SB35 2.37 3.89 5.69 9.32 2.50 4.10 3 posisi 4.00- 8 Rotari R +L Axle rotary Bar resistence "A" Hexagon rotor Rotari R +L Bar resistence "H" ` Rotary set Rear rotary Iron wheel R/L Skid Ridger Lebar Berat Jumlah pisau Berat Lebar Berat Jumlah pisau Berat Lebar Berat Jumlah pisau putaran maju Jumlah pisau putaran mundur Diameter Berat Berat Lebar Berat mm Kg 640 11 Buah 24 Kg mm Kg 1.2 700 11.4 Buah 18 Kg mm Kg 1.2 350 25 Buah 12 Buah 12 mm Kg Kg mm Kg 360 3.5 1.2 400 7.0 Tabel 6. Spesifikasi Traktor Tangan Bajak Rotari 10 Foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan a) Foto lahan sebelum diolah b) Foto proses pengolahan lahan Uji coba traktor tangan bajak rotari Sudah nampak perbedaan lahan yang diolah dengan sebelum diolah c) Hasil pengolahan tanah