PENENTUAN KOEFISIEN FENOL PEMBERSIH LANTAI YANG

advertisement
PENENTUAN KOEFISIEN FENOL PEMBERSIH
LANTAI YANG MENGANDUNG PINE OIL 2,5 %
TERHADAP BAKTERI Pseudomonas aeruginosa
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Eka Rahma
NIM: 1112103000084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H/2015 M
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulilahirabbil’alamin, puji serta syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan
penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, serta umatnya.
Terselesaikannya penelitian ini tidak terlepas oleh bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Ketua
Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
serta seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang selalu
membimbing serta memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa
pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Yuliati, S.Si, M.Biomed selaku dosen pembimbing I, yang selalu
memberikan ilmu, arahan, saran, dan bimbingan kepada saya agar
penelitian ini berjalan dengan sebaik-baiknya.
3. Ibu Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed selaku dosen pembimbing II, yang
selalu memberikan ilmu, arahan, saran, dan bimbingan kepada saya
terutama dalam penulisan laporan penelitian ini.
4. dr. Lindawaty Valentina Legowo selaku kakak pembimbing, yang telah
memberikan ilmu, arahan, dan bimbingan kepada saya dalam penelitian
ini.
5. Ibu Silvia Fitrina nasution, M.Biomed dan dr. Dyah Ayu Woro
Setyaningrum, M.Biomed selaku dewan penguji, untuk ilmu, waktu dan
tenaga dalam memperbaik laporan penelitian ini.
v
6. dr. Flori Ratna Sari selaku penanggung jawab (PJ) modul riset PSPD
2012. Mba Novi Prsatyowati selaku laboran Laboratorium Mikrobiologi
yang telah banyak membantu dan memberikan arahan selama penelitian
ini. Pak Bacok dan Bapak satpam lainnya (Bpk. Irul, dkk) yang telah
melancarkan peminjaman ruang laboratorium.
7. Kedua orang tua tercinta, Bpk. Nuryadin dan Ibu Rita Anri Yani yang
selalu memberikan cinta dan kasih sayang, memberikan do’a, nasihat,
serta semangat dalam hidup saya.
8. Ketiga adik kandung saya, Ida Lutfiah, Nurita Wulan Dari, dan Ahmad
Affandi
serta seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan
semangat untuk menjadi teladan yang baik dan terus berjuang untuk
menggapai cita-cita.
9. Rendy Akbar, S.Pd.I
yang selalu menemani sembari memberikan
semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.
10. Teman seperjuangan, Adichita Khaira, Mulia Sari, Linda Pratiwi
Sulaeman, dan Putri Aulia Hilfa Lubis atas kebersamaan, dukungan dan
kerja kerasnya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.
11. Para sahabat, baik sweet home, tulipers, SJD-SS dan As-Shaff 2012, GBF,
IKA PPQ Jakarta, dan PSPD 2012 yang selalu memberikan do’a,
semangat, serta bersedia mendengarkan keluh kesah selama penelitian dan
masa pendidikan pre-klinik.
12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
penelitian ini agar dapat terus dilanjutkan dan bermanfaat untuk berbagai pihak,
karena saya menyadari penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Demikian
laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Ciputat, Oktober 2015
Penulis,
Eka Rahma
vi
ABSTRAK
Eka Rahma. Program Studi Pendidikan Dokter. Penetuan Koefisien Fenol
Pembersih Lantai yang Mengandung Pine Oil 2,5 % terhadap Pseudomonas
aeruginosa. 2015.
Fenol digunakan sebagai standar pemanding untuk menentukan efektivitas suatu
desinfektan. Suatu desinfektan dianggap masih efektif membunuh bakteri apabila
memiliki nilai koefisien fenol lebih dari 1. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai koefisien fenol pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5
% terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Metode yang digunakan adalah
deskriptif dengan uji koefisien fenol. Larutan desinfektan dan fenol (sebagai
pembanding) dibuat dengan pengenceran 1:40, 1:60, 1:80, 1:100, 1:100, 1:120,
1:140 dalam aquades steril. Pertumbuhan bakteri diamati dalam waktu kontak 5,
10, 15, 20, 15, dan 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien fenol
pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5 % terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa adalah 1,08. Maka dapat disimpulkan bahwa pembersih lantai yang
mengandung pine oil 2,5 % masih efektif membunuh bakteri Pseudomonas
aeruginosa.
Kata kunci: desinfektan, koefisien fenol, pine oil, Pseudomonas aeruginosa.
ABSTRACT
Eka Rahma. Medical Education Program. Determination of Phenol
Coefficient Containing of 2,5 % Pine Oil as Floor Disinfectant against
Pseudomonas aeruginosa. 2015.
Phenol is used as a standard comparator to determine the effectiveness of a
disinfectant. A disinfectant is considered to be effective if the phenol coefficient
value is over 1. This study was conducted to determine the value of phenol
coefficient of floor cleaners containing pine oil 2.5% against Pseudomonas
aeruginosa. This study is using phenol coefficient test to measure it. The
disinfectant and phenol solution were prepared by diluting the sample in sterile
distilled water in ratio 1:40, 1:60, 1:80, 1:100, 1:120, 1:140. The growth of
bacteria was observed at the exposure time of 5, 10, 15, 20, 15, and 30 minutes.
The results showed that phenol coefficient of floor cleaners containing pine oil
2.5% against Pseudomonas aeruginosa is 1.08. It can be concluded that floor
cleaners containing pine oil 2.5% was effective to eradicate Pseudomonas
aeruginosa.
Keywords: disinfectant, phenol coefficient, pine oil, Pseudomonas aeruginosa.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL................................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................
ABSTRAK............................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
DAFTAR TABEL................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
I
ii
iii
iv
v
vii
viii
x
xi
xii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................
1.1 Latar belakang.......................................................................................
1.2 Rumusan masalah..................................................................................
1.3 Tujuan penelitian...................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................
1.4 Manfaat penelitian.................................................................................
1
1
3
3
3
3
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
2.1 Landasan Teori .....................................................................................
2.1.1 Koefisien Fenol............................................................................
2.1.2 Desinfeksi ...................................................................................
2.1.2.1 Definisi…........................................................................
2.1.2.2 Penggunaan desinfektan..................................................
2.1.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas
Desinfektan.....................................................................
2.1.2.4 Macam – Macam dan Mekanisme Kerja Desinfektan....
2.1.2.5 Metode Pengujian Desinfektan.......................................
2.1.3 Kandungan Pine Oil pada Pembersih lantai................................
2.1.4 Pseudomonas aeruginosa ............................................................
2.1.4.1 Morfologi dan Klasifikasi...............................................
2.1.4.2 Biakan dan Sifat Pertumbuhan........................................
2.1.4.3 Epidemiologi
Infeksi
Bakteri
Pseudomonas
aeruginosa......................................................................
2.2 Kerangka Teori......................................................................................
2.3 Kerangka Konsep..................................................................................
2.4 Definisi Operasional..............................................................................
5
5
5
6
6
6
8
11
15
18
19
19
20
22
23
24
25
BAB 3 METODE PENELITIAN........................................................................ 26
1.1 Desain Penelitian................................................................................... 26
viii
1.2
1.3
1.4
1.5
Waktu dan Tempat Penelitian...............................................................
Sampel Penelitian..................................................................................
Identifikasi Variabel..............................................................................
Alat dan Bahan Penelitian.....................................................................
1.5.1 Alat Penelitian..............................................................................
1.5.2 Bahan Penelitian..........................................................................
1.6 Cara Kerja Penelitian.............................................................................
1.6.1 Tahap Persiapan...........................................................................
1.6.1.1 Sterilisasi Alat dan Bahan..................................................
1.6.1.2 Persiapan Media Perbenihan..............................................
1.6.1.3 Pembuatan Stok Bakteri.....................................................
1.6.1.4 Persiapan Sampel dan Standar Uji.....................................
1.6.1.5 Persiapan Bakteri Uji.........................................................
1.6.2 Tahap Pengujian...........................................................................
1.7 Alur Penelitian.......................................................................................
1.8 Manajemen data....................................................................................
26
26
26
27
27
27
27
27
27
27
28
28
28
29
31
32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 33
4.1 Hasil....................................................................................................... 33
4.2 Pembahasan........................................................................................... 34
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 38
5.1 Simpulan................................................................................................. 38
5.2 Saran....................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 39
LAMPIRAN.......................................................................................................... 43
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Identifikasi kimia pine oil.................................................................
18
Tabel 2.1. Identifikasi fisik pine oil...................................................................
18
Tabel 4.1 Waktu bunuh rata-rata sampel X terhadap Pseudomonas
aeruginosa.........................................................................................
33
Tabel 4.2 Waktu bunuh rata-rata fenol terhadap Pseudomonas
aeruginosa.........................................................................................
x
34
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme dan sasaran kerja desinfektan...................................... 15
Gambar 2.2 Pewarnaan Gram Pseudomonas aeruginosa................................... 18
Gambar 2.3 Klasifikasi beberapa pseudomonas yang penting dalam
kedokteran......................................................................................
19
Gambar 2.4 Pigmen piosianin pada sebagian besar Pseudomonas aeruginosa
21
Gambar 2.5 Koloni Pseudomonas aeruginosa pada media agar........................ 22
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat dan bahan penelitian..............................................................
43
Lampiran 2 Hasil uji koefisien fenol sampel X terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa............................................................... 46
Lampiran 3 Hasil uji koefisien fenol standar fenol terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa............................................................... 47
Lampiran 4 Riwayat penulis.............................................................................
xii
48
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenol (C6H5OH) merupakan senyawa aromatik yang memiliki bau yang
khas. Fenol merupakan turunan dari benzen (C6H6) yang salah satu gugus
atomnya kehilangan atom H. Senyawa ini berasal dari bahan organik yang telah
membusuk atau bahan yang terdapat di alam. Fenol dapat digunakan sebagai
antiseptik/desinfektan, bahan baku pembuatan obat misalnya asam salisilat,
sebagai zat warna, dan lem kayu.1,2
Fenol dapat digunakan sebagai desinfektan dan antiseptik karena memiliki
aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisid namun senyawa ini tidak bersifat
sporisid. Fenol diformulasikan dalam bentuk solusi untuk meningkatkan daya
penetrasinya dan dapat ditemukan pada karbol, kresol, trikresol, dan
heksaklorofen. Senyawa golongan ini biasanya digunakan untuk desinfeksi di bak
mandi, permukaan lantai, serta dinding dan peralatan yang terbuat dari kayu.3,4,5
Diantara beberapa golongan desinfektan lainnya, yaitu aldehid, alkohol,
zat penghasil halogen, agen pengoksida, biguanid, dan amonium kuartener, fenol
dapat digunakan sebagai standar pembanding untuk menentukan efektivitas suatu
desinfektan. Penggunaan fenol sebagai pembanding ini dikarenakan fenol
merupakan zat desifektan tertua yang telah diketahui kekuatannya.4,6
Banyak mikroorganisme yang beredar di lingkungan kita, baik di dinding,
meja, kursi, pintu, lantai dan benda lainnya. Menurut Ajayi dan Ekozien tahun
2012, telah melakukan percobaan isolasi bakteri yang terdapat di dinding, lantai
dan gagang pintu kamar mandi pada empat losmen pria dan empat losmen wanita.
