PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi kehilangan darah akibat trauma merupakan salah satu kondisi yang sering dialami oleh hewan. Jika trauma yang dialami cukup parah hingga menyebabkan perdarahan hebat, maka kemungkinan kematian hewan sulit dihindari. Hal ini tentunya tidak menyenangkan bagi pemilik hewan kesayangan maupun bagi peternak yang menggantungkan penghasilan dari hewan ternak. Kondisi ini mungkin dapat dihindari jika dapat dilakukan transfusi darah seperti yang dilakukan dalam dunia kedokteran manusia. Namun demikian, hewan memiliki berbagai jenis golongan darah yang berbeda antar spesies bahkan dalam spesiesnya sendiri. Seandainya dilakukan transfusi homolog (donor – resipien), risiko terjadinya reaksi imunologi antara antigen darah donor dengan antibodi darah resipien tidak dapat dihindari, begitupula sebaliknya. Di Indonesia sendiri, keberadaan bank darah untuk hewan bisa dikatakan tidak ada. Alternatif yang mungkin dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan melakukan transfusi darah menggunakan darah hewan itu sendiri atau dikenal sebagai transfusi autolog (autotransfusi). Salah satu keuntungan dalam melakukan autotransfusi dibandingkan dengan transfusi homolog yaitu ketersediaan sumber darah yang cepat karena berasal dari darah pasien sendiri. Sumber darah untuk autotransfusi dapat diperoleh dengan menggunakan darah preoperatif maupun intraoperatif (Capraro 2001). Darah preoperatif yaitu darah pasien yang telah disimpan, sedangkan yang termasuk dalam darah intraoperatif yaitu darah yang diperoleh langsung dari lapang operasi. Kelebihan aplikasi autotransfusi dibandingkan transfusi darah homolog yaitu minimalnya kemungkinan terjadi reaksi antigen-antibodi (Shander 2008) karena sumber darah berasal dari hewan itu sendiri. Kemudahan dalam memperoleh sumber darah untuk ditransfusikan juga dapat meminimalkan rusaknya sel darah akibat penyimpanan. Diketahui bahwa sel darah merah yang telah mengalami penyimpanan lama akan mengalami penurunan fungsi dan kelenturan membrannya akan hilang (Callan 2010). Seperti halnya pada proses transfusi homolog, hal yang sulit dihindari dari proses transfusi yaitu terjadinya proses aktivasi sel-sel proinflamasi. Aktivasi sel proinflamasi terjadi karena adanya trauma terhadap komponen darah itu sendiri sewaktu proses autotransfusi yang mengakibatkan terjadinya lisis sel, maupun akibat dari perdarahan yang diakibatkan oleh trauma yang diterima pasien. Untuk dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan berbagai jenis perlakuan darah dalam autotransfusi, maka perlu adanya pengkajian terhadap beberapa aspek terkait respon tubuh pasien terhadap proses autotransfusi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji respon tubuh terhadap autotransfusi menggunakan darah dengan berbagai perlakuan (darah simpan, darah penyaringan sederhana, dan darah pencucian cell saver) berdasarkan indeks eritrosit pasien. 2 Perumusan Masalah Diperlukan penelitian untuk melihat besarnya perubahan dalam tubuh pasien sebagai bentuk respon terhadap proses autotransfusi. Respon tubuh pasien diantaranya berupa kemampuan dalam melakukan hematopoiesis kembali serta kemampuan untuk mengembalikan kondisi homeostasis darah setelah dilakukan autotransfusi. Dengan demikian, diharapkan dapat diketahui efektifitas autotransfusi untuk diaplikasikan pada pasien yang mengalami perdarahan dan membutuhkan darah dalam jumlah banyak pada waktu singkat. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa indeks eritrosit sebagai respon tubuh pasien terhadap proses autotransfusi darah preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian cell saver. Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini akan menyumbangkan pengetahuan mengenai respon tubuh terhadap proses autotransfusi yang menggunakan darah simpan, darah penyaringan sederhana, dan darah pencucian cell saver, melalui pembacaan indeks eritrosit. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menggunakan autotransfusi untuk mengatasi kasus pendarahan pada hewan terutama pada saat dilakukan tindak operasi. TINJAUAN PUSTAKA Indeks Eritrosit Indeks eritrosit merupakan suatu nilai yang diperoleh setelah jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, serta nilai hematokrit diketahui (Reece 2006). Indeks eritrosit menunjukkan ukuran rata – rata dan kandungan hemoglobin dalam sel darah merah (Weiss & Tvedten 2004). Terdapat tiga indeks yang menunjukkan nilai tiap sel darah merah, yaitu volume eritrosit rata – rata/VER, konsentrasi hemoglobin eritrosit rata – rata/KHER, dan hemoglobin eritrosit ratarata/HER. Penentuan nilai VER, HER, dan KHER dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut, • Volume eritrosit rata-rata (VER) atau Mean Corpuscular Volume (MCV) VER (fL)= Hematokrit x 10 Jumlah eritrosit (106 )