IMPLEMENTASI PSIKOTERAPI ISLAM DALAM MENGATASI PROBLEMATIKA PSIKOLOGIS MAHASISWA STAIN SALATIGA (Studi di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia STAIN Salatiga tahun 2011) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: Nurul Fitriani NIM 11107130 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2011 MOTTO إِ ﱠن َﻣ َﻊ اﻟْﻌُ ْﺴ ِﺮ ﻳُ ْﺴ ًﺮا Artinya : ”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyiroh 6) َُﺧﻴْـ ُﺮُﻛ ْﻢ َﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻌﻠَ َﻢ اﻟْ ُﻘ ْﺮآ َن َو َﻋﻠﱠ َﻤﻪ Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori) PERSEMBAHAN ”Fabiayyiaalaai robbikuma tukadzdzibaan”. ”Maka nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau dustakan”. Aku tidak akan pernah bosan mengatakan hal ini. Akhirnya, skripsiku selesai juga !!! Terimakasih kepada Tuhan, orangtua, saudara-saudaraku, keponakan pengalih dunia Zafa, Rif’at, Zadit dan semua sahabat terbaik yang selalu mendukungku, Mbak Lusi, Mas Nazil, Amin ”Jeho”, Mbak Soraya, Nanas, Mbak Ratna, Pok Yuni, dan yang lain yang tak bisa ku sebutkan satu persatu ”Muchas Grasias”!!! KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah wa syukrulillah, senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga sampai saat ini kita masih mendapatkan ketetapan iman dan Islam. Hanya karena-Nyalah penulis berhasil menyelesaikan PSIKOTERAPI laporan Penelitian ISLAM DALAM dengan judul MENGATASI “ IMPLEMENTASI PROBLEMATIKA PSIKOLOGIS MAHASISWA STAIN SALATIGA TAHUN 2011 (STUDI DI BIRO KONSULTASI TAZKIA) “ sebagai tugas akhir dalam studi menempuh gelar Sarjana Strata I Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepangkuan beliau junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, yang telah memberikan penerangan kehidupan melalui ajaran-ajaran agama islam hingga saat ini dengan kitab suci Al- Qur’an. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan sebagai balasan kepada mereka yang terhormat : 1. Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku Ketua STAIN Salatiga 2. Suwardi, M. Pd selaku Kepala Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga 3. Dra. Siti Asdiqoh, M. Si selaku Kepala Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga ABSTRAK Fitriani, Nurul. 2011. Implementasi Psikoterapi Islam Dalam Mengatasi Problematika Psikologis Mahasiswa Stain Salatiga Tahun 2011 (Studi Di Biro Konsultasi Tazkia). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muna Erawati, M. Si. Kata kunci: psikoterapi Islam dan problematika psikologis. Pada masa kini kita melihat kenyataan bahwa banyak permasalahan emosional dalam bidang pekerjaan, perkawinan, hubungan manusia dan kehidupan kemasyarakatan. Hal ini merupakan rangsangan dan inspirasi untuk perluasan penggunaan psikoterapi dalam bidang psikologis, pekerjaan sosial, agama, kepemimpinan dan penegak hukum. Kenyataan merasuknya penyakit emosional ke dalam struktur watak individu telah meluaskan tujuan psikoterapi, tidak sekedar mengurangi atau mengubah gejala menuju pada koreksi kerusakan pola hubungan manusiawi. Dalam hal ini ahli psikoterapi mampu menjadi perantara dalam mekanisme perubahan struktur dan watak Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui implementasi psikoterapi Islam di biro konsultasi psikologi Tazkia dalam mengatasi problematika psikologis mahasiswa STAIN Salatiga. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah, (1) Bagaimanakah konsep psikoterapi Islam?, (2) Apa sajakah problematika yang dialami mahasiswa STAIN Salatiga?, (3) Bagaimana implementasi psikoterapi Islam dalam mengatasi masalah psikologis mahasiswa di biro konsultasi psikologi Tazkia?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi pengembangan (research and development). Temuan penelitian menunjukkan bahwa Biro Konsultasi Psikologi Tazkia mempunyai beberapa program layanan konseling dan terapi. Dalam terapi, salah satu metode yang digunakan adalah psikoterapi religius. Psikoterapi religius atau lebih tepatnya psikoterapi Islam merupakan metode penanganan masalah atau proses penyembuhan penyakit dengan lebih meningkatkan kesadaran mengingat Allah melalui bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah. Hal ini selain bertujuan untuk menyembuhkan penyakit juga dapat lebih mendekatkan klien kepada Allah swt. Dalam perjalanannya klien yang datang ke biro tidak hanya dari kalangan mahasiswa tapi juga dari masyarakat umum. Kebanyakan dari mereka mengeluhkan masalah pribadi, sedangkan untuk klien mahasiswa sendiri lebih kepada masalah pergaulan, studi dan keluarga. Proses penanganan problem klien di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia dibagi menjadi dua yaitu penanganan klien secara individu dan massal. Penanganan secara massal merupakan solusi biro untuk menyelesaikan permasalahan klien yang belum bisa terbuka dengan keberadaan biro secara individu, juga untuk mengoptimalkan peran serta mahasiswa STAIN Salatiga dalam mengfungsikan biro, mengingat jumlah klien mahasiswa jauh lebih sedikit dibanding klien dari masyarakat umum. Mengacu pada temuan tersebut, maka penelitian ini merekomendasikan agar kegiatan di biro untuk mahasiswa ditambah sehingga mahasiswa bisa mengoptimalkan peran Biro Konsultasi Psikologi Tazkia. DAFTAR ISI HALAMAN LOGO ...................................................................................... i HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ....................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................. v HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................. viii ABSTRAK .................................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................ xii BAB I BAB II : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1 B. Fokus Penelitian ................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................ 4 D. Kegunaan Penelitian ............................................................ 4 E. Penegasan Istilah ................................................................ 5 F. Metode Penelitian ................................................................ 6 G. Sistematika Penelitian.......................................................... 13 : KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Psikoterapi Islam .......................................... 16 1. Pengertian, Sejarah dan Kedudukan Psikoterapi Islam ...... 16 2. Tujuan Psikoterapi Islam .................................................. 20 3. Metode Paikoterapi Islam ................................................. 23 4. Bentuk dan Teknik Psikoterapi Islam................................ 27 5. Fungsi dan Tugas Terapis ................................................. 32 B. Konsep Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan Islam ................................................................................... 33 1. Manusia Perspektif Psikologi ........................................... 33 2. Manusia Perspektif Islam ................................................. 45 C. Gangguan Penyakit Psikologis Manusia .............................. 55 BAB III : PAPARAN DAN TEMUAN DATA PENELITIAN A. Profil Biro Konsultasi Psikologi Tazkia ............................... 58 B. Temuan Data ....................................................................... 62 1. Konsep Psikoterapi Islam Menurut Pandangan Konselor dan Pengurus Biro Konsultasi Psikologi Tazkia ........................................................................... 2. Problematika Psikologis Klien Mahasiswa Yang Ditangani Biro Konsultasi Psikologi Tazkia .................. 3. 62 64 Implementasi Konsep Psikoterapi Islam di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia .......................................... 66 BAB IV : PEMBAHASAN A. Konsep Psikoterapi Islam .................................................... 73 B. Problematika Yang Dihadapi Mahasiswa STAIN Salatiga ... 76 C. Bentuk Implementasi Psikoterapi Islam di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia Dalam Mengatasi Problematika Mahasiswa........................................................................... BAB V 77 : PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................ 79 B. Saran-saran .......................................................................... 80 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sangat agung, yang memberikan pencerahan kepada manusia dalam berbagai aspek terkait dengan alam semesta, manusia dan kehidupan, tentang Dzat yang ada sebelum kehidupan dunia dan alam yang ada sesudahnya serta hubungan ketiga unsur tadi dengan Dzat yang menciptakannya. Dengan kata lain Islam adalah sebuah ideologi (tidak sekedar agama ritual) yang mampu menjawab setiap problematika umat manusia. Semenjak ribuan tahun yang lalu konsep tentang manusia banyak dirumuskan oleh para ahli dari mulai filsuf, ilmuwan dan agamawan. Manusia moncoba untuk mengetahui hakikat atau esensi dirinya. Seiring berjalannya waktu sejarah mencatat bahwa teori-teori mengenai hakikat atau esensi manusia terus berkembang. Hal inilah yang kemudian memicu lahirnya berbagai disiplin ilmu dengan manusia sebagai subjek dan atau objek kajiannya, dan psikologi adalah salah-satu disiplin ilmu yang termasuk di dalamnya. Menurut Prawitasari, secara umum disiplin ilmu psikologi yang selama ini berkembang memiliki tiga fungsi utama, yaitu; menerangkan (explanation), memprediksi (prediction) dan mengontrol (controlling) perilaku manusia. Di dalam aplikasinya, salah-satunya terdapat apa yang dinamakan dengan psikoterapi. Istilah psikoterapi (dan konseling) sendiri memiliki pengertian sebagai suatu cara yang dilakukan oleh para profesional (psikolog, psikiater, konselor, dokter, guru, dsb.) dengan tujuan untuk menolong klien yang mengalami problematika psikologis (Subandi Ed, 2001: 93). Dalam masyarakat Islam, praktek psikoterapi juga telah diterapkan, bahkan ada yang sudah dilembagakan. Fungsi sebagai psikoterapis (dan konselor) banyak diperankan oleh para tokoh agama atau ulama, guru sufi atau tarekat atau kyai yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan spiritual atau supernatural. Metode dan teknik yang dipakai pun tidak keluar dari jalur ajaran Islam, yaitu yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Sunnah. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk lebih mengingatkan klien kepada Sang Maha Menyembuhkan(Subandi Ed, 2001:92) Pada masa kini kita melihat kenyataan bahwa banyak permasalahan emosional dalam bidang pekerjaan, perkawinan, hubungan manusia dan kehidupan kemasyarakatan. Hal ini merupakan rangsangan dan inspirasi untuk perluasan penggunaan psikoterapi dalam bidang psikologis, pekerjaan sosial, agama, kepemimpinan dan penegak hukum. Kenyataan merasuknya penyakit emosional ke dalam struktur watak individu telah meluaskan tujuan psikoterapi, tidak sekedar mengurangi atau mengubah gejala menuju pada koreksi kerusakan pola hubungan manusiawi. Dalam hal ini ahli psikoterapi mampu menjadi perantara dalam mekanisme perubahan struktur dan watak Selain itu tema psikoterapi sering juga dibicarakan di lembaga pendidikan sebagi salah satu metode dalam menangani problematika psikologi siswa didik. Siswa yang mempunyai permasalahan dapat berkonsultasi pada guru bimbingan konseling agar mendapatkan solusi yang tepat. Di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, didirikan biro sebagai wadah untuk berkonsultasi yaitu Biro Konsultasi Psikologi Tazkia. Di biro tersebut terdapat beberapa pelayanan, salah satunya adalah psikoterapi. Psikoterapi yang digunakan di biro merupakan gabungan antara psikoterapi umum dan psikoterapi religius, atau biasa disebut dengan psikoterapi Islam. Psikoterapi biasanya ditujukan bagi pasien yang mempunyai permasalahan kompleks dan tidak cukup jika diselesaikan dengan konsultasi saja. Pertanyaan yang muncul dari latar belakang diatas adalah, bagaimanakah cara biro menyelesaikan permasalahan klien dengan psikoterapi Islam?. Apa sajakah problematika yang bisa diselesaikan dengan psikoterapi Islam?. Bagaimanakah konsep psikoterapi Islam yang diterapkan di Biro Konsultasi Tazkia? Melihat fenomena di atas dalam skripsi ini penulis mencoba untuk menelaah lebih dalam mengenai psikoterapi yang berwawasan Islam serta aplikasinya di dunia pendidikan dengan judul ”IMPLEMENTASI PSIKOTERAPI ISLAM DALAM MENGATASI PROBLEMATIKA PSIKOLOGIS MAHASISWA STAIN SALATIGA TAHUN 2011 (STUDI DI BIRO KONSULTASI PSIKOLOGI TAZKIA STAIN SALATIGA)” B. Fokus Penelitian Sehubungan dengan judul dan latar belakang di atas maka masalah dapat difokuskan sebagai berikut 1. Apa saja problematika psikologis yang dialami mahasiswa STAIN Salatiga? 