AUTOTRANSFUSI PADA POST PARTUM Autotransfusi Secara Umum Autotransfusi adalah proses dimana seseorang menerima darahnya sendiri untuk transfusi, tanpa menggunakan darah donor lain. Autotransfusi ditujukan pada situasi dimana terjadi kehilangan satu atau lebih unit darah. Manfaat autotransfusi yaitu pada kasus golongan darah yang sangat langka, berisiko penularan penyakit menular, pasokan terbatas dari darah homolog, atau situasi medis lain yang merupakan kontraindikasi bagi darah homolog. Autotransfusi juga diperlukan dalam prosedur pembedahan untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan. Dalam mempersiapkan autotransfusi, diperlukan pemahaman mengenai autotransfusi, terutama teknik-teknik autotransfusi perioperatif serta indikasi dan kontraindikasinya. Teknik-teknik autotransfusi perioperatif dibagi atas predeposit autologous blood donation, intraoperative blood salvage, postoperative blood salvage, dan acute normovolemic haemodilution; masing-masing memiliki indikasi dan kontraindikasi. Salah satu contoh indikasi autotransfusi yaitu prosedur ortopedik dan untuk kontraindikasi yaitu keganasan. Penggunaan autotransfusi khususnya perioperatif dapat dimaksimalkan dengan memilih teknik yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien (Tjutanto, et. al., 2013). Kriteria dalam pengumpulan darah autolog pada umumnya sama dengan pengumpulan darah homolog, yaitu mencakup pengum-pulan, penyimpanan, dan kebutuhan peng-olahan darah. Pada transfusi autolog juga dilakukan pengujian terhadap infeksi hepa-titis, HIV, HTLV, dan sifilis. Autotransfusi relatif lebih aman dari transfusi homolog. Selain itu, autotransfusi mempunyai banyak manfaat, mencakup pengurangan risiko transmisi virus, meng-hindari reaksi transfusi homolog, kasus golongan darah yang sangat langka, serta dapat digunakan pada situasi medis lain yang merupakan kontraindikasi dari peng-gunaan darah homolog (Tjutanto, et. al., 2013) Placental Auotransfusion Autotransfusi juga mengacu pada proses alami, di mana (selama persalinan janin) rahim berkontraksi secara alami, mengalirkan darah kembali ke sirkulasi ibu. [2] Ini penting dalam kehamilan, karena rahim (pada tahap akhir perkembangan janin) dapat menampung sebanyak 16% suplai darah ibu (Caroline, 2018). Penambahan volume darah kedalam sirkulasi sistemik/ autotransfusi sewaktu his atau kontraksi uterus menyebabkan bahaya saat melahirkan karena dapat mengganggu aliran darah dari ibu ke janin (Saifuddin, 2010). Kehamilan menyebabkan perubahan fisiologis pada banyak sistem organ. Perubahan ini dimulai pada trimester pertama dan berlanjut hingga setelah melahirkan. Persalinan menunjukkan fluktuasi fisiologis yang unik karena kontraksi uterus yang menyakitkan dan autotransfusi darah setelah persalinan. Banyak perubahan fisiologis bertahan selama berharihari dan beberapa bertahan selama beberapa minggu setelah melahirkan. Perubahan fisiologis ini akan berdampak pada penyediaan perawatan anestesi yang aman bagi ibu (Developing Anesthesia, 2020). Selama persalinan, kontraksi yang menyakitkan meningkatkan ventilasi menit hingga 300%, yang menyebabkan hipokarbia dan alkalemia. Hipokarbia dapat menyebabkan vasokonstriksi uterus dan menurunkan perfusi plasenta. Di antara kontraksi, pasien mungkin mengalami hipoventilasi, yang dapat menyebabkan hipoksemia janin dan ibu. Konsumsi oksigen cenderung meningkat selama persalinan, dan mungkin meningkat 100% selama