1. Mengapa dalam pengolahan dan pengawetan perlu

advertisement
1. Mengapa dalam pengolahan dan pengawetan perlu memperhitungkan karakteristik
sifat fisik, kimia dan biologi dari sumber bahan pangan ? (Uraikan dengan
alasan masing-masing sifat karakteristik tersebut dan pilih contoh salah satu
antara daging atau susu).
Tiap-tiap makhluk hidup itu keselamatannya sangat tergantung kepada keadaan sekitarnya,
terlebih-lebih mikro organisme. Makhlukmakhluk halus ini tidak dapat menguasai faktor-faktor
luar sepenuhnya, sehingga hidupnya sama sekali tergantung kepada keadaan sekelilingnya. Satusatunya jalan untuk menyelamatkan diri ialah dengan menyesuaikan diri (adaptasi) kepada
pengaruh faktor-faktor luar. Penyesuaian diri dapat terjadi secara cepat serta bersifat sementara
waktu, akan tetapi dapat pula perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk
morfologi serta sifat-sifat fisiologi yang turun menurun. Kehidupan bakteri tidak hanya di
pengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan.
Misal, bakteri termogenesis menimbulkan panas di dalam media tempat ia tumbuh. Bakteri dapat
pula mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini di sebut perubahan secara kimia.
Adapun faktor-faktor lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik.
Faktor-faktor biotik terdiri atas mahluk-mahluk hidup, sedang faktor-faktor abiotik terdiri dari
faktor-faktor alam (fisika) dan faktorfaktor kimia. Faktor-Faktor Abiotik. Faktor abiotik adalah
faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan yang bersifat fisika dan kimia. Di antara faktorfaktor yang perlu di perhatikan ialah suhu, pH, tekanan osmose, pengeringan, sinar gelombang
pendek, tegangan muka dan daya oligodinamik.
1. Suhu
Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk hidupnya. Suhu pertumbuhan suatu
mikrobia dapat di bedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum. Berdasarkan atas
perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikrobia yang psikhrofil, mesofil, dan
termofil. Untuk tujuan tertentu suatu mikrobia perlu di tentukan titik kematian termal (thermal
death
point)
dan
waktu
kematian
termal
(thermal
death
time)nya.
Daya tahan terhadap suhu itu tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah
mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya
,bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan Clostridium itu tetap hidup setelah di
panasi dengan uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah jam. Untuk sterilisali, maka
syaratnya untuk membunuh setiap spesies untuk membunuh setiap spesies bakteri ialah
pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 pound serta suhu 121°C di dalam autoklaf.
Dalam cara menentukan daya tahan panas suatu spesies perlu di perhatikan syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Berapa tinggi suhu.
2. Berapa lama spesies itu berada di dalam suhu tersebut.
3. Apakah pemanasan bakteri itu di lakukan di dalam keadaan kering ataukah di dalam keadaan
basah.
4. Beberapa pH dari medium tempat bakteri itu di panasi.
5. Sifat-sifat lain dari medium tempat bakteri itu di panasi.
Mengenai pengaruh basah dan kering ini dapat diterangkan sebagai berikut. Di dalam keadaan
basah, maka protein dari bakteri lebih cepat menggumpal daripada di dalam keadaan kering,
pada temperartur yang sama. Berdasarkan ini, maka sterilisasi barang-barang gelas di dalam
oven kering itu memerlukan suhu yang lebih tinggi daripada 121° C dan waktu yang lebih lama
daripada 15 menit. Sedikit perubahan pH menju ke asam atau ke basa itu sangat berpengaruh
kepada pemanasan. Berhubung dengan ini, maka buah-buahan yang masam itu lebih mudah
disterilisasikan daripada sayur-sayur atau daging.
Untuk menentukan suhu maut bagi bakteri orang mengambil pedoman sebagai berikut: Suhu
maut (Thermal Death Point) ialah suhu yang serendahrendahnya yang dapat membunuh bakteri
yang berada di dalam standard medium selama 10 menit. Ketentuan ini mencakup kelima syaratsyarat tersebut diatas. Perlu diperhatikan kiranya, bahwa tidak semua individu dari suatu spesies
itu mati bersama-sama pada suatu suhu tertentu. Biasanya, individu yang satu lebih tahan
daripada individu yang lain terhadap suatupemanasan, sehingga tepat jugalah bila kita katakana
adanya angka kematian pada suatu suhu (Thermal Death Rate). Sebaliknya jika suatu standard
suhu sudah ditentukan seperti pada perusahaan pengawetan makanan atau dalam perusahaan
susu, maka lamanya pemanasan merupakan faktor yang berbeda-beda bagi tiap-tiap dapatlah
kita adakan penentuan waktu maut (Thermal Death Rate). Biasanya standard suhu itu diatas titik
didih dan pemanasan setinggi ini perlu bagi pemusnahan bakteri yang berspora. Umumnya
bakteri lebih tahan suhu rendah daripada suhu tinggi. Hanya beberapa spesies neiseria mati
karena pendinginan sampai 0° C dalam kedaan basah. Bakteri patogen yang bias hidup di dalam
tubuh hewan atau manusia dapat bertahan sampai beberapa bulan pada suhu titik beku.
Pembekuan itu sebenarnya tidak berpengaruh kepada spora, karena spora sangat sedikit
mengandung air. Pembekuan bakteri di dalam air lebih cepat membunuh bakteri daripada kalau
pembekuan itu di dalam buih, buih tidak membeku sekeras air beku. Bahwa pembekuan air itu
menyebabkan kerusakan mekanik pada bakteri mudahlah dimaklumi, tentang efek yang lain
misalnya secara kimia, kita belum tahu. Pembekuan secara perlahan-lahan dalam suhu -16°C ( es
campur garam ) lebih efektif dari pada pembekuan secara mendadak dalam udara beku (-190° C
). Juga pembekuan secara terputus-putus ternyata lebih efektif dari pada pembekuan secara
terusmenerus. Sebagai contoh, piaraan basil tipus mati setelah dibekukan putus – putus dalam
waktu 2 jam, sedang piaraan itu dapat bertahan beberapa minggu dalam keadaan beku terusmenerus.Mengenai pengaruh suhu terhadap kegiatan fisiologi, maka seperti halnya dengan
mahluk-mahluk lain, mikrooganisme pun dapat bertahan di dalam suatu batas-batas suhu
tertentu. Batas-batas itu ialah suhu minimum dan suhu maksimum, sedang suhu yang paling baik
bagi kegiatan hidup itu disebut suhu optimum. Berdasarkan itu adalah tiga golongan bakteri,
yaitu:
Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu setinggi
55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada suhu lebih rendah atau lebih
tinggi daripada itu, yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C. Golongan ini terutama terdapat
didalam sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang hidup baik di antara 5° dan 60°C, sedang suhu
optimumnya ialah antara 25° sampai 40°C, minimum 15°C dan maksimum di sekitar 55°C.
Umumnya hidup di dalam alat pencernaan, kadang-kadang ada juga yang dapat hidup dengan
baik pada suhu 40°C atau lebih. Bakteri psikrofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup di
antara 0° sampai 30°C, sedang suhu optimumnya antara 10° sampai 20°C. Kebanyakan dari
golongan ini tumbuh di tempat-tempat dingin baik di daratan ataupun di lautan.
Pada tahun 1967 di Yellowstone Park di temukan bakteri yang hidup dalam air yang panasnya 93
– 94 °C dan pada tahun 1969 berapa spesies lagi di tempat yang sama yang juga sangat termofil.
Spesies-spesies itu di tabiskan menjadi Thermus aquaticus, Bacillus caldolyticus, dan Bacillus
caldotenax. Dalam praktek, batas-batas antara golongan-golongan itu sukar di tentukan, juga di
antara beberapa individu di dalam satu golongan pun batas-batas suhu optimum itu sangat
berbeda-beda. Bakteri termofil agakmenyulitkan pekerjaan pasteurisasi, karena pemanasan pada
pasteurisasi itu hanya sekitar 70 ° C saja, sedang pada suhu setinggi itu spora-spora tidak mati.
Spora bakteri termofil juga merepotkan perusahaan pengawetan makanan. Selama bahan
makanan di dalam kaleng itu di simpan pada suhu yang rendah, spora-spora tidak akan tumbuh
menjadi bakteri. Akan tetapi, jika suhu sampai naik sedikit, besarlah bahaya akan rusaknya
makanan
itu
sebagai
akibat
dari
pertumbuhan
spora-spora
tersebut.
Sebaliknya, bakteri psikrofil dapat mengganggu makanan yang di simpan terlalu lama di dalam
