BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN UMUM BANDAR UDARA Sistem transportasi merupakan sebuah sarana yang berfungsi untuk memindahkan atau membawa manusia (penumpang) atau barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan. Pemindahan penumpang ini erat kaitannya dengan aktivitas manusia itu sendiri, seperti bisnis, pengiriman produk usaha / kargo, perjalanan wisata, dan lain sebagainya. Sedangkan perpindahan barang terkait dengan distribusi yang hemat waktu dan biaya. Salah satu di antara moda transportasi umum yang mampu mengatasi kendala jarak dan waktu adalah pesawat terbang. Kesulitan transportasi antarpulau bahkan antarbenua dapat saja diatasi dengan kehadiran teknologi berupa pesawat terbang dengan menggunakan wadah pemberhentian asal dan tujuan yang bernama bandar udara (bandara). A.1. PENGERTIAN BANDAR UDARA Bandar udara atau bandara merupakan suatu wadah kegiatan lanjutan atau bagian titik terminal pesawat dalam serangkaian perjalanan udara. Fasilitas yang dimilikinya dirancang untuk memudahkan suatu pesawat terbang saat mendarat maupun lepas landas. Selama itu pula terdapat kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang, penjualan dan pembelian tiket, menaikkan dan menurunkan barang ataupun kargo. Bandara Udara adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat.9 Bandar udara atau bandara adalah kawasan di daratan dan atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, 9 PT Persero Angkasa Pura 16 yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.10 Pengertian bandar udara ada bila dilihat dari diagram, menurut Robert Horonjeff : : Arus pesawat terbang : Arus penumpang Gambar II-1 Diagram Sistem Bandar Udara Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport. Dari pengertian di atas, dapat diungkap bahwa bandar udara mempunyai tiga bagian utama, yaitu : a. Lapangan terbang, merupakan area operasi pesawat terbang yang terdiri dari runway, taxiway dan holding apron. 10 Kementrian Perhubungan Republik Indonesia, 2010. Peraturan Menteri Perhubungan tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Jakarta 17 b. Area terminal, meliputi apron, bangunan terminal penumpang, bangunan untuk kargo, hanggar, area pemeliharaan, dan area parkir kendaraan. c. Area pendukung meliputi Air Traffic Control atau menara pengawas, Airport maintenance dan Airport utility yang digunakan sebagai pengawas dari lalu lintas udara dan pengatur pesawat yang berada di bandara. A.2. TIPE BANDAR UDARA Bandar Udara secara umum dapat digolongkan ke dalam beberapa tipe menurut beberapa kriteria dari sarana dan prasarana yang dimiliki, antara lain: 1. Berdasarkan karakteristik fisiknya, bandar udara dapat digolongkan menjadi seaplane bases (tempat pendaratan pesawat di atas air), heliport (tempat pendaratan helikopter), stoport (tempat take-off dan landing dengan jarak yang pendek), dan bandar udara konvensional (pada umumnya). 2. Berdasarkan pengelolaan dan penggunaannya, bandar udara dapat digolongkan menjadi dua, yaitu bandar udara umum yang dikelola oleh pemerintah untuk penggunaan secara umum maupun secara militer dan bandar udara swasta atau pribadi yang dikelola dan digunakan untuk kepentingan pribadi atau perusahaan tertentu. 3. Berdasarkan aktivitas rutinnya, bandar udara dapat digolongkan menurut jenis pesawat terbang yang beroperasi (enplanements), serta menurut karakteristik operasinya. 4. Berdasarkan fasilitas yang tersedia, bandar udara digolongkan berdasarkan jumlah dan panjang landasan pacu yang dimiliki, fasilitas elektronika dan listrik penerbangan mencakup peralatan navigasi, kapasitas hanggar dan sebagainya. 5. Berdasarkan tipe perjalanan yang dilayani, bandar udara dapat digolongkan menjadi bandar udara internasional, domestik dan gabungan. 18 A.3. KOMPONEN UTAMA BANDAR UDARA Bandar udara merupakan pusat interaksi tiga komponen pelaku utama dari sistem transportasi udara yaitu pengelola bandar udara, perusahaan penerbangan dan pengguna. Untuk membentuk suatu sistem pengoperasian yang baik, ketiga komponen ini harus diakomodasi secara baik agar tercapai keseimbangan interaksi masing-masing komponennya. Dalam merencanakan suatu bandar udara dikenal istilah airport system, yaitu keseluruhan dari segala sesuatu yang terdapat dalam bandar udara. Airport system inilah yang merupakan inti dari permasalahan yang harus dipecahkan dalam proses perencanaan sebuah bandara. Airport system dapat dibagi atas dua komponen utama yaitu: AIRSIDE AREA (SISI UDARA BANDAR UDARA) Gambar II-2 Airside di Bandara Heathrow, London Sumber : http://i.telegraph.co.uk/multimedia/archive/01814/heathrow_1814660b.jpg (16 Januari 2016) Merupakan area dalam bandara yang terdiri dari sistem landasan pesawat atau runway, taxiway ,appron, holding pad dan exit taxiway, yaitu sistem yang berhubungan langsung dengan pergerakan pesawat meliputi landing, taxiing, take off serta parkir pesawat dan bongkar muat barang. Keputusan Menteri Perhubungan KM No 47 tahun 2002 menyebutkan bahwa sisi udara suatu bandar udara adalah bagian dari bandar udara dan segala fasilitas penunjangnya yang merupakan daerah bukan publik tempat setiap orang, barang, dan kendaraaan yang akan memasukinya wajib melalui pemeriksaan keamanan dan/atau memiliki izin khusus. 19 Fasilitas sisi udara ditinjau dari pengoperasiannya sangat terkait erat dengan karakteristik pesawat dan senantiasa harus dapat menunjang terciptanya jaminan keselamatan, keamanan dan kelancaran penerbangan yang dilayani. Aspek-aspek tersebut menjadi pertimbangan utama dalam menyusun standar persyaratan teknis operasional fasilitas sisi udara. Sehingga standar kelayakan teknis operasional fasilitas ini disusun dengan acuan baku yang terkait dengan pesawat udara yang dilayani. Acuan ini merupakan hasil pengolahan dari acuan internasional yang ada disesuaikan dengan kondisi dan peraturan yang ada di Indonesia, seperti penyesuaian ICAO mengatur hal tersebut dalam bentuk penentuan code letter dan code number. LANDSIDE AREA (SISI DARAT BANDAR UDARA) Gambar II-3 Landside Bandara Incheon Sumber : https://thedesignair.files.wordpress.com/2012/04/incheon-internatioalairport-seoul-thumbnail.jpg (16 Januari 2016) Merupakan area dalam bandara yang terdiri dari area parkir kendaraan dan sirkulasi kendaraan dimana penumpang diarahkan dari perjalanan darat masuk ke bagian passenger-proscessing untuk keperluan perjalanannya; dan bangunan terminal dimana penumpang melewati proses dalam persiapan untuk keperluan memulai dan mengakhiri suatu perjalanan udara. Keputusan Menteri Perhubungan KM No 47 tahun 2002 menyebutkan bahwa Sisi Darat suatu bandar udara adalah wilayah bandar udara yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan operasi penerbangan. 