Modul Psikologi Sosial 2 [TM13]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Psikologi Sosial 2
Tingkah Laku Sosial dalam
Lingkungan Fisik
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
13
Kode MK
Disusun Oleh
61017
Filino Firmansyah, M.Psi
Abstract
Kompetensi
Materi tentang ruang sosial, territorial,
kepadatan, kebisingan, cuaca,
pencahayaan dan pencemaran udara.
Mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali mengenai ruang
sosial, territorial, kepadatan, kebisingan,
cuaca, pencahayaan dan pencemaran
udara.
Tingkah Laku Sosial dalam Lingkungan Fisik
A. RUANG PERSONAL
Manusia dalam berinteraksi setiap hari dengan orang lain akan membutuhkan suatu ruang
atau jarak. Ruang untuk berinteraksi tersebut amat diperlukan oleh manusia, sehingga orang
tersebut merasa nyaman dalam berinteraksi dengan lawan interaksinya. Ruang tersebut
merupakan ruang personal. Pengertian ruang personal adalah batas ruang di sekitar kita
yang tidak terlihat, orang lain tidak beleh memasuki ruang personal seseorang, dan orang
tersebut tersebut akan mengatur bagaimana dalam berinteraksi dengan orang lain dan
dapat memiliki jarak yang dekat atau jauh, bergerak bersama kita, meluas dan berkontraksi
(dekat). Pada situasi bawahan yang menghadap atasannya, di ruang kerja, maka mereka
ketika berinteraksi mempunyai jarak tertentu, paling tidak terhalang oleh ketika berinteraksi
mempunya jarak tertentu. Namun demikina, ketika pulang kantor, karyawan tersebut
berinteraksi dengan temannya di bis atau angkutan umum yang padat, maka ia berinteraksi
dengan berhimpitan. Oleh karena itu, ruang personal tersebut bersifat lentur, seperi balon,
dapat berkembang dan pula mengecil.
Orang dalam berinteraksi dengan orang lain memerlukan jarak tertentu, sehingga
komunikasinya menyenangkan kedua belah pihak. Kedua belah pihak yang berinteraksi
membutuhkan jarak atau ruang yang memadai untuk menjaga posisinya dalam berinteraksi.
Dengan demikian, interaksi tersebut dapat berlangsung dengan baik. Namun demikian,
apabila dalam keadaan terpaksa, seperti berada di tempat keramaian, batas interaksi
berubah dari yang tadinya mempunyai jarak menjadi jarak yang agak kecil. Tetapi interaksi
tersebut tetap berlangsung dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas, maka ruang personal mempunyai fungsi tertentu. Adapun fungsi
dari ruang personal tersebut adalah :
1. Menjaga ruang dalam berinteraksi dengan orang lain. Ruang yang memadai dalam
berinteraksi diperlukan oleh setiap manusia. Dalam ruang yang memadai ia dapat
menjaga stimulasi yang berlebihan dari lawan interaksinya. Hal ini berarti bahwa
apabila lawan interaksi tidak mempunyai hubungan tertentu dengan dirinya, maka
stimulasi yang berlebihan dapat berbentuk radiasi panas tubuh lawan interaksi,
aroma yang mungkin tidak menyedapkan bagi lawan interaksi, stimulasi secara nilai
budaya yang tidak memungkinkan dan stimulasi lainnya.
2. Menjaga komunikasi yang nyaman. Dengan jarak yang memadai, maka seseorang
dapat mengatur keras lemahnya suara dalam berkomunikasi. Apabila suara
‘13
2
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
terlampau keras dengan jarak yang dekat, maka suara tersebut menjadi suara yang
tidak membuat komunikasi berlangsung nyaman
3. Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat norma-norma yang mengatur cara
berinteraksi. Dengan demikian, ruang personal dalam berinteraksi sangat diperlukan
untuk menjaga norma-norma masyarakat.
4. Ruang personal mempunyai fungsi untuk mempertahankan diri dari ancaman emosi
dan fisik pihak lawan komunikasinya. Dalam suatu interaksi antara seseorang
dengan orang lain, tidak sekedar berinteraksi secara fisik. Tetapi dalam berinteraksi
antar manusia melibatkan kepribadian masing-masing. Di dalam proses interaksi
terjadi suatu hubungan yang dinamis, dari hubungan yang positif dapat berkembang
menjadi negative karena emosi yang terlibat dalam interaksi. Oleh karena itu,
dengan jarak yang memadai orang dapat menjaga diri mereka secara fisik dan
mengontrol situasi dalam berinteraksi.
Ruang personal sangat tergantung dengan siapa ia berinteraksi. Sebagaimana pendapat
yang dikemukakan oleh ahli Antropologi, David E.T. Hall (dalam Iskandar, 2012), tentang
adanya jarak tertentu untuk berinteraksi dengan orang lain. Jarak yang diperlukan dalam
berinteraksi ini, ruang personal tersebut diperlukan dalam komunikasi nonverbal. Jarak yang
memadai dalam berinteraksi akan menentukan kualitas dan kuantitas interaksinya. Dengan
demikian, jarak yang terjadi dalam berinteraksi tersebut dapat memberi informasi bagaimana
hubungan interaksi yang sedang berlangsung dan tipe aktivitas yang sedang terjadi
TIPE INTERKASI DAN JARAK
HUBUNGAN DAN AKTIVITAS YANG
SESUAI
JARAK INTIM (0—45 CM)
KUALITAS SENSORIS YANG DIRASAKAN
DALAM INTERAKSI
HUBUNGAN INTIM DAN AKTIVITAS SPORT
MASUKAN SENSORIS DIRASAKAN (AROMA
GULAT JUDO
BADAN, PANAS BADAN TERASA OLEH
BAWAHANNYA
JARAK PERSONAL (45—120 CM)
HUBUNGAN / KONTAK DENGAN TEMAN
KURANG DISADARI MASUKAN SENSORIS
DEKAT
DAN KOMUNIKASI VERBAL
JARAK SOSIAL (120—360 CM)
KONTAK BISNIS DAN TIDAK PERSONAL
MASUKAN / INFORMASI MELALUI VISUAL
JARAK PUBLIK (LEBIH DARI 360 CM)
KONTAK FORMAL ANTARA INDIVIDU DAN
PEMAKAIAN KOMUNIKASI NON VERBAL
PUBLIK
MEMBANTU KOMUNIKASI VERBAL
DAN KOMUNIKASI VERBAL
‘13
3
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUANG PERSONAL
1. Faktor Situasional
Interaksi antara seseorang dengan orang lain, dapat diawali dari adanya daya tarik
seseorang pada yang lain. Diawali dari proses persepsi, seseorang melihat orang lain
yang memiliki makna, maka ia merasa tertarik untuk melakukan interaksi dengan pihak
yang mempunyai daya tarik tersebut. Ruang personal dapat berubah, misalnya interaksi
antara dua orang yang awalnya sosial dapat berubah menjadi jarak personal bila terjadi
saling tertarik.
