BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang RI merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia. Berada diantara benua Asia dan Australia dan dua Samudera Hindia dan Pasifik. RI dikelilingi oleh lautan menjadikan RI sebagai negara yang kaya akan hasil lautnya, baik dari bidang perikanan, hingga minyak bumi, gas dan mineral. RI bagian utara berbatasan dengan lima negara tetangga antara lain: Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina serta Samudera Pasifik. Bagian selatan berhadapan langsung ke Samudera Hindia. Dibagian barat berbatasan dengan dan bagian timur berbatasan dengan Negara PNG. PNG secara astronomis PNG terletak pada 1°LS – 12°LS dan 141°BT – 157°BT. Secara geografis PNG terletak di barat daya Samudera Pasifik di utara Australia. Dibagian selatan dengan Laut Koral dan Laut Torres, dan pada bagian barat berbatasan dengan Papua (Milik RI) dan di bagian Timur berbatasan dengan pulau-pulau Papua Nugini yang besar dan kecil. Kepulauannya antara lain Kepulauan Trobriand, Kepulauan Bismarck, Kepulauan D’Entrecasteaux dan Kepulauan Louisiade.D Profil kedua negara dapat dilihat pada Tabel I.1. Tabel I.1. Profil negara RI dan PNG (CIA Factbook 2015) Profil Nama resmi negara Luas negara (daratan) Panjang garis pantai The Republic of Indonesia Independent State Of Papua New Guinea 1.811.569 km2 461.691 km2 54.716 km 5.152 km Jenis garis Pangkal Garis pangkal kepulauan Garis pangkal kepulauan Tabel I.1 merupakan profil dari kedua negara yang memiliki sengketa batas maritim, yaitu RI dan PNG. RI merupakan negara Republik yang dipimpin oleh seorang Presiden dalam pemerintahannya sedangkan PNG merupakan pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Menteri. Luas negara RI mencapai 1.811.569 km2 dan PNG 461.691 km2. Kedua negara memiliki perbedaan luas daratan sebesar 1.349.878 km2. RI memiliki garis pangkal lebih panjang dibandingkan dengan PNG. Jumlah pulau kedua negara yang banyak dan garis pantai yang tidak beraturan membuat kedua negara menggunakan garis pangkal kepulauan. Penentuan batas daerah di laut merupakan kelanjutan dari pekerjaan penegasan batas daerah di darat di mana suatu daerah tersebut terdiri dari suatu daratan dan lautannya yang berbatasan langsung dengan daerah lain ataupun yang berbatasan langsung dengan laut perairan dalam NKRI. Penetapan batas maritim penting dilakukan karena berkaitan erat dengan hak mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di laut. Perjanjian yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Pemerintah Papua Nugini (PNG) mengenai batas-batas maritim antara kedua negara dan kerjasama dalam menyelesaikan masalah-masalah yang bersangkutan telah disepakati di Jakarta pada tanggal 13 desember 1980. Kesepakatan tersebut menghasilkan garis-garis lurus lateral yang menghubungkan 6 titik batas di depan pantai selatan pulau Irian (Papua) dan dua titik batas di depan pantai utara pulau Irian (Papua). Garis batas RI-PNG menggunakan meridian astronomis 141o BT mulai dari utara Irian Jaya (Papua) keselatan sampai ke sungai Fly mengikuti thalweg ke selatan sampai memotong meridian 141o BT. Kesepakatan antara RI dan PNG telah dilakukan, namun pada kenyataan dilapangan tidak sesuai dengan perjanjian. Hal ini mengakibatkan sering terjadinya permasalahan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan pengakuan potensi minyak. 1.2. Rumusan Masalah RI dan PNG telah melakukan perjanjian batas darat dan maritim. Namun demikian karena tidak ada penegasan batas wilayah yang tegas dilapangan, mengakibatkan sering terjadinya permasalahan dalam mengklaim wilayah pengelolaan, khususnya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan sumber porensi minyak. Delimitasi garis batas maritim Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) antara RI dan PNG perlu dilakukan. Delimitasi batas ZEE perlu di tetapkan antara kedua negara yang berdampingan agar tidak menimbulkan permasalahan saling klaim wilayah. Penyelesaian batas maritim suatu negara sangat penting dilakukan agar masingmasing negara bisa mengklaim batas maritimnya secara tepat. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka, pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah hasil delimitasi batas ZEE antara RI dan PNG yang seharusnya? 2. Berapa luas wilayah ZEE yang seharusnya diklaim masing-masing negara? 3. Berapa luas area ZEE yang saat ini masih tumpang tindih? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah melakukan delimitasi batas ZEE antara RI dan PNG sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui. Tujuan spesifik dari penelitian ini adalah : 1. Membuat konstruksi garis median antara RI dan PNG. 2. Membuat Zona ZEE antara RI dan PNG. 3. Menghitung luas area yang seharusnya dapat diklaim masing-masing negara. 4. Menghitung luas area ZEE yang saat ini bertampalan. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif referensi bagi pemerintah RI dalam menegaskan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan PNG. 1.6. Cakupan Penelitian Penelitian ini dibatasi dengan cakupan antara lain: 1. Lokasi penelitian adalah Laut Samudera Pasifik. 2. Penentuan batas maritim di fokuskan pada ZEE RI dan PNG. 3. Peta dasar yang digunakan adalah Peta Laut (International Chart Series) nomor 4507 (Pacific Ocean: Phillipines to Bismarck Archipelago) skala 1:3.500.000. 4. Delimitasi batas ZEE antara RI dan PNG dilakukan secara teknis dengan menggunakan perangkat lunak CARIS LOTS (Law of The Sea). 1.7. Tinjauan Pustaka UNCLOS menjelaskan bahwa suatu negara memiliki wilayah laut pada zonazona tertentu. Zona laut yang dimiliki sebuah negara adalah perairan kepulauan, perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekslusif, dan landas kontinen. Pasha (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Prinsip Ekuidistan dan Proporsionalitas dalam Penetapan Batas Laut Antarnegara Kepulauan, Studi Kasus: Indonesia dan Filipina”. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan prinsip ekuidistan dan proporsionalitas dalam delimitasi batas maritim. Pada penelitian ini diperoleh hasil penarikan batas antarnegara Indonesia dan Filipina dengan prinsip ekuidistan dan proporsionalitas berupa empat batas ZEE Indonesia-Filipina, Peta ZEE prinsip ekuidistan konsep lingkaran, Peta ZEE prinsip ekuidistan konsep bisek, Peta ZEE proporsionalitas 70:30 konsep bisek, dan Peta ZEE proporsionalitas 60:40 konsep bisek. Liestyani (2012) dalam skripsinya melakukan kajian untuk menetapkan batas ZEE antara Republik Indonesia dan Republik Filipina secara kartometrik, Hasil dari penelitian ini adalah garis batas ZEE antara RI dan Filipina berdasarkan opsi median line seimbang dengan pembobotan 1:1 dan opsi median line pendekatan proporsionalitas dengan pembobotan 1,5;1. sehingga masing-masing negara memperoleh luasan bagian zona ekonomi ekslusifnya. Yuniar (2009) dalam skripsinya, melakukan kajian delimitasi batas maritim antara Indonesia, Singapura, dan Malaysia di selat Singapura. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software CARIS LOTS Limits and Boundaries 4.0 service pack 5. Hasil dari penelitian ini adalah opsi delimitasi batas laut teritorial antara Indonesia dengan Singapura dan Indonesia dengan Malaysia.Opsi klaim maritim yang mungkin dilakukan oleh Singapura menggunakan pulau Pedra Branca sebagai titik pangkal, meliputi laut teritorial dan ZEE. Berdasarkan delimitasi batas laut teritorial antara Malaysia dan Singapura dan Malaysia dan Indonesia status kedaulatan atas South Ledge dapat menjadi milik Malaysia. Opsi klaim maritim yang mungkin dilakukan oleh Malaysia menggunakan South Ledge sebagai titik pangkal dan kemungkinan TJP antar Indonesia, Singapura dan Malaysia. Rachma (2013) dalam skripsinya yang berjudul Identifikasi dan Pendefinisian Geografis Perairan Pedalaman di dalam Garis Penutup Teluk di Selat Sunda. Hasil penelitiannya adalah teridentifikasi ada lima teluk yang memenuhi syarat perairan