Ekspor TPT Makin Anjlok Rabu, 1 Juli 2009 JAKARTA (Suara Karya): Ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) selama Januari hingga April 2009 di pasar importir seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Jepang makin anjlok. Penurunan yang cukup signifikan itu terjadi pada ekspor tekstil, yaitu sebesar 25,90 persen. Sedangkan untuk ekspor garmen turun tipis sebesar 2,56 persen. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Sutrisno, kondisi itu terjadi di berbagai pasar importir besar lainnya seperti AS, Eropa, dan Jepang. Ekspor TPT Indonesia ke AS selama kurun waktu Januari-April 2009 mengalami penurunan sebesar 10,22 persen jika dibanding periode yang sama pada 2008. "Secara umum impor AS atas produk tekstil dan produk tekstil (TPT) sampai April 2009 mengalami penurunan sebesar 10,91 persen dibanding periode yang sama tahun 2008 lalu," katanya di Jakarta, Selasa (30/6). Penurunan tersebut terutama berasal dari impor tekstil yang turun sebesar 12,46 persen, sedangkan impor garmen turun sebesar 8,88 persen. "Karena turunnya permintaan produk TPT di pasar AS inilah, maka kemudian berimbas pada turunnya ekspor TPT Indonesia ke negara tersebut," ujarnya. Dia mengatakan, AS merupakan importir produk terbesar dunia sekaligus negara tujuan ekspor TPT Indonesia. Pada bulan April 2009, menurut laporan Office of Textile and Apparel (Otexa), impor AS atas produk TPT turun 10,91 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan data dari Departemen Perdagangan, Indonesia mencatat penurunan pada ekspor tekstil sebesar 36,81 persen dan penurunan pada ekspor garmen sebesar 3,21 persen. Terkait rencana pemberlakuan pasar bebas ASEAN pada 2012, pelaku industri TPT ASEAN menargetkan penguasaan ekspor ke penjuru dunia hingga 50 miliar dolar AS hingga lima tahun mendatang. Saat ini, kata Benny, rata-rata ekspor tekstil dari negara-negara ASEAN ke dunia hanya 26 miliar dolar AS termasuk di antaranya 10,6 miliar dolar AS disumbang oleh Indonesia. Menurut dia, Indonesia dan Thailand akan menjadi pusat supplier tekstil di pasar ASEAN, sedangkan Laos dan Vietnam akan menjadi pemasok utama untuk produk tekstil (garmen) dari ASEAN. Untuk itu, dia mengharapkan agar pemerintah mempercepat pengembangan kawasan perdagangan bebas, termasuk dalam menentukan kebijakan pajak yang lebih pro investasi. "Jangan sampai kita kalah dengan Singapura. Dalam mendirikan perusahaan di Singapura, pajak penghasilannya hanya 10 persen, termasuk adanya trade financing," katanya. Sementara itu, Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka (ILMTA) Departemen Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan, selama ini pasokan tekstil di dalam negeri hanya mencapai 40 persen dari kebutuhan, sedangkan untuk ekspor sebesar 60 persen. Dia mengharapkan ke depan kebutuhan TPT dalam negeri harus makin banyak dipenuhi dari dalam negeri. "Kita bisa meningkatkan pangsa pasar kita di dalam negeri, bagaimana kita isi dari produk-produk kita, bukan produk-produk luar. Bagaimana industri tekstil menjadi tuan di negerinya sendiri," tuturnya. (Bayu)