Selain adanya daya tarik dalam melakukan interaksi, ada pula situasi lain yang dapat
mempengaruhi interaksi. Jarak interpersonal akan menentukan pula ruang personal
dalam berinteraksi. Hal ini berarti bahwa adanya jarak hubungan di antara orang yang
melakukan interaksi. Seorang anak memiliki jarak interpersonal yang dekat dengan
orang tuanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki hubungan
emosional yang dekat, maka ia dapat melakukan interaksi dengan jarak yang dekat.
Kedalaman hubungan secara emosional antarorang yang melakukan interaksi akan
menentukan situasi interaksi, dan pada akhirnya situasi yang melibatkan emosi
mendalam akan mempengaruhi jarak interpersonal.
Dalam situasi baru bagi seseorang, maka ia akan mencari pihak lain yang memiliki
kesamaan. Pemahaman kesamaan dalam hal ini dapat dimengerti, karena seseorang
akan mencari orang yang dikenalnya. Apabila di antara sekumpulan orang yang ada
tersebut tidak ada yang dikenalnya, maka ia akan mencari orang lain yang diperkirakan
akan memberikan kenyamanan dalam berinteraksi. Dalam situasi tersebut seseorang
akan melakkan penilaian terhadap situasinya dan orang per orang yang menentukan
dalam memberikan penilaian yang sama pada orang lain, sehingga ia akan mencoba
mendekati pihak yang dinilai sama tersebut.
Faktor situasi yang lain dapat mempengaruhi bagaimana ruang personal dalam
interaksi. Dalam situasi rapat tentunya ruang personal yang kursi dalam situasi rapat
adalah berbeda. Pada umumnya posisi kursi dalam situasi rapat sudah diatur jaraknya.
Di dalam situasi rapat, letak yang disusun dalam ruangan rapat. Seperti dalam rapat
dengan posisi duduk mengelilingi meja akan berbeda dengan susuna kursi yang disusun
seperti kelas. Situasi kelas akan dirasakan lebih formal bila dibandingkan dengan posisi
tempat duduk yang mengelilingi meja.
‘13
4
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Perbedaan Individual
Interaksi antara seseorang dengan orang lain dapat saja berbeda antara satu orang
dengan orang lain. Perbedaan individu ini disebabkan oleh faktor kepribadian yang
menentukan pola perilaku seseorang. Seseorang yang memiliki kepribadian ekstrovert
akan berbeda dalam menggunakan ruang personalnya daripada orang yang introvert.
Orang dengan kepribadian ekstrovert memiliki kecenderungan untuk lebih dekat dalam
berinteraksi dengan orang lain, sehingga terkesan lebih akrab dan mudah untuk bergaul.
Sedangkan orang dengan kepribadian introvert, dia membutuhkan ruang personalnya
dalam berinteraksi dengan lebih besar lagi.
Demikian pula dapat terlihat perbedaan dalam menggunakan ruang personalnya, ketika
berinteraksi antara pria dan wanita. Ketika seorang wanita dengan wanita lain yang
merupakan sahabatnya berinteraksi, maka jarak ruang personalnya akan lebih dekat bila
dibandingkan dengan pria. Seorang pria dalam berinteraksi dengan teman atau sahabat
pria lainnya, maka jarak yang akan lebih jauh bila dibandingkan dengan wanita.
Masyarakat akan memaknai kejanggalan dalam berinteraksi antara pria dengan pria
yang menggunakan ruang personal yang amat dekat. Terkecuali dalam interaksi
olahraga judo.
Usia seseorang akan mempengaruhi pula dalam penggunaan ruang personal. Orang
dewasa akan menggunakan ruang personal yang lebih besar, bila dibandingkan dengan
anak-anak. Bahkan bayi yang masih belum mengenal tentang ruang personal, mau
digendong oleh orang dewasa. Hal ini dikarenakan perkembangan konsep dirinya belum
berkembang baik. Tetapi seorang anak yang telah mulai berkembang konsep dirinya,
dan mengenal lingkungannya, ia tidak mau digendong oleh orang yang tidak dikenalnya.
Dengan demikian, ia mulai menyadari ruang personal yang dekat akan digunakan
dengan siapakah dalam berinteraksinya.
Faktor budaya akan mempengaruhi pula dalam penggunaan ruang personal untuk
berinteraksi. Pada masyarakat yang cukup kuat memegang tradisi budaya, maka
mereka akan menggunakan cara berinteraksi dengan tata kramanya. Seperti bagaimana
interaksi antara seorang yang lebih mudah berinteraksi dengna orang yang lebih tua.
Tata karma interaksi antara manusia yang berbeda usia tersebut menentukan pula
ruang personalnya dalam berinteraksi. Namun demikian, budaya tentang tata kramanya
berbeda, maka sudah barang tentu ruang personal yang digunakan akan berbeda.