lemari es. Golongan bakteri yang dapat hidup pada bata-batas suhu yang sempit, misalnya,
Conococcus itu hanya dapat hidup subur antara 30 ° dan 40 ° C, jadi batas antara minimum dan
maksimum tidak terlampau besar, maka bakteri semacam itu kita sebut stenotermik. Sebaliknya
Escherichia coli tumbuh baik antara 8 °C sampai 46 °C, jadi beda antara minimum dan
maksimum suhu di sini ada lebih besar daripada yang di sebut di atas, maka Escherichia coli itu
termasuk golongan bakteri yang kita sebut euritermik. Pada umumnya dapat di pastikan, bahwa
suhu optimum itu lebih mendekati suhu maksimum daripada suhu minimum.Hal ini nyata benar
bagi Gonococcus dan Escherichia coli, keduanya mempunyai optimum suhu 37 °C. Bakteri yang
dipiara di bawah suhu minimum atau sedikit di atas suhu maksimum itu tidak segera mati,
melainkan berada di dalam keadaan “tidur” (dormancy). Suhu berpengaruh terhadap kinerja
reaksi dalam mikroorganisme. Kecepatan reaksi kimia merupakan fungsi langsung daripada suhu
dan mengikuti hubungan yang dikemukakan semula oleh Arrhenius : Log10 V = − ΔH* + C
2.303RT v ialah kecepatan reaksi, ΔH* ialah energi aktivitas pada reaksi, R ialah konstante gas,
T ialah suhu dalam derajat Kelvin. Karena itu, kecepatan reaksi kimia sebagai fungsi T ¯¹
menghasilkan garis lurus dengan lereng negatif (Gambar 10.6). Gambar 10.7 menunjukkan
kecepatan tumbuh E. coli yang dapat disamakan dengan fungsi T ¯¹. Kurvenya linear hanya pada
bagian kisaran suhu untuk tumbuh. Sebab kecepatan tumbuh dengan tibatiba sangat menurun
pada batas atas dan bawah kisaran suhu. Kecepatan tumbuh pada suhu tinggi yang menurun tibatiba disebabkan oleh denaturasi panas protein dan mungkin pula denaturasi struktur sel seperti
membran. Pada suhu maksimum untuk tumbuh maka reaksi yang merusak menjadi sangat besar.
Suhu itu biasanya hanya berapa derajat lebih tinggi daripada suhu untuk kecepatan tumbuh
maksimal, yang dinamakan suhu optimum. Dari pengaruh suhu pada kecepatan reaksi kimia,
dapat diramalkan bahwa semua bakteri dapat melanjutkan tumbuhnya (meskipun dengan
kecepatan yang makin lama makin lebih rendah) selama suhu diturunkan sampai sistem itu
membeku. Akan tetapi, kebanyakan bakteri berhenti tumbuh pada suhu (suhu minimum untuk
tumbuh ) jauh di atas titik beku air. Setiap mikroorganisme mempunyai suhu yang tepat untuk
pertumbuhan, tetapi di bawah suhu ini pertumbuhan tidak terjadi betapa pun lamanya masa
inkubasi. Nilai suhu kardinal menurut angka (minimum, optimum, dan maksimum) dan kisaran
suhu yang memungkinkan pertumbuhan, sangat beragam pada bakteri. Beberapa bakteri yang
diisolasi dari sumber air panas dapat tumbuh pada suhu setinggi 95°C; yang diisolasi dari
lingkungan dingin, dapat tumbuh sampai suhu serendah –10°C jika konsentrasi solut yang tinggi
mencegah mediumnya menjadi beku. Berdasarkan kisaran suhu untuk tumbuh, bakteri seringkali
dibagi atas tiga golongan besar: termofil, yang tumbuh pada suhu tinggi (diatas 55°C); mesofil,
yang tumbuh baik antara 20°C sampai 45°C dan psikrofil, yang tumbuh baik pada 0°C.
Seperti juga dalam sistem klasifikasi biologis yang kerap kali benar, terminologi ini menunjukan
perbedaan yang lebih jelas di antara tipe-tipe daripada yang di jumpai di alam. Klasifikasi reaksi
suhu tiga pihak tidak memperhitungkan seluruh variasi di antara bakteri berkenaan dengan
adanya perluasan kisaran suhu yang memungkinkan pertumbuhan. Perbedaan dalam kisaran
suhu di antara termofil kadang-kadang dinyatakan dengan istilah stenotermofil (organisme yang
tidak dapat tumbuh di bawah 37 °C), dan euritermofil (organisme yang dapat tumbuh di bawah
37 °C). psikrofil yang masih dapat tumbuh di atas 20 °C di sebut psikrofil fakultatif; dan yang
tidak dapat tumbuh di atas 20 °C di sebut psikrofil obligat. Garis dengan satu tanda panah
menunjukkan batas suhu tumbuh untuk paling sedikit satu galur spesies itu terdapat variasi di
antara bermacam galur beberapa spesies. Tanda dengan dua panah menunjukkan bahwa pada
batas suhu sebenarnya terletak di antara tanda panah tersebut. Garis dengan titik-titik
menunjukkan bahwa pertumbuhan minimum belum ditentukan. Data yang menggambarkan
kisaran suhu tumbuh berbagai macam bakteri menunjukkan sifat termofil, mesofil, dan psikrofil
yang agak berubah-ubah. Kisaran suhu yang memungkinkan pertumbuhan itu berubah-ubah
seperti halnya suhu-suhu maksimum dan minimum. Kisaran suhu beberapa bakteri kurang dari
10°C, sedangkan untuk lainnya dapat sampai 50°C. Faktor yang menentukan batas suhu untuk
tumbuh telah disingkapkan oleh dua macam penelitian; perbandingan antara sifat organisme
dengan kisaran suhu yang sangat berbeda; dan analisis sifat mutan yang peka terhadap suhu,
kisaran suhunya menjadi lebih sempit oleh perubahan satu mutan. Ada dua macam mutan yang
peka terhadap suhu; mutan peka panas, dengan suhu tumbuh maksimum yang menurun ; dan
mutan peka dingin, dengan suhu tumbuh minimum yang menaik. Studi mengenai kinetika
denaturasi panas pada enzim dan struktur sel yang berprotein (misalnya flagelum, ribosom)
menunjukkan bahwa banyak protein khusus pada bakteri termofil lebih tahan panas daripada
protein homolognya dari bakteri mesofil. Mungkin pula untuk mengira-ngirakan ketahanan
panas menyeluruh protein sel yang dapat larut, dengan mengukur kecepatan protein di dalam
ekstrak bakteri menjadi tidak larut karena denaturasi panas pada beberapa suhu yang berbeda.
Percobaan seperti ini (Tabel 10.6). Dengan jelas menunjukkan bahwa pada hakekatnya semua
protein bakteri termofilik setelah perlakuan panas tetap pada tingkat asalnya yang sebenarnya
menghilangkan semua protein mesofil yang sekelompok. Karena itu adaptasi mikroorganisme
termofilik terhadap suhu di sekitarnya hanya dapat dicapai dengan perubahan mutasional yang
mempengaruhi struktur utama kebanyakan (jika tidak semua) protein sel tersebut. Meskipun
adaptasi evalusionar yang menghasilkan termofil agaknya melibatkan ,mutasi yang
meningkatkan ketahanan panas proteinnya , namun kebanyakan mutasi yang berpengaruh pada
struktur utama suatu protein khusus ( misalnya enzin) mengurangi ketahanan panas protein
tersebut, walaupun banyak di antara mutasi ini mungkin berpengaruh sedikit atau tidak sama
sekali pada sifat-sifat katalitik. Akibatnya, dengan tidak adanya seleksi tandingan oleh tantangan
panas, maka suhu maksimum untuk pertumbuhan mikroorganisme apa pun harus menurun secara
berangsur-angsur sebagai akibat mutasi acak yang berpengaruh pada struktur pertama
proteinnya. Kesimpulan ini ditunjang oleh pengamatan bahwa bakteri psikrofilik yangdiisolasi
dari air antartik mengandung sejumlah besar protein yang luar biasa labilnya terhadap panas.
Pada suhu rendah, semua protein mengalami sedikit perubahan bentuk, yang dianggap berasal
dari melemahnya ikatan hidrofobik yang memegang peran penting dalam penentuan struktur
tartier (berdimensi tiga). Semua tipe ikatan lain pada protein menjadi lebih kuat bila suhu
diturunkan. Pentingnya bentuk yang tepat untuk fungsi sebenarnya protein alosterik dan untuk
perakitan sendiri protein ribosomal menjadi kedua kelas protein ini teramat peka terhadap
inaktivasi dingin. Oleh karen aitu, tidaklah mengherankan bahwa mutasi yang menaikkan suhu
minimum untuk pertumbuhan biasanya terjadi di dalam gen yang menyandikan protein-protein
ini. Susunan lipid pada hampir semua organisme, baik prokariota maupun eukariota, berubahubah menurut suhu tumbuh. Bila suhu turun, kandungan relatif asam lemak tidak jenuh didalam
lipid selular meningkat. Ilustrasi kejadian ini pada E. coli tampak pada perubahan dalam susunan
lemak ini adalah komponen penting daripada adaptasi suhu pada bakteri. Titik cair lipid
berhubungan langsung dengan asam lemak jenuh. Akibatnya, derajat kejenuhan asam lemak
pada lipid membran menentukan derajat keadaan cairnya pada suhu tertentu. Karena fungsi
membran bergantung pada keadaan cair komponen lipid, dapatlah dipahami bahwa pertumbuhan
pada suhu rendah haruslah diikuti dengan penambahan derajat ketidakjenuhan asam lemak.
2. pH Mikrobia dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu, misalnya untuk bakteri pada pH 6,5