pedalaman sesuai UNCLOS. Dan dari lima teluk yang teridentifikasi didefinisikan secara geografis masing-masing perairan pedalaman dengan batas berdasarkan letak teluk dan koordinat garis penutup teluk untuk selanjutnya akan didaftarkan ke PBB. Sabila (2015) dalam skripsi yang berjudul Evaluasi Pendekatan Tiga Tahap Dalam Kasus Delimitasi Batas Maritim Antara Negara Indonesia dan Filipina di laut Sulawesi. Hasil penelitian adalah dengan menggunakan metode pendekatan tiga tahap menghasilkan konstruksi garis batas ZEE yang berbeda dengan hasil perjanjian batas ZEE antara Indonesia dan Filipina yang di tandatangani di Manila pada tahun 2014. Akibat adanya perbedaan garis batas antara metode perjanjian dan metode pendekatan tiga tahap sehingga berpengaruh juga pada luas ZEE, panjang garis pangkal,dan juga jumlah titik yang digunakan dalam membentuk garis batas ZEE kedua negara. 1.8. Landasan Teori 1.8.1. Zona Maritim Menurut UNCLOS UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, adalah salah satu hukum laut internasional yang mengatur bahwa setiap negara berhak untuk menetapkan batas-batas terluar zona maritimnya. Batas terluar zona maritim tersebut diukur dari garis pangkal/baseline. Klaim atas wilayah maritim terkait erat dengan zona maritim dan kewenangan yang menyertainya. Kewenangan yang melekat pada klaim zona maritim meliputi: a. Kedaulatan (Sovereignty). Kedaulatan merupakan kewenangan penuh/absolut sebuah negara untuk menjalankan kekuasaan terhadap suatu wilayah atau masyarakat. Dalam hal kedaulatan, sebuah negara tidak perlu meminta persetujuan dari negara lain untuk melaksanakan kehendaknya (Arsana 2007:153). Pelanggaran yang dilakukan oleh pihak asing yang masuk ke wilayah ini tanpa izin, maka dapat dikenakan hukuman dari negara yang bersangkutan. Zona maritim yang termasuk dalam kedaulatan adalah perairan pedalaman (internal water), perairan kepulauan (archipelagic) dan laut teritorial (territorial sea). b. Hak Berdaulat ( Sovereign rights). Hak berdaulat merupakan kewenangan suatu negara terhadap wilayah tertentu yang dalam pelaksanaannya harus tunduk pada aturan hukum yang dianut oleh masyarakat internasional (Arsana 2007: 153). Hak berdaulat pada umumnya adalah hak untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada pada kawasan tertentu yang diatur termasuk dalam kewenangan hak berdaulat. Zona maritim yang termasuk dalam hak berdaulat adalah Zona Tambahan (Contigous Zone), Zona Ekonomi Ekslusif (Exclusive Economic Zone), Landas Kontinen (Continental Shelf). Sebuah negara pantai baik itu negara benua (continental state) maupun negara kepulauan (archipelagic state) seperti halnya Indonesia berhak mengklaim wilayah maritimnya. Wilayah maritim yang dapat diklaim meliputi: Perairan pedalaman (internal waters), perairan kepulauan (archipelagic waters) khususnya bagi negara kepulauan, laut teritorial sejauh 12 mil laut, zona tambahan sejauh 24 mil, zona ekonomi ekslusif sejauh 200 mil laut, dan landas kontinen (Arsana 2007:8). Yurisdiksi maritim negara pantai berdasarkan UNCLOS dapat dilihat pada Gambar I.1. 1.8.1.1.Perairan Pedalaman (Internal waters). UNCLOS pasal 8 mengatur tentang perairan pedalaman. Perairan Pedalaman adalah perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal yang diukur ke arah daratan. Sebuah negara memiliki kedaulatan penuh terhadap Perairan Pedalaman dengan pengecualian bahwa hak lintas damai tetap berlaku bagi kapal asing di kawasan yang tidak dikategorikan sebagai Perairan Pedalaman. 1.8.1.2.Laut Teritorial. UNCLOS pasal 2 dan 3 mengatur tentang laut teritorial. Laut teritorial merupakan wilayah laut yang diukur dari garis pangkal sejauh 12 mil laut suatu negara. Dalam laut teritorial, sebuah negara memiliki kedaulatan penuh, tetapi padanya berlaku hak lintas damai bagi kapal-kapal asing (Arsana 2007). Semua kapal-kapal asing yang melintasi laut teritorial suatu negara wajib mematuhi semua peraturan dan undang-undang dari negara terkait dan juga peraturan-peraturan internasional yang terkait dengan pencegahan tabrakan di laut (Pasal 21 UNCLOS). 1.8.1.3.Zona Tambahan. UNCLOS Pasal 33 mengatur tentang Zona Tambahan. Zona Tambahan merupakan wilayah laut yang diukur dari garis pangkal suatu negara sejauh tidak lebih 24 mil laut. Zona Tambahan terletak berdampingan dengan Laut Teritorial. 1.8.1.4.Zona Ekonomi Eksklusif. Zona Ekonomi Eksklusif merupakan wilayah maritim sejauh maksimal 200 mil laut yang diukur dari garis pangkal suatu negara (Pasal 57 UNCLOS). Pada kawasan ini suatu negara pantai mempunyai hak eksklusif untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pelestarian, dan pengelolaan sumber daya alam (hayati dan non-hayati) di dasar, di bawah, dan di atas, serta kegiatan lain seperti produksi energi dari air, arus, dan angin (Pasal 56 UNCLOS). Pengaturannya terdapat dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 75 UNCLOS. 1.8.1.5 Landas Kontinen. Landas Kontinen suatu negara pantai meliputi suatu kawasan dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar Laut Teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal (dalam hal ini tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut). Jika jarak tepian kontinen lebih dari 200 mil laut, maka penetapan pinggiran luar kontinen dilakukan dengan cara: a. Menghubungkan titik-titik tetap terluar yang ketebalan sedimen dasar laut paling sedikit 1% dari jarak terdekat antara titik-titik tersebut dan kaki lereng kontinen (titik perubahan maksimum), atau b. Suatu garis lurus yang ditarik dari titik-titik tetap yang terletak tidak lebih dari 60 mil laut dari kaki lereng (foot of slope) kontinen. Namun demikian, dalam penentuan Landas Kontinen, garis batas terluar tidak boleh melebihi 350 mil laut atau 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 meter, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian alamiah tepian kontinen. Landas Kontinen biasanya tidak terlalu dalam, sehingga sumber-sumber alam dari Landas Kontinen dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang ada (Arsana 2007). Terkait dengan Landas Kontinen, diatur dalam Pasal 76 hingga Pasal 85 UNCLOS. 1.8.1.6. Laut Bebas. Semua bagian laut yang tidak tergolong wilayah perairan suatu negara seperti di atas dapat dikategorikan sebagai Laut Bebas. Pengaturannya terdapat dalam UNCLOS pasal 86 hingga pasal 120. Laut Bebas terbuka bagi negara pantai atau tidak berpantai untuk melakukan kegiatan-kegiatan: a. Berlayar di bawah satu bendera negara b. Penerbangan c. Memasang pipa dan kabel bawah laut d. Membangun pulau buatan dan instalasi lainnya e. Menangkap ikan f. Penelitian ilmiah. Gambar I.1. Yurisdiksi maritim negara pantai berdasarkan UNCLOS (Sabila 2015) 1.8.2 Delimitasi batas maritim Delimitasi batas maritim antar negara adalah penentuan batas wilayah atau kekuasaan antara satu negara dengan negara lain (tetangganya) di laut. (Arsana, 2007) Proses delimitasi batas maritim antara dua atau lebih negara pantai diatur oleh prinsip-prinsip dan aturan hukum internasional publik. Dalam hal ini, faktor-faktor geografis pantai dan panjang garis pantai atau garis pangkal relevan. Hukum internasional menyediakan aturan yang menjelaskan bagaimana delimitasi seharusnya dilakukan. UNCLOS merupakan aturan hukum internasional bagi suatu negara pantai untuk melakukan delimitasi batas maritim dengan negara yang berbatasan. Jika terdapat dua atau lebih negara yang berbatasan dan terjadi tumpang tindih, baik yang batasannya berseberangan (opposite), maupun yang batasannya berdampingan (adjacent), maka klaim maritim dari masing-masing negara akan memunculkan opsi delimitasi batas maritim. 