INDONESIA DAN SKEMA FTA Enam tahapan kerja sama perdagangan untuk menuju ke integrasi ekonomi • Menurut teori integrasi ekonomi (economic integration), ada enam tahapan kerja sama perdagangan untuk menuju ke integrasi ekonomi, yaitu: 1) Preferential trading area 2) Free trade area 3) Customs union 4) Single market 5) Economic and monetary union 6) Complete economic integration • Customs Union, sebagai salah satu daripadanya, merupakan satu perjanjian dagang di mana sejumlah negara memberlakukan perdagangan bebas di antara mereka dan menerapkan serangkaian tarif bersama terhadap barang dari negara lain. • Customs union adalah bentuk antara dari integrasi ekonomi, yakni bentuk antara dari perdagangan bebas di antara anggota, tetapi tidak ada sistem tarif bersama, dengan bentuk pasar bersama (Common Market), yang menerapkan tarif bersama dan memperkenankan pergerakan bebas dari pada sumber daya termasuk modal dan tenaga kerja di antara negara anggota. • Tujuan pendirian custom union untuk meningkatkan efisiensi dan mendekatkan hubungan diplomatik (politik dan budaya) di antara negara anggota. • Contoh customs union yang terkenal adalah Zollverein, satu organisasi pada abad 19 yang dibangun oleh beberapa negara bagian Jerman. European Community, yang telah melampaui tahap customs union dalam menuju integrasi ekonomi penuh, European Union, dan North American Free Trade Agreement (NAFTA). FTA dalam Lingkup Multilateral 1) The Generalised System of Preferences – merupakan sebuah skema pemberian fasilitas kepada produk-produk industri dan agrikultur yang diekspor oleh negara-negara berkembang ke Uni Eropa. – Fasilitas yang diberikan berupa pengurangan atau bahkan penghapusan tarif bea masuk atas produkproduk tersebut dengan maksud memberikan keuntungan lebih kepada negara-negara berkembang sehingga dapat meningkatkan daya saing produknya di dunia internasional. Persyaratan Produk Dapat Fasilitas • Praktek di lapangan: Tidak seluruh produk yang diekspor ke uni eropa mendapatkan fasilitas, kecuali yang memenuhi syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak pemberi fasilitas, yang meliputi: – Produk yang diekspor termasuk di dalam daftar produk yang telah ditetapkan; – Dikirim langsung dari negara yang berhak mendapatkan preferensi sebagaimana tesebut di dalam lampiran I, ke uni eropa (Direct Consigment); – Memenuhi kriteria origin (Origin Criteria) yang telah ditentukan; – Dilengkapi dengan sertifikat yang telah ditentukan (Certificate of Origin). 2) International Coffee Organization (ICO) – Negara-negara yang merupakan produsen kopi menyepakati agar setiap ekspor ke negara manapun, baik anggota ICO maupun bukan, selalu dilampirkan certificate of origin sehingga memudahkan monitoring atas statistik perdagangan internasional masing-masing negara tersebut. – Ketentuan ini berlaku bagi biji kopi dan olahannya yang seluruhnya ditanam, dipetik dan dihasilkan di Indonesia. 3) Agricultural Products – Untuk ekspor komoditas agriculture (hasil budidaya pertanian) yang akan diekspor ke negara-negara uni eropa, dipersyaratkan untuk dilindungi dengan certificate of origin walaupun tidak untuk tujuan tarif preferensi. – Produk pertanian tersebut seluruhnya wajib dibuktikan sebagai produk asli Indonesia 4) Traditional Textile Products of the Cottage Industry – Uni eropa mempersyaratkan agar setiap ekspor kain tenun dan kerajinan dari tekstil wajib dilindungi dengan certificate of origin. Lebih jelas, ketentuan ini berlaku bagi kain tenunan dari tekstil yang dikerjakan secara tradisional oleh industri pedesaan “Cottage Industry” dengan syarat-syarat sebagai sebagai berikut : • Kain tenunan dikerjakan dengan menggunakan alat yang digerakan dengan tangan atau kaki. • Pakaian jadi atau barang jadi tekstil lainnya yang dijahit dengan tangan tanpa bantuan tenaga mesin. • Barang kerajinan tekstil “traditional folklore” yang dibuat dengan tangan sesuai dengan daftar barang yang telah disepakati antara ME dan Indonesia. • Kerajinan batik tradisional dan barang jadi tekstil yang dibuat dengan tangan tanpa menggunakan mesin. 5) Textile Products – Digunakan untuk ekspor Tekstil dan Produk Tekstil yang termasuk didalam cakupan Persetujuan Bilateral Tekstil Indonesia - UE, baik yang sudah dikenakan kuota atau belum dan tidak memenuhi persyaratan ketentuan asal barang GSP-UE yang ditujukan ke negara-negara anggota UE. – Tekstil dan Produk Tekstil yang ada kandungan impor dan dikerjakan/diolah di Indonesia, sehingga mengubah sifat dan bentuk dari bahan baku semula. 