– 7,5; khamir pada pH 4,0 – 4,5 sedangkan jamur dan aktinomisetes pada daerah pH yang luas.
Setiap mikrobia mempunyai pH minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhanya.
Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk pertumbuhanya dapat dibedakan mikrobia yang
asidofil, mesofil ( neutrofil ) dan alkalofil. Untuk menahan perubahan dalam medium sering
ditambahkan larutan bufer. pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan
7,5. Namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keaadaan sangat masam atau sangat alkalin,
bila bakteri di kuitivasi di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya misal 7
maka mungkin pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawasenyawa asam atau basa yang
dihasilkan selama pertumbuhannya. Pergesaran pH ini dapat sedemikian besar sehingga
mengahambat pertumbuhan seterusnya organisme itu. Pergeseran pH dapat dapat dicegah
dengan menggunakan larutan penyangga dalam medium, larutan penyangga adalah senyawa atau
pasangan senyawa yang dapat menahan perubahan pH. Istilah pH pada suatu symbol untuk
derajat keasaman atau alkanitas suatu larutan; pH=log (1/[H+]) dengan [H+] sebagai konsentrasi
ion hydrogen. pH air suling ialah 7,0 (netral); cuka 2,25; sari tomat, 4,2; susu, 6,6; natrium
bikarbonat (0,1N), 8,4; susu magnesia, 10,5.
Mikroorganisme yang alkalifilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 8,4-9,5
Suhu, lingkungan, gas dan pH adalah faktor-faktor fisik utama yang harus dipertimbangkan di
dalam penyediaan kondisi optimum bagi pertumbuhan kebanyakan spesies bakteri. Beberapa
kelompok bakteri mempunyai persyaratan tambahan. Sebagai contoh, organisme fotoautotrofik
(fotosintetik) harus diberi sumber pencahayaan, karena cahaya adalah sumber energinya.
Pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh keadaan tekanan osmotik (tenaga atau tegangan
yang terhimpun ketika air berdifusi melalui suatu membran) atau tekanan hidrostatik (tegangan
zat alir). Bakteri tertentu, yang disebut bakteri halofilik dan dijumpai di air asin, wadah berisi
garam, makanan yang diasin, air laut, dan danau air asin, hanya tumbuh bila mediumnya
mengandung konsentrasi garam yang tinggi. Air laut mengandung 3,5 persen natrium klorida; di
danau air asin, konsentrasi natrium kloridanya dapat mencapai 25 persen. Mikroorganisme yang
membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya di sebut halofil obligat – mereka tidak akan tumbuh
kecuali bila konsentrasi garamnya tinggi, yang dapat tumbuh dalam larutan natrium kloride
tetapi tidak mensyaratkannya disebut halofil fakultatif – mereka tumbuh dalam lingkungan
berkonsentrasi garam tinggi atau rendah. Ini menunjukkan adanya tanggapan terhadap tekanan
osmotik. Telah diisolasi bakteri dari parit-parit terdalam dilautan yang tekanan hidrostatiknya
mencapai ukuran ton meter persegi.
3. Kelembaban Mikroorganisme mempunyai nilai kelembaban optimum. Pada umumnya untuk
pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi diatas 85°C, sedangkan untuk
jamur dan aktinomises diperlukan kelembaban yang rendah dibawah 80°C. Kadar air bebas
didalam lautan (aw) merupakan nilai perbandingan antara tekanan uap air larutan dengan tekanan
uap air murni, atau 1/100 dari kelembaban relatif. Nilai aw untuk bakteri pada umumnya terletak
diantara 0,90 – 0,999 sedangkan untuk bakteri halofilik mendekati 0,75. Banyak mikroorganisme
yang tahan hidup didalam keadaan kering untuk waktu yang lama seperti dalam bentuk spora,
konidia, arthrospora, klamidospora dan kista. Seperti halnya dalam pembekuan, proses
pengeringan protoplasma, menyebabkan kegiatan metaobolisme terhenti. Pengeringan secara
perlahan-lahan menyebabkan perusakan sel akibat pengaruh tekanan osmosa dan pengaruh
lainnya dengan naiknya kadar zat terlarut.
4. Tekanan osmosis Pada umumnya mikrobia terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang
hipertonis. Karena sel-sel mikrobia dapat mengalami plasmolisa. Didalam larutan yang hipotonis
sel mengalami plasmoptisa yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa mikrobia dapat
menyesuaikan diri terhadap tekanan osmose yang tinggi; tergantung pada larutanya dapat
dibedakan jasad osmofil dan halofil atau halodurik. Medium yang paling cocok bagi kehidupan
bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri di tempatkan di dalam
suatu larutan yang hipertonik terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan
garam atau larutan gula yang agak pekat mudah benar menyebabkan terjadinya plasmolisis ini.
Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat
menyebabkan pecahnya bakteri, dengan kata lain, bakteri dapat mengalami plasmoptisis.
Berdasarkan inilah maka pembuatan suspense bakteri dengan menggunakan air murni itu tidak
kena, yang digunakan seharusnyalah medium cair. Jika perubahan nilai osmosis larutan medium
tidak terjadi sekonyongkonyong, akan tetapi perlahan-lahan sebagai akibat dari penguapan air,
maka bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara mendadak.
6. Senyawa toksik Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, Zn, Li, dan Pb. Walaupun pada
kadar sangat rendah akan bersifat toksis terhadap mikroorganisme karena ion-ion logam berat
dapat bereaksi dengan gugusan senyawa sel. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah disebut
daya ologodinamik. Anion seperti sulfat tartratklorida, nitrat dan benzoat mempengaruhi
kegiatan fisiologi mikroorganisme. Karena adanya perbedaan sifat fisiologi yang besar pada
masing-masing mikroorganisme maka sifat meracun dari anion tadi juga berbeda-beda. Sifat
meracun alakali juga berbeda-beda, tergantung pada jenis logamnya. Ada beberapa senyawa
asam organik seperti asam benzoat, asetat dan sorbet dapat digunakan sebagai zat pengawet
didalam industry bahan makanan. Sifat meracun ini bukan disebabkan karena nilai pH, tetapi
merupakan akibat langsung dari molekul asam organik tersebut terhadap gugusan didalam sel.
7. Tegangan Muka Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaannya akan
menyerupai membran yang elastis, sehingga dapat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme.
Protoplasma mikroorganisme terdapat didalam sel yang dilindungi dinding sel. Dengan adanya
perubahan bahan pada tegangan muka dinding sel, akan mempengaruhi permukaan protoplasma,
yang akibatnya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perubahan bentuk morfologinya. Bakteri
yang hidup didalam alat pencernaan dapat berkembangbiak didalam medium yang mempunyai
tegangan permukaan relatif rendah. Tetapi kebanyakan lebih menyukai tegangan permukaan
yang relatif tinggi.
8. Tekanan Hodrostatik dan Mekanik Beberapa jenis mikroorganisme dapat hidup didalam
samudra pasifik dengan tekanan lebih dari 1208 kg tiap cm persegi, dan kelompok ini disebut
barofilik. Selain itu tekanan yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya beberapa reaksi
kimia, sedang tekanan diatas 7500 kg tiap cm persegi dapat menyebabkan denaturasi protein.
Perubahan-perubahan
ini
mempengaruhi
proses
biologi
sel
jasad
hidup.
9. Kebasahan dan kekeringan Bakteri sebenarnya mahluk yang suka akan keadaan basah, bahkan
dapat hidup di dalam air. Hanya di dalam air yang tertutup mereka tak dapat hidup subur; hal ini
di sebabkan karena kurangnya udara bagi mereka. Tanah yang cukup basah baiklah bagi
kehidupan bakteri. Banyak bakteri menemui ajalnya, jika kena udara kering. Meningococcus,
yaitu bakteri yang menyebabkan meningitis, itu mati dalam waktu kurang daripada satu jam, jika
digesekkan di atas kaca obyek. Sebaliknya,spora-spora bakteri dapat bertahan beberapa tahun
dalam keadaan kering. Pada proses pengeringan, air akan menguap dari protoplasma. Sehingga
kegiatan metabolisme berhenti. Pengeringan dapat juga merusak protoplasma dan mematikan sel.
Tetapi ada mikrobia yang dapat tahan dalam keadaan kering, misalnya mikrobia yang
membentuk spora dan dalam bentuk kista. Adapun syarat-syarat yang menentukan matinya
bakteri karena kekeringan itu ialah: Bakteri yang ada dalam medium susu, gula, daging kering