1.8.3 Garis pangkal (Baseline) Garis pangkal adalah garis yang disusun oleh titik- titik pangkal/basepoints sepanjang muka laut terendah, yang menjadi acuan dalam penentuan klaim suatu negara. Garis pangkal dalam UNCLOS Pasal 5 mempunyai pengertian yang merujuk pada pengertian garis pangkal normal yang merupakan kedudukan garis air rendah (low water line) sepanjang pantai. Macam-macam garis pangkal (Baseline) menurut UNCLOS dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar 1.2. Macam - Macam Garis Pangkal. (Sabila 2015) 1.8.3.1.Garis pangkal normal (Normal Baseline). Garis pangkal sepanjang muka laut terendah yang mengikuti bentuk alami pantai disekeliling benua, pulau, batas terluar, dari pelabuhan permanen atau batu karang yang muncul dan terumbu karang sekitar pulau, garis pangkal normal ini ditetapkan pada peta laut skala besar yang ditetapkan pada negara pantai (pasal 5). 1.8.3.2.Garis pangkal lurus (Straight baseline). Garis pangkal berupa garis lurus yang menghubungkan titik-titik pangkal sepanjang pantai yang telah memenuhi syarat ( pasal 7). 1.8.3.3.Garis pangkal penutup sungai ( Mouth of rivers). Garis pantai yang menutup mulut sungai, jika aliran sungai tepat menuju laut, garis pangkal bisa memotong garis lurus muara sungai antara titik pada garis air rendah (pasal 9). 1.8.3.4.Garis pangkal penutup teluk (Bay). Suatu lekukan pantai dianggap sebagai teluk, jika luas lekukan tersebut sama atau lebih luas dari setengah lingkaran yang diameternya melintasi mulut lekukan tersebut. Garis pangkal dibuat dengan menarik garis lurus antara titik-titik pada garis air rendah di pintu masuk mulut suatu teluk yang panjangnya tidak lebih dari 24 mil. Apabila melebihi 24 mil laut, maka suatu garis lurus yang panjangnya 24 mil laut ditarik sehingga menutup suatu daerah perairan yang maksimal dicapai oleh garis tersebut (pasal 10). Garis pangkal penutup teluk dapat dilihat pada Gambar 1.3. (b (a ) ) Gambar 1.3. Garis pangkal lurus yang menutup mulut teluk. (Arsana 2007) 1.8.3.4. Garis pangkal kepulauan (Archipelagic baseline). Garis pangkal ini hanya bisa dimiliki oleh negara kepulauan, dibuat dengan menghubungkan titik-titik pulau terluar suatu negara dan karang kepulauan dengan jarak maksimal setiap segmen garis 100 mil laut kecuali 3% dari total segmen garis pangkal kepulauan yang panjangnya bisa mencapai 125 mil laut. Tidak ada batasan jumlah segmen garis pangkal yang bisa di gambar. Jika panjang suatu segmen garis pangkal lebih dari 100 mil lau maka harus diputuskan untuk mengurangi panjang garis pangkal dengan menambah titik pangkal baru sehingga panjang segmen garis pangkal kurang dari 100 mil laut (pasal 47). Garis pangkal kepulauan dapat dilihat pada Gambar 1.4. Gambar 1.4. Garis Pangkal Kepulauan (IHO 2014) 1.8.4 Metode delimitasi batas maritim Dalam delimitasi batas maritim ada beberapa metode yang biasa digunakan. Metode-metode tersebut disajikan dibawah ini: 1.8.4.1 Equidistance Line (Garis ekuidistan). Garis ekuidistan atau garis tengah merupakan metode penentuan batas menggunakan dua garis yang memiliki sama jarak dari garis pangkal masing-masing negara. Ilustrasi delimitasi batas maritim dengan garis ekuidistan dapat dilihat pada Gambar 1.5 dan 1.6. Gambar 1.5. Garis Ekuidistan untuk negara berhadapan (IHO 2006) Gambar 1.6. Garis Ekuidistan untuk negara berdampingan (IHO,2014) 1.8.4.2 Enclaving (enklaf). Enklaf merupakan metode delimitasi batas maritim yang biasa digunakan pada kasus dua negara yang berhadapan dan diantaranya terdapat sebuah pulau yang keberadaannya jauh dari pulau utama tetapi lebih dekat dengan negara lain, maka hak wilayah maritim pulau tersebut akan jauh berkurang seperti pada Gambar 1.7. Gambar 1.7. Enklaf (IHO 2014) 1.8.4.2. Lines of bearing (garis perwakilan). Pada metode ini garis batas tidak ditentukan oleh bentuk pantai, akan tetapi disederhanakan dengan beberapa pertimbangan, terbagi kedalam 2 yaitu (Carleton and Schofield 2002: 20-25) : a. Tegak lurus (Prependicular). Digunakan pada dua negara yang bersebelahan dan memiliki bentuk bibir pantai yang sangat kompleks. Garis pangkal ini tidak memakai garis pangkal normal maupun garis pangkal lurus namun diwakili menjadi garis lurus searah garis pantai secara umum (general), kemudian penentuan batas wilayah maritim ditentukan tegak lurus garis perwakilan. b. Paralel dan meridian. Batas antara kedua negara ditentukan dengan menggunakan garis paralel atau bisa juga dengan garis meridian. Metode ini juga bisa diterapkan pada wilayah yang terdapat banyak pulau dan bebatuan. 