IMPLEMENTASI PSIKOTERAPI ISLAM DALAM MENGATASI

advertisement
IMPLEMENTASI PSIKOTERAPI ISLAM DALAM
MENGATASI PROBLEMATIKA PSIKOLOGIS
MAHASISWA STAIN SALATIGA
(Studi di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia
STAIN Salatiga tahun 2011)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Nurul Fitriani
NIM 11107130
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2011
MOTTO
‫إِ ﱠن َﻣ َﻊ اﻟْﻌُ ْﺴ ِﺮ ﻳُ ْﺴ ًﺮا‬
Artinya : ”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al
Insyiroh 6)
ُ‫َﺧﻴْـ ُﺮُﻛ ْﻢ َﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻌﻠَ َﻢ اﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن َو َﻋﻠﱠ َﻤﻪ‬
Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan
mengajarkannya.” (HR. Bukhori)
PERSEMBAHAN
”Fabiayyiaalaai robbikuma tukadzdzibaan”. ”Maka nikmat Tuhan yang mana
lagi yang kau dustakan”. Aku tidak akan pernah bosan mengatakan hal ini.
Akhirnya, skripsiku selesai juga !!! Terimakasih kepada Tuhan, orangtua,
saudara-saudaraku, keponakan pengalih dunia Zafa, Rif’at, Zadit dan semua
sahabat terbaik yang selalu mendukungku, Mbak Lusi, Mas Nazil, Amin ”Jeho”,
Mbak Soraya, Nanas, Mbak Ratna, Pok Yuni, dan yang lain yang tak bisa ku
sebutkan satu persatu ”Muchas Grasias”!!!
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah wa syukrulillah, senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga sampai saat ini kita masih
mendapatkan ketetapan iman dan Islam. Hanya karena-Nyalah penulis berhasil
menyelesaikan
PSIKOTERAPI
laporan
Penelitian
ISLAM
DALAM
dengan
judul
MENGATASI
“
IMPLEMENTASI
PROBLEMATIKA
PSIKOLOGIS MAHASISWA STAIN SALATIGA TAHUN 2011 (STUDI DI
BIRO KONSULTASI TAZKIA) “ sebagai tugas akhir dalam studi menempuh
gelar Sarjana Strata I Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam
STAIN Salatiga
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepangkuan beliau
junjungan kita
Nabi Agung Muhammad SAW, yang telah memberikan
penerangan kehidupan melalui ajaran-ajaran agama islam hingga saat ini dengan
kitab suci Al- Qur’an.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan sebagai
balasan kepada mereka yang terhormat :
1. Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku Ketua STAIN Salatiga
2. Suwardi, M. Pd selaku Kepala Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga
3. Dra. Siti Asdiqoh, M. Si selaku Kepala Program Studi Pendidikan Agama
Islam STAIN Salatiga
ABSTRAK
Fitriani, Nurul. 2011. Implementasi Psikoterapi Islam Dalam Mengatasi
Problematika Psikologis Mahasiswa Stain Salatiga Tahun 2011
(Studi Di Biro Konsultasi Tazkia). Skripsi. Jurusan Tarbiyah.
Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muna Erawati, M. Si.
Kata kunci: psikoterapi Islam dan problematika psikologis.
Pada masa kini kita melihat kenyataan bahwa banyak permasalahan
emosional dalam bidang pekerjaan, perkawinan, hubungan manusia dan
kehidupan kemasyarakatan. Hal ini merupakan rangsangan dan inspirasi
untuk perluasan penggunaan psikoterapi dalam bidang psikologis, pekerjaan
sosial, agama, kepemimpinan dan penegak hukum. Kenyataan merasuknya
penyakit emosional ke dalam struktur watak individu telah meluaskan tujuan
psikoterapi, tidak sekedar mengurangi atau mengubah gejala menuju pada
koreksi kerusakan pola hubungan manusiawi. Dalam hal ini ahli psikoterapi
mampu menjadi perantara dalam mekanisme perubahan struktur dan watak
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui implementasi
psikoterapi Islam di biro konsultasi psikologi Tazkia dalam mengatasi
problematika psikologis mahasiswa STAIN Salatiga. Pertanyaan utama yang
ingin dijawab melalui penelitian ini adalah, (1) Bagaimanakah konsep
psikoterapi Islam?, (2) Apa sajakah problematika yang dialami mahasiswa
STAIN Salatiga?, (3) Bagaimana implementasi psikoterapi Islam dalam
mengatasi masalah psikologis mahasiswa di biro konsultasi psikologi Tazkia?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan rancangan studi pengembangan (research and
development).
Temuan penelitian menunjukkan bahwa Biro Konsultasi Psikologi
Tazkia mempunyai beberapa program layanan konseling dan terapi. Dalam
terapi, salah satu metode yang digunakan adalah psikoterapi religius.
Psikoterapi religius atau lebih tepatnya psikoterapi Islam merupakan metode
penanganan masalah atau proses penyembuhan penyakit dengan lebih
meningkatkan kesadaran mengingat Allah melalui bimbingan Al Qur’an dan
As Sunnah. Hal ini selain bertujuan untuk menyembuhkan penyakit juga
dapat lebih mendekatkan klien kepada Allah swt. Dalam perjalanannya klien
yang datang ke biro tidak hanya dari kalangan mahasiswa tapi juga dari
masyarakat umum. Kebanyakan dari mereka mengeluhkan masalah pribadi,
sedangkan untuk klien mahasiswa sendiri lebih kepada masalah pergaulan,
studi dan keluarga. Proses penanganan problem klien di Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia dibagi menjadi dua yaitu penanganan klien secara individu
dan massal. Penanganan secara massal merupakan solusi biro untuk
menyelesaikan permasalahan klien yang belum bisa terbuka dengan
keberadaan biro secara individu, juga untuk mengoptimalkan peran serta
mahasiswa STAIN Salatiga dalam mengfungsikan biro, mengingat jumlah
klien mahasiswa jauh lebih sedikit dibanding klien dari masyarakat umum.
Mengacu
pada
temuan
tersebut,
maka
penelitian
ini
merekomendasikan agar kegiatan di biro untuk mahasiswa ditambah sehingga
mahasiswa bisa mengoptimalkan peran Biro Konsultasi Psikologi Tazkia.
DAFTAR ISI
HALAMAN LOGO ......................................................................................
i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI .......................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................
v
HALAMAN MOTTO ...................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
viii
ABSTRAK ..................................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xii
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Fokus Penelitian .................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ................................................................
4
D. Kegunaan Penelitian ............................................................
4
E. Penegasan Istilah ................................................................
5
F. Metode Penelitian ................................................................
6
G. Sistematika Penelitian..........................................................
13
: KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Psikoterapi Islam ..........................................
16
1. Pengertian, Sejarah dan Kedudukan Psikoterapi Islam ......
16
2. Tujuan Psikoterapi Islam ..................................................
20
3. Metode Paikoterapi Islam .................................................
23
4. Bentuk dan Teknik Psikoterapi Islam................................
27
5. Fungsi dan Tugas Terapis .................................................
32
B. Konsep Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan
Islam ...................................................................................
33
1. Manusia Perspektif Psikologi ...........................................
33
2. Manusia Perspektif Islam .................................................
45
C. Gangguan Penyakit Psikologis Manusia ..............................
55
BAB III : PAPARAN DAN TEMUAN DATA PENELITIAN
A. Profil Biro Konsultasi Psikologi Tazkia ...............................
58
B. Temuan Data .......................................................................
62
1.
Konsep
Psikoterapi
Islam
Menurut
Pandangan
Konselor dan Pengurus Biro Konsultasi Psikologi
Tazkia ...........................................................................
2.
Problematika
Psikologis
Klien
Mahasiswa
Yang
Ditangani Biro Konsultasi Psikologi Tazkia ..................
3.
62
64
Implementasi Konsep Psikoterapi Islam di Biro
Konsultasi Psikologi Tazkia ..........................................
66
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Konsep Psikoterapi Islam ....................................................
73
B. Problematika Yang Dihadapi Mahasiswa STAIN Salatiga ...
76
C. Bentuk Implementasi Psikoterapi Islam di Biro Konsultasi
Psikologi
Tazkia
Dalam
Mengatasi
Problematika
Mahasiswa...........................................................................
BAB V
77
: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................
79
B. Saran-saran ..........................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sangat agung, yang memberikan
pencerahan kepada manusia dalam berbagai aspek terkait dengan alam
semesta, manusia dan kehidupan, tentang Dzat yang ada sebelum
kehidupan dunia dan alam yang ada sesudahnya serta hubungan ketiga
unsur tadi dengan Dzat yang menciptakannya. Dengan kata lain Islam
adalah sebuah ideologi (tidak sekedar agama ritual) yang mampu
menjawab setiap problematika umat manusia.
Semenjak ribuan tahun yang lalu konsep tentang manusia banyak
dirumuskan oleh para ahli dari mulai filsuf, ilmuwan dan agamawan.
Manusia moncoba untuk mengetahui hakikat atau esensi dirinya. Seiring
berjalannya waktu sejarah mencatat bahwa teori-teori mengenai hakikat
atau esensi manusia terus berkembang. Hal inilah yang kemudian memicu
lahirnya berbagai disiplin ilmu dengan manusia sebagai subjek dan atau
objek kajiannya, dan psikologi adalah salah-satu disiplin ilmu yang
termasuk di dalamnya.
Menurut Prawitasari, secara umum disiplin ilmu psikologi yang
selama ini berkembang memiliki tiga fungsi utama, yaitu; menerangkan
(explanation), memprediksi (prediction) dan mengontrol (controlling)
perilaku manusia. Di dalam aplikasinya, salah-satunya terdapat apa yang
dinamakan dengan psikoterapi. Istilah psikoterapi (dan konseling) sendiri
memiliki pengertian sebagai suatu cara yang dilakukan oleh para
profesional (psikolog, psikiater, konselor, dokter, guru, dsb.) dengan
tujuan untuk menolong klien yang mengalami problematika psikologis
(Subandi Ed, 2001: 93).
Dalam masyarakat Islam, praktek psikoterapi juga telah diterapkan,
bahkan ada yang sudah dilembagakan. Fungsi sebagai psikoterapis (dan
konselor) banyak diperankan oleh para tokoh agama atau ulama, guru sufi
atau tarekat atau kyai yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan
spiritual atau supernatural. Metode dan teknik yang dipakai pun tidak
keluar dari jalur ajaran Islam, yaitu yang bersumber dari Al Qur’an dan Al
Sunnah. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk lebih mengingatkan
klien kepada Sang Maha Menyembuhkan(Subandi Ed, 2001:92)
Pada
masa
kini
kita
melihat
kenyataan
bahwa
banyak
permasalahan emosional dalam bidang pekerjaan, perkawinan, hubungan
manusia dan kehidupan kemasyarakatan. Hal ini merupakan rangsangan
dan inspirasi untuk perluasan penggunaan psikoterapi dalam bidang
psikologis, pekerjaan sosial, agama, kepemimpinan dan penegak hukum.
Kenyataan merasuknya penyakit emosional ke dalam struktur watak
individu telah meluaskan tujuan psikoterapi, tidak sekedar mengurangi
atau mengubah gejala menuju pada koreksi kerusakan pola hubungan
manusiawi. Dalam hal ini ahli psikoterapi mampu menjadi perantara
dalam mekanisme perubahan struktur dan watak
Selain itu tema psikoterapi sering juga dibicarakan di lembaga
pendidikan sebagi salah satu metode dalam menangani problematika
psikologi siswa didik. Siswa yang mempunyai permasalahan dapat
berkonsultasi pada guru bimbingan konseling agar mendapatkan solusi
yang tepat.
Di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga,
didirikan biro sebagai wadah untuk berkonsultasi yaitu Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia. Di biro tersebut terdapat beberapa pelayanan, salah
satunya adalah psikoterapi. Psikoterapi yang digunakan di biro merupakan
gabungan antara psikoterapi umum dan psikoterapi religius, atau biasa
disebut dengan psikoterapi Islam. Psikoterapi biasanya ditujukan bagi
pasien yang mempunyai permasalahan kompleks dan tidak cukup jika
diselesaikan dengan konsultasi saja.
Pertanyaan yang muncul dari latar belakang diatas adalah,
bagaimanakah cara biro menyelesaikan permasalahan klien dengan
psikoterapi Islam?. Apa sajakah problematika yang bisa diselesaikan
dengan psikoterapi Islam?. Bagaimanakah konsep psikoterapi Islam yang
diterapkan di Biro Konsultasi Tazkia?
Melihat fenomena di atas dalam skripsi ini penulis mencoba untuk
menelaah lebih dalam mengenai psikoterapi yang berwawasan Islam serta
aplikasinya di dunia pendidikan dengan judul ”IMPLEMENTASI
PSIKOTERAPI ISLAM DALAM MENGATASI PROBLEMATIKA
PSIKOLOGIS MAHASISWA STAIN SALATIGA TAHUN 2011
(STUDI DI BIRO KONSULTASI PSIKOLOGI TAZKIA STAIN
SALATIGA)”
B. Fokus Penelitian
Sehubungan dengan judul dan latar belakang di atas maka masalah
dapat difokuskan sebagai berikut
1. Apa saja problematika psikologis yang dialami mahasiswa STAIN
Salatiga?
2. Bagaimana implementasi program psikoterapi Islam dalam mengatasi
masalah psikologis mahasiswa di biro konsultasi psikologi Tazkia?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui secara jelas konsep psikoterapi Islam
2. Untuk mengetahui problematika apa saja yang dialami mahasiswa
STAIN Salatiga
3. Untuk mengetahui implementasi program psikoterapi Islam dalam
mengatasi problematika mahasiswa STAIN Salatiga
D. Kegunaan Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik
secara teoritik maupun praktis meliputi :
1.
Manfaat Teoretik
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pendidikan Islam
dan menambah khazanah keilmuan terutama mengenai konsep dan
strategi implementasi psikoterapi Islam di lembaga pendidikan tinggi
agama.
2.