dapat bertahan lebih lama daripada di dalam gesekan pada kaca obyek. Demikian pula efek
kekeringan kurang terasa, apabila bakteri berada di dalam sputum ataupun di dalam agar-agar
yang kering.Pengeringan di dalam terang itu pengaruhnya lebih buruk daripada pengeringan di
dalam gelap. Pengeringan pada suhu tubuh (37°C) atau suhu kamar (+ 26 °C) lebih buruk
daripada pengeringan pada suhu titik-beku. Pengeringan di dalam udara efeknya lebih buruk
daripada pengeringan di dalam vakum ataupun di dalam tempat yang berisi nitrogen. Oksidasi
agaknya merupakan faktor-maut.
10. Sinar gelombang pendek Sinar-sinar yang mempunyai panjang gelombang pendek (misalnya
sinar, sinar Ultra violet, sinar gama), mempunyai daya penetrasi yang cukup besar terhadap
mikribia. Sinar-sinar tersebut dapat menyebabkan kematian. Perubahan genetik (mutasi) atau
penghambatan pertumbuhan mikrobia. Sinar-sinar tersebut banyak digunakan di dalam praktek
sterilisasi dan pengawetan bahan makanan. Kebanyakan bakteri tidak dapat mengadakan
fotosintesis, bahkan setiap radiasi dapat berbahaya bagi kehidupannya. Sinar
yang nampak oleh mata kita, yaitu yang bergelombang antara 390 m μ sampai 760 m μ, tidak
begitu berbahaya; yang berbahaya ialah sinar yang lebih pendek gelombangnya, yaitu yang
bergelombang antara 240 m μ sampai 300 m μ. Lampu air rasa banyak memancarkan sinar
bergelombang pendek ini. Lebih dekat, pengaruhnya lebih buruk. Dengan penyinaran pada jarak
dekat sekali, bakteri bahkan dapat mati seketika, sedang pada jarak yang agak jauh mungkin
sekali hanya pembiakannya sajalah yang terganggu. Spora-spora dan virus lebih dapat bertahan
terhadap sinar ultra-ungu. Sinar ultra-ungu biasa dipakai untuk mensterilkan udara, air, plasma
darah dan bermacam-macam bahan lainya. Suatu kesulitan ialah bahwa bakteri atau virus itu
mudah sekali ketutupan benda-benda kecil, sehingga dapat terhindar dari pengaruh penyinaran.
Alangkah baiknya, jika kertas-kertas pembungkus makanan, ruang-ruang penyimpan daging,
ruang-ruang pertemuan, gedunggedung bioskop dan sebagainya pada waktu-waktu tertentu
dibersihkan dengan penyinaran ultra-ungu. Sinar X dan sinar radium yang bergelombang lebih
pendek daripada sinar ultra-ungu juga dapat membunuh mikroorganisme, akan tetapi
memerlukan lebih banyak dosis daripada sinar ultra-ungu. Bakteri yang disinari dengan sinar X
kerap kali mengalami mutasi. Aliran listrik tidak nampak berbahaya bagi kehidupan bakteri. Jika
ada bakteri yang mati karenanya, hal ini di sebabkan oleh panas atau oleh zat-zat yang timbul di
dalam medium sebagai akibat daripada arus listrik, seperti ozon dan klor (chlor).
11. Tegangan muka
Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaan cairan itu menyerupai membran
yang elastik. Demikian juga permukaan cairan yang menyelubungi sel mikrobia. Tekanan dari
membran cairan ini di teruskan ke dalam protoplasma sel melalui dinding sel dan membran
sitoplasma, Sehingga dapat mempengaruhi kehidupan mikrobia. Kebanyakan bakteri lebih
menyukai tegangan muka yang relatif tinggi. Tetapi adapula yang hidup pada tegangan muka
yang relatif rendah. Misalnya bakteri-bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan. Sabun
mengurangi ketegangan permukaan, dan oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri.
Diplococcus pneumoniae sangat peka terhadap sabun. Empedu juga mempunyai khasiat seperti
sabun; hanya bakteri yang hidup di dalam usus mempunyai daya tahan terhadap empedu.
Bolehlah dikatakan pada umumnya, bahwa bakteri yang Gram negatif lebih tahan terhadap
pengurangan (depresi) tegangan permukaan daripada bakteri yang Gram positif.
12. Daya oligodinamik
Ion-ion logam berat seperti Hg++ , Cu++ , Ag++ dan Pb++ pada kadar yang sangat rendah
bersifat toksis terhadap mikrobia. Karena ion-ion tersebut dapat bereaksi dengan bagian-bagian
penting dalam sel. Daya bunuh logam-logam berat pada kadar yang sangat rendah ini di sebut
daya oligodinamik. Garam dari beberapa logam berat seperti air rasa dan perak dalam jumlah
yang kecil saja dapat membunuh bakteri, daya mana di sebut oligodinamik. Hal ini mudah sekali
di pertunjukkan dengan suatu eksperimen. Sayang benar garam dari logam berat itu mudah
merusak kulit, makan alatalat yang terbuat dari logam, dan lagipula mahal harganya. Meskipun
demikian, orang masih biasa menggunakan merkuroklorida (sublimat) sebagai desinfektan.
Hanya untuk tubuh manusia lazimnya kita pakai merkurokrom, metafen atau mertiolat.
Persenyawaan air rasa yang organic dapat pula dipergunakan untuk membersihkan biji-bijian
supaya terhindar dari gangguan bangsa jamur. Nitrat perak 1 sampai 2% banyak digunakan untuk
menetesi selaput lender, misalnya pada mata bayi yang baru lahir untuk mencegah gonorhoea.
Banyak juga orang yang mempergunakan persenyawaan perak dan protein. Garam tembaga
jarang dipakai sebagai bakterisida, akan tetapi banyak digunakan untuk menyemprot
tanamantanaman mematikan tumbuhan ganggang dikolam-kolam renang.
13. Desinfektan
Pada umumnya bakteri muda itu kurang daya-tahannya terhadap desinfektan daripada bakteri
yang tua. Pekat encernya konsentrasi, lama berada dibawah pengaruh desinfektan, merupakan
faktor-faktor yang masuk pertimbangan pula. Kenaikan suhu menambah daya desinfektan.
Selanjutnya, medium dapat juga menawar daya desinfektan. Susu, plasma darah, dan zat-zat lain
yang serupa protein sering melindungi bakteri terhadap pengaruh desinfektan tertentu. Dalam
menggunakan desinfektan haruslah diperhatikan hal-hal tersebut dibawah ini. Apakah suatu
desinfektan tidak meracuni suatu jaringan, apakah ia tidak menyebabkan rasa sakit, apakah ia
tidak memakan logam, apakah ia dapat diminum, apakah ia stabil, bagaimanakah baunya,
bagaimanakah warnanya, apakah ia mudah dihilangkan dari pakaian apabla desinfektan tersebut
sampai kena pakaian, dan apakah ia murah harganya. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan
orang sulit untuk menilai suatu desinfektan. Zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri dapat dibagi atas garam-garam logam, fenol dan senyawa-senyawa lain
yang sejenis, formaldehida, alcohol, yodium, klor dan persenyawaan klor, zat warna, detergen,
sulfonamide, dan anti biotik.
a. Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain Yang Sejenis
Larutan fenol 2 sampai 4% berguna bagi desinfektan. Kresol atau kreolin lebih baik khasiatnya
daripada fenol. Lisol ialah desinfektan yang berupa campuran sabun dengan kresol; lisol lebih
banyak digunakan daripada desinfektan-desinfektan yang lain. Karbol ialah lain untuk fenol.
Seringkali orang mencampurkan bau-bauan yang sedap, sehingga desinfektan menjadi menarik.
b. Formaldehida (CH2O)
Suatu larutan formaldehida 40% biasa disebut formalin. Desinfektan ini banyak sekali digunakan
untuk membunuh bakteri, virus, dan jamur. Formalin tidak biasa digunakan untuk jaringan tubuh
manusia, akan tetapi banyak digunakan untuk merendam bahanbahan laboratorium, alat-alat
seperti gunting, sisir dan lain-lainnya pada ahli kecantikan.
c. Alkohol
Etanol murni itu kurang daya bunuhnya terhadap bakteri. Jika dicampur dengan air murni,
efeknya lebih baik. Alcohol 50 sampai 70% banyak digunakan sebagai desinfektan.
d. Yodium
Yodium-tinktur, yaitu yodium yang dilarutkan dalam alcohol, banyak digunakan orang untuk
mendesinfeksikan luka-luka kecil. Larutan 2 sampai 5% biasa dipakai. Kulit dapat terbakar
karenanya , oleh sebab itu untuk luka-luka yang agak lebar tidak digunakan yodium-tinktur.
e. Klor Dan Senyawa Klor
Klor banyak digunakan untuk sterilisasi air minum. Persenyawaan klor dengan kapur atau
natrium merupakan desinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci alat-alat makan dan minum.
f. Zat Warna
Beberapa macam zat warna dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya bakteri
gram positif iktu lebih peka terhadap pengaruh zat warna daripada bakteri gram negative. Hijau
berlian, hijau malakit, fuchsin basa, kristal ungu sering dicampurkan kepada medium untuk
mencegah pertumbuhanbakteri gram positif. Kristal ungu juga dipakai untuk mendesinfeksikan