20 Adapun ditinjau dari pengopersiannya, fasilitas sisi darat sangat terkait erat dengan pola pergerakan barang dan penumpang serta pengunjung dalam suatu bandar udara. Sehingga pengoperasian fasilitas ini harus dapat memindahkan penumpang, kargo, surat, pesawat, pergerakan kendaraan permukaan secara efisien, cepat dan nyaman dengan mudah dan berbiaya rendah. Selain itu aspek keselamatan, keamanan dan kelancaran penerbangan juga harus tetap dipertimbangkan terutama sekali pada pengoperasian fasilitas sisi darat yang terkait dengan fasilitas sisi udara. Dalam penetapan standar persyaratan teknis operasional fasilitas sisi darat, satuan yang digunakan untuk mendapatkan nilai standar adalah satuan jumlah penumpang yang dilayani. Hal ini karena aspek efisiensi, kecepatan, kenyamanan keselamatan, keamanan dan kelancaran penerbangan dapat dipenuhi dengan terjaminnya kecukupan luasan yang dibutuhkan oleh masing-masing fasilitas. Kedua komponen di atas (airside dan landside) dihubungkan oleh sebuah terminal yang juga berperan sebagai media peralihan (interface). A.4. KONFIGURASI BANDAR UDARA Konfigurasi bandar udara merupakan jumlah (volume lalu lintas) dan orientasi (arah angin dan luas daerah yang tersedia untuk pengembangan) landasan pacu dan letak daerah terminal terhadap landasan pacu. Letak bangunan terminal dengan landasan pacu sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melayani penumpang. Komponen pokok bandar udara meliputi : runway, taxiway, holding apron, holding bay, dan terminal area. RUNWAY (LANDASAN PACU) Fasilitas landas pacu (runway), fasilitas ini adalah faslitas yang berupa suatu perkerasan yang disiapkan untuk pesawat melakukan kegiatan pendaratan dan tinggal landas. Elemen dasar 21 runway meliputi perkerasan yang secara struktural cukup untuk mendukung beban pesawat yang dilayaninya, bahu runway, runway strip, landas pacu buangan panas mesin (blast pad), runway end safety area (RESA) stopway, clearway. Gambar II-4 Diagram Bandar Udara Sumber : http://lessonslearned.faa.gov/American625/New_Airport_Diagram.jpg (16 januari 2016) Dari panjang landas pacu yang terdapat di sebuah bandara, dapat diklasifikasikan bandara tersebut dan dapat ditentukan pula tipe pesawat yang diwadahinya. Tabel II-1 Klasifikasi Bandar Udara Berdasarkan Tipe dan Panjang Runway KELAS TIPE PESAWAT PANJANG BERDASARKAN LANDASAN PACU JARAK JELAJAH (meter) I Long Range 3200 II Medium 2600 III Medium 2200 IV Short Range 1600 V General Aviation 500 Sumber: Ashford, Norman & Wirght, Paul. 1976. Airport Engineering. Runway merupakan komponen pokok dalam bandar udara yang digunakan untuk pendaratan / landing dan lepas landas / take off pesawat terbang. Elemen – elemen dasar landasan pacu antara lain: a. Perkerasan struktural sebagai tumpuan pesawat udara. b. Bahu landasan yang berbatasan dengan perkerasan struktural, direncanakan sebagai penahan erosi akibat air dan semburan mesin jet, serta melayani perawatan landasan. c. Area keamanan landasan pacu (runway safety area) yang terdiri dari struktur perkerasan, bahu landasan, dan area bebas halangan. 22 d. Blast pad, area yang direncanakan untuk mencegah erosi pada permukaan yang berbatasan dengan ujung landasan pacu. Kelengkapan data yang merupakan aspek penilaian meliputi runway designation / number / azimuth yang merupakan nomer atau angka yang menunjukkan penomoran landas pacu dan arah kemiringan landas pacu tersebut. Data ini merupakan data yang telah ditetapkan sejak awal perencanaan dan pembangunan bandar udara. Dimensi landas pacu yang meliputi panjang dan lebar landas pacu. Panjang landas pacu dipengaruhi oleh pesawat kritis yang dilayani, temperatur udara sekitar, ketinggian lokasi, kelembaban bandar udara, kemiringan landas pacu, dan karakteristik permukaan landas pacu. Fasilitas landas pacu ini mempunyai beberapa bagian yang masing-masingnya mempunyai persyaratan tersendiri. Jarak untuk menempuh taxiway yang sesingkat mungkin dari terminal ke ujung runway dan untuk memperpendek jarak tempuh yang sesingkat mungkin bagi pesawat yang mendarat maka diperlukan konfigurasi suatu bandara yang tepat. Konfigurasi runway ada bermacam-macam dan seringkali itu merupakan kombinasi dari beberapa macam konfigurasi dasar, yaitu: 1) Single Runway Suatu bandar udara dengan landasan pacu tunggal jumlah operasi lepas landas dan pendaratan kurang lebih sama dalam setiap arah. Jarak landas hubung adalah sama, kedua ujung landasan pacu dapat dipakai untuk lepas landas. Selain itu letak terminal juga dekat bagi pendaratan setiap arah. Gambar II-5 Konfigurasi Single Runway Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport. 23 2) Parallel Runway Kapasitas sistem landasan pacu paralel tergantung pada jumlah landasan pacu dan pada jarak antara landasan pacu. Jumlah landasan Pacu yang umum berjumlah dua, tiga dan empat. Jarak antara paralel landasan pacu bervariasi yaitu dipengaruhi oleh kapasitas sistem bandara keberangkatan dan kedatangan. Gambar II-6 Konfigurasi Parallel Runway Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport. Jarak antar runway dipengaruhi oleh kapasitas sistem bandara keberangkatan dan kedatangan: Gambar II-7 Jarak Antar Runway Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga Parallel non instrument runway yang tersedia dan digunakan secara bersamaan (simultan), minimum separation distance antara runway centerline tidak boleh kurang dari : 210 m dimana code number runway tertinggi adalah 3 atau 4 150 m dimana code number runway tertinggi 2 120 m dimana code number runway tertinggi 1 24 Parallel instrument runway yang tersedia dan digunakan secara bersamaan (simultan), minimum separation distance antara runway centerline tidak boleh kurang dari : 3) Untuk independent parallel approachs, 1.035 m Untuk dependent parallel approachs, 915 m Untuk independent parallel departures, 760 m Untuk segregated parallel approachs, 760 m Staggered Parallel Runway Konfigurasi untuk bandar udara yang memiliki landasan pacu khusus yang dipakai untuk pendaratan saja demikian juga yang satunya hanya digunakan untuk lepas landas saja. Keuntungan dari konfigurasi staggered parallel runway dibandingkan dengan parallel runway adalah terdapat pengurangan jarak landas hubung baik untuk lepas landas maupun untuk pendaratan. Kekurangannya adalah membutuhkan lahan yang lebih luas. Gambar II-8 Konfigurasi Staggered Parallel Runway Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport. 4) Openning V Runway Konfigurasi opennng v runway diterapkan pada bandar udara yang memiliki arah angin yang lemah menyebabkan perlunya landasan pacu lebih dari satu arah dengan meletakkan terminal di tengah. Apabila tiupan angin lemah maka pengendali lalu lintas udara dapat memanfaatkan kedua landasan pacu tersebut untuk pendaratan dan lepas landas. Gambar II-9 Konfigurasi Openning V Runway Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport. 25 5) Intersection Runway Suatu bandara bisa memiliki lebih dari satu landasan pacu, dua atau lebih landasan pacu dalam arah yang berlainan, berpotongan satu sama lain, ini disebut sebagai landasan pacu berpotongan (intersection runway). Konfigurasi landasan seperti ini diperlukan ketika angin relatif kuat terjadi apabila lebih dari satu arah, sehingga cross-winds berlebihan ketika hanya satu landasan pacu yang disediakan. Ketika angin kuat, hanya satu landasan pacu dari intersection runway yang dapat digunakan, ini dapat mengurangi kapasitas lapangan terbang secara substansial. Bila angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots atau 13 knots), kedua landasan pacu dapat digunakan secara bersamaan. Kapasitas dua landasan yang bersilangan tergantung sepenuhnya di bagian mana landasan itu bersilangan (di tengah, di ujung), serta cara operasi penerbangan yaitu strategi dari pendaratan dan lepas landas. Kapasitas landasan ditentukan dari jarak persilangan terhadap titik awal lepas landas. Semakin dekat jarak persilangan dengan titik awal lepas landas maka semakin besar kapasitas yang dicapai. Gambar II-10 Konfigurasi Intersection Runway Sumber : http://virtualskies.arc.nasa.gov/airport_design/5.html (10 Deember 2015) TAXIWAY (LANDAS HUBUNG) Taxiway merupakan jalan