Hasil didapatkan bahwa bakteri paling banyak terdapat di dinding, lantai dan
pegangan pintu.7 Bakteri juga banyak terdapat di shower, bak kamar mandi dan
toilet.8 Selain di lingkungan tempat tinggal, bakteri juga banyak ditemukan di
lingkungan rumah sakit sehingga infeksi nosokomial atau infeksi yang terjadi di
rumah sakit sering terjadi. Penelitian yang dilakukan oleh Mustika (2012),
didapatkan banyak bakteri baik di dinding, lantai, maupun udara di ruang ICU
RSUD Dr. Moewardi Surakarta, yaitu Acinentobacter baumanii, Staphyolococcus
1
2
sp, Bacillus sp, Moraxella lakunata, Klebsiella pneumoni,, Pseudomonas
aeruginosa, dan E. Coli.9 Diantara berbagai bakteri tersebut, Pseudomonas
aeruginosa merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan di rumah sakit Dr.
Moewardi yaitu sebesar 12 %.4
Banyaknya spesies bakteri yang beredar baik di rumah maupun dan di
rumah sakit memiliki kepekaan yang berbeda terhadap berbagai golongan
desinfektan yang beredar. Selain itu, desinfektan memiliki kemungkinan untuk
terkontaminasi oleh bakteri. Berdasarkan Guideline Desinfeksi dan Sterilisasi
pada Fasilitas Kesehatan oleh CDC (Center for Disease Control) tahun 2008,
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang paling sering diisolasi dari
desinfektan yang terkontaminasi.10 Kemungkinan terjadinya resistensi bakteri
terhadap desinfektan juga dapat terjadi baik di lingkungan rumah maupun rumah
sakit. Berbagai faktor tersebut menyebabkan perlu dilakukannya pemeriksaan
potensi desinfektan terhadap bahan pembersih lantai yang digunakan.9,11
Salah satu metode yang digunakan untuk menilai efektivitas suatu
desinfektan adalah dengan menggunakan uji koefisien fenol dimana berbagai
pengenceran fenol dan produk desinfektan yang dijadikan sampel percobaan
dicampur dengan suatu volume tertentu biakan bakteri uji kemudian dinilai
adakah pertumbuhan bakteri melalui ada tidaknya kekeruhan yang terbentuk pada
media perbenihan, lalu dilakukan penghitungan nilai koefisien fenol. Metode ini
telah diaplikasikan dalam beberapa penelitian diantaranya oleh Sulistyaningsih
tahun 2010. Sulistyaningsih melakukan penelitian tentang kepekaan sediaan
antiseptik yang mengandung klorosilenol dan povidon iodin terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa multiresisten dengan
menggunakan uji koefisien fenol. Hasilnya, kedua kandungan antiseptik yang
diuji masih mempunyai kepekaan terhadap kedua bakteri tersebut.4,6
Penelitian desinfektan dengan kandungan pine oil 2,5 % terhadap bakteri
Pseudomonas eruginosa juga telah dilakukan pada tahun 2012 oleh Lembah
Sulistyaningsih dkk, tetapi dengan menggunakan metode difusi agar modifikasi
dimana dilakukan pengukuran diameter daya hambat pertumbuhan bakteri oleh
kandungan desinfektan uji disekitar sumur yang telah diberi larutan desinfektan.
3
Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa kandungan pine oil 2,5 % tidak
efektif dalam membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.12
Berdasarkan perbedaan hasil penelitian diatas, maka peneliti ingin
mengetahui koefisien fenol kandungan pine oil 2,5 % dalam pembersih lantai
terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk mengetahui efektivitas dari
kandungan desinfektan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah berapa nilai koefisien fenol pine oil 2,5 % yang
terkandung dalam pembersih lantai terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk menetapkan nilai koefisien fenol pine oil 2,5 % yang
terkandung dalam pembersih lantai terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengenceran tertinggi pembersih lantai dengan
kandungan pine oil 2,5 % yang dapat membunuh bakteri Pseudomonas
aeruginosa.
2. Untuk mengetahui waktu tercepat dengan pengenceran tertinggi
pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 % yang dapat
membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.
3. Untuk mengetahui pengenceran pembersih lantai dengan kandungan
pine oil 2,5 % yang paling efisien dalam membunuh bakteri
Pseudomonas aeruginosa.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar dapat memperoleh manfaat yaitu;
1. Meningkatkan keilmuan dan keterampilan peneliti dalam metodologi
penelitian, terutama berkaitan dengan bidang mikrobiologi.
4
2. Memajukan UIN Syarif Hidayatullah dan FKIK UIN Syarif Hidayatullah
dengan publikasi penelitian ini.
3. Memberikan informasi tentang nilai koefisien fenol dan efektivitas
kandungan pine oil 2,5 % pada pembersih lantai terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa.
4. Menambah data dan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut
tentang efektivitas berbagai kandungan desinfektan selain pine oil 2,5 %
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa mapun
bakteri lainnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Koefisien Fenol
Koefisien Fenol adalah ukuran kemampuan suatu zat antimikrobial salah
satunya desinfektan dalam membunuh bakteri dibandingkan dengan fenol
sebagai standar. Tujuan dilakukannya penentuan koefisien fenol terhadap suatu
desinfektan
adalah
untuk
mengevaluasi
daya
antimikrobanya
dengan
memperkirakan keefektifannya berdasarkan lamanya waktu kontak dan
konsentrasi desinfektan terhadap mikroorganisme tertentu.3,13
Nilai koefisien fenol hasil perbandingan antara desinfektan uji dengan
fenol standar diartikan kedalam dua bagian, yaitu apabila nilai koefisien fenol
kurang atau sama dengan 1 maka hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas
desinfektan yang diuji sama atau lebih kecil dari fenol. Sedangkan jika nilai
koefisien fenol yang didapat hasilnya lebih dari 1 berarti bahwa desinfektan
yang diuji lebih efektif dalam membunuh bakteri uji dibanding fenol.4,14
Lindawati tahun 2012, melakukan uji efektivitas produk pembersih lantai
yang mengandung benzalkonium klorida 1,5 % dan pine oil 2,5 % terhadap
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Diperoleh hasil bahwa
koefisien fenol benzalkonium klorida 1,5 % terhadap bakteri Staphyolococcus
aureus dan Escherichia coli adalah 1,33 dan 1,75. Selain itu, Koefisien fenol
pine oil 2,5 % terhadap bakteri Staphyolococcus aureus dan Escherichia coli
adalah 1,67 dan 2. Secara keseluruhan, koefisien fenol desinfektan yang
diperoleh melebihi nilai 1 yang artinya bahwa kedua desinfektan tersebut efektif
dalam
membunuh
bakteri
Staphylococcus
aureus
dan
Pseudomonas
aeruginosa.15
Selanjutnya, Romauli tahun 2014 melakukan uji penentuan koefisien fenol
produk desinfektan yang dipasarkan di beberapa supermarket kota Medan.
Terdapat tujuh sampel desinfektan uji yang merupakan senyawa fenol dan
amonium quartener. Hasilnya, ketujuh desinfektan uji semuanya efektif
5
6
membunuh bakteri uji berupa Salmonella typhi dengan nilai koefisien fenol 2,38;
2,00; 3,00; 3,38; 2,38; 2,63; dan 3,00.3
Selain terhadap desinfektan, koefisien fenol juga dinilai pada antiseptik
untuk menilai kepekaannya dalam membunuh bakteri. Pada tahun 2010,
Sulistyaningsih melakukan uji koefisien fenol povidon iodin dan klorosilenol
terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa
multiresisten. Hasilnya, diperoleh nilai koefisien fenol 1,06 dan 1,2 dari sampel
uji klorosilenol dan diperoleh nilai 25 dan 21 dari sampel povidon terhadap
kedua bakteri uji.4
2.1.2 Desinfektan
2.1.2.1 Definisi
Desinfeksi adalah tindakan membunuh organisme patogen (bentuk
vegetatif, tidak spora bakteri) dengan cara fisik atau kimia, dilakukan terhadap
benda mati. Hal ini berbeda dengan antiseptis yang merupakan tindakan
mencegah pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme baik dengan menghambat
atau membunuh, yang dilakukan terhadap jaringan hidup. Jadi terdapat
perbedaan disini, bila bertujuan melakukan tindakan disinfeksi terhadap jaringan
hidup maka menggunakan antiseptik, sedangkan disinfeksi terhadap benda mati
menggunakan desinfektan. Desinfektan adalah zat (biasanya kimia) yang dipakai
untuk membunuh mikroorganisme didalam maupun di permukaan suatu benda
mati. Menurut Environtment Protection Agen (EPA), bahan desinfektan adalah
“pestisida antimikroba” dan merupakan substansi yang biasanya digunakan
untuk mengontrol, mencegah, dan menghancurkan mikroorganisme berbahaya
(seperti bakteri, virus, dan jamur) pada permukaan atau benda yang tidak
hidup.5,6,10
2.1.2.2 Penggunaan Desinfektan
Syarat desinfektan yang baik adalah mempunyai spektrum luas, tidak
korosif (bereaksi secara kimiawi) terhadap alat-alat metal, daya absorpsinya
rendah pada karet, zat-zat sintetis, dan bahan lainnnya, baunya tidak
merangsang, dan toksisitasnya rendah.7
7
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada desinfeksi :
1. Rongga yang cukup diantara alat-alat yang didesinfeksi , sehingga seluruh
permukaan alat tersebut dapat berkontak dengan desinfektan.