luka-luka pada kulit. Dalam penggunaan zat warna perlu diperhatikan supaya warna itu tidak
sampai kena pakaian.
g. Obat Pencuci (Detergen)
Sabun biasa itu tidak banyak khasiatnya sebagai obat pembunuh bakteri, tetapi kalau dicampur
dengan heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Sejak lama obat pencuci yang
mengandung ion (detergen) banyak digunakan sebagai pengganti sabun. Detergen bukan saja
merupakan bakteriostatik, melainkan juga merupakan bakterisida. Terutama bakteri yang gram
positif itu peka sekali terhadapnya. Sejak 1935 banyak dipakai garam amonium yang
mengandung empat bagian. Persenyawaan ini terdiri atas garam dari suatu basa yang kuat
dengan komponen-komponen. Garam ini banyak sekali digunakan untuk sterilisasi alat-alat
bedah, digunakan pula sebagai antiseptik dalam pembedahan dan persalinan, karena zat ini tidak
merusak jaringan, lagipula tidak menyebabkan sakit. Sebagai larutan yang encer pun zat ini
dapat membunuh bangsa jamur, dapat pula beberapa genus bakteri Gram positif maupun Gram
negatif. Agaknya alkil-dimentil bensil-amonium klorida makin lama makin banyak dipakai
sebagai pencuci alat-alat makan minum di restoran-restoran. Zat ini pada konsentrasi yang biasa
dipakai tidak berbau dan tidak berasa apa-apa.
h. Sulfonamida
Sejak 1937 banyak digunakan persenyawaan-persenyawaan yang mengandung belerang sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri dan lagi pula tidak merusak jaringan manusia. Terutama
bangsa kokus seperti Streptococcus yang menggangu tenggorokan, Pneumococcus, Gonococcus,
dan Meningococcus sangat peka terhadap sulfonamida. Penggunaan obat-obat ini, jika tidak
aturan akan menimbulkan gejalagejala alergi, lagi pula obat-obatan ini dapat menimbulkan
golongan bakteri menjadi kebal terhadapnya. Khasiat sulfonamida itu terganggu oleh asam-paminobenzoat. Asam-p-aminobenzoat memegang peranan sebagai pembantu enzim-enzim
pernapasan, dalam hal itu dapat terjadi persaingan antara sulfanilamide dan asampaminobenzoat. Sering terjadi, bahwa bakteri yang diambil dari darah atau cairan tubuh orang
yang habis diobati dengan sulfanilamide itu tidak dapat dipiara di dalam medium biasa. Baru
setelah dibubuhkan sedikit asam-p-aminobenzoat ke dalam medium tersebut, bakteri dapat
tumbuh biasa.
i. Antibiotik
Menurut Waksman, antibiotik ialah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, dan zat-zat itu
dalam jumlah yang sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang
lain. Antibiotik yang pertama dikenal ialah pinisilin, yaitu suatu zat yang dihasilkan oleh jamur
Pinicillium. Pinisilin di temukan oleh Fleming dalam tahun 1929, namun baru sejak 1943
antibiotik ini banyak digunakan sebagai pembunuh bakteri. Selama Perang Dunia Kedua dan
sesudahnya bermacam-macam antibiotik diketemukan, dan pada dewasa ini jumlahnya ratusan.
Genus Streptomyces menghasilkan streptomisin, aureomisin, kloromisetin, teramisin,
eritromisin, magnamisin yang masing-masing mempunyai khasiat yang berlainan. Akhir-akhir
ini orang telah dapat membuat kloromisetin secara sintetik, obat-obatan ini terkenal sebagai
kloramfenikol. Diharapkan antibiotik-antibiotik yang lain pun dapat dibuat secara sintetik pula.
Ada yang kita kenal beberapa antibiotik yang dapat dihasilkan oleh golongan jamur, melainkan
oleh golongan bakteri sendiri, misalnya tirotrisin dihasilkan oleh Bacillus brevis, basitrasin oleh
Bacillus subtilis, polimiksin oleh Bacillus polymyxa.Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies
bakteri, baik kokus, basil, maupun spiril, dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu
antibiotik yang hanya efektif untuk spesies tertentu, disebut antibiotik yang spektrumnya sempit.
Pinisilin hanya efektif untuk membrantas terutama jenis kokus, oleh karena itu pinisilin
dikatakan mempunyai spektrum yang sempit. Tetrasiklin efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril
tertentu, oleh karena itu tetrasiklin dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebelum suatu
antibiotik digunakan untuk keperluan pengobatan, maka perlulah terlebih dahulu antibiotik itu
diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu. Pada medium agar-agar yang telah disebari
spesies bakteri tertentu diletakkan beberapa kepingan kertas yang masing-masing mengandung
antibiotik yang diuji dalam kontrentasi yang tertentu. Jika sesudah 24 jam kemudian tidak
nampak pertumbuhan bakteri sekitar bahwa bakteri itu tercekik pertumbuhannya oleh antibiotik
yang terkandung dalam kepingan kertas. Besar kecilnya daerah kosong sekitar kepingan kertas
itu
sesuai
dengan
konsentrasi
antibiotik
yang
terkandung
didalamnya.
Sesuai dengan keperluan, maka suatu antibiotik dapat diberikan kepada seorang pasien dengan
jalan penelanan atau penyuntikan. Penyuntikan dapat dilakukan intra vena (dalam pembuluh
darah balik) atau intra muscular (dalam daging).
a. daerah pertumbuhanbakteri
b. kepingan kertas yangmengandung antibioticdalam konsentasitertentu.
c. daerah kosong
a. daerah pertumbuhanbakteri
b. kepingan kertas yangmengandung antibioticdalam konsentasitertentu.
c. daerah kosong disebari bakteri
j . Garam – Garam Logam Garam dari beberapa logam berat seperti air raksa dan perak dalam
jumlah yang kecil saja dapat menumbuhnkan bakteri, daya mana disebut oligodinamik. Hal ini
mudah sekali dipertunjukkan dengan suatu eksperimen. Sayang benar garam dari logam berat itu
mudah merusak kulit, maka alat–alat yang terbuat dari logam, dan lagi pula mahal harganya.
Meskipun demikian orang masih bisa menggunakan merkuroklorida (sublimat) sebagai
desinfektan. Hanya untuk tubuh manusia lazimnya kita pakai merkurokrom, metafen atau
mertiolat.
Persenyawaan air rasa yang organik dapat pula dipergunakan untuk membersihkan biji – bijian
supaya terhindar dari gangguan bangsa jamur. Nitrat perak 1 sampai 2% banyak digunakan untuk
menetesi selaput lendir, misalnya pada mata bayi yang baru lahir untuk mencegah gonorhoea.
Banyak juga orang mempergunakan persenyawaan perak dengan protein. Garam tembaga jarang
dipakai sebagai bakterisida, akan tetapi banyak digunakan untuk menyemprot tanaman dan untuk
mematikan tumbuhan ganggang di kolam–kolam renang. Cara Menilai Khasiat Desinfektan
Untuk mengetahui kekuatan masing-masing desinfektan, orang perlu mempunyai suatu ukuran
pokok. Adapun zat yang dipakai ialah fenol. Mikroorganisme yang dipakai sebagai penguji
khasiat desinfektan ialah Salmo nella typhosa, kadang-kadang digunakan juga Micrococcus
aureus. Desinfektan yang akan diuji itu di encerkan menurut perbandingan tertentu. Misal, kita
membuat 2 larutan fenol, yang satu (1:90) dan yang lain (1:100). Di samping itu kita membuat
beberapa larutan suatu desinfektan A yang akan kita banding khasiatnya dengan khasiat fenol.
Katakan, larutan desinfektan A itu (1:300), (1:350), (1:400), (1:450). Dari tiap-tiap larutan kita
ambil 5 ml untuk kita masukkan dalam tabung steril banyaknya tabung sesuai dengan banyaknya
larutan fenol dan desinfektan A. kita memerlukan 3 perangkat dalam pengujian ini, yaitu 12
tabung untuk desinfektan 0,5 ml inokulum Salmonella typhosa yang masih muda. Setelah 5
menit berada di dalam larutan, maka diambillah satu kolong inokulum untuk digesekkan pada
agar-agar lempengan, dan piaraan ini kemudian disimpan dalam suhu 37 °C. Setelah berselang
48 jam piaraan dapat diperiksa tentang ada tidaknya koloni-koloni Salmonella. Jika tak ada
pertumbuhan, hal ini berarti bahwa bakteri telah mati ketika diambil dari tabung yang berisi
larutan desinfektan. Hal semacam ini dikerjakan pula dengan perangkat kedua, dimana
Salmonella dibiarkan berada dalam larutan selama 10 menit. Di dalam perangkat yang ketiga
bakteri dibiarkan selama 15 menit berada dalam desinfektan.
Faktor-Faktor
Biotik Faktor-faktor biotik ialah faktor-faktor yang disebabkan jasad (mikrobia)
atau kegiatannya yang dapat mempengaruhi kegiatan (pertumbuhan) jasad atau mikrobia lain.
Faktor-faktor tersebut antara lain ialah adanya asosiasi atau kehidupan bersama diantara jasad.
Asosiasi dapat dalam bentuk komensalisme, mutualisme, parasitisme, simbiose, sinergisme,
