Bab II - Blog UB

advertisement
BAB II
MANUSIA
Daftar istilah :
- Makhluk :
Menunjuk kepada kenyataan bahwa manusia
adalah ciptaan bukan pencipta.
- Imago Dei :
Secara harafiah berarti gambar/rupa Allah
yang mempunyai arti dasar, potensi relasional
manusia dengan Tuhan.
- Makhluk Religius :
Manusia mempunyai kesadaran religius yakni
mengakui akan adanya kodrat ilahi di atas
manusia, serta selalu berorientasi terhadap yg
dianggap ilahi.
- Makhluk Sosial :
Suatu kecenderungan tetap untuk berorientasi
terhadap sesama yang mengambil bentuk
dalam menciptakan pranata sosial.
- Makhluk :
Manusia diciptakan dengan potensi rasional
yang memungkinkannya mengembangkan
kebudayaan.
- Makhluk etis :
- Manusia mempunyai kesadaran etis untuk
- membedakan yg baik dan tidak serta merta
- mempunyai kebebasan memilih dari dua alter
- natif dan karenanya mempunyai tanggung jawab
- atas pilihannya.
A. Pengantar
Pembicaraan tentang manusia adalah hal
yang sangat pokok dan sentral dalam
kekristenan, karena manusia adalah pusat
kehidupan beragama dan ada pada pusat
pengambilan keputusan etis.
Pembahasan tentang manusia dari perspektif
Kristen dapat menolong kita untuk
memahami berbagai aspek lain dalam
kehidupan beragama, bermasyarakat
maupun dalam pengembangan ilmu dan
teknologi modern, termasuk berbagai
permasalahan yang muncul dalam kehidupan
manusia.
B. Apakah manusia ?
Pemazmur dalam menyaksikan kemuliaan
langit, mengajukan pertanyaan, Apakah
manusia…..” (Mzm. 8:4; Ayb. 7:17-18; Mzm.
144:3; Ibr. 2:6).
1. Manusia Adalah Makhluk Ciptaan
Allah (Kej. 1 dan 2)
Fakta yang pertama dari kesaksian Alkitab
tentang manusia adalah bahwa ia makhluk
ciptaan Allah (Kej. 1:26-28; 2:7; Ayb 33:4;
Why 4:11; Mzm. 19:14-16; 104:30;
1 Kor. 11:9; Yes. 45:12).
Allah berkata “Baiklah kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita…”
(Kej. 1:26-27). Dua kata yang dipakai dalam
catatan Kejadian. Kata tersebut adalah
“ Menciptakan” dan “Menjadikan”
(Kej. 1:26; 2:1-3).
Kata “menciptakan” berarti membuat sesuatu
dari ketiadaan, menjadikan ada”.
Kata “menjadikan” membentuk bagaikan
seorang pengrajin membentuk suatu bejana
tanah liat.
Jadi Allah menciptakan manusia dalam hal roh
dan jiwanya (za. 12:1) tetapi Allah menjadikan
manusia dalam hal tubuhnya (Kej. 2:7).
Apa implikasi kemakhlukkan manusia?
Sbg makhluk, pertama-tama ia tergantung
kepada Allah khaliknya dan sumber
kehidupannya. Namun sebagai makhluk
ciptaan Allah, maka Allah berdaulat atas
hidup dan tujuan manusia.
Karena itu manusia yang menerima
kemakhlukkannya, akan menerima pula
kedaulatan Allah atas hidup dan tujuan
hidupnya.
Itulah sebabnya secara hakiki, manusia
selalu mendambakan relasi dengan Tuhan.
Sebagai makhluk ia bukan saja tergantung
kepada Allah sebagai sumber hidup, tetapi
bahwa Allah berdaulat atas hidup dan
tujuan hidup manusia.
Alkitab menggambarkan hub manusia dgn
Allah penciptaNya, sbg tanah liat ditangan
penjunan. Allah berhak dan berdaulat utk
tujuan apa benda-benda atau peralatan
tanah liat dibuatNya.