penghubung antara landasan pacu dengan pelataran pesawat (apron), hangar, terminal, atau fasilitas lainnya di sebuah bandar udara. Taxiway adalah bagian dari fasilitas sisi udara bandar yang dibangun untuk jalan keluar masuk pesawat dari landas pacu maupun sebagai sarana penghubung antara beberapa fasilitas seperti aircraft parking position taxiline, apron 26 taxiway, dan rapid exit taxiway. Sebagian besar taxiway mempunyai permukaan keras yang merupakan lapisan aspal atau beton, walaupun bandar udara yang lebih kecil terkadang menggunakan batu kerikil atau rumput. Gambar II-11 Landas Hubung Bandar Udara (warna biru) Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Landasan_gelinding (10 Deember 2015) Taxiway yang dipakai untuk pembelokan dari runway dan biasanya sudut yang dibentuk adalah 300 disebut exit-taxiway. Dengan sudut ini diharapkan pesawat dengan kecepatan tinggi (60 sampai 65 mil/jam) dapat dilayani dan cepat meninggalkan landasan. Exit taxiway perlu dirancang untuk meminimasi waktu penggunaan runway yang diperlukan oleh pesawat yang mendarat. Rapid end taxiway yang terletak di bagian ujung landas pacu dirancang dengan sudut kemiringan 250 hingga 450 dari sudut landas pacu untuk digunakan oleh pesawat keluar meninggalkan runway dalam kecepatan tinggi. Taxiway harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat meminimalkan jarak antara terminal dan bagian ujung landas pacu. Gambar II-12 Konfigurasi Taxiway, Rapid End Taxiway dan Runway Sumber: http://www.tc.gc.ca/media/images/ca-publications/figure3-1a.gif (10 Deember 2015) 27 Exit taxiway atau turnoff adalah jenis taxiway yang diletakkan menyudut pada beberapa bagian dari landas pacu sebagai sarana bagi pesawat untuk dengan segera meninggalkan runway sehingga runway bisa dengan cepat digunakan lagi oleh pesawat lainnya. Lebar taxiway sebesar 30 m dengan lebar bahu 10 m untuk mengamankan mesin dari pesawat yang lebih besar. Untuk lebar dari Taxiway dapat dilihat dalam tabel dibawah ini : Tabel II-2 Lebar Taxiway berdasarkan Code Letter Bandara Code letter Taxiway width A 7.5 m B 10.5 m C 15 m ; jika taxiway akan digunakan oleh pesawat dengan sumbu roda < 18m 18 m ; jika taxiway akan digunakan oleh pesawat dengan sumbu roda > 18m D 18 m ; jika taxiway akan digunakan oleh pesawat dengan roda terluar utama < 9m 23 m jika taxiway akan digunakan oleh pesawat dengan roda terluar utama > 9m. E 23 m Sumber: http://www.tc.gc.ca/eng/civilaviation/publications/tp312-chapter3-3-44671.html (10 Deember 2015) Bandara-bandara yang sibuk umumnya membangun rapid taxiway sehingga pesawat terbang dapat lebih cepat meninggalkan landasan pacu. Exit-taxiway juga dibangun dan diletakan di beberapa tempat di sepanjang landasan pacu, sehingga pesawat yang baru mendarat dapat meninggalkan landasan pacu secepat mungkin sehingga landasan pacu dapat digunakan oleh pesawat lain. Hal ini dilakukan agar landasan pacu dapat dikosongkan dalam jangka waktu yang lebih pendek untuk memberikan ruang bagi pesawat lainnya untuk mendarat. HOLDING APRON Holding apron yang juga disebut apron run-up atau warm up, diletakkan pada ujung-ujung runway maupun taxiway yang digunakan untuk menunggu ijin lepas landas dan bisa digunakan untuk pemeriksaan terakhir pesawat sebelum lepas landas. 28 Holding apron dirancang untuk dapat menampung dua hingga empat pesawat dan menyediakan ruang sehingga satu pesawat dapat melewati lainnya. HOLDING BAY Holding bay adalah apron khusus ukurannya relatif kecil, lebih kecil dari apron untuk naik turun penumpang maupun bongkar muat barang yang ditempatkan pada suatu tempat yang mudah dicapai di bandar udara untuk parkir pesawat sementara. Beberapa bandara pada jam sibuk tidak cukup untuk memenuhi permintaan pesawat yang akan memasuki apron atau jumlah pintu masuk (gate) tidak cukup untuk memenuhi permintaan pesawat yang datang. Bila hal tersebut terjadi maka pengendali lalu lintas udara akan mengarahkan pesawat-pesawat tersebut untuk menuju holding bay. Fluktuasi permintaan pada masa mendatang sulit diprediksi, oleh karena itu membutuhkan fasilitas parkir sementara atau sering disebut holding bay. APRON Gambar II-13 Pesawat Parkir pada Apron Bandara Sumber : http://www.gettyimages.co.uk/detail/news-photo/boeing-787dreamliner-aircraft-operated-by-long-haul-budget-news-photo/474924782 (17 januari 2016) Fasilitas pelataran parkir pesawat terbang (apron) adalah fasilitas sisi udara yang disediakan sebagai tempat bagi pesawat saat melakukan kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang, muatan pos dan kargo dari pesawat, pengisian bahan bakar, parkir dan perawatan pesawat. 29 Apron merupakan penghubung antara bangunan terminal dengan bandar udara. Apron mencakup daerah parkir pesawat yang disebut ramp dan daerah untuk menuju ke ramp tersebut. Pada ramp ini pesawat diparkir di tempat yang disebut pintu-hubung ke pesawat (gate). Apron merupakan bagian dari bangunan terminal pada sisi udara (airside). Antara bangunan fisik terminal dan apron terjadi suatu pertemuan dengan pesawat yang disebut interface. Penempatan suatu apron tergantung pada penempatan terminal yang akan dirancang. Luas apron didasarkan pada tiga faktor yaitu jumlah pintu-hubung ke pesawat, ukuran pintu-hubung dan denah parkir pesawat di setiap pintu-hubung. Apron merupakan bagian bandar udara yang melayani terminal sehingga harus dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteritik terminal tersebut. Beberapa pertimbangannya : a. Menyediakan jarak paling pendek antara landas pacu dan tempat pesawat berhenti. b. Memberikan keleluasaan pergerakan pesawat untuk melakukan manuver sehingga mengurangi tundaan. c. Memberikan cukup cadangan daerah pengembangan yang dibutuhkan jika nantinya terjadi peningkatan permintaan penerbangan atau perkembangan teknologi pesawat terbang. d. Memberikan efisiensi, keamanan, dan kenyamanan pengguna secara maksimum. e. Meminimalkan dampak lingkungan Perancangan apron juga terkait dengan sistem terminal yang digunakan oleh bandar udara bersangkutan yang terdiri dari terminal konsep tunggal, konsep linier, konsep dermaga, konsep satelit, konsep transporter dan konsep campuran. Aspek yang diperhatikan dalam kelayakan operasional di dalam apron meliputi dimensi (panjang dan lebar), kemiringan memanjang (longitudinal slope), kemiringan melintang (transverse 30 slope), jenis perkerasan (surface type), dan kekuatan (strength) dan apron marking yang antara lain apron edge marking, apron guidance marking, parking stand position marking. GSE (Ground Support Equipment) fasilitas ini adalah suatu area yang disediakan sebagai tempat lalu lintas peralatan penunjang pendaratan dan penerbangan yang terletak diantara apron dan teminal penumpang. Luasannya dipengaruhi oleh jenis pesawat yang dilayani dan jumlah serta jenis peralatan pendaratan dan penerbangan yang dipersyaratkan untuk menunjang kinerja operasional bandar udara tersebut. TERMINAL BANDAR UDARA Terminal merupakan suatu daerah utama yang mempunyai hubungan (interface) antara lapangan udara (airfield) dengan bagian bandar udara yang mencakup fasilitas-fasilitas pelayanan penumpang, penanganan barang bawaan (baggage handling), penanganan barang kiriman (cargo handling), administrasi, dan perawatan bandar udara yang akan dijelaskan lebih dalam pada subbab selanjutnya. A.5. KLASIFIKASI BANDAR UDARA Klasifikkasi bandar udara terdiri atas beberapa kelas bandar udara yang ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional bandara udara. Kapasitas pelayanan merupakan kemampuan bandar udara untuk melayani jenis pesawat udara terbesar dan jumlah penumpang / barang yang meliputi : Kode angka (code number) yaitu perhitungan panjang landasan pacu berdasarkan referensi pesawat aeroplane reference field length (ARFL). Dan kode huruf (code letter) yaitu perhitungan sesuai lebar sayap dan lebar / jarak roda terluar pesawat.. Tabel II-3 Kriteria Klasifikasi Bandar Udara Kode angka (code number) 1 2 Panjang Landasan Pacu Berdasarkan Referensi Pesawat (aeroplane reference field length - ARFL) ARFL < 800m 800m ≤ ARFL < 1200m Kode huruf (code letter) A B Bentang Sayap (Wing Span – WS) Jarak Roda Utama Terluar (Outer Main Gear – OMG) WS < 15m 15m ≤ WS < 24m OMG < 4.5m 4.5m ≤ OMG < 6m 31 Kode angka (code number) 3 4 Panjang Landasan Pacu Berdasarkan Referensi Pesawat (aeroplane reference field length - ARFL) 1200m ≤ ARFL < 1800m 1800m ≤ ARFL Kode huruf (code letter) C D E F Bentang Sayap (Wing Span – WS) Jarak Roda Utama Terluar (Outer Main Gear – OMG) 24m ≤ WS < 36m 36m ≤ WS < 52m 52m ≤ WS < 56m 56m ≤ WS < 80m 6m ≤ OMG < 9m 9m ≤ OMG 14m 9m ≤ OMG 14m 14m ≤ OMG < 16m Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport. 1. Klasifikasi berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 04 Tahun 1992 yang merupakan penyempurnaan dari Keputusan Menteri No. II/AU – 103 / phb – 85 yang didasarkan sesuai dengan kegiatan operasional dan kapasitas pelayanannya , yaitu : a. Bandar Udara I A dan Bandar Udara I B b. Bandar Udara II A dan Bandar Udara II B c. Bandar Udara III A dan Bandar Udara III B d. Bandar Udara IV A dan Bandar Udara IV B e. Bandar Udara V A dan Bandar Udara V B f. Bandar Udara VI A dan Bandar Udara VI B g. Bandar Udara VII A dan Bandar Udara VII B Menurut Keputusan Menteri No. II/AU – 103 / phb – 85, daya tampung terminal penumpang bandar udara dibagi menjadi: Tabel II-4 Pembagian Bandara Berdasarkan Kapasitas Orang per Tahun KELAS KAPASITAS (orang per tahun) I Diatas 1 juta orang II 500.001 – 1 juta III 250.001 – 500.000 IV 100.001 – 250.000 V 50.001 – 100.000 VI 25.001 – 50.000 VII Kurang dari 25.000 Sumber : Keputusan Menteri No. II/AU – 103 / phb – 85 2. Klasifikasi Bandar Udara menurut ukurannya, yaitu : a. Bandar Udara Kecil - Hubungan apron dengan terminal penumpang sederhana. 32 - Fasilitas-fasilitas penumpang berada dalam satu zona terpusat. - Tersedia fasilitas bongkar muat apron, terminal penumpang, jalan dan parkir penumpang. - Terdapat terminal kargo dan bangunan administrasi. - Tersedianya alat bantu navigasi. b. Bandar Udara Menengah - Hubungan apron dengan terminal penumpang lebih luas. - Fasilitas-fasilitas penunjang memiliki zona sendirisendiri. - Tersedia fasilitas bongkar muat apron, terminal penumpang, jalan dan parkir penumpang, menara kontrol, GSE (Ground Service Equipment), kantor pemadam kebakaran, fasilitas bahan bakar. - Terdapat terminal kargo internasional. - Terdapat fasilitas hangar. c. Bandar Udara Besar - Bentuk bangunan dan apron sudah kompleks. - Selain fasilitas yang terdapat pada bandar udara menengah juga tersedia The Smooth Taxing pada apron taxiway. - Adanya fasilitas-fasilitas pendukung seperti hotel, shopping center, dan lain-lain. 3. Klasifikasi Bandar Udara berdasarkan statusnya menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 04 Tahun 1992 status bandar udara dibagi menjadi empat, yaitu : a. Bandar Udara Internasional Berperan dan berfungsi sebagai tempat pelayanan penerbangan internasional dan pintu gerbang ke dalam suatu negara. Bandar udara ini memiliki prosedur pelayanan yang berlaku secara internasional dalam memproses kedatangan 33 dan keberangkatan penumpang yang meliputi bea cukai, keimigrasian, karantina dan lain-lain. b. Bandar Udara Propinsi Berperan dan berkedudukan sebagai pintu gerbang utama daerah propinsi, dimana ia melayani jalur pemerbangan domestik dan internasional, tidak dapat menerima kedatangan dan keberangkatan yang tidak terjadwal kecuali dalam kondisi tertentu. c. Bandar Udara Perbatasan Bandara yang karena letak dan kedudukannya pada suatu daerah atau wilayah yang berdekatan dengan negara tetangga. Bandar udara ini melayani jalur domestik dan internasional juga melayani penerbangan terjadwal dengan negara tetangga. d. Bandar Udara Perintis Bandara yang sifatnya sebagai pembuka komunikasi dan transportasi daerah terpencil dan sulit dijangkau dengan sarana transportasi yang lainnya. Sifat bandara ini darurat dan terbatas fasilitasnya, biasanya sering dijumpai di daerah pelosok. A.6. PERSYARATAN LINGKUNGAN BANDAR UDARA Selain faktor non fisik seperti di atas, terdapat suatu kondisi tertentu di sekitar lingkungan bandara yang berpengaruh secara langsung terhadap kebutuhan akan panjang landas pacu. Kondisi tersebut adalah: TEMPERATUR Dalam dunia penerbangan semakin tinggi temperatur maka semakin panjang landasan pacu yang dibutuhkan karena temperatur yang tinggi mencerminkan kerapatan udara yang lebih rendah yang mengakibatkan hasil daya dorong terhadap pesawat yang lebih rendah. 34 Semakin tinggi temperatur juga membahayakan performa dari mesin pesawat, yaitu campuran beberapa efek. Negatif efek dari tingginya temperatur udara adalah pesawat membutuhkan landasan pacu lebih panjang dari biasanya untuk take off, dan berpotensial melebihi dari runway yang tersedia. ANGIN PERMUKAAN Ada tiga keadaan angin yang mempengaruhi panjang runaway, yaitu : 1) Keadaan arah angin yang searah dengan arah pesawat (head wind), hal ini akan memperpanjang landasan. 2) Keadaan arah angin yang berlawanan dengan arah pesawat (tail wind), hal ini akan memperpendek landasan. 3) Keadaan arah angin yang tegak lurus arah pesawat, hal ini tak mungkin dipakai sebagai perencanaan. Keadaan tail wind dan head wind untuk bandar udara single runway dan double runway tidak merupakan suatu masalah karena head wind dapat dibuat tail wind. Tetapi bila konfigurasi dasar berbentuk silang di sisi tidak bisa head wind atau tail wind dibuat sama. Kecepatan angin pada area runway harus diasumsikan bahwa pendaratan atau lepas landas dari pesawat adalah, dalam keadaan normal, tidak memungkinkan bila komponen lintas-angin melebihi: • 37km / jam dalam kasus pesawat dengan panjang lapangan pendaratan sepanjang 1500m atau lebih, kecuali bahwa ketika landasan pacu rendah dalam pengereman karena koefisien gesek memanjang dengan beberapa frekuensi, komponen lintas-angin tidak melebihi 24km / jam • 24km /jam dalam kasus pesawat dengan panjang lapangan pendaratan sepanjang 1200m atau sampai dengan tetapi tidak sampai 1500m, dan 35 • 19km / jam dalam kasus pesawat dengan panjang lapangan pendaratan kurang dari 1200m. KEMIRINGAN LANDASAN PACU Tanjakan landasan akan menyebabkan tuntutan panjang yang lebih jika dibandingkan dengan panjang landasan datar. Landasan yang menurun akan memperpendek panjang runway. KETINGGIAN BANDAR UDARA Jika bandar udara letaknya semakin tinggi dari muka air laut maka kerapatan udaranya semakin rendah yang menyebabkan kurangnya daya angkat sayap pesawat dan daya dorong mesin pesawat sehingga membutuhkan runway lebih panjang, yang mungkin dapat menghambat kinerja pesawat dan menghambat kemampuan pesawat untuk dikendalikan dengan aman. Semakin tinggi letak runway dari permukaan air laut, maka perpanjangannya yaitu setiap naik 1000 feet perpanjangannya 7%. Semakin rendah kerapatan udara juga membahayakan performa dari mesin pesawat, yaitu berdampak negatif. Efek