2. Waktu (lamanya) desinfeksi harus tepat, alat-alat yang didesinfeksi jangan
diangkat sebelum waktunya.
3. Desinfektan yang dipakai sebaiknya bersifat germisid (membunuh).
4. Pengenceran desinfektan harus sesuai dengan yang dianjurkan, dan setiap
kali harus dibuat pengenceran baru. Desinfektan yang sudah menunjukkan
tanda-tanda pengeruhan atau pengendapan harus diganti dengan yang baru.
5. Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman biasaya bersifat
sangat mudah menguap sehingga ventilasi ruangan perlu diperhatikan.
6. Sebaiknya menggunakan hand lotion setelah berkontak dengan desinfektan.6
Agar suatu tindakan desinfeksi memperoleh hasil yang efektif, maka
seharusnya melewati serangkaian proses berikut :
1. Penilaian (Assesment)
Langkah awal desinfeksi efektif adalah melakukan penilaian masalah
secara menyeluruh. Hal ini meliputi agen penyebab, cara transmisinya,
kemudian pemilihan desinfektan yang tepat.
2. Pembersihan (Cleaning)
Tindakan selanjutnya adalah melakukan pembersihan. Tindakan ini
sudah dapat membersihkan sekitar 90% bakteri yang ada di permukaan. Langkah
pembersihan kering ini berupa menyikat, menyapu, dan menghilangkan semua
kotoran, debu, debris, bahan-bahan organik, dan benda-benda kecil lainnya dari
daerah yang akan dibersihkan.
Tujuan dari tindakan ini adalah menghilangkan sebanyak mungkin bahan
organik yang akan mempengaruhi kerja desinfektan terhadap mikroorganisme.
Pembersihan ini penting, karena banyak desinfektan yang akan menjadi inaktif
saat berinteraksi dengan bahan organik.
3. Mencuci/Sanitasi ( Washing/Sanitation)
Proses ini akan mengurangi mikroorganime ke tingkat yang lebih aman.
Jika dilakukan dengan benar, proses ini akan menghilagkan mikroorganisme
yang tersisa hingga 99 %. Tindakan mencuci ini dilakukan dengan merendam
8
objek dengan air panas atau dengan deterjen dan agen pembersih lainnya
kemudian dicuci dengan cara digosok ataupun disemprot. Pencucian dilakukan
dari area yang tinggi ke rendah dan perhatikan daerah sudut lantai ataupun objek
saat mencuci, karena daerah ini dapat menjadi reservoir dari mikroorganisme.
Meskipun berbagai debris dapat bersih dari proses ini, namun biofilm
yang terbentuk pada permukaan bakteri setelah proses mencuci dapat
menyebabkan bakteri tersebut menjadi resisten terhadap desinfeksi. Oleh karena
itu, perlu dilakukan pembilasan terhadap deterjen ataupun
sabun yang
digunakan untuk mengurangi dilusi potensi desinfektan pada saat diaplikasikan.
4. Desinfeksi (Desinfection)
Pemilihan desinfektan harus sesuai dengan mikroorganisme yang
dicurigai dan harus memperhatikan faktor lingkungan serta keselamatan. Ikuti
aturan pakai produk desinfektan yang tertera agar sesuai dengan konsentrasi
yang efektif. Selain itu, agar desinfektan efektif, maka permukaan lantai harus
basah. Waktu kontak desinfektan juga harus tepat, ini berbeda pada masingmasing produk. Seperti diatas, untuk daerah yang merupakan reservoir dari
mikroorganime maka haruslah dibersihkan terlebih dahulu.
5. Evaluasi (Evaluation)
Untuk memastikan bahwa agen mikroorganisme telah dihancurkan, maka
perlu dilakukan evaluasi tingkat lanjut dari tindakan yang telah dilakukan. Selain
melalui inspeksi, perlu dilakukan pengambilan sampel secara bakteriologis
untuk mengetahui efektivitas dari pembersihan yang dilakukan beserta
protokolnya. Kegagalan desinfeksi yang dilakukan mungkin berhubungan
dengan pemilihan ataupun penggunaan desinfektan yang tidak efektif, atau
karena faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban.10
2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Desinfektan
Aktivitas desinfektan tergantung dari sejumlah faktor. Beberapa
diantaranya merupakan faktor internal organisme, beberapa lainnya merupakan
faktor lingkungan fisik ekternal dan kimia. Adapun faktor tersebut sebagai
berikut;
9
1. Jumlah dan lokasi mikroorganisme
Selama kondisi lain tetap konstan, semakin besar jumlah mikroba maka
akan semakin lama waktu yang dibutuhkan desinfektan untuk membasminya.
Keadaan ini memperkuat alasan dibutuhkannya proses pembersihan (cleaning)
sebelum dilakukan desinfeksi.
Lokasi mikroorganisme juga harus mejadi faktor yang dipertimbangkan.
Permukaan yang berlekuk-lekuk akan menjadi sulit dibersihkan. Hanya
permukaan
yang
berkontak
langsung
dengan
desinfektan
yang
akan
terdesinfeksi.
2. Resistensi bawaan mikroorganisme
Resistensi terhadap proses desinfeksi dan sterilisasi sangat bervariasi.
Misalnya, spora yang tahan terhadap desinfektan karena adanya mantel spora
yang berperan sebagai barier, bakteri memiliki dinding sel yang mencegah
masuknya desinfektan, dan bakteri Gram negatif memiliki membran
ektraseluler yang berperan sebagai barier penyerapan desinfektan. Dibutuhkan
waktu
pemaparan
dan
konsentrasi
yang
lebih
untuk
membasmi
mikroorganisme yang resisten ini agar hancur sempurna.
Selain prion, spora bakteri memiliki resistensi tertinggi terhadap
desinfektan, diikuti oleh kokidia (kriptosporidium), mycobacterium, virus kecil
dan tidak berlipid (poliovirus, coxsackievirus), jamur (aspergillus, candida),
bakteri vegetatif (staphylococcus dan pseudomonas), dan virus berukuran
medium dan berlipid (herpes, HIV). Secara signifikan, Pseudomonas aeruginosa
pada
lingkungan
alami
lebih
resisten
terhadap
beberapa
desinfektan
dibandingkan dengan bakteri yang dikultur pada media laboratorium.
3. Konsentrasi dan potensi desinfektan
Pada kondisi variabel lain konstan, dengan semakin besar konsentrasi
suatu desinfektan maka akan semakin besar efektivitas dan semakin pendek
waktu yang diperlukan untuk membunuh mikroba.
Spaulding melakukan percobaan terkait hal ini, dengan menggunakan test
mucin-loop didapatkan hasil bahwa isopropyl alkohol 70 % menghancurkan 104
Mycobacterium tuberculosis dalam waktu 5 menit, sedangkan fenol dengan
10
konsentrasi 3 % membunuh bakteri tersebut dalam level yang sama
membutuhkan waktu 2-3 jam.
4. Faktor kimia dan fisika
Beberapa faktor fisika dan kimia juga mempengaruhi produk desinfektan,
seperti suhu, pH, dan kelembaban. Aktivitas beberapa desinfektan akan
meningkat dengan suhu yang juga meningkat. Namun, suhu yang terlalu tinggi
justru dapat mendegradasi desinfektan bahkan menyebabkannya menjadi
berbahaya bagi kesehatan.
Peningkatan pH juga dapat meningkatkan aktivitas beberapa desinfektan
seperti glutaraldehid dan QAS (Quarternary Ammonium Compounds), namun
dapat menurunkan efektivitas pada beberapa desinfektan lain seperti pada fenol,
hipoklorit, dan iodin. pH mempengaruhi aktivitas mikrobial melalui mengubah
molekul desinfektan atau permukaan sel.
5. Bahan organik dan inorganik
Bahan organik seperti serum, darah, pus, feses, atau lubrikan dapat
mengintervensi aktivitas antimikroba. Hal ini terjadi melalui dua cara, yaitu
melakukan intervensi pada reaksi kimia antara desinfektan dan bahan organik
sehingga menghasilkan kompleks yang kurang bersifat germisida atau bahkan
menjadi non-germisida. Cara lainnya yaitu bahan organik akan menjadi barier
bagi desinfektan. Bahan inorganik yang menjadi kontaminan adalah kristal
garam.
6. Waktu pajanan
Objek harus terpajan desinfektan setidaknya selama waktu kontak
minimum. Berdasarkan penyelidikan, dibutuhkan waktu kontak minimal 30-60
detik untuk desinfektan level rendah terhadap bakteri vegetatif, jamur, dan
mycobacteria agar efektif membunuh. Secara umum waktu kontak yang lebih
lama lebih efektif daripada waktu kontak yang pendek.
7. Biofilm
Mikroorganisme dapat terproteksi dari desinfektan dengan membentuk
lapisan tebal sel dan material ekstraseluler, atau biofilm. Biofilm adalah
sekumpulan mikroba yang melekat erat pada permukaan dan sulit untuk
dihilangkan. Sekali terbentuk, maka mikroba ini akan resisten terhadap
11
desinfektan dengan berbagai cara. Bakteri dalam bentuk biofilm 1000 kali lebih
resisten terhadap antimikroba dibanding dalam bentuk suspensi.16
2.1.2.4 Macam-Macam dan Mekanisme Kerja Desinfektan
Banyak bahan kimia yang berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya
dikelompokkan kedalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu gugus
kimia yang mengandung gugus –COH; golongan alkohol yang mengandung
gugus –OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia
golongan halogen atau yang mengandung gugus –X; golongan fenol dan fenol
terhalogenasi; golongan garam amonium quartener, dan golongan biguanida.
1. Fenol
Zat ini bekerja dengan cara meningkatkan permeabilitas membran
sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran progresif komponen intraseluler.
Permeabilitas proton menyebabkan hilangnya rangkaian fosfolirasi oksidatif,
koagulasi sitoplasma hingga akhirnya terjadi lisis sel.6,10,17
Derivat fenol berasal dari grup fungsional (alkil, fenil, benzil, halogen)
yang menggantikan satu atom halogen pada cincin aromatik. Dua derivat fenol
biasanya ditemukan sebagai kesatuan pada desinfektan yang ditemukan di rumah
sakit, yaitu berupa ortho-phenylphenol dan ortho-benzyl-para-chlorophenol.18
Penambahan halogen seperti klorin akan meningkatkan kualitas fenol.6 Contoh
zat yang mengandung fenol adalah fenol (karbol), kresol, trikresol, dan
heksaklorofen.4
Fenol biasanya diformulasikan dalam bentuk solusi untuk meningkatkan
daya penetrasinya dan pada konsentrasi 5% bahan ini bersifat bakterisida,
tuberkulosida, fungisida, dan virusida terhadap virus beramplop. Fenol tidak
efektif terhadap virus tidak beramplop dan spora.10
Fenol dan kresol berbau khas dan bersifat korosif terhadap jaringan.