Demikianlah manusia di tangan Allah pencipta, tujuan hidupnya ditentukan oleh
Tuhan.
2. Manusia Adalah Gambar dan Rupa Allah
(Imago dei)
Gambar bhs Ibrani = tselem  gambar
yang dihias, suatu bentuk dan figur yang
representatif. Satu gambar dalam penger
tian yang nyata (2 Raja 11:18, Yeh. 23:14,
Am. 5:26).
Rupa bhs Ibrani = demuth  mengacu
pada arti kesamaan tapi lebih bersifat
abstrak atau ideal.
Manusia dalam hal tertentu merupakan
refleksi yang nyata dari Allah.
Arti yang paling mendasar yakni: potensi/
kemampuan manusia untuk berhubungan
atau merespon Allah, dan dalam arti ini
manusia adalah makhluk religius.
Manusia diciptakan sebagai gambar Allah
berarti bahwa manusia diciptakan
sedemikian rupa untuk menjadi pihak lain
dengan siapa Allah berkomunikasi
(menyatakan diri dan kehendaknya serta
menuntut responnya).
Kenyataan bahwa Alkitab menyatakan
bahwa Allah berfirman/memberi
perintah kepada manusia adalah bukti
bahwa manusia dapat menyatakan
hubungan dengan Allah.
Penciptaan manusia sbg gambar Allah
memungkinkan terjadinya sesuatu antara
Allah dan manusia, yaitu makhluk dengan
siapa Allah berhubungan dan kepada siapa
Ia berfirman (band Kej. 1:27).
Implikasinya bagi tanggung jawab manusia :
1. Bahwa manusia selalu mendambakan
relasinya dengan Allah.
2. Kesadaran akan adanya kodrat ilahi
di atas manusia, dan yang tak terbatas ini,
mendorong manusia untuk selalu kagum,
takjub, dan rendah hati sehingga mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya.
3. Manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial menunjuk
kepada kenyataan bahwa manusia adalah
tdk sendirian dan selalu dlm keterhubunganya
dengan orang lain dan berorientasi kepada
sesama. (Kej. 2:18).
Kejadian 2:18 menyatakan bahwa tak baik
kalau manusia itu sendiri, dan karena itu Allah
menciptakan penolong yang sepadan.
Hal ini tak hanya terbatas pada manusia jenis
kelamin yang lain, tetapi juga bahwa manusia
sendirian adalah tidak baik.
Allah menghendaki manusia hidup dengan
sesamanya.
Ahli teologi mengatakan : bahwa hanya dalam
hubungan dengan orang lain kita memahami
dan menemukan hakikat kita sebagai manusia
Hal ini membawa implikasi bahwa manusia
selamanya dan selalu berorientasi kepada
sesamanya.
Manusia tak tahan dalam kesendirian.
Orientasi kepada sesama juga menyebabkan
lahirnya berbagai pranata dan lembaga sosial
(misalnya keluarga, komunitas dari lokal
sampai internasional, maupun pranata politik,
ekonomi, dan lain-lain). Dengan kata lain,
lahirnya berbagai pranata manusia sebagai
makhluk sosial.
4. Manusia Sebagai Makhluk Rasional dan
Berbudaya
Menurut Alkitab, Allah memberi perintah
kepada manusia untuk memerintah, menaklukkan alam semesta serta memeliharanya,
menunjukkan adanya hubungan yang tak
terpisahkan antara manusia dengan alam
semesta ini.
Inilah yang biasanya disebut sebagai tugas
kemandatarisan manusia (manusia sebagai
mandataris Allah) dalam arti pelaksana dan
wakil Allah dalam memerintah dan melihara
alam semesta ini. Kej. 1:18
Jadi berbudaya adalah perintah atau mandat
yang kita sebut dengan mandat kebudayaan.
Tetapi mandat itu hanya bisa dilaksanakan
karena Tuhan memperlengkapi manusia dgn
potensi rasional (kemampuan rasional) yang
menjadi salah satu ciri khas manusia
dibandingkan dengan makhluk ciptaan yang
lain, bahkan dengan binatang yang paling
cerdas sekalipun.
