FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIDAKHARMONISAN UMAT BUDDHA DI KABUPATEN PESAWARAN SKRIPSI Oleh: NURSANTI NIM 0250112020510 Disusun dan Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Dharmaduta Buddha (S.Dt.B.) Jurusan Dharmaduta SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA TANGERANG BANTEN 2016 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIDAKHARMONISAN UMAT BUDDHA DI KABUPATENEN PESAWARAN Oleh: Nursanti [email protected] Abstrak Nursanti. 2012. Factors Contributing Disharmony Pesawaran Buddhists in the District. Thesis, Kepenyuluhan Studies Program, Department Dharmaduta Buddhism College of Sriwijaya Tangerang, Banten. Supervisor I : Waluyo. M.Pd., Supervisor II : Sabar Sukarno, S.Ag, M.Pd.B., M.M. Key words : Factors Contributing to Disharmony This study aimed to describe the factors that cause disharmony in the District Pesawaran Buddhists. The research was conducted in July to August 2016. The data collection techniques used were observation, interviews, and documentation. Data were analyzed using Miles and Huberman interactive model of data collection, reduction, display, and conclusion. The validity of the data obtained by credibility, transferability, dependability, and confirmability. Credibility use various ways to extend the time of the study, improve endurance, triangulation, negative case analysis, member check, and use of reference materials. The results showed that there are factors of disharmony and effort to overcome the disharmony. Factors disharmony known through characteristics in joint activities, type of activity, and factors. Efforts to overcome the disharmony is done by a process in Vesak activities together, the benefits of joint activities, and solutions. Pendahuluan Agama merupakan ajaran yang mempunyai nilai-nilai yang luhur, seperti kebaikan, keadilan, kebijaksanaan, kesucian, kebersamaan, dan kebahagiaan. Selain itu agama juga mengajarkan cinta kasih terhadap sesama manusia ataupun ke semua makhluk hidup tanpa membedakan perbedaan latar belakang. Di sisi lain, agama juga dipandang memiliki peran dalam timbulnya konflik. Ada beberapa penyebab permusuhan ataupun konflik antarsekte dalam kelompokkelompok yang di sebabkan oleh perbedaan ajaran. Agama menjadi ideologi, kepercayaan sekelompok orang yang tertutup, dan agresif. 1 2 Beberapa permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat disebabkan oleh perbedaan penafsiran ajaran agama. Konflik antaragama sering terjadi manakala masing-masing penganut mengklaim kebenaran agamanya. Penyebab konflik sangat kompleks, sumber daya, ekonomi, sosial, dan politik (Baso, 2007: 24). Secara alami hal tersebut terjadi karena adanya kondisi objektif yang mendukung timbulnya konflik (Wirawan, 2010: 7). Berbagai konflik yang berlatar belakang suku, agama, ras dan antargolongan keterbatasan pemahaman umat beragama terhadap agamanya sendiri maupun dengan orang lain kerap berakibat permusuhan karena perbedaan pendapat. Fenomena ini terjadi pada internal umat Buddha. Ketidakharmonisan yang terjadi antarumat beragama Buddha di pesawaran sering terjadi karena perbedaan pemahaman atau penafsiran terhadap hal yang bersifat doktrin, seperti dalam penentuan tanggal hari raya Waisak bersama. Ketidakharmonisan antara umat Buddhayana dan Theravada dilatarbelakangi kurangnya pemahaman keagamaan dan perbedaan pendapat mengenai konsep ajaran agama Buddha. Dalam syair Citta Vagga menjelaskan, sebagai berikut: Pikiran sangat sulit untuk dilihat, amat lembut dan halus, pikiran bergerak sesuka hatinya. Orang bijaksana selalu menjaga pikirannya, seseorang yang menjaga pikirannya akan berbahagia (Bodhi, 2010: 36). Hal ini membuat jumlah umat agama Buddha di Pesawaran semakin menurun. Ketidakharmonisan antar umat dua sekte tersebut dapat diamati ketika saling mengadakan acara bersama seperti Waisak bersama, Triwulan, dan Buddhist Camp. Kurangnya pemahaman terhadap permasalahan yang telah terjadi, mengakibatkan ketidakharmonisan agama Buddha di Kabupaten Pesawaran. 3 Faktor-faktor yang mengakibatkan permasalahan yaitu melalui desas-desus mengenai perbedaan sekte dan ajaran. Kurangnya pembinaan terhadap umat Buddha menyebabkan terjadinya permusuhan dan ketidakharmonisan terhadap umat agamanya sendiri. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Peneliti mencatat berbagai macam hal yang berhubungan dengan faktor-faktor penyebab ketidakharmonisan. Penelitian dilakukan di Vihara Sakyamurti dan Jinamargadipa di Kabupaten Pesawaran pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2016. Subjek penelitian ini meliputi ketua vihara, muda-mudi, dan umat. Objek penelitian adalah faktor-faktor penyebab ketidakharmonisan umat Buddha di Kabupaten Pesawaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik nontes, melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi dilakukan dengan cara mengamati proses faktor-faktor penyebab ketidakharmonisan, kemudian peneliti membuat catatan sebagai hasil dari observasi tersebut. Wawancara dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada ketua vihara, muda-mudi, dan umat berdasarkan pedoman wawancara. Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai macam dokumen berupa deskripsi sejarah Vihara Sakyamurti dan Jinamargadipa, visi dan misi vihara, rencana pelaksanaan kegiatan bersama, dan foto. Teknik keabsahan data dalam penelitian ini mengacu pada model yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 270), meliputi credibility, transferability, dependability, dan confirmability. Penelitian ini menggunakan teknik analisis 4 interaktif Miles dan Huberman. Teknik analisis tersebut terdiri dari tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan atau pengujian kesimpulan. Hasil Penelitian Vihara Sakyamurti terletak di Desa Panggung Asri, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pesawaran. Dibangun pada tanggal 12 Mei 1967 di bawah naungan Majelis Buddhayana yang dibangun di tanah Romo Jaimen. Pada tanggal 19 Februari 1977 Vihara Sakyamurti diresmikan dan diketuai oleh Romo Paiman. Vihara Sakyamurti berada di tengah masyarakat yang majemuk, baik dari segi agama maupun etnis dengan didominasi oleh orang jawa dan lampung. Masyarakat di sekitar Vihara Sakyamurti termasuk masyarakat yang beragama Buddha, berprofesi sebagai petani atau buruh tani, pedagang, dan karyawan yang bekerja di daerah kota yang merupakan kawasan industri. Potensi alam yang dimiliki oleh daerah sekitar Desa Panggung Asri adalah pertanian serta perkebunan pohon kelapa sawit, singkong, jagung, kopi, kopi coklat,dan pohon karet. Vihara Jinamargadipa terletak di Desa Margorejo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pesawaran. Vihara Jinamargadipa dibangun pada tanggal 1 Mei 1960 di bawah naungan sekte Theravada yang dibangun di tanah Bapak Surajo. Vihara tersebut diresmikan pada tanggal 26 Juli 1961 oleh Romo Sadiman dan bhikkhu yang berasal dari Kota Metro. Umat Buddha di Vihara Jinamargadipa berprofesi sebagai petani, pedagang, dan karyawan yang berkerja di daerah kota yang merupakan kawasan industri. Potensi alam yang dimiliki oleh daerah sekitar 5 Vihara Jinamargadipa adalah pertanian atau perkebunan karet, kelapa sawit, jagung, padi, dan sayuran. Berdasarkan judul penelitian tentang faktor-faktor penyebab ketidakharmonisan umat Buddha di Kabupaten Pesawaran, peneliti menentukan fokus penelitian pada (1) faktor penyebab dari ketidakharmonisan umat Buddha di Kabupaten Pesawaran; (2) usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi ketidakharmonisan umat Buddha di Kabupaten Pesawaran. Berdasarkan penelitian terdapat data yang ditemukan dalam penelitian ini yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga tema yaitu karakteristik kegiatan bersama, jenis kegiatan, faktor-faktor, proses umat Buddha dalam kegiatan bersama, manfaat kegiatan bersama, dan solusi. Data kegiatan yang diperoleh berupa hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini diketahui bahwa kegiatan bersama yang mempunyai kendala serta permasalahan. Pembimas memberikan peyuluh di setiap vihara di Kecamatan Pesawaran. Tabel 1 Display Data Tema Fokus Penelitian Faktor-faktor Karakteristik dalam ketidakharmonisan kegiatan bersama Jenis kegiatan Faktor-faktor Usaha untuk Proses umat Buddha mengatasi dalam kegiatan Waisak ketidakharmonisan bersama Subtema a. Tujuan kegiatan bersama b. Kendala c. Kegiatan bersama diadakan berpindah-pindah a. Kegiatan Waisak bersama, Triwulan, dan Buddhist Camp yang mengakibatkan ketidakharmonisan b. Kegiatan pentas seni c. Kegiatan Buddhist Camp d. Dhammadesana a. Fanatik b. Perbedaan sekte a. Pendataan umat b. Motivasi umat Buddha 6 Manfaat kegiatan bersama Solusi a. Meningkatkan kerukunan a. Kepenyuluhan Pembahasan Kegiatan bersama adalah suatu sistem yang membentuk umat yang belum belajar menjadi lebih baik setelah mengikuti proses kegiatan tersebut. Idealnya penyelenggara umat memiliki kriteria berupa tujuan yang merupakan indikator berhasil atau tidaknya umat, serta perubahan yang terjadi pada perilaku umat setelah mengikuti proses kegiatan. Agama Buddha memiliki kegiatan yang dapat menumbuhkan toleransi antarumat. Kegiatan tersebut diadakan setiap hari besar agama Buddha seperti perayaan Waisak. Kegiatan Waisak bersama, triwulan dan Buddhist Camp umumnya mengikuti kegiatan tersebut yang telah ditetapkan oleh Majelis Buddhayana, atau Kementerian Agama. Pengembangan kegiatan bersama dapat dilakukan dengan secara kebersamaan. Kegiatan tersebut memiliki hal yang mempunyai kebersamaan dengan umat Buddha di Kabupaten Pesawaran. Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor ketidakharmonisan diketahui dari tujuan kegiatan bersama. Pandita Sastro Rino menjelaskan bahwa umat jarang mengikuti kegiatan bersama yang diadakan di vihara. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Ibu Sariyem yang menyatakan bahwa umat Vihara Jinamargadipa di Desa Margorejo susah untuk diajak kumpul bersama. Tujuan kegiatan bersama tersebut untuk mengetahui permasalahan umat Buddha yang kerap terjadi di Kabupaten Pesawaran. Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa umat vihara tidak aktif mengikuti kegiatan bersama yang diadakan oleh vihara lain. 7 Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakharmonisan antarumat yaitu fanatik dan perbedaan sekte. Pandangan terhadap perbedaan sekte membuat beberapa umat memiliki sifat fanatik. Romo Rino mengatakan bahwa umat Margorejo memiliki sifat fanatik sehingga sering tidak mengikuti kegiatan bersama seperti kegiatan Waisak bersama, triwulan, dan Buddhist Camp. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Ibu Semi yaitu umat selalu membicarakan perbedaan sekte dan fanatik. Bentuk fanatik yang dilakukan seperti perbedaan sekte karena setiap Majelis Buddhayana mengadakan kegiatan bersama dari sekte Theravada jarang menghadiri kegiatan tersebut. Usaha untuk mengatasi ketidakharmonisan umat Buddha di Pesawaran yaitu dengan cara kepenyuluhan. Romo Rino menjelaskan bahwa untuk mengatasi usaha ketidakharmonisan antarumat beragama dengan memberikan materi yang menjelaskan tentang kerukunan dan gotong royong . Ibu Sariyem mengatakan bahwa usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi ketidakharmonisan yaitu Bhante melakukan penyuluhan untuk menyatukan umat Buddha di Kabupaten Pesawaran, tetapi kebanyakan umat menghiraukan apa yang sudah Bhante jelaskan. Umat sering duduk berkelompok dan berbicara sendiri-sendiri, sehingga panitia jenuh untuk menegur umat yang berkelompok. kendala yang dialami saat mengatasi ketidakharmonisan yaitu umat merasa tersinggung disaat diberikan penyuluhan mengenai kerukunan, sulit untuk mendengarkan, partisipasi dalam kegiatan kurang, jadwal kegiatan tidak teratur, kesulitan transportasi, dan kurangnya keikutsertaan remaja. Apa bila solusi dapat dilaksanakan dengan baik maka kendala dapat diatasi. Solusi mengatasi ketidakharmonisan dilakukan dengan mengadakan berbagai kegiatan bersama (1) 8 proses umat Buddha dalam kegiatan bersama yaitu pendataan umat dan motivasi umat Buddha; (2) manfaat kegiatan bersama yaitu meningkatkan kerukunan; (3) solusinya yaitu kepenyuluhan. Dengan demikian kegiatan bersama menjadi usaha untuk meningkatkan keharmonisan antarumat Buddha di Kabupaten Pesawaran. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor penyebab ketidakharmonisan yaitu fanatik dan perbedaan sekte. Pandangan terhadap perbedaan sekte membuat beberapa umat memiliki sifat fanatik sehingga sering tidak mengikuti kegiatan bersama. Hal tersebut membuat intensitas pertemuan umat sedikit dan memicu adanya ketidakharmonisan antarumat. Solusi dalam mengatasi ketidakharmonisan yaitu diadakannya berbagai penyuluhan, pendataan, dan motivasi. Kegiatan tersebut dilakukan dengan memberikan materi tentang kerukunan dan mengajak umat untuk bersosialisasi dengan umat lain sehingga dapat mengkondisikan umat Buddha di Kabupaten Pesawaran hidup harmonis. Saran Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yaitu bagi pengurus vihara hendaknya mendukung kegiatan bersama antarumat vihara dengan tujuan untuk menjalin solidaritas dan keharmonisan antarumat. Para umat hendaknya aktif mengikuti kegiatan bersama supaya terjalin hubungan harmonis dengan umat dari vihara lain. Ketua vihara hendaknya memberikan motivasi dan memanfaatkan program kegiatan bersama sebagai tempat untuk menyatukan antarumat Buddha menjadi lebih harmonis. Pembimbing masyarakat (pembimas) 9 Buddha hendaknya memperhatikan toleransi dan memberikan penyuluhan mengenai keharmonisan atau kerukunan. Daftar Pustaka Baso, Ahmat. 2007. Peran KUA dalam Pembinaan Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: CV Prasasti. Bodhi, Giri. 2010. Citta Vagga. Jakarta: Vihara Bodhisattva. Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik. Jakarta: Salemba Humanika.