2. Bagaimana implementasi program psikoterapi Islam dalam mengatasi masalah psikologis mahasiswa di biro konsultasi psikologi Tazkia? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui secara jelas konsep psikoterapi Islam 2. Untuk mengetahui problematika apa saja yang dialami mahasiswa STAIN Salatiga 3. Untuk mengetahui implementasi program psikoterapi Islam dalam mengatasi problematika mahasiswa STAIN Salatiga D. Kegunaan Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritik maupun praktis meliputi : 1. Manfaat Teoretik Memberikan sumbangan pemikiran bagi pendidikan Islam dan menambah khazanah keilmuan terutama mengenai konsep dan strategi implementasi psikoterapi Islam di lembaga pendidikan tinggi agama. 2. Manfaat Praktis Menambah pengetahuan peneliti, lembaga pendidikan, dan khalayak ramai tentang cara psikoterapi Islam menangani permasalahan psikologis di lingkungannya. E. Penegasan Istilah 1. Psikoterapi Islam Psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit baik mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah Nabi saw. atau secara empiris adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah swt, malaikatmalaikat-Nya, Nabi dan Rasul-Nya (Adz-Dzaky,2006:228) Psikoterapi Islam adalah pengobatan dengan cara mendekatkan klien atau pasien kepada Allah swt, melalui metode dan teknik yang sesuai dengan ajaran agama Islam. 2. Problematika Psikologis Problematika berasal dari bahasa Inggris, problem. Dalam bahasa Latin, problema, dari bahasa Yunani, problema (Bagus, 1996 : 906) yang artinya permasalahan atau masalah sulit yang harus dihadapi. Sedangkan Psikologis adalah hal-hal yang bersifat kejiwaan (Partanto & Al Barry, 1994 : 637) Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika psikologis dalam penelitian ini adalah masalah-masalah kejiwaan yang harus dihadapi mahasiswa STAIN Salatiga dalam proses pendidikan. F. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian, metode mutlak diperlukan karena merupakan cara yang teratur dan sistematis untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Metode ini diperlukan agar hasil penelitian dapat diperoleh secara optimal. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2003:90). Penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus di lapangan. 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen utama pengambil data. Peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya peneliti menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian di sini tepat karena peneliti menjadi segalanya dalam proses penelitian. Namun, instrumen penelitian di sini dimaksudkan sebagai alat pengumpul data seperti tes pada penelitian kualitatif (Moleong, 2009:168). 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kantor Biro Konsultasi Psikologi Tazkia, yang berada di area kampus I STAIN Salatiga, Jl. Tentara Pelajar 2 Salatiga. Pemilihan lokasi tersebut karena, Biro Konsultasi Psikologi Tazkia menerapkan praktik psikoterapi Islam sesuai dengan tema yang sedang penulis teliti. 4. Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2009 : 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, dan foto. Jenis-jenis data diatas digolongkan menjadi dua yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang dikumpulkan langsung dari informan utama yaitu, Drs. Ahmad Sulthoni, M.Pd selaku terapis psiko-religius di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang mendukung penelitian seperti dari terapis atau konselor lain di biro, juga bahan-bahan pustaka dan dokumentasi lapangan. 5. Prosedur Pengumpulan Data Untuk mempermudah proses penelitian, peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data, sebagai berikut : a. Interview/wawancara Menurut Hadi (1995 : 115) metode wawancara adalah suatu proses tanya-jawab dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri suaranya. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1986 : 129), metode interview adalah metode penelitian yang dipergunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu. Dengan metode ini peneliti dapat memperoleh keterangan tentang data yang dibutuhkan secara lebih luas. Selanjutnya data yang diperoleh bisa disaring dan dipergunakan sesuai kebutuhan. Dalam penelitian ini jenis wawancara yang dilakukan adalah pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar materi yang dirumuskan dan tidak perlu ditanyakan secara berurutan (Moleong, 2009:187) Oleh karena itu, sebelumnya peneliti menyusun pedoman interview untuk mempermudah jalannya wawancara. b. Metode Observasi Agar data-data sesuai dengan kenyataan dan tujuan yang diharapkan, maka perlu digunakan tekhnik pengumpulan data yaitu obervasi. Metode observasi diartikan sebagai fenomena yang diselidiki, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (Keraf, 1980 : 162). Sedangkan menurut Hadi (1994 : 136), observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis fenomenafenomena yang diselidiki. Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemeran serta sebagai pengamat. Di sini peneliti tidak sepenuhnya menjadi pemeran serta, hanya sebagai anggota pura-pura dan tidak melebur dalam arti sesungguhnya (Moleong, 2009:177). Metode ini dilakukan sebagai penjajakan awal dan seterusnya terhadap lapangan penelitian agar penulis lebih memahami kondisi sesungguhnya sehingga memperoleh data yang valid. c. Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dalam penggunaan metode dokumen ini, guna menyelidiki benda-benda tertulis, seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, buku administrasi yang lain dan sebagainya (Arikunto, 2002 : 128). 6. Analisis Data Analisis data menurut Patton (1980), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Hasan, 2006 : 29). Dengan menggunakan metode ini tidaklah dimaksudkan untuk memperoleh penelitian yang baru akan tetapi hanya mendapatkan kejelasan atau penjelasan suatu pengertian tertentu dari penelaahan obyek penelitian. metode yang digunakan untuk membahas sekaligus sebagai kerangka pikir pada penelitian adalah sebagai berikut : a. Metode Induksi Metode untuk mendapatkan data-data yang bersifat khusus, pengertian-pengertian khusus yang dikemukakan oleh para ahli kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Metode induksi adalah metode yang berangkat dari kenyataan-kenyataan yang konkrit, kemudian dari faktafakta atau jenis-jenis ditarik generalisasi yang bersifat umum (Hadi,1995:42) b. Metode Deduksi Metode yang berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik tolak pengetahuan yang umum itu, kita hendak menilai suatu kejadian yang bersifat khusus (Hadi,1995:42) c. Reduksi Data Reduksi data adalah data yang diperoleh dari lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk urutan atau laporan yang terperinci (Nasution, 2003 : 129). Penyajian data dilakukan untuk pemahaman informasi yang terkumpul, memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Pada mulanya data yang diperoleh dikumpulkan dan diidentifikasikan secara sederhana sesuai dengan data yang diperoleh dari lapangan. d. Sintesis Sintesis yaitu suatu penanganan suatu objek tertentu dengan cara menggabung-gabungkan pengertian yang satu dengan yang lainnya, sehingga menghasilkan pengertian yang baru. Dengan demikian sintesis dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan kritik. 7. Pengecekan Keabsahan Data Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, penulis menggunakan cara ketekunan dan keajegan pengamatan serta triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2009: 330). Dalam pelaksanaannya peneliti membandingkan data dari informan primer dengan informan lain, hingga data benar-benar dapat teruji kebenarannya. 8. Tahap-tahap Penelitian a. Penelitian Pendahuluan Penulis mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan topik penelitian, kemudian menyusun kerangka atau bahan untuk memulai penelitian b. Pengembangan desain Setelah data-data dari buku terkumpul, barulah penulis melaksanakan observasi ke lapangan untuk mencocokkan hasil temuan pustaka dengan realita di lapangan. c. Penelitian lapangan Penulis melakukan penelitian di lapangan, dan mengambil data-data yang dibutuhkan dalam penelitian, kemudian data tersebut dianalis dan dilaporkan. G. Sistematika Penelitian Skripsi ini disusun dalam lima bab yang secara sistematis dapat dijabarkan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Fokus Penelitian C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Penegasan Istilah F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian 2. Kehadiran Peneliti 3. Lokasi Penelitian 4. Sumber Data 5. Prosedur Pengumpulan Data 6. Analisis Data 7. Pengecekan Keabsahan Data 8. Tahap-tahap penelitian G. Sistematika Penulisan Skripsi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Psikoterapi Islam 1. Pengertian, Sejarah dan Kedudukan Psikoterapi Islam 2. Tujuan Psikoterapi Islam 3. Metode Psikoterapi Islam 4. Bentuk dan Tekhnik Psikoterapi Islam 5. Fungsi dan Tugas Terapis B. Konsep Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan Islam 1. Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi 2. Kepribandian Manusia Perspektif Islam C. Gangguan dan Penyakit Psikologis Manusia BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Profil Biro Konsultasi Psikologi Tazkia B. Temuan Data 1. Konsep Psikoterapi Islam Menurut Pandangan Konselor dan Pengurus Biro Konsultasi Psikologi Tazkia 2. Problematika Psikologis Klien Mahasiswa Yang Ditangani Biro Konsultasi Psikologi Tazkia 3. Implementasi Konsep Psikoterapi Islam di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia BAB VI PEMBAHASAN A. Konsep Psikoterapi Islam B. Problematika Yang Dihadapi Mahasiswa STAIN Salatiga C. Bentuk Implementasi Psikoterapi Islam Di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia Dalam Mengatasi Problematika Mahasiswa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran BAB II KAJIAN PUSTAKA D. Konsep Dasar Psikoterapi Islam 6. Pengertian, Sejarah dan Kedudukan Psikoterapi Islam a. Pengertian Psikoterapi Islam Istilah psikoterapi (psychotherapy) mempunyai pengertian cukup banyak dan kabur, terutama karena istilah tersebut digunakan dalam berbagai bidang seperti psikiatri, psikologi, bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), Kerja Sosial (case work), Pendidikan dan Ilmu Agama. Secara harfiah psikoterapi berasal dari kata psycho yang berarti jiwa, dan therapy yang berarti penyembuhan. Psikoterapi sama dengan penyembuhan jiwa atau usada jiwa atau usada mental hal ini dikemukakan oleh Subandi (Rahayu, 2009:191) Psikoterapi juga diartikan sebagai pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis. Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran dan emosinya sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikis (Rahayu, 2009:192) Konsep-konsep di atas dewasa ini berkembang dengan berbagai inovasi dan modifikasi, salah satunya dengan adanya praktik psikoterapi dengan memadukan ajaran-ajaran agama khususnya agama Islam. Metode ini dikenal dengan psikoterapi Islam yang muncul dari induk psikoterapi religius. Pengertian dari psikoterapi Islam itu sendiri adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit baik mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah Nabi saw. atau secara empiris adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah swt, malaikat-malaikat-Nya, Nabi dan Rasul-Nya (Adz-Dzaky, 2006:228) Menurut Arifin (2009: 23) Psikoterapi dapat diistilahkan atau diartikan sebagai al isytisyfa bi al Qur’an wa al Du’a, yaitu penyembuhan terhadap penyakit-penyakit dan gangguan psikis yang didasarkan pada tuntunan nilai-nilai Al Qur’an dan doa. Teori-teori psikologi pada umumnya terlalu berorientasi pada manusia atau antroposentris (Bastaman, 1995 dalam Subandi, 2000), sehingga ukuran kebenarannya juga dari kacamata manusiawi. sedangkan dalam perspektif psikologi Islami dalam hal ini psikoterapi Islam kebenarannya harus dikembalikan kepada Al-Quran dan sunnah (Al-Hadits). Beberapa pengertian di atas dapat difahami bahwa psikoterapi Islam adalah bagian pengobatan dari sisi manusia dari aspek yang bersifat rohaniah ketimbang aspek fisik atau jasmaniah dengan menggunakan ajaran-ajaran yang berlaku dalam Islam. b. Sejarah Munculnya Psikoterapi Telah dijelaskan di atas bahwa psikoterapi Islam berada di bawah struktur psikoterapi religious. Benih kemunculan psikoterapi religius tampak sejak timbulnya kesadaran masyarakat Barat pada peran-peran nilai spiritual. Selanjutnya banyak psikolog yang mengajukan pendapatnya tentang peranan agama dalam menangani masalah gangguan mental. William James misalnya, mengatakan bahwa tidak ragu lagi terapi terbaik bagi kesehatan jiwa adalah keimanan kepada Tuhan. Tokohtokoh seperti Bill dan Link berpendapat seperti halnya James bahwa orang-orang yang benar-benar religius tidak akan pernah menderita sakit jiwa. Aliran-aliran psikologi humanistik seperti Abraham H. Maslow dan Victor Frankl dengan logo terapinya adalah tokoh-tokoh psikolog yang banyak memasukkan unsur agama dalam terapinya (Ancok dan Suroso, 1994: 95-97) Di Barat sendiri konseling agama biasa disebut dengan Pastoral Counseling yang bertujuan untuk memberikan bantuan pemecahan problem secara individual melalui proses pencerahan batin dengan potensi keimanan yang semakin kuat berpengaruh dalam pribadi seseorang sesuai dengan ajaran agama yang dianut (Arifin, 2009:24) Di kalangan kedokteran Islam, terutama pada masa kejayaan Islam di wilayah belahan timur di bawah kepemimpinan Dinasti Abbasiyah dan di wilayah Barat seperti di Andalus dan Spanyol Islam, Psikoterapi religius pernah dikenal dengan sebutan thib al rahmany (penyembuhan Ilahi). Fakta ini didukung dengan munculnya berbagai tulisan dari para pemikir Islam, baik yang berprofesi sebagai dokter maupun dari kalangan sufi yang secara spesifik tergolong sebagai rujukan bagi psikoterapi religius, khususnya psikoterapi Islam (Arifin, 2009: 25) c. Kedudukan Psikoterapi Adanya Thib Al Rahmany, Pastoral Counseling dan religio psycoterapy merupakan indikator-indikator penting diperhatikannya dimensi spiritual dalam psikoterapi. Itulah sebabnya sejak tahun 1984 dalam sidang umumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerima usulan bahwa dimensi spiritual keagamaan sama pentingnya dengan dimensi-dimensi lain, yaitu dimensi biologispsikologis dan psikososial. Dengan demikian, pendekatan psikoterapi telah bergeser dari tiga dimensi yaitu bio-psikososial kepada empat dimensi, yaitu bio-psiko-sosio-spiritual. Empat dimensi tersebut disebut sebagai pendekatan holistik dalam psikoterapi yaitu terapi psikofarmaka, terapi psikologis, terapi psikososial, terapi psiko-spiritual (Arifin, 2009: 26). Dengan demikian, kedudukan psikoterapi Islam adalah bagian dari jenis psikoterapi religius. Sedangkan psikoterapi religius merupakan bagian dari empat pendekatan holistik dalam psikoterapi yang berkembang saat ini. 7. Tujuan Psikoterapi Islam Corey (1991) merumuskan tujuan psikoterapi pada usaha untuk memberikan rasa aman, bebas, agar klien mengeksplorasi diri dengan enak, sehingga ia bisa mengenali hal-hal yang mencegah pertumbuhannya dan bisa mengalami aspek-aspek pada dirinya yang sebelumnya ditolak atau terhambat. Untuk memungkinkannya berkembang ke arah keterbukaan, memperkuat kepercayaan diri, kemauan melakukan sesuatu dan meningkatkan spontanitas dan kesegaran dalam hidupnya (Rahayu, 2009: 196) Menurut Adz-Dzaki (2002: 278) tujuan psikoterapi Islam antara lain : a. Memberikan pertolongan kepada setiap individu agar sehat jasmani dan rohani atau sehat mental, spiritual dan moral. b. Menggali dan mengembangkan potensi esensial sumber daya insani. c. Menghantarkan individu kepada perubahan konstruksi dalam kepribadian dan etos kerja. d. Meningkatkan kualitas keimanan, keislaman, keihsanan, dan ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari dan nyata. e. Menghantarkan individu mengenal, mencintai dan berjumpa dengan esensi diri/jati diri serta dzat yang maha suci yaitu Allah SWT. Menurut Prawitasari, (dalam Subandi, 2000: 128) istilah psikoterapi (dan konseling) memiliki pengertian sebagai suatu cara yang dilakukan oleh para profesional (psikolog, psikiater, konselor, dokter, guru, dsb.) dengan tujuan untuk menolong klien yang mengalami problematika psikologis. Lebih lanjut Prawitasari menjelaskan tentang tujuan psikoterapi secara lebih spesifik meliputi beberapa aspek kehidupan manusia antara lain: a. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar, b. Mengurangi tekanan emosi melalui pemberian kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang dalam. c. Membantu klien mengembangkan potensinya d. Mengubah kebiasaan dan membentuk tingkah laku baru. e. Mengubah struktur kognitif f. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan. g. Meningkatkan pengetahuan diri dan insight. h. Meningkatkan hubungan antar pribadi; i. Mengubah lingkungan sosial individu; j. Mengubah proses somatik supaya mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran tubuh melalui latihan-latihan fisik; k. Mengubah status kesadaran untuk kesadaran, kontrol dan kreativitas diri. mengembangkan Kutipan di atas tampak jelas bahwa persoalan yang ditangani oleh psikoterapis Barat menyangkut masalah-masalah yang bersifat fisiologis-emosional-kognitif-behavioral-sosial. Meskipun jangkauannya bervariasi, seringkali konotasi menjadi sempit, yaitu hanya mengarah kepada suatu usaha dalam proses penyembuhan, menghilangkan persoalan dan gangguan. Walaupun sebenarnya ada beberapa psikoterapis yang memasukan isu pengembangan diri sebagai agenda dalam terapi. Tetapi secara umum orang akan selalu beranggapan bahwa jika ada seseorang sedang menjalani suatu psikoterapi, berarti sedang berusaha menyembuhkan diri. Gambaran mengenai Psikoterapi Islam sendiri memiliki ruang lingkup dan jangkauan yang lebih luas. Selain menaruh perhatian pada proses penyembuhan, psikoterapi Islam sangat menekankan pada usaha peningkatan diri, seperti membersihkan kalbu, menguasai pengaruh dorongan primitif, meningkatkan derajat nafs, menumbuhkan akhlaqul karimah dan meningkatkan potensi untuk menjalankan amanah sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Mappiare, (dalam Subandi, 2000:151) menekankan bahwa psikoterapi Islam bertujuan untuk mengembalikan seorang pribadi pada fitrahnya yang suci atau kembali ke jalan yang lurus. Lebih jauh lagi Hamdani, (2004:254) menyebutkan bahwa psikoterapi juga perlu memberikan bimbingan kepada seseorang untuk menemukan hakekat dirinya, menemukan Tuhannya dan menemukan rahasia Tuhan. Psikoterapi Islam tidak hanya memberikan terapi pada orangorang yang “sakit” sesuai dengan kriteria mental-psikologis-sosial, tetapi juga perlu ikut menangani orang-orang yang “sakit” secara moral dan spiritual. Jadi ukuran yang dijadikan sebagai standar untuk menentukan kriteria suatu tingkah laku itu perlu diterapi atau tidak, yang pertama-tama adalah nilai moral-spiritual dalam Islam, baru kemudian mengacu pada kriteria-kriteria psikologi yang ada. 8. Metode Psikoterapi Islam Menurut Arifin (2009: 42) cara memperoleh (metodologi), sumber psikoterapi berwawasan Islam ada empat, yaitu: 1) Metode istimbath, yaitu diturunkan langsung dari Al Qur’an 2) Metode iqtibas, dari hasil ijtihad para ulama’ 3) Metode istiqro’iy, yaitu dari penalaran dan hasil penelitian empiric termasuk dari Barat sejauh tidak bertentangan dengan semangat Al Qur’an dan As Sunnah 4) Metode perpaduan komprehensif jami’ baina nufus al zakiyah wal ‘uqud as shafiyyah Dari metode-metode berkembang beberapa metode lagi seperti: 1) terapi dengan Al Qur’an; 2) terapi dengan doa; 3) terapi zikir; 4) terapi Shalat; 5) terapi mandi; 6) terapi puasa; 7) terapi hikmah; 8) terapi tarikat dan tasawuf. Adz-Dzaki (2002: 254) memaparkan metode-metode psikoterapi Islam sebagai berikut: a. Metode ilmiah (Method of Science). Adalah metode yang selalu dan sering diaplikasikan dalam dunia pengetahuan pada umumnya untuk membuktikan suatu kebenaran dan hipotesa dalam penelitian di lapangan. b. Metode keyakinan (Method of Tenacity). Metode berdasarkan suatu keyakinan yang kuat dimiliki oleh seorang peneliti keyakinan tersebut diraih melalui: 1) Ilmul yaqin Suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu secara teoritis. 2) Ainul yaqin Suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata kepala secara langsung. 3) Haqqul yaqin Suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan, penghayatan, pengalaman empiris, artinya si peneliti sekaligus menjadi pelaku dan peristiwa dari penelitiannya. 4) Kamalul yaqin Keyakinan yang sempurna dan lengkap karena dibangun di atas keyakinan berdasarkan hasil pengamatan, dan penghayatan teoritis. c. Metode otoritas (method of authority). Suatu metode dengan menggunakan otoritas yang dimiliki oleh seorang terapis yaitu berdasarkan keahlian, kewibawaan dan pengaruh positif. Atas dasar itulah seorang psikoterapis memiliki hak penuh untuk melakukan tindakan secara bertanggung jawab, apabila seorang psikoterapis memiliki otoritas yang tinggi, maka sangat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan terhadap suatu penyakit/gangguan yang sedang diderita oleh seseorang. d. metode intuisi (method of intuition). Metode berdasarkan ilham/yang bersifat wahyu yang datangnya dari Allah SWT. Metode ini sering digunakan oleh para sufi dan orang-orang yang dekat dengan Allah dan mereka memiliki pandangan batin yang tajam (bashirah) serta tersingkapnya alam keajaiban. Subandi, mengajukan metode dan teknik menjadi beberapa fase, yaitu : a) Takhalli terapi yang dibagi Merupakan metode pengosongan diri dari bekasanbekasan kedurhakaan dan pengingkaran dosa terhadap Allah Ta’ala dengan jalan melakukan pertaubatan yang sesungguhnya (nasuha). b) Tahalli Yaitu pengisian diri dengan ibadah dan ketaatan, aplikasi tauhid dan akhlak terpuji dan mulia. Dalam upaya mencapai esensi tauhid c) Tajalli Secara makna dapat berarti tampak, terbuka dan menampakan/menyatakan diri pada tingkat inilah Allah Ta’ala menampakkan dirinya seluas-luasnya kepada hambaNya yang dikehendakiNya. Semua hijab yang lahir, batin, dan dia telah terbuka lebar Itulah tujuan utama metodologi sufisme atau tasawuf dalam aplikasi proses psikoterapi yaitu pengetahuan, pengobatan dan perawatan diri secara totalitas dan sempurna. 9. Bentuk dan Teknik Psikoterapi Islam Muhammad Mahmud Mahmud (dalam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001: 185), seorang psikolog muslim ternama membagi psikoterapi Islam dalam dua kategori, pertama, bersifat duniawi berupa pendekatan dan teknik-teknik pengobatan psikis setelah memahami psikopatologi dalam kehidupan nyata. Psikoterapi duniawi merupakan hasil daya upaya manusia berupa teknik-teknik terapi atau pengobatan kejiwaan yang didasarkan atas kaidah-kaidah insaniyah. Kedua, bersifat ukhrawi, berupa bimbingan mengenai nilai-nilai moral, spiritual dan agama, dan kedua model psikoterapi ini satu sama lain saling terkait. Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2001: 186) psikoterapi dalam Islam yang dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi, baik yang bersifat duniawi, ukhrawi maupun penyakit manusia modern adalah sebagaimana ungkapan dari Ali bin Abi Thalib yaitu, obat hati ada lima macam, (1) membaca Al-Quran sambil mencoba memahami artinya; (2) melakukan shalat malam; (3) bergaul dengan orang yang baik atau shalih; (4) memperbanyak shaum atau puasa; (5) dzikir malam hari yang lama. Barang siapa yang mampu melakukan salah salah satu dari kelima macam obat hati tersebut maka Allah akan mengabulkannya (permintaannya dengan menyembuhkan penyakit yang diderita) Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab di dalamnya terdapat rahasia mengenai bagaimana menyembuhkan penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat sugesti keimanan seseorang. Sugesti yang dimaksud dapat diraih dengan mendengar, membaca, memahami dan merenungkan, serta melaksanakan isi kandungannya, dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra, 71:82). Terapi yang kedua adalah melakukan shalat malam (qiyamul lail). Keampuhan terapi shalat sunnah ini sangat terkait dengan pengamalan shalat wajib, sebab kedudukan terapi shalat sunnah hanya menjadi suplemen bagi terapi shalat wajib. Adapun hikmah dari pelaksanaan shalat malam dalam hal ini shalat tahajud adalah: a. Mendapat kedudukan terpuji di hadapan Allah SWT. ﻮدا َ ﻚ َرﺑﱡ َ َﻚ َﻋ َﺴﻰ أَ ْن ﻳَـ ْﺒـ َﻌﺜ َ ََوِﻣ َﻦ اﻟﻠﱠْﻴ ِﻞ ﻓَـﺘَـ َﻬ ﱠﺠ ْﺪ ﺑِ ِﻪ ﻧَﺎﻓِﻠَﺔً ﻟ ً ﻚ َﻣ َﻘ ًﺎﻣﺎ َﻣ ْﺤ ُﻤ Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. (QS. AlIsraa, 71:79). b. Memiliki kepribadian orang-orang salih yang dekat dengan Allah SWT., terhapus dosanya dan terhindar dari perbuatan munkar. c. Jiwanya selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu dan ketentraman dan dijanjikan kenikmatan syurga. d. Doanya makbul, mendapat ampunan Allah SWT., dan dilapangkan rizkinya. e. Ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. Shalat secara umum memiliki empat aspek terapeutik, pertama adalah aspek olahraga, karena shalat adalah suatu proses yang menuntut aktivitas fisik yang di dalamnya terdapat proses relaksasi. Salah satu teknik yang banyak dipakai dalam proses terapi gangguan jiwa adalah latihan relaksasi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Nizami diungkap bahwa shalat menghasilkan bio energi yang menghantarkan si pelaku dalam situasi seimbang (equilibrium). Hasil penelitian lainnya dari Arif Wisono Adi, 1985 (dalam Ancok dan Nashori, 1994) menunjukan adanya korelasi negatif yang signifikan antara keteraturan menjalankan shalat dengan tingkat kecemasan. Makin rajin dan teratur orang melakukan shalat maka makin rendah tingkat kecemasannya. Kedua adalah aspek meditasi. Shalat adalah proses yang menuntut konsentrasi yang dalam (khusuk) dan kekhusukan dalam shalat adalah suatu proses meditasi, yang dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa aktivitas meditasi dapat menghilangkan kecemasan. Ketiga adalah aspek auto-sugesti. Bacaan dalam pelaksanaan shalat adalah ucapan yang dipanjatkan pada Allah. Di samping berisi pujian pada Allah juga berisikan doa dan permohonan pada Allah agar selamat di dunia dan di akhirat. Proses shalat pada dasarnya adalah terapi yang tidak berbeda dengan terapi “self-hypnosis” dengan mensugesti diri sendiri dengan mengucapakan hal-hal yang baik pada diri sendiri agar memiliki sifat yang baik tersebut. Keempat adalah aspek kebersamaan. Hal ini tampak pada saat pelaksanaan shalat berjamaah yang pada pelaksanaannya memupuk rasa kebersamaan. Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa perasaan “keterasingan” dari orang lain adalah penyebab utama terjadinya gangguan jiwa. Dengan shalat berjamaah perasaan terasing dari orang lain itu dapat hilang. Terapi yang ketiga adalah bergaul dengan orang salih. Orang yang salih adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan mampu mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam berbagai dimensi kehidupan. Jika seseorang dapat bergaul dengan orang salih maka nasihat-nasihat dari orang salih tersebut akan dapat memberikan terapi bagi kelainan atau penyakit mental seseorang. Dalam terminologi tasawuf hal ini tergambar pada seorang guru sufi atau mursyid yang memiliki ketajaman batin terhadap kondisi penyakit muridnya. Terapi yang keempat adalah melakukan puasa. Maksud puasa di sini adalah menahan (imsak) diri dari segala perbuatan yang dapat merusak citra fitri manusia. Al-Ghazali mengemukakan bahwa hikmah berpuasa (menahan rasa lapar) adalah: a. Menjernihkan kalbu dan mempertajam pandangan akal; b. Melembutkan kalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin; c. Menjauhkan perilaku yang hina dan sombong, yang perilaku ini sering mengakibatkan kelupaan; d. Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah, sehingga sangat hati-hati di dalam memilih makanan e. Memperlemah syahwat da tertahannya nafsu amarah yang buruk; f. Mengurangi tidur untuk diisi dengan berbagai aktivitas ibadah; g. Mempermudah untuk selalu tekun beribadah; h. Menyehatkan badan dan jiwa; i. Menumbuhkan kepedulian sosial; j. Menumbuhkan rasa empati; Terapi yang kelima adalah zikir. Dalam arti sempit zikir berarti menyebut asma-asma agung dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti yang luas, zikir mencakup pengertian mengingat segala keagungan dan kasih sayang Allah SWT. yang telah diberikan kepada kita, sambil mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang untuk mengingat, menyebut dan mereduksi kembali hal-hal yang tersembunyi dala hatinya. Zikir juga mampu mengingatkan seseorang bahwa yang membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT., semata sehingga zikir mampu memberi sugesti penyembuhannya, melakukan zikir sama nilainya dengan terapi relaksasi. 10. Fungsi dan Tugas Terapis Dalam psikoterapi berwawasan Islam fungsi terapis adalah sebagai pembimbing (mursyid) bagi klien untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih tinggi dan sempurna sesuai dengan kapasitas manusia dan fitrah kemanusiaannya. Sebagai mursyid, dia bertanggung jawab kepada fungsi tiga unsur kehidupan manusia, yaitu membimbing jasmani klien agar terhindar dari segala perbuatan yang mengotori jasad manusia, merusak hal-hal berharga dalam fisik dan biologis manusia dengan prinsip preventif terhadap lima hal yaitu: a. Hifzh al din (memelihara ketentuan ibadah dari agama) ; b. Hifzh al nafsi ( memelihara kebersihan jiwa) ; c. Hifzh al nasal (memelihara keturunan) ; d. Hifzh al mal (memelihara harta) ; e. Hifzh al ‘aql (memelihara dari hal yang merusak akal). Terkait dengan nafsani, seorang mursyid harus dapat mengadakan terapi terhadap segala gangguan dan penyakit nafsani berdasarkan tuntunan agama dan sains kemudian menjaga kebersihan jiwa dari segala hal yang mengotorinya. Terkait dengan ruhani, seorang mursyid mampu mengobati segala gangguan dan penyakit ruhani yang dapat mengotori kesucian ruhani. Apalagi diketahui penyakit ruhani adalah penyakit yang berefek pada kotornya manusia di hadapan manusia sekaligus di hadapan Allah. Dari sini diketahui tugas seorang mursyid dalam wawasan psikoterapi Islam bertanggung jawab terhadap kesembuhan, keselamatan, dan kebersihan klien dunia akhirat. Karena itu, aktifitas proses penyembuhan (isytisyfa), bimbingan, peringatan, adalah berdimensi ibadah, berefek sosial, dan bermuatan teologis tidak semata-mata bersifat kemanusiaan (Arifin, 2009: 41) E. Konsep Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan Islam 3. Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi Dalam psikologi penentu perilaku utama manusia dan corak kepribadian adalah keadaan jasmani, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan. Dalam hal ini unsur ruhani sama sekali tidak masuk hitungan karena dianggap termasuk penghayatan subjektif semata-mata. Selain itu aliran-aliran psikologi menunjukkan bahwa filsafat yang mendasarinya bercorak antroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai pusat segala pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama segala peristiwa yang menyangkut masalah manusia (Rahayu, 2009:39) Aliran-aliran psikologi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Psikologi Fungsionalisme Fungsionalisme adalah orientasi dalam psikologi yang menekankan pada proses mental dan menghargai manfaat psikologi serta mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara kebutuhan manusia dan lingkungannya. Fungsionalisme memandang bahwa pikiran, proses mental, persepsi indrawi, dan emosi adalah adaptasi organisme biologis. Fungsionalisme lebih menekankan pada fungsi-fungsi dan bukan hanya fakta-fakta dari fenomena mental, atau berusaha menafsirkan fenomena mental dalam kaitan dengan peranan yang dimainkannya dalam kehidupan. Aliran fungsionalisme merupakan aliran psikologi yang pernah sangat dominan pada masanya, dan merupakan hal penting yang patut dibahas dalam mempelajari psikologi. Pendekatan fungsionalisme berlawanan dengan pendahulunya, yaitu strukturalisme. Aliran fungsionalisme juga keluar dari pragmatism sebagai sebuah filsafat. Aliran fungsionalisme berbeda dengan psikoanalisa, maupun psikologi analisis, yang berpusat kepada seorang tokoh. Fungsionalisme memiliki macam-macam tokoh antara lain Willian James, John Dewey, J.R.Anggell dan James Mc.Keen Cattell . b. Psikoanalisis Psikologi adalah salah satu disiplin ilmu yang berupaya menjelaskan perilaku manusia. Tetapi perlu dipahami bahwa di dalam disiplin psikologi ini terdapat banyak cabang yang meski sama-sama menjelaskan faktor-faktor determinan perilaku manusia, namun tak jarang bertolak belakang secara ekstrem. Salah satu titik ekstrem adalah aliran behavioristik, beserta derivatnya, yang berkeyakinan bahwa segala macam perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya yang disebutnya stimulus. Tujuan perilaku manusia adalah merespon stimulus ini. Sedangkan di ujung lainnya berdiri aliran Psikoanalisa yang dikomandani oleh Sigmund Freud, beserta derivatnya. Aliran ini berasumsi bahwa energi penggerak awal perilaku manusia berasal dari dalam dirinya yang terletak jauh di alam bawah sadar. Di antara kedua ekstrem tersebut bercecer aliran-aliran lain yang merupakan konvergensi dari ke dua ekstrem tersebut. Sigmund Freud, pendiri psikoanalisa, adalah ahli psikologi pertama yang memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia, bukan kepada bagian-bagiannya yang terpisah. Selain itu, dengan memfokuskan pada salah satu aliran saja diharapkan bisa mengenal lebih mendalam pemanfaatan psikologi bagi kehidupan. Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur : kepala, kaki, lengan dan batang tubuh, Sigmund Freud, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang. Ketiga sistem ini meliputi : Id, Ego, dan Superego. Sebagaimana akan dijelaskan nanti, masing-masing sistem atau instansi memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. a) Id Sigmund Freud mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es yang terapung-apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di permukaan laut, sedangkan bagian terbesar dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis seseorang sebagian besar juga tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh yang bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau diperhitungkan, karena mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi seseorang. Dalam pandangan Freud, apa yang dilakukan manusia khususnya yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini dinamakan “ketaksadaran dinamis”, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu. Freud menggunakan istilah id untuk menunjukkan wilayah ketaksadaran tersebut. Id merupakan lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis manusia. Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari id saja. Pada janin dalam kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus prosen sama identik dengan id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau. Namun demikian, id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia – pusat instink (hawa nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua instink dominan, yakni : i. Libido – instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; ii. Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan (eros), yang dalam konsep Freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan, cinta diri (narcisisme). Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego. b) Ego Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskannya. Subsistem yang kedua – ego – berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Aktivitas Ego tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri melalui bahasa. Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan sintesis psikis. c) Superego Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Freud. Sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego. Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak jarang menghantam dan menyerang ego. Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar, perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal. c. Psikologi Behaviorisme Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subjek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai objek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku manusia sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau kondisioning terhadap manusia tersebut. Aliran ini mengangap bahwa manusia adalah netral, baik atau buruk dari perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan yang dialami oleh manusia tersebut. Pendapat ini merupakan hasil dari eksperimen yang dilakukan oleh sejumlah penelitian tentang perilaku binatang yang sebelumnya dikondisikan. Aliran perilaku ini memberikan kontribusi penting dengan ditemukannya asas-asas perubahan perilaku yang banyak digunakan dalam bidang pendidikan, psikoterapi terutama dalam metode modifikasi perilaku. Asas-asas dalam teori perilaku terangkum dalam hukum penguatan atau law of enforcement, yakni : 1) Classical Conditioning Suatu rangsang akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila rangsang tersebut sering diberikan bersamaan dengan rangsang lain yang secara alamiah menimbulkan pola reaksi tersebut. 2) Law of Effect Perilaku yang menimulkan akibat-akibat yang memuaskan akan cenderung diulang, sebaliknya bila akibat-akibat yang menyakitkan akan cenderung dihentikan. 3) Operant Conditioning Suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila dengan perilaku tersebut berhasil diperoleh hal-hal yang dinginkan oleh pelaku (penguat positif), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang diinginkan (penguat negatif). 4) Modelling Munculnya perubahan perilaku terjadi karena proses dan penaladanan terhadap perilaku orang lain yang disenangi (model) Keempat asas perubahan perilaku tersebut berkaitan dengan proses belajar yaitu berubahnya perilaku tertentu menjadi perilaku baru. d. Psikologi Gestalt Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Fenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat fenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu fenomena terdapat dua unsur yaitu objek dan arti. Objek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, objek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada objek itu. e. Psikologi Humanistik Dari segi bahasa humanisme artinya kemanusiaan, sedangkan menurut istilah berarti suatu paham mengenai kemanusiaan yang hakiki. Jelasnya, humanisme adalah suatu gerakan atau aliran yang bertujuan untuk menempatkan manusia pada posisi kemanusiaan yang sebenarnya. Perhatian psikologi humanistik yang utama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalamanpengalaman mereka sendiri. Karena pembahasan mengenai teori kepribadian humanistik ini direpresentasikan oleh teori kepribadian Maslow, maka ajaranajaran dasar psikologi humanistik yang akan kita bahas untuk sebagian besar berasal dari Maslow. Abraham H. Maslow, dia dikenal sebagai salah satu tokoh yang menonjol dari psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam upaya memahami motivasi manusia. Sebagian besar dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada dua hal: 1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang, 2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self). Menurut Maslov ada beberapa kebutuhan, terutama kebutuhankebutuhan jasmaniah, yang lebih asasi. Kemudian ada pula kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Secara terperinci apa yang disampaikan Maslow dapat dilihat dalam penjelasan berikut. Maslow membagi kebutuhan tersebut menjadi 5 secara garis besar, yaitu: 1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologi. 2. Kebutuhan akan rasa aman. 3. Kebutuhan akan cinta dan rasa saling memiliki. 4. Basic need: self-esteem need. 5. Metaneed: self actualization need. f. Psikologi Transpersonal Transpersonal berasal dari kata trans dan personal. Trans yang berarti melewati dan personal yang berarti pribadi atau psikis. Psikologi transpersonal memfokuskan diri pada bentuk-bentuk kesadaran manusia, khususnya taraf kesadaran ASCs (Altered States of Consciosness). Dua unsur penting aliran transpersonal adalah potensi luhur seperti keruhanian, pengalaman mistik dan lain sebagainya. Unsur penting yang kedua adalah corak kesadaran yaitu memasuki alam kebatinan, pengalih dimensi meditasi. Dalam Aliran Psikologi Transpersonal tedapat beberapa konsep yaitu: 1. Pengalaman puncak a) Merasa damai atau tenang b) Merasa harmonis dan menyatu dengan alam c) Memiliki pemahaman yang mendalam 2. Transendensi diri Mengacu pada pengalaman langsung akan sesuatu koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan alam semesta 3. Kesehatan jiwa optimal a) Pemahaman dan pemenuhan diri b) Mampu melakukan coping dengan baik Psikologi transpersonal dikembangkan pertama kali oleh para ahli yang sebelumnya mengkaji secara mendalam bidang humanistik seperti Abraham Maslow, C.G. Jung, Victor Frankl, Antony Sutich, Charles Tart dan lainnya. Dengan melihat dari para tokoh awalnya maka dapat diketahui bahwa psikologi transpersonal merupakan turunan langsung dari psikologi humanistik. Perbedaan antara psikologi humanistik dan psikologi transpersonal adalah di dalam psikologi transpersonal lebih menggali kemampuan manusia dalam dunia spiritual, pengalaman puncak, dan mistisme yang dialami manusia. Beberapa kalangan berpendapat bahwa bidang spiritualitas dan kebatinan hanya didominasi oleh para ahli-ahli agama dan juga praktisi mistisme, namun ternyata dalam perkembangannya, kesadaran akan hal ini dapat diaplikasikan dan dibahas dalam ilmu pasti. Secara garis besar seperti yang dikemukakan oleh Lajoie dan Shapiro dalam Journal of Transpersonal Psychology didefinisikan psikologi transpersonal sebagai studi mengenai potensi tertinggi dari manusia melalui pengenalan, pemahaman dan realisasi terhadap keesaan, spiritualitas dan kesadaran-transendental. Psikologi transpersonal juga melepaskan diri dari keterikatan berbagai bentuk agama yang ada. Namun walau demikian dalam penelitiannya psikologi transpersonal mengkaji pengalaman spiritual yang dialami oleh para ahli spiritual yang berasal dari berbagai macam agama sebagai subjek penelitiannya. 4. Kepribandian Manusia Perspektif Islam Berdasarkan informasi Al Qur’an , ada tiga istilah penting yang terkait dengan manusia, yaitu bagian yang tampak atau jasad, ruh dan nafs. Ketiga komponen ini saling melengkapi dan memiliki fungsi masingmasing. Dalam kondisi menyatu ketiganya merupakan kelengkapan tersendiri, sedangkan ketika mereka terpisah satu sama lain mereka akan memiliki fungsi masing-masing (Arifin, 2009:34). Penjelasan mengenai konsep manusia menurut psikologi Islami banyak dipengaruhi oleh konsep manusia menurut pandangan ilmu tasawuf, yang secara umum dapat kita temukan dengan melihat beberapa aspek: a. Aspek Jismiyah (Dimensi jasad): Jasad adalah salah satu aspek dalam diri manusia yang bersifat material. Bentuk dan keberadaannya dapat diindera oleh manusia, seperti tubuh dan anggota-anggotanya seperti tangan, kaki, mata, telinga dan lain-lain. Di dalam Al-Quran banyak disebutkan bahwa manusia telah dikaruniai raga dengan sebaik-baiknya bentuk. ِ َﺣﺴﻦ ﺻﻮرُﻛﻢ وإِﻟَْﻴ ِﻪ اﻟْﻤ ِ َﺧﻠَ َﻖ اﻟ ﱠﺴﻤﺎو ﺼ ُﻴﺮ َ ات َو ْاﻷ َْر َ ْﺤ ﱢﻖ َو َ ض ﺑِﺎﻟ َ َ ْ َ َ ُ َ َ ْ ﺻ ﱠﻮَرُﻛ ْﻢ ﻓَﺄ ََ “Dia menciptakan langit dan bumi dengan haq. Dia membentuk rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu dan hanya kepada Allah-lah kembali(mu)”.(QS At-Taghaabun, 64:3) ِ ِْ ﻟَ َﻘ ْﺪ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ َﺣ َﺴ ِﻦ ﺗَـ ْﻘ ِﻮ ٍﻳﻢ ْ اﻹﻧْ َﺴﺎ َن ﻓﻲ أ “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS At-Tiin, 95:4) Dari aspek jasad inilah kemudian timbulnya kecenderungan dan keinginan yang disebut syahwat, yaitu ketertarikan terhadap hal-hal keduniawian, seperti yang disebutkan di dalam Al-Quran: ِ ِ ِ ات ِﻣﻦ اﻟﻨ ِ ﺐ اﻟ ﱠﺸ َﻬﻮ ِ ُزﻳﱢ َﻦ ﻟِﻠﻨ ْﻤ َﻘ ْﻨﻄََﺮةِ ِﻣ َﻦ ﱠﺎس ُﺣ ﱡ ُ ﻴﻦ َواﻟْ َﻘﻨَﺎﻃﻴ ِﺮ اﻟ َ ﱢﺴﺎء َواﻟْﺒَﻨ َ َ َ ِ ﻚ ﻣﺘﺎع اﻟ ِ ِ ﱠﺔ واﻟْ َﺨﻴ ِﻞ اﻟْﻤﺴ ﱠﻮﻣ ِﺔ و ْاﻷَﻧْـﻌ ِﺎم واﻟ ِ ِ ِ اﻟ ﱠﺬﻫ ُْﺤﻴَﺎة اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َواﻟﻠﱠﻪ َ َ ُ َ َ َ ْﺤ ْﺮث ذَﻟ َ َ َ َ َ َ ُ ْ َ ﺐ َواﻟْﻔﻀ ِﻋ ْﻨ َﺪﻩُ ُﺣ ْﺴ ُﻦ اﻟ َْﻤﺂَب “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apaapa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”(QS. Ali-Imran, 3:14). Selain itu jasad memiliki sifat buruk. Keburukan jasad disebabkan karena jasad merupakan penjara bagi ruh, mengganggu kesibukan ruh untuk beribadah kepada Allah SWT., dan jasad tidak mampu mencapai makrifatullah. b. Aspek Nafsiyah Dalam kebanyakan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, nafs diartikan dengan jiwa atau diri. Namun dalam konteks ini nafs yang dimaksud adalah substansi psikofisik manusia, dimana komponen yang bersifat jasadi (jismiyah) bergabung dengan komponen ruh sehingga menciptakan potensi-potensi yang potensial, tetapi dapat aktual jika manusia mengupayakannya. Setiap komponen yang ada memiliki dayadaya laten yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia. Aktualisasi nafs membentuk kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Aspek nafsiyah memiliki potensi bawaan yang ada pada psikofisik manusia yang dibawa semenjak lahir dan yang akan menjadi pendorong serta penentu bagi tingkah laku manusia, baik berupa perbuatan, sikap, ucapan dan sebagainya. Di dalam aspek nafsiyah ini terdapat tiga dimensi yang memiliki peranan yang berbeda satu sama lain, yaitu: 1) Dimensi Kalbu (Al-Qolb) Secara tegas Al-Ghazali (dalam Abul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001) melihat kalbu dari dua aspek, yaitu kalbu yang bersifat jasmani dan kalbu yang bersifat ruhani. Kalbu jasmani adalah salah satu organ yang terdapat di dalam tubuh manusia berupa segumpal daging yang berbentuk seperti buah sanubar (sanubari) atau seperti jantung pisang yang terletak di dalam dada sebelah kiri. Kalbu ini lazimnya disebut jantung. Sedangakan kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus (lathif), rabbani dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani. Bagian ini merupakan esensi manusia. Al-Ghazali berpendapat bahwa kalbu memiliki insting yang disebut dengan al-nur al-ilahy (cahaya ketuhanan) dan al-bashirah albathinah (mata batin) yang memancarkan keimanan dan keyakinan. Al-Zamakhsyariy (dalam Abul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001) menegaskan bahwa kalbu itu diciptakan oleh Allah SWT., sesuai dengan fitrah asalnya dan berkecenderungan menerima kebenaran dari-Nya. Dari sisi ini, kalbu ruhani merupakan bagian esensi dari nafs manusia. Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali struktur nafs yang lain. Apabila kalbu ini berfungsi secara normal maka kehidupan manusia menjadi baik dan sesuai dengan fitrah aslinya. Manusia tidak sekedar mengenal lingkungan fisik dan soialnya, melainkan juga mampu mengenal lingkunngan spiritual, ketuhanan dan keagamaan. Oleh karena itulah maka kalbu disebut juga fithrah ilahiyah atau fithrah rabbaniyah-nuraniyah. Kalbu mampu memperoleh pengetahuan (al-ma’rifah) melalui daya cita rasa (al-zawqiyah). Kalbu akan memperoleh puncak pengetahuan apabila manusia telah mensucikan dirinya dan menghasilkan ilham (bisikan suci dari Allah SWT.) dan kasyf (terbukanya dinding yang menghalangi kalbu). Ketika mengaktual, potensi kalbu tidak selamanya menjadi tingkah laku yang baik. Baik buruknya sangat tergantung pada pilihan manusia itu sendiri. Hal tersebut seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadis: إذا ﺻﻠﺤﺖ ﺻﻠﺢ اﻟﺠﺴﺪ ﻛﻠﻪ وإذا ﻓﺴﺪت ﻓﺴﺪ اﻟﺠﺴﺪ, إ ّن ﻓﻲ اﻟﺠﺴﺪ ﻣﻀﻐﺔ . اﻻ وﻫﻲ اﻟﻘﻠﺐ. ﻛﻠﻪ “Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula. Ingatlah bahwa ia adalah kalbu(hati)” (HR. Al-Bukhari dari Nu’man ibn Basyir). Kalbu secara psikologis memiliki daya-daya emosi (alinfi’aliy), yang menimbulkan daya rasa (al-syu’ur). Sementara AlThabathabai (dalam Abul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001) menyebut dalam tafsirnya bahwa fungsi kalbu selain berdaya emosi juga berdaya kognisi. Hal itu menunjukan bahwa kalbu memiliki dua daya, yaitu daya kognisi dan daya emosi. Daya emosi kalbu lebih banyak diungkap daripada daya kognisinya, sehingga para ahli sering menganggap kalbu sebagai aspek nafsiyah yang berdaya emosi. Apabila terpaksa menyebut kalbu sebagai daya kognisi, itupun hanya dibatasi pada kognisi yang diperoleh melalui pendekatan cita rasa (zawq) bukan pendekatan nalar. Daya kalbu tidak terbatas pada pencapaian kesadaran, tetapi mampu mencapai tingkat supra-kesadaran. Kalbu mampu menghantarkan manusia pada tingkat spiritualitas, keagamaan dan ketuhanan. Semua tingkatan itu merupakan tingkatan supra-kesadaran manusia, sebab kedudukannya lebih tinggi daripada rasio manusia. Manusia dengan kalbunya mampu membenarkan wahyu. Kebenaran wahyu ada yang bersifat rasional dan ada pula yang bersifat suprarasional. Sifat rasional dapat ditangkap oleh daya akal manusia, sedang sifat supra-rasional hanya dapat ditangkap oleh kalbunya. Dengan begitu, fungsi kalbu bukan sekedar merasakan sesuatu, melainkan juga berfungsi untuk menangkap pengetahuan yang bersifat supra-rasional. 