Walaupun demikian, fenol tahan terhadap pemanasan dan pengeringan sehingga
tidak terpengaruh oleh bahan-bahan organik, namun kurang efektif terhadap
spora.6
Senyawa golongan ini biasanya digunakan untuk desinfeksi di bak
mandi, permukaan lantai, serta dinding dan peralatan yang terbuat dari kayu.
12
Keunggulan fenol, yaitu sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap
beberapa jenis material. Kerugiannya, yaitu susah terdegradasi, bersifat racun,
dan korosif.5
Fenol merupakan standar pembanding untuk menetukan efektivitas suatu
desinfektan melalui metode uji koefisien fenol.6 Penggunaan fenol sebagai
pembanding
dikarenakan fenol merupakan zat desifektan tertua yang telah
diketahui kekuatannya.4
2. Alkohol
Merupakan zat yang paling efektif untuk desinfeksi dan sterilisasi. Bahan
ini bekerja dengan cara mendenaturasi protein melalui hidrasi, dan melarutkan
lemak sehingga membran sel rusak dan akhirnya enzim-enzim mikroorganisme
akan diinaktivasi. Rusaknya membran sel ini menyebabkan terbuangnya
komponen intaseluler dan menghambat sistesis DNA, RNA, protein, dan
peptidoglikan.6,17
Jenis yang biasa digunakan adalah metanol (CH3OH), etanol
(CH3CH2OH), dan isopropanol ((CH3)2CHOH). Berat molekul isopropil alkohol
paling tinggi sehingga daya bakterisidnya yang paling efektif dan paling sering
digunakan, dalam solusi 70-80% air. Konsentrasi yang terlalu tinggi atau rendah
menyebabkan daya bakterisidnya berkurang, yaitu diatas 90% atau dibawah 50%
kecuali isopropil alkohol yang masih tetap efektif meskipun konsentrasinya
mencapai 99%.6,10
Dalam waktu 10 menit sudah dapat membunuh sel vegetatif. Hanya
dengan apusan cepat sudah dapat mengurangi populasi, namun untuk sterilisasi
perlu dilakukan perendaman terhadap alat-alat medis. Alkohol tidak bersifat
korosif terhadap logam, namun dapat merusak karet atau plastik. Bahan ini
banyak digunakan untuk desinfeksi peralatan seperti termometer, ambu bag,
probe USG.5,6
3. Aldehid
Agen pengikat yang beinteraksi dengan amina tidak berproton di dinding
luar sel yang menyebabkan kegagalan fungsi dinding sel. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya ikatan silang antara thiol, sulfidril dan asam amino
sehingga sintesis protein, DNA, dan RNA menjadi terhambat.11
13
Contoh zat yang digunakan adalah formaldehid dan glutaraldehid.
Formaldehid dikenal dengan nama dagang formalin, konsentrasi efektif untuk
membunuh mikroba adalah 8% sedangkan pada konsentrasi yang tinggi bersifat
karsinogenik. Formaldehid bersifat bakterisida, tuberkulosida, fungisida,
virusida, dan sporosida. Glutaraldehid merupakan hasil saturasi dari dialdehid
yang merupakan desinfektan tingkat tinggi. Glutaraldehid biasanya digunakan
untuk peralatan medis.6,18
Formaldehid dan glutaraldehid memiliki daya bunuh luas terhadap
berbagai macam mikroba patogen, namun dapat terinaktivasi bila ada materi
organik. Bahan ini tidak korosif terhadap benda metal. Efek sampingnya dapat
menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan pernapasan.5
4. Zat penghasil halogen
Merupakan zat pengoksidasi aktif tingkat tinggi yang merusak aktivitas
protein seluler, mengganggu proses fosforilasi oksidatif dan aktivitas membran.
Iodin bereaksi dengan kelompok sistein dan metionil thiol, nukleotida, dan asam
lemak yang menyebabkan kematian sel.17
Contoh zat ini adalah klorin, iodin dan derivatnya. Bahan ini memiliki
spektrum yang luas dengan toksisitas yang rendah, biayanya murah dan mudah
digunakan. Klorin bebas memiliki bau yang tajam dan warna khas berupa hijau.
Sodium hipoklorit merupakan contoh kandungan klorin yang sering digunakan.
Pada konsentrasi yang rendah sudah aktif membunuh bakteri vegetatif jamur,
dan sebagian besar virus. Solusi hipoklorit bersifat relatif tidak membahayakan
jaringan sehingga sering digunakan untuk desinfeksi dan menghilangkan bau.
Kebanyakan digunakan di rumah sakit untuk mendesinfeksi permukaan,
ruangan, dan peralatan bedah. Derivat organiknya dapat dipakai untuk desinfeksi
air. Penggunaan klorin dengan konsentrasi melebihi 0,5% dan pemaparan lebih
dari 20 menit bersifat korosif.5,6,10
Iodin efektif dalam membunuh bakteri, jamur, dan virus. Biasanya
diformulasikan dalam bentuk sabun dan relatif aman. Namun pada konsentrasi
tertentu dapat menyababkan iritasi kulit dan merusak metal. Bahan iodin ini
akan diinativasi apabila berinteraksi dengan kandungan QAS (Quarternary
Ammonium Compounds) dan debris.10
14
5. Biguanid
Zat ini merusak membran luar dan dalam yang menjadikan hilangnya
potensial membran dan kebocoran intaseluler. Hal tersebut menyebabkan difusi
pasif yang memperantarai uptake lebih lanjut dan terjadilah koagulasi
sitosol.17,18
Biguanid merupakan antibakteri spektrum luas, meskipun memiliki
keterbatan efektivitas terhadap virus dan tidak besifat sporosida. Bigunaid dapat
berfungsi pada pH 5-7 dan dapat diinaktivasi oleh deterjen dan sabun. Contoh
bahan ini adalah klorheksidin.10,17
6. Agen Pengoksida
Bahan ini bekerja dengan cara memproduksi radikal bebas peridoksil
sebagai oksidan, yang kemudian beraksi dengan lemak, protein, dan DNA.
Kelompok sulhifdril juga menjadi sasaran umum, sehingga terjadi peningkatan
permeabilitas membran sel.17
Contoh zat ini adalah hidogen peroksida dan asam perasetat. Hidrogen
peroksida berefek terhadap bakteri, virus , jamur, dan dapat bersifat spirosidal
pada konsentrasi tinggi. Pada konsentrasi 0,3-6,0 hidrogen peroksida digunakan
sebagai desinfektan, dan pada konsentrasi 6,0-25% digunakan untuk
sterilisasi.6,10,17
7. Quarternary Ammonium Compounds/QAS
Agen ini merusak dinding sel dan membran sitoplasma, memediasi
ikatan fosfolipid sehingga
menyebabkan hilangnya integritas struktural
membran sitoplasma; meningkatkan uptake dan menginduksi kebocoran
komponen intraseluler kemudian terjadi lisis.17
Contoh agen ini adalah benzalkonium klorida dan cetrimid. Agen ini
memiliki keefektifan tinggi terhadap bakteri Gram positif, dan memiliki
keefektifan yang baik terhadap bakteri Gram negatif, jamur, dan virus
beramplop.10,17
Seperti yang telah dijelaskan, mekanisme kerja desinfektan secara umum
meliputi beberapa cara, yaitu
15
1. Mengacaukan
proton
transmembran
sehingga
menyebabkan
terlepasnya fosoforilasi oksidatif dan menghambat transpor aktif
melewati membran.
2. Meghambat proses respirasi atau reaksi katabolik/anabolik.
3. Mengacaukan replikasi.
4. Hilangnya kerapatan membran sehingga menyebabkan kebocoran
komponen intraseluler penting seperti potasium, fosfat inorganik,
pentosa, nukleotida, dan protein.
5. Lisis.
6. Koagulasi material intraselular.19
Adapun sasaran mekanisme kerja masing-masing desinfektan tersebut
dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :
Gambar 2.1. Mekanisme dan sasaran kerja desinfektan.3
2.1.2.5 Metode Pengujian Desinfektan
Berbagai metode uji desinfektan yang spesifik telah dikembangkan untuk
memberikan gambaran seberapa efektif suatu desinfektan, meliputi :
16
a. Uji Koefisien Fenol
Metode ini merupakan suatu uji baku efektivitas desinfektan yang umum
dilakukan dan telah distandarisasi oleh British standard. Fenol digunakan
sebagai bahan standar uji efektivitas desinfektan karena kemampuannya
membunuh jasad renik sudah teruji. Pada uji ini, dibandingkan efektivitas suatu
produk antimikroba dengan daya bunuh fenol dalam kondisi uji yang sama.
Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dijadikan sampel percobaan
dicampur dengan suatu volume tertentu biakan bakteri uji.6,14
Uji koefisien fenol dilakukan dengan memasukkan satu volume tertentu
organisme uji kedalam larutan fenol murni dan zat kimia yang akan diuji pada
berbagai pengenceran. Kemudian setelah interval tertentu, suatu jumlah tertentu
dari tiap pengenceran diambil dan ditanam pada media perbenihan lalu
diinkubasi selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi dilakukan penilaian terhadap
pertumbuhan bakteri.4
Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membagi hasil uji
pengenceran tertinggi zat antiseptik uji yang tidak ada pertumbuhan bakterinya
pada waktu tercepat dan terlama dengan hasil uji pengenceran fenol yang tidak
ada pertumbuhan bakterinya pada waktu tercepat dan terlama. Nilai koefisien
fenol yang kurang atau sama dengan 1 menunjukkan bahwa efektivitas senyawa
tersebut sama dengan fenol atau lebih kecil dari fenol. Sedangkan jika nilai
koefisien fenolnya lebih dari 1 berarti senyawa tersebut lebih efektif dibanding
fenol.4,14
b. Uji Kapasitas (Capasity test)
Uji kapasitas dilakukan dengan meningkatkan jumlah mikroorganisme
secara bertahap sehingga dapat diukur kemampuan bunuh desinfektan terhadap
mikroorganisme tertentu. Jumlah bakteri yang masih mampu dibunuh
menunjukkan kapasitas desinfektan.3,20
c. Uji pembawa (Carier test)
Bahan pembawa yang digunakan pada metode ini adalah sutera yang
telah
dikontaminasi
dengan
inokulum
mikroorganisme
uji
kemudian
dikeringkan. Pembawa kemudian dimasukkan kedalam larutan desinfektan
dengan kontak waktu tertentu kemudian diinokulasi. Kekuatan desinfektan uji
17
ditunjukkan dengan hasil tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada
media inokulasi. Uji pembawa ini memiliki kelemahan, yaitu bakteri yang hidup
pada pembawa selama pengeringan tidak konstan dan jumlah bakteri yang
terdapat pada pembawa sulit diperkirakan.3
d. Uji praktek (Practical test)
Uji praktek dilakukan untuk memastikan apakah efektivitas desinfektan
memiliki korelasi dengan hasil percobaan laboratorium. Prinsip metode ini
adalah mengukur hubungan waktu dengan konsentrasi desinfektan terhadap
mikroorganisme yang terdapat pada peralatan rumah tangga. Metode ini
menggunakan sepotong Polivinil Clorida (PVC) yang sudah dikontaminasi
dengan inokulum bakteri baku kemudian dikeringkan. Sejumlah larutan
desinfektan kemudian disebar menutupi PVC dengan waktu kontak tertentu lalu
dibilas dengan air suling steril. Air bilasan inilah yang kemudian menjadi bahan
inokulasi untuk melihat ada atau tidak pertumbuhan bakteri.3,19
e. Uji Suspensi (suspension test)
Uji suspensi merupakan metode yang paling sederhana, dapat dilakukan
secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan
mengambil satu sengkelit suspensi mikroorganisme lalu dimasukkan kedalam
larutan desinfektan. Diambil inokulasi dari suspensi desinfektan yang telah
tercampur mikroorganisme kemudian ditanam pada media pertumbuhan.
Hasilnya dinilai dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroorganisme.3
Secara Kuantitatif, uji suspensi dilakukan dengan membandingkan
jumlah mikroorganisme yang hidup sebelum dan sesudah kontak dengan
desinfektan uji. Nilai efek mikrobisid menentukan kekuatan desinfektan uji.
Nilai ini merupakan perbandingan logaritma jumlah mikroorganisme sebelum
dan sesudah kontak. Nilai efek mikrobisid 1 menunjukkan desinfektan mampu
membunuh 90% koloni mikroorganisme, nilai efek mikrobisid 2 menunjukkan
desinfektan mampu membunuh 99% koloni mikroorganisme, dan nilai efek
mikrobisid >5 menunjukkan bahwa 99,99% koloni mikroorganisme telah
terbunuh.3
18
2.1.3 Kandungan Pine Oil pada Desinfektan
Pine
oil
dapat
berfungsi
sebagai
desinfektan,
sanitizer,
mikrobisid/mikrostatik, insektisida, dan virusida. Prinsip dan daya kerja pine oil
adalah dengan cara mendenaturasi protein. Penggunaannya dapat diaplikasikan
sebagai pembersih untuk di kamar mandi, toilet, bagian dalam kantor, ruangan
rumah, bagian dalam rumah sakit, dan lain-lain. Selain itu dapat juga digunakan
untuk mengatasi bau yang membandel.21,22,23
Tabel. 2.1. Identifikasi Kimia Pine Oil 22
Nama kimia
Nama umum / dagang
Rumpun kimia
Kode kimia EPA
Rumus kimia
Struktur kimia
1-Methyl-4-isoprophyl-1-cyclo-hexen-8-ol
Pine Oil 80
alpha-Terpineol dan Terpinolon (Terpen alkohol)
067002
C10H18O
CH3-C6H9-(OH)-C3H5
Tabel 2.2 Identifikasi Fisik Pine Oil 22
Parameter
Berat molekul
Warna
Sediaan
Gaya berat spesifik
pH
Stabilitas
Kelarutan dalam bahan
organik
Tekanan uap
Nilai
154,0
Tidak berwarna sampai kuning pucat
Cairan
0,952 pada suhu 20o
Tidak dapat larut dalam air
Penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan
diperpanjang hingga 30 hari, substansinya tetap stabil
Isopropil alkohol >90%
Toluen >90%
0,2 mmHg pada suhu 20oC
yang
Mikroorganisme target yang dapat dibunuh oleh pine oil diantaranya :
Brevibacterium ammoniagenes, Enterobacteraerogenes, Candida albicans,
Escherichia coli, bakteri enterik Gram-negatif, kuman rumah tangga, kuman
rumah tangga Gram-negatif seperti yang dapat menyebabkan salmonellosis,
Herpes simplex tipe 1 and 2, virus influenza tipe A2/Japan, virus influenza tipe
A/Brazil, bakteri pencernaan, klebsiella pneumoniae, bakteri penyebab bau,
jamur,
lumut,
Pseudomonas aeruginosa,
Trichophyton
mentagrophytes,
Salmonella choleraesuis, Salmonella typhi, Salmonella typhosa, Serratia
marcescens, Shigella sonnei, Streptococcus faecalis, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus.22
19
Penggunaan di rumah sakit dan bagian dalam rumah, cara penggunaanya
bila dalam bentuk awal konsentrat, yaitu dengan cara menambahkan ¼ sampai 4
sendok makan pine oil kedalam satu galon air. Basahi permukaan selama 10
menit, kemudian bilas dengan air. Jika dalam bentuk siap pakai, aplikasikan
langsung pine oil, biarkan selama 10 menit, kemudian bilas dengan air bersih.22
2.1.4 Pseudomonas aeruginosa
2.1.4.1 Morfologi dan Klasifikasi
Bakteri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif,
motil, berbentuk batang tunggal, kadang berpasangan, atau kadang dalam bentuk
rantai pendek, berukuran 0,5-1,0 x 3,0-4,0 µm, umumnya memiliki flagel polar,
tetapi terkadang ada 2-3 flagel. Struktur dinding sel sama dengan famili
Enterobacteriaceae. Terdapat lapisan lendir polisakarida ekstraseluler pada
bakteri yang tumbuh di perbenihan tanpa sukrosa. Strain yang yang diisolasi dari
bahan klinik sering mempunyai pili yang berfungsi untuk perlekatan pada
permukaan sel yang kemudian berperan penting dalam resistensi terhadap
fagositosis.24,25,26,27
Gambar 2.2. Pewarnaan Gram Pseudomonas aeruginosa.24
Klasifikasi pseudomonas didasarkan pada homologi rRNA/DNA, dan ciri
khas biakannya yang lazim. Berikut beberapa jenis pseudomonas yang penting
dalam bidang kedokteran :
20
Gambar 2.3. Klasifikasi beberapa pseudomonas yang penting dalam kedokteran.26
Klasifikasi taksonomi Pseudomonas aeruginosa :
Kingdom
: Bakteria
Phylum
: Proteobakteria
Kelas
: Gamma Proteobakteria
Ordo
: Pseudomonadales
Famili
: Pseudomonadadaceae
Genus
: Pseudomonas
Spesies
: Pseudomonas aeruginosa.24
2.1.4.2 Biakan dan Sifat Pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa merupakan organisme yang sangat mudah
beradaptasi, dapat tumbuh pada media kultur tanpa ada kandungan O2,
menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen, asetat sebagai sumber karbon,
dan menggunakan 80 gugus organik yang berbeda untuk pertumbuhannya.
Pseudomonas aeruginosa juga dapat tumbuh pada perbenihan untuk isolasi
kuman Enterobacteriaceae dan kuman Vibrio, serta mentolerir keadaan alkalis.
Bakteri ini selain dapat tumbuh secara aerob, juga dapat secara anaerob dengan
menggunakan nitrat dan arginin sebagai akseptor elektron.24,25,26
21
Bakteri ini dapat mentolerasi berbagai kondisi fisik termasuk suhu.
Resisten terhadap konsentrasi garam yang tinggi, antiseptik lemah, dan
antibiotik yang umum digunakan. Predileksinya di lingkungan yang lembab dan
dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37-42 ºC, namun pada literatur lain
disebutkan bahwa suhu pertumbuhan optimumnya 35 ºC. Pada suhu
pertumbuhan 42 °C dapat dibedakan spesies ini dari spesies pseudomonas yang
lain dalam kelompok effloresensi. Bakteri ini bersifat oksidase-positif, dan tidak
memfermentasi karbohidrat, tetapi banyak strain yang mengoksidasi glukosa.
Identifikasi biasanya berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase-positif,
adanya pigmen khas, dan pertumbuhan pada suhu 42 °C. 22,26
Biakan bakteri ini kadang menghasilkan bau manis atau seperti anggur
atau seperti jagung. Hasil isolasi klinik sering menghasilkan beta hemolisis pada
agar darah. Pseudomonas aeruginosa pada biakan dapat membentuk berbagai
jenis koloni yang terkadang tidak jelas apakah suatu jenis koloni merupakan
pseudomonas aeruginosa yang berbeda atau varian dari strain yang sama.
Pseudomonas aeruginosa dari jenis koloni yang berbeda dapat mempunyai
aktivitas enzimatik dan biokimia yang berbeda dan menghasilkan pola
kerentanan yang berbeda terhadap antimikroba.25
Pigmen khas yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah :
1. Piosianin, yaitu pigmen hijau–kebiruan atau kebiru-biruan yang tidak
berflouresensi, berdifusi kedalam agar, dan larut dalam kloroform.
Sedangkan strain lainnya menghasilkan pigmen fenazin.
Gambar 2.4. Pigmen piosianin pada sebagian besar Pseudomonas aeruginosa.24
22
2. Flouresen, yaitu pigmen hijau-kekuningan yang larut dalam air. Pigmen
pioverdin yang berflouresesi memberikan warna kehijauan pada agar.