Manfaat Praktis
Menambah pengetahuan peneliti, lembaga pendidikan, dan
khalayak
ramai
tentang
cara
psikoterapi
Islam
menangani
permasalahan psikologis di lingkungannya.
E. Penegasan Istilah
1. Psikoterapi Islam
Psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan
suatu penyakit baik mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan
melalui bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah Nabi saw. atau secara
empiris adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah swt, malaikatmalaikat-Nya, Nabi dan Rasul-Nya (Adz-Dzaky,2006:228)
Psikoterapi Islam adalah pengobatan dengan cara mendekatkan
klien atau pasien kepada Allah swt, melalui metode dan teknik yang
sesuai dengan ajaran agama Islam.
2. Problematika Psikologis
Problematika berasal dari bahasa Inggris, problem. Dalam
bahasa Latin, problema, dari bahasa Yunani, problema (Bagus, 1996 :
906) yang artinya permasalahan atau masalah sulit yang harus dihadapi.
Sedangkan Psikologis adalah hal-hal yang bersifat kejiwaan
(Partanto & Al Barry, 1994 : 637)
Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika psikologis dalam
penelitian ini adalah masalah-masalah kejiwaan yang harus dihadapi
mahasiswa STAIN Salatiga dalam proses pendidikan.
F. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian, metode mutlak diperlukan karena merupakan
cara yang teratur dan sistematis untuk
mencapai suatu tujuan yang
diharapkan. Metode ini diperlukan agar hasil penelitian dapat diperoleh
secara optimal.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati (Moleong, 2003:90). Penelitian ini disebut penelitian kualitatif
karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif dengan jenis
penelitian studi kasus di lapangan.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen
utama pengambil data. Peneliti merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya peneliti
menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat
penelitian di sini tepat karena peneliti menjadi segalanya dalam proses
penelitian. Namun, instrumen penelitian di sini dimaksudkan sebagai
alat pengumpul data seperti tes pada penelitian kualitatif (Moleong,
2009:168).
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kantor Biro Konsultasi Psikologi
Tazkia, yang berada di area kampus I STAIN Salatiga, Jl. Tentara
Pelajar 2 Salatiga.
Pemilihan lokasi tersebut karena, Biro Konsultasi Psikologi
Tazkia menerapkan praktik psikoterapi Islam sesuai dengan tema yang
sedang penulis teliti.
4. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2009 : 157)
sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi
dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, dan foto.
Jenis-jenis data diatas digolongkan menjadi dua yaitu sumber
data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumber data
yang dikumpulkan langsung dari informan utama yaitu, Drs. Ahmad
Sulthoni, M.Pd selaku terapis psiko-religius di Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia.
Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang
mendukung penelitian seperti dari terapis atau konselor lain di biro,
juga bahan-bahan pustaka dan dokumentasi lapangan.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mempermudah proses penelitian, peneliti menggunakan
beberapa metode pengumpulan data, sebagai berikut :
a. Interview/wawancara
Menurut Hadi (1995 : 115) metode wawancara adalah suatu
proses tanya-jawab dimana dua orang atau lebih berhadapan
secara fisik yang satu dapat melihat muka yang lain dan
mendengar dengan telinga sendiri suaranya.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1986 : 129), metode
interview adalah metode penelitian yang dipergunakan
seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba
mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari
seseorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan
muka dengan orang itu.
Dengan metode ini peneliti dapat memperoleh
keterangan tentang data yang dibutuhkan secara lebih luas.
Selanjutnya
data
yang
diperoleh
bisa
disaring
dan
dipergunakan sesuai kebutuhan.
Dalam
penelitian
ini
jenis
wawancara
yang
dilakukan adalah pendekatan menggunakan petunjuk umum
wawancara. Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara
membuat kerangka dan garis besar materi yang dirumuskan
dan tidak perlu ditanyakan secara berurutan (Moleong,
2009:187)
Oleh karena itu, sebelumnya peneliti menyusun
pedoman interview untuk mempermudah jalannya wawancara.
b. Metode Observasi
Agar data-data sesuai dengan kenyataan dan tujuan yang
diharapkan, maka perlu digunakan tekhnik pengumpulan data
yaitu obervasi. Metode observasi diartikan sebagai fenomena
yang diselidiki, yaitu pengamatan yang dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung (Keraf, 1980 : 162).
Sedangkan menurut Hadi (1994 : 136), observasi adalah
pengamatan dan pencatatan secara sistematis fenomenafenomena yang diselidiki.
Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pemeran serta sebagai pengamat. Di sini peneliti
tidak sepenuhnya menjadi pemeran serta, hanya sebagai
anggota pura-pura dan tidak melebur dalam arti sesungguhnya
(Moleong, 2009:177).
Metode ini dilakukan sebagai penjajakan awal dan
seterusnya terhadap lapangan penelitian agar penulis lebih
memahami kondisi sesungguhnya sehingga memperoleh data
yang valid.
c. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang
artinya barang-barang tertulis. Dalam penggunaan metode
dokumen ini, guna menyelidiki benda-benda tertulis, seperti
buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,
catatan harian, buku administrasi yang lain dan sebagainya
(Arikunto, 2002 : 128).
6. Analisis Data
Analisis data menurut Patton (1980), adalah proses mengatur
urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan
satuan uraian dasar (Hasan, 2006 : 29).
Dengan menggunakan metode ini tidaklah dimaksudkan untuk
memperoleh penelitian yang baru akan tetapi hanya mendapatkan
kejelasan atau penjelasan suatu pengertian tertentu dari penelaahan
obyek penelitian. metode yang digunakan untuk membahas sekaligus
sebagai kerangka pikir pada penelitian adalah sebagai berikut :
a. Metode Induksi
Metode untuk mendapatkan data-data yang bersifat
khusus, pengertian-pengertian khusus yang dikemukakan
oleh para ahli kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat
umum.
Metode induksi adalah metode yang berangkat dari
kenyataan-kenyataan yang konkrit, kemudian dari faktafakta atau jenis-jenis ditarik generalisasi yang bersifat umum
(Hadi,1995:42)
b. Metode Deduksi
Metode yang berangkat dari pengetahuan yang bersifat
umum dan bertitik tolak pengetahuan yang umum itu, kita
hendak menilai suatu kejadian yang bersifat khusus
(Hadi,1995:42)
c. Reduksi Data
Reduksi data adalah data yang diperoleh dari lapangan
ditulis atau diketik dalam bentuk urutan atau laporan yang
terperinci (Nasution, 2003 : 129). Penyajian data dilakukan
untuk pemahaman informasi yang terkumpul, memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
Pada mulanya data yang diperoleh dikumpulkan dan
diidentifikasikan secara sederhana sesuai dengan data yang
diperoleh dari lapangan.
d. Sintesis
Sintesis yaitu suatu penanganan suatu objek tertentu dengan
cara menggabung-gabungkan pengertian yang satu dengan
yang lainnya, sehingga menghasilkan pengertian yang baru.
Dengan demikian sintesis dilakukan dengan pendekatan
deskriptif dan kritik.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, penulis
menggunakan cara ketekunan dan keajegan pengamatan serta
triangulasi
yaitu
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,
2009: 330). Dalam pelaksanaannya peneliti membandingkan data dari
informan primer dengan informan lain, hingga data benar-benar dapat
teruji kebenarannya.
8. Tahap-tahap Penelitian
a. Penelitian Pendahuluan
Penulis mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan topik
penelitian, kemudian menyusun kerangka atau bahan untuk
memulai penelitian
b. Pengembangan desain
Setelah data-data dari buku terkumpul, barulah penulis
melaksanakan observasi ke lapangan untuk mencocokkan hasil
temuan pustaka dengan realita di lapangan.
c. Penelitian lapangan
Penulis melakukan penelitian di lapangan, dan mengambil
data-data yang dibutuhkan dalam penelitian, kemudian data
tersebut dianalis dan dilaporkan.
G. Sistematika Penelitian
Skripsi ini disusun dalam lima bab yang secara sistematis dapat
dijabarkan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Fokus Penelitian
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Penegasan Istilah
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
2. Kehadiran Peneliti
3. Lokasi Penelitian
4. Sumber Data
5. Prosedur Pengumpulan Data
6. Analisis Data
7. Pengecekan Keabsahan Data
8. Tahap-tahap penelitian
G. Sistematika Penulisan Skripsi
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Psikoterapi Islam
1. Pengertian, Sejarah dan Kedudukan Psikoterapi Islam
2. Tujuan Psikoterapi Islam
3. Metode Psikoterapi Islam
4. Bentuk dan Tekhnik Psikoterapi Islam
5. Fungsi dan Tugas Terapis
B. Konsep Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan Islam
1. Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi
2. Kepribandian Manusia Perspektif Islam
C. Gangguan dan Penyakit Psikologis Manusia
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Profil Biro Konsultasi Psikologi Tazkia
B. Temuan Data
1. Konsep Psikoterapi Islam Menurut Pandangan Konselor
dan Pengurus Biro Konsultasi Psikologi Tazkia
2. Problematika Psikologis Klien Mahasiswa Yang Ditangani
Biro Konsultasi Psikologi Tazkia
3. Implementasi Konsep Psikoterapi Islam di Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia
BAB VI PEMBAHASAN
A. Konsep Psikoterapi Islam
B. Problematika Yang Dihadapi Mahasiswa STAIN Salatiga
C. Bentuk Implementasi Psikoterapi Islam Di Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia Dalam Mengatasi Problematika Mahasiswa
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
D. Konsep Dasar Psikoterapi Islam
6.
Pengertian, Sejarah dan Kedudukan Psikoterapi Islam
a. Pengertian Psikoterapi Islam
Istilah psikoterapi (psychotherapy) mempunyai pengertian cukup
banyak dan kabur, terutama karena istilah tersebut digunakan dalam
berbagai bidang seperti psikiatri, psikologi, bimbingan dan penyuluhan
(guidance and counseling), Kerja Sosial (case work), Pendidikan dan
Ilmu Agama. Secara harfiah psikoterapi berasal dari kata psycho yang
berarti jiwa, dan therapy yang berarti penyembuhan. Psikoterapi sama
dengan penyembuhan jiwa atau usada jiwa atau usada mental hal ini
dikemukakan oleh Subandi (Rahayu, 2009:191)
Psikoterapi juga diartikan sebagai pengobatan alam pikiran, atau
lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui
metode psikologis. Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan
untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya
dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran dan emosinya sehingga
individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi
masalah psikis (Rahayu, 2009:192)
Konsep-konsep di atas dewasa ini berkembang dengan berbagai
inovasi dan modifikasi, salah satunya dengan adanya praktik
psikoterapi dengan memadukan ajaran-ajaran agama khususnya agama
Islam. Metode ini dikenal dengan psikoterapi Islam yang muncul dari
induk psikoterapi religius.
Pengertian dari psikoterapi Islam itu sendiri adalah proses
pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit baik mental, spiritual,
moral, maupun fisik dengan melalui bimbingan Al Qur’an dan As
Sunnah Nabi saw. atau secara empiris adalah melalui bimbingan dan
pengajaran Allah swt, malaikat-malaikat-Nya, Nabi dan Rasul-Nya
(Adz-Dzaky, 2006:228)
Menurut Arifin (2009: 23) Psikoterapi dapat diistilahkan atau
diartikan sebagai al isytisyfa bi al Qur’an wa al Du’a, yaitu
penyembuhan terhadap penyakit-penyakit dan gangguan psikis yang
didasarkan pada tuntunan nilai-nilai Al Qur’an dan doa.
Teori-teori psikologi pada umumnya terlalu berorientasi pada
manusia atau antroposentris (Bastaman, 1995 dalam Subandi, 2000),
sehingga ukuran kebenarannya juga dari kacamata manusiawi.
sedangkan dalam perspektif psikologi Islami dalam hal ini psikoterapi
Islam kebenarannya harus dikembalikan kepada Al-Quran dan sunnah
(Al-Hadits).
Beberapa pengertian di atas dapat difahami bahwa psikoterapi
Islam adalah bagian pengobatan dari sisi manusia dari aspek yang
bersifat rohaniah ketimbang aspek fisik atau jasmaniah dengan
menggunakan ajaran-ajaran yang berlaku dalam Islam.
b. Sejarah Munculnya Psikoterapi
Telah dijelaskan di atas bahwa psikoterapi Islam berada di
bawah struktur psikoterapi religious.
Benih kemunculan psikoterapi religius tampak sejak
timbulnya kesadaran masyarakat Barat pada peran-peran nilai
spiritual. Selanjutnya banyak psikolog yang mengajukan pendapatnya
tentang peranan agama dalam menangani masalah gangguan mental.
William James misalnya, mengatakan bahwa tidak ragu lagi terapi
terbaik bagi kesehatan jiwa adalah keimanan kepada Tuhan. Tokohtokoh seperti Bill dan Link berpendapat seperti halnya James bahwa
orang-orang yang benar-benar religius tidak akan pernah menderita
sakit jiwa. Aliran-aliran psikologi humanistik seperti Abraham H.
Maslow dan Victor Frankl dengan logo terapinya adalah tokoh-tokoh
psikolog yang banyak memasukkan unsur agama dalam terapinya
(Ancok dan Suroso, 1994: 95-97)
Di Barat sendiri konseling agama biasa disebut dengan
Pastoral Counseling yang bertujuan untuk memberikan bantuan
pemecahan problem secara individual
melalui proses pencerahan
batin dengan potensi keimanan yang semakin kuat berpengaruh
dalam pribadi seseorang sesuai dengan ajaran agama yang dianut
(Arifin, 2009:24)
Di kalangan kedokteran Islam, terutama pada
masa
kejayaan Islam di wilayah belahan timur di bawah kepemimpinan
Dinasti Abbasiyah dan di wilayah Barat seperti di Andalus dan
Spanyol Islam, Psikoterapi religius pernah dikenal dengan sebutan
thib al rahmany (penyembuhan Ilahi). Fakta ini didukung dengan
munculnya berbagai tulisan dari para pemikir Islam, baik yang
berprofesi sebagai dokter maupun dari kalangan sufi yang secara
spesifik tergolong sebagai rujukan bagi psikoterapi religius,
khususnya psikoterapi Islam (Arifin, 2009: 25)
c. Kedudukan Psikoterapi
Adanya Thib Al Rahmany, Pastoral Counseling dan religio
psycoterapy merupakan indikator-indikator penting diperhatikannya
dimensi spiritual dalam psikoterapi. Itulah sebabnya sejak tahun
1984 dalam sidang umumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menerima usulan bahwa dimensi spiritual keagamaan sama
pentingnya dengan dimensi-dimensi lain, yaitu dimensi biologispsikologis
dan
psikososial.