kala dua. Selama kontraksi uterus, terjadi autotransfusi darah dari uterus ke sirkulasi ibu. Ini dapat meningkatkan volume darah sentral sebesar 25%. Tekanan darah cenderung meningkat selama kontraksi. Curah jantung meningkat 60% setelah melahirkan karena penutupan fistula arteriovena virtual yang merupakan sirkulasi plasenta dan meredakan kompresi aorto-kaval. Kontraksi yang menyakitkan akan meningkatkan kadar katekolamin dan berkontribusi pada peningkatan curah jantung serta vasokonstriksi sirkulasi uterus (Developing Anesthesia, 2020). Curah jantung meningkat segera setelah lahir karena autotransfusi 500-750 ml darah dari kontraksi yang berkelanjutan pada uterus yang kosong. Curah jantung kembali normal sekitar empat minggu pasca melahirkan. Kapasitas sisa fungsional dan volume sisa kembali normal dengan cepat. Ventilasi alveolar kembali normal dalam 4 minggu pascapartum. Ada diuresis post partum dan volume darah serta hematokrit kembali normal dalam 4 minggu (Developing Anesthesia, 2020). Hal ini disebabkan karena pada saat kontraksi uterus terjadi autotransfusi plasenta sebanyak 300-500 ml. Tekanan vena sentral meningkat 4-6 cm H2O karena ada peningkatan volume darah ibu. Curah jantung, denyut jantung, stroke volume menurun hingga nilai sebelum persalinan pada 24-72 jam postpartum dan kembali ke level saat tidak hamil pada 6-8 minggu postpartum. Kecuali peningkatan curah jantung, tekanan darah sistolik tidak berubah selama kehamilan, tetapi tekanan diastolik turun 10-15 mmHg. Penurunan tekanan arteri rerata terjadi karena penurunan resistensi vaskular sistemik. Hormon-hormon kehamilan seperti estradiol dan progesteron mungkin berperan dalam perubahan vaskular ini (Bisri, et. al., 2013) Daftar Pustaka Bisri T, Wahjoeningsih S, Suwondo BS. 2013. Anestesi Obstetri. Komisi Pendidikan SpAnKAO. Hal 1-14 Caroline, Nancy L. (2018). Perawatan Darurat Nancy Caroline di Jalan-Jalan Edisi 8 . y Akademi Ahli Bedah Ortopedi Amerika (AAOS). p. 2030. Developing Anaesthesia. 2020. Obstetric Anaesthesia. Online. http://www.developinganaesthesia.org/obstetricanaesthesia1.html#:~:text=During%20uterine%20contractions%2C%20there%20is,tends %20to%20rise%20during%20contractions. Accessed March 7, 2021. 01.41. Saifuddin, A. B.. 2010. Ilmu Kebidanan, edisi4. Jakarta: Bina Pustaka. Tjutanto, R., Wuwungan, A. A., dan Lalenoh, H.J. 2013. Autotransfusi Perioperatif. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 1, Maret 2013, hlm. 17-20. FISIOLOGI JANTUNG PADA KEHAMILAN Perubahan Fisiologis Jantung Perubahan fungsi jantung menjadi nyata selama 8 minggu pertama kehamilan. Curah jantung meningkat pada minggu kelima dan mencerminkan penurunan resistensi vaskular sistemik dan peningkatan denyut jantung. Denyut nadi istirahat meningkat sekitar 10 kali / menit selama kehamilan. Antara minggu 10 dan 20, ekspansi volume plasma dimulai dan preload ditingkatkan. Performa ventrikel selama kehamilan dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan aliran arteri pulsatil. Sebagaimana dibahas selanjutnya, beberapa faktor berkontribusi pada perubahan fungsi hemodinamik secara keseluruhan dan memungkinkan sistem kardiovaskular menyesuaikan dengan tuntutan fisiologis janin sambil mempertahankan integritas kardiovaskular ibu. Selama kehamilan normal, tekanan arteri rata-rata dan resistensi pembuluh darah menurun, sedangkan volume darah dan laju metabolisme basal meningkat. Akibatnya, curah jantung