Pengolahan Limbah Cair Warna Tekstil

advertisement
National Conference: Design and Application of Technology 2010
Desinfeksi Mikroba Patogen dalam Air Tanah untuk Air Minum dengan
Radiasi UV
Tedi Hudaya, Anastasia Prima, Monica Chrysilla, dan Candranela
Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan
Jalan Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Telp/Fax: (022) – 2032 700; email: [email protected]; [email protected]
Intisari
Proses desinfeksi air minum yang umum digunakan dalam masyarakat adalah desinfeksi dengan penambahan
zat kimia (seperti kaporit) atau dengan melakukan perebusan. Desinfeksi dengan zat kimia dapat mengubah
rasa dan meninggalkan residu bahan kimia di dalam air. Sedangkan desinfeksi dengan perebusan
membutuhkan energi yang tidak sedikit. Penelitian ini mengkaji metode desinfeksi air tanah dengan sinar
UV. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk sterilisasi air tanah dalam skala
menengah, misalkan pada instalasi penyedia air minum komunitas perkotaan di daerah padat penduduk yang
rawan pencemaran mikroba patogen.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh karakteristik air tanah (kesadahan dan kandungan
besi) dan aerasi terhadap efektivitas desinfeksi air tanah dengan lampu UV (tipe low pressure Hg amalgam)
dalam fotoreaktor kolom secara batch. Kualitas air minum diukur dengan kandungan bakteri koliform
sebagai indikator pencemaran air oleh mikroba patogen.
Analisa kandungan koliform dilakukan dengan metode Most Probable Number (MPN). Variasi kadar besi
dilakukan dengan penambahan FeCl3 sedangkan variasi kesadahan dilakukan dengan penambahan CaCl2.
Efektivitas desinfeksi diukur dari nilai konstanta kematian, sebagai tolok ukur laju kematian mikroba, yang
dihitung dari data percobaan selama proses desinfeksi berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sistem aerasi tidak dibutuhkan dalam proses desinfeksi. Di samping itu, kandungan kesadahan dan besi pada
konsentrasi tertentu dapat menurunkan efektivitas desinfeksi. Air tanah dengan kandungan kesadahan di atas
300 ppm dan besi > 20 ppm perlu diolah terlebih dahulu, karena kandungan pengotor-pengotor tersebut dapat
mengganggu efektivitas proses desinfeksi dengan signifikan.
Kata Kunci: desinfeksi, , air minum, UV, kesadahan, besi
1.
Pendahuluan
Air merupakan salah satu komponen yang paling penting bagi kehidupan manusia. Sebagian besar tubuh
manusia terdiri dari air. Air yang masuk ke dalam tubuh manusia sebagian besar berasal dari makanan dan
minuman. Maka dari itu, sumber air yang digunakan untuk makan dan minum harus bebas dari bahan pencemar,
salah satunya adalah mikroba patogen.
Mikroba patogen adalah mikroba yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Jenis mikroba patogen yang
paling sering ditemukan di dalam air tercemar adalah koliform. Sehingga bakteri koliform sering digunakan sebagai
indikator air tercemar.
Air yang dikonsumsi dapat berasal dari berbagai tempat; seperti sumber mata air pegunungan, air dari PDAM,
atau air sumur (air tanah). Sumber air sumur (air tanah) berasal dari air hujan yang meresap ke dalam tanah. Air
sumur ini sampai ke tangan masyarakat tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu seperti air dari kedua sumber
sebelumnya. Sehingga besar kemungkinan air tanah tercemar oleh bakteri patogen sehingga perlu dilakukan
pengolahan lebih lanjut agar air tersebut aman untuk diminum.
Walaupun tanah sebenarnya dapat berfungsi sebagai medium penyaring, tetapi besar kemungkinan bakteri
koliform dapat lolos dengan mudah dari penyaringan tersebut. Hampir di dalam semua sumber air tanah terdapat
bakteri koliform dalam yang berbeda-beda. Letak sumur sebagai sumber air tanah sangat berpengaruh terhadap
tercemar atau tidaknya air yang terkandung di dalam sumur tersebut. Letak sumur yang berdekatan dengan septic
tank, dapat menyebabkan tingginya bakteri koliform. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya letak
sumur menyebabkan sumber air tanah mudah tercemar.
Desinfeksi air minum dengan sinar UV dapat digunakan sebagai alternatif untuk menghilangkan bakteri
koliform dalam air minum.