6) Form B – Digunakan untuk ekspor barang ke semua negara, dengan ketentuan sebagai berikut: • Ekspor barang-barang yang ditujukan ke negara bukan pemberi preferensi, kecuali yang bentuk SKA-nya diatur tersendiri; • Ekspor barang-barang yang ditujukan ke negara pemberi preferensi, tetapi barangnya tidak termasuk dalam cakupan produk yang mendapatkan preferensi atau bentuk SKA-nya diatur tersendiri. • Barang ekspor yang seluruhnya tumbuh, dipanen, diambil dari tanah atau seluruhnya dihasilkan di Indonesia; • Barang ekspor yang telah diproduksi di Indonesia melalui/ mengalami suatu proses pengerjaan atau pengolahan yang cukup 7) • Global Systems of Trade Preferences (GSTP) – Digunakan untuk ekspor barang tertentu yang termasuk dalam daftar barang yang telah diberikan keringanan Bea Masuk (preferensi) kepada negara negara berkembang peserta “Global System of Trade Preferences” yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. – Diberlakukan bagi barang-barang yang seluruhnya diperoleh atau dihasilkan di Indonesia, berupa a) Bahan mentah atau mineral yang diambil dari tanah, perairan atau lautan wilayah Indonesia. b) Produk pertanian yang dipanen di Indonesia. c) Binatang hidup yang lahir dan dibesarkan di Indonesia. d) Produk yang dihasilkan dari binatang tersebut pada butir 3 di atas. e) Produk yang diperoleh dari hasil buruan dan hasil tangkapan ikan di Indonesia. f) Produk hasil tangkapan laut yang diambil di laut lepas dengan menggunakan kapal Indonesia. g) Barang yang diproses dan atau dibuat diatas kapal yang dihasilkan dari produk tersebut butir 6. h) Barang bekas yang dikumpulkan yang dianggap sebagai bahan baku. i) Sisa-sisa bahan yang dihasilkan dari suatu kegiatan produksi yang diadakan di Indonesia. j) Barang yang diproduksi yang berasal dari barang-barang tersebut pada butir 1 sampai dengan 9 di atas. k) Barang yang dikerjakan atau diproduksi dengan menggunakan bahan baku penolong yang diimpor dari negara-negara bukan peserta “Global System of Trade Preferences” atau yang tidak diketahui asalnya, bahan baku/penolong tersebut nilainya tidak boleh lebih 50% dari nilai FOB produk yang bersangkutan. Barang yang dikerjakan atau diproduksi dengan menggunakan bahan baku/penolong yang berasal dari negara-negara peserta “Global System of Trade Preferences (Cumulative Rules of Origin)”, nilai kumulatif bagian dari negara pengekspor dan bagian yang diimpor dari negara-negara peserta “Global System of Trade Preferences” tidak boleh kurang 60% dari nilai FOB produk yang bersangkutan. FTA dalam Lingkup Bilateral 1) Indonesia-Japan – Pembentukan skema Indonesia-Japan dibuat berdasarkan Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership, ditandatangani pada tanggal 20 Agustus 2007 di Jakarta. Skema ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari kerja sama ASEAN dengan Jepang yang membentuk skema FTA pada tahun 2003 di Bali. – Saat ini skema Indonesia-Japan telah berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.011/2008 tanggal 30 Juni 2008 tentang Penetapan Tarif Bea masuk dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai suatu Kemitraan Ekonomi. . FTA dalam Lingkup Bilateral 1) Indonesia-Japan – Di dalam skema Indonesia-Japan ini terdapat kekhususan fasilitas lainnya yang diberikan kepada perusahaan tertentu yang berdasarkan hasil survei oleh badan yang diberikan otorisasi oleh Kementerian Perindustrian, layak mendapatkan fasilitas khusus, yang disebut User Specific Duty Free Scheme (USDFS). Fasilitas ini hanya diberikan kepada perusahaan produsen guna membantu pengembangan usahanya. – Hal yang paling membedakan dengan fasilitas lainnya adalah, atas perusahaan yang ingin mendapatkan fasilitias ini wajib dilakukan verifikasi terlebih dahulu surveyor yang ditunjuk. – Adapun jenis-jenis barang yang dapat diberikan preferensi adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.011/2008 tanggal 30 Juni 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme (USDFS) dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai suatu Kemitraan Ekonomi. 