dari rendahnya kerapatan udara adalah : Pesawat membutuhkan landasan pacu lebih panjang untuk take off, dan berpotensial melebihi dari runway yang tersedia. Rendahnya kerapatan udara menghambat kemampuan pesawat untuk mengudara. Dalam suatu kasus, sebuah pesawat tidak dapat mengudara dengan cukup cepat untuk mendapatkan wilayah terbang yang bersih karena bandara tersebut berada di pegunungan, maka kejadian yang tidak diinginkan terjadi. KONDISI PERMUKAAN LANDASAN Kondisi permukaan landasan dengan adanya genangan air akan meyebabkan runway lebih panjang karena pada waktu take off pesawat akan mengalami hambatan-hambatan kecepatan dengan 36 adanya genangan air tersebut. Untuk pesawat jet oleh NASA dan FAA dibatasi ketinggian air di landasan pacu maksimal 1,5 inchi. A.7. OBSTACLE DALAM BANDAR UDARA Rintangan atau obstacle dalam wilayah kebandarudaraan berupa adanya bangunan atau benda tumbuh, baik yang tetap (fixed) maupun dapat berpindah (mobile), yang lebih tinggi dari batas ketinggian yang diperkenankan sesuai dengan Aerodrome Reference Code (Kode Referensi Landas Pacu) dan Runway Classification (Klasifikasi Landas Pacu) dari suatu bandar udara. Rintangan atau obstacle di sekitar wilayah bandar udara diatur demi keselamatan pesawat yang beroperasi di bandara tersebut dan untuk mencegah bandar udara menjadi tidak dapat dioperasikan akibat timbulnya obstacle di sekitar lapangan terbang. A.8. KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN Kawasan keselamatan operasi penerbangan adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan. Pada kawasan keselamatan operasi penerbangan tidak dibenarkan adanya obstacle yaitu adanya bangunan atau benda tumbuh, baik yang tetap (fixed) maupun dapat berpindah (mobile), yang lebih tinggi dari batas ketinggian yang diperkenankan. Kawasan keselamatan operasi penerbangan dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar II-14 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan Sumber: http://samratulangi-airport.com/kkop , 2 Februari 2016 37 Daerah bebas rintangan di sekitar bandar udara perlu disediakan guna kelancaran serta keamanan operasi penerbangan. Batas Obstacle pada wilayah bandar udara harus ditentukan pada11 : a. Kawasan Permukaan Kerucut b. Kawasan Permukaan Horizontal Dalam c. Kawasan Permukaan Pendekatan Landasan d. Kawasan Permukaan Transisi Gambar II-15 Toleransi Obstacle pada Area Bandara Denah Tampak Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga Gambar II-16 Toleransi Obstacle pada Area Bandara Potongan (A-A) Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga Gambar II-17 Toleransi Obstacle pada Area Bandara Potongan (B-B) Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga Kawasan keselamatan operasi penerbangan suatu bandara merupakan kawasan yang relatif sangat luas, mulai dari pinggir landas pacu yang disebut runway strip membentang sampai radius 15 km dari Aerodrome Reference Point (ARP) dengan ketinggian berbeda-beda sampai 11 International Civil Aviation Organization, 2004. Annex 14 Aerodromes Volume I Fourth Edition. Montreal 38 145 m relatif terhadap Aerodrome Elevation System (AES). Kawasan permukaan yang paling kritis terhadap adanya obstacle adalah kawasan pendekatan landasan, kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, kawasan di bawah permukaan transisi, dan kawasan di bawah permukaan horizontal dalam. Pada zona horizontal dalam, maksimal ketinggian bangunan di sekitar bandara yang diizinkan adalah 45 meter. Zona area dalam dihitung sejajar mulai dari ujung bahu landasan hingga radius 4 kilometer. Gambar II-18 Batas Bangunan untuk Sebuah Bandara dengan Instrumen Landasan Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga Untuk wilayah yang termasuk dalam kawasan radar, maksimal ketinggian bangunan yang diizinkan adalah 15 meter atau sejajar dengan ketinggian radar. Perhitungan ini dilakukan sejauh 3 kilometer dari lokasi radar. Jika ada bangunan yang ketinggiannya melebihi dari yang ditetapkan, maka akan mengganggu operasional radar dan terjadi blank spot area. Gambar II-19 Jarak Batas Ketinggian dalam Persen Bangunan terhadap Landasan Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jsilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga 39 A.9. PERTOLONGAN KECELAKAAN PENERBANGAN DAN PEMADAM KEBAKARAN (PKP-PK) DI AREA BANDAR UDARA Tujuan utama pertolongan kecelakaan penerbangan dan layanan pemadam kebakaran adalah untuk menyelamatkan nyawa . Untuk alasan ini apabila insiden terjadi pada atau di sekitar bandar udara, kepentingan utama yaitu peluang terbesar untuk menyelamatkan nyawa. Harus diasumsikan kemungkinan dapat terjadi setiap saat , dan perlu untuk pemadaman kebakaran sesegera mungkin yang mungkin terjadi setelah kecelakaan pesawat atau saat peristiwa , atau setiap saat selama operasi penyelamatan. Tabel II-5 Kategori Aerodrome Untuk PKP-PK Berdasarkan Panjang Keseluruhan Pesawat dan Lebar Maksimum Pesawat Sumber : International Civil Aviation Organization, 2004. Annex 14 – Aerodrome Category for Rescue and Fire Fighting, table 9-1. Montreal A.10. KARAKTERISTIK PESAWAT KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG Jenis pesawat terbang sangat beragam, tetapi dapat digolongkan menurut tipe propulasi dan medium penimbul dorongan, yaitu 1) Mesin piston, 2) Turbo propeller, 3) Turbo jet 4) Turbo fan. Tetapi pada dasarnya ada beberapa hal atau karakteristik pesawat yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu bandara. Tabel II-6 Karakteristik Pesawat dan Pengaruhnya Karakteristik Berat Pesawat Terbang Rancangan yang Dipengaruhi Berat pesawat terbang penting untuk menentukan tebal landasan pacu, landas hubung dan perkerasan apron serta kebutuhan panjang landasan pacu lepas landas dan pendaratan pada suatu penerbangan. 40 Karakteristik Bentang Sayap dan Panjang Badan Pesawat Kapasitas Penumpang Jejari Putar Pesawat Terbang Rancangan yang Dipengaruhi Bentang sayap pesawat dan panjang badan pesawat mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat juga menentukan lebar landasan pacu, landas hubung dan jarak antar keduanya, serta mempengaruhi jarak manuver pesawat. Kapasitas penumpang pesawat mempengaruhi dalam penentuan fasilitas-fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedunggedung terminal. Jejari putar penting untuk mengetahui geometri pergerakan sebuah pesawat terbang dimana ia menentukan posisi pesawat pada apron yang berdekatan dengan gedung-gedung terminal dan menetapkan jalur yang dilalui pesawat menuju tempat lain di bandar udara itu. Jejari merupakan fungsi sudut kemudi roda depan. Sudut maksimum jejari putar bervariasi dari 60° - 80°. Pesawat yang mempunyai kemampuan memutarkan roda utama besar dapat memperkecil jejari putar. Tetapi efek yang terjadi menimbulkan keausan ban yang berlebihan dan dalam beberapa keadaan dapat mengakibatkan kerusakan pada permukaan perkerasan landasan. Oleh sebab itu sudut yang tepat kira-kira 50°. Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport. UKURAN PESAWAT TERBANG Tuntutan akan kebutuhan kapasitas penumpang telah membawa pada penciptaan pesawat berbadan lebar. Saat pesawat pertama dibuat dan terbang mengangkasa ukuran pesawat terus dibuat semakin besar. Pada tahun 1950an Boeing memproduksi 707 yang besar. Kemudian pada tahun 1970, Boeing memproduksi dan meluncurkan Boeing 747 yang berukuran lebih besar lagi. Tahun 2006, pesawat terbesar saat ini, Airbus A380 mengangkasa. Airbus A380 pesawat dengan bentang sayap 79,8m, panjang badan pesawat 73m dan kapasitas maksimal 840 penumpang, perencanaan terminal harus dapat mengantisipasi jenis ukuran pesawat sebesar Airbus A380. 