Dengan
demikian,
pendekatan
psikoterapi telah bergeser dari tiga dimensi yaitu bio-psikososial
kepada empat dimensi, yaitu bio-psiko-sosio-spiritual. Empat
dimensi tersebut disebut sebagai pendekatan holistik dalam
psikoterapi yaitu terapi psikofarmaka, terapi psikologis, terapi
psikososial, terapi psiko-spiritual (Arifin, 2009: 26).
Dengan demikian, kedudukan psikoterapi Islam adalah
bagian dari jenis psikoterapi religius. Sedangkan psikoterapi religius
merupakan bagian dari empat pendekatan holistik dalam psikoterapi
yang berkembang saat ini.
7.
Tujuan Psikoterapi Islam
Corey (1991) merumuskan tujuan psikoterapi pada usaha untuk
memberikan rasa aman, bebas, agar klien mengeksplorasi diri dengan
enak,
sehingga
ia
bisa
mengenali
hal-hal
yang
mencegah
pertumbuhannya dan bisa mengalami aspek-aspek pada dirinya yang
sebelumnya
ditolak
atau
terhambat.
Untuk
memungkinkannya
berkembang ke arah keterbukaan, memperkuat kepercayaan diri,
kemauan melakukan sesuatu dan meningkatkan spontanitas dan
kesegaran dalam hidupnya (Rahayu, 2009: 196)
Menurut Adz-Dzaki (2002: 278) tujuan psikoterapi Islam antara
lain :
a.
Memberikan pertolongan kepada setiap individu agar sehat
jasmani dan rohani atau sehat mental, spiritual dan moral.
b.
Menggali dan mengembangkan potensi esensial sumber daya
insani.
c.
Menghantarkan individu kepada perubahan konstruksi dalam
kepribadian dan etos kerja.
d.
Meningkatkan kualitas keimanan, keislaman, keihsanan, dan
ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari dan nyata.
e.
Menghantarkan individu mengenal, mencintai dan berjumpa
dengan esensi diri/jati diri serta dzat yang maha suci yaitu
Allah SWT.
Menurut Prawitasari, (dalam Subandi, 2000: 128) istilah
psikoterapi (dan konseling) memiliki pengertian sebagai suatu cara
yang dilakukan oleh para profesional (psikolog, psikiater, konselor,
dokter, guru, dsb.) dengan tujuan untuk menolong klien yang
mengalami problematika psikologis. Lebih lanjut Prawitasari
menjelaskan tentang tujuan psikoterapi secara lebih spesifik meliputi
beberapa aspek kehidupan manusia antara lain:
a. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar,
b. Mengurangi tekanan emosi melalui pemberian kesempatan
untuk mengekspresikan perasaan yang dalam.
c. Membantu klien mengembangkan potensinya
d. Mengubah kebiasaan dan membentuk tingkah laku baru.
e. Mengubah struktur kognitif
f. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil
keputusan.
g. Meningkatkan pengetahuan diri dan insight.
h. Meningkatkan hubungan antar pribadi;
i.
Mengubah lingkungan sosial individu;
j.
Mengubah proses somatik supaya mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan kesadaran tubuh melalui latihan-latihan fisik;
k. Mengubah
status
kesadaran
untuk
kesadaran, kontrol dan kreativitas diri.
mengembangkan
Kutipan di atas tampak jelas bahwa persoalan yang
ditangani oleh psikoterapis Barat menyangkut masalah-masalah yang
bersifat fisiologis-emosional-kognitif-behavioral-sosial.
Meskipun jangkauannya bervariasi, seringkali konotasi
menjadi sempit, yaitu hanya mengarah kepada suatu usaha dalam proses
penyembuhan, menghilangkan persoalan dan gangguan. Walaupun
sebenarnya ada beberapa psikoterapis yang memasukan isu
pengembangan diri sebagai agenda dalam terapi. Tetapi secara umum
orang akan selalu beranggapan bahwa jika ada seseorang sedang
menjalani suatu psikoterapi, berarti sedang berusaha menyembuhkan
diri.
Gambaran mengenai Psikoterapi Islam sendiri memiliki ruang
lingkup dan jangkauan yang lebih luas. Selain menaruh perhatian pada
proses penyembuhan, psikoterapi Islam sangat menekankan pada usaha
peningkatan diri, seperti membersihkan kalbu, menguasai pengaruh
dorongan primitif, meningkatkan derajat nafs, menumbuhkan akhlaqul
karimah dan meningkatkan potensi untuk menjalankan amanah sebagai
hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Mappiare, (dalam Subandi,
2000:151) menekankan bahwa psikoterapi Islam bertujuan untuk
mengembalikan seorang pribadi pada fitrahnya yang suci atau kembali
ke jalan yang lurus. Lebih jauh lagi Hamdani, (2004:254) menyebutkan
bahwa psikoterapi juga perlu memberikan bimbingan kepada seseorang
untuk menemukan hakekat dirinya, menemukan Tuhannya dan
menemukan rahasia Tuhan.
Psikoterapi Islam tidak hanya memberikan terapi pada orangorang yang “sakit” sesuai dengan kriteria mental-psikologis-sosial,
tetapi juga perlu ikut menangani orang-orang yang “sakit” secara moral
dan spiritual. Jadi ukuran yang dijadikan sebagai standar untuk
menentukan kriteria suatu tingkah laku itu perlu diterapi atau tidak,
yang pertama-tama adalah nilai moral-spiritual dalam Islam, baru
kemudian mengacu pada kriteria-kriteria psikologi yang ada.
8.
Metode Psikoterapi Islam
Menurut Arifin (2009: 42) cara memperoleh (metodologi), sumber
psikoterapi berwawasan Islam ada empat, yaitu:
1)
Metode istimbath, yaitu diturunkan langsung dari Al Qur’an
2)
Metode iqtibas, dari hasil ijtihad para ulama’
3)
Metode istiqro’iy, yaitu dari penalaran dan hasil penelitian empiric
termasuk dari Barat sejauh tidak bertentangan dengan semangat
Al Qur’an dan As Sunnah
4)
Metode perpaduan komprehensif jami’ baina nufus al zakiyah wal
‘uqud as shafiyyah
Dari metode-metode berkembang beberapa metode lagi seperti:
1) terapi dengan Al Qur’an; 2) terapi dengan doa; 3) terapi zikir; 4)
terapi Shalat; 5) terapi mandi; 6) terapi puasa; 7) terapi hikmah; 8)
terapi tarikat dan tasawuf.
Adz-Dzaki (2002: 254) memaparkan metode-metode psikoterapi
Islam sebagai berikut:
a.
Metode ilmiah (Method of Science).
Adalah metode yang selalu dan sering diaplikasikan dalam
dunia pengetahuan pada umumnya untuk membuktikan suatu
kebenaran dan hipotesa dalam penelitian di lapangan.
b.
Metode keyakinan (Method of Tenacity).
Metode berdasarkan suatu keyakinan yang kuat dimiliki oleh
seorang peneliti keyakinan tersebut diraih melalui:
1) Ilmul yaqin
Suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu
secara teoritis.
2) Ainul yaqin
Suatu
keyakinan
yang
diperoleh
melalui
pengamatan mata kepala secara langsung.
3) Haqqul yaqin
Suatu
keyakinan
yang
diperoleh
melalui
pengamatan, penghayatan, pengalaman empiris, artinya si
peneliti sekaligus menjadi pelaku dan peristiwa dari
penelitiannya.
4) Kamalul yaqin
Keyakinan yang sempurna dan lengkap karena
dibangun
di
atas
keyakinan
berdasarkan
hasil
pengamatan, dan penghayatan teoritis.
c.
Metode otoritas (method of authority).
Suatu metode dengan menggunakan otoritas yang
dimiliki oleh seorang terapis yaitu berdasarkan keahlian,
kewibawaan dan pengaruh positif.
Atas dasar itulah seorang psikoterapis memiliki hak
penuh untuk melakukan tindakan secara bertanggung jawab,
apabila seorang psikoterapis memiliki otoritas yang tinggi,
maka
sangat
membantu
dalam
mempercepat
proses
penyembuhan terhadap suatu penyakit/gangguan yang sedang
diderita oleh seseorang.
d.
metode intuisi (method of intuition).
Metode berdasarkan ilham/yang bersifat wahyu yang
datangnya dari Allah SWT. Metode ini sering digunakan oleh
para sufi dan orang-orang yang dekat dengan Allah dan
mereka memiliki pandangan batin yang tajam (bashirah)
serta tersingkapnya alam keajaiban.
Subandi, mengajukan metode dan teknik
menjadi beberapa fase, yaitu :
a) Takhalli
terapi yang dibagi
Merupakan metode pengosongan diri dari bekasanbekasan kedurhakaan dan pengingkaran dosa terhadap
Allah Ta’ala dengan jalan melakukan pertaubatan yang
sesungguhnya (nasuha).
b) Tahalli
Yaitu pengisian diri dengan ibadah dan ketaatan,
aplikasi tauhid dan akhlak terpuji dan mulia. Dalam
upaya mencapai esensi tauhid
c) Tajalli
Secara makna dapat berarti tampak, terbuka dan
menampakan/menyatakan diri pada tingkat inilah Allah
Ta’ala menampakkan dirinya seluas-luasnya kepada
hambaNya yang dikehendakiNya. Semua hijab yang
lahir, batin, dan dia telah terbuka lebar
Itulah tujuan utama metodologi sufisme atau tasawuf dalam
aplikasi proses psikoterapi yaitu pengetahuan, pengobatan dan
perawatan diri secara totalitas dan sempurna.
9.
Bentuk dan Teknik Psikoterapi Islam
Muhammad Mahmud Mahmud (dalam Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakir, 2001: 185), seorang psikolog muslim ternama membagi
psikoterapi Islam dalam dua kategori, pertama, bersifat duniawi berupa
pendekatan dan teknik-teknik pengobatan psikis setelah memahami
psikopatologi dalam kehidupan nyata. Psikoterapi duniawi merupakan
hasil daya upaya manusia berupa teknik-teknik terapi atau pengobatan
kejiwaan yang didasarkan atas kaidah-kaidah insaniyah. Kedua, bersifat
ukhrawi, berupa bimbingan mengenai nilai-nilai moral, spiritual dan
agama, dan kedua model psikoterapi ini satu sama lain saling terkait.
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2001: 186)
psikoterapi dalam Islam yang dapat menyembuhkan semua aspek
psikopatologi, baik yang bersifat duniawi, ukhrawi maupun penyakit
manusia modern adalah sebagaimana ungkapan dari Ali bin Abi Thalib
yaitu, obat hati ada lima macam, (1) membaca Al-Quran sambil
mencoba memahami artinya; (2) melakukan shalat malam; (3) bergaul
dengan orang yang baik atau shalih; (4) memperbanyak shaum atau
puasa; (5) dzikir malam hari yang lama.
Barang siapa yang mampu melakukan salah salah satu dari kelima
macam obat hati tersebut maka Allah akan mengabulkannya
(permintaannya dengan menyembuhkan penyakit yang diderita)
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab
di dalamnya terdapat rahasia mengenai bagaimana menyembuhkan
penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung
seberapa jauh tingkat sugesti keimanan seseorang. Sugesti yang
dimaksud dapat diraih dengan mendengar, membaca, memahami dan
merenungkan, serta melaksanakan isi kandungannya, dan Kami
turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra, 71:82).
Terapi yang kedua adalah melakukan shalat malam (qiyamul lail).
Keampuhan terapi shalat sunnah ini sangat terkait dengan pengamalan
shalat wajib, sebab kedudukan terapi shalat sunnah hanya menjadi
suplemen bagi terapi shalat wajib. Adapun hikmah dari pelaksanaan
shalat malam dalam hal ini shalat tahajud adalah:
a.
Mendapat kedudukan terpuji di hadapan Allah SWT.
‫ﻮدا‬
َ ‫ﻚ َرﺑﱡ‬
َ َ‫ﻚ َﻋ َﺴﻰ أَ ْن ﻳَـ ْﺒـ َﻌﺜ‬
َ َ‫َوِﻣ َﻦ اﻟﻠﱠْﻴ ِﻞ ﻓَـﺘَـ َﻬ ﱠﺠ ْﺪ ﺑِ ِﻪ ﻧَﺎﻓِﻠَﺔً ﻟ‬
ً ‫ﻚ َﻣ َﻘ ًﺎﻣﺎ َﻣ ْﺤ ُﻤ‬
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah
kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan
Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. (QS. AlIsraa, 71:79).
b.
Memiliki kepribadian orang-orang salih yang dekat dengan Allah
SWT., terhapus dosanya dan terhindar dari perbuatan munkar.
c.
Jiwanya selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu dan
ketentraman dan dijanjikan kenikmatan syurga.
d.
Doanya makbul, mendapat ampunan Allah SWT., dan dilapangkan
rizkinya.
e.
Ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.
Shalat secara umum memiliki empat aspek terapeutik, pertama
adalah aspek olahraga, karena shalat adalah suatu proses yang menuntut
aktivitas fisik yang di dalamnya terdapat proses relaksasi. Salah satu
teknik yang banyak dipakai dalam proses terapi gangguan jiwa adalah
latihan relaksasi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Nizami
diungkap bahwa shalat menghasilkan bio energi yang menghantarkan si
pelaku dalam situasi seimbang (equilibrium). Hasil penelitian lainnya dari
Arif Wisono Adi, 1985 (dalam Ancok dan Nashori, 1994) menunjukan
adanya korelasi negatif yang signifikan antara keteraturan menjalankan
shalat dengan tingkat kecemasan. Makin rajin dan teratur orang melakukan
shalat maka makin rendah tingkat kecemasannya.