Sedangkan beberapa strain menghasilkan pigmen piomelanin yang berwarna
hitam atau piorubin yang berwarna merah gelap.25,26,27
Gambar 2.5. Koloni Pseudomonas aeruginosa pada media agar.24
2.1.4.3 Epidemiologi Infeksi Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa merupakan jenis tersering penyebab infeksi di
rumah sakit/infeksi nosokomial. Berdasarkan data dari CDC (Center for Disease
Control), rerata insidensi infeksi Pseudmonas aeruginosa di rumah sakit US
sekitar 0,4 % dan bakteri ini merupakan bakteri tersering ke-4 dari patogen
nosokomial yang diisolasi sekitar 10,1 % dari semua infeksi yang didapat di
rumah sakit. Sebesar 16 % bakteri ini menjadi patogen penyebab infeksi
nosokomial melalui luka operasi, dan 4,9 % pada darah.24
Pseudomonas aeruginosa dapat berproliferasi dibawah kondisi yang
lembab. Sejumlah sumber infeksi yang mungkin diantaranya; toilet, kain pel,
bak cuci, alat penguap, inhaler, alat bantu pernapasan, peralatan anastesi,
peralatan dialisis, kateter, bahkan di sabun. Bakteri ini dapat ditemukan pada
lantai ruang ICU, dan dari material darah penderita yang dirawat di ICU, NICU,
dan PICU. Tidak hanya terdapat dalam tanah dan air, tetapi kira-kira 10 %
terdapat dalam tinja dan kulit dari individu normal. Pemindahan dari penderita
ke penderita melalui pegawai rumah sakit lebih menentukan dalam penyebaran
oraganisme ini daripada penyebaran melalui udara.4,9,11,26,27
23
2.2 Kerangka Teori
24
2.3 Kerangka Konsep
Sampel X pembersih lantai dengan
kandungan pine oil 2,5 %
Dilakukan uji koefisien fenol
terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa
Penghitungan nilai koefisien fenol
dengan menggunakan rumus =
Pc = {(Cat : Cbt) + (Cat’ : Cbt’)} : 2
Efektif membunuh
bakteri Pseudomonas
aeruginosa
Tidak efektif membunuh
bakteri Pseudomonas
aeruginosa
25
2.4 Defenisi Operasional
Skala
No
1.
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Ukur
-
Hasil
Pembersih
Produk
Pengamatan
Melihat
lantai X
pembersih
dengan mata
kandungan
pine oil 2,5 %
dengan
lantai di
telanjang
pembersih lantai
atau
kandungan
pasaran yang
yang tertera pada
kandungan
pine oil 2,5 %
mengandung
kemasan
bahan lain
pine oil 2,5 %
Kandungan
atau ada
tambahan
bahan lain
2.
Pertumbuhan
Warna keruh
Pengamatan
Membandingkan
Perubahan
Warna keruh
bakteri
pada nutrien
dengan mata
warna antara
warna pada
atau jernih
Pseudomonas
broth yang
telanjang
nutrien broth yang
media
aeruginosa
menunjukkan
telah ditanam
adanya
isolat hasil kontak
pertumbuhan
desinfektan
bakteri
dengan kontrol
Pseudomoas
positif
aeruginosa
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Uji Koefisien Fenol untuk mengetahui
efektivitas desinfektan dibandingkan dengan fenol dalam membunuh bakteri
Pseudomonas aeruginosa. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan 0,2 ml
bakteri Pseudomonas aeruginosa yang telah diencerkan setara Mc Farland III
kedalam larutan fenol standar dan pine oil 2,5 % yang telah diecerkan kedalam
enam pegenceran yaitu 1/40, 1/60, 1/80, 1/100, 1/120, dan 1/140. Kemudian
setiap interval waktu 5 menit, satu ose dari tiap pengenceran diambil dan ditanam
pada media perbenihan Nutrien Broth (NB) lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah
diinkubasi dilakukan penilaian terhadap pertumbuhan bakteri dengan melihat
kekeruhannya. Terakhir, dilakukan penghitungan nilai koefisien fenol dari hasil
tersebut.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Oktober 2015 di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Produk yang dipilih sebagai sampel adalah pembersih lantai dengan
kandungan pine oil 2,5 % yang paling sering digunakan oleh masyarakat.
Diperoleh pembersih lantai merk X.
3.4 Identifikasi Variabel
3.4.1 Variabel bebas
Pembersih lantai X dengan kandungan pine oil 2,5 % dalam enam
pengenceran yaitu 1/40, 1/60, 1/80, 1/100, 1/120, dan 1/140.
26
27
3.4.2 Variabel Terikat
Pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa.
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1 Alat Penelitian
Tabung reaksi, rak tabung, ose, bunsen, cawan petri, mikro pipet
1000 µl, tip 100 µl, pipet tetes, vortex, spatula besi, timbangan digital,
gelas beker 500 ml, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 10 ml, tabung
erlenmeyer, laminar air flow, stopwatch, hot plate, alumunium foil,
tissue, autoklaf, inkubator, oven, lemari es, alat tulis, label, baki, stir
magnetik, kertas putih, korek api, plastik tahan panas, karet gelang, kain
lap, masker, sarung tangan, kamera.
3.5.2 Bahan Penelitian
Pembersih lantai X dengan kandungan pine oil 2,5 %, standar uji
serbuk fenol, Nutrien Agar (NA), Nutrien Broth (NB), larutan pengencer
NaCl steril, larutan standar 0,5 Mc Farland, biakan bakteri Pseudomonas
aeuginosae ATCC (American Type Culture Coloni) 27853, aquades
steril, alkohol 70 %.
3.6 Cara Kerja Penelitian
3.6.1 Tahapan Persiapan
3.6.1.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang digunakan dicuci dengan air dan cairan
pembersih lalu dikeringkan. Setelah dicuci, khusus
cawan petri
dibungkus dengan kertas putih lalu dimasukkan kedalam oven sampai
suhu mencapai 150 °C, sedangkan untuk bahan dan alat lainnya
disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 1-2 jam yang diatur
tekanannya sebesar 15 dyne/cm3 (1 atm) dan suhu sebesar 120 °C.
3.6.1.2 Persiapan Media Perbenihan
Media kaldu nutrisi (Nutrien Broth) yang telah dipanaskan
dimasukkan dalam 36 tabung reaksi ukuran 20 x 150 mm, masing-
28
masing dengan volume 5ml. Kemudian dilakukan sterilisasi
menggunakan autoklaf lalu diberi label masing-masing tabung dari a1,
a2, a3, a4, a,5, a6, begitupula untuk tabung selanjutnya b, c, d, e, dan
f.
Media Nutrien Agar yang telah dipanaskan disterilisasi
kemudian dituang kedalam cawan petri masing-masing 20 ml.
3.6.1.3 Pembuatan Stok Bakteri
Pembuatan stok bakteri ini bertujuan untuk memperbanyak
dan meremajakan bakteri uji, yaitu Pseudomonas aeruginosa.
Caranya dengan mengambil 1 ose biakan murni bakteri
Pseudomonas aeruginosa lalu ditanam pada media Nutrien Agar
(NA) kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam.
3.6.1.4 Persiapan Sampel dan Standar Uji
Larutan pembersih lantai X dengan kandungan pine oil 2,5
% dan standar uji serbuk fenol disimpan dalam suhu ruangan dan
tetap ditutup rapat. Fenol serbuk dijaga agar terhindar dari paparan
sinar matahari. Pengenceran larutan pembersih lantai X dengan
kandungan pine oil 2,5 % menggunakan NaCl 0,9% kedalam 6
konsentrasi yaitu 1/40, 1/60, 1/80, 1/100, 1/120, dan 1/140.14
Pembuatan larutan fenol dengan cara mencampurkan fenol serbuk
5 gram dengan aquadest sampai volume keduanya mencapai 100
ml kemudian dilakukan pengenceran kedalam enam konsentrasi
seperti larutan desinfektan. Perbandingan volume antara aquadest
dan bahan uji untuk pengenceran tertera pada lampiran 2.
Kemudian memberi label pada masing-masing tabung reaksi A, B,
C, D, E, dan F.
3.6.1.5 Persiapan Bakteri Uji
Siapkan tabung reaksi berisi 2 ml NaCl fisiologis 0,9 %,
kemudian
tambahkan sebanyak 1 ose biakan Pseudomonas
29
aeruginosa yang telah diremajakan satu hari sebelumnya kedalam
tabung tersebut. Setarakan kekeruhannya dengan larutan Mc.
Farland III (109 kuman/ml) dengan menambahkan NaCl 0.9 %
sesuai kebutuhan.
3.6.2 Tahap Pengujian
Percobaan
dilakukan
terhadap
desinfektan
dan
fenol
dengan
menggunakan enam konsentrasi yang telah disiapkan sebelumnya. Suspensi
bakteri Pseudomonas 109 kuman/ml yang telah disiapkan sebelumnya diambil
sebanyak 0,2 ml dan dimasukkan ke tabung A. Setelah 30 detik kemudian
dimasukkan pula 0,2 ml suspensi biakan ke tabung B, demikian seterusnya
sampai tabung F. Pemindahan ini menggunakan mikropipet agar volume
suspensi bakteri yang ditambahkan akurat dan dilakukan dalam keadaan
aseptik untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
Uji dilanjutkan dengan menambahkan masing-masing satu ose suspensi
bakteri Pseudomonas aeruginosa kedalam 36 tabung berisi Nutrien Broth 5 ml
yang telah disterilisasi dan diberi label a1, a2, a3, a4, a5, a6 sampai f6 dengan
interval waktu 5 menit. Pada waktu memasukkan suspensi bakteri ke tabung F,
maka secara bersamaan dilakukan pemindahan satu ose suspensi bakteri dari
tabung A ke tabung a1, lalu 30 detik kemudian diikuti dengan pemindahan satu
ose suspensi bakteri dari tabung B ke b1, begitu seterusnya sampai pemindahan
bakteri dari tabung F ke tabung f6. Pemindahan satu ose suspensi bakteri
dilakukan dengan menggunakan ose yang telah difiksasi dan ditunggu
beberapa saat sampai ose tidak terlalu panas agar bakteri yang dipindahkan
tidak mati karena ose yang telalu panas. Kemudian, setiap selesai pemindahan
bakteri dilakukan pencampuran dengan menggunakan vortex. Keterangan
interval waktu pemindahan bakteri dapat dilihat pada bagan cara kerja uji
koefisien fenol yang tertera pada bagan 3.1.
Selanjutnya tabung uji diinkubasi pada suhu 36 °C selama 20 jam.