41 Gambar II-20 Perbandingan Ukuran Berbagai Pesawat Sumber : http://www.tillier.net/stuff/airplanes/plane_sizes.jpg (13 Desember 2015) Dengan adanya berbagai jenis pesawat, maka ukuran posisi pesawat dapat dikelompokan sebagai berikut: Tabel II-7 Kode Huruf Berhubungan dengan Bentangan Sayap dan Jarak Roda Terluar Code Letter A B C D E F WINGSPAN < 15m 15m - < 24m 24m - < 36m 36m - < 52m 52m - < 65m 65m - < 80m Outer Main Gear Wheel Span <4.5m 4.5m - < 6m 6m - < 9m 9m - < 14m 9m - < 14m 14m - < 16m Sumber : International Civil Aviation Organization, 2004. Annex 14 – Aerodrome Reference Code Element 2, Table 1-1, Montreal Bentangan sayap dan panjang badan pesawat mempengaruhi : 1. Ukuran apron 2. Ukuran hanggar 3. Susunan gedung-gedung terminal 4. Lebar landasan pacu 5. Lebar landasan hubung 6. Jarak landasan pacu – landasan hubung 7. Jari-jari manuver 42 JARAK BEBAS APRON Perlu diperhatikan kegiatan di dalam apron antara pesawat, bangunan terminal dan pelaku kegiatan didalamnya adalah jarak bebas apron. Tabel II-8 Jarak Bebas Antar Pesawat di Apron Code Letter / Penggolongan Pesawat Uraian A B C D E F Jarak bebas antar pesawat yang parkir dengan pesawat yang akan tinggal landas (A) 10m 10m 10m 15m 15m 15m 4,5m 4,5m 7,5m 7,5m 10m 10m 4,5m 4,5m 7,5m 7,5m 10m 10m 4,5m 4,5m 7,5m 7,5m 10m 10m 15m 15m 15m 15m 15m 15m jarak bebas antar pesawat yang parkir dengan pesawat yang berada di taxilane dan penghalang lain (B) Jarak pesawat yang sedang berjalan dengan pesawat yang berada di lead-in garis dan pesawat lain (C) Jarak antara pesawat yang sejajar yang berada di apron dan bangunan lain (D) Jarak antara pesawat dengan pengisian bahan bakar dan bangunan (E) Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta Dapat dilihat pada gambar di bawah jarak-jarak tersebut dalam konfigurasi pada sebuah apron Gambar II-21 Konfigurasi pada Sebuah Apron Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 43 LAY OUT PESAWAT Pesawat saat parkir di sebuah apron akan banyak dilakukan pengecekan dan kegiatan untuk menunjang keselamatan penerbangan serta naik-turunnya penumpang. Secara ringkas dapat dilihat pada gambar dibawah lay out saat pesawat berada di apron. Gambar II-22 Lay Out Pesawat di Apron Sumber : Blow, Christopher J, 1991. Airport Terminals. London : Butterworth A.11. TIPE PARKIR PESAWAT Tipe parkir pesawat berhubungan dengan cara bagaimana pesawat ditempatkan berkenaan dengan bangunan terminal dan cara menuver pesawat untuk masuk dan keluar dari pintu-hubung. Pesawat dapat ditempatkan dengan berbagai sudut terhadap bangunan terminal dan apat keluar atau masuk dari pintu-hubung dengan kekuatan sendiri atau dengan bantuan alat penarik/pendorong. Tipe-tipe parkir pesawat yang telah terbukti berhasil digunakan di berbagai bandar udara dan telah dievaluasi adalah sebagai berikut : TIPE PARKIR HIDUNG KE DALAM (NOSE IN) Dalam konfigurasi nose in ini pesawat diparkir tegak lurus dengan terminal, dengan hidung pesawat berjarak sedekat mungkin dengan bangunan terminal. Pesawat melakukan manuver pada posisi parkir tanpa bantuan alat penarik, tetapi untuk meninggalkan pintuhubung pesawat didorong sampai jarak yang cukup sehingga memungkinkan pesawat untuk bergerak dengan kekuatan sendiri. 44 Keuntungan dari konfigurasi ini adalah kebutuhan daerah di pintu-hubung paling kecil, menimbulkan tingkat kebisingan yang lebih rendah karena pewsawat meninggalkan pintu-hubung tidak dengan kekuatan mesin sendiri. Kekurangannya adalah harus disediakannya alat pendorong pesawat dan pintu belakang pesawat tidak dapat digunakan secara efektif oleh penumpang. Gambar II-23 Parkir Pesawat Nose-in Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga TIPE PARKIR HIDUNG KE DALAM BERSUDUT (ANGELED NOSE IN) Konfigurasi ini sama dengan konfigurasi nose in tetapi badan pesawat bersudut terhadap bangunan terminal. Keuntungan dari parkir angeled nose in adalah pesawat dapat melakukan manuver saat masuk dan keluar dari pintu-hubung dengan kekuatan sendiri. Kekurangannya adalah membutuhkan daerah parkir yang lebih luas dan kebisingan dari suara mesin cukup dekat dengan bangunan terminal. Gambar II-24 Parkir Pesawat Angled Nose-in Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga 45 TIPE PARKIR HIDUNG KE LUAR BERSUDUT (ANGELED NOSE OUT) Dalam konfigurasi angeled nose out tersebut pesawat diparkir dengan hidung menjauhi bangunan terminal. Keuntungan dari konfigurasi ini sama dengan konfigurasi angeled nose in. Demikian juga dengan kekurangannya ditambah dengan semburan jet dan kebisingan yang diarahkan ke bangunan terminal. Gambar II-25 Parkir Pesawat Angled Nose-Out Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga TIPE PARKIR SEJAJAR Konfigurasi dari parkir sejajar ini adalah yang paling mudah untuk manuver pesawat. Dalam hal kebisingan dan semburan jet dapat dikurangi karena tidak diperlukan gerakan memutar yang tajam. Baik pintu depan dan pintu belakang pesawat dapat digunakan oleh penumpang untuk keluar dan masuk. Namun demikian konfigurasi ini membutuhkan daerah parkir di pintuhubung yang lebih besar karena sejajar dengan bangunan terminal. Gambar II-26 Parkir Pesawat Sejajar Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 46 A.12. SISTEM LALU LINTAS UDARA Sistem jalur udara terdiri dari suatu jaringan alat bantu navigasi dan sejumlah fasilitas pengendali lalu lintas udara yang memberikan pemisahan yang aman dan iringan pesawat terbang yang teratur di dalam jangkauan sistem tersebut. Komponen utama dalam sistem ini adalah : a. Pusat Pengendali Lalu Lintas Route Udara atau Air Route Traffic Control Center (ARTCC), memiliki jangkauan100.000 mil, dengan beberapa sektor dan memiliki beberapa frekuensi khusus untuk komunikasi dengan pesawat. b. Fasilitas Pengendali Pendekatan Terminal atau Terminal Approach Control Facility (TAFC), memiliki jangkauan 25-50 mil dari bandara. TAFC yang dilengkapi dengan radar adalah TRACON (Terminal Radar Approach Control) atau ARTS (Automated Radar Terminal System) c. Menara Pengendali Lalu Lintas Bandar Udara atau Airport Traffic Control Tower (ATFC), dengan jangkauan 5 mil, bertanggung jawab dalam memberi izin pesawat berangkat dan datang, serta memberikan informasi keadaan sekitar bandara. d. Stasiun Pelayanan Penerbangan atau Flight Service Stasiun (FSS), sebagai pemberi informasi penerbangan dan penghubung antar fasilitas-fasilitas pengendali lalu lintas. TINJAUAN UMUM TERMINAL PENUMPANG Terminal penumpang merupakan penghubung utama antara jalan masuk darat dengan pesawat yang mempunyai hubungan (imterface) antara lapangan udara (airfield) dengan bagian bandar udara yang mencakup fasilitas-fasilitas pelayanan penumpang, penanganan barang-barang bawaan (baggage handling), penanganan barang-barang kiriman (cargo handling) baik memulai atau mengakhiri suatu perjalanan, serta kegiatan administrasi dan pengoperasian pemeliharaan bandar udara. B.1. PENGERTIAN TERMINAL PENUMPANG Terminal penumpang bandar udara merupakan sebuah bangunan di bandar udara dimana pemumpang berpindah antara transportasi darat dan 47 fasilitas yang membolehkan mereka menaiki dan meninggalkan pesawat. Di terminal, penumpang membeli tiket, menitipkan bagasinya dan diperiksa pihak keamanan.12 Secara umum ada lima macam pengelompokan kegiatan sehubungan dengan fungsi terminal, yaitu : a. Pelayanan yang berhubungan langsung dengan penumpang seperti information system, parking, perpindahan intermoda transportasi, dan lain-lain. b. Pelayanan penumpang sehubungan dengan perusahaan penerbangan seperti ticketing, check-in, baggage check, dan lain-lain. c. Kegiatan pemerintahan seperti passport control, karantina, dan lain-lain. d. Fungsi-fungsi kewenangan airport yang tidak ada hubungannya dengan penumpang seperti utilitas, suppliers, air traffic control, meteorologi. e. Fungsi-fungsi maskapai penerbangan seperti fuel supplies, engineering, ramp service, dan lain-lain. B.2. PENGGOLONGAN TERMINAL BANDAR UDARA Berdasarkan penggunaannya maka terminal dapat digolongkan menjadi dua terminal, yaitu: a. Terminal Penumpang Fasilitas Bangunan terminal penumpang adalah bangunan yang disediakan untuk melayani seluruh kegiatan yang dilakukan oleh penumpang dari mulai keberangkatan hingga kedatangan. Di dalam terminal penumpang terbagi tiga bagian yang meliputi keberangkatan , kedatangan serta peralatan penunjang bandar udara udara. 