2) Dimensi Akal ( Al-’Aql) Secara etimologi, akal memiliki arti al-imsak (menahan), alribath (ikatan), al-hajr (menahan), al-nahy (melarang), dan man’u (mencegah). Berdasarkan makna bahasa ini maka yang disebut orang yang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka jiwa rasionalitasnya mampu bereksistensi. Dalam dimensi jasad akal merupakan hasil dari kerja otak, dimana akal memiliki cahaya nurani yang dipersiapkan untuk mampu memperoleh pengetahuan serta kognisi. Akal merupakan daya berpikir manusia untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat rasional dan dapat menentukan eksistensi manusia. Akal mampu memperoleh pengetahuan melalui daya argumentatif dan juga menunjukan substansi berpikir, aku-nya pribadi, mampu berpendapat, mampu memahami, menggambarkan, menghafal, menemukan dan mengucapkan sesuatu. Karena itulah maka sifat akal adalah kemanusiaan (insaniyah), sehingga ia disebut juga fithrah insaniyah. Secara psikologis akal memiliki fungsi kognisi (daya cipta). Menurut Ibnu Sina (dalam Abul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001), manusia memiliki tiga jiwa, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa binatang dan jiwa berpikir. Jiwa berpikir (akal) pada puncaknya mampu mencapai pemahaman abstrak dan mampu menerima limpahan pengetahuan dari Allah SWT. Akal bukanlah kalbu. Ia merupakan dimensi tersendiri dalam aspek nafsiyah yang berkedudukan di otak yang berfungsi untuk berpikir. Akal memiliki kesamaan dengan kalbu dalam memperoleh daya kognisi, tetapi cara dan hasilnya berbeda. Akal mampu mencapai pengetahuan rasional tetapi tidak mampu mencapai pengetahuan yang supra-rasional. Akal mampu mengungkap hal-hal yang abstrak tetapi belum mampu merasakan hakikatnya. Akal mampu menghantarkan eksistensi manusia pada tingkat kesadaran tetapi tidak mampu mengahantarkan pada tingkat supra-kesadaran. 3) Dimensi Nafsu (An-Nafsu) Nafsu dalam terminologi psikologi dekat dengan sebutan konasi (daya karsa). Konasi (kemauan) adalah bereaksi, berbuat, berusaha, berkemauan, dan berkehendak. Aspek konasi kepribadian ditandai dengan tingkah laku yang bertujuan dan impuls untuk berbuat. Nafsu menunjukan struktur di bawah sadar dari kepribadian manusia. Apabila manusia mengumbar dominasi nafsunya maka kepribadiannya tidak akan mampu bereksistensi, baik di dunia apalagi di akhirat. Nafsu memiliki dua kekuatan yaitu, al-ghadhabiyah dan alsyahwaniyah. Al-ghadhabiyah adalah suatu daya yang berpotensi untuk menghindari diri dari segala yang membahayakan. Al-ghadhabiyah dalam terminologi psikoanalisa disebut dengan difence mechanisme, yaitu tingkah laku yang berusaha membela atau melindungi ego terhadap kesalahan, kecemasan dan rasa malu, perbuatan untuk melindungi diri sendiri dan memanfaatkan dan merasionalisasikan perbuatannya sendiri. Sedangkan al-syahwaniyah atau syahwat adalah suatu daya yang berpotensi untuk menginduksi diri dari segala hal yang menyenangkan. Syahwat dalam terminologi psikologi disebut dengan appetite, yaitu suatu hasrat (keinginan, birahi, hawa nafsu), motif atau impuls berdasarkan perubahan keadaan fisiologi. Prinsip kerja nafsu mengikuti prinsip kenikmatan (pleasure principle) dan berusaha mengumbar impuls-impuls primitifnya. Apabila impuls-impuls ini tidak terpenuhi maka terjadi ketegangan diri. Prinsip kerja nafsu ini memiliki kesamaan dengan prinsip kerja jiwa binatang, baik binatang buas maupun binatang jinak. Binatang buas memiliki impuls agresif (menyerang), sedangkan binatang jinak memiliki impuls seksual. Oleh karena prinsip inilah maka nafsu disebut juga fithrah hayawaniyah. c. Aspek Ruhiyah (Ruh) Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi kehidupannnya. Ruh adalah pembeda antara esensi manusia dengan esensi mahluk lain. Ruh berbeda dengan spirit dalam terminologi psikologi, sebab term ruh lebih kepada subtansi, berbeda dengan spirit yang lebih kepada akibat atau efek dari ruh. Menurut Al-Ghazali (dalam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001) ruh merupakan sesuatu yang halus (lathifah) yang bersifat ruhani. Ia dapat berpikir, mengingat, mengetahui dan sebagainya. Ruh juga merupakan penggerak bagi keberadaan jasad manusia (nyawa) yang bersifat gaib. Pembahasan mengenai ruh dibagi menjadi dua, pertama, ruh yang berhubungan dengan zatnya sendiri, dan kedua ruh yang berhubungan dengan badan jasmani. Ruh yang pertama disebut dengan al-munazzalah, sedang yang kedua disebut dengan al-gharizah, atau disebut dengan nafsaniah. Ruh al-munazzalah berkaitan dengan esensi asli ruh yang diturunkan atau diberikan secara langsung dari Allah SWT. kepada manusia. Ruh ini esensinya tidak berubah, sebab jika berubah berarti berubah pula eksistensi manusia. Ruh ini diciptakan di alam ruh (‘alam arwah) atau di alam perjanjian. Karena itu ruh al-munazzalah ada sebelum tubuh manusia itu ada, sehingga sifatnya sangat gaib yang adanya hanya diketahui melalui informasi wahyu. Ruh al-munazzalah melekat pada diri manusia. Ruh ini dapat dikatakan sebagai fitrah asal yang menjadi esensi (hakikat) struktur manusia. Fungsinya berguna untuk memberikan motivasi dan menjadikan dinamisasi tingkah laku. Ruh ini membimbing kehidupan spiritual nafsani manusia untuk menuju pancaran nur ilahi yang suci yang menerangi ruangan nafsani manusia, meluruskan akal budi dan mengendalikan impuls-impuls rendah. Wujud ruh al-munazzalah adalah al-amanah. Fazlur Rahman (dalam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001) menyatakan bahwa amanah merupakan inti kodrat manusia yang diberikan sejak awal penciptaan, tanpa amanah manusia tidak memiliki keunikan dengan mahluk-mahluk lain. Amanah adalah titipan atau kepercayaan Allah yang dibebankan kepada manusia untuk menjadi hamba dan khalifah di muka bumi. Tugas hamba adalah menyembah dan berbakti kepada penciptanya (QS. Al-Zariyat, 51:56) yang berbunyi: ِ اﻹﻧْﺲ إِﱠﻻ ﻟِﻴـ ْﻌﺒ ُﺪ ِ ُ وﻣﺎ َﺧﻠَ ْﻘ ون ُ َ َ ِْ ﺖ اﻟْﺠ ﱠﻦ َو ََ Ruh al-munazzalah sendiri perlu pengingat, petunjuk maupun pembimbing yaitu Al-Quran dan sunnah. Apabila aspek terdasar ruhani (al- gharizah) lupa akan dirinya, maka ruh ini memberi peringatan. Al-Gharizah sendiri merupakan bagian dari ruh manusia yang berhubungan dengan jasad. F. Gangguan dan Penyakit Psikologis Manusia Manusia mempunyai dua sisi psikologis yaitu nafsani manusia dan ruhani manusia. Sebagai konsekuensi logis dari pandangan ini, maka gangguan dan penyakit psikologis atau batin manusia juga ada dua, yaitu gangguan dan penyakit nafsani serta gangguan dan penyakit ruhani (Arifin, 2009: 40) Penyakit nafsani tidak lain adalah segala gangguan dan penyakit jiwa dalam psikologi Barat, karena term jiwa dalam psikologi Barat sama dengan nafs dalam psikoterapi Islam. Karena itu, yang termasuk dalam penyakit nafsani ini adalah segala gangguan neurotik dan psikotik. Contoh gangguan jiwa, misalnya: neurasthenia, hysteria, psychastenia dan abnormalitas seksual. Contoh penyakit jiwa, misalnya: schizophrenia, paranoia, manicdepressif, dan lain-lain. Penyakit nafsani ini lebih berefek kepada kondisi sehat-sakitnya psikologis manusia dan lebih bersifat duniawi. Penyakit ruhani adalah segala gangguan dan penyakit yang dalam term Barat disebut mental, yaitu segala gangguan dan penyakit yang mengotori kesucian ruhani manusia. Karena itu, penyakit ruhani lebih berpengaruh kepada sikap mental dan baik-buruknya perilaku seseorang dan bersih tidaknya ruhani seseorang. Contoh penyakit ini seperti murtad, musyrik, kufur, munafik, hasad, riya, ujub, dan lain-lain. Penyakit seperti ini mungkin tidak tergolong gangguan dan penyakit jiwa, tetapi cukup telak menghancurkan sisi amal manusia di hadapan Allah. Karena itu, penyakit ruhani lebih berefek duniawi-ukhrawi karena dapat mencelakakan manusia di akhirat. Dari adanya perbedaan ini, maka dalam wawasan psikoterapi Islami kedalaman sisi psikologis manusia lebih dalam dibanding psikologi Barat (Arifin,2009: 40) Adz Dzaki dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi Islam sasaran atau objek yang menjadi fokus penyembuhan, perawatan atau pengobatan dari psikoterapi Islam adalah manusia secara utuh, yakni yang berkaitan atau menyangkut dengan gangguan pada : a) Mental, yaitu yang berhubungan dengan fikiran, akal, ingatan atau proses yang berasosiasi dengan fikiran, akal, dan ingatan (Chaplin, 1995:407). Seperti mudah lupa, malas berfikir, tidak mampu berkonsentrasi, picik, tidak dapat mengambil suatu keputusan dengan baik dan benar, bahkan tidak memiliki kemampuan membedakan antara halal dan haram, yang bermanfaat dan yang mudharat serta hak dan yang batil. b) Spiritual, yaitu yang berhubungan dengan masalah ruh, semangat atau jiwa, religius, yang berhubungan dengan agama, keimanan, kesalehan dan menyangkut nilai-nilai transedental. (Chaplin, 1995:480) Seperti syirik, nifaq, fasiq, dan kufur ; lemah keyakinan dan tertutup atau terhijabnya alam ruh, alam malakut dan alam ghaib, semua itu akibat dari kedurhakaan dan pengingkaran kepada Allah c) Moral (akhlak) yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian. d) Fisik (jasmaniyah). Tidak semua gangguan fisik dapat disembuhkan dengan psikoterapi Islam, kecuali atas izin Allah (Adz Dzaki, 2006:237-251). Terapi fisik (jasmaniyah) yang paling berat dilakukan oleh psikoterapi Islam, apabila penyakit itu disebabkan karena dosa-dosa kedurhakaan atau kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang, seperti wajah dan kulit tampak hitam, bahkan lebih kotor seperti kudis atau bintik-bintik hitam, padahal sudah melakukan berbagai usaha setelah di psikoterapis ternyata penyakit dan gangguan itu akibat penyakit spiritual, karena murka Allah, seperti yang terjadi pada zaman/masa kenabian atau umat-umat terdahulu. BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Profil Biro Konsultasi Psikologi Tazkia 1. Sejarah Berdirinya Biro Konsultasi Psikologi Tazkia Biro Konsultasi Psikologi Tazkia merupakan lembaga semi otonom berdiri dalam naungan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Lembaga ini diresmikan pada tanggal 22 Maret 2008 sebagai bentuk Tridharma perguruan tinggi yakni pengabdian bagi masyarakat kota Salatiga dan sekitarnya. Awal berdirinya didorong oleh kepedulian terhadap berbagai problem yang dialami mahasiswa, sehingga nama biro konsultasi saat itu adalah Biro Konsultasi Mahasiswa yang khusus ditujukan untuk melayani konseling bagi mahasiswa yang mempunyai masalah. Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat, biro ini kemudian mengembangkan jenis layanan tidak hanya konseling tetapi juga psikotes dan pelatihan-pelatihan yang ditujukan kepada mahasiswa maupun masyarakat umum. Karena itu biro konsultasi berubah nama menjadi Biro Konsultasi Psikologi Tazkia. 