Kedua adalah aspek meditasi. Shalat adalah proses yang menuntut
konsentrasi yang dalam (khusuk) dan kekhusukan dalam shalat adalah
suatu proses meditasi, yang dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa
aktivitas meditasi dapat menghilangkan kecemasan.
Ketiga adalah aspek auto-sugesti. Bacaan dalam pelaksanaan shalat
adalah ucapan yang dipanjatkan pada Allah. Di samping berisi pujian pada
Allah juga berisikan doa dan permohonan pada Allah agar selamat di
dunia dan di akhirat. Proses shalat pada dasarnya adalah terapi yang tidak
berbeda dengan terapi “self-hypnosis” dengan mensugesti diri sendiri
dengan mengucapakan hal-hal yang baik pada diri sendiri agar memiliki
sifat yang baik tersebut.
Keempat adalah aspek kebersamaan. Hal ini tampak pada saat
pelaksanaan shalat berjamaah yang pada pelaksanaannya memupuk rasa
kebersamaan. Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa perasaan
“keterasingan” dari orang lain adalah penyebab utama terjadinya gangguan
jiwa. Dengan shalat berjamaah perasaan terasing dari orang lain itu dapat
hilang.
Terapi yang ketiga adalah bergaul dengan orang salih. Orang yang
salih adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan mampu
mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam berbagai
dimensi kehidupan. Jika seseorang dapat bergaul dengan orang salih maka
nasihat-nasihat dari orang salih tersebut akan dapat memberikan terapi
bagi kelainan atau penyakit mental seseorang. Dalam terminologi tasawuf
hal ini tergambar pada seorang guru sufi atau mursyid yang memiliki
ketajaman batin terhadap kondisi penyakit muridnya.
Terapi yang keempat adalah melakukan puasa. Maksud puasa di
sini adalah menahan (imsak) diri dari segala perbuatan yang dapat merusak
citra fitri manusia. Al-Ghazali mengemukakan bahwa hikmah berpuasa
(menahan rasa lapar) adalah:
a.
Menjernihkan kalbu dan mempertajam pandangan akal;
b.
Melembutkan kalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin;
c.
Menjauhkan perilaku yang hina dan sombong, yang perilaku ini sering
mengakibatkan kelupaan;
d.
Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah, sehingga
sangat hati-hati di dalam memilih makanan
e.
Memperlemah syahwat da tertahannya nafsu amarah yang buruk;
f.
Mengurangi tidur untuk diisi dengan berbagai aktivitas ibadah;
g.
Mempermudah untuk selalu tekun beribadah;
h.
Menyehatkan badan dan jiwa;
i.
Menumbuhkan kepedulian sosial;
j.
Menumbuhkan rasa empati;
Terapi yang kelima adalah zikir. Dalam arti sempit zikir berarti
menyebut asma-asma agung dalam berbagai kesempatan. Sedangkan
dalam arti yang luas, zikir mencakup pengertian mengingat segala
keagungan dan kasih sayang Allah SWT. yang telah diberikan kepada kita,
sambil mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Zikir
dapat mengembalikan kesadaran seseorang untuk mengingat, menyebut
dan mereduksi kembali hal-hal yang tersembunyi dala hatinya. Zikir juga
mampu mengingatkan seseorang bahwa yang membuat dan
menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT., semata sehingga zikir
mampu memberi sugesti penyembuhannya, melakukan zikir sama nilainya
dengan terapi relaksasi.
10. Fungsi dan Tugas Terapis
Dalam psikoterapi berwawasan Islam fungsi terapis adalah sebagai
pembimbing (mursyid) bagi klien untuk mencapai taraf kehidupan yang
lebih tinggi dan sempurna sesuai dengan kapasitas manusia dan fitrah
kemanusiaannya. Sebagai mursyid, dia bertanggung jawab kepada
fungsi tiga unsur kehidupan manusia, yaitu membimbing jasmani klien
agar terhindar dari segala perbuatan yang mengotori jasad manusia,
merusak hal-hal berharga dalam fisik dan biologis manusia dengan
prinsip preventif terhadap lima hal yaitu:
a. Hifzh al din (memelihara ketentuan ibadah dari agama) ;
b. Hifzh al nafsi ( memelihara kebersihan jiwa) ;
c. Hifzh al nasal (memelihara keturunan) ;
d. Hifzh al mal (memelihara harta) ;
e. Hifzh al ‘aql (memelihara dari hal yang merusak akal).
Terkait dengan nafsani, seorang mursyid harus dapat mengadakan
terapi terhadap segala gangguan dan penyakit nafsani berdasarkan
tuntunan agama dan sains kemudian menjaga kebersihan jiwa dari
segala hal yang mengotorinya. Terkait dengan ruhani, seorang mursyid
mampu mengobati segala gangguan dan penyakit ruhani yang dapat
mengotori kesucian ruhani. Apalagi diketahui penyakit ruhani adalah
penyakit yang berefek pada kotornya manusia di hadapan manusia
sekaligus di hadapan Allah. Dari sini diketahui tugas seorang mursyid
dalam wawasan psikoterapi Islam bertanggung jawab terhadap
kesembuhan, keselamatan, dan kebersihan klien dunia akhirat. Karena
itu, aktifitas proses penyembuhan (isytisyfa), bimbingan, peringatan,
adalah berdimensi ibadah, berefek sosial, dan bermuatan teologis tidak
semata-mata bersifat kemanusiaan (Arifin, 2009: 41)
E. Konsep Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan Islam
3.
Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi
Dalam psikologi penentu perilaku utama manusia dan corak
kepribadian adalah keadaan jasmani, kualitas kejiwaan, dan situasi
lingkungan. Dalam hal ini unsur ruhani sama sekali tidak masuk hitungan
karena dianggap termasuk penghayatan subjektif semata-mata.
Selain itu aliran-aliran psikologi menunjukkan bahwa filsafat yang
mendasarinya bercorak antroposentrisme yang menempatkan manusia
sebagai pusat segala pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama
segala peristiwa yang menyangkut masalah manusia (Rahayu, 2009:39)
Aliran-aliran psikologi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Psikologi Fungsionalisme
Fungsionalisme adalah orientasi dalam psikologi yang menekankan
pada proses mental dan menghargai manfaat psikologi serta
mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara
kebutuhan manusia dan lingkungannya.
Fungsionalisme memandang bahwa pikiran, proses mental,
persepsi indrawi, dan emosi adalah adaptasi organisme biologis.
Fungsionalisme lebih menekankan pada fungsi-fungsi dan bukan hanya
fakta-fakta dari fenomena mental, atau berusaha menafsirkan fenomena
mental dalam kaitan dengan peranan yang dimainkannya dalam
kehidupan.
Aliran fungsionalisme merupakan aliran psikologi yang pernah
sangat dominan pada masanya, dan merupakan hal penting yang patut
dibahas dalam mempelajari psikologi. Pendekatan fungsionalisme
berlawanan dengan pendahulunya,
yaitu strukturalisme. Aliran
fungsionalisme juga keluar dari pragmatism sebagai sebuah filsafat.
Aliran fungsionalisme berbeda dengan psikoanalisa, maupun psikologi
analisis, yang berpusat kepada seorang tokoh. Fungsionalisme
memiliki macam-macam tokoh antara lain Willian James, John Dewey,
J.R.Anggell dan James Mc.Keen Cattell .
b. Psikoanalisis
Psikologi
adalah salah satu disiplin ilmu yang berupaya
menjelaskan perilaku manusia. Tetapi perlu dipahami bahwa di dalam
disiplin psikologi ini terdapat banyak cabang yang meski sama-sama
menjelaskan faktor-faktor determinan perilaku manusia, namun tak
jarang bertolak belakang secara ekstrem. Salah satu titik ekstrem
adalah aliran behavioristik, beserta derivatnya, yang berkeyakinan
bahwa segala macam perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor
di luar dirinya yang disebutnya stimulus. Tujuan perilaku manusia
adalah merespon stimulus ini. Sedangkan di ujung lainnya berdiri
aliran Psikoanalisa yang dikomandani oleh Sigmund Freud, beserta
derivatnya. Aliran ini berasumsi bahwa energi penggerak awal perilaku
manusia berasal dari dalam dirinya yang terletak jauh di alam bawah
sadar. Di antara kedua ekstrem tersebut bercecer aliran-aliran lain yang
merupakan
konvergensi
dari
ke
dua
ekstrem
tersebut.
Sigmund Freud, pendiri psikoanalisa, adalah ahli psikologi pertama
yang memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia,
bukan kepada bagian-bagiannya yang terpisah. Selain itu, dengan
memfokuskan pada salah satu aliran saja diharapkan bisa mengenal
lebih mendalam pemanfaatan psikologi bagi kehidupan.
Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur : kepala, kaki,
lengan dan batang tubuh, Sigmund Freud, berkeyakinan bahwa jiwa
manusia juga mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari
bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi
atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki
peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja
sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang.
Ketiga sistem ini meliputi : Id, Ego, dan Superego. Sebagaimana akan
dijelaskan nanti, masing-masing sistem atau instansi memiliki peran
dan fungsi sendiri-sendiri.
a) Id
Sigmund
Freud
mengumpamakan
kehidupan
psikis
seseorang bak gunung es yang terapung-apung di laut. Hanya
puncaknya saja yang tampak di permukaan laut, sedangkan bagian
terbesar dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di
dalam laut. Kehidupan psikis seseorang sebagian besar juga tidak
tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh
yang bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat
perhatian atau diperhitungkan, karena mempunyai pengaruh
terhadap keutuhan pribadi seseorang.
Dalam pandangan Freud, apa yang dilakukan manusia
khususnya yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki untuk
sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini
dinamakan
“ketaksadaran
dinamis”,
ketaksadaran
yang
mengerjakan sesuatu. Freud menggunakan istilah id untuk
menunjukkan wilayah ketaksadaran tersebut. Id merupakan lapisan
paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. id meliputi
segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak
disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang
menguasai kehidupan psikis manusia.
Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya
hanyalah terdiri dari id saja. Pada janin dalam kandungan dan bayi
yang baru lahir, hidup psikisnya seratus prosen sama identik
dengan id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa pun dan secara
menyeluruh dalam keadaan kacau balau. Namun demikian, id itulah
yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis
manusia – pusat instink (hawa nafsu, istilah dalam agama ). Ada
dua instink dominan, yakni :
i.
Libido – instink reproduktif yang menyediakan energi dasar
untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif;
ii.
Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama
disebut juga instink kehidupan (eros), yang dalam konsep
Freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga
segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih
ibu, pemujaan kepada Tuhan, cinta diri (narcisisme).
Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan
membayangkan makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan
membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan
keharusan kodrat) adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi
dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego.
b) Ego
Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak
mampu memuaskannya. Subsistem yang kedua – ego – berfungsi
menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego
merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan
rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu
menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud
yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ego adalah aspek
psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia
untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan.
Aktivitas Ego tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran
yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan
diri melalui bahasa. Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke
dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi Ego
adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan sintesis
psikis.
c) Superego
Superego
adalah
sistem
kepribadian
terakhir
yang
ditemukan oleh Sigmund Freud. Sistem kepribadian ini seolah-olah
berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego.
Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis
terhadap aktivitas ego, bahkan tak jarang menghantam dan
menyerang ego.
Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak
sehat, berakibat timbulnya emosi-emosi seperti rasa bersalah,
menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar,
perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang
hidupnya sangat disiksa oleh superegonya, sehingga tidak mungkin
lagi untuk hidup normal.
c. Psikologi Behaviorisme
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan
oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa
perilaku
harus
merupakan
unsur
subjek
tunggal
psikologi.
Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh,
serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir
sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa
manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis
(yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak
nyata sebagai objek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi
tentang perilaku yang nyata.
Aliran ini berpendapat bahwa perilaku manusia sangat ditentukan
oleh kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau kondisioning terhadap
manusia tersebut. Aliran ini mengangap bahwa manusia adalah netral,
baik atau buruk dari perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan
yang dialami oleh manusia tersebut. Pendapat ini merupakan hasil dari
eksperimen yang dilakukan oleh sejumlah penelitian tentang perilaku
binatang yang sebelumnya dikondisikan.
Aliran perilaku ini memberikan kontribusi penting dengan
ditemukannya asas-asas perubahan perilaku yang banyak digunakan
dalam bidang pendidikan, psikoterapi terutama dalam metode
modifikasi perilaku. Asas-asas dalam teori perilaku terangkum dalam
hukum penguatan atau law of enforcement, yakni :
1) Classical Conditioning
Suatu rangsang akan menimbulkan pola reaksi tertentu
apabila rangsang tersebut sering diberikan bersamaan dengan
rangsang lain yang secara alamiah menimbulkan pola reaksi
tersebut.
2) Law of Effect
Perilaku yang menimulkan akibat-akibat yang memuaskan
akan cenderung diulang, sebaliknya bila akibat-akibat yang
menyakitkan akan cenderung dihentikan.
3) Operant Conditioning
Suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila dengan
perilaku tersebut berhasil diperoleh hal-hal yang dinginkan oleh
pelaku (penguat positif), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal
yang diinginkan (penguat negatif).
4) Modelling
Munculnya perubahan perilaku terjadi karena proses dan
penaladanan terhadap perilaku orang lain yang disenangi (model)
Keempat asas perubahan perilaku tersebut berkaitan dengan
proses belajar yaitu berubahnya perilaku tertentu menjadi perilaku
baru.
d. Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi
yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas,
data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala).
Fenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt.