saat istirahat, bila diukur dalam posisi telentang lateral, meningkat secara signifikan mulai awal kehamilan. Ini terus meningkat dan tetap meningkat selama sisa kehamilan (Bisri, et. al., 2013; Cunningham et. al., 2009; Hasudungan, 2016). . Saat diafragma semakin terangkat, jantung bergeser ke kiri dan ke atas dan diputar agak pada porosnya yang panjang. Akibatnya, apeks bergerak agak kesamping dari posisi biasanya, menyebabkan siluet jantung yang lebih besar pada radiografi dada. Selain itu, wanita hamil biasanya mengalami efusi perikardial jinak, yang dapat meningkatkan siluet jantung. Variabilitas faktor-faktor ini menyulitkan untuk secara tepat mengidentifikasi derajat kardiomegali sedang dengan studi radiografi sederhana. Kehamilan normal tidak menyebabkan perubahan elektrokardiografik yang khas selain sedikit deviasi aksis kiri sebagai akibat dari posisi jantung yang berubah (Cunningham et. al., 2009). Plastisitas jantung kemungkinan merupakan kontinum yang mencakup pertumbuhan fisiologis, seperti dalam olahraga, serta hipertrofi patologis — seperti hipertensi. Dan meskipun secara luas diyakini bahwa ada hipertrofi fisiologis miosit jantung akibat kehamilan, hal ini tidak pernah terbukti secara mutlak. Misalnya, dalam satu penelitian, Schannwell dan rekannya melakukan pemeriksaan ekokardiografi serial selama kehamilan dan pascapartum pada 46 wanita sehat dan menemukan indeks massa otot ventrikel kiri 34 persen lebih besar selama kehamilan lanjut dibandingkan awal kehamilan. Studi ini dan studi sebelumnya dengan temuan serupa diturunkan dengan ekokardiografi tetapi belum diverifikasi dengan teknik pencitraan resonansi magnetik yang lebih tepat. Hibbard dan rekannya menyimpulkan bahwa setiap peningkatan massa tidak memenuhi kriteria hipertrofi (Cunningham et. al., 2009). Selama akhir kehamilan dengan wanita dalam posisi terlentang, rahim besar yang hamil secara konsisten menekan aliran balik vena dari tubuh bagian bawah. Ini juga dapat menekan aorta. Hasilnya adalah pengisian jantung dapat berkurang dengan curah jantung yang berkurang. Secara khusus, Bamber dan Dresner (2003) menemukan curah jantung meningkat 1,2 L / menit — hampir 20 persen — ketika seorang wanita dipindahkan dari punggungnya ke sisi kirinya. Selain itu, pada pasien hamil terlentang, aliran darah uterus yang diperkirakan dengan kecepatan Doppler menurun sepertiga. Sebagai catatan, Simpson dan James (2005) menemukan bahwa saturasi oksigen janin kira-kira 10 persen lebih tinggi ketika wanita yang bersalin berada dalam posisi telentang dibandingkan dengan posisi terlentang. Saat berdiri, curah jantung turun ke tingkat yang sama seperti pada wanita tidak hamil. Selama kala satu persalinan, curah jantung meningkat secara moderat. Selama tahap kedua, dengan upaya pengusiran yang kuat, itu jauh lebih besar. Peningkatan akibat kehamilan hilang setelah melahirkan, kadang-kadang bergantung pada kehilangan darah (Cunningham et. al., 2009). Sirkulasi Janin Sistem sirkulasi darah janin meliputi vena umbilikalis, duktus venosus arantii, foramen ovale, duktus arteriosus botalli, dan arteri umbilikalis. Vena umbilikalis yaitu pembuluh darah yang membawa darah dari plasenta ke peredaran darah janin, darah yang dibawanya banyak mengandung nutrisi dan oksigen. Duktus venosus arantii, pembuluh darah yang menghubungkan vena umbilikalis dengan vena cava inferior. Foramen ovale yaitu suatu lubang antara atrium kanan dan