2. Visi dan Misi Biro Konsultasi Psikologi Tazkia a. Visi Menjadi lembaga yang melayani kebutuhan mahasiswa dan masyarakat luas dalam mengoptimalkan potensi agar menjadi pribadi yang berkepribadian sehat, berkualitas dan berprestasi melalui pendekatan psikologis dan religious. b. Misi 1) Memberikan layanan pada seluruh civitas akademika STAIN Salatiga dan masyarakat umum dalam menyelesaikan problematika psikologis religious. 2) Memberikan pendampingan pada seluruh civitas akademika STAIN Salatiga dan masyarakat umum dalam menumbuh kembangkan potensi diri 3) Membantu instansi-instansi pemerintah dan swasta untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas 4) Membantu perusahaan maupun organisasi untuk meningkatkan produktifitas kerja. 3. Program Kerja dan Bentuk Layanan Bentuk layanan yang menjadi program kerja Biro Konsultasi Psikologi Tazkia antara lain sebagai berikut : a) Konseling dan konsultasi: bertujuan membantu mengatasi berbagai masalah seperti problem studi, problem keluarga, problem sosial/pergaulan, problem kepribadian, gangguan perilaku/gangguan emosi, gangguan belajar, dan pengembangan karir. b) Terapi: adalah bantuan untuk penyembuhan gangguan perilaku dan gangguan emosi seperti stress, depresi, phobia, trauma, gagap dan sebagainya. c) Psikotes: bertujuan mengungkapkan kapasitas mental seseorang dan menempatkannya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Jenis psikotes yang diberikan antara lain: test intelegensi, test bakat minat, test kepribadian, test penjurusan, test rekruitmen, test promosi jabatan, test multiple intelegensi. d) Training/Pelatihan: yaitu memberikan kegiatan pelatihan sebagai pengembangan kepribadian bagi siswa, guru, orang tua, karyawan dan masyarakat umum dalam berbagai tema seperti: Training peningkatan motivasi, persiapan ujian, peningkatan semangat kerja, team building, hipnotis/NLP for teaching/student, law of attraction berbasis doa dan sedekah. e) Metode-metode yang digunakan untuk pelayanan. Diantara metode yang diterapkan sebagai problem solving yaitu hipnoterapi, outbound, solusi Qur’ani, emotional freedom technique, workshop/seminar/pelatihan. Berikut kami tampilkan grafik kegiatan Biro Konsultasi Psikologi Tazkia tahun 2008-2011 Gambar 3.4 4. Susunan Kepengurusan No. Nama Devisi Pendidikan 1. Dra. Lilik Sriyanti, M.Si Direktur S2 Psikologi 2. Muna Erawati, S. Psi, M. Si Konseling S2 Psikologi 3. Dra. Siti Asdiqoh, M. Pd Konseling S2 Manajemen Pendidikan 4. Dra. Maryatin Konseling S1 Dakwah 5. Eva Palupi, Psi, S. Psi Psikotes S1 Psikologi dan Pendidikan Profesi Psikolog 6. Savitri Dewi, Psi. MCH 7. Ahmad Sulthoni, Hipnoterapi M.Pd, Psychoteraphy S1 Psikolog S2 Manajemen MCH 8. Religius Pendidikan Yusuf Khumaeni, S.Hi, M.H Training dan S2 Hukum Pengembangan SDM Tabel 3.5 5. Jadwal Konsultasi Biro Konsultasi Psikologi Tazkia dibuka setiap hari kecuali hari libur, mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00. B. Temuan Data 1. Konsep Psikoterapi Islam Menurut Pandangan Konselor dan Pengurus Biro Konsultasi Psikologi Tazkia Di depan telah dijelaskan bahwa psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit baik mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah Nabi saw. Salah satu terapis di biro menerangkan bahwa: “Definisi terapi Islam itu, teknik terapi mengatasi sebuah masalah dengan lebih meningkatkan kesadaran mengenal Allah”(waw.sul.4 Agustus 2011) Menguatkan keterangan di atas menurut Mar (waw.mar. 8 Agustus 2011) dan Yus (waw.yus. 9 Agustus 2011) keduanya juga merupakan konselor di biro, psikoterapi adalah proses penyembuhan pasien dengan cara Islami. Hampir sama dengan kedua konselor di atas, Wah (waw. Wah. 8 Agustus 2011) selaku staf di biro menyatakan bahwa psikoterapi Islam adalah suatu cara menangani permasalahan orang lain menggunakan pendekatan agama Islam. Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa psikoterapi Islam adalah teknik atau metode terapi mengatasi masalah klien melalui pendekatan agama Islam agar pasien bisa kembali ke jalan Allah. a. Tujuan Psikoterapi Islam Tujuan terapi Islam adalah mengembalikan kesadaran klien untuk selalu mengingat Allah dan selalu berada di jalan-Nya. Hal ini juga dituturkan oleh Sul “Jadi tujuannya (psikoterapi Islam) ya meningkatkan kesadaran klien untuk mengenal Allah” (waw.sul. 4 Agustus 2011) Hal serupa dituturkan pula oleh Mar selaku konselor di biro, “Tujuan psikoterapi Islam itu mengembalikan pasien ke jalan yang benar yaitu jalan Allah, karena dalam hidupnya manusia itu tidak pernah lepas dari godaan” (waw.mar. 8Agustus 2011) Hasil dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari psikoterapi Islam adalah mengembalikan fitrah manusia sebagai hamba Allah yaitu selalu berpegang teguh di jalan Allah pada saat mendapat cobaan maupun tidak. b. Peran Terapis Di depan telah dijelaskan bahwasanya peran psikoterapis adalah menjadi mursyid atau orang yang memberikan bimbingan kepada pasiennya. “Seorang terapis bertugas membantu kliennya untuk bisa keluar dari masalahnya, mau menerima kekurangan diri dan lingkungannya, memotivasi klien untuk menggali dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya”(waw.mar.8 Agustus 2011) Menurut keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peran terapis adalah sebagi pembimbing pasien agar pasiennya tersebut dapat menemukan jati diri dan masa depannya. Terapis adalah seorang fasilitator bagi pasien dalam mengatasi masalahnya, hal ini ditegaskan oleh Wah dalam wawancara, “ peran terapis ya sebagai fasilitator bagi pasien dalam mencari solusi atas masalahnya” (waw.wah. 8 Agustus 2011) 2. Problematika Psikologis Klien Mahasiswa Yang Ditangani Biro Konsultasi Psikologi Tazkia a. Jenis Problematika Yang Dialami Mahasiswa 1) Problematika Yang Ditangani Langsung Oleh Tim Biro Pada tahun 2011 ini, terhitung sejak bulan Januari sampai dengan bulan Juni ada 81 klien yang berkonsultasi di biro adapun perinciannya sebagaimana tabel berikut: Table 3.7 7 1 2. Pebruar 7 1 Religi 10 Karir Pergaulan Januari Pribadi Keeluarga 1. No Ekonomi Bulan Studi Problematika Klien Biro Jml. . 26 4 4 8 3 8 1 14 2 2 11 i 3. Maret 4. April 5. Mei 1 6. Juni 4 Jml. 2 3 17 4 2 19 10 13 2 3 9 7 24 4 81 Table di atas menunjukkan bahwa sebagian besar klien biro berkonsutasi tentang masalah pribadi, kemudian keluarga dan disusul dengan masalah studi. Dan untuk mahasiswa sendiri, kebanyakan dari mereka mengeluhkan masalah studi, pergaulan, dan keluarga. 2) Problematika Berdasarkan Angket Sebelum proses terapi dan konsultasi, Biro Konsultasi Psikologi Tazkia mengumpulkan profil dan problem mahasiswa. Hal ini bertujuan untuk melihat lebih detail input mahasiswa STAIN Salatiga. Data profil dan problem mahasiswa menggambarkan kondisi mahasiswa secara lengkap meliputi riwayat pendidikan, latar belakang keluarga, kondisi kesehatan, kesulitan yang dialami dan kebutuhan mahasiswa. Data profil dan problem tersebut diperoleh biro dari angket yang dibagikan kepada seluruh mahasiswa angkatan 2010. Berdasar data tersebut, seluruh civitas akademika serta unit terkait dapat melihat kondisi mahasiswa yang sebenarnya dengan lengkap dan detail dari berbagai sudut pandang. Adapun aspek yang diungkap mahasiswa angkatan 2010 meliputi: Data problem diperoleh dari angket chek problem yang terdiri dari 61 item pertanyaan. Chek problem berguna untuk mengetahui problem apa saja yang dialami mahasiswa. Pendataan problem mahasiswa dikelompokkan menjadi beberapa aspek yaitu: 1. Problem yang berkaitan dengan studi ; 2. Problem etika bergaul dengan dosen dan karyawan; 3. Problem sosial; 4. Problem keluarga; 5. Problem ekonomi; 6. Problem religi; 7. Problem psikologis/kepribadian; 8. Problem moral; 9. Problem kesehatan/gangguan fisik; Profil dan problem mahasiswa merupakan kondisi nyata mahasiswa. Data tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan akademik dalam menyusun program kerja, pendampingan terhadap mahasiswa, penentuan kegiatan serta pendekatan mengajar yang tepat bagi mahasiswa. 3. Implementasi Psikoterapi Islam Di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia a. Metode-metode Psikoterapi Islam Yang diterapkan di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia Dalam menjalankan suatu program akan lebih mudah apabila sebelumnya telah ada gambaran metode apa yang akan digunakan. Seperti halnya di biro konsultasi Tazkia ini, para konselor telah menguasai beberapa teknik maupun metode dalam mengatasi problem kliennya. Menurut Pak Sulthoni selaku psikoterapis religius di biro, ada tiga metode untuk menangani problem klien yaitu hipnoterapi, neurolinguistic Program dan spiritual thinking. Sedangkan teknik yang beliau pakai adalah takholli, tahalli, dan tajalli. Dengan metode dan teknik tersebut diharapkan klien dapat menemukan solusi dari masalahnya. Hal ini sering disebut dengan self therapy atau penyembuhan atas dirinya sendiri. Seperti penuturan beliau: “ Dengan metode tersebut diharapkan pasien tenang. Karena yang paling mendasar itu ketenangan. Karena kalau klien tenang itu biasanya lebih mudah mencari solusi” (waw.sul.4 Agustus 2011) Dalam penggunaannya pun berbeda-beda, tergantung dari masalah yang dialami. Dalam profil biro di atas sasaran dari kegiatan terapi adalah pasien yang mengalami stress, phobia, depresi, trauma dan gagap. Dalam menangani pasien yang mengalami problem seperti yang disebutkan tadi, maka menurut pakar psikoterapi Islam di biro: “Kalau sampai pasien stress maka yang pertama dilakukan adalah hipnoterapi kemudian baru NLP (neurolinguistic program). Jadi kadang-kadang tidak perlu memakai teknik takholli langsung tahalli dan tajalli. Jadi caranya disesuaikan dengan problem yang dialaminya” (waw.sul.4 Agustus 2011) Selain metode yang disebutkan di atas, masih ada lagi satu metode yaitu komunikasi quanta atau bisa disebut dengan telepati hati. Metode ini termasuk dalam metode tasawuf. Metode digunakan untuk klien yang tidak bisa menyelesaikan masalahnya secara self theraphy sehingga terapis harus membantu klien dengan cara mengirimkan doa. “Biasanya solusi yang saya berikan untuk klien yang gagal menerapkan metode terapi adalah komunikasi quanta kalau saya artikan itu telepati atau telepon hati” (waw.sul. 4 Agustus 2011) b. Upaya-upaya Penerapan Psikoterapi di Biro Konsultasi psikologi Tazkia 1) Pelaksanaan Program Psikoterapi Islam Biro Konsultasi Psikologi Tazkia bernaung di bawah lembaga pendidikan Islam STAIN Salatiga. Jadi tidak heran apabila dalam proses pelayanan pasien biro menyisipkan ajaranajaran Islam di dalamnya. “Setiap kali menangani pasien saya selalu menerapkan ajaran Islam di dalamnya. Karena selain sebagai salah satu metode mendekatkan pasien kepada Allah, juga agar pasien bisa rutin menjalankan ibadah seperti salat sunnah dan puasa”(waw.mar.8 Agust 2011) Penjelasan di atas, sesuai dengan keterangan staf biro, bahwa “hampir seluruh konselor di biro konsultasi ini menerapkan metode terapi Islam, meskipun itu hanya berupa do’a” (waw.zul. 27 Juli 2011) Metode terapi Islam di biro tidak hanya diterapkan pada pasien secara individu, kegiatan Majlis Do’a Mawar Allah adalah salah satu contoh terapi Islam yang dilaksanakan secara masal. Program ini dilaksanakan satu bulan sekali dan satu minggu sekali di bulan Ramadhan. Gambaran pelaksanaan proses terapi Islam dapat disimpulkan dari petikan catatan lapangan berikut ini. Jama’ah Majlis Do’a Mawar Allah terlihat memenuhi setiap sudut aula kampus I STAIN Salatiga. Jama’ah perempuan berkelompok dengan perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki. Jama’ah laki-laki kurang dari seperempat jama’ah wanita. Kebanyakan dari hadirin adalah siswa SMK di Salatiga. Acara dimulai dengan sambutan dan tausiah dari Wakil Walikota Salatiga, dilanjutkan dengan testimoni dari jama’ah yang sembuh dari penyakit dengan lantaran sedekah, kemudian salat taubat dan hajat berjama’ah yang dilanjutkan dengan dzikir dan pembacaan Asma’ul Husna, santunan anak yatim dan terakhir sebagai penutup adalah do’a bersama yang dipimpin oleh bapak Yusuf Khumaeni (obs.7 Agust 2011) Dalam hal ini Sav, selaku terapis biro menegaskan bahwa Majlis Do’a Mawar Allah bertujuan mengcover masalah klien yang tidak bisa terselesaikan lewat konsultasi individu di biro (waw.saf. 9 Agustus 2011) 2) Bentuk Terapi dan Tahapan Penanganan Pasien Bentuk terapi Islam yang dijalankan di biro adalah dengan do’a, wudhu, dzikir, puasa, salat sunnah, mauidhoh hasanah, dan juga sedekah. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Mar dalam wawancara, “ untuk terapi, saya memakai terapi Al Qur’an, wudlu, salat, puasa, dzikir, ya lihat-lihat kondisi pasiennya” (waw.mar. 8 Agustus 2011). Wah, staf di biro menambahkan, “saya menggunakan pendekatan mauidhoh hasanah, do’a dan tasawuf’ (waw.wah. (8 Agustus 2011) Yang menarik di sini adalah pemakaian terapi sedekah. Menurut Yus kenapa harus sedekah?, “karena sedekah itu menolak bala’.” Sedangkan tahapan-tahapan dalam terapi menurut Sul adalah, “Yang paling awal saya tangani itu menghilangkan emosi negative, kekalutan, kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran menggunakan neurolinguistik problem dan hipnoterapi baru setelah tenang kita gunakan spiritiual thinking yang tujuannya adalah menginstal kembali kekuatan Allah. Jadi sebenarnya Allah sudah ada dalam diri kita dan dengan spiritual thinking kita kembali mengingatkan kepada Allah, dengan menyebut nama Allah kemudian dibayangkan dengan visualisasi maka ketenangan pasien akan menjadi lebih kuat dan akan menemukan solusi atas masalahnya hal ini disebut dengan self teraphi. Sebelumnya pada saat proses hipnoterapi ada teknik takholli, tahalli dan tajalli. Takholli adalah tahap pengungkapan masalah, tahalli tahap mencari solusi, dan tajalli adalah tahap dimana kita menyatu dengan Allah”(waw.sul.4 Agustus 2011) Dari keterangan di atas kesimpulannya adalah bahwa tahapan terapi itu dimulai dari wawancara klien, dilanjutkan dengan tahap pembersihan masalah, kemudian tahap terapi inti dan terahir tahap penyelesaian masalah. c. Respon Mahasiswa Data klien mahasiswa dan intensitasnya bisa dilihat melalui grafik di bawah ini. Gambar 3. 11 Grafik klien Tazkia dari bulan Januari-Juni Gambar 3.12 Grafik Klien Tazkia Berdasarkan Pengunjung Berdasarkan grafik di atas bisa dilihat bahwasanya klien mahasiswa tidak lebih banyak dari klien yang datang dari masyarakat umum. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa masih kurang terbuka terhadap layanan yang biro berikan. Dalam hal ini Sav berharap dalam wawancaranya (9 Agustus 2011), “harapan saya, mahasiswa bisa mengoptimalkan peran biro daripada mencari pelarian ke hal negatif. Meskipun peran mahasiswa belum optimal, namun dari hasil wawacara dengan beberapa klien di biro, mereka cukup puas dengan layanan yang biro berikan. Seperti yang dituturkan oleh saudari Tin, salah satu mahasiswa STAIN Salatiga “ Saya sudah beberapa kali berkonsultasi di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia dan dengan konselor yang berbeda-beda. Sampai saat ini saya merasa puas dengan nasihat maupun terapi yang diberikan biro kepada saya, dan setiap kali selesai berkonsultasi saya merasakan semangat saya kembali” (waw.tin.8Agust2011) BAB IV PEMBAHASAN A. Konsep Psikoterapi Islam Dalam menangani masalah klien atau pasiennya Biro Konsultasi Psikologi Tazkia menggunakan beberapa teknik, salah satunya adalah psikoterapi Islam yaitu proses penanganan masalah atau penyembuhan penyakit psikologis dengan lebih meningkatkan kesadaran mengingat Allah melalui pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Sejalan dengan konsep di bab dua yang menyatakan bahwa pengertian psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit baik mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah Nabi saw. atau secara empiris adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah swt, malaikat-malaikat-Nya, Nabi dan Rasul-Nya 1. Tujuan Psikoterapi Islam Sebelumnya telah dijelaskan di bab dua bahwa tujuan psikoterapi adalah untuk menolong klien yang mengalami problematika psikologis. Biro Konsultasi Psikologi Tazkia memperluas tujuan psikoterapi Islam yaitu selain klien bisa memperoleh solusi atas masalahnya klien juga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Selain itu, tujuannya adalah membantu pasien untuk mengetahui potensi yang ada pada dirinya, kemudian memberikan motivasi sehingga pasien bisa mengembangkan potensinya tersebut. Jadi tujuan psikoterapi Islam tidak hanya menyembuhkan penyakit atau menyeleaikan masalah saja, tapi juga untuk lebih mendekatkan klien kepada Allah swt. 2. Teknik dan Metode Psikoterapi Islam Neurolinguistik thinking adalah programic, hypnotheraphy, dan spiritual metode-metode yang digunakan Biro Konsultasi Psikologi Tazkia pada saat membantu kliennya. Selain ketiga metode tersebut para konselor juga menggunakan teknik takholli yaitu teknik pengungkapan masalah klien, kemudian tahalli teknik pencarian solusi dan tajalli sebagai teknik membuka jalan untuk sepenuhnya memasrahkan masalah kepada Allah sang pembuat masalah. Teknik termasuk dalam teknik sufistik atau teknik yang dikembangkan dari ilmu tasawuf Dalam pelaksanaannya metode dan teknik tersebut diwujudkan dengan beberapa terapi yaitu; terapi Al Qur’an, terapi do’a, terapi zikir, terapi puasa, mauidhoh hasanah, dan terapi salat . Teknik dan metode terapi yang diterapkan di biro sesuai dengan teknik yang biasa digunakan oleh para ahli dan terapis Islam. 3. Bentuk Terapi Islam Telah disinggung di atas bahwasanya dalam menerapkan metode dan teknik terapi, para terapis menggunakan beberapa bentuk terapi Islam. Terapi tersebut seperti, melakukan dzikir dan do’a bersama, salat sunat, puasa, membaca Al Qur’an, mauidhoh hasanah, dan sedekah. Berbeda dengan konsep sebelumnya yang tidak menyinggung masalah sedekah atau terapi sedekah. Sedekah di sini digunakan sebagai salah satu metode dalam mengatasi masalah karena sedekah bisa menolak bala’. Hal ini diyakini karena permasalahan bisa jadi merupakan bala’ atau cobaan dari Allah, dan Allah-lah yang akan memberikan jalan keluar dari bala’ tersebut. 4. Tahap-tahap Terapi Islami Tahap-tahap yang dilalui terapis pada saat menjalankan praktik terapi adalah, yang pertama wawancara seputar latar belakang kehidupan dan permasalahan pasiennya. Yang kedua memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan masalahnya. Ketiga bersama-sama klien mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Tahap terakhir adalah memasrahkan atau mengembalikan masalah kepada Allah dengan cara yang Islami. Tahap ini sesuai dengan metode takholli, tahalli, dan tajalli yang biasanya dipraktikan pada saat terapi per-individu. Sedangkan untuk terapi masal, tidak diperlukan tahap takholli dan tahalli melainkan langsung masuk ke tahap tajalli. 5. Peran Terapis Islam Seorang terapis bertugas mengantarkan pasiennya untuk menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapinya, yaitu mengantarkan pasien untuk bertemu langsung kepada Dzat yang membuat masalah yaitu Allah. Terapis sebagai fasilitator agar pasien tidak lari dari masalah atau lebih buruknya terjerumus pada hal-hal negatif. Sedikit berbeda dengan teori di bab dua, tugas terapis di sini hanya mengantarkan atau membantu pasiennya keluar dari masalah. Karena mengobati dan menyembuhkan penyakit atau masalah adalah tugas Allah, terapis hanyalah perantara antara Allah dan pasien. B. Problematika Yang Dihadapi Mahasiswa STAIN Salatiga Dari data temuan pada bab tiga dapat dilihat bahwa jenis problem yang dialami mahasiswa STAIN dan sudah masuk ke biro antara lain, masalah pribadi, masalah keluarga, dan masalah karir. Sedangkan hasil temuan melalui angket yang disebarkan biro konsultasi tazkia dikelompokkan menjadi berikut antara lain: Problem yang berkaitan dengan studi , problem etika bergaul dengan dosen dan karyawan,; problem sosial, problem keluarga, problem ekonomi, problem religi, problem psikologis/kepribadian, kesehatan/gangguan fisik. problem moral, problem Dari sekian banyak masalah yang disebut di atas semua masih dalam jangkauan batas normal dan dapat diselesaikan di biro konsultasi. C. Implementasi Psikoterapi Islam di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia Dalam Mengatasi Problematika Psikologis Mahasiswa STAIN Salatiga. Dalam mengimplemensikan psikoterapi Islam, Biro Konsultasi Psikologi Tazkia menyediakan layanan terapi dengan cara mengkombinasikan konsep terapi umum dengan ajaran Islam di dalamnya. Hal ini dilakukan selain karena biro berada di bawah lembaga Islam STAIN Salatiga juga karena biro ingin mengantarkan mahasiswa untuk selalu berada di jalur yang benar dalam pandangan agama maupun masyarakat. Bentuk layanannya adalah selalu memberikan nasehat Islami setiap kali ada klien mahasiswa datang berkunjung ke biro. Pelayanan ini adalah pelayanan per-individu. Sedangkan layanan terapi Islam secara masal dilaksanakan dalam kegiatan Majelis Do’a Mawar Allah yang diselenggarakan setiap bulan sekali dan khusus bulan Ramadhan dilaksanakan setiap minggu. Dalam kegiatan Majlis Do’a Mawar Allah, jama’ah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk meminta solusi masalah dengan membaca do’a dan dzikir bersama. Selain itu diadakan pula salat sunnah berjama’ah dan santunan kepada anak yatim. Secara garis besar, implementasi psikoterapi Islam di biro terhadap masalah mahasiswa belum begitu maksimal. Hal tersebut terjadi karena kurang adanya respon dari mahasiswa akan keberadaan dan peran biro di STAIN Salatiga. Oleh karena itu keberadaan Majelis Do’a Mawar Allah diharapkan mewakili peran biro dalam menyelesaikan permasalahan mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Problematika yang dialami mahasiswa STAIN Salatiga sangatlah kompleks, tapi yang paling sering ditemui oleh para konselor maupun terapis adalah problem pergaulan, studi, dan keluarga. 2. Implementasi psikoterapi Islam dalam mengatasi problematika mahasiswa di STAIN Salatiga masih belum maksimal, melihat mahasiswa belum bisa terbuka dengan adanya Biro Konsultasi Psikologi Tazkia. Jumlah mahasiswa yang berkunjung ke biro jauh lebih sedikit dibanding dengan klien yang berasal dari masyarakat umum. Begitu pula dari pihak biro belum memiliki kecukupan dana untuk melakukan kegiatan pendekatan terhadap mahasiswa. Namun secara garis besar, konsep psikoterapi Islam telah berjalan di Biro Konsultasi Psikologi Tazkia, dengan menyelenggarakan programprogram terapi secara individu maupun masal seperti Majelis Doa Mawar Allah. B. Saran Dari penelitian tentang implementasi psikoterapi Islam dalam mengatasi problematika mahasiswa STAIN Salatiga ini, ada beberapa saran yang bisa kami berikan sebagai berikut: 1. Untuk Biro Konsultasi Tazkia: a. Menambah kegiatan dalam rangka merangkul mahasiswa STAIN Salatiga agar lebih terbuka terhadap program yang ditawarkan biro. b. Meningkat kualitas para konselor terutama di bidang terapi Islam, agar pelaksanaan terapi Islam di biro bisa lebih optimal. 2. Untuk mahasiswa: Mahasiswa bisa lebih mengoptimalkan peran biro dengan mengunjungi biro setiap kali ada masalah. DAFTAR PUSTAKA Adz-Dzaki, Hamdani Bakran. 2006. Konseling Dan Psikoterapi Islam, Yogyakarta:Fajar Pustaka Baru Ancok, D, & Suroso, F. N. 2004. Psikologi Islami Solusi Islam Atas ProblemProblem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Anshari, Endang Saefudin. 1986. Kuliah Al Islam. Jakarta : CV. Rajawali Arifin, Isep Zaenal. 2009. Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Melalui Psikoterapi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Arikunto, Suharsimi. 1980. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta : Bumi Aksara Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research.Yogyakarta : UGM Press Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : PT. Bumi Aksara Lexy, J. Moleong. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Mujib, A dan Mudzakir, J. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Nashori. F. 1994. Membangun Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: SI Press Rahayu, Iin Tri. 2009. Psikoterapi Perspektif Islam Dan Psikologi Kontemporer, Malang:UIN Malang Wordpress Subandi, MA. 2001. Membangun Psikoterapi Berwawasan Islam. M. Thoyibi dan M. Ngemron (Ed). Surakarta: Muhammadiyah University Press. __________(ed). 2002. Psikoterapi Pendekatan Kinvensional dan Kontemporer. Yogyakarta: Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM http://psikologi.or.id