81
National Conference: Design and Application of Technology 2010
2.
Landasan Teori
Sinar UV adalah gelombang elektromagnetik dangan panjang gelombang yang yang berada di antara panjang
gelombang yang dapat dilihat oleh mata dan panjang gelombang sinar X.
Prinsip dari metode desinfeksi sinar UV adalah pemindahan energi dari sinar UV ke dalam materi genetik
bakteri. Materi genetik ini berupa DNA dan RNA. Sinar UV diserap oleh dinding sel dan radiasinya menyebabkan
material genetik bakteri rusak.
Sinar UV menyebabkan reaksi antara 2 molekul timin dan mengalami dimerisasi. Dimerisasi ini bersifat sangat
stabil. Dimerisasi akan menyebabkan replikasi DNA terganggu sehingga menghambat reproduksi dan fungsi tubuh
sel bakteri. Semakin lama waktu penyinaran bakteri dengan sinar UV, maka semakin banyak dimerisasi yang
terbentuk. Apabila dimerisasi yang terbentuk sangat banyak, maka bakteri akan mati.
Efektifitas sinar UV untuk membunuh bakteri ditentukan oleh karakteristik air, intensitas radiasi sinar UV,
konfigurasi reaktor, dan lamanya waktu penyinaran. Tingkat keberhasilan proses pemurnian air dapat diukur dari
konsentrasi koloni mikroba dan jumlah partikel pengotor yang terkandung di dalamnya.
Perangkat desinfeksi dengan sinar UV mempunyai beberapa komponen utama yaitu lampu merkuri, reaktor,
dan ballast. Lampu yang digunakan sebagai sumber sinar UV dapat berupa lampu merkuri bertekanan rendah atau
sedang dengan intensitas yang rendah ataupun tinggi.
Panjang gelombang yang paling efektif digunakan untuk desinfeksi aslaah pada rentang 250 sampai 270 nm.
Lampu merkuri bertekanan rendah mengeluarkan sinar monokromatik dengan panjang gelombang 253,7 nm.
Panjang standar lampu bertekanan rendah yang digunakan adalah 0,75 dan 1,5 meter dengan diameter 1,5 sampai 2
sentimeter. Temperatur dinding lampu yang ideal berkisar antara 95 oF sampai 122 oF.
Lampu bertekanan sedang biasanya digunakan pada sistem yang membutuhkan sinar UV untuk skala besar.
Lampu bertekanan sedang mampu menembus dinding bakteri dan membunuh lebih baik dibandingkan dengan
lampu bertekanan rendah. Hal ini disebabkan oleh intensitas lampu yang lebih besar bila dibandingkan dengan
intensitas lampu bertekanan rendah. Walaupun demikian lampu bertekanan sedang dioperasikan pada temperatur
yang lebih tinggi dan membutuhkan energi yang lebih banyak.
Ada 2 tipe konfigurasi reaktor yang dapat digunakan yaitu reaktor dengan adanya kontak antara lampu
dengan air dan dan tidak adanya kontak. Kedua tipe konfigurasi tersebut dapat digunakan dalam dua arah aliran
yaitu arah aliran air tegak lurus dengan lampu atau sejajar dengan lampu. Pada reaktor dengan konfigurasi adanya
kontak antara aliran air dengan lampu, lampu membutuhkan selongsong untuk meminimalisasi pendinginan oleh
air. Berikut ini adalah contoh konfigurasi reaktor dengan arah aliran sejajar dan tegak lurus dengan lampu.
Desinfeksi dengan sinar UV mempunyai keuntungan antara lain :
Desinfeksi sinar UV efektif meng-nonaktifkan hampir semua virus, spora, dan bakteri.
Desinfeksi dengan sinar UV lebih bersifat desinfeksi secara fisika dibanding secara kimia sehingga
mengeleminasi keperluan untuk regenerasi, masalah transport, atau penyimpanan racun dan bahan kimia
korosif.
Tidak ada keluaran atau zat sisa yang berbahaya bagi manusia atau hewan yang hidup di air.
Desinfeksi dengan sinar UV mudah dioperasikan.
Desinfeksi dengan sinar UV memiliki waktu kontak yang lebih rendah dibandingkan dengan desinfeksi yang
lain.
Desinfeksi dengan sinar UV tidak memerlukan tempat seluas metode desinfeksi yang lain.
