National Conference: Design and Application of Technology 2010 Desinfeksi Mikroba Patogen dalam Air Tanah untuk Air Minum dengan Radiasi UV Tedi Hudaya, Anastasia Prima, Monica Chrysilla, dan Candranela Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit 94, Bandung 40141 Telp/Fax: (022) – 2032 700; email: [email protected]; [email protected] Intisari Proses desinfeksi air minum yang umum digunakan dalam masyarakat adalah desinfeksi dengan penambahan zat kimia (seperti kaporit) atau dengan melakukan perebusan. Desinfeksi dengan zat kimia dapat mengubah rasa dan meninggalkan residu bahan kimia di dalam air. Sedangkan desinfeksi dengan perebusan membutuhkan energi yang tidak sedikit. Penelitian ini mengkaji metode desinfeksi air tanah dengan sinar UV. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk sterilisasi air tanah dalam skala menengah, misalkan pada instalasi penyedia air minum komunitas perkotaan di daerah padat penduduk yang rawan pencemaran mikroba patogen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh karakteristik air tanah (kesadahan dan kandungan besi) dan aerasi terhadap efektivitas desinfeksi air tanah dengan lampu UV (tipe low pressure Hg amalgam) dalam fotoreaktor kolom secara batch. Kualitas air minum diukur dengan kandungan bakteri koliform sebagai indikator pencemaran air oleh mikroba patogen. Analisa kandungan koliform dilakukan dengan metode Most Probable Number (MPN). Variasi kadar besi dilakukan dengan penambahan FeCl3 sedangkan variasi kesadahan dilakukan dengan penambahan CaCl2. Efektivitas desinfeksi diukur dari nilai konstanta kematian, sebagai tolok ukur laju kematian mikroba, yang dihitung dari data percobaan selama proses desinfeksi berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem aerasi tidak dibutuhkan dalam proses desinfeksi. Di samping itu, kandungan kesadahan dan besi pada konsentrasi tertentu dapat menurunkan efektivitas desinfeksi. Air tanah dengan kandungan kesadahan di atas 300 ppm dan besi > 20 ppm perlu diolah terlebih dahulu, karena kandungan pengotor-pengotor tersebut dapat mengganggu efektivitas proses desinfeksi dengan signifikan. Kata Kunci: desinfeksi, , air minum, UV, kesadahan, besi 1. Pendahuluan Air merupakan salah satu komponen yang paling penting bagi kehidupan manusia. Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air. Air yang masuk ke dalam tubuh manusia sebagian besar berasal dari makanan dan minuman. Maka dari itu, sumber air yang digunakan untuk makan dan minum harus bebas dari bahan pencemar, salah satunya adalah mikroba patogen. Mikroba patogen adalah mikroba yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Jenis mikroba patogen yang paling sering ditemukan di dalam air tercemar adalah koliform. Sehingga bakteri koliform sering digunakan sebagai indikator air tercemar. Air yang dikonsumsi dapat berasal dari berbagai tempat; seperti sumber mata air pegunungan, air dari PDAM, atau air sumur (air tanah). Sumber air sumur (air tanah) berasal dari air hujan yang meresap ke dalam tanah. Air sumur ini sampai ke tangan masyarakat tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu seperti air dari kedua sumber sebelumnya. Sehingga besar kemungkinan air tanah tercemar oleh bakteri patogen sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut agar air tersebut aman untuk diminum. Walaupun tanah sebenarnya dapat berfungsi sebagai medium penyaring, tetapi besar kemungkinan bakteri koliform dapat lolos dengan mudah dari penyaringan tersebut. Hampir di dalam semua sumber air tanah terdapat bakteri koliform dalam yang berbeda-beda. Letak sumur sebagai sumber air tanah sangat berpengaruh terhadap tercemar atau tidaknya air yang terkandung di dalam sumur tersebut. Letak sumur yang berdekatan dengan septic tank, dapat menyebabkan tingginya bakteri koliform. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya letak sumur menyebabkan sumber air tanah mudah tercemar. Desinfeksi air minum dengan sinar UV dapat digunakan sebagai alternatif untuk menghilangkan bakteri koliform dalam air minum. 81 National Conference: Design and Application of Technology 2010 2. Landasan Teori Sinar UV adalah gelombang elektromagnetik dangan panjang gelombang yang yang berada di antara panjang gelombang yang dapat dilihat oleh mata dan panjang gelombang sinar X. Prinsip dari metode desinfeksi sinar UV adalah pemindahan energi dari sinar UV ke dalam materi genetik bakteri. Materi genetik ini berupa DNA dan RNA. Sinar UV diserap oleh dinding sel dan radiasinya menyebabkan material genetik bakteri rusak. Sinar UV menyebabkan reaksi antara 2 molekul timin dan mengalami dimerisasi. Dimerisasi ini bersifat sangat stabil. Dimerisasi akan menyebabkan replikasi DNA terganggu sehingga menghambat reproduksi dan fungsi tubuh sel bakteri. Semakin lama waktu penyinaran bakteri dengan sinar UV, maka semakin banyak dimerisasi yang terbentuk. Apabila dimerisasi yang terbentuk sangat banyak, maka bakteri akan mati. Efektifitas sinar UV untuk membunuh bakteri ditentukan oleh karakteristik air, intensitas radiasi sinar UV, konfigurasi reaktor, dan lamanya waktu penyinaran. Tingkat keberhasilan proses pemurnian air dapat diukur dari konsentrasi koloni mikroba dan jumlah partikel pengotor yang terkandung di dalamnya. Perangkat desinfeksi dengan sinar UV mempunyai beberapa komponen utama yaitu lampu merkuri, reaktor, dan ballast. Lampu yang digunakan sebagai sumber sinar UV dapat berupa lampu merkuri bertekanan rendah atau sedang dengan intensitas yang rendah ataupun tinggi. Panjang gelombang yang paling efektif digunakan untuk desinfeksi aslaah pada rentang 250 sampai 270 nm. Lampu merkuri bertekanan rendah mengeluarkan sinar monokromatik dengan panjang gelombang 253,7 nm. Panjang standar lampu bertekanan rendah yang digunakan adalah 0,75 dan 1,5 meter dengan diameter 1,5 sampai 2 sentimeter. Temperatur dinding lampu yang ideal berkisar antara 95 oF sampai 122 oF. Lampu bertekanan sedang biasanya digunakan pada sistem yang membutuhkan sinar UV untuk skala besar. Lampu bertekanan sedang mampu menembus dinding bakteri dan membunuh lebih baik dibandingkan dengan lampu bertekanan rendah. Hal ini disebabkan oleh intensitas lampu yang lebih besar bila dibandingkan dengan intensitas lampu bertekanan rendah. Walaupun demikian lampu bertekanan sedang dioperasikan pada temperatur yang lebih tinggi dan membutuhkan energi yang lebih banyak. Ada 2 tipe konfigurasi reaktor yang dapat digunakan yaitu reaktor dengan adanya kontak antara lampu dengan air dan dan tidak adanya kontak. Kedua tipe konfigurasi tersebut dapat digunakan dalam dua arah aliran yaitu arah aliran air tegak lurus dengan lampu atau sejajar dengan lampu. Pada reaktor dengan konfigurasi adanya kontak antara aliran air dengan lampu, lampu membutuhkan selongsong untuk meminimalisasi pendinginan oleh air. Berikut ini adalah contoh konfigurasi reaktor dengan arah aliran sejajar dan tegak lurus dengan lampu. Desinfeksi dengan sinar UV mempunyai keuntungan antara lain : Desinfeksi sinar UV efektif meng-nonaktifkan hampir semua virus, spora, dan bakteri. Desinfeksi dengan sinar UV lebih bersifat desinfeksi secara fisika dibanding secara kimia sehingga mengeleminasi keperluan untuk regenerasi, masalah transport, atau penyimpanan racun dan bahan kimia korosif. Tidak ada keluaran atau zat sisa yang berbahaya bagi manusia atau hewan yang hidup di air. Desinfeksi dengan sinar UV mudah dioperasikan. Desinfeksi