antibiose dan sintropisme.
Komensalisme
Merupakan asosiasi yang sangat renggang, dimana salah satu jenis mendapatkan keuntungan
sedang lainnya tidak mendapat keuntungan atau kerugian.
Mutualisme
Merupakan bentuk assosiasi dimana masing-masing jenis mendapat keuntungan. Sering
simbiosis dipakai untuk menyatakan bentuk assosiasi yang mutualistik, tetapi sekarang orang
lebih banyak menggunakan istilah mutualisme. Sebagai contoh mutualisme antara bakteri
Rhizobium dengan polong-polongan.
Parasitisme
Merupakan bentuk assosiasi diantara parasit dengan jasad inang. Jasad parasit yang obligat dapat
merusak jasad inang dan pada akhirnya memusnahkan. Keadaan ini akan dapat pula
memusnahkan (melenyapkan) parasitnya sendiri, karena jasad inang sebagai sumber
kehidupannya.
Simbiosis
Simbiosis ialah asosiasi antara dua atau lebih jasad (mikrobia) di mana satu jenis (spesies) di
antara jasad yang berasosiasi tersebut mendapat keuntungan, Sedangkan jasad yang lain mungkin
mengalami kerugian atau tidak, tergantung pada macamnya simbiose. Simbiose dapat dibedakan
tiga macam, ialah komensalisme, mutualisme, dan parasitisme.
Sinergisme
Sinergisme ialah suatu bentuk asosiasi yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan untuk
melakukan perubahan kimia tertentu dalam suatu subtrat atau medium. Tanpa sinergisme
masing-masing mikkrobatidak mampu melakukan perubahan tersebut.
Antibiosis
Antibiosis disebut juga antagonisme atau amensalisme ialah suatu bentuk asosiasi antara jasat
(mikkroba) yang menyebabkan salah satu pihak dalam asosiasi tersebut terbunuh. tErhambat
pertumbuhannya atau mengalami gangguan-gangguan yang lain. Contohnya adanya
pembentukan toksindan sat-sat antibiotika oleh salah satu mikroorganisme pada suatu asosiasi.
Sintropisme
Sintropisme disebut juga nutrisi bersama atau mutualnutrition ialah bentuk asosiasi yang lebih
komplek . sebab biasanya terdiri atas berjenis-jenis mikroorganisme yang satu dengan yang
lainnyaakan saling menstimulasi kegiatan {pertumbuhan}-nya misalnya mikrobia jenis pertama
akan menguraikan suatu subtrad yang hasilnya dapat digunakan dan di uraikan oleh mikrobia
jenis kedua dan yang hasil hasilnya dapat digunakan oleh mikrobia jenis ketiga dan seterusnya
yang hasil hasilnya akhirnya dapat menstimulasi kegiatan mikrobia jenis pertama.
Fungi Dan Lingkungannya
Christensen (1957) membagi fungi dalam 3 golongan berdasar keadaan lingkungan
perkembangannya yaitu: 1) fungi lapangan (field fungi), 2) fungi penyimpanan (storage fungi)
dan 3) fungi perusakan lanjutan (advanced decay fungi). Golongan 3) merupakan bagian
sementara, sedang 2 bagian terdahulu khusus padakomoditas biji-bijian. (Bothast, 1978). Fungi
lapangan menyerang bijian yang sedang dan masak penuh dengan kandungan air paling sedikit
20% atau keseimbangan lembab relatif (Rh) 90 – 100%; fungi penyimpanan menyerang bijian
yang tersimpan setelah panen dengan kandungan air sekitar 13 – 20 % atau keseimbangan
lembab relative (Rh) 70 – 90% (Bothast, 1978).
Contoh fungi lapangan adalah alternaria, Fusarium, Helminthosporium dan Cladosporium
(Uraguci dan yamazaki, 1978). Juga termasuk pula Curvularia, Stemphylium, Epicoccum dan
Nigospora yang umumnya menyerang dekat atau saat panen (Bothast, 1978). Menurut
Christensen dan Kauftmann (1969) dilaporkan lebih dari 150 spesies fungi telah diisolasi dari
bagian biji tanaman. Fungi yang dominan pada suatu komoditas tergantung atas macam tanaman,
wilayah atau lokasi geografis dan keadaan iklim. Alternaria, umumnya banyak terdapat pada biji
sayuran atau biji serealia, namun tidak hanya terbatas pada biji serealia. Cladosporium umumnya
pada biji serelia dalam kondisi basah selama panennya, dan pada tempat
penyimpanan fungi ini hamper tidak terdapat. Helminthosporium banyak didapat pada jenis padi,
barley, dan obat khususnya bila terjadi cuaca lembab sebelum panen. Fusarium banyak terdapat
pada serealia yang baru dipanen. Pada barley, gandum, dan jagung dikenal sebagai bentuk
“kudis” biji-biji yangdemikian dapat mendatangkan kercunan pada hewan maupun
manusia(Uraguchi dan Yamazaki, 1978). Beberapa spesies tertentu penicillium kadang-kadang
dimasukkan dalam fungi lapangan (Mislivec dan Tuite, 1970). Fungi penyimpanan juga terdiri
dari beberapa spesies antara lain Penicillium, Aspergillus dan Sporendomena dan kadang-kadang
beberapa jenis khamir (Uraguchi dan Yamazaki, 1978). Penicillium dan Aspergillus merupakan
fungi yang diketahui ada dimana-mana dan hamper terdapat disetiap wilayah. Kebanyakan fungi
penyimpanan terdiri dari dari 5 atau 6 golongan Apergillus dan baru kemudian dan beberapa
spesies Penicillium sampai terjadi kerusakan lebih lanjut (Christensen dan Kaufmann, 1974).
Wallace (1973)menyebutkan 26 spesies Aspergillus dan 66 spesies Penicillium yang dapat
diisolasi pada produk simpanan. Selain Aspergillus dan Penicillium dikategorikan pula dalam
fungi penyimpanan adalah Absidia, Mucor, Rhizopus, Chaetomium, Scopulariopis,
Paecylomices, dan Neurospora. Ibasidia, Mucor dan Rhizopus pada umumnya ada hubungannya
dengan kerusakan pada kondisi lembab, karena mereka menghendaki suatu lembab relatif (Rh)
minimum 88% untuk pertumbuhannya, mereka bukanlah fungi pemula kerusakan bahan dalam
penyimpanan (Wallace, 1973). Kekecualian adalah Aspergillus flavus yang dapat menyerang
bahan dilapangan (meski termasuk fungi penyimpanan) demikian pula Fusarium akan dapat
melanjutkan kerusakan bahan bijian dalam gudang (meski termasuk fungi lapangan) bila
kandungan air bahan cukup tinggi (Lillehoj dkk,1975;1976; Caldwell dan Tuite, 1974).
Terdapat beberapa faktor pokok yang akan mempengaruhi perkembangan fungi pada bahan
pangan yang disimpan, antara lain: 1) Kandungan air bijian yang disimpan, 2) suhu ruang
penyimpanan, 3)periode penyimpanan, 4) derajat awal penyerangan oleh fungi sebelum sampai
tempat penyimpanan, 5) banyknya benda-benda asing (bukan bahan sejenisnya) dan 6)
terdapatnya aktivitas serangga dan kutu dalam ruang simpan (Uraguchidan Yamazaki, 1978).
Faktor-faktor seperti disebutkan diatas ditujukan pada bahan dimana fungi tumbuh, maka untuk
pertumbuhan fungi endiri memerlukan faktor fisik-khemis antara lain 1) suhu, 2) aktivitasair
(water activity), 3) tekanan osmosis, 4) pH, 5) potensial oksidasi-reduksi
(Eskin dkk, 1975). Suhu dan aktivitas air sangatlah penting dan perlu mendapat perhatian,
disamping faktor lainnya. Lihatlah dua table dibawah ini. Fungi pada umumnya akan dapat
berkembang baik pada aw sekitar 0,65- 0,80, sedangkan golongan fungi hidrofil diinginkan aw
mencapai 0,89. Dalam kaitannya dengan kelembaban relatif (Rh) yang dapat diukur dari
sekeliling bahan maka umumnya diharapkan kelembaban relatif sekitar 70-80%.
Setiap jenis fungi selain adalah batasan-batasan normal, mempunyai kekhususan diantara spesies
dan lainnya seperti terlihat pada beberapa table kelembaban relatif, suhu dan lainnya. Dibawah
ini diberikan gambaran Rh ruang penyimpanan dan suhu untuk pertumbuhan beberapa fungi
penyimpanan yang penting. Kelembaban relatif minimum untuk perkecambahan fungi umumnya
adalah 75% pada suhu biasa, dalam keadaan iniuntuk setiap bahan bijian akan berbeda
kandungan airnya sesuai komposisi (Pomeranz, 1974). Keseimbangan lembab relatif bijian lebih
penting daripada kandungan air guna mengendalikan kerusakan fungi dalam ruang penyimpanan,
meskipun keduanya mempunyai hubungan erat. Pertumbuhan fungi berkaitan dengan kenaikan
suhu yang dipengaruhi berbagai faktor antara laininaktivitas thermal enzim, kehilangan substrat,
mengecilnya oksigen dan kandungan air atau akumulasi CO2 menjadi terbatas. Hubungan antara
bagian-bagian tersebut sangat kompleks maka kondisi minimum, optimum dan maksimum
sebagaimana tercantum dalam tabel diatas adalah perkiraan (Christensen dan Kaufmann, 1974)
2. Pilih 2 dari cara pembuatan produk dan uraikan jawaban dengan
alasan-alasannya dari tinjauan pengolahan dan pengawetan pada tiap tahap cara
pengolahan produk peternakan berikut:
a. Pembuatan Sosis.
b. Pembuatan Abon.
c. Pembuatan Susu Kental.
d. Pembuatan Yoghurt
PROSES PEMBUATAN SOSIS