Pembacaan hasil reaksi dinilai dari kekeruhan pada setiap tabung. Jika hasil
yang diperoleh adalah keruh (positif) maka menandakan pada tabung ada
pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan jika tabung reaksi
bening (negatif) menandakan bahwa tidak ada pertumbuhan bakteri
30
pseudomonas aeruginosa karena telah terbunuh oleh kandungan desinfektan
berupa pine oil 2,5 % pada pembersih lantai.
Bagan 3.1 Cara kerja uji koefisien fenol
31
3.7 Alur Penelitian
32
3.8 Manajemen Data
Menyajikan tabel pembacaan hasil kekeruhan tabung uji :
Waktu
Pengenceran (sampel/standar fenol)
kontak
1/40
1/60
1/80
1/100
1/120
1/140
5 menit
-
-
-
-
-
-
10 menit
-
-
-
-
-
-
15 menit
-
-
-
-
-
-
20 menit
-
-
-
-
-
-
25 menit
-
-
-
-
-
-
30 menit
-
-
-
-
-
-
Keterangan:
+
: keruh (ada pertumbuhan bakteri)
-
: jernih (tidak ada pertumbuhan bakteri)
Setelah menuliskan hasil kekeruhan tabung ke dalam bentuk tabel,
dilakukan penghitungan nilai koefisien fenol dengan rumus :
Pc = {(Cat : Cbt) + (Cat’ : Cbt’)} : 2
Keterangan :
Pc
= Koefisien fenol
Cat
= Pengenceran desinfektan uji dengan waktu tercepat membunuh
Cbt
= Pengenceran fenol dengan waktu tercepat membunuh
Cat’
= Pengenceran desinfektan uji dengan waktu terlama membunuh
Cbt’
= Pengenceran fenoldengan waktu terlama membunuh
Interpretasi nilai koefisien fenol :
a. Kurang atau sama dengan 1 yang berarti efektivitasnya sama dengan fenol
atau lebih kecil dari fenol.
b. Lebih dari 1 yang berarti senyawa tersebut lebih efektif dibanding fenol.14
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Dilakukan uji kekeruhan terhadap pengenceran bertingkat sampel
X yang mengandung pine oil 2,5 %. Hasilnya, daya bunuh tercepat sampel
X terhadap Psedomonas aeruginosa yaitu pada menit ke-5 dengan
pengenceran 1/100, sedangkan daya bunuh terlama pada menit ke-30
dengan pengenceran 1/140, tertera pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Waktu Bunuh Rata-rata Sampel X terhadap Pseudomonas
aeruginosa
Waktu
Pengenceran sampel X
kontak
1/40
1/60
1/80
1/100
1/120
1/140
5 menit
-
-
-
-
+
+
10 menit
-
-
-
-
-
+
15 menit
-
-
-
-
-
+
20 menit
-
-
-
-
-
-
25 menit
-
-
-
-
-
-
30 menit
-
-
-
-
-
-
Keterangan:
+
: keruh (ada pertumbuhan bakteri)
-
: jernih (tidak ada pertumbuhan bakteri)
Uji kekeruhan juga dilakukan terhadap fenol sebagai standar. Hasil
yang diperoleh menunjukkan daya bunuh tercepat fenol terhadap
Pseudomonas aeruginosa yaitu pada menit ke-5 dengan pengenceran
1/120 dan daya bunuh terlamanya pada menit ke-30 dengan pengenceran
1/140, tertera pada tabel 4.2.
33
34
Tabel 4.1 Waktu Bunuh Rata-rata Fenol terhadap Pseudomonas
aeruginosa
Waktu
Pengenceran fenol
kontak
1/40
1/60
1/80
1/100
1/120
1/140
5 menit
-
-
-
-
+
+
10 menit
-
-
-
-
+
+
15 menit
-
-
-
-
+
+
20 menit
-
-
-
-
+
+
25 menit
-
-
-
-
+
+
30 menit
-
-
-
-
-
+
Keterangan:
+
: keruh (ada pertumbuhan bakteri)
-
: jernih (tidak ada pertumbuhan bakteri)
Waktu bunuh rata-rata sampel X kemudian dibandingkan terhadap
fenol untuk mendapatkan nilai koefisien fenol.
Koefisien fenol sampel X = {(100 : 100) + (140 : 120)} : 2
= (1 + 1.16) : 2
= 1,08
Koefisien fenol sampel X terhadap Pseudomonas aeruginosa
adalah 1,08.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penghitungan nilai koefisien fenol, didapatkan
nilai 1,08 atau lebih dari 1. Nilai koefisien fenol yang kurang atau sama
dengan 1 menunjukkan bahwa efektivitas senyawa tersebut sama dengan
fenol atau lebih kecil dari fenol. Sedangkan jika nilai koefisien fenolnya
lebih dari 1 berarti senyawa tersebut lebih efektif dibanding fenol.4,14 Hal
ini berarti bahwa desinfektan uji yang mengandung pine oil 2,5 %
memiliki daya antiseptik yang lebih baik dari fenol. Hasil ini juga
35
menunjukkan bahwa pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 %
masih masih efektif membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Lembah Sulistyaningsih dkk tahun 2012, bahwa pine oil 2,5 % yang
terkandung dalam pembersih lantai tidak efektif dalam membunuh bakteri
Pseudomonas aeruginosa. Pada penelitian Lembah dkk, didapatkan hasil
berupa
tidak
terbentuknya
zona
hambat
pertumbuhan
bakteri
Pseudomonas aeruginosa disekitar sumur yang telah diberi larutan pine oil
2,5 % pada media Mueller Hinton Agar. Metode uji yang berbeda
kemungkinan menjadi penyebab perbedaan hasil ini. Penelitian Lembah
dkk menggunakan metode difusi agar modifikasi, sedangkan untuk
pengujian desinfektan seharusnya menggunakan metode uji koefisien
fenol yang merupakan uji baku efektivitas desinfektan, seperti yang
dilakukan pada penelitian ini. Selain itu, Lembah dkk menyatakan bahwa
ketidakefektifan pine oil yang telah diujikan juga dapat dipengaruhi oleh
konsentrasi antimikroba yang tidak mencapai kadar Konsentrasi Hambat
Minimal (KHM).12,15
Berdasarkan pembahasan penelitian Lembah Sulistyaningsih dkk
tahun 2012, bahwa pine oil bukanlah antimikrobial yang memiliki
spektrum luas, namun efektif untuk membunuh bakteri Gram negatif dan
akan menghasilkan efek sinergis dalam membunuh bakteri Gram negatif
maupun positif ketika dikombinasikan dengan larutan asam organik.12 Hal
tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana bakteri uji yang digunakan
adalah Pseudomonas aeruginosa yang merupakan bakteri Gram negatif
dan kandungan zat aktif sampel X yang digunakan adalah pine oil tanpa
tambahan larutan asam organik.
Hasil penelitian ini juga ini menunjukkan bahwa tidak semua
bakteri
Pseudomonas
aeruginosa
mengalami
resistensi
terhadap
desinfektan meskipun disebutkan bahwa bakteri ini seringkali mengalami
resistensi terhadap antibiotik. Hasil ini sejalan dengan uji efektivitas
antiseptik yang dilakukan oleh Sulistyaningsih tahun 2010 terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa, dimana dari dua sampel yang diuji yaitu
36
povidon iodin dan klorosilenol didapatkan nilai koefisien fenol 1,06 dan
1,2 yang artinya kedua desinfektan masih memiliki kepekaan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa karena memiliki nilai koefisien fenol
lebih dari 1. Selain itu, pada Guideline Desinfeksi dan Sterilisasi pada
Fasilitas Kesehatan oleh CDC (Center for Disease Control) tahun 2008,
tercantum bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa pada lingkungan alami
secara
signifikan
lebih
resisten
terhadap
beberapa
desinfektan
dibandingkan dengan yang hidup pada media kultur laboratorium seperti
yang dilakukan pada penelitian ini. Kondisi lingkungan bebas/alami yang
memiliki banyak stressor yang dapat menimbulkan stress pada bakteri
sehingga menyebabkan bakteri bermutasi dan melakukan adaptasi. Salah
satu bentuk adaptasinya adalah membentuk self-encapsulate dengan bahan
matriks, terutama yang tersusun atas polisakarida ekstraseluler yaitu
alginate, Psl, dan Pel sehingga bakteri menjadi lebih resisten terhadap
kondisi lingkungan yang dapat membunuhnya.4,18,19
Pada tabel 4.1 dan 4.2 tertera bahwa pine oil 2,5 % sudah mampu
membunuh bakteri pada pengenceran yang lebih tinggi (konsentrasi lebih
rendah) yaitu 1/140 dibanding fenol yaitu 1/120, dan memiliki waktu
kontak yang lebih cepat dalam membunuh bakteri Pseudomonas
aeruginosa yaitu pada menit ke-20, sedangkan fenol pada menit ke-30.
Hasil ini juga menunjukkan bahwa pine oil 2,5 % pada pembersih lantai
bekerja lebih efektif dibanding fenol dalam membunuh bakteri. Hal ini
menunjukkan efektivitas dari sampel X yang digunakan karena dengan
konsentrasi yang lebih rendah dan waktu kontak yang relatif cepat
(dibanding fenol) sudah dapat membunuh desinfektan.
Masih efektifnya pine oil 2,5 % dalam membunuh bakteri pada
penelitian ini karena pine oil masih dapat berinteraksi secara fisik terhadap
bakteri dengan cara berpenetrasi kedalam fosfolipid bilayer, kemudian
akan mempengaruhi integritas membran, meningkatkan permeabilitas
membran sitoplasma lalu terjadi kebocoran komponen esensial intraseluler
(asam nukleat, asam glutamat) sehingga terjadi kematian sel.17
37
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa, sampel X dengan pengeceran
1/120 dengan waktu kontak 5 menit lebih efektif dan efisien dalam
membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa dibandingkan sampel X
dengan pengenceran 1/140 dengan waktu kontak 20 menit. Hal ini
mengingat bahwa, syarat efektivitas suatu desinfektan tidak hanya dilihat
dari konsentrasi minimal (pengenceran tertinggi) yang masih efektif
membunuh bakteri, namun juga dari waktu kontak minimal yang efisien
dalam membunuh bakteri.16
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Nilai koefisien fenol pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5 %
terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosae adalah 1,08. Nilai ini
menunjukkan bahwa pine oil 2,5 % yang terkandung dalam pembersih
lantai efektif membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.
2.
Pengenceran tertinggi pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 %
yang dapat membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 1/140.
3.