2) Form ICC ( SKA Kerajinan tangan untuk ke Australia) – Digunakan untuk ekspor barang yang termasuk “Industrial Craft Merchandise” tujuan Australia. – Diberlakukan bagi ekspor Textile, Clothing dan Footwear (TCF) ke Australia berdasarkan TCF Handicraft Scheme Australia yang dibagi dalam dua ketentuan, yaitu: a) Industrial Craft Merchandise yang ditetapkan dengan sistem kuota. b) Produk yang dibuat dengan mempergunakan tangan, dengan alat yang digerakan oleh tangan maupun kaki/perkakas tenun (non mechanical, non powered tools); 2) Form ICC ( SKA Kerajinan tangan untuk ke Australia) c) Produknya terdiri dari 90% serat alam (natural fibres) atau bahan bakunya dari kain (fabrics) yang prosesnya dicetak, dicelup sesuai dengan sistem yang berlaku pada pembuatan batik; d) d. Produk yang bahan bakunya sebagian atau sebagian besar tersedia dari hasil alam; e) Genuine Handicraft Merchandise yang dikenakan bebas bea masuk (duty free). Yang termasuk dalam TCF Genuine Handicraft, kategorinya sama dengan Industrial Craft Merchandise tetapi prosesnya dikerjakan atau dijahit dengan tangan dari bahan 90% wool atau 90% kapas atau campuran ramie (ramie mixtures) : • Produk-produk Genuine Handicraft yang tidak dikenakan import duty misalnya : – 90% wool needle knit jumpers; – 90% kapas/ramie mixture hand crochet tops; – Hand sewn and hand finished blouse from 90% natural fibre handloomed fabrics. 3) Form Annex 3 (SKA Non Preferensi untuk ekspor tujuan ke Meksiko) 4) Indonesia-Pakistan 5) Handicraft Goods 5) Handicraft Goods – Digunakan untuk ekspor barang kerajinan ke Kanada yang mendapatkan preferensi bebas bea masuk sepanjang memenuhi ketentuan asal barang. – Diberlakukan bagi : a) barang-barang kerajinan tangan yang memiliki Karakteristik Tradisional (Traditional Characteristics) atau mempunyai nilai karakteristik tertentu atau mempunyai sifat dekoratif khas Indonesia yang dihasilkan dan dikerjakan oleh pengrajin. b) Barang kerajinan dikerjakan dengan tangan, alat yang dipegang oleh tangan atau dengan mesin yang digerakan oleh kaki/tangan. c) Barang kerajinan yang memperoleh pembebasan Bea Masuk atas dasar Code 2955 Schedule II Tarif Pabean Kanada, terdiri dari produk-produk tertentu yang seluruhnya/sebagian besar terbuat dari bahan-bahan sebagai berikut : Kayu, adonan roti, tanah liat, serat tumbuhan, bahan tumbuhan, bahan tumbuhtumbuhan (selain linen, katun/kulit jagung), kertas, kulit, kulit kelapa, kerang mutiara, gading, tanduk, kerang/kulit kura-kura, logam dasar, besi, baja, timah tembaga, perunggu, kuningan, gelas, woll/katun batu, campuran timah putih dan timah hitam 6) Traditional Handicraft Batik Fabrics Cottons – Digunakan untuk ekspor hasil kerajinan batik tradisional yang terbuat dari kain kapas ke Jepang untuk memperoleh pembebasan bea masuk. – Diberlakukan bagi hasil kerajinan batik tradisional (Wax Process) yang terbuat dari kapas yang terdapat dalam pos tarif HS Ex 5208, Ex 5209 dan Ex 5210, Ex 5211, Ex 5212. 7) Certificado de Pais de Origen – Digunakan untuk ekspor produk tekstil, pakaian jadi dan alas kaki yang ditujukan ke Meksiko. – Dianggap sebagai negara asal dari suatu barang, apabila barang tersebut sebagai berikut : a) Diproduksi atau diperoleh sepenuhnya di negara pengekspor; b) Diproduksi dengan menggunakan bahan dalam negeri (nasional); Atau c) Merupakan bahan baku dari luar negeri yang digunakan/ digabung dengan barang tersebut mengalami klasifikasi No. HS. Ketentuan Asal Barang ini tidak berlaku untuk hal-hal sebagai berikut: a) Suatu barang yang mempunyai kekhususan pada sub pos harmonisasi sistem (HS) seperti kesatuan/set atau campuran; b) Suatu barang yang dibuat dengan menyatukan barang-barang yang berbeda sebagai suatu kesatuan/set, campuran atau suatu barang yang dibuat dari bahan-bahan yang berbeda-beda; c) Suatu perubahan dalam penggunaan akhir dari suatu barang, penguraian barang/pengemasan secara sederhana untuk penjualan eceran, pencampuran dalam air atau larutan lainnya yang tidak mengubah karakter dari suatu barang, setiap proses yang dapat dibuktikan bahwa hal tersebut untuk menyimpang dari aturan-aturan ini, penguraian suatu barang yang kemudian dirakit kembali. d) Apabila asal barang tidak ditetapkan berdasarkan point 1 a s/d c tersebut di atas, asal barang adalah negara ditempat barang mengalami proses yang mencukupi dengan ditandai adanya perubahan klasifikasi No. Tarif HS. e) Apabila asal suatu barang tidak dapat ditentukan berdasarkan point 1 dan 3, asal barang adalah negara atau negara-negara asal bahan baku yang memberikan ciri utama terhadap barang tersebut. f) f. Apabila asal suatu barang tidak dapat ditentukan berdasarkan point 1, 3 atau point 4, negara asal barang adalah asal dari bahan baku yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap penetapan klasifikasi barang tersebut. FTA DALAM LINGKUP REGIONAL........SESI SELANJUTNYA