kiri, lubang ini akan tertutup setelah janin lahir. Duktus arteriosus botalli yaitu pembuluh darah yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta. Sedangkan arteri umbilikalis yaitu pembuluh darah yang membawa darah janin ke plasenta. Kedua arteri dan vena umbilikalis terbungkus dalam suatu saluran yang disebut duktus umbilikalis (tali pusat) (Herman, 2020; Rilanto, 2012). Perjalanan sirkulasi janin bersifat pararel yang artinya sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik berjalan sendiri-sendiri dan antara keduanya dihubungkan oleh pirau intrakardiak dan ekstrakardiak. Untuk memenuhi kebutuhan respirasi, nutrisi, dan ekskresi, janin memerlukan sirkulasi yang berbeda dengan sirkulasi ekstrauterin. Kondisi ini berbeda dengan sirkulasi bayi, dimana sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik berjalan secara seri (Herman, 2020; Rilanto, 2012). Pada janin sirkulasi darah dengan oksigen relatif yang cukup (pO2=30 mmHg) mengalir dari plasenta melalui vena umbilikalis. Separuh jumlah darah ini mengalir ke hati, dan melalui vena hepatika ke vena cava inferior, sedangkan sisanya melalui ductus venosus langsung (memintas hati) ke vena cava inferior, yang juga menerima darah dari tubuh bagian bawah. Sebagian besar darah dari vena cava inferior mengalir ke dalam atrium kiri melalui formen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri yang kemudian dipompa memasuki aorta asendens dan sirkulasi koroner. Dengan demikian sirkulasi otak dan sirkulasi koroner mendapat darah dengan pO2 yang cukup (Herman, 2020; Rilanto, 2012). Sebagian kecil darah dari vena cava inferior memasuki ventrikel kanan melalui katup trikuspid. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin mengandung O2 sangat rendah (pO2 = 10 mmHg) memasuki atrium kanan melalui vena cava superior, dan bergabung dengan darah dari sinus koronarius menuju ventrikel kanan, selanjutnya ke arteri pulmonalis. Pada janin hanya 15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati duktus arteriosus menuju aorta desendens, bercampur dengan darah dari aorta asendens. Darah dengan kandungan oksigen yang rendah ini akan mengalir ke organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskuler masing-masing, dan juga ke plasenta melalui arteri umbilikalis yang keluar dari arteri iliaka interna (Herman, 2020; Rilanto, 2012). Setelah bayi lahir, semua pembuluh umbilikalis, duktus venosus, dan duktus arteriosus akan mengerut. Pada saat lahir, akan terjadi perubahan sirkulasi, dimana terjadi pengembangan paru dan penyempitan tali pusat. Akibat peningkatan tekanan oksigen pada sirkulasi paru dan vena pulmonalis, duktus arteriosus akan menutup dalam 3 hari dan total pada minggu kedua (Wiknjosastro, 2008). Daftar Pustaka Cunningham FG, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C. William Obstetrics : 23rd Edition: MacGraw Hill Professional; 2009. Hasudungan, A. 2016. Physiological Changes During Pregnancy. Online. https://www.youtube.com/watch?v=dLsy2pJjTEg&t=719s. Accessed March 7, 2021. 17.50. Hasudungan, A. 2017. Foetal (Fetal) Circulation. Online. https://www.youtube.com/watch?v=zTXmaVgobNw&t=584s. Accessed March 7, 2021. 17.43. Herman, R. B. 2020. Anatomi Fisiologi Sirkulasi Fetus, Bayi & Dewasa. Bagian Fisiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Rilanto L. (2012). Penyakit Kardiovaskular. FKUI Jakarta. Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kandungan. Edisi 2. EGC : Jakarta. FISIOLOGI JANTUNG PADA PRE-EKLAMPSIA Pre-Eklampsia Pre-Eklampsia adalah kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Bisa juga disebut sebagai sindrom kehamilan spesifik yang ditandai dengan penurunan perfusi organ secara sekunder hingga terjadinya aktivasi vasospasme dan endotel (Cunningham et. al., 2009; POGI, 2014). Preeklampsia seringkali bersifat asimtomatik, sehingga sekalipun sudah muncul sejak trimester pertama, tanda dan gejala belum ditemukan. Namun demikian plasentasi yang buruk telah terjadi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dan nutrisi pada janin, yang menyebabkan gangguan pertumbuhan janin intra uterin atau yang lebih dikenal dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT). Awal mula terjadi preeklampsi sebenarnya sejak masa awal terbentuknya plasenta dimana terjadi invasi trofoblastik yang abnormal (Djami, 2016). Pada kondisi normal, terjadi remodeling anteriol spiralis uterin pada saat diinvasi oleh trofoblast endovaskuler. Sel-sel tersebut menggantikan endotel pembuluh darah dan garis otot sehingga diameter pembuluh darah membesar. Vena diinvasi secara superfisial. Pada kasus preeclampsia, terjadi invasi trofoblast yang tidak lengkap. Invasi terjadi secara dangkal terbatas pada pembuluh darah desidua tetapi tidak mencapai pembuluh darah myometrium. Pada kehamilan normal tanpa preeklampsia, invasi trofoblast terjadi secara lengkap mencapai myometrium. Pada Preeklampsia, arteroil pada myometrium hanya memiliki diameter berukuran setengah lebih kecil dari plasenta yang normal. Selain itu pada awal preeklampsia terjadi kerusakan endotel, insudasi dari plasma ke dinding pembuluh darah, proliferasi sel miointimal dan nekrosi medial. Lipid dapat terkumpul pada sel miointimal dan di dalam kantong makrofag. Akibat dari gangguan pembuluh darah tersebut, terjadi peningkatan tekanan darah serta kurangnya pasokan oksigen dan nutrisi ke plasenta. Kondisi tertentu membuat plasenta mengeluarkan faktor-faktor tertentu yang dapat memicu inflamasi secara sistemik (Djami, 2016). Adapun kondisi yang terjadi pada preeclampsia antara lain vasospasme, aktivasi sel endoteliel, peningkatan respon presor dan juga aktivasi endoteliel dan protein angiogenik serta antiangiogenik. Proses inflamasi yang terjadi secara sistemik memicu terjadinya vasospasme. Kontriksi pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi sehingga tekanan darah meningkat. Kerusakan pada sel endotel pembuluh darah juga menyebabkan kebocoran interstitial sehingga platelet fibrinogen terdeposit pada subendotel. Pada kondisi tersebut, ibu dengan preeklampsia akan mengalami gangguan distribusi darah, iskemia pada jaringan di sekelilingnya sehingga mengakibatkan kematian sel, perdarahan dan gangguan organ lainnya (Djami, 2016). Sel endotel pada ibu dengan preeklampsia tidak memiliki kemampuan yang baik dalam melepaskan suatu senyawa pemicu vaso dilatasi, yaitu nitrit oksida. Selain itu endotel tersebut juga menghasilkan senyawa pencetus koagulasi serta mengalami peningkatan sensitifitas terhadap vasopressor. Pada preeklampsia, produksi prosasiklin endothelial (PGI2) berkurang disertai peningkatan produksi tromboksan oleh platelet. Dengan begitu, rasio perbandingan dari prostasiklin : tromboksan berkurang. Hasil akhir dari semua kejadian tersebut adalah pembuluh darah menyempit, tekanan darah meningkat, cairan keluar dari ruang pembuluh darah. Jadi meskipun pasien mengalami edema atau bengkak oleh cairan, sebenarnya dia mengalami kondisi kekurangan cairan di pembuluh darahnya (Djami, 2016). Senyawa lain yang meningkat pada preeklampsia adalah endotelin. Endotelin merupakan suatu asam amino yang bersifat vasokonstriktor poten yang memang dihasilkan oleh endotel manusia. Peningkatan poten ini terjadi karena proses aktivasi endotel secara sistemik, bukan dihasilkan dari plasenta yang bermasalah. Pemberian magnesium sulfat pada ibu dengan preeklampsia diteliti mampu menurunkan kadar endotelin-1 tersebut.Pada penyempurnaan plasenta, terdapat pengaturan tertentu pada protein angiogenik dan antiangiogenik. Proses pembentukan darah plasenta itu sendiri mulai ada sejak hari ke-21 sejak konsepsi. Adanya ketidakseimbangan angiogenik pada preeklampsia terjadi karena produksi faktor antiangiogenik yang berlebihan. Hal ini memperburuk kondisi hipoksia pada permukaan uteroplasenta (Djami, 2016). Perubahan Kardiovaskular Pre-Eklampsia Ventrikel kiri jantung dapat membesar karena adanya peningkatan afterload karena adanya hipertensi, aktivasi endothelial dengan ekstravasasi cairan intravaskuler terutama paru. Pada kehamilan normal volume darah mencapai 5000 ml, sedangkan pada wanita yang tidak hamil volume darah 3500 ml. Jadi terdapat peningkatan 1500 ml. Jika terjadi eklampsia, tambahan volume darah 1500 ml tersebut tidak terjadi atau terjadi hemokonsentrasi (Ananth, et. al., 2013; Djami, 2016). Hemokonsentrasi tersebut terkait dengan vasokonstriksi menyeluruh akibat aktivasi endothelial ditambah kebocoran plasma ke ruang insterstisial karena adanya peningkatan permeabilitas. Pada preeklampsia bisa saja terjadi penurunan volume darah tersebut sesuai dengan derajat keparahannya. Jika hanya terjadi hipertensi gestasional, volume darah biasanya normal. Ibu dengan eklampsia memiliki sensitivitas yang rendah terhadap terapi cairan yang agresif sebagai upaya meningkatkan volume darah sesuai dengan volume darah kehamilan normal. Ibu dengan preeklampsia akan sensitif terhadap kehilangan darah dibanding ibu hamil normal (Ananth, et. al., 2013; Djami, 2016). Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya preeklampsia. Kerusakan endotel vaskular pada preeklampsia dapat menyebabkan penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivitas agregasi trombosit dan fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel (Ananth, et. al., 2013; Djami, 2016). Daftar Pustaka Ananth CV, Keyes KM, Wapner RJ. Pre-eclampsia rates in the United States 1980-2010: age period- cohort analysis. the bmj. 2013;347. Epub 7 November 2013. Cunningham FG, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C. William Obstetrics : 23rd Edition: MacGraw Hill Professional; 2009. Djami, M. E. U. 2016. Preeklampsia. Online. https://moudyamo.wordpress.com/2016/01/08/preeklampsia/. Accessed March 8. 2021. 00.44. POGI, 2014. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR. DEPKES RI. KESIMPULAN Peningkatan resistensi vascular pada pasien denga pre-eklampsi menyebabkan peningkatan tekanan darah (hipertensi). Saat pasien tersebut melahirkan, terjadi autotransfusi plasenta (300-500 ml) dan peningkatan tekanan vena sentral pada pasien. Komplikasi yang harus diwaspadai adalah jika keadaan hipertensi dan peningkatan tekanan ven sentral tersebut membebani jantung sehigga jantung gagal meyuplai darah sejumlah yang dibutuhkan oleh tubuh (dekompensasi kordis)