Desinfeksi dengan sinar UV tidak menghasilkan senyawa kimia kompleks, tidak mengubah rasa dan bau air,
dan tidak menghilangkan kandungan mineral yang terdapat dalam air.
-
Sedangkan kerugian desinfeksi dengan sinar UV adalah :
Beberapa jenis virus, bakteri, dan spora tidak dapat dinonaktifkan pada dosis yang rendah.
Organisme dapat menyembuhkan kerusakan yang disebabkan oleh sinar UV melalui repair mechanism .
Mekanisme ini dikenal sebagai fotoreaktif atau dark repair.
Diperlukan program untuk mengontrol fouling yang mungkin terjadi.
Kekeruhan dapat menghambat desinfeksi dengan sinar UV. Desinfeksi dengan lampu bertekanan rendah tidak
dapat digunakan untuk air yang memiliki TSS 30 mg/L. Sehingga perlu perlakuan awal berupa filtrasi.
Sistem desinfeksi dengan sinar UV bergantung pada 3 faktor penting. Sifat dinamika reaktor menjadi salah satu
faktor yang perlu diperhatikan. Desinfeksi dengan sinar UV sebaiknya memiliki aliran yang sama disetiap bagian
dengan pergerakan aksial yang cukup. Reaktor harus dirancang agar short-circuiting dan dead zones tidak timbul.
Short-circuiting dan dead zones dapat mengurangi efisiensi penyinaran.
Selain sifat hidrolik, intensitas yang dihasilkan oleh sinar UV marupakan faktor yang perlu dipertimbangkan.
Faktor yang mempengaruhi intenswitas sinar adalah umur lampu, fouling yang terjadi pada lampu, dan konfigurasi
serta posisinya dalam reaktor.
82
National Conference: Design and Application of Technology 2010
Faktor terakhir adalah karakteristik air yang akan dimurnikan. Hal ini meliputi laju alir, zat terlarut, densitas
awal bakteri, dan parameter kimia fisika lainnya. Karakteristik air yang berbeda memberikan efek yang berbeda
pula pada desinfeksi dengan sinar UV.
3.
Metodologi
Pada peneitian ini akan diuji pengaruh aerasi, kesadahan, dan kandungan besi terhadap efektifitas penyinaran.
Fotoreaktor yang digunakan menggunakan 1 buah lampu UV low presure bertipa amalgam. Reaktor dilengkapi
dengan pH meter rotameter udara, termometer, lubang umpan, jaket pendingin, lubang sampel, dan kompresor
udara. Proses aerasi dilakukan selama 30 menit dengan interval sampel 5 menit.
 Profil kenaikan temperatur mikroba
3,5 Liter air tanah dimasukkan ke dalam reaktor dan disinari dengan lampu UV tanpa menggunakan air
pendingin. Temperatur reaktor kemudian diukur setiap 5 menit.
 Penentuan lama penyinaran dan interval sampling
Pertama-tama proses desinfeksi dilakukan selama 4 jam dengan interval sampling 30 menit. Kemudian
waktu penyinaran dan interval sampling dipersingkat hingga berada pada rentang kematian mikroba.
 Kajian pengaruh laju aerasi
3,5 Liter air tanah dimasukkan ke dalam reaktor dengan variasi laju alir udara 0 L/min, 3 L/min, 6 L/min,
dan 10L/min. Sebelum memasuki reaktor, udara dilewatkan melalui membran filter untuk mengurangi
kontaminasi dari udara.
 Kajian pengaruh kesadahan
3,5 Liter air tanah divariasikan kesadahannya sebesar 150 ppm, 300 ppm, dan 500 ppm. Variasi kesadahan
dilakukan dengan penambahan CaCl2.
 Kajian pengaruh kadar besi
3,5 Liter air tanah divariasikan kandungan besinya yaitu sebesar 10 ppm, 20 ppm, dan 30 ppm. Variasi besi
dilakukan dengan penambahan FeCl3.
Air tanah yang telah diolah dianalisa dengan metode MPN ( Most Probable Number). Metode MPN
merupakan tes pendahuluan untuk mengetahui kandungan bakteri koliform berdasarkan terbentuknya asam dan gas
yang merupakan hasil dari fermentasi laktosa.
4.