dengan sinar UV memiliki waktu kontak yang lebih rendah dibandingkan dengan desinfeksi yang lain. Desinfeksi dengan sinar UV tidak memerlukan tempat seluas metode desinfeksi yang lain. Desinfeksi dengan sinar UV tidak menghasilkan senyawa kimia kompleks, tidak mengubah rasa dan bau air, dan tidak menghilangkan kandungan mineral yang terdapat dalam air. - Sedangkan kerugian desinfeksi dengan sinar UV adalah : Beberapa jenis virus, bakteri, dan spora tidak dapat dinonaktifkan pada dosis yang rendah. Organisme dapat menyembuhkan kerusakan yang disebabkan oleh sinar UV melalui repair mechanism . Mekanisme ini dikenal sebagai fotoreaktif atau dark repair. Diperlukan program untuk mengontrol fouling yang mungkin terjadi. Kekeruhan dapat menghambat desinfeksi dengan sinar UV. Desinfeksi dengan lampu bertekanan rendah tidak dapat digunakan untuk air yang memiliki TSS 30 mg/L. Sehingga perlu perlakuan awal berupa filtrasi. Sistem desinfeksi dengan sinar UV bergantung pada 3 faktor penting. Sifat dinamika reaktor menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Desinfeksi dengan sinar UV sebaiknya memiliki aliran yang sama disetiap bagian dengan pergerakan aksial yang cukup. Reaktor harus dirancang agar short-circuiting dan dead zones tidak timbul. Short-circuiting dan dead zones dapat mengurangi efisiensi penyinaran. Selain sifat hidrolik, intensitas yang dihasilkan oleh sinar UV marupakan faktor yang perlu dipertimbangkan. Faktor yang mempengaruhi intenswitas sinar adalah umur lampu, fouling yang terjadi pada lampu, dan konfigurasi serta posisinya dalam reaktor. 82 National Conference: Design and Application of Technology 2010 Faktor terakhir adalah karakteristik air yang akan dimurnikan. Hal ini meliputi laju alir, zat terlarut, densitas awal bakteri, dan parameter kimia fisika lainnya. Karakteristik air yang berbeda memberikan efek yang berbeda pula pada desinfeksi dengan sinar UV. 3. Metodologi Pada peneitian ini akan diuji pengaruh aerasi, kesadahan, dan kandungan besi terhadap efektifitas penyinaran. Fotoreaktor yang digunakan menggunakan 1 buah lampu UV low presure bertipa amalgam. Reaktor dilengkapi dengan pH meter rotameter udara, termometer, lubang umpan, jaket pendingin, lubang sampel, dan kompresor udara. Proses aerasi dilakukan selama 30 menit dengan interval sampel 5 menit. Profil kenaikan temperatur mikroba 3,5 Liter air tanah dimasukkan ke dalam reaktor dan disinari dengan lampu UV tanpa menggunakan air pendingin. Temperatur reaktor kemudian diukur setiap 5 menit. Penentuan lama penyinaran dan interval sampling Pertama-tama proses desinfeksi dilakukan selama 4 jam dengan interval sampling 30 menit. Kemudian waktu penyinaran dan interval sampling dipersingkat hingga berada pada rentang kematian mikroba. Kajian pengaruh laju aerasi 3,5 Liter air tanah dimasukkan ke dalam reaktor dengan variasi laju alir udara 0 L/min, 3 L/min, 6 L/min, dan 10L/min. Sebelum memasuki reaktor, udara dilewatkan melalui membran filter untuk mengurangi kontaminasi dari udara. Kajian pengaruh kesadahan 3,5 Liter air tanah divariasikan kesadahannya sebesar 150 ppm, 300 ppm, dan 500 ppm. Variasi kesadahan dilakukan dengan penambahan CaCl2. Kajian pengaruh kadar besi 3,5 Liter air tanah divariasikan kandungan besinya yaitu sebesar 10 ppm, 20 ppm, dan 30 ppm. Variasi besi dilakukan dengan penambahan FeCl3. Air tanah yang telah diolah dianalisa dengan metode MPN ( Most Probable Number). Metode MPN merupakan tes pendahuluan untuk mengetahui kandungan bakteri koliform berdasarkan terbentuknya asam dan gas yang merupakan hasil dari fermentasi laktosa. 