Dalam
hal
ini
Psikologi Gestalt
sependapat
dengan
filsafat
fenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat
secara netral. Dalam suatu fenomena terdapat dua unsur yaitu objek
dan arti. Objek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah
tertangkap oleh indera, objek tersebut menjadi suatu informasi dan
sekaligus kita telah memberikan arti pada objek itu.
e. Psikologi Humanistik
Dari segi
bahasa
humanisme
artinya
kemanusiaan,
sedangkan menurut istilah berarti suatu paham mengenai kemanusiaan
yang hakiki. Jelasnya, humanisme adalah suatu gerakan atau aliran
yang bertujuan untuk menempatkan manusia pada posisi kemanusiaan
yang sebenarnya.
Perhatian psikologi humanistik yang utama tertuju pada
masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh
maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalamanpengalaman mereka sendiri.
Karena pembahasan mengenai teori kepribadian humanistik
ini direpresentasikan oleh teori kepribadian Maslow, maka ajaranajaran dasar psikologi humanistik yang akan kita bahas untuk sebagian
besar berasal dari Maslow.
Abraham H. Maslow, dia dikenal sebagai salah satu tokoh
yang menonjol dari psikologi humanistik. Karyanya di bidang
pemenuhan kebutuhan mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam
upaya memahami motivasi manusia. Sebagian besar dari teorinya yang
penting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada dua hal:
1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang,
2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut
seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki
dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan,
keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendiri (self).
Menurut Maslov ada beberapa kebutuhan, terutama kebutuhankebutuhan jasmaniah, yang lebih asasi. Kemudian ada pula kebutuhan
tertentu yang harus dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang lebih tinggi tingkatannya.
Secara terperinci apa yang disampaikan Maslow dapat dilihat
dalam penjelasan berikut. Maslow membagi kebutuhan tersebut
menjadi 5 secara garis besar, yaitu:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologi.
2. Kebutuhan akan rasa aman.
3. Kebutuhan akan cinta dan rasa saling memiliki.
4. Basic need: self-esteem need.
5. Metaneed: self actualization need.
f. Psikologi Transpersonal
Transpersonal berasal dari kata trans dan personal. Trans yang
berarti melewati dan personal yang berarti pribadi atau psikis.
Psikologi transpersonal memfokuskan diri pada bentuk-bentuk
kesadaran manusia, khususnya taraf kesadaran ASCs (Altered States of
Consciosness).
Dua unsur penting aliran transpersonal adalah potensi luhur seperti
keruhanian, pengalaman mistik dan lain sebagainya. Unsur penting
yang kedua adalah corak kesadaran yaitu memasuki alam kebatinan,
pengalih dimensi meditasi.
Dalam Aliran Psikologi Transpersonal tedapat beberapa konsep
yaitu:
1. Pengalaman puncak
a)
Merasa damai atau tenang
b) Merasa harmonis dan menyatu dengan alam
c)
Memiliki pemahaman yang mendalam
2. Transendensi diri
Mengacu pada pengalaman langsung akan sesuatu koneksi,
harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan alam
semesta
3. Kesehatan jiwa optimal
a)
Pemahaman dan pemenuhan diri
b)
Mampu melakukan coping dengan baik
Psikologi transpersonal dikembangkan pertama kali oleh para ahli
yang sebelumnya mengkaji secara mendalam bidang humanistik seperti
Abraham Maslow, C.G. Jung, Victor Frankl, Antony Sutich, Charles Tart
dan lainnya. Dengan melihat dari para tokoh awalnya maka dapat
diketahui bahwa psikologi transpersonal merupakan turunan langsung dari
psikologi humanistik. Perbedaan antara psikologi humanistik dan psikologi
transpersonal adalah di dalam psikologi transpersonal lebih menggali
kemampuan manusia dalam dunia spiritual, pengalaman puncak, dan
mistisme yang dialami manusia. Beberapa kalangan berpendapat bahwa
bidang spiritualitas dan kebatinan hanya didominasi oleh para ahli-ahli
agama
dan
juga
praktisi
mistisme,
namun
ternyata
dalam
perkembangannya, kesadaran akan hal ini dapat diaplikasikan dan dibahas
dalam ilmu pasti.
Secara garis besar seperti yang dikemukakan oleh Lajoie dan
Shapiro dalam Journal of Transpersonal Psychology didefinisikan
psikologi transpersonal sebagai studi mengenai potensi tertinggi dari
manusia melalui pengenalan, pemahaman dan realisasi terhadap keesaan,
spiritualitas dan kesadaran-transendental. Psikologi transpersonal juga
melepaskan diri dari keterikatan berbagai bentuk agama yang ada. Namun
walau demikian dalam penelitiannya psikologi transpersonal mengkaji
pengalaman spiritual yang dialami oleh para ahli spiritual yang berasal dari
berbagai macam agama sebagai subjek penelitiannya.
4.
Kepribandian Manusia Perspektif Islam
Berdasarkan informasi Al Qur’an , ada tiga istilah penting yang
terkait dengan manusia, yaitu bagian yang tampak atau jasad, ruh dan nafs.
Ketiga komponen ini saling melengkapi dan memiliki fungsi masingmasing. Dalam kondisi menyatu ketiganya merupakan kelengkapan
tersendiri, sedangkan ketika mereka terpisah satu sama lain mereka akan
memiliki fungsi masing-masing (Arifin, 2009:34).
Penjelasan mengenai konsep manusia menurut psikologi Islami
banyak dipengaruhi oleh konsep manusia menurut pandangan ilmu
tasawuf, yang secara umum dapat kita temukan dengan melihat beberapa
aspek:
a.
Aspek Jismiyah (Dimensi jasad):
Jasad adalah salah satu aspek dalam diri manusia yang bersifat
material. Bentuk dan keberadaannya dapat diindera oleh manusia,
seperti tubuh dan anggota-anggotanya seperti tangan, kaki, mata,
telinga dan lain-lain. Di dalam Al-Quran banyak disebutkan bahwa
manusia telah dikaruniai raga dengan sebaik-baiknya bentuk.
ِ ‫َﺣﺴﻦ ﺻﻮرُﻛﻢ وإِﻟَْﻴ ِﻪ اﻟْﻤ‬
ِ ‫َﺧﻠَ َﻖ اﻟ ﱠﺴﻤﺎو‬
‫ﺼ ُﻴﺮ‬
َ ‫ات َو ْاﻷ َْر‬
َ ‫ْﺤ ﱢﻖ َو‬
َ ‫ض ﺑِﺎﻟ‬
َ
َ ْ َ َ ُ َ َ ْ ‫ﺻ ﱠﻮَرُﻛ ْﻢ ﻓَﺄ‬
ََ
“Dia menciptakan langit dan bumi dengan haq. Dia membentuk
rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu dan hanya kepada Allah-lah
kembali(mu)”.(QS At-Taghaabun, 64:3)
ِ
ِْ ‫ﻟَ َﻘ ْﺪ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ‬
‫َﺣ َﺴ ِﻦ ﺗَـ ْﻘ ِﻮ ٍﻳﻢ‬
ْ ‫اﻹﻧْ َﺴﺎ َن ﻓﻲ أ‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya”. (QS At-Tiin, 95:4)
Dari aspek jasad inilah kemudian timbulnya kecenderungan dan
keinginan yang disebut syahwat, yaitu ketertarikan terhadap hal-hal
keduniawian, seperti yang disebutkan di dalam Al-Quran:
ِ
ِ ِ ‫ات ِﻣﻦ اﻟﻨ‬
ِ ‫ﺐ اﻟ ﱠﺸ َﻬﻮ‬
ِ ‫ُزﻳﱢ َﻦ ﻟِﻠﻨ‬
‫ْﻤ َﻘ ْﻨﻄََﺮةِ ِﻣ َﻦ‬
‫ﱠﺎس ُﺣ ﱡ‬
ُ ‫ﻴﻦ َواﻟْ َﻘﻨَﺎﻃﻴ ِﺮ اﻟ‬
َ ‫ﱢﺴﺎء َواﻟْﺒَﻨ‬
َ
َ َ
ِ ‫ﻚ ﻣﺘﺎع اﻟ‬
ِ ِ ‫ﱠﺔ واﻟْ َﺨﻴ ِﻞ اﻟْﻤﺴ ﱠﻮﻣ ِﺔ و ْاﻷَﻧْـﻌ ِﺎم واﻟ‬
ِ ِ ِ ‫اﻟ ﱠﺬﻫ‬
ُ‫ْﺤﻴَﺎة اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َواﻟﻠﱠﻪ‬
َ
َ ُ َ َ َ ‫ْﺤ ْﺮث ذَﻟ‬
َ َ َ َ َ َ ُ ْ َ ‫ﺐ َواﻟْﻔﻀ‬
‫ِﻋ ْﻨ َﺪﻩُ ُﺣ ْﺴ ُﻦ اﻟ َْﻤﺂَب‬
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apaapa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah
tempat kembali yang baik (surga)”(QS. Ali-Imran, 3:14).
Selain itu jasad memiliki sifat buruk. Keburukan jasad disebabkan
karena jasad merupakan penjara bagi ruh, mengganggu kesibukan ruh
untuk beribadah kepada Allah SWT., dan jasad tidak mampu mencapai
makrifatullah.
b. Aspek Nafsiyah
Dalam kebanyakan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, nafs
diartikan dengan jiwa atau diri. Namun dalam konteks ini nafs yang
dimaksud adalah substansi psikofisik manusia, dimana komponen yang
bersifat jasadi (jismiyah) bergabung dengan komponen ruh sehingga
menciptakan potensi-potensi yang potensial, tetapi dapat aktual jika
manusia mengupayakannya. Setiap komponen yang ada memiliki dayadaya laten yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia. Aktualisasi
nafs membentuk kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal.
Aspek nafsiyah memiliki potensi bawaan yang ada pada psikofisik
manusia yang dibawa semenjak lahir dan yang akan menjadi pendorong
serta penentu bagi tingkah laku manusia, baik berupa perbuatan, sikap,
ucapan dan sebagainya.
Di dalam aspek nafsiyah ini terdapat tiga dimensi yang memiliki
peranan yang berbeda satu sama lain, yaitu:
1) Dimensi Kalbu (Al-Qolb)
Secara tegas Al-Ghazali (dalam Abul Mujib dan Jusuf
Mudzakir, 2001) melihat kalbu dari dua aspek, yaitu kalbu yang
bersifat jasmani dan kalbu yang bersifat ruhani. Kalbu jasmani adalah
salah satu organ yang terdapat di dalam tubuh manusia berupa
segumpal daging yang berbentuk seperti buah sanubar (sanubari) atau
seperti jantung pisang yang terletak di dalam dada sebelah kiri. Kalbu
ini lazimnya disebut jantung. Sedangakan kalbu ruhani adalah sesuatu
yang bersifat halus (lathif), rabbani dan ruhani yang berhubungan
dengan kalbu jasmani. Bagian ini merupakan esensi manusia.
Al-Ghazali berpendapat bahwa kalbu memiliki insting yang
disebut dengan al-nur al-ilahy (cahaya ketuhanan) dan al-bashirah albathinah (mata batin) yang memancarkan keimanan dan keyakinan.
Al-Zamakhsyariy (dalam Abul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001)
menegaskan bahwa kalbu itu diciptakan oleh Allah SWT., sesuai
dengan fitrah asalnya dan berkecenderungan menerima kebenaran
dari-Nya. Dari sisi ini, kalbu ruhani merupakan bagian esensi dari nafs
manusia. Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan
pengendali struktur nafs yang lain. Apabila kalbu ini berfungsi secara
normal maka kehidupan manusia menjadi baik dan sesuai dengan
fitrah aslinya. Manusia tidak sekedar mengenal lingkungan fisik dan
soialnya, melainkan juga mampu mengenal lingkunngan spiritual,
ketuhanan dan keagamaan. Oleh karena itulah maka kalbu disebut
juga fithrah ilahiyah atau fithrah rabbaniyah-nuraniyah.
Kalbu mampu memperoleh pengetahuan (al-ma’rifah) melalui
daya cita rasa (al-zawqiyah). Kalbu akan memperoleh puncak
pengetahuan
apabila
manusia
telah
mensucikan
dirinya
dan
menghasilkan ilham (bisikan suci dari Allah SWT.) dan kasyf
(terbukanya dinding yang menghalangi kalbu).
Ketika mengaktual, potensi kalbu tidak selamanya menjadi
tingkah laku yang baik. Baik buruknya sangat tergantung pada pilihan
manusia itu sendiri. Hal tersebut seperti yang dijelaskan dalam sebuah
hadis:
‫ إذا ﺻﻠﺤﺖ ﺻﻠﺢ اﻟﺠﺴﺪ ﻛﻠﻪ وإذا ﻓﺴﺪت ﻓﺴﺪ اﻟﺠﺴﺪ‬, ‫إ ّن ﻓﻲ اﻟﺠﺴﺪ ﻣﻀﻐﺔ‬
. ‫ اﻻ وﻫﻲ اﻟﻘﻠﺐ‬. ‫ﻛﻠﻪ‬
“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging.
Apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia
rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula. Ingatlah bahwa ia
adalah kalbu(hati)” (HR. Al-Bukhari dari Nu’man ibn Basyir).
Kalbu secara psikologis memiliki daya-daya emosi (alinfi’aliy), yang menimbulkan daya rasa (al-syu’ur). Sementara AlThabathabai (dalam Abul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001) menyebut
dalam tafsirnya bahwa fungsi kalbu selain berdaya emosi juga berdaya
kognisi. Hal itu menunjukan bahwa kalbu memiliki dua daya, yaitu
daya kognisi dan daya emosi. Daya emosi kalbu lebih banyak
diungkap daripada daya kognisinya, sehingga para ahli sering
menganggap kalbu sebagai aspek nafsiyah yang berdaya emosi.
Apabila terpaksa menyebut kalbu sebagai daya kognisi, itupun hanya
dibatasi pada kognisi yang diperoleh melalui pendekatan cita rasa
(zawq) bukan pendekatan nalar.
Daya kalbu tidak terbatas pada pencapaian kesadaran, tetapi
mampu
mencapai
tingkat
supra-kesadaran.