Dalam kekristenan, kita mengenal "Hukum
kasih" yakni yang kita sebut "Hukum Utama".
Dalam hukum utama Tuhan Yesus menuntut
agar kita "mengasihi Allah dengan akal budi."
(band. Mat. 22:37-38).
Jadi di sini potensi rasional manusia dengan
segala produk dan hasilnya, perlu dipakai
untuk mengasihi Allah juga.
5. Manusia Sebagai Makhluk Etis.
Alkitab menggambarkan bahwa manusia
diberi "hukum" (nomos) oleh Allah dalam
bentuk larangan memakan buah pohon
pengetahuan hal yang baik dan jahat (band.
Kej. 2:17). Nomos ini menempatkan manusia
pada persimpangan jalan di mana ia dapat
memilih di antara dua alternatif.
Dua alternatif itu adalah ketaatan atau
pelanggaran terhadap nomos (dapat juga
berarti berbuat yang baik dan jahat).
Kesempatan untuk memilih ini menunjukkan
bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk
memilih dari dua alternatif yg diperhadapkan
kepadanya.
Dengan kata lain manusia tak secara
determinatif harus memilih salah satunya.
Memang ada pandangan yang mengatakan
bahwa manusia tak bisa berbuat lain kecuali
mengikuti nalurinya.
Kesadaran untuk membedakan yang baik dan
yang jahat menunjuk kepada hakikat manusia
sebagai makhluk etis.
Dengan demikian, kita dapat mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk etis dalam
arti:
1. Manusia mempunyai kesadaran etis yakni
kesadaran untuk membedakan mana yang
baik & buruk, benar dan salah, bertanggung
jawab dan tidak.
2. Manusia mempunyai kebebasan etis yakni
memilih secara bebas dari alternatif di atas.
3. Manusia mempunyai pertanggungjawaban
etis, yakni bertanggung jawab dengan
pilihannya.
Dari deskripsi tentang hakikat manusia di
atas, maka kita dapat memahami mengapa
Kitab Kejadian 1:31 mengatakan "maka
Allah melihat segala yang dijadikanNya itu,
sungguh amat baik."
6. Manusia Sebagai Pendosa
Kej. 3). Dosa dipahami bukan sekedar
pelanggaran moral, tetapi sikap memberontak
kepada Allah, yakni menolak otoritas Allah
yang menentukan tujuan hidup manusia.
Dosa karenanya dapat dikatakan sebagai
pelanggaran terhadap kehendak Allah seperti
tercermin dalam hukum utama-Nya.
Dosa memang mengandung konsekuensikonsekuensi etis dan moral dalam berbagai
dimensi hubungan manusia: dengan sesama
dan diri sendiri, dan hubungan dengan alam
semesta.
Karena hakikat manusia sebagai makhluk
sosial, maka dosa tdk dapat dibatasi hanya
sebagai dosa pribadi/individu, tetapi harus
dipahami sebagai dosa sosial.
Menurut Gregory Baum mengartikan dosa
sosial dalam kaitan dengan pelakunya: yakni
kolektivitas suatu kelompok, suatu komunitas.
jadi dosa sosial ialah bahwa ia dihasilkan
tanpa sengaja atau pilihan bebas. Ia menghasil
kan konsekuensi yang jahat tetapi pelakunya
tak merasa bersalah.
Jadi dosa sosial dilakukan karena kebutaan/
ketidaksadaran.
Dosa sosial dalam berbagai level mnrt Baum:
Tingkat pertama : dosa sosial terdiri dari
kecenderungan-kecenderungan yang tak adil
dan tak manusiawi (dehumanizing) yang terbangun dlm berbagai institusi sosial, politik,
ekonomi, agamawi yg merupakan perwujudan
kolektif manusia.  ini merusak byk orang
Tingkat kedua : dosa sosial mengambil bentuk
dalam simbol-simbol kultural dan agamawi,
yang hidup dalam imajinasi dan didukung
oleh masyarakat, yang membenarkan serta
memperkuat lembaga-lembaga (institution) yg
tak adil.