Hasil dan Pembahasan
Profil kenaikan temperatur mikroba
Dari grafik 1 dapat dilihat temperatur operasi naik secara perlahan dari suhu 26 oC sampai 50 oC selama 6 jam
dan telah berada di luar rentang hidup bakteri koliform (20 oC – 45 oC). Setiap mikroba memiliki rentang
temperatur yang berbeda-beda untuk dapat bertahan hidup. Apabila kondisi temperatur lingkungan berada di luar
rentang tersebut maka mikroba akan terhambat pertumbuhannya atau mati. Oleh sebab itu, temperatur proses
desinfeksi perlu dijaga agar tetap berada di dalam rentang hidup bakteri koliform. Untuk menjaga temperatur
operasi tetap pada suhu ruang, maka ke dalam reaktor dialirkan air pendingin melalui jaket pendingin selama proses
desinfeksi, sehingga temperatur dapat dijaga pada temperatur 25 oC – 26 oC.
Penentuan lama penyinaran dan interval sampling
Pertama-tama penyinaran dilakukan selama 4 jam dengan interval sampling 30 menit. Setelah 30 menit
penyinaran, jumlah mikroba dalam air menurun drastis dari 271 koloni / 100 ml menjadi 3 koloni / 100 ml. Oleh
sebab itu lama penyinaran dipersingkat menjadi 1,5 jam dan sampel diambil setiap 10 menit.
Pada lama penyinaran 1,5 jam dan interval sampling 10 menit mikroba hidup sudah tidak ditemukan di dalam
air setelah dilakukan penyinaran selama 20 menit. Kematian mikroba terjadi pada 20 menit pertama, maka waktu
penyinaran dipersingkat menjadi 30 menit dan sampel diambil setiap 5 menit.
83
National Conference: Design and Application of Technology 2010
Profil Temperatur Reaktor vs Waktu
60
Temperatur (C)
50
40
30
20
10
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
waktu (menit)
Grafik 1 Profil temperatur reaktor terhadap waktu
Pada interval sampling ini jumlah mikroba hidup berkurang drastis setelah 5 menit penyinaran. Jumlah
mikroba berkurang dari 438 koloni / 100 mL menjadi 11 koloni / 100 mL. Akan tetapi pengambilan sampel tidak
dapat dipersingkat lagi. Hal ini dikarenakan setiap analisa yang dilakukan memerlukan waktu 4 menit dan analisa
harus dilakukan segera setelah pengambilan sampel. Pada percobaan utama digunakan lama penyinaran selama 30
menit dengan interval sampling setiap 5 menit. Berdasarkan data percobaan di atas, dapat dilihat bahwa proses
desinfeksi hanya memerlukan waktu kurang dari 20 menit. Grafik 1 menunjukkan temperatur meningkat hingga
29,4 oC setelah 20 menit proses desinfeksi. Temperatur ini masih berada pada rentang temperatur hidup koliform
sehingga tidak dibutuhkan jaket pendingin. Penghilangan jaket pendingin ini menyebabkan proses desinfeksi lebih
ekonomis.
Kajian pengaruh laju aerasi
Kajian pengaruh laju aerasi terhadap efektivitas penyinaran bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
laju aerasi terhadap proses desinfeksi yang berkaitan erat dengan efektifitas penyinaran.
Pada grafik 2, dapat dlihat dengan adanya aerasi waktu desinfeksi hingga kematian mikroba total yang
dibutuhkan semakin lama. Hal ini menunjukkan aerasi menyebabkan penurunan efektivitas penyinaran pada proses
desinfeksi. Hal ini dikarenakan semakin besar laju aerasi maka jumlah gelembung dalam reaktor akan semakin
banyak. Gelembung udara menyebabkan sinar UV mengalami scattering (penghamburan) dan menurunkan
intensitas sinar UV sehingga proses desinfeksi menjadi kurang efektif.
JPT (koloni/100ml)
500
450
400
350
300
tanpa aerasi
250
aerasi 3 L/menit
200
150
aerasi 6 L/menit
aerasi 10 L/menit
100
50
0
0
10
20
30
40
waktu (menit)
Grafik 2 Profil temperatur reaktor terhadap waktu
Cahaya terdiri dari kumpulan partikel cahaya atau foton. Jika intensitas sinar semakin tinggi, maka jumlah
foton yang terkandung di dalam cahaya akan semakin besar. Ketika cahaya menabrak sebuah materi, foton akan
dipantulkan ke segala arah sehingga intensitas sinar akan berkurang. Materi yang dapat memantulkan cahaya ke
segala arah disebut dengan pusat scatter. Beberapa contoh pusat scatter adalah : gelembung, permukaan kasar, dan
perbedaan kerapatan medium.