Kalbu
mampu
menghantarkan manusia pada tingkat spiritualitas, keagamaan dan
ketuhanan. Semua tingkatan itu merupakan tingkatan supra-kesadaran
manusia, sebab kedudukannya lebih tinggi daripada rasio manusia.
Manusia dengan kalbunya mampu membenarkan wahyu. Kebenaran
wahyu ada yang bersifat rasional dan ada pula yang bersifat suprarasional. Sifat rasional dapat ditangkap oleh daya akal manusia,
sedang sifat supra-rasional hanya dapat ditangkap oleh kalbunya.
Dengan begitu, fungsi kalbu bukan sekedar merasakan sesuatu,
melainkan juga berfungsi untuk menangkap pengetahuan yang bersifat
supra-rasional.
2) Dimensi Akal ( Al-’Aql)
Secara etimologi, akal memiliki arti al-imsak (menahan), alribath (ikatan), al-hajr (menahan), al-nahy (melarang), dan man’u
(mencegah). Berdasarkan makna bahasa ini maka yang disebut orang
yang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa
nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka jiwa rasionalitasnya mampu
bereksistensi.
Dalam dimensi jasad akal merupakan hasil dari kerja otak,
dimana akal memiliki cahaya nurani yang dipersiapkan untuk mampu
memperoleh pengetahuan serta kognisi. Akal merupakan daya berpikir
manusia untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat rasional dan
dapat menentukan eksistensi manusia. Akal mampu memperoleh
pengetahuan melalui daya argumentatif dan juga menunjukan substansi
berpikir, aku-nya pribadi, mampu berpendapat, mampu memahami,
menggambarkan, menghafal, menemukan dan mengucapkan sesuatu.
Karena itulah maka sifat akal adalah kemanusiaan (insaniyah), sehingga
ia disebut juga fithrah insaniyah. Secara psikologis akal memiliki
fungsi kognisi (daya cipta).
Menurut Ibnu Sina (dalam Abul Mujib dan Jusuf Mudzakir,
2001), manusia memiliki tiga jiwa, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa
binatang dan jiwa berpikir. Jiwa berpikir (akal) pada puncaknya mampu
mencapai pemahaman abstrak dan mampu menerima limpahan
pengetahuan dari Allah SWT.
Akal bukanlah kalbu. Ia merupakan dimensi tersendiri dalam
aspek nafsiyah yang berkedudukan di otak yang berfungsi untuk
berpikir. Akal memiliki kesamaan dengan kalbu dalam memperoleh
daya kognisi, tetapi cara dan hasilnya berbeda. Akal mampu mencapai
pengetahuan rasional tetapi tidak mampu mencapai pengetahuan yang
supra-rasional. Akal mampu mengungkap hal-hal yang abstrak tetapi
belum mampu merasakan hakikatnya. Akal mampu menghantarkan
eksistensi manusia pada tingkat kesadaran tetapi tidak mampu
mengahantarkan pada tingkat supra-kesadaran.
3) Dimensi Nafsu (An-Nafsu)
Nafsu dalam terminologi psikologi dekat dengan sebutan konasi
(daya karsa). Konasi (kemauan) adalah bereaksi, berbuat, berusaha,
berkemauan, dan berkehendak. Aspek konasi kepribadian ditandai
dengan tingkah laku yang bertujuan dan impuls untuk berbuat. Nafsu
menunjukan struktur di bawah sadar dari kepribadian manusia. Apabila
manusia mengumbar dominasi nafsunya maka kepribadiannya tidak
akan mampu bereksistensi, baik di dunia apalagi di akhirat.
Nafsu memiliki dua kekuatan yaitu, al-ghadhabiyah dan alsyahwaniyah. Al-ghadhabiyah adalah suatu daya yang berpotensi untuk
menghindari diri dari segala yang membahayakan. Al-ghadhabiyah
dalam terminologi psikoanalisa disebut dengan difence mechanisme,
yaitu tingkah laku yang berusaha membela atau melindungi ego
terhadap kesalahan, kecemasan dan rasa malu, perbuatan untuk
melindungi diri sendiri dan memanfaatkan dan merasionalisasikan
perbuatannya sendiri. Sedangkan al-syahwaniyah atau syahwat adalah
suatu daya yang berpotensi untuk menginduksi diri dari segala hal yang
menyenangkan. Syahwat dalam terminologi psikologi disebut dengan
appetite, yaitu suatu hasrat (keinginan, birahi, hawa nafsu), motif atau
impuls berdasarkan perubahan keadaan fisiologi.
Prinsip kerja nafsu mengikuti prinsip kenikmatan (pleasure
principle) dan berusaha mengumbar impuls-impuls primitifnya. Apabila
impuls-impuls ini tidak terpenuhi maka terjadi ketegangan diri. Prinsip
kerja nafsu ini memiliki kesamaan dengan prinsip kerja jiwa binatang,
baik binatang buas maupun binatang jinak. Binatang buas memiliki
impuls agresif (menyerang), sedangkan binatang jinak memiliki impuls
seksual. Oleh karena prinsip inilah maka nafsu disebut juga fithrah
hayawaniyah.
c. Aspek Ruhiyah (Ruh)
Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi
kehidupannnya. Ruh adalah pembeda antara esensi manusia dengan esensi
mahluk lain. Ruh berbeda dengan spirit dalam terminologi psikologi, sebab
term ruh lebih kepada subtansi, berbeda dengan spirit yang lebih kepada
akibat atau efek dari ruh.
Menurut Al-Ghazali (dalam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,
2001) ruh merupakan sesuatu yang halus (lathifah) yang bersifat ruhani. Ia
dapat berpikir, mengingat, mengetahui dan sebagainya. Ruh juga
merupakan penggerak bagi keberadaan jasad manusia (nyawa) yang
bersifat gaib.
Pembahasan mengenai ruh dibagi menjadi dua, pertama, ruh yang
berhubungan dengan zatnya sendiri, dan kedua ruh yang berhubungan
dengan badan jasmani. Ruh yang pertama disebut dengan al-munazzalah,
sedang yang kedua disebut dengan al-gharizah, atau disebut dengan
nafsaniah. Ruh al-munazzalah berkaitan dengan esensi asli ruh yang
diturunkan atau diberikan secara langsung dari Allah SWT. kepada
manusia. Ruh ini esensinya tidak berubah, sebab jika berubah berarti
berubah pula eksistensi manusia.
Ruh ini diciptakan di alam ruh (‘alam arwah) atau di alam
perjanjian. Karena itu ruh al-munazzalah ada sebelum tubuh manusia itu
ada, sehingga sifatnya sangat gaib yang adanya hanya diketahui melalui
informasi wahyu. Ruh al-munazzalah melekat pada diri manusia. Ruh ini
dapat dikatakan sebagai fitrah asal yang menjadi esensi (hakikat) struktur
manusia. Fungsinya berguna untuk memberikan motivasi dan menjadikan
dinamisasi tingkah laku. Ruh ini membimbing kehidupan spiritual nafsani
manusia untuk menuju pancaran nur ilahi yang suci yang menerangi
ruangan nafsani manusia, meluruskan akal budi dan mengendalikan
impuls-impuls rendah.
Wujud ruh al-munazzalah adalah al-amanah. Fazlur Rahman (dalam
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001) menyatakan bahwa amanah
merupakan inti kodrat manusia yang diberikan sejak awal penciptaan, tanpa
amanah manusia tidak memiliki keunikan dengan mahluk-mahluk lain.
Amanah adalah titipan atau kepercayaan Allah yang dibebankan kepada
manusia untuk menjadi hamba dan khalifah di muka bumi. Tugas hamba
adalah menyembah dan berbakti kepada penciptanya (QS. Al-Zariyat,
51:56) yang berbunyi:
ِ ‫اﻹﻧْﺲ إِﱠﻻ ﻟِﻴـ ْﻌﺒ ُﺪ‬
ِ ُ ‫وﻣﺎ َﺧﻠَ ْﻘ‬
‫ون‬
ُ َ َ ِْ ‫ﺖ اﻟْﺠ ﱠﻦ َو‬
ََ
Ruh al-munazzalah sendiri perlu pengingat, petunjuk maupun
pembimbing yaitu Al-Quran dan sunnah. Apabila aspek terdasar ruhani (al-
gharizah) lupa akan dirinya, maka ruh ini memberi peringatan. Al-Gharizah
sendiri merupakan bagian dari ruh manusia yang berhubungan dengan jasad.
F. Gangguan dan Penyakit Psikologis Manusia
Manusia mempunyai dua sisi psikologis yaitu nafsani manusia dan
ruhani manusia. Sebagai konsekuensi logis dari pandangan ini, maka
gangguan dan penyakit psikologis atau batin manusia juga ada dua, yaitu
gangguan dan penyakit nafsani serta gangguan dan penyakit ruhani (Arifin,
2009: 40)
Penyakit nafsani tidak lain adalah segala gangguan dan penyakit
jiwa dalam psikologi Barat, karena term jiwa dalam psikologi Barat sama
dengan nafs dalam psikoterapi Islam. Karena itu, yang termasuk dalam
penyakit nafsani ini adalah segala gangguan neurotik dan psikotik. Contoh
gangguan
jiwa,
misalnya: neurasthenia, hysteria, psychastenia dan
abnormalitas seksual. Contoh penyakit jiwa, misalnya: schizophrenia,
paranoia, manicdepressif, dan lain-lain. Penyakit nafsani ini lebih berefek
kepada kondisi sehat-sakitnya psikologis manusia dan lebih bersifat
duniawi.
Penyakit ruhani adalah segala gangguan dan penyakit yang dalam
term Barat disebut mental, yaitu segala gangguan dan penyakit yang
mengotori kesucian ruhani manusia. Karena itu, penyakit ruhani lebih
berpengaruh kepada sikap mental dan baik-buruknya perilaku seseorang
dan bersih tidaknya ruhani seseorang. Contoh penyakit ini seperti murtad,
musyrik, kufur, munafik, hasad, riya, ujub, dan lain-lain. Penyakit seperti
ini mungkin tidak tergolong gangguan dan penyakit jiwa, tetapi cukup
telak menghancurkan sisi amal manusia di hadapan Allah. Karena itu,
penyakit ruhani lebih berefek duniawi-ukhrawi karena dapat mencelakakan
manusia di akhirat. Dari adanya perbedaan ini, maka dalam wawasan
psikoterapi Islami kedalaman sisi psikologis manusia lebih dalam
dibanding psikologi Barat (Arifin,2009: 40)
Adz Dzaki dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi Islam
sasaran atau objek yang menjadi fokus penyembuhan, perawatan atau
pengobatan dari psikoterapi Islam adalah manusia secara utuh, yakni yang
berkaitan atau menyangkut dengan gangguan pada :
a) Mental, yaitu yang berhubungan dengan fikiran, akal, ingatan
atau proses yang berasosiasi dengan fikiran, akal, dan ingatan
(Chaplin, 1995:407). Seperti mudah lupa, malas berfikir, tidak
mampu berkonsentrasi, picik, tidak dapat mengambil suatu
keputusan dengan baik dan benar, bahkan tidak memiliki
kemampuan membedakan
antara halal dan haram,
yang
bermanfaat dan yang mudharat serta hak dan yang batil.
b) Spiritual, yaitu yang berhubungan
dengan masalah ruh,
semangat atau jiwa, religius, yang berhubungan dengan agama,
keimanan, kesalehan dan menyangkut nilai-nilai transedental.
(Chaplin, 1995:480) Seperti syirik, nifaq, fasiq, dan kufur ; lemah
keyakinan dan tertutup atau terhijabnya alam ruh, alam malakut
dan alam ghaib, semua itu akibat dari kedurhakaan dan
pengingkaran kepada Allah
c) Moral (akhlak) yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa
manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau
penelitian.
d) Fisik
(jasmaniyah).
Tidak
semua
gangguan
fisik
dapat
disembuhkan dengan psikoterapi Islam, kecuali atas izin Allah
(Adz Dzaki, 2006:237-251).
Terapi fisik (jasmaniyah) yang paling berat dilakukan oleh
psikoterapi Islam, apabila penyakit itu disebabkan karena dosa-dosa
kedurhakaan atau kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang,
seperti wajah dan kulit tampak hitam, bahkan lebih kotor seperti kudis
atau bintik-bintik hitam, padahal sudah melakukan berbagai usaha
setelah di psikoterapis ternyata penyakit dan gangguan itu akibat
penyakit spiritual, karena murka Allah, seperti yang terjadi pada
zaman/masa kenabian atau umat-umat terdahulu.
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Profil Biro Konsultasi Psikologi Tazkia
1. Sejarah Berdirinya Biro Konsultasi Psikologi Tazkia
Biro Konsultasi Psikologi Tazkia merupakan lembaga semi
otonom berdiri dalam naungan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga. Lembaga ini diresmikan pada tanggal 22 Maret 2008 sebagai
bentuk Tridharma perguruan tinggi yakni pengabdian bagi masyarakat
kota Salatiga dan sekitarnya.
Awal berdirinya didorong oleh kepedulian terhadap berbagai
problem yang dialami mahasiswa, sehingga nama biro konsultasi saat
itu adalah Biro Konsultasi Mahasiswa yang khusus ditujukan untuk
melayani konseling bagi mahasiswa yang mempunyai masalah.
Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat, biro ini
kemudian mengembangkan jenis layanan tidak hanya konseling tetapi
juga psikotes dan pelatihan-pelatihan yang ditujukan kepada mahasiswa
maupun masyarakat umum. Karena itu biro konsultasi berubah nama
menjadi Biro Konsultasi Psikologi Tazkia.
2. Visi dan Misi Biro Konsultasi Psikologi Tazkia
a. Visi
Menjadi lembaga yang melayani kebutuhan mahasiswa dan
masyarakat luas dalam mengoptimalkan potensi agar menjadi
pribadi yang berkepribadian sehat, berkualitas dan berprestasi
melalui pendekatan psikologis dan religious.
b. Misi
1) Memberikan layanan pada seluruh civitas akademika STAIN
Salatiga
dan
masyarakat
umum
dalam
menyelesaikan
problematika psikologis religious.