1.8.4.3. Natural Prolongation (perpanjangan daratan). Batas ini ditentukan secara alamiah bentukan bumi. Ketika batas daratan diteruskan sampai kedasar laut, maka nantinya akan dijumpai sisi dari perpanjangan daratan yang turun secara signifikan, ini menandakan bahwa disitulah batas suatu negara di laut. Metode ini juga kurang adil dalam hal jika suatu negara diapit oleh laut dalam, maka luas wilayah maritim yang dimiliki akan sangat sempit dan sebaliknya jika negara ini diapit oleh laut dangkal, maka luasan wilayah maritim akan sangat luas. 1.8.5 Perangkat Lunak CARIS Perangkat lunak CARIS (Computer Aided Resourse Information System)merupakan perangkat lunak kelautan yang dibuat di Kanada hasil kerja sama antara Canadian Hidrographic Service (CHS), Osean Mapping Group, Geodesi and Geomatics Engineering Department University Of new Brunswick (Frederioton), Nasional Oceanic and Atmospheric Administration (NOOA), and Marine Geomatics, Canada Hydrography Service (Ottawa). CARIS adalah salah satu perangkat lunak yang digunakan oleh Difisi kelautan dan Hukum Laut dari Perserikatan Bangsa – Bangsa sehubungan dengan kewenangannya dalam penentuan batas wilayah laut internasional (Yuniar, 2012). Perangkat lunak CARIS terdiri dari : 1. CARIS HIPS (Computer Aided Resourse Information System Hidrography Imagery Procesing System) yang berfungsi untuk mengolah data batimetri dan ketebalan sedimentasi,CARIS LOTS (Computer Aided Resourse Information System- Low Of The Sea) adalah suatu aplikasi pemetaan untuk membuat, mengatur, memperbaiki resolusi dari zona maritim yang berfungsi untuk mengolah batas wilayah laut. 2. CARIS GIS (Computer Aided Resourse Information System – Geography Information System) digunakn untuk ploy layout dalam pembuatan kontur angka kedalaman. 3. CARIS SIPS(Computer Aided Resourse Information System Side Scan Sonar Imagery Procesing System) berfungsi untuk mengolah gambar dari Side Scan Sonar (Yuniar, 2012). 1.8.6 British Admiralty Chart (BAC) British Admiralty chart adalah peta navigasi dan keselamatan pelayaran yang dikeluarkan oleh United Kingdom Hydrography Office (UKHO). Peta ini memuat informasi spasial yang dapatdipercaya dan diperbaharui secara rutin. British Admiralty chart ini diakui secara internasional sehingga British Admiralty chart sering digunakan dalam penentuan batas maritim internasional. 1.8.7 Proyeksi Mercator (Mercator) Proyeksi Mercator merupakan proyeksi permukaan bumi pada sebuah bidang proyeksi yang berupa silinder dan sumbu simetri berhimpit dengan sumbu bumi. Tujuan dilakukan proyeksi Mercator adalah untuk menghasilkan sebuah proyeksi yang mempertahankan jarak. RI menggunakan proyeksi mercator sebagai proyeksi hitungan, yang menghitung semua jaringan/rangkaian segitiga sebagai segitiga triangulasi pada bidang datar. Meridian merupakan garis lurus yang sama jaraknya, sedangkan parallel merupakan garis yang sejajar dengan ekuator namun garisnya yang tidak sama jaraknya. Semakin jauh dari dari ekuator maka semakin kecil besarannya atau distorsinya semakin besar (Prihandito 2010). 1.8.8 Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Proyeksi UTM merupakan proyeksi permukaan bumi dengan bidang proyeksi yang digunakan silinder, yang mempertahankan sudut di peta sama dengan sudut sebenarnya (konform). Sumbu simetri pada proyeksi UTM berada pada bidang ekuator atau tegak lurus dengan sumbu bumi. Bumi berpotongan pada bidang proyeksi (secant) pada dua meridian standar. Pada proyeksi UTM bumi dibagi menjadi 60 zona dengan lebar masing-masing zona 60. Zona nomor satu dimulai dari daerah di permukaan bumi dibatasi meridian 1800-1740 BB, dilanjutkan zona selanjutnya menuju ke timur. (Prihandito, 2010).