I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Inggris

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa asing yang mempunyai
peranan penting dalam dunia pendidikan, diajarkan mulai dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Namun, banyak lulusan sekolah lanjutan tidak dapat
menggunakan bahasa tersebut untuk berkomunikasi sehari-hari. Pembelajaran
bahasa Inggris di Sekolah berfungsi sebagai alat pengembangan diri siswa dalam
bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Setelah menamatkan studi, mereka
diharapkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang cerdas,
terampil dan berkepribadian serta siap berperan dalam pembangunan nasional .
Pembelajaran bahasa Inggris di SMA meliputi keempat keterampilan berbahasa
yaitu: membaca, menyimak, berbicara dan menulis. Semua itu didukung oleh
unsur-unsur bahasa lainnya, yaitu: Kosa Kata, Tata Bahasa dan Pronunciation
sesuai dengan tema sebagai alat pencapai tujuan.
Dari ke empat keterampilan berbahasa di atas, pembelajaran keterampilan
berbicara
ternyata
kurang
mendapat
perhatian.
Siswa
belum
mampu
berkomunikasi walaupun dalam bahasa Inggris yang sangat sederhana. Kejadian
ini juga didukung dengan adanya latar belakang budaya malu dari siswa.
Sebagian besar siswa yang ditemui oleh peneliti mengalami rasa malu dan takut
untuk berbuat salah dalam belajar bahasa Inggris. Keadaan ini terjadi disekolah
peneliti di SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran.
Budaya pembelajaran bahasa Inggris harus di bedakan dari pembelajaran
pelajaran lainnya hal ini karena tujuan pembelajaran setiap pelajaran berbeda.
Sebuah kelas bahasa Inggris, seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berlatih bahasa yang sedang mereka pelajari, dan tugas seorang guru di
dalam kelas hanya sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Dengan kata
lain, bahwa kegiatan pembelajaran bahasa harus dibuat menarik dalam suasana
kondusif, siswa harus didorong berani bereksperimen dengan bahasa dan
menggunakan bahasa dalam suasana riang untuk menyatakan pendapat atau
perasaannya (Siswandi, 2008: 11)
Keempat keterampilan berbahasa tersebut harus diberikan dalam satu
kesatuan dalam proses pembelajaran. Hal ini tertulis seperti apa yang
diamanatkan dalam kurikulum bahasa Inggris, bahwa keahlian berbahasa
ditunjukkan dengan kombinasi dari keempat keahlian tersebut. Artinya, keahlian
berbahasa tersebut harus mencakup secara keseluruhan antara keempat
keterampilan secara seimbang. Hal tersebut sejalan dengan apa yang tercantum
dalam kurikulum 2006 (KTSP) bahwa untuk SMA/MA diharapkan para peserta
didik dapat memiliki kemampuan mengembangkan kompetensi berkomunikasi
dengan bahasa Inggris, tidak hanya dalam bentuk tertulis tetapi juga lisan untuk
mencapai tingkat literasi tertentu (Siswandi, 2008: 12)
Tingkat literasi mencakup performative, functional, informational, dan
epistemic. Pada tingkat performative, orang mampu membaca, menulis,
mendengarkan, dan berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan. Pada
tingkat functional, orang mampu menggunakan bahasa untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, manual atau petunjuk.
Pada tingkat informational, orang mampu mengakses pengetahuan dengan
kemampuan berbahasa, sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu
mengungkapkan pengetahuan ke dalam bahasa sasaran (Siswandi, 2008: 12)
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan
tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran,
perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.
Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan
berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan
dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan inilah
yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu
berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris.
Pembelajaran bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Gedong Tataan Kabupaten
Pesawaran lebih terfokus pada aspek keterampilan membaca dan mendengarkan
saja, karena keterampilan ini yang banyak di ujikan pada saat ujian nasional..
Padahal, belajar bahasa seharusnya tidak berorientasi pada kedua keterampilan itu
saja melainkan harus diberikan sesuai dengan porsi yang seimbang antara
keempat keterampilan berbahasa.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya
kualitas pembelajaran bahasa Inggris khususnya keterampilan berbicara belum
dimanfaatkannya bahan pelajaran dalam keterampilan berbicara (speaking) secara
maksimal. Keterampilan berbicara (speaking) belum banyak mendapatkan
perhatian dengan porsi pembelajaran yang seimbang. Sehingga seringkali
pembelajaran keterampilan speaking disajikan sebatas pada penjelasan-penjelasan
mengenai fungsi ungkapan-ungkapan bahasa, tanpa memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memperaktikkan ungkapan-ungkapan itu.