7. Manusia Dimampukan Untuk Merestorasi
(Memperbaiki HubunganNya dengan Allah,
Sesama, dan Alam Ciptaan).
Alkitab tak mengakhiri kesaksiannya dan
meninggalkan manusia dalam kegelapan
yang tak berpengharapan. Alkitab juga
menyaksikan bahwa ada pengharapan
akan kemungkinan restorasi hubunganhubungan yang telah rusak oleh dosa.
Konsisten dengan kepercayaan akan Allah
sebagai penyelamat dan pembaharu, maka
kekristenan percaya akan penyelamatan
dan pembaharuan Allah melalui Kristus
dan Roh-Nya.
Segi-segi Rohani Manusia :
1. Jiwa
Bhs Ibr Nefesy, berarti kehidupan.
Ia menunjukkan bhw manusia pd mulanya
diciptakan sebagai makhluk hidup (jiwa)
Kej. 2:7. dan juga menunjuk pd bentuk lain
dari kehidupan (1:20-21, 24, 30; Im. 17:11,
Kel. 21, 23, Yos. 2:13).
Kesimpulan : Jiwa dapat diartikan sebagai
keseluruhan dari manusia, hidup atau
sesudah kematian. Ia juga mengacu pada
bagian yg rohani dari manusia dgn berbagai
macam perasaan & merupakan fokus utama
dari penebusan & pertumbuhan rohani.
2. Roh
Roh (ruakh dan pneuma) bersangkutan hanya
pada bagian non materi dari manusia.
Roh berasal dari Allah dan semua manusia
memilikinya (Bil. 16:22).
3. Hati
Dipakai sebanyak 955 kali utk menyatakan
pusat dari kehidupan baik fisik maupun
kejiwaan.
* Hati adalah wadah kehidupan intelektual
- ia mempertimbangkan (Ul. 8:5)
- ia memperoleh pengetahuan firman
(Mzm. 119:11)
- ia memiliki pikiran & maksud (Ibr. 4:12)
* Hati merupakan wadah kehidupan emosi.
- ia mengasihi (Ul. 6:5)
- ia mengoreksi diri (ay. 27:6)
- ia bersukacita (Mzm. 104:15, Yes. 30:29)
- ia dpt berdukacita (Neh. 2:2; Roma 9:2)
- ia memiliki keinginan (Mzm. 37:4)
* Hati adalah wadah kemauan
- ia mencari (Ul. 4:29)
- ia dapat diubah (Kel. 14:5)
- ia dapat dikeraskan (8:15; Ibr 4:7)
- dpt memilih (Kel. 7:22-23)
- dpt disunat (Yer. 9:26; Kis. 7:51)
* Hati adalah wadah hidup rohani.
- Dengan hati manusia pcy & menghasilkan
pembenaran (Roma 10:9-10)
- Bagi org pcy hati adalah tempat kediaman
Bapa (1 Ptr. 3:15), juga Anak (Ef. 3:17)
dan Roh Kudus (2 Kor. 1:22)
4. Pikiran
Allah memakai pikiran dalam pengertian ttg
kebenaran (Luk. 24:45; 1 Kor. 14:14-15).
- Pembaharuan dlm pikiran (Roma 12:2)
- Pikiran terlibat dlm memutusan perkara
yg meragukan (Roma 14:5), dalam mengejar
kesucian (1 Ptr. 1:13) dlm memahami
kehendak Tuhan (Ef. 5:17) dan dlm mengasihi
(Mat.22:37)
Kesimpulan:
Bahwa pada dasarnya manusia ditempatkan
oleh Allah dalam hubungan multidimensional
(hubungan yang berdimensi banyak): yaitu
- Dengan Allah
- Dengan sesama manusia dan diri sendiri
- Dengan alam semesta
Download