4. Hasil dan Pembahasan Profil kenaikan temperatur mikroba Dari grafik 1 dapat dilihat temperatur operasi naik secara perlahan dari suhu 26 oC sampai 50 oC selama 6 jam dan telah berada di luar rentang hidup bakteri koliform (20 oC – 45 oC). Setiap mikroba memiliki rentang temperatur yang berbeda-beda untuk dapat bertahan hidup. Apabila kondisi temperatur lingkungan berada di luar rentang tersebut maka mikroba akan terhambat pertumbuhannya atau mati. Oleh sebab itu, temperatur proses desinfeksi perlu dijaga agar tetap berada di dalam rentang hidup bakteri koliform. Untuk menjaga temperatur operasi tetap pada suhu ruang, maka ke dalam reaktor dialirkan air pendingin melalui jaket pendingin selama proses desinfeksi, sehingga temperatur dapat dijaga pada temperatur 25 oC – 26 oC. Penentuan lama penyinaran dan interval sampling Pertama-tama penyinaran dilakukan selama 4 jam dengan interval sampling 30 menit. Setelah 30 menit penyinaran, jumlah mikroba dalam air menurun drastis dari 271 koloni / 100 ml menjadi 3 koloni / 100 ml. Oleh sebab itu lama penyinaran dipersingkat menjadi 1,5 jam dan sampel diambil setiap 10 menit. Pada lama penyinaran 1,5 jam dan interval sampling 10 menit mikroba hidup sudah tidak ditemukan di dalam air setelah dilakukan penyinaran selama 20 menit. Kematian mikroba terjadi pada 20 menit pertama, maka waktu penyinaran dipersingkat menjadi 30 menit dan sampel diambil setiap 5 menit. 83 National Conference: Design and Application of Technology 2010 Profil Temperatur Reaktor vs Waktu 60 Temperatur (C) 50 40 30 20 10 0 0 50 100 150 200 250 300 350 400 waktu (menit) Grafik 1 Profil temperatur reaktor terhadap waktu Pada interval sampling ini jumlah mikroba hidup berkurang drastis setelah 5 menit penyinaran. Jumlah mikroba berkurang dari 438 koloni / 100 mL menjadi 11 koloni / 100 mL. Akan tetapi pengambilan sampel tidak dapat dipersingkat lagi. Hal ini dikarenakan setiap analisa yang dilakukan memerlukan waktu 4 menit dan analisa harus dilakukan segera setelah pengambilan sampel. Pada percobaan utama digunakan lama penyinaran selama 30 menit dengan interval sampling setiap 5 menit. Berdasarkan data percobaan di atas, dapat dilihat bahwa proses desinfeksi hanya memerlukan waktu kurang dari 20 menit. Grafik 1 menunjukkan temperatur meningkat hingga 29,4 oC setelah 20 menit proses desinfeksi. Temperatur ini masih berada pada rentang temperatur hidup koliform sehingga tidak dibutuhkan jaket pendingin. Penghilangan jaket pendingin ini menyebabkan proses desinfeksi lebih ekonomis. Kajian pengaruh laju aerasi Kajian pengaruh laju aerasi terhadap efektivitas penyinaran bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh laju aerasi terhadap proses desinfeksi yang berkaitan erat dengan efektifitas penyinaran. Pada grafik 2, dapat dlihat dengan adanya aerasi waktu desinfeksi hingga kematian mikroba total yang dibutuhkan semakin lama. Hal ini menunjukkan aerasi menyebabkan penurunan efektivitas penyinaran pada proses desinfeksi. Hal ini dikarenakan semakin besar laju aerasi maka jumlah gelembung dalam reaktor akan semakin banyak. Gelembung udara menyebabkan sinar UV mengalami scattering (penghamburan) dan menurunkan intensitas sinar UV sehingga proses desinfeksi menjadi kurang efektif. JPT (koloni/100ml) 500 450 400 350 300 tanpa aerasi 250 aerasi 3 L/menit 200 150 aerasi 6 L/menit aerasi 10 L/menit 100 50 0 0 10 20 30 40 waktu (menit) Grafik 2 Profil temperatur reaktor terhadap waktu Cahaya terdiri dari kumpulan partikel cahaya atau foton. Jika intensitas sinar semakin tinggi, maka jumlah foton yang terkandung di dalam cahaya akan semakin besar. Ketika cahaya menabrak sebuah materi, foton akan dipantulkan ke segala arah sehingga intensitas sinar akan berkurang. Materi yang dapat memantulkan cahaya ke segala arah disebut dengan pusat scatter. Beberapa contoh pusat scatter adalah : gelembung, permukaan kasar, dan perbedaan kerapatan medium. Ukuran mikroba sebesar 0,4 - 1 mikrometer berada di dekat rentang koloid yaitu antara 0,1 – 0,001 mikrometer. Sifat mikroba menyerupai sifat koloid di dalam air. Mikroba terdispersi secara merata di seluruh bagian air sehingga pengambilan sampel di titik tertentu akan mewakili populasi mikroba di seluruh bagian reaktor. Sehingga tidak diperlukan aerasi untuk membuat larutan menjadi homogen. Selain dapat menjaga efektivitas penyinaran, penghilangan sistem aerasi juga dapat menekan biaya alat desinfeksi dan biaya operasi karena alat tidak membutuhkan kompresor dan membran filter. Desain alat desinfeksi pun menjadi lebih sederhana. 84 National Conference: Design and Application of Technology 2010 Pengaruh kesadahan terhadap efektivitas desinfeksi Parameter yang digunakan sebagai pembanding efektifitas desinfeksi adalah konstanta kematian. Konstanta kematian adalah suatu konstanta yang menunjukkan laju kematian mikroba. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk menentukan besarnya konstanta kematian (Otto Rahn,1929): 0,434 K = (1/t) log (a/b) 0,434 K t = log (a/b) W t = log (a/b) - W t = log (b/a) x y Dimana : a : jumlah awal mikroba hidup b : jumlah akhir mikroba hidup setelah dilakukan penyinaran t : lamanya waktu penyinaran K : konstanta kematian Tabel 1 Tabel perbandingan pada variasi kesadahan Lama penyinaran konstanta (menit) kematian 15 0.38 150 ppm 15 0.33 300 ppm > 30 0.17 500 ppm Dari hasil perhitungan, dapat dilihat semakin besar kesadahan maka konstanta kematian mikroba akan semakin kecil. Jika konstanta kematian mikroba semakin kecil maka proses desinfeksi dengan sinar UV semakin tidak efektif karena laju kematian mikroba semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh kalsium dan magnesium yang terdapat di dalam air sadah dengan level kesadahan sedang dan tinggi, dapat mengendap pada permukaan selongsong lampu. Ketika sinar UV melewati endapan tersebut, foton-foton akan dihamburkan atau dibuang sehingga intensitas sinar UV menurun (James P.Malley,2004, dan EPA,2003). Karakteristik air dapat mempengaruhi proses desinfeksi dengan sinar UV secara langsung maupun tidak langsung. Yang termasuk dalam penyebab langsung adalah jika karakteristik air mengurangi intensitas sinar UV untuk mencapai asam nukleat dari mikroba. Sedangkan penyebab tak langsung adalah karakteristik air yang dapat mempengaruhi efektifitas lampu melalui timbulnya kerak pada selongsong lampu. Kerak pada selongsong lampu akan menghalangi sinar UV sehingga menurunkan intensitas sinar UV. Namun pada kesadahan 150 ppm (Ca2+) dan 300 ppm (Ca2+), konstanta kematian mikroba tidak berbeda jauh, hal ini menunjukkan kesadahan pada rentang 150 ppm (Ca2+) hingga 300 ppm (Ca2+) mempunyai pengaruh yang hampir sama terhadap efektifitas sinar UV dalam proses desinfeksi. Pengaruh kandungan besi dalam air terhadap efektivitas desinfeksi Tabel 2 Tabel perbandingan pada variasi besi Lama penyinaran konstanta (menit) kematian 15 0.51 10 ppm 15 0.47 20 ppm > 30 0.16 30 ppm Dari tabel 2, dapat dilihat jika konsentrasi besi dalam air semakin meningkat, maka konstanta kematian mikroba akan semakin berkurang. Dengan berkurangnya konstanta kematian, maka efektifitas sinar UV juga semakin berkurang. Namun pada air tanpa penambahan besi, kadar besi 10 ppm, dan 20 ppm, konstanta kematian mikroba tidak terlalu berbeda. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa, desinfeksi dengan sinar UV tidak dipengaruhi oleh kandungan besi apabila air tersebut mengandung besi kurang dari 20 ppm. Tetapi pada air dengan kandungan besi 30 ppm dapat mempengaruhi proses desinfeksi sinar UV. Semakin besar konsentrasi besi dalam air, maka efektifitas desinfeksi sinar UV akan semakin berkurang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan M. Sheriff dan Gher (2001). 85 National Conference: Design and Application of Technology 2010 Air yang mengandung besi di atas 3 ppm lebih cepat menimbulkan kerak pada selongsong lampu (Sheriff dan Gher,2001). Kandungan besi terlarut dalam air merupakan penyebab langsung dan tak langsung terhadap efektivitas sinar UV. Besi yang terdapat dalam air dapat menyerap foton yang terkandung di dalam sinar UV sehingga intensitas sinar yang mencapai asam nukleat mikroba akan menurun (IUVA,2000). Kandungan besi dalam air juga merupakan penyebab tidak langsung yang mempengaruhi efektifitas sinar UV. Kandungan besi terlarut dalam air memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan kerak berupa Fe disekeliling selongsong lampu. Kerak yang terbentuk akan menghalangi sinar UV, sehingga mikroba tidak tersinari dengan sempurna. Kerak akan terbentuk apabila air mengandung besi lebih dari 0.01 ppm (IUVA,2000 dan EPA,1999). Oleh sebab itu, sebelum melakukan desinfeksi dengan sinar UV, air yang mengandung besi sebaiknya diolah terlebih dahulu. Mekanisme pembentukan kerak pada selongsong UV yang disebabkan oleh besi terbagi menjadi beberapa mekanisme, antara lain (Yoel dan Gehr:2006): Pengendapan ferri hidroksida (Fe(OH)3). Pelepasan ion kalsium dari ikatan kalsium-organik kompleks yang diikuti pembentukan besi-organik kompleks. Besi-organik kompleks dapat mengendap. Kerak yang terbentuk pada percobaan ini disebabkan oleh pengendapan ferri hidroksida (Fe(OH)3) karena besi yang ditambahkan merupakan FeCl3. Ion Fe3+ pada senyawa ini mudah membentuk endapan ferri hidroksida (Fe(OH)3), terutama dalam suasana basa. 5. Kesimpulan Aerasi membuat proses desinfeksi menjadi lebih tidak efektif. Semakin besar kesadahan dan besi yang terkandung di dalam air, maka proses desinfeksi semakin tidak efektif. Namun pada kesadahan dengan rentang 150 ppm hingga 300 ppm efektivitas penyinaran yang diberikan hampir sama. Pada air yang mengandung besi kurang dari 20 ppm tidak perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu karena kandungan besinya tidak mempengaruhi efektivitas proses desinfeksi, tetapi air yang mengandung besi di atas 20 ppm perlu diolah lebih dahulu karena dapat mempengaruhi proses desinfeksi. Daftar Pustaka Ultraviolet Disinfection. Wastewater Technology Fact Sheet http://www.excelwater.com/eng/b2c/water_tech_3.php Ultraviolet Disinfection. Tech Brief. A National Drinking Water Clearing House Fact Sheet. Ni Luh Putu Manik Widiyanti, Ni Putu Ristiati. Kualitatif Bakteri Koliform Pada Depo Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 1, April (2004 : 64 – 73) Yoel, Nessim dan Ronald, Gehr. Fouling mechanisms in a laboratory-scale UV disinfection system. Water environment research. (2006), vol. 78, no12, pp. 2311-2323. Malley, James P. Inactivation of Phatogens with Innovative UV Technologies. Awwa Researchers Foundation. (2004). EPA. Ultraviolet Desinfection Guidance Manual. (2003) Sehnaoui, Karim. dan Gehr, Ronald. Fouling of UV Lamp Sleeves:Exploring Inconsistencies in The Role of Iron. McGill University, Montreal,Canada. (2001) Clarke, Steven H. Ultraviolet Light Disinfection in The Use of Individual Water Purificatioan Devices. March (2006) M, Sheriff and R, Gehr. Laboratory investigation of inorganic fouling of UV disinfection lamps. Water Quality Research Journal of Canada, vol. 36, January (2001), pp. 71-92. Malley, P. James. Engineering of UV Desinfection Systems for Drinking Water. IUVA News (2000) EPA. Guidance Manual Alternative Disinfectants and Oxidants. (1999) 86