Waktu tercepat dengan pengenceran tertinggi pembersih lantai dengan
kandungan pine oil 2,5 % yang dapat membunuh bakteri Pseudomonas
aeruginosa adalah pada menit ke-20.
4.
Pengenceran pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 % yang
paling efisien dalam membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah
1/120, yang sudah mampu membunuh pada menit ke-5.
5.2 Saran
Penulis menyarankan perlu dilakukan:
1. Penelitian lebih lanjut tentang koefisien fenol pembersih lantai yang
mengandung pine oil 2,5 % terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa
yang hidup pada lingkungan alami ataupun bakteri Psedomonas
aeruginosa multiresisten.
2. Penelitian lebih lanjut tentang koefisien fenol pembersih lantai yang
mengandung pine oil 2,5 % terhadap bakteri lain.
3. Penelitian lebih lanjut tentang kandungan desinfektan golongan lain yang
terdapat
pada
pembersih
lantai
aeruginosa.
38
terhadap
bakteri
Pseudomonas
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Pubchem Open Chemistry Database [Internet]. Bethesda (MD): U.S National
Library of Medicine; c2015. National Center for Biotechnology Information;
2015
[cited
2015
Oct];
[about
1
screens].
Available
from:
http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/phenol#section=Top
2. Nora AN. Pabrik Fenol dati Tandan Kosong kelapa Sawit dengan Proses
Prolisis [Internet]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya;
2010 [cited 2015 Okt 10]. Available from: http://digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-7785-2306030071-bab1.pdf
3. Romauli ATM. Penentuan Koefisien Fenol Produk Desinfektan yang
Dipasarkan di Beberapa Supermarket Kota Medan [Internet]. Medan: Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera utara; 2014 [cited 2015 June 13]. Available
from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41055
4. Sulistyaningsih. Uji Kepekaan beberapa Sediaan Antiseptik terhadap Bakteri
Psudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa Multi Resisten
(PAMR) [Internet]. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran; 2010
[cited 2015 May 10]. Available from : http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/11/uji_kepekaan_beberapa_kesediaan_antiseptik_terhad
ap_bakteri_multi_resisten.pdf
5. Darmadi. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:
Salemba Medika; 2008.
6. Aidilfiet C, Suharto. Sterilisasi dan Desinfeksi. In: Bakteriologi Dasar. Buku
Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi. Tangerang: Bina Rupa Aksara;
2010. p. 55-69.
7. Chris J, James D, Paul G, Michelle C. Bathroom Bacteria. Miamy University
[Internet].
2012
Oct
[cited
2015
April
20].
Available
from:
http://jrscience.wcp.muohio.edu/nsfall02/FinalArticles/Final6HereistheFINAL
final.html
40
8. Ajayi A, Ekozien MI. Sensitivity Profile of Bacterial Flora Isolated from
Bathroom. Elite Journal of Biotechnology and Microbiology [Internet]. 2014
July [cited 2015 July 20]; 2(1): [about 1-3 pp.]. Available from :
www.eliteresearchjournals.org
9. Mustika O. Angka dan Pola Kuman pada Dinding, Lantai, dan Udara di
Ruang ICU, RSUD dr. Mewardi Surakarta [Internet]. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2013 [cited 2015 May
10].
Available
from
:
http://eprints.ums.ac.id/23914/18/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
10. Glenda D. Desinfection. The Center for Food Security and Public Health
[Internet].
2008
May
[cited
2015
May
10].
Available
from
:
www.cfsph.iastate.edu
11. Hendro W. Peran Mikrobiologi Klinik pada Penanganan Penyakit Infeksi.
Cetakan Pertama. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007.
12. Lembah S, Eko BK, Ramadhani. Benzalkonium Chloride and pine Oil –
Containing Cleaning Fluid is not Effective Agains Pseudomonas aeruginosa.
Folia Medica Indonesiana [Internet]. 2012 July [cited 2015 June 06] ; 48 (3):
121-125. Available from : http://journal.unair.ac.id/download-fullpapersfmib9d9c8a85efull.pdf.html
13. Lay BW. Analisi Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Grafindo; 1994.
14. Lindawaty VW. Koefisien Fenol Beberapa Pembersih Lantai terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli [Internet]. Email to: Eka Rahma.
2015 Sept 16 [cited 2015 Sept 19].[ 2 chapter].
15. Lindawaty VW. Koefisien Fenol Beberapa Pembersih Lantai terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli [Internet]. Bandung: Universitas
Maranatha;
m2013
[cited
2015
http://repository.maranatha.edu/2633/
June
06].
Avialable
from
:
41
16. Ducel G, Fabry J, Nicolle L. Prevention of Nosocomial Infection. In:
Prevention of Hospital-Acquired Infections [Internet]. 2nd ed. United States:
World Health Organization; 2002. p. 30-34. [cited 2015 May 12]. Available
from
:
www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/whocdscsreph200212.p
df
17. Albert TS. Antimicrobial Resistance: Antiseptic “Resistance”: Real or
Perceiver Threat?. Infectoius Disease Society of America [Internet]. 2005
[cited
2015
Sept
12].
Available
from:
http://cid.oxfordjournals.org/content/40/11/1650.full.pdf+html
18. William AR, David JW. Guideline for Disinfection and Sterilization in
Healthcare Facilities. Center for Disease Control [Internet]. 2008 [cited 2015
Sept
12].
Available
from:
http://www.cdc.gov/hicpac/pdf/guidelines/Disinfection_Nov_2008.pdf
19. Denyer SP, Stewart GSAB. Mechanism of Actions of Disinfectants.
International Biodeteriation and Biodegradation. United Kingdom: Elsevier;
1998.
20. Tafti F, Jajari AA, Kamran. Comparison of Effectiveness of Sodium
Hypochlorite and Dentamize Tablet for Denture Disinfection. World Jorunal
of Medical Sciences [Internet]. 2012 [cited 2015 Sept 13]: 3 (1); 10-14.
Available from: http://www.idosi.org/wjms/3(1)08/3.pdf
21. Sukma Yalina. Efektivitas Desinfektan Pine Oil 1,5% + Crealic Acid dan Pine
Oil 2,5% terhadap Jumlah Angka Kuman pada Lantai ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Deli Medan [Internet]. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara; 2014 [Cited 2015 Sept 16]. Available
from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/49778
22. Frank S. Registration Eligibility Decision for Pine Oil. Washington: United
States Environmental Protection Agency; 2004.
42
23. Entjang I. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan.
Bandung : Citra Aditya Bakti; 2003.
24. Kenneth T. Todar’s Online Textbook of Bacteriology : Pseudomonas
aeruginosa [Internet]. Wisconsin: University of Wisconsin; 2004 [cited 2015
May 10] Available from : http://textbookofbacteriology.net/pseudomonas.html
25. Karsinah, Lucky HM, Suharto, Mardiastuti HW. Batang Negatif Gram. In:
Bacteriologi Medik. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi.
Tangerang: Bina Rupa Aksara; 2010. p.185-225
26. Geo FB, Janet SB, Stephen AM. Alih Bahasa, Huriawati Hartanto [et al] ;
editor bahasa Indonesia, Retna Neary Elferia [et al.]. Mikrobiologi Kedokteran
Jawetz, Melnick, & Adelberg. Edisi 23. Cetakan 1.Jakarta: EGC; 2007.
27. Fritz H Keiser, Kurt A Bienz, Johannes Eckert, Rolf M Zinkernagel. Medical
Microbiology. Thieme; 2007.
28. Michael JF, David EN, Joel TW, P Lynne H. Biosynthesis of Pseudomonas
aeruginosa Extracellular Polysaccharides, alginate, Pel, and Psl. In: Fontiers
Reseach Topics: Pseudomonas aeruginosa, Biology, Genetics, and HostPathogen Interactions [Internet]. United States: Frontiers Media SA; 2012.
p.49-60.
[Cited
Oct
2015,
15].
Available
From:
https://books.google.co.id/books?id=yUZQglj4epoC&printsec=frontcover&hl
=id
43
Lampiran 1
Alat dan Bahan Penelitian
Sampel X dengan
Biakan bakteri uji
kandungan pine oil 2,5%
Pseudomonas aeruginosa
Aquades steril, Fenol 5 %, dan NaCl steril
Larutan
Mc.Farland III
Sterilisasi tabung reaksi dan media
Sterilisasi cawan petri
pertumbuhan bakteri
menggunakan oven
44
Lampiran 1
Alat dan Bahan Penelitian
Cawan petri steril
Inkubasi biakan bakteri uji
Kulkas tempat penyimpanan alat,
Proses vortex bakteri
bahan dan media pertumbuhan
Pengenceran larutan standar fenol 5 % (1/40, 1/160, 1/80,
1/100, 1/120, 1/140)
45
Lampiran 1
Alat dan Bahan Penelitian
Pengenceran larutan standar fenol 5 % (1/40, 1/160, 1/80,
1/100, 1/120, 1/140)
Kontrol positif dan
negatif
Penempatan sampel X, standar fenol, dan media pertumbuhan
Nutrien Broth di dalam laminar airflow selama uji koefisien fenol
46
Lampiran 3
Hasil Uji Koefisien Fenol Sampel X
Hasil uji koefisien fenol sampel X terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa dalam 6 pengenceran:
A. Pengenceran 1/140
B. Pengenceran 1:60
C. Pengenceran 1/80
D. Pengenceran 1/100
E. Pengenceran 1/120
F. Pengenceran 1/140
47
Lampiran 4
Hasil Uji Koefisien Fenol Standar Fenol
Hasil uji koefisien fenol standar fenol terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa dalam 6 pengenceran:
A. Pengenceran 1/140
B. Pengenceran 1:60
C. Pengenceran 1/80
D. Pengenceran 1/100
E. Pengenceran 1/120
F. Pengenceran 1/140
48
Lampiran 5
Riwayat Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Eka Rahma
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, tanggal lahir
: Pangkalan Balai, 12 Desember 1994
Agama
: Islam
Alamat
:Jl. Palembang-Jambi KM. 36 no.106 RT.03 RW.06
Desa
Langkan
Kecamatan
Banyuasin
Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
e-mail
: [email protected]
Riwayat Pendidikan

2000-2006
: SDN Pangkalan Panji-Langkan

2006-2009
: Mts. PP. Qodratullah

2009-2012
: MA. PP. Qodratullah

2012-sekarang
: Program Studi Pendidikan Dokter, FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
III
Download