Keterampilan berbicara merupakan salah satu indikator kualitas
pembelajaran bahasa, termasuk bahasa Inggris. Kegiatan belajar melalui interaksi
akan membantu siswa untuk mengingat aspek-aspek bahasa. Selain itu dengan
diadakan latihan secara berulang-ulang merupakan cara yang efektif untuk
menanamkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, upaya peningkatan pemahaman
siswa dalam hal ini kemampuan berbicara harus dimulai dari peningkatan prestasi
belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Inggris. Prestasi belajar adalah
kemampuan seorang individu (siswa) yang telah dicapai setelah melakukan
kegiatan belajar. Kemampuan belajar ini dapat dilihat dari hasil yang telah
dicapainya setelah melakukan kegiatan belajar, yang dapat ditelaah dalam bentuk
nilai atau kemampuan dalam melakukan sesuatu. Dengan demikian, prestasi
belajar mata pelajaran bahasa Inggris dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam
berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris (Roestiyah, 2001: 36).
Tujuan pembelajaran bahasa Inggris, baik di sekolah dasar, sekolah
menengah, maupun di perguruan tinggi tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kebahasaan kepada siswa, tetapi bagaimana agar siswa itu terampil
dalam menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah yang berlaku. Pembelajaran
tersebut tidak hanya memberikan teori semata, tetapi juga memberikan berbagai
latihan dalam keterampilan berbahasa (language skills).\
Diperolehnya data tentang kemampuan berbicara siswa dalam bahasa
Inggris akan menjadi salah satu masukan yang bermanfaat untuk dijadikan salah
satu landasan perumusan strategi proses pembelajaran oleh guru dan calon guru
pelajaran bahasa Inggris. Selain itu, data tersebut merupakan perbendaharaan
guru bahasa Inggris tentang kondisi peserta didik dalam kaitannya dengan
kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris.
Peran guru sangatlah menentukan dalam pembelajaran, khususnya
kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris. Untuk itu, guru dituntut untuk dapat
menerapkan model pembelajaran yang tepat pada peserta didiknya sehingga ia
memiliki konsep dan kekuatan mengembangkan strategi pembelajaran. Begitu
juga, keterampilan berbicara semestinya menjadi hal yang menarik bagi
siswanya. Pada akhirnya diharapkan dapat membawa siswa ketingkat komunikasi
yang lancar. Yaitu, komunikasi yang didasari oleh minat yang kuat dari siswa.
Jika pemilihan motode atau model pembelajaran dapat dilakukan dengan
tepat, permasalahan dapat dideskripsikan dengan jelas cara pemberian tugas
dilakukan dengan tepat dan benar akan mempermudah siswa untuk mempelajari
bahan ajar yang kompleks, sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar secara
baik sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Untuk
memperoleh
taraf
keberhasilan
optimal
dalam
kegiatan
pembelajaran, diperlukan rangkaian prosedur penyampaian materi ajar tertentu,
misalnya apakah metode pembelajaran yang digunakan sudah tepat, alat atau
media apa saja yang dapat dimanfaatkan dalam proses pencapaian tujuan
pembelajaran tersebut.
Kondisi saat ini menunjukkan dengan masih berlakunya metode
pembelajaran konvensional yang tidak efektif serta pendekatan keterampilan
dengan pembelajaran teoritis menimbulkan kejenuhan bagi siswa, siswa merasa
kurang termotivasi dalam mempelajari Bahasa Inggris. Selain itu, masalah umum
yang dihadapi oleh sebagian besar guru di sekolah adalah kurangnya kemauan
dan kemampuan untuk mengembangkan metode pembelajaran yang nonkonvensional yang dapat membangkitkan motivasi belajar, mengembangkan
seluruh potensi anak didik, menanamkan kehidupan yang demokratis dan
menjadikan masyarakat sebagai sumber belajar. Seorang guru memerlukan
keahlian dalam memilih dan melaksanakan pembelajaran yang terbaik agar ilmu
pengetahuan tersebut dapat diberikan dengan baik di kelas dan siswa yang belajar
dapat menerimanya dengan baik pula. Dengan kata lain dengan pemilihan metode
pembelajaran yang semakin baik maka proses pembelajaran juga akan semakin
baik. Hal ini menunjukkan kurangnya kemauan dan kemampuan guru untuk
mengembangkan metode pembelajaran yang non-konvensional yang bersifat
student centered yang dapat membangkitkan aktivitas belajar.