12 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia 48 b. Terminal Barang (Kargo) Fasilitas bangunan terminal barang (kargo) adalah bangunan terminal yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang (kargo) udara yang dilayani oleh bandar udara tersebut. luasannya dipengaruhi oleh berat dan volume kargo waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut. Fasilitas ini meliputi gudang, kantor administrasi, parkir pesawat, gedung operasi, jalan masuk dan tempat parkir kendaraan umum. Fasilitas– fasilitas tersebut diatas merupakan fasilitas standar yang dalam penyediaan dan pengoperasiannya disesuaikan dengan klasifikasi kemampuan bandar udara bersangkutan. Berdasarkan fasilitasnya maka terminal dapat digolongkan menjadi tiga terminal, yaitu : a. Terminal Asal-Tujuan Terminal ini memproses penumpang yang memulai dan mengakhiri perjalanan. Fasilitas pelataran depan, fasilitas tiket dan bagasi, pelataran parkir relatif lebih besar. b. Terminal Langsung Terminal menghubungkan penumpang asal dari pesawat berbadan besar dengan penumpang dari pesawat berbadan kecil sehingga proses penumpang yang tetap tinggal pessawat relatif besar, sedangkan waktu darat pesawat relatif kecil. c. Terminal Transfer Terminal ini menghubungkan penerbangan kedatangan dan keberangkatan. Fasilitas ruang terbuka relatif besar sebagai tempat pemrosesan penumpang yang pindah. Fasilitas bagasi antar pesawat memiliki gate yang saling berdekatan. B.3. FASILITAS TERMINAL BANDAR UDARA Bagian dari fasilitas terminal bandar udara meliputi terminal penumpang, terminal barang (kargo), bangunan operasi, fasilitas penunjang bandar udara. 49 FASILITAS BANGUNAN TERMINAL PENUMPANG Fasilitas Bangunan terminal penumpang adalah bangunan yang disediakan untuk melayani seluruh kegiatan yang dilakukan oleh penumpang dari mulai keberangkatan hingga kedatangan. Di dalam terminal penumpang terbagi 3 (tiga) bagian yang meliputi keberangkatan, kedatangan serta peralatan penunjang bandar udara udara. a. Fasilitas Keberangkatan 1) Check in counter adalah fasilitas pengurusan tiket pesawat terkait dengan keberangkatan. Jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut. 2) Check in area adalah area yang dibutuhkan untuk menampung check in counter. Luasannya dipengaruhi oleh jumlah penupang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut. 3) Rambu/marka terminal bandar udara adalah pesan dan papan informasi yang digunakan sebagai penunjuk arah dan pengaturan sirkulasi penumpang di dalam terminal. Pembuatannya mengikuti tata aturan baku yang merupakan standar internasional. 4) Fasilitas Custom Imigration Quarantina / CIQ (bandar udara internasional), ruang tunggu, tempat duduk, dan fasilitas umum lainnya (toilet telepon dsb) adalah fasilitas yang harus tersedia pada terminal keberangkatan. Jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah penupang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut. 5) Selain itu pada terminal keberangkatan juga terdapat fasilitas: Hall keberangkatan dimana hall ini menampung semua kegiatan yang berhubungan dengan keberangkatan calon penumpang dan dilengkapi dengan kerb 50 keberangkatan, ruang tunggu penumpang, tempat duduk dan fasilitas umum toilet. b. Fasilitas Kedatangan 1) Ruang kedatangan adalah ruangan yang digunakan untuk menampung penumpang yang turun dari pesawat setelah melakukan perjalanan. Luasannya dipengaruhi oleh jumlah penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut. Fasilitas ini dilengkapi dengan kerb kedatangan dan baggage claim area. 2) Baggage Conveyor Belt adalah fasilitas yag digunakan untuk melayani pengambilan bagasi penumpang. Panjang dan jenisnya dipengaruhi oleh jumlah penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut dan banyaknya bagasi penumpang yang diperkirakan harus dilayani. Gambar II-27 Beberapa Bentuk Baggage Conveyor Belt Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport. Tabel II-9 Bentuk, Ukuran dan Kapasitas Bagasi Sumber : Robert Horonjeff. Planning & Design of Airport. 3) Rambu/marka terminal bandar udara, Fasilitas Custom Imigration Quarantine / CIQ (bandar udara Internasional) dan fasilitas umum lainnya (toilet telepon dsb) adalah kelengkapan terminal kedatangan yang harus disediakan 51 yang jumlah dan luasnya dipengaruhi oleh jumlah penumpang waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut. FASILITAS BANGUNAN TERMINAL BARANG Fasilitas Bangunan Terminal Barang (Kargo) adalah bangunan terminal yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang (kargo) udara yang dilayani oleh bandar udara tersebut. Luasannya dipengaruhi oleh berat dan volume kargo waktu sibuk yang dilayani oleh bandar udara tersebut. Fasilitas ini meliputi gudang, kantor administrasi, parkir pesawat, gedung operasi, jalan masuk dan tempat parkir kendaraan umum. Fasilitas–fasilitas tersebut diatas merupakan fasilitas standar yang dalam penyediaan dan pengoperasiannya disesuaikan dengan klasifikasi kemampuan bandar udara bersangkutan. FASILITAS BANGUNAN OPERASI Fasilitas Bangunan Operasi yang meliputi : 1) Gedung Operasional antara lain ; Pertolongan Kecelakaan Penerbangan – Pemadam Kebakaran (PKP-PK) , menara kontrol, stasiun meteorologi, Gedung Non Directional Beacon (NDB), Gedung Very high Omni directional Range (VOR) dan gedung Distance Measuring Equipment (DME). 2) Bangunan Teknik Penunjang yang terdiri dari, power house dan stasiun bahan bakar merupakan fasilitas yang terkait dengan jaminan kelangsungan operasional bandar udara dari aspek keselamatan, kelistrikan dan pergerakan pesawat. 3) Bangunan Administrasi dan Umum terdiri Kantor Bandara, Kantor Keamanan dan Rumah Dinas Bandara serta bangunan Kantin dan tempat ibadah. Fasilitas tersebut diatas dibutuhkan untuk mendukung pengopersian bandar udara baik secara aspek administrasi, personalia, maupun lalu lintas kebandarudaraaan. 