Persiapan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan sosis ayam disiapkan sesuai dengan kebutuhan untuk
formula resepnya yaitu dengan proses penimbangan masing-masing bahan. Proporsi masingmasing bahan tersebut akan menghasilkan sifat reologis yang berbeda-beda tergantung
formulanya. Pada tahap ini ada peluang untuk melakukan kreasi dan inovasi resep (the utts
department of agricultural, 1999)

Freezing
Freezing merupakan suatu pembekuan yang paling mudah, membutuhkan waktu yang sedikit
dan mampu menjaga daya tahan bahan maupun produk pengoahan lebih lama. Freezing tidak
dapat mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan
bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu menginaktifkan kerja dari enzim bakteri
pembusuk, sehingga dapat memperlambat kerja dari mikroba pembusuk tersebut (Jeremiah,
1996).

Thawing
Thawing merupakan proses kelanjutan dari proses freezing.thawing akan mengembalikan bahan
baku ataupun produk dari yang semula berbentuk fase padat menjadi fase cair. Dalam daging
beku akan mengembalikan keempukan dari daging. Suhu thawing berkisar antara 100-150C.
(Jeremiah, 1996)
Ada 2 macam thawing yaitu slowly thawing dan rapid thawing. Slowly thawing menggunakan
aliran udara hangat yang akan menyebabkan suhu bahan baku dan produk menjadi meningkat.
Sedangkan cara lambat adalah dengan membungkus bahan baku dengan plstik kemudian dialiri
oleh air. (Forrest et all, 1975)

Penggilingan
Daging ayam dicincang sampai halus. Tujuan dari pencincangan ini adalah pengecilan ukuran
daging ayam hingga mencapai ukuran seragam guna pembentukan emulsi pada produk sosis.
Kemudian daging yang telah digiling, ditimbang beratnya untuk memkudahkan pemberian
bumbu-bumbu. (Forrest et all, 1975)

Pemberian bumbu dan Pencampuran
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis menurut Lewis (1984)adalah lada, pal ,
bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang digunakan tergantung selera,
daerah dan aroma yang dikehendaki. MenurutAmertaningtyas (2001)setelah daging dicincang
halus , bumbu-bumbu ditambahkan pada adonan daging cincang kemudian dicampur hingga
merata. Sluri dibuat dari bumbu-bumbu dan garam menggunakan dua gelas air lalu dicampur
merata. Penambahan air bertujuan untuk memecah curing ingredients, memfasilitasi proses
pencampuran dan memberikan karakteristik tekstur dan rasa pada produk sosis.