Suasana kelas juga harus diciptakan senyaman mungkin yang dapat
membuat interaksi antara guru dan siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa
karena kegiatan pendidikan adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi
tanpa interaksi antar pribadi. Pada dasarnya dalam PBM terdiri dari tiga
komponen, yaitu pengajar (guru, dosen, tutor), siswa (yang belajar) dan bahan
ajar yang diberikan oleh guru. Karena belajar adalah proses pribadi dan juga
proses sosial, yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang
lain dan membangun pengertian serta pengetahuan bersama (Jonson & Smith,
1991 dalam Lie, 2002:6). Secara umum siswa dalam satu kelas terbagi atas tiga
kelompok, yaitu cepat belajar, sedang dan kurang atau lambat belajar.
Menurut pengalaman peneliti, kelas yang dihuni 30 orang bahkan lebih
tidak memungkinkan seorang guru untuk melaksanakan pembelajaran secara
optimal apalagi jika melakukan metode ceramah dimana guru tidak dapat
mengetahui secara pasti kemampuan masing-masing siswa. Oleh karena itu
sebelum melaksanakan proses pembelajaran guru perlu mengetahui kondisi
kemampuan siswa agar dapat memperkirakan apakah siswa akan mampu atau
tidak untuk mencapai tujuan belajar yang akan dilaksanakan nanti. Kondisi siswa
ini merupakan kemampuan awal. Maka penyusunan bahan ajar dan metode
pembelajaran hendaknya menggunakan standar kemampuan awal, sedangkan
untuk mengatasi variasi kemampuan siswa, maka guru perlu menggunakan
metode atau bentuk kegiatan mengajar yang bervariasi pula. Dampaknya adalah
aktivitas siswa pada saat mengikuti pembelajaran bahasa Inggris kurang aktif dan
hasil belajar tentang kemampuan berbicara rendah.
Demikian halnya dalam perencanaan pembelajaran, suasana kelas harus
dirancang sedemikian rupa sehingga siswa mendapat kesempatan untuk
berinteraksi antara yang satu dengan yang lainya. Dalam proses ini diharapkan
siswa dapat saling mengisi kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga
suasana belajar siswa di kelas berlangsung secara aktif dan siswa dapat bekerja
sama tanpa meninggalkan kemampuan individualnya
Dalam pembelajaran berbahasa khususnya bahasa Inggris telah banyak
model pembelajaran yang tersedia, salah satunya adalah model pembelajaran
bermain peran. Model pembelajaran ini dirasakan tepat untuk pembelajaran
bahasa Inggris khususnya keterampilan berbicara. Melaui bermain peran, para
siswa dapat bereksplorasi dengan peran yang dimainkannya tanpa harus takut
untuk berbuat kesalahan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ini jika
dimanfaatkan secara efektif akan dapat (1) menyingkirkan ”keseriusan” yang
menghambat, (2) menghilangkan stres dalam lingkungan belajar, (3) mengajak
orang terlibat penuh, (4) membangun kreatifitas diri, (5) mencapai tujuan dengan
ketidaksadaran, (6) meraih makna belajar melalui pengalaman, dan memfokuskan
siswa sebagai subjek belajar, (7) memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggunakan bahasa (Roestiyah, 2001: 47).
Pembelajaran Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya
ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield dalam
Siswandi 2009). Dalam Role Play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar
kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan
menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, Role Play sering kali dimaksudkan
sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolaholah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan
bahasa Inggris.
Ketika proses pembelajaran dengan menggunakan Role Play siswa
diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, Artinya, siswa diajak secara aktif
melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa
Inggris) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Lebih lanjut prinsip
pembelajaran bahasa menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa, siswa akan
lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan menggunakan bahasa dengan
melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila mereka berpartisipasi, mereka akan
lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari. Jadi, dalam proses
pembelajaran siswa harus aktif. Dengan kata lain tanpa adanya aktivitas, maka
proses pembelajaran tidak mungkin terjadi
Pemilihan pembelajaran dengan bermain peran dilandasi oleh manfaat
dari role play itu sendiri. Adapun manfaat dari penggunaan model Role Play
adalah: pertama, Role Play dapat memberikan semacam hidden practise, imana
siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah
dan sedang mereka pelajari. Kedua, Role play melibatkan jumlah siswa yang
cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, Role Play dapat memberikan
kepada siswa kesenangan karena Role Play pada dasarnya adalah permainan.
Dengan bermain siswa akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa.
Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita ( DePorter, 2000: 10).
Sesuai dengan paparan pada paragraf-paragraf sebelumnya penulis
bermaksud mengadakan penelitian tindakan kelas mengenai peningkatan
kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris dengan pembelajaran bermain
peran. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan pertimbangan yaitu dengan
penelitian ini akan diketahui secara terperinci dan sistematis mengenai
pelaksanaan pembelajaran role play dalam meningkatkan keterampilan berbahasa
Inggris, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, sistem evaluasi dan
prestasi belajar berupa kemampuan berbahasa Inggris.
Selain itu di dalam
penelitian tindakan kelas terdapat tahapan refleksi dan rekomendasi, sebagai
bahan rekomendasi sampai pembelajaran mencapai hasil yang diharapkan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah diungkapkan di
atas maka permasalahan yang ada dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Siswa merasa kurang termotivasi dalam mempelajari bahasa Inggris karena
penyampaian yang monoton.
2. Perenanaan pembelajaran belum memuat langkah-langkah pembelajarn role
play
3. Aktivitas siswa pada saat mengikuti pembelajaran bahasa Inggris kurang aktif
4. Hasil belajar tentang kemampuan berbicara rendah.
5. Kurangnya kemauan dan kemampuan guru untuk mengembangkan metode
pembelajaran yang non-konvensional yang bersifat student centered yang
dapat membangkitkan aktivitas belajar.
6. Proses pembelajaran dilaksanakan dalam kelas besar.
7. Pembelajaran role play belum memuat tahapan perencanaan, pelaksanaan,
sistem evaluasi, keterampilan berbicara dengan pembelajaran role play belum
diketahui
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka perumusan permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI
SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI
SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran?
3. Bagaimanakah sistem evaluasi pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas
XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran?
4. Bagaimanakah keterampilan berbahasa Inggris pada siswa Kelas XI SMA
Negeri 1
Gedongtataan Kabupaten Pesawaran setelah dilaksanakan
pembelajaran bermain peran?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk:
1. Menyusun perencanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas XI
SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran
2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran bermain peran pada siswa Kelas
XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran
3. Mendeskripsikan sistem evaluasi pembelajaran bermain peran pada siswa
Kelas XI SMA Negeri 1 Gedongtataan Kabupaten Pesawaran
4. Mendeskripsikan keterampilan berbahasa Inggris pada siswa Kelas XI SMA
Negeri 1
Gedongtataan Kabupaten Pesawaran setelah dilaksanakan
pembelajaran bermain peran
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya teknologi pendidikan dalam kawasan desain dan
pengelolaan pembelajaran.
1.6.2
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
siswa, guru, serta peneliti.
Bagi siswa, dapat dijadikan motivasi agar bisa mangerti, memahami,
menghayati, menerapkan dan memberi implikasi terhadap pembelajaran
keterampilan berbicara (speaking) yang diterimanya di sekolah.
Bagi guru, merupakan suatu dorongan untuk lebih kreatif dan terampil
dalam memilih bahan ajar sehingga dapat meningkatkan keterampilan berbicara
siswa. Selanjutnya, guru juga termotivasi untuk mencoba model-model
pembelajaran dalam upaya peningkatan kemampuan berbahasa Inggris siswa.
Bagi peneliti, memotivasi peneliti lainnya untuk mengadakan penelitian
lanjutan dan mendalam sehingga bisa memberikan sumbangan konkret bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Bahasa Inggris. Memberikan
pengalaman yang sangat berharga bagi perluasan wawasan keilmuan penulis dan
bermanfaat bagi keprofesionalan penulis.
Download