2) Memberikan pendampingan pada seluruh civitas akademika
STAIN Salatiga dan masyarakat umum dalam menumbuh
kembangkan potensi diri
3) Membantu instansi-instansi pemerintah dan swasta untuk
memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas
4) Membantu perusahaan maupun organisasi untuk meningkatkan
produktifitas kerja.
3. Program Kerja dan Bentuk Layanan
Bentuk layanan yang menjadi program kerja Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia antara lain sebagai berikut :
a) Konseling dan konsultasi: bertujuan membantu mengatasi berbagai
masalah seperti problem studi, problem keluarga, problem
sosial/pergaulan,
problem
kepribadian,
gangguan
perilaku/gangguan emosi, gangguan belajar, dan pengembangan
karir.
b) Terapi: adalah bantuan untuk penyembuhan gangguan perilaku dan
gangguan emosi seperti stress, depresi, phobia, trauma, gagap dan
sebagainya.
c) Psikotes: bertujuan mengungkapkan kapasitas mental seseorang
dan menempatkannya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Jenis
psikotes yang diberikan antara lain: test intelegensi, test bakat
minat, test kepribadian, test penjurusan, test rekruitmen, test
promosi jabatan, test multiple intelegensi.
d) Training/Pelatihan: yaitu memberikan kegiatan pelatihan sebagai
pengembangan kepribadian bagi siswa, guru, orang tua, karyawan
dan masyarakat umum dalam berbagai tema seperti: Training
peningkatan motivasi, persiapan ujian, peningkatan semangat kerja,
team building, hipnotis/NLP for teaching/student, law of attraction
berbasis doa dan sedekah.
e) Metode-metode yang digunakan untuk pelayanan. Diantara metode
yang diterapkan sebagai problem solving yaitu hipnoterapi,
outbound,
solusi
Qur’ani,
emotional
freedom
technique,
workshop/seminar/pelatihan.
Berikut kami tampilkan grafik kegiatan Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia tahun 2008-2011
Gambar 3.4
4. Susunan Kepengurusan
No.
Nama
Devisi
Pendidikan
1.
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si
Direktur
S2 Psikologi
2.
Muna Erawati, S. Psi, M. Si
Konseling
S2 Psikologi
3.
Dra. Siti Asdiqoh, M. Pd
Konseling
S2 Manajemen
Pendidikan
4.
Dra. Maryatin
Konseling
S1 Dakwah
5.
Eva Palupi, Psi, S. Psi
Psikotes
S1
Psikologi
dan Pendidikan
Profesi Psikolog
6.
Savitri Dewi, Psi. MCH
7.
Ahmad
Sulthoni,
Hipnoterapi
M.Pd, Psychoteraphy
S1 Psikolog
S2 Manajemen
MCH
8.
Religius
Pendidikan
Yusuf Khumaeni, S.Hi, M.H Training
dan S2 Hukum
Pengembangan
SDM
Tabel 3.5
5. Jadwal Konsultasi
Biro Konsultasi Psikologi Tazkia dibuka setiap hari kecuali hari
libur, mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00.
B. Temuan Data
1. Konsep Psikoterapi Islam Menurut Pandangan Konselor dan
Pengurus Biro Konsultasi Psikologi Tazkia
Di depan telah dijelaskan bahwa psikoterapi Islam adalah
proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit baik mental,
spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui bimbingan Al
Qur’an dan As Sunnah Nabi saw.
Salah satu terapis di biro menerangkan bahwa: “Definisi
terapi Islam itu, teknik terapi mengatasi sebuah masalah dengan
lebih
meningkatkan
kesadaran
mengenal
Allah”(waw.sul.4
Agustus 2011)
Menguatkan keterangan di atas menurut Mar (waw.mar. 8
Agustus 2011) dan Yus (waw.yus. 9 Agustus 2011) keduanya juga
merupakan
konselor
di
biro,
psikoterapi
adalah
proses
penyembuhan pasien dengan cara Islami.
Hampir sama dengan kedua konselor di atas, Wah (waw.
Wah. 8 Agustus 2011) selaku staf di biro menyatakan bahwa
psikoterapi Islam adalah suatu cara menangani permasalahan orang
lain menggunakan pendekatan agama Islam.
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
psikoterapi Islam adalah teknik atau metode terapi mengatasi
masalah klien melalui pendekatan agama Islam agar pasien bisa
kembali ke jalan Allah.
a. Tujuan Psikoterapi Islam
Tujuan terapi Islam adalah mengembalikan kesadaran klien
untuk selalu mengingat Allah dan selalu berada di jalan-Nya.
Hal ini juga dituturkan oleh Sul “Jadi
tujuannya
(psikoterapi Islam) ya meningkatkan kesadaran klien untuk
mengenal Allah” (waw.sul. 4 Agustus 2011)
Hal serupa dituturkan pula oleh Mar selaku konselor di
biro, “Tujuan psikoterapi Islam itu mengembalikan pasien ke jalan
yang benar yaitu jalan Allah, karena dalam hidupnya manusia itu
tidak pernah lepas dari godaan” (waw.mar. 8Agustus 2011)
Hasil dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan dari psikoterapi Islam adalah mengembalikan fitrah manusia
sebagai hamba Allah yaitu selalu berpegang teguh di jalan Allah
pada saat mendapat cobaan maupun tidak.
b. Peran Terapis
Di depan telah dijelaskan bahwasanya peran psikoterapis
adalah menjadi mursyid atau orang yang memberikan bimbingan
kepada pasiennya.
“Seorang terapis bertugas membantu kliennya untuk bisa
keluar dari masalahnya, mau menerima kekurangan diri dan
lingkungannya, memotivasi klien untuk menggali dan
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya”(waw.mar.8
Agustus 2011)
Menurut keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peran
terapis adalah sebagi pembimbing pasien agar pasiennya tersebut
dapat menemukan jati diri dan masa depannya. Terapis adalah
seorang fasilitator bagi pasien dalam mengatasi masalahnya, hal ini
ditegaskan oleh Wah dalam wawancara, “ peran terapis ya sebagai
fasilitator bagi pasien dalam mencari solusi atas masalahnya”
(waw.wah. 8 Agustus 2011)
2. Problematika Psikologis Klien Mahasiswa Yang Ditangani Biro
Konsultasi Psikologi Tazkia
a. Jenis Problematika Yang Dialami Mahasiswa
1) Problematika Yang Ditangani Langsung Oleh Tim Biro
Pada tahun 2011 ini, terhitung
sejak bulan Januari
sampai dengan bulan Juni ada 81 klien yang berkonsultasi
di biro adapun perinciannya sebagaimana tabel berikut:
Table 3.7
7
1
2.
Pebruar
7
1
Religi
10
Karir
Pergaulan
Januari
Pribadi
Keeluarga
1.
No
Ekonomi
Bulan
Studi
Problematika Klien Biro
Jml.
.
26
4
4
8
3
8
1
14
2
2
11
i
3.
Maret
4.
April
5.
Mei
1
6.
Juni
4
Jml.
2
3
17
4
2
19
10
13
2
3
9
7
24
4
81
Table di atas menunjukkan bahwa sebagian besar klien
biro berkonsutasi tentang masalah pribadi, kemudian keluarga
dan disusul dengan masalah studi. Dan untuk mahasiswa
sendiri, kebanyakan dari mereka mengeluhkan masalah studi,
pergaulan, dan keluarga.
2) Problematika Berdasarkan Angket
Sebelum proses terapi dan konsultasi, Biro Konsultasi
Psikologi
Tazkia
mengumpulkan
profil
dan
problem
mahasiswa. Hal ini bertujuan untuk melihat lebih detail input
mahasiswa STAIN Salatiga.
Data profil dan problem mahasiswa menggambarkan
kondisi mahasiswa secara lengkap meliputi riwayat pendidikan,
latar belakang keluarga, kondisi kesehatan, kesulitan yang
dialami dan kebutuhan mahasiswa.
Data profil dan problem tersebut diperoleh biro dari
angket yang dibagikan kepada seluruh mahasiswa angkatan
2010.
Berdasar data tersebut, seluruh civitas akademika serta
unit terkait dapat melihat kondisi mahasiswa yang sebenarnya
dengan lengkap dan detail dari berbagai sudut pandang.
Adapun aspek yang diungkap mahasiswa angkatan 2010
meliputi:
Data problem diperoleh dari angket chek problem yang
terdiri dari 61 item pertanyaan. Chek problem berguna untuk
mengetahui problem apa saja yang dialami mahasiswa.
Pendataan problem mahasiswa dikelompokkan menjadi
beberapa aspek yaitu:
1. Problem yang berkaitan dengan studi ;
2. Problem etika bergaul dengan dosen dan karyawan;
3. Problem sosial;
4. Problem keluarga;
5. Problem ekonomi;
6. Problem religi;
7. Problem psikologis/kepribadian;
8. Problem moral;
9. Problem kesehatan/gangguan fisik;
Profil dan problem mahasiswa merupakan kondisi
nyata mahasiswa. Data tersebut dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan akademik dalam menyusun program
kerja, pendampingan terhadap mahasiswa, penentuan kegiatan
serta pendekatan mengajar yang tepat bagi mahasiswa.
3. Implementasi Psikoterapi Islam Di Biro Konsultasi Psikologi
Tazkia
a. Metode-metode Psikoterapi Islam Yang diterapkan di Biro
Konsultasi Psikologi Tazkia
Dalam menjalankan suatu program akan lebih mudah
apabila sebelumnya telah ada gambaran metode apa yang akan
digunakan. Seperti halnya di biro konsultasi Tazkia ini, para
konselor telah menguasai beberapa teknik maupun metode dalam
mengatasi problem kliennya.
Menurut Pak Sulthoni selaku psikoterapis religius di biro,
ada tiga metode untuk menangani problem klien yaitu hipnoterapi,
neurolinguistic Program dan spiritual thinking. Sedangkan teknik
yang beliau pakai adalah takholli, tahalli, dan tajalli.
Dengan metode dan teknik tersebut diharapkan klien dapat
menemukan solusi dari masalahnya. Hal ini sering disebut dengan
self therapy atau penyembuhan atas dirinya sendiri. Seperti
penuturan beliau: “ Dengan metode tersebut diharapkan pasien
tenang. Karena yang paling mendasar itu ketenangan. Karena kalau
klien tenang itu biasanya lebih mudah mencari solusi” (waw.sul.4
Agustus 2011)
Dalam penggunaannya pun berbeda-beda, tergantung dari
masalah yang dialami. Dalam profil biro di atas sasaran dari
kegiatan terapi adalah pasien yang mengalami stress, phobia,
depresi, trauma dan gagap. Dalam menangani pasien yang
mengalami problem seperti yang disebutkan tadi, maka menurut
pakar psikoterapi Islam di biro:
“Kalau sampai pasien stress maka yang pertama dilakukan
adalah hipnoterapi kemudian baru NLP (neurolinguistic
program). Jadi kadang-kadang tidak perlu memakai teknik
takholli langsung tahalli dan tajalli. Jadi caranya disesuaikan
dengan problem yang dialaminya” (waw.sul.4 Agustus 2011)
Selain metode yang disebutkan di atas, masih ada lagi satu
metode yaitu komunikasi quanta atau bisa disebut dengan telepati
hati. Metode ini termasuk dalam metode tasawuf. Metode
digunakan untuk klien yang tidak bisa menyelesaikan masalahnya
secara self theraphy sehingga terapis harus membantu klien dengan
cara mengirimkan doa.
“Biasanya solusi yang saya berikan untuk klien yang gagal
menerapkan metode terapi adalah komunikasi quanta kalau
saya artikan itu telepati atau telepon hati” (waw.sul. 4
Agustus 2011)
b. Upaya-upaya Penerapan Psikoterapi di Biro Konsultasi psikologi
Tazkia
1) Pelaksanaan Program Psikoterapi Islam
Biro Konsultasi Psikologi Tazkia bernaung di bawah
lembaga pendidikan Islam STAIN Salatiga. Jadi tidak heran
apabila dalam proses pelayanan pasien biro menyisipkan ajaranajaran Islam di dalamnya.
“Setiap kali menangani pasien saya selalu menerapkan
ajaran Islam di dalamnya. Karena selain sebagai salah satu
metode mendekatkan pasien kepada Allah, juga agar
pasien bisa rutin menjalankan ibadah seperti salat sunnah
dan puasa”(waw.mar.8 Agust 2011)
Penjelasan di atas, sesuai dengan keterangan staf biro,
bahwa “hampir seluruh konselor di biro konsultasi ini menerapkan
metode terapi Islam, meskipun itu hanya berupa do’a” (waw.zul.
27 Juli 2011)
Metode terapi Islam di biro tidak hanya diterapkan pada
pasien secara individu, kegiatan Majlis Do’a Mawar Allah adalah
salah satu contoh terapi Islam yang dilaksanakan secara masal.
Program ini dilaksanakan satu bulan sekali dan satu minggu sekali
di bulan Ramadhan. Gambaran pelaksanaan proses terapi Islam
dapat disimpulkan dari petikan catatan lapangan berikut ini.
Jama’ah Majlis Do’a Mawar Allah terlihat memenuhi
setiap sudut aula kampus I STAIN Salatiga. Jama’ah
perempuan berkelompok dengan perempuan, dan laki-laki
dengan laki-laki. Jama’ah laki-laki kurang dari seperempat
jama’ah wanita. Kebanyakan dari hadirin adalah siswa
SMK di Salatiga. Acara dimulai dengan sambutan dan
tausiah dari Wakil Walikota Salatiga, dilanjutkan dengan
testimoni dari jama’ah yang sembuh dari penyakit dengan
lantaran sedekah, kemudian salat taubat dan hajat
berjama’ah yang dilanjutkan dengan dzikir dan pembacaan
Asma’ul Husna, santunan anak yatim dan terakhir sebagai
penutup adalah do’a bersama yang dipimpin oleh bapak
Yusuf Khumaeni (obs.7 Agust 2011)
Dalam hal ini Sav, selaku terapis biro menegaskan bahwa
Majlis Do’a Mawar Allah bertujuan mengcover masalah klien yang
tidak bisa terselesaikan lewat konsultasi individu di biro (waw.saf.