Emulsifikasi
Emulsifikasi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung
paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur , satu diantaranya didispersikan sebagai
globula-globula dalam fase cair lain. Fase yang didispersikan disebut sebagai fase terdispersi dan
fase yang mendispersikan disebut sebagai fase kontinu(Martanti,2000)
Struktur produk daging misalnya sosis hati , frankfurter dan bologna adalah contoh emulsi lemak
dalam air. Lemak membentuk fase disperse dari emulsi sedangkan air yang mengandung protein
dan garam terlarut membentuk fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak
sebagai pengemulsi mempunyai afinitas,baik terhadap air yaitu porsi molekul hidrofilik ,
maupun terhadap lemak yaitu molekul hidrofobik(Forrest et all, 1975)
Kapasitasprotein dan air mengikat globula tau partikel-partikel lemak di dalam suatu emulsi
disebut kapasitas emulsi. Protein daging yang larut dalam air, terutama adalah protein
sarkosplasmik. Protein miofibrilar merupakan agensia pengemulsi yang lebih efisien dan
mempunyai pengaruh terhadap peningkatan stabilitas emulsi yang lebih besar dibandingkan
protein daging lainnya , misalnya protein sarkoplasmik(Soeparno,1992)

Stuffing
Menurut Hui(1992) stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam selongsong.
Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe sosis, ukuran kemudahan proses,
penyimpanan serta permintaan konsumen.

Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi / mengeluarkan sbagian air dari suatu
bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energy panas. Biasanya
kandungan air bahan dikurangi sampai batas agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya.
Kadar air berpengaruh terhadap tekstur(Mujumdar,1995)
Menurut Desrorier(1978) pengeringan bahan pangan dengan sinar matahari dapat menurunkan
kandungan air dan menyebabkan pemekatan dari bahan-bahan yang ditinggal seperti karbohidrat,
lemak , protein sehingga bahan pangan memilikikualitas simpan yang lebih baik.

Pemasakan
Prosess pemasakan bertujuan agar daging sosis menjadi matang, meningkatkan keempukan
daging, meningkatkan kekompakan struktur daging karena terjadi koagulasi protein dan
dehidrasi sebagian untuk memberika rasa dan aroma tertentu, memberikan warna yang lebih
menarik karena denaturasi mioglobin pembentukan nitrosihemokrom, pasteurisasi sosis dan oleh
karenanya memperpanjang masas simpan produk sosis. Pemasakan dapat dilakukan dengan
perebusan, pengukusasn, pengasapan, maupun kombinasi dari ketiganya selama 45-50
menit(Forrest, et al , 1975)
Proses pemasakan sosis dengan pemanasan adalah memanaskan produk sosis hingga suhu
produk mencapai 65-700 C suhu ini cukup untuk membunuh mikroba ynag terdapat
didalamnya(Purnomo, 1992).

Cooling
Proses ini bertujuan untuk menjaga agar produk makanan teteap awet dan mikroba pembusuk
yang tidak mati ataupun sel vegetatiifnya menjadi tidak aktif. Suhu chilling biasanya berkkisar
antara 00 C-50 C bila terlalu lebih dari 50 C dikuatirkan bakteri tetap bekerja dan bila kerja enzim
dari mikrobia pathogen maupiun pembusuk tetap aktif , maka akan menyebabkan bahan pangan
tersebut akan lebih cepat rusak, serta toksik bahkan akan juga menyebabkan keracunan terhadap
makanan tersebut(Geremia, 1996).

Pengemasan
Menurut Paine dan Paine (1992) beberapa syarat syarat bahan pengemas untuk bahan yang
dibekukan adalah sebagai berikut:
a)
Harus mampu memberikan proteksi terhadap kemungkinan adanya dehidrasi. Dalam
keadaan udara kering (suhu dingin) bahan pangan cenderung akan kehilangan air.
b)
Adanya oksigen bagi produk beku akan mempercepat terjadinya rancidity terutama bahan
yang mengandung lemak sehingga bahan pengemas mampu menghalang masukn ya oksigen
c)
Bila terjadi dehidrasi dan oksidasi dalam bahan pangan yang dikemas menyebabkan
terjadinya freezeburn, permukaan bahan pangan akan mengalami pemucatan warna dan
kemunduran tekstur(bahan pengemas mampu menghalangai penguapan bahan organic sehingga
aroma dan flavor bahan dapat dipertahankan)
d) Bagian dari wadah terluar dapat digunakan agar embun udara atmosfer tidak meresap dalam
wadah, bila terjadi peresapan uap air kedalam bahan yang dikemas mengakibatkan pembekuan
yang berlebihan

Penyimpanan
Factor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi: (Buckle, et al, 1987)
a)
jenis dan bahan baku yang digunakan,
b)
metode dan keefektifan pengolahan,
c)
jenis dan keadaan kemasan,
d) perlakuan mekanis yang cukup berat dalam produk yang dikemas dala penyimpanan, dan
distribusi dan juga pengaruh yang ditimbulkan oleh suhu dan kelembaban penyimpanan.
Setiap system atau jenis bahan pangan dalam suatu kondisi naik mempunyai daya simpan yang
potensial, potensi ini dapat hilang dengan cepat oleh perlakuan mekanis yang cukup berat.
Pengemasan yang tidak memadai dan kondisi penyimpanan yang jelek(desrosier,1978)
Penentuan kualitas sosis ynag difermentasi kini dilakukan dengan:
a)
Pengukuran keasaman,
b)
Kadar air ,
c)
Aw disamping uji organpoleptik
Penggunaan kultur pemula dalam proses fermentasi membutuhkan kondisi hygiene selam
pengolahan karena kontaminasi kan sangat berpengaruh pada proses fermentasi. Pertumbuhan
jamur pada permukaan sering dijumpai terjadi pada sosis yang diolah secara fermenytasi dan
pertumbuhan ini diakibatkan oleh kondisi panas serta kelembaban dalam ruang pemasakan
Tahapan proses pembuatan yoghurt adalah pemanasan, pendinginan dan pemeraman, bila
yoghurt akan dikonsumsi dalam bentuk flavoured yoghurt, maka tahapan proses
dilanjutkan dengan penambahan gula sebagai pemanisan dan flavoured, pengemasan dan
pembekuan.

Pemanasan
Pemanasan ini bertujuan untuk mematikan semua mikroba yang ada pada susu seperti
Mycobacteriumtubercolis, micrococcus dll, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri stater.
Disamping itu juga untuk menurunkan kandungan air pada susu sehingga pada akhirnya akan
diperoleh yoghurt dengan konsistensi yang cukup padat.
Pemanasan susu ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain sebagai berikut :
Susu dipanaskan pada suhu tinggi (dibawah suhu didih) dalam jangka tertentu hingga volumenya
berkurang menjadi 2/3 dari jumlah semula, patokannya adalah volume susu (pemanasan tidak
sampai mendidih
1. Susu dipanaskan dengan menggunakan kombinasi suhu dan waktu sebagai berikut :
85C – 90C selama 10 – 15 menit
80C – 85C selama 15 – 20 menit

Pendinginan
Proses ini bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimum bagi bakteri
Starter , pendinginan dikerjakan sampai suhu 43-45 derajat C, kemudian
Setelah suhu tercapai ditambahkan bakteri starter 2-3 % dari jumlah susu

Pemeraman atau Inkubasi
Pemeraman dapat dilakukan pada suhu 37 derajat C selama 24 jam atau dalam inkubator dengan
suhu 45 derajat C selama 4-6 jam , Incubasi dihentikan bila telah tercapai keasaman 4 – 4,5.
Setelah pemeraman ini biasanya yoghurt bisa langsung dikonsumsi sebagai plain yoghurt.
Pengemasan yoghurt
1. Lakukan penyaringan pada susu segar dengan menggunakan kain saring atau penyaring
lain untuk menghilangkan kotoran pada susu
2. Panaskan susu dengan menggunakan suhu 82 derajat C pertahankan selama 20 menit,
sambil diaduk sesering mungkin agar tidak terjadi bau sangit pada susu
1. Dinginkan sambil dilakukan pemisahan Cream susu, suhu akhir pendinginan adalah 43
derajat C
2. Tambahkan Starter sebanyak 2-3 % dari jumlah susu ( 30 ml setiap 1 liter susu ), diaduk
sampai homogen
3. Lakukan incubasi pada suhu ruang selama 24 jam, atau pada suhu 45 derajat C selama 46 jam
4. Untuk produk flavoured yughurt langkah berikutnya adalah;
-
Hancurkan pasta dengan menggunakan blender / mixer
-
Tambahkan larutan gula dan essence
-
Kemas dan dinginkan / bekukan
Download