Ukuran mikroba sebesar 0,4 - 1 mikrometer berada di dekat rentang koloid yaitu antara 0,1 – 0,001
mikrometer. Sifat mikroba menyerupai sifat koloid di dalam air. Mikroba terdispersi secara merata di seluruh
bagian air sehingga pengambilan sampel di titik tertentu akan mewakili populasi mikroba di seluruh bagian reaktor.
Sehingga tidak diperlukan aerasi untuk membuat larutan menjadi homogen.
Selain dapat menjaga efektivitas penyinaran, penghilangan sistem aerasi juga dapat menekan biaya alat
desinfeksi dan biaya operasi karena alat tidak membutuhkan kompresor dan membran filter. Desain alat desinfeksi
pun menjadi lebih sederhana.
84
National Conference: Design and Application of Technology 2010
Pengaruh kesadahan terhadap efektivitas desinfeksi
Parameter yang digunakan sebagai pembanding efektifitas desinfeksi adalah konstanta kematian. Konstanta
kematian adalah suatu konstanta yang menunjukkan laju kematian mikroba. Berikut ini adalah persamaan yang
digunakan untuk menentukan besarnya konstanta kematian (Otto Rahn,1929):
0,434 K = (1/t) log (a/b)
0,434 K t = log (a/b)
W t = log (a/b)
- W t = log (b/a)
x
y
Dimana :
a : jumlah awal mikroba hidup
b : jumlah akhir mikroba hidup setelah dilakukan penyinaran
t : lamanya waktu penyinaran
K : konstanta kematian
Tabel 1 Tabel perbandingan pada variasi kesadahan
Lama
penyinaran
konstanta
(menit)
kematian
15
0.38
150 ppm
15
0.33
300 ppm
> 30
0.17
500 ppm
Dari hasil perhitungan, dapat dilihat semakin besar kesadahan maka konstanta kematian mikroba akan semakin
kecil. Jika konstanta kematian mikroba semakin kecil maka proses desinfeksi dengan sinar UV semakin tidak
efektif karena laju kematian mikroba semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh kalsium dan magnesium yang
terdapat di dalam air sadah dengan level kesadahan sedang dan tinggi, dapat mengendap pada permukaan
selongsong lampu. Ketika sinar UV melewati endapan tersebut, foton-foton akan dihamburkan atau dibuang
sehingga intensitas sinar UV menurun (James P.Malley,2004, dan EPA,2003).
Karakteristik air dapat mempengaruhi proses desinfeksi dengan sinar UV secara langsung maupun tidak
langsung. Yang termasuk dalam penyebab langsung adalah jika karakteristik air mengurangi intensitas sinar UV
untuk mencapai asam nukleat dari mikroba. Sedangkan penyebab tak langsung adalah karakteristik air yang dapat
mempengaruhi efektifitas lampu melalui timbulnya kerak pada selongsong lampu. Kerak pada selongsong lampu
akan menghalangi sinar UV sehingga menurunkan intensitas sinar UV.
Namun pada kesadahan 150 ppm (Ca2+) dan 300 ppm (Ca2+), konstanta kematian mikroba tidak berbeda jauh,
hal ini menunjukkan kesadahan pada rentang 150 ppm (Ca2+) hingga 300 ppm (Ca2+) mempunyai pengaruh yang
hampir sama terhadap efektifitas sinar UV dalam proses desinfeksi.
Pengaruh kandungan besi dalam air terhadap efektivitas desinfeksi
Tabel 2 Tabel perbandingan pada variasi besi
Lama
penyinaran
konstanta
(menit)
kematian
15
0.51
10 ppm
15
0.47
20 ppm
> 30
0.16
30 ppm
Dari tabel 2, dapat dilihat jika konsentrasi besi dalam air semakin meningkat, maka konstanta kematian
mikroba akan semakin berkurang. Dengan berkurangnya konstanta kematian, maka efektifitas sinar UV juga
semakin berkurang. Namun pada air tanpa penambahan besi, kadar besi 10 ppm, dan 20 ppm, konstanta kematian
mikroba tidak terlalu berbeda.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa, desinfeksi dengan sinar UV tidak dipengaruhi oleh kandungan besi
apabila air tersebut mengandung besi kurang dari 20 ppm. Tetapi pada air dengan kandungan besi 30 ppm dapat
mempengaruhi proses desinfeksi sinar UV. Semakin besar konsentrasi besi dalam air, maka efektifitas desinfeksi
sinar UV akan semakin berkurang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan M. Sheriff dan Gher (2001).