9 Agustus 2011)
2) Bentuk Terapi dan Tahapan Penanganan Pasien
Bentuk terapi Islam yang dijalankan di biro adalah dengan
do’a, wudhu, dzikir, puasa, salat sunnah, mauidhoh hasanah, dan
juga sedekah. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Mar dalam
wawancara, “ untuk terapi, saya memakai terapi Al Qur’an, wudlu,
salat, puasa, dzikir, ya lihat-lihat kondisi pasiennya” (waw.mar. 8
Agustus 2011).
Wah, staf di biro menambahkan, “saya menggunakan
pendekatan mauidhoh hasanah, do’a dan tasawuf’ (waw.wah. (8
Agustus 2011)
Yang menarik di sini adalah pemakaian terapi sedekah.
Menurut Yus kenapa harus sedekah?, “karena sedekah itu menolak
bala’.”
Sedangkan tahapan-tahapan dalam terapi menurut Sul
adalah,
“Yang paling awal saya tangani itu menghilangkan emosi
negative,
kekalutan,
kecemasan,
ketakutan
dan
kekhawatiran menggunakan neurolinguistik problem dan
hipnoterapi baru setelah tenang kita gunakan spiritiual
thinking yang tujuannya adalah menginstal kembali
kekuatan Allah. Jadi sebenarnya Allah sudah ada dalam diri
kita dan dengan spiritual thinking kita kembali
mengingatkan kepada Allah, dengan menyebut nama Allah
kemudian dibayangkan dengan visualisasi maka
ketenangan pasien akan menjadi lebih kuat dan akan
menemukan solusi atas masalahnya hal ini disebut dengan
self teraphi. Sebelumnya pada saat proses hipnoterapi ada
teknik takholli, tahalli dan tajalli. Takholli adalah tahap
pengungkapan masalah, tahalli tahap mencari solusi, dan
tajalli adalah tahap dimana kita menyatu dengan
Allah”(waw.sul.4 Agustus 2011)
Dari keterangan di atas kesimpulannya adalah bahwa
tahapan terapi itu dimulai dari wawancara klien, dilanjutkan
dengan tahap pembersihan masalah, kemudian tahap terapi inti dan
terahir tahap penyelesaian masalah.
c. Respon Mahasiswa
Data klien mahasiswa dan intensitasnya bisa dilihat melalui
grafik di bawah ini.
Gambar 3. 11
Grafik klien Tazkia dari bulan Januari-Juni
Gambar 3.12
Grafik Klien Tazkia Berdasarkan Pengunjung
Berdasarkan grafik di atas bisa dilihat bahwasanya klien
mahasiswa tidak lebih banyak dari klien yang datang dari
masyarakat umum. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa masih
kurang terbuka terhadap layanan yang biro berikan. Dalam hal ini
Sav berharap dalam wawancaranya (9 Agustus 2011), “harapan
saya, mahasiswa bisa mengoptimalkan peran biro daripada mencari
pelarian ke hal negatif.
Meskipun peran mahasiswa belum optimal, namun dari
hasil wawacara dengan beberapa klien di biro, mereka cukup puas
dengan layanan yang biro berikan. Seperti yang dituturkan oleh
saudari Tin, salah satu mahasiswa STAIN Salatiga
“ Saya sudah beberapa kali berkonsultasi di Biro
Konsultasi Psikologi Tazkia dan dengan konselor yang
berbeda-beda. Sampai saat ini saya merasa puas dengan
nasihat maupun terapi yang diberikan biro kepada saya,
dan setiap kali selesai berkonsultasi saya merasakan
semangat saya kembali” (waw.tin.8Agust2011)
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Konsep Psikoterapi Islam
Dalam menangani masalah klien atau pasiennya Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia menggunakan beberapa teknik, salah satunya adalah
psikoterapi Islam yaitu proses penanganan masalah atau penyembuhan
penyakit psikologis dengan lebih meningkatkan kesadaran mengingat
Allah melalui pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan Al Qur’an
dan As Sunnah.
Sejalan dengan konsep di bab dua yang menyatakan bahwa
pengertian
psikoterapi
Islam
adalah
proses
pengobatan
dan
penyembuhan suatu penyakit baik mental, spiritual, moral, maupun
fisik dengan melalui bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah Nabi saw.
atau secara empiris adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah
swt, malaikat-malaikat-Nya, Nabi dan Rasul-Nya
1. Tujuan Psikoterapi Islam
Sebelumnya telah dijelaskan di bab dua bahwa tujuan
psikoterapi
adalah
untuk
menolong
klien
yang
mengalami
problematika psikologis.
Biro Konsultasi Psikologi Tazkia memperluas tujuan psikoterapi
Islam yaitu selain klien bisa memperoleh solusi atas masalahnya klien
juga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah swt.
Selain itu, tujuannya adalah membantu pasien untuk mengetahui
potensi yang ada pada dirinya, kemudian memberikan motivasi
sehingga pasien bisa mengembangkan potensinya tersebut.
Jadi tujuan psikoterapi Islam tidak hanya menyembuhkan
penyakit atau menyeleaikan masalah saja, tapi juga untuk lebih
mendekatkan klien kepada Allah swt.
2. Teknik dan Metode Psikoterapi Islam
Neurolinguistik
thinking adalah
programic,
hypnotheraphy,
dan
spiritual
metode-metode yang digunakan Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia pada saat membantu kliennya. Selain ketiga metode
tersebut para konselor juga menggunakan teknik takholli yaitu teknik
pengungkapan masalah klien, kemudian tahalli teknik pencarian solusi
dan tajalli sebagai teknik membuka jalan untuk sepenuhnya
memasrahkan masalah kepada Allah sang pembuat masalah. Teknik
termasuk dalam teknik sufistik atau teknik yang dikembangkan dari
ilmu tasawuf
Dalam pelaksanaannya metode dan teknik tersebut diwujudkan
dengan beberapa terapi yaitu; terapi Al Qur’an, terapi do’a, terapi zikir,
terapi puasa, mauidhoh hasanah, dan terapi salat .
Teknik dan metode terapi yang diterapkan di biro sesuai dengan
teknik yang biasa digunakan oleh para ahli dan terapis Islam.
3. Bentuk Terapi Islam
Telah disinggung di atas bahwasanya dalam menerapkan
metode dan teknik terapi, para terapis menggunakan beberapa bentuk
terapi Islam. Terapi tersebut seperti, melakukan dzikir dan do’a
bersama, salat sunat, puasa, membaca Al Qur’an, mauidhoh hasanah,
dan sedekah.
Berbeda dengan konsep sebelumnya yang tidak menyinggung
masalah sedekah atau terapi sedekah. Sedekah di sini digunakan
sebagai salah satu metode dalam mengatasi masalah karena sedekah
bisa menolak bala’. Hal ini diyakini karena permasalahan bisa jadi
merupakan bala’ atau cobaan dari Allah, dan Allah-lah yang akan
memberikan jalan keluar dari bala’ tersebut.
4. Tahap-tahap Terapi Islami
Tahap-tahap yang dilalui terapis pada saat menjalankan praktik
terapi adalah, yang pertama wawancara seputar latar belakang
kehidupan dan permasalahan pasiennya. Yang kedua memberikan
kesempatan kepada pasien untuk menceritakan masalahnya. Ketiga
bersama-sama klien mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Tahap terakhir adalah memasrahkan atau mengembalikan masalah
kepada Allah dengan cara yang Islami. Tahap ini sesuai dengan
metode takholli, tahalli, dan tajalli yang biasanya dipraktikan pada
saat terapi per-individu. Sedangkan untuk terapi masal, tidak
diperlukan tahap takholli dan tahalli melainkan langsung masuk ke
tahap tajalli.
5. Peran Terapis Islam
Seorang terapis bertugas mengantarkan pasiennya untuk
menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapinya, yaitu
mengantarkan pasien untuk bertemu langsung kepada Dzat yang
membuat masalah yaitu Allah. Terapis sebagai fasilitator agar pasien
tidak lari dari masalah atau lebih buruknya terjerumus pada hal-hal
negatif.
Sedikit berbeda dengan teori di bab dua, tugas terapis di sini
hanya mengantarkan atau membantu pasiennya keluar dari masalah.
Karena mengobati dan menyembuhkan penyakit atau masalah adalah
tugas Allah, terapis hanyalah perantara antara Allah dan pasien.
B. Problematika Yang Dihadapi Mahasiswa STAIN Salatiga
Dari data temuan pada bab tiga dapat dilihat bahwa jenis problem
yang dialami mahasiswa STAIN dan sudah masuk ke biro antara lain,
masalah pribadi, masalah keluarga, dan masalah karir.
Sedangkan
hasil temuan melalui angket yang disebarkan biro
konsultasi tazkia dikelompokkan menjadi berikut antara lain: Problem
yang berkaitan dengan studi , problem etika bergaul dengan dosen dan
karyawan,; problem sosial, problem keluarga, problem ekonomi, problem
religi,
problem
psikologis/kepribadian,
kesehatan/gangguan fisik.
problem
moral,
problem
Dari sekian banyak masalah yang disebut di atas semua masih
dalam jangkauan batas normal dan dapat diselesaikan di biro konsultasi.
C. Implementasi Psikoterapi Islam di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia
Dalam Mengatasi Problematika Psikologis Mahasiswa STAIN
Salatiga.
Dalam mengimplemensikan psikoterapi Islam, Biro Konsultasi
Psikologi
Tazkia
menyediakan
layanan
terapi
dengan
cara
mengkombinasikan konsep terapi umum dengan ajaran Islam di dalamnya.
Hal ini dilakukan selain karena biro berada di bawah lembaga Islam
STAIN Salatiga juga karena biro ingin mengantarkan mahasiswa untuk
selalu berada di jalur yang benar dalam pandangan agama maupun
masyarakat.
Bentuk layanannya adalah selalu memberikan nasehat Islami setiap
kali ada klien mahasiswa datang berkunjung ke biro. Pelayanan ini adalah
pelayanan per-individu. Sedangkan layanan terapi Islam secara masal
dilaksanakan dalam kegiatan Majelis
Do’a
Mawar
Allah
yang
diselenggarakan setiap bulan sekali dan khusus bulan Ramadhan
dilaksanakan setiap minggu.
Dalam kegiatan Majlis Do’a Mawar Allah, jama’ah diberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk meminta solusi masalah dengan
membaca do’a dan dzikir bersama. Selain itu diadakan pula salat sunnah
berjama’ah dan santunan kepada anak yatim.
Secara garis besar,
implementasi psikoterapi Islam di biro
terhadap masalah mahasiswa belum begitu maksimal. Hal tersebut terjadi
karena kurang adanya respon dari mahasiswa akan keberadaan dan peran
biro di STAIN Salatiga.
Oleh karena itu keberadaan Majelis Do’a Mawar Allah diharapkan
mewakili peran biro dalam menyelesaikan permasalahan mahasiswa
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Problematika yang dialami mahasiswa STAIN Salatiga sangatlah
kompleks, tapi yang paling sering ditemui oleh para konselor maupun
terapis adalah problem pergaulan, studi, dan keluarga.
2.
Implementasi psikoterapi Islam dalam mengatasi problematika
mahasiswa di STAIN Salatiga masih belum maksimal, melihat
mahasiswa belum bisa terbuka dengan adanya Biro Konsultasi
Psikologi Tazkia. Jumlah mahasiswa yang berkunjung ke biro jauh
lebih sedikit dibanding dengan klien yang berasal dari masyarakat
umum. Begitu pula dari pihak biro belum memiliki kecukupan dana
untuk melakukan kegiatan pendekatan terhadap mahasiswa. Namun
secara garis besar, konsep psikoterapi Islam telah berjalan di Biro
Konsultasi Psikologi Tazkia, dengan menyelenggarakan programprogram terapi secara individu maupun masal seperti Majelis Doa
Mawar Allah.
B. Saran
Dari penelitian tentang implementasi psikoterapi Islam dalam
mengatasi problematika mahasiswa STAIN Salatiga ini, ada beberapa
saran yang bisa kami berikan sebagai berikut:
1. Untuk Biro Konsultasi Tazkia:
a. Menambah kegiatan dalam rangka merangkul mahasiswa
STAIN Salatiga agar lebih terbuka terhadap program yang
ditawarkan biro.
b. Meningkat kualitas para konselor terutama di bidang terapi
Islam, agar pelaksanaan terapi Islam di biro bisa lebih optimal.
2. Untuk mahasiswa:
Mahasiswa bisa lebih mengoptimalkan peran biro dengan
mengunjungi biro setiap kali ada masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaki, Hamdani Bakran. 2006.
Konseling Dan Psikoterapi Islam,
Yogyakarta:Fajar Pustaka Baru
Ancok, D, & Suroso, F. N. 2004. Psikologi Islami Solusi Islam Atas ProblemProblem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Anshari, Endang Saefudin. 1986. Kuliah Al Islam. Jakarta : CV. Rajawali
Arifin, Isep Zaenal. 2009. Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah
Melalui Psikoterapi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Arikunto, Suharsimi. 1980. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis,
Jakarta : Bumi Aksara
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research.Yogyakarta : UGM Press
Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : PT. Bumi
Aksara
Lexy, J. Moleong. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Mujib, A dan Mudzakir, J. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Nashori. F. 1994. Membangun Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: SI Press
Rahayu, Iin Tri. 2009. Psikoterapi Perspektif Islam Dan Psikologi Kontemporer,
Malang:UIN Malang Wordpress
Subandi, MA. 2001. Membangun Psikoterapi Berwawasan Islam. M. Thoyibi dan
M. Ngemron (Ed). Surakarta: Muhammadiyah University Press.
__________(ed). 2002. Psikoterapi Pendekatan Kinvensional dan Kontemporer.
Yogyakarta: Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM
http://psikologi.or.id
Download