‘13
5
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Faktor fisik
Faktor arsitektural suatu bangunan akan berpengaruh pada ruang personal. Tinggi
rendahnya suatu langit-langit rumah, akan mempengaruhi jarak seseorang dalam
berinteraksi dengan orang lain. Langit-langit atap rumah yang tinggi, seseorang akan
menggunakan interaksi yang lebih dekat. Sedangkan pada atap langit-langit yang tidak
terlampau tinggi, jarak interaksi yang terjadi akan lebih jauh bila dibandingkan dengan
atap langit-langit ruang yang tinggi. Hal ini terjadi karena antara lain arus udara yang
terjadi di dalam ruangan. Pada ruang yang atap langit-langitnya tidak tinggi, arus udara
yang terjadi lebih terbatas, dan temperature ruangan agak lebih panas bila dibandingkan
dengan rumah dengan atap langit-langit yang tinggi. Temperatur tersebut akan
mempengaruhi jarak interaksi.
Demikian pula halnya dengan luas sempitnya ruangan, akan mempengaruhi ruang
personal yang dibutuhkan oleh orang yang berinteraksi. Pada ruangan yang luas,
seseorang dapat menggunakan ruang personalnya sesuai kebutuhannya. Tetapi pada
ruangan yang sempit, maka ada keterbatasan untuk menggunakan ruang personal.
Ruang yang sempit dan penerangannya kurang maka adanya kecenderungan
seseorang menggunakan ruang personalnya agak dekat untuk berinteraksi. Dalam
ruang yagn sempit dan kurang sinar, akan menimbulkan perasaan yang kurang
menyenangkan bagi orang yang berinteraksi, perasaan takut, bahkan kemungkinan
adanya perasaan tertekan bagi orang yang memiliki rasa takut dengan kondisi gelap.
Oleh karena itu, bentuk arsitektur mengenai tinggi rendahnya atap langit-langit dan
besar kecilnya ruang dapat mempengaruhi ruang personal dalam berinteraksi dengan
orang lain.
Pencahayaan pada suatu ruang akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan
interaksi dan menggunakan ruang personal. Pencahayaan yang terang akan
mempengaruhi seseorang dalam menggunakan ruang personal dalam berinteraksi.
Pencahayaan yang terang dalam akan mempengaruhi seseorang menggunakan ruang
personal yang mempunyai jarak tertentu dalam berinteraksi, sehingga mereka merasa
nyaman dalam berinteraksi. Bahkan dalam penyinaran yang terang, orang akan
menjaga dirinya dengan norma-norma dalam berinteraksi dengan lawan jenisnya.
Sedangkan pada suatu ruang yang cahayanya kurang, maka suasananya mengundang
berinteraksi dengan jarak yang lebih dekat. Oleh karena itu, pencahayaan di suatu ruang
mempengaruhi penggunaan ruang personal.
‘13
6
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Posisi duduk dalam suatu ruang, akan mempengaruhi pula penggunaan ruang personal.
Apabila dua orang yang sedang melakukan interaksi duduk di tengah ruangan, maka ia
dapat menjadi pusat perhatian orang lain. Dengan posisi duduk yang berada di tengah
ruang, penggunaan ruang personalnya akan dijaga dalam jarak yang memadai. Interaksi
mereka tidak terlampau dekat, tetapi tidak terlampau berjauhan. Namun demikian,
apabila posisi duduk mereka berada di pojok ruangan, maka penggunaan ruang
personal akan ditentukan oleh bentuk hubungan mereka sendiri. Artinya, hubungan
interaksi apakah yang mereka sedang lakukan. Demikian pula dengan posisi berdiri,
tidak jauh berbeda dengan posisi duduk. Faktor budaya dalam hal ini akan memiliki
pengaruh dalam penggunaan ruang personal ketika mereka berinteraksi.
Posisi duduk yang bersifat linier atau seperti tempat duduk di ruang tunggu lapangan
terbang, maka masing-masing calon penumpang akan menjaga ruang personal.
Penumpang yang duduk sambil menunggu keberangkatan pesawat, dia akan menjaga
ruang personalnya, agar tempat duduk disebelahnya tidak diisi orang lain. Dengan
demikian, posisi tempat duduk dengan formasi satu garis akan mengundang seseorang
menjaga ruang personalnya. Namun demikian, apabila seseorang duduk bersaa teman
dekatnya di ruang tunggu, mereka dapat duduk berdampingan.
C. TERITORIAL
Teritorial adalah suatu tempat atau ruang yang dimiliki dan diawasi oleh seseorang atau
lebih. Jadi territorial sifatnya lebih menetap, batasnya terlihat dan mempunyai aturan untuk
berinteraksi. Adanya pengawasan yang ketat terhadap ruang yang dimilikinya, maka
territorial merupakan suatu area yang harus dilindungi yang memilikinya. Dengan demikian,
apabila ada pihak lain yang memasuki daerah teritorialnya tanpa izin, maka infiltran tersebut
akan terancam keselatannya. Atau dengan perkataan lain, pemilik territorial tersebut akan
mempertahankan daerahnya.
Teritorial merupakan batas-batas yang jelas kepemilikannya, dan akan mendapat
pengawasan dari pemiliknya. Hal ini menggambarkan bagaimana perilaku pemilik territorial
atau ruang yang dikuasainya sebagai bentuk penguasaan pemetaan kognitif mengenai
ruangnya tersebut. Di dalam suatu kondisi yang relative personal mengenai teritorialnya,
seseorang akan sangat menguasai letak dan posisi yang mendapatkan pengawasan yang
ketat. Pada territorial tersebut ia akan mengetahui apabila ada benda yang berubah letaknya
atau bahkan apabila tidak ada. Dengan berubahnya objek yang terletak pada suatu tempat,
maka ia dapat menyimpulkan adanya orang lain memasuki teritorialnya.
‘13
7
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pemahaman territorial dapat bersifat individual, kelompok, seperti keluarga dan kelompok
lainnya, bisa institusi dan dapat dimiliki oleh suatu bangsa. Hal ini berarti adanya kesamaan
dalam kognitif orang-orang yang memiliki teritorial tersebut. Pemetaan kognitifnya adalah
sama, demikian pula dengan afektif yang dirasakan bersama bahwa ruang tersebut adalah
merupakan teritorialnya. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada kelompok remaja yang
menyatakan bahwa mereka mempunyai area teritorial. Apabila ada remaja di luar
kelompoknya memasuki areal teritorialnya, maka dapat terjadi keributan akibat masalah
dimasuki teritorialnya oleh orang lain. Anggota kelompok yang merasa daerah teritorialnya
dimasuki oleh orang lain akan menunjukkan penguasaan wilayahnya dan rasa memiliki,
sehingga ia merasa tersinggung.
Namun demikin, ruang yang berada di lingkungan kita tidak semuanya dapat dinyatakan
sebagai deerah miliki kita. Apabila kita berada di tempat umum, maka tidak ada orang yang
dapat menyatakan area umum tersebut sebagai teritorialnya. Pembagian area teritorial
dikemukakan oleh Altman yang membagi ke dalam tiga kategori, yaitu :
NO
1
KATEGORI/TIPE
Teritorial Primer
TINGKAT
TINGKAT
KEPEMILIKIAN
PENGAWASAN
Dipersepsikan oleh
Pengawasan tinggi an
orang lain ataupun diri
lengkap, pihak lain masuk
sendiri sebagai milik
akan berakibat serius
sendiri dan permanen
atau dalam waktu lama
2
Teritorial Sekunder
Tingkat dimiliki, tetapi
Pengawasan moderat,
dipersepsikan sebagai
dipersonalisasikan
pemakai yang sah
sebagai pemakai dalam
waktu tertentu
3
Teritorial Publik
Tidak dimiliki, dan sulit
Pengawasan rendah,
dikontrol
dipersonalisasikan
temporer, tidak dapat
dipertahankan
Bila memperhatikan daerah teritorial diatas, khususnya teritorial primer, maka
pengawasannya sangat kuat. Seorang yang memiliki teritorial primer tersebut, dan untuk
dapat mengawasi secara ketat, maka ia harus memiliki kekuatan (power). Kekuatan yang
‘13
8
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dimaksud adalah dapat berupa kekuatan hukum, ataupun kekuatan secara fisik. Kekuatan
secara hukum dalam hal ini dapat berupa surat-surat yang mempunyai kekuatan hukum,
misalnya surat kepemilikan tanah atau rumah, atau surat sewa menyewa. Dengan demikian,
orang yang memiliki surat dengan kekuatan hukum tersebut dapat mempertahankan
teritorialnya. Sedangkan kekuatan fisik, biasanya dilakukan oleh pihak atau orang yang
mampu dengan kekuatan fisiknya untuk mempertahankan areanya, seperti kelompok
remaja, preman di suatu wilayah atau tukang parker di suatu daerah.
Penguasaan teritorial tidak hanya dimiliki oleh manusia saja, tetapi binatang pun memiliki
daerah teritorial. Daerah teritorial yang dikuasai oleh binatang dapat dilihat pada perilaku
binatang di hutan, seperti harimau, singa, monyet, gajah, dan sebagainya. Perilaku teritorial
yang paling jelas terlihat adalah pada anjing. Anjing yang lebih besasr, apabila melewati
suatu area, anjing tersebut akan mengencingi area tersebut atau mengosokkan badannya di
pagar yang dilewatinya. Perilaku anjing tersebut adalah untuk memberikan penciri di area
tersebut, bahwa daerah tersebut telah dilewatinya. Apabila ada anjing yang lebih kecil
melewati daerah tersebut dan menciumi tempat yang telah ditandai anjing besar, maka
anjing yang lebih kecil menjadi takut. Dengan demikian, kekuatan fisik dapat digunakan
untuk mempertahankan suatu teritorial.
Penguasaan teritorial pada suatu daerah oleh kelompok remaja, atau preman, tidak identic
dengan penguasaan teritorial primer seperti yang dikemukan oleh Altman (dalam Iskandar,
2012), yaitu seperti Rumah. Tetapi area penguasaan pada kelompok remaja, atau kelompok
preman, areal teritorialnya dapat lebih luas bila dibandingkan dengan rumah. Mengapa
kelompok remaja atau preman dapat mempertahankan daerah teritorialnya? Hal ini
dimungkinkan karena anggota kelompok tersebut merasa memiliki kelompok dan areal yang
dikuasainya. Dalam hal ini dapat terlihat interaksi di antara anggota kelompok tersebut
sangat kompak (cohesive). Perasaan kompak dan memiliki kelompoknya merupakan suatu
identitas dari kelompok tersebut, sehingga mereka merasa bangga dengan kelompoknya.
Dengan identitas kelompok yang kuat, dan perasaan bangga terhadap kelompoknya, maka
mereka mau mempertahankan area teritorialnya yang diakuinya. Orang di luar kelompok
tersebut pun mengakui area teritorialnya kelompk remaja tersebut. Pengakuan dari pihak
lain terhadap teritorialnya adalah diawali dengan kekuatan fisik yang ditunjukkan kelompok
tersebut. Dengan adanya pengakuan tersebut, maka pihak lain pun akan berhati-hati apabila
melintasi daerah tersebut, maka pihak lain pun akan berhati-hati apabila melintasi daerah
tersebut. Kelompok tersebut tidak memiliki surat yang mengesahkan secara hukum
mengenai teritorial yang didudukinya.
‘13
9
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Penguasaan teritorial ini pun harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sebagai daerah
teritorial primer yang harus dipertahankan sebagai suatu Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hal ini berarti bahwa untuk mempertahankan teritorial suatu negara, maka
masyarakat harus memiliki kebanggaan terhadap negaranya. Apabila melihat kondisi
Indonesia sebagai suatu negara, kebanggaan akan negara dan bangsa Indonesia adalah
bervariasi. Ada sebagaian masyarakat yang bangga akan negara dan bangsa, dan ada pula
yang kadar kebanggaannya kurang.
Permasalahan yang terjadi pada di daerah perbatasan, dan masyarakat lain yang masih
kurang kental identitas kebangsaannya adalah perlu mendapatkan perhatian. Kekompakan
bangsa Indonesia untuk mempertahankan teritorial Negara Kesatuan Indonesia adalah
sangat dibutuhkan. Kognisi bangsa Indonesia tentang keindonesiaan perlu dikembangkan,
sehingga kognisi bangsa Indonesia adalah sama tentang teritorialnya. Dengan demikian
peranan aparat teritorial mulai dari tingkat Koramil, Kodim, hingga Kodam adalah penting
untuk menanamkan pemetaan kognitif teritorial Indonesia.
Untuk mengembangkan kognisi teritorial pada masyarakat Indonesia, diperlukan suatu
interaksi di antara masyarakat Indonesia yang berlangsung dengan baik. Kemampuan
interaksi sosial tersebut harus menjadi salah satu kompetensi aparat teritorial. Hal ini berarti
bahwa interaksi antara aparat teritorial harus berlangsung baik. Dengan demikian aparat
teritorial harus memiliki kompetensi dalam membina masyarakat di daerahnya. Hubungan
masyarakat dengan aparat teritorial yang baik adalah sangat diperlukan bagi bangsa
Indonesia untuk mempertahankan teritorialnya. Kekhasan aparat teritorial dalam tubuh TNI,
adalah harus dapat dikembangkan dengan lebih baik. Hal ini berarti bahwa bangsa
Indonesia diharapkan dapat mempertahankan teritorialnya secara bersama, antara pihak
sipil dan militer.
Mempertahankan teritorial suatu negara tidak hanya tugas militer saja, tetapi merupakan
tugas bersama antara sipil dan militer. Sinergitas tersebut yang diperlukan dalam
mempertahankan teritorial primer Indonesia. Pemetaan kognitif pada suatu bangsa
Indonesia mengenai teritorial adalah harus sama, yaitu batas-batas teritorial Indonesia.
Adanya pemahaman yang sama mengenai peta kognitif tentang teritorial Indonesia, maka
pengawasan terhadap hal-hal yang mencurigakan terjadi di wilayah teritorialnya akan
terawasi dengan ketat.
‘13
10
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Aplikasi pemahaman teritorial adalah sangat luas, dapat digunakan dalam aspek pertahanan
suatu daerah dan negara. Bahkan penggunaan teritorial ini pun dapat digunakan pula di
tempat santai di pantai. Dengan demikian, teritorial dalam Psikologi Lingkungan dapat
digunakan diberbagai hal.
1. Teritorial dan Agresi
Agresi pada dasarnya merupakan perilaku yang menyakitkan pihaklain, baik bersifat verbal
maupun fisik. Pihak yang terlanggar daerah teritorialnya dapat bertingkah laku dengan
ucapan yang menyakitkan atau bahkan terjadi pemukulan kepada pihak yang melanggar.
Dalam hal ini, pihak yang memiliki teritorial tersebut merasa ada pihak lain yang memasuki
wilayah tanpa izin. Sebagai konsekuensi dari kejadian tersebut, maka interaksi yang terjadi
menjadi tidak baik. Dengan demikian, masalah pelanggaran teritorial sangat memungkinkan
terjadinya adu kekuatan fisik.
Pelanggaran yang dilakukan secara terencana oleh pihak-pihak tertentu, dapat
mengakibatkan konflik. Mengapakah pihak lain berani melanggar teritorial suatu negara?
Perilaku pelanggaran yang disengaja tersebut, sangat dimungkinkan oleh karena adanya
pihak lain yang kurang menghargai dalam interaksi. Pihak pelanggar telah
memperhitungkan segala kemungkinan yang bakal diterimanya.
2. Teritorial sebagai Batas Keamaman
Batas teritorial adalah batas dimana seseorang melakukan interaksi dengan nyaman.
Namun demikian, dalam suatu situasi terjadinya pelanggaran teritorial, maka teritorial
menjadi batas keamanan. Hal ini berarti bahwa orang yang memiliki teritorial primer akan
merasa aman apabila berada di teritorialnya. Batas teritorial ini pun akan memperjelas
seberapa luaskah wilayah yang harus diamati dan diawasi sebagai kepemilikan. Oleh
karena itu, apabila dalam peristiwa konflik antarkelompok, maka setiap kelompok akan
merasa aman berada di wilayahnya. Apabila mereka melintas batas teritorialnya, maka
keamanan bagi dirinya belum tentu terjamin.
3. Berbedaan antara Teritorial dan Ruang Privasi
Ruang Privasi adalah suatu proses pembatasan interpersonal dengan cara mengatur
interaksi dengan orang lain. Mekanisme pembatasn tesebut adalah perasaan dimana
seseorang yang menginginkan ruang privasi tersebut sudah memperoleh privasinya. Privasi
ini dapat bersifat individual ataupun kelompok. Hal ini berarti bahwa seseorang yang
mencari ruang privasi dapat bersifat individu, tetapi dapat pula bersifat kelompok. Kelompok
‘13
11
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang dimaksud dalam hal ini adalah kelompok yang dirasakan tidak mengganggu dirinya
yang membutuhkan ruang privasi.
Ruang privasi yang bersifat individual merupakan suatu ruangan yang dibutuhkan oleh
individu untuk membatasi interaksi dengan orang lain. Dalam hal ini seseorang
membutuhkan suatu ruangan yang dapat digunakan untuk menyendiri, tanpa diganggu oleh
orang lain. Kebutuhan untuk menyendiri , tanpa diganggu oleh orang lain. Kebutuhan untuk
menyendiri dapat digunakan untuk melakukan evaluasi diri, atau pekerjaan yang
memerlukan kesendiriaan agar tidak diganggu. Di dalam ruang privasi tersebut, seseorang
dapat mengekspresikan diri, sehingga ia membutuhkan ruangan yang menunjang untuk
kepentingan tersebut. Ruang privasi tersebut sudah barang tentu dapat memberikan rasa
nyaman dan aman.
Dalam ruang privasi dapat dirasakan adanya keamanan dan kenyamanan bagi orang yang
memang ingin mengekspresikan diri atau menyendiri. Dengan demikian, ruang privasi
tersebut dapat ditata sedemikian rupa sehingga dirasakan kenyamanan. Ruang privasi tidak
dapat dibuat ruang khusus untuk keperluan mengekspresikan dirinya, ruangan tersebut
dapat saja seperti kamar mandi. Kamar mandi yang ditata tersebut dapat dirasakan nyaman,
sehingga orang yang membutuhkan untuk melakukan evaluasi diri dapat berlama-lama di
kamar mandi.
D. KEPADATAN
Kepadatan mempunyai dua pengertian. Kepadatan (density) adalah istilah yang paling
sering didengar atau dibaca. Kepadatan penduduk yang mewakili pengertian density adalah
pengertian dimana ukuran tingkat kepadatan penduduk pada suatu daerah. Pengertian
kepadatan penduduk ini biasanya dinyatakan dengan jumlah penduduk di suatu daerah
yang memiliki ukuran luas dan dinyatakan dalam ukuran km2 atau Ha.
Kepadatan (crowding) adalah suatu kepadatan yang dirasakan oleh seseorang yang bersifat
psikologis. Hal ini berarti bahwa banyaknya orang tersebut dimaknakan sebagai kepadatan.
Mengapa seseorang memaknakan adanya kepadatan? Hal ini dikarenakan orang tersebut
memaknakan kerumunan orang-orang tersebut tidak menyenangkan. Sebagai ilustrasi,
ketika seseorang menemani orang tuanya, atau temannya untuk menghadiri undangan
pernikahan yang tidak dikenalnya. Orang tersebut merasakan tidak nyaman berada di
resepsi tersebut karena banyak yang tidak dikenal. Sedangkan apabila ia menghadiri suatu
pertemuan reuni alumni sekolahnya, dimana banyak yang dikenalnya dalam reuni tersebut,
sehingga ia merasa betah dan waktu yang digunakan tidak terasa lama. Walaupun pesta
pernikahan dan pertemuan alumni tersebut diselenggarakan di ruang yang sama, dan
‘13
12
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
jumlah undangannya kurang lebih sama, misalnya dihadiri 1000 orang. Tetapi yang berbeda
adalah manusianya yang hadir di ruang pertemuan tersebut. Pemaknaan yang membuat
seseorang merasa tidak nyaman dalam pertemuan tersebut adalah penghayatan kepadatan
(crowding).
Kepadatan yang dirasakan seseorang akan dimaknai sebagai hal yang negative. Penilaian
negative terhadap kepadatan akan memberikan efek pada faktor fisiologis. Seseorang yang
menilai kepadatan sebagai hal yang negative, akan dirasakan sebagai hal yang tidak
nyaman. Dengan munculnya perasaan negative akibat kepadatan yang tidak membuat rasa
nyaman, maka akan meningkatkan denyut jantung. Kondisi fisiologis yang menunjukkan
adanya peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
Kondisi kepadatan berpengaruh pula pada perilaku prososial. Penelitian yang dilakukan oleh
Bickman dan kawan-kawan, membandingkan perilaku prososial pada penghuni asrama
yang tingkat kepadatannya tinggi, medium dan rendah. Amplop yang ada perangkonya dan
alamat yang jelas, dijatuhkan di asrama tersebut. Peneliti tersebut mengobservasi perilaku
menolong dari penghuni asrama. Hal penelitian tersebut memperlihatkan bahwa 58%
penghuni asrama yang padat mengirimkan melalui pos. Sebanyak 79% dilakukan oleh
penghuni asrama yang kepadatannya menengah mengeposkan surat tersebut. Sedangkan
pada penghuni asrama yang kepadatannya rendah, mengirim surat tersebut ke pos
sebanyak 88%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku prososial pada penghuni asrama yang
pada kurang mau melakukan perilaku menolong. Sedangkan pada penghuni asrama yang
kurang padat lebih banyak menunjukkan perilaku menolong.
Fenomena yang terlihat dalam suatu kelompok yang berada di tempat yang padat, maka
terlihat adanya kekhawatiran berpisah dengan rombongan atau kelompoknya. Hal ini
terutama terlihat pada kerumunan yang tidak dikenal oleh kelompok mereka. Adanya suatu
perasaan khawatir berpisah dengan temannya dalam satu kelompok. Perilaku defensive dan
saling memerhatikan dapat terlihat di antara mereka. Apabila mereka melihat bahwa kondisi
kerumunan massa demikian padat dan tidak memungkinkan untuk bertahan secara
keseluruhan, maka perilaku defensive yang dilakukan adalah memecah kelompok dalam
kelompok yang lebih kecil. Mereka akan membuat suatu perjanjian tempat untuk bertemu.
Kondisi demikian dapat diamati di pasar malam, di Mekah dalam kegiatan ibadah haji ketika
mengelilingi Ka’bah.
Dalam menghadapi kondisi padatnya manusia, maka umumnya kelompok yang berhadapan
dengan kelompok lain yang juga memiliki kepentingan yang sama, maka akan terjadi saling
berpegangan. Tatapi apabila kelompok cukup besar, maka tidak mungkin untuk selalu
‘13
13
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dalam keadaan utuh. Oleh karena itu, cara mengatasinya adalah dengan memecah ke
dalam beberapa kelompok yang lebih kecil. Kelompok yang lebih kecil ini memungkinkan
untuk berada dalam kelompok yang lebih lama, bila dibandingkan dengan kelompok yang
berjumlah besar. Dengan demikian, kekhawatiran berpisah dalam menghadapi kepadatan
dapat diatasi.
Namun demikian, apabila kita berada dalam suatu kelompok yang ekspresif, seperti berada
dalam suatu karnaval, dan demonstrasi, maka dapat dilihat perilaku manusia yang berada
dalam kelompok-kelompok demonstran. Kelompok dapat dikategorikan menjadi :
1. Menikmati kerumunan dan menjadikan kerumunan tersebut menjadi tontonan
2. Muncul rasa khawatir dalam kelompok kerumunan tersebut karena bukan bagian dari
kelompok tersebut dan berusaha menghindar.
Kerumunan yang dirasakan tidak mengancam, maka kerumunan tersebut dapat dijadikan
sebagai tontonan. Tetapi manakala kerumunan orang tersebut dirasakan mengancam, maka
akan muncul rasa khawatir dan reaksi yang tepat adalah menghindar dari kerumunan
tersebut. Walaupun kerumunan tersebut sedang melakukan aksi demonstrasi, tetapi tidak
menunjukkan perilaku yang mengancam, maka orang lain yang tidak terlibat akan merasa
aman. Misalnya dalam demonstrasi damai, atau karnaval yang memang ingin dilihat.
Pada kasus demonstasi, penonton demonstran mungkin tidak merasa khawatir karena aksi
demonstrasi mareka tidak menunjukkan kekerasan, sehingga orang yang sedang berjalan
dapat menyaksikan aksi demonstrasi tersebut. Namun demikian, bagi mereka yang
membawa kendaraan melihat aksi demonstrasi ini khawatir. Kekhawatiran yang muncul
adalah karena takut akan kemacetan lalu lintas.
Kepadatan dalam pemahaman massa, maka dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu massa
yang aktif dan massa yang pasif. Pada massa yang pasif dapat dilihat pada kepadatan yang
terjadi di tempat pertunjukkan menonton film, pasar malam, dan sebagainya. Pada
kepadatan masa tersebut, mereka hanya melakukan kegiatan menonton, Namun demikian,
kepadatan yang pasif dapat saja berubah menjadi aktif, misalnya ketika sedang menonton,
ada bahaya kebakaran di gedung pertunjukan.
‘13
14
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sedangkan pada kepadatan massa yang aktif, dapat bervariasi kegiatannya. Yaitu misalnya
kegiatan merampok, perbuatan rusuh dan kegiatan yang ekspresif. Sepanjang kepadatan
yang ekspresif tidak menunjukkan indikasi kegiatan yang membahayakan orang lain, maka
aktivitasnya dapat dilihat/ditonton. Demikian pula dengan kegiatan karnaval, dimana
kegiatan tersebut akan mengundang kerumunan lain yang akan menonton karnaval
tersebut.
E. KEBISINGAN
Kebisingan merupaya suara yang tidak diinginkan oleh seseorang, suara bising tidak hanya
suara yang keluar dari sumbernya dengan tekanan tinggi atau frekuensi yang tinggi pada
pendengaran, misalnya suara melengking di dekat telinga. Tetapi suara yang tidak
diinginkan dapat berupa suara orang berbicara yang mengganggu bagi yang
mendengarkan. Oleh karena itu, kebisingan lebih merupakan pemaknaan psikologis.
Masalah kebisingan tidak dipengaruhi secara langsung oleh faktor fisik. Tetapi bukan berarti
bahwa faktor fisik dapat diabaikan. Faktor fisik dalam hal ini adalah gelombang suara yang
diterima oleh indera pendengaran kita dan memberikan tekanan pada gendang telinga
orang yang mendengarnya. Manusia secara normal dapat mendengar frekuensi suara
antara 20-20.000 Hz (Hertz).
a. Efek kebisingan pada fisiologis
Tekanan suara yang diterima oleh seseorang udah barang tentu akan berproses
dalam pengindraan pendengaran orang tersebut. Tekanan suara yang dirasakan
melebihi kemampuan fisiologisnya, maka akan terjadi kerusakan pada fungsi
fisiologis pendengarannya. Atau dengan perkataan lain, orang tersebut akan
mengalami ketulian.
b. Efek kebinginan pada kesehatan
Sebagaimana telah diungkap pada efek kebisingan pada fisiologis, yaitu akan
berpengaruh pada kerusakan pendengaran seseorang. Kerusakan pada pendengarn
seseorang akan menyebabkan pula hilangnya pendengaran (tuli). Hilangnya
pendengaran dapat disebabkan oleh adanya trauma pada cochlea (cairan yang
terdapat di rumah siput). Suara keras yang berulang kali akan merusak sel-sel
rambut di cochlea, yang pada akhirnya akan mengurangi kemampuan mendengar.
Hilangnya pendengaran sejalan dengan bertambahnya usia. Orang yang sejak
mudanya banyak menerima tekanan suara yang tinggi akan lebih cepat mengalami
‘13
15
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ketulian dibandingkan dengan orang yang usia mudanya tidak terlampau menerima
tekanan suara keras.
Suara yang memberikan tekanan keras sering kali dikaitkan dengan masalah
jantung, khususnya cardiovascular.
c. Efek kebisingan pada aspek psikologis dan interaksi sosial
Dimensi utama dalam variabel kebisingan adalah
-
Volume suara
-
Predictability
-
Pengontrolan persepsi.
Suara dengan volume yang keras akan menggangu komunikasi verbal dan akan
menimbulkan stres pada diri seseorang. Orang yang sedang melakukan interaksi
dengan adanyanya suara yang bising, akan sangat terganggu. Mereka terpaksa
melakukan komunikais dengan suara yang lebih keras, dan mungkin juga isi
pembicaraannya tidak tertangkap secara keseluruhan dengan baik.
Suara bising yang muncul secara tidak terduga atau tidak teratur akan lebih
mengganggu dibandingkan dengan suara yang teratur. Suara bising yang tak diduga
pemunculannya menimbulkan keterkejutan bagi orang yang mendengar.
Keterkejutan tersebut dapat pula menimbulkan stres, karena suara tersebut akan
menyakitkan terdengarnya, bila dibandingkan dengan suara yang dapat diduga.
Selain itu, suara yang tak dapat diduga kemunculannya akan membuyarkan
konsentrasi bagi orang yang mendengar.
Suara keras tekanannya dan tidak dapat dikontrol akan lebih menggangu bila
dibandingkan dengan suara yang dapat dikontrol. Suara yang memberikan tekanan
keras apabila dapat diatur, maka tidak akan menggangu. Dengan demikian, orang
yang mampu mengontrolnya dapat terhindar dari situasi stres dan konsentrasinya
tidak terganggu. Suara yang tidak dapat dikendalikannya akan menimbulkan stres
dan ia harus meningkatkan konsentrasi dalam berbagai hal.
Kondisi suara yang memberikan tekanan pada orang berinteraksi, sudah barang
tentu akan mengganggu interaksi yang sedang berlangsung.
‘13
16
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
F. CUACA
Manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan tidak terlepas dengan cuaca dan iklim.
Lingkungan fisik tersebut akan dipersepsikan oleh manusia dengan berbagai makna.
Persepsi yang berbeda, karena adanya tingkat kepentingan yang berbeda.
a. Dampak cuaca panas pada fisiologis
Panas tubuh normal adalah antara 36o C – 370 C. Temperatur ini akan dipertahankan
dalam kemampuan manusia. Hal ini dikarenakan temperatur di sekelilingnya, yaitu
dengan mengeluarkan keringat. Apabila manusia mengalami kedinginan, maka ia
akan menggigil. Namun demikian, apabila panas tubuh manusia naik hingga 450 C,
maka ia akan meninggal. Demikian pula apabila temperatur badannya turun di
bawah 250 C, ia akan meninggal.
Apabila mekanisme dalam tubuh untuk menyeimbangkan kondisi panas tubuh di
dalam dengan luar tubuh gagal dilakukan, maka stres kepanasan akan terjadi.
Dalam hal ini kegagalan fisiologis untuk menormalkan kembali panas tubuh terjadi
ketika seseorang mengalami cuaca yang amat panas.
b. Cuaca pada dan Kinerja
Panas diatas 320 C akan mengakibatkan kerusakan kinerja mental, setelah dua jam
diberikan dalam kondisi tersebut. Penurunan kinerja terjadi pada memori, waktu
reaksi, perhitungan matematik.
c. Cuaca panas dengan tingkah laku sosial
Cuaca panas dapat menimbulkan kondisi yang tidak menyenangkan bagi orang yang
mengalaminya. Dalam temperatur panas, seseorang memiliki kecenderungan kurang
memberikan stimulasi dalam berinteraksi. Apabila interaksi dilakukan di luar ruang,
maka ada kecenderungan orang yang berinteraksi masuk ke dalam ruang, untuk
mencari temperatur yang lebih nyaman.
G. PENCAHAYAAN
Interaksi antara manusia dengan lingkungan akan melibatkan pencahayaan. Objek atau
benda atau lingkungan yang ditangkap oleh indra mata kita akan mengantarkan gelombang
cahaya, yang kemudian diterima oleh indra mata kita di retina. Dengan demikian, setelah
melihat melalui indra mata, maka kita dapat memahami objek yang kita lihat.
‘13
17
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
H. PENCEMARAN UDARA
Manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan mengatakan bahwa lingkungan
udaranya tercemar atau kotor. Seseorang dapat menilai udaranya tercemar adalah melalui
proses persepsi tentang lingkungan udara yang tercemar. Persepsi tentang pencemaran
udara sangat bergantung pada faktor fisik dan psikologis. Pada umumnya orang akan
mempersepsikan pencemaran udara adalah negatif karena bau dan asap atau debu. Tetapi
udara tercemar dan berbahaya adalah tidak mengandung bau dan asap (seperti gas CO).
a. Dampak pencemaran udara
Seseorang yang menghirup udara kotor, maka ia akan mengalami kukurangan
oksigen di dalam darah. Oksigen yang dihirup oleh manusia pun jumlahnya tidak
banyak seperti udara yang tidak tercemar. Dengan kondisi tersebut, orang akan
merasa pusing, kerusakan saraf, gangguan memori dan atensi.
b. Dampak pencemaran udara pada daya ingat
Kekurangan oksigen pada aliran darah dapat mengganggu fungsi otak dalam
mengingat, baik untuk memori jangka pendak maupun jangka panjang.
c. Dampak pencemaran udara pada kinerja
Pekerjaan yang paling banyak mengalami paparan pencemaran udara adalah orang
yang bekerja dan berada di jalan raya. Reaksi yang muncul adalah hambatan dalam
pengambilan keputusan, waktu reaksi yang lambat, atensi yang terganggu,
kemampuan mengemudi mengalami penurunan, proses pengolahan informasi dan
kemampuan mengingat terganggu. Untuk itu perlu alat bantu perlindungan
pernafasan.
Daftar Pustaka
Iskandar, Z (2012). Psikologi Lingkungan : Teori dan Konsep. Bandung: Refika Aditama
‘13
18
Psikologi Sosial 2
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download