85
National Conference: Design and Application of Technology 2010
Air yang mengandung besi di atas 3 ppm lebih cepat menimbulkan kerak pada selongsong lampu (Sheriff dan
Gher,2001).
Kandungan besi terlarut dalam air merupakan penyebab langsung dan tak langsung terhadap efektivitas sinar
UV. Besi yang terdapat dalam air dapat menyerap foton yang terkandung di dalam sinar UV sehingga intensitas
sinar yang mencapai asam nukleat mikroba akan menurun (IUVA,2000).
Kandungan besi dalam air juga merupakan penyebab tidak langsung yang mempengaruhi efektifitas sinar UV.
Kandungan besi terlarut dalam air memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan kerak berupa Fe
disekeliling selongsong lampu. Kerak yang terbentuk akan menghalangi sinar UV, sehingga mikroba tidak tersinari
dengan sempurna. Kerak akan terbentuk apabila air mengandung besi lebih dari 0.01 ppm (IUVA,2000 dan
EPA,1999). Oleh sebab itu, sebelum melakukan desinfeksi dengan sinar UV, air yang mengandung besi sebaiknya
diolah terlebih dahulu.
Mekanisme pembentukan kerak pada selongsong UV yang disebabkan oleh besi terbagi menjadi beberapa
mekanisme, antara lain (Yoel dan Gehr:2006):
 Pengendapan ferri hidroksida (Fe(OH)3).
 Pelepasan ion kalsium dari ikatan kalsium-organik kompleks yang diikuti pembentukan besi-organik
kompleks. Besi-organik kompleks dapat mengendap.
Kerak yang terbentuk pada percobaan ini disebabkan oleh pengendapan ferri hidroksida (Fe(OH)3) karena besi
yang ditambahkan merupakan FeCl3. Ion Fe3+ pada senyawa ini mudah membentuk endapan ferri hidroksida
(Fe(OH)3), terutama dalam suasana basa.
5.
Kesimpulan
Aerasi membuat proses desinfeksi menjadi lebih tidak efektif. Semakin besar kesadahan dan besi yang
terkandung di dalam air, maka proses desinfeksi semakin tidak efektif. Namun pada kesadahan dengan rentang 150
ppm hingga 300 ppm efektivitas penyinaran yang diberikan hampir sama.
Pada air yang mengandung besi kurang dari 20 ppm tidak perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu karena
kandungan besinya tidak mempengaruhi efektivitas proses desinfeksi, tetapi air yang mengandung besi di atas 20
ppm perlu diolah lebih dahulu karena dapat mempengaruhi proses desinfeksi.
Daftar Pustaka
Ultraviolet Disinfection. Wastewater Technology Fact Sheet
http://www.excelwater.com/eng/b2c/water_tech_3.php
Ultraviolet Disinfection. Tech Brief. A National Drinking Water Clearing House Fact Sheet.
Ni Luh Putu Manik Widiyanti, Ni Putu Ristiati. Kualitatif Bakteri Koliform Pada Depo Air Minum Isi Ulang di
Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 1, April (2004 : 64 – 73)
Yoel, Nessim dan Ronald, Gehr. Fouling mechanisms in a laboratory-scale UV disinfection system. Water
environment research. (2006), vol. 78, no12, pp. 2311-2323.
Malley, James P. Inactivation of Phatogens with Innovative UV Technologies. Awwa Researchers Foundation.
(2004).
EPA. Ultraviolet Desinfection Guidance Manual. (2003)
Sehnaoui, Karim. dan Gehr, Ronald. Fouling of UV Lamp Sleeves:Exploring Inconsistencies in The Role of Iron.
McGill University, Montreal,Canada. (2001)
Clarke, Steven H. Ultraviolet Light Disinfection in The Use of Individual Water Purificatioan Devices. March
(2006)
M, Sheriff and R, Gehr. Laboratory investigation of inorganic fouling of UV disinfection lamps. Water Quality
Research Journal of Canada, vol. 36, January (2001), pp. 71-92.
Malley, P. James. Engineering of UV Desinfection Systems for Drinking Water. IUVA News (2000)
EPA. Guidance Manual Alternative Disinfectants and Oxidants. (1999)
86
Download