52 FASILITAS PENUNJANG BANDAR UDARA Fasilitas Penunjang bandar udara jalan dan parkir kendaraan pengunjung merupakan fasilitas yang ditujukan untuk mendukung pelayanan terhadap para pengunjung baik calon penumpang maupun pengunjung non-penumpang, juga termasuk jembatan, darinase, turap dan pagar serta taman. Fasilitas ini juga memberikan layanan keterkaitan intermoda sebagai salah satu upaya integrasi bandar udara dengan sistem moda transportsi lainnya. B.4. KONSEP TERMINAL PENUMPANG ORIENTASI TERMINAL PENUMPANG Perencanaan bandar udara adalah sebuah proses yang sedemikian rumitnya sehingga analisis satu kegiatan tanpa memperhitungkan pengaruhnya pada kegiatan yang lain tidak akan menghasilkan penyelesaian yang memuaskan. Dalam sebuah bandar udara tercakup suatu kumpulan kegiatan yang luas dimana masingmasing kegiatan tersebut mempunyai kebutuhan / kepentingan yang berbeda, seringkali terdapat pertentangan. Kegiatan-kegiatan itu saling tergantung satu sama lain sehingga suatu kegiatan tunggal dapat membatasi kapasitas dari keseluruhan kegiatan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan tersebut dapat membentuk suatu orientasi di dalam terminal penumpang bandara.Konsep terminal penumpang dari orientasi peletakan ruangruang fasilitas pemrosesannya: a. Fasilitas Pemrosesan Terpusat (Sentral) Konsep ini bersifat ekonomis karena banyak fasilitas bersama yang dapat digunakan untuk melayani sejumlah besar gate ke pesawat, seperti sistem bagasi, check-in, dan kemudahan bergerak ke apron perlengkapan. Penghematan serupa ditemukan pada kewenangan bandar udara, perusahan penerbangan dan keperluan staf bandar udara. 53 Gambar II-28 Bandara dengan Sistem Sentral (Schipol Airport) Sumber: http://airtracker.blog.com/wpcontent/blogs.dir/00/03/79/37/3793703/files/airports/amsterdam-airport.jpg , (23 Oktober 2015) b. Fasilitas Pemrosesan Terpencar (Desentral) Fasilitas penumpang diatur dalam unit-unit terminal dengan fasilitas komplit. Sistem desentral dirancang untuk menjaga jarak tetap pendek sekitar 300 meter. Jarak maksimum antara sisi ujung untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dari kendaraan / mobil yang ada di area bandara (curbside) dan counter check-in terjauh dibuat kurang lebih 100 meter. Sehingga terminal terjaga skala manusianya. Lot-lot parkir relatif kecil dan mudah dalam pengawasan. Secara operasional, desentralisasi menuntut persyaratan staf dan pemisahan administrasi serta keamanan ke masing-masing unit terminal. Setiap terminal mempunyai batas maksimal penumpang dan fasilitas staf. Beberapa fasilitas di dalamnya bisa digabung seperti ruang bagasi, barang, area check-in dan fasilitas kendaraan seperti apron untuk urusan perlengkapan. Sehingga untuk bandar udara yang besar perlu kelengkapan berupa bentuk sistem transportasi untuk dapat bergerak antar inter terminal. Bentuk tersebut dapat berupa kendaraan lalulintas otomatis atau pelayanan bus. Gambar II-29 Bandara dengan Sistem Desentral (Dallas-Fort Woerth Airport) Sumber: http://www.allairports.net/images/dfw-airport-terminal-map.jpg , (23 Oktober 2015) 54 PENDISTRIBUSIAN HORIZONTAL Konsep terminal penumpang dari pendistribusian horizontal terdiri dari empat konsep, yaitu : a. Konsep Linear Terdiri dari ruang tunggu bersama dan derah pelayanan tiket dengan pintu keluar menuju apron parkir pesawat. Pesawat diparkir di sepanjang halaman muka gedung terminal. Tipe ini adalah yang paling banyak digunakan karena penumpang tidak perlu berjalan terlalu jauh menuju pesawat. Pesawat diparkir di sepanjang halaman muka gedung terminal. Gambar II-30 Terminal Bandara dengan Konsep Linear Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga Keuntungan: Kemudahan dan kejelasan jalan masuk / pencapaian. Jarak berjalan kaki relatif pendek. Pengembangan mudah dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi. Kerugian : Penggunaan ruang bersama kurang memuaskan dan jika dipisah memerlukan biaya mahal. b. Konsep Dermaga (Pier) Pada tipe ini memungkinkan lebih banyak menampung pesawat, namun penumpang harus berjalan lebih jauh untuk menuju pesawat udara. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan APM (Automatic People Mover) yaitu escalator horizontal atau dengan kereta pengangkut. Letak pesawat diparkir sejajar mengelilingi sumbu dengan posisi nose-in. 55 Gambar II-31 Terminal Bandara dengan Konsep Dermaga Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga Keuntungan: Kemampuannya untuk dikembangkan sesuai dengan meningkatnya kebutuhan. Relatif lebih ekonomis dari modal dan biaya operasi. Kerugian : Jarak berjalan kaki menjadi relatif jauh dari pelataran depan ke pesawat. Kurangnya hubungan langsung antara pelataran depan dengan posisi depan pintu ke pesawat. c. Konsep Satelit atau Memusat Letak pesawat diparkir melingkar, dengan pencapaiannya melalui konektor. Tipe ini pada umumnya sama dengan tipe dermaga, memungkinkan menampung pesawat lebih banyak. Gambar II-32 Terminal Bandara dengan Konsep Satelit Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga 56 Keuntungan: Kemampuannya penyesuaian terhadap ruang tunggu keberangkatan bersama. Kemudahan manuver pesawat di sekitar bangunan terminal dengan konsep satelit. Kerugian : Biaya konstruktif relatif tinggi karena harus disediakan tempat terbuka yang menghubungkan terminal dengan gate yang menggunakan konsep satelit. Kesulitan memperluas gate yang menggunakan konsep satelit. d. Konsep Transporter atau Apron Terbuka Pesawat terpisah dari terminal, untuk itu disediakan kendaraan untuk menghubungkannya. Konsep terminal ini memiliki fleksibilitas dalam tambahan tempat parkir pesawat untuk menampung peningkatan permintaan maupun ukuran dari pesawat. Gambar II-33 Terminal Bandara dengan Konsep Transporter Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga Keuntungan: Fleksibilitas dalam tambahan tempat parkir pesawat utuk menampung peningkatan permintaan atau ukuran pesawat. Kemampuan melakukan manuver pesawat sendiri. 57 Terpisahnya kegiatan-kegiatan pelayanan pesawat dari terminal. Tata ruang didalam bangunan terminal dapat efisien. Kerugian : Harus menyediakan kendaraan penghubung dalam jumlah relatif banyak (sesuai jumlah pengguna). PENDISTRIBUSIAN VERTIKAL Konsep terminal penumpang dari pendistribusian vertikal meliputi : a. Sistem Satu Tingkat Pemrosesan bagasi dan penumpang berada pada satu level dengan apron. Kedatangan dan keberangkatan hanya dilakukan pemisahan secara horizontal. Sistem ini sangat cocok dengan jumlah penumpang yang relatif sedikit, proses boarding ke pesawat tidak memerlukan jembatan penyeberangan melalui gerbang apron. Gambar II-34 Pola Sirkulasi pada Bangunan Terminal Satu Tingkat Sumber : Planning & Design of Airport, Robert Horonjeff b. Sistem Berdampingan dalam Dua Tingkat Pada sistem ini ada pemisahan arus datang dan berangkat, juga pemisahan antara penumpang dan bagasi. Konfigurasi yang cocok untuk penumpang dengan lalu lintas penumpang menengah keatas. Konfigurasi ini penumpang boardiing melalui jembatan lantai atas, sedangkan aktivitas menaikkan dan menurunkan penumpang dari kendaraan / mobil yang ada di area bandara (curb) masih dilakukan di satu level yang sama dengan bangunan terminal. Gambar II-35 Pola Sirkulasi pada Bangunan Terminal Dua Tingkat Sumber : Planning & Design of Airport, Robert Horonjeff 58 c. Sistem Penumpukan Vertikal Sistem ini sangat tergantung pada volume lalu lintas dan tipe lalu lintasnya. Sistem konfigurasi ini cocok untuk penumpang dengan skala besar. Fasilitas keberangkatan diletakkan di lantai atas sedangkan kedatangan diletakkan di lantai dasar. Keduanya menggunakan gerbang (gate) yang sama. Gambar II-36 Pola Sirkulasi pada Bangunan Terminal Banyak Tingkat Sumber : Planning & Design of Airport, Robert Horonjeff B.5. SISTEM PELAYANAN PENUMPANG Sistem pelayanan penumpang (passenger handling system) adalah suatu sistem yang merupakan penghubung utama antara jalan masuk ke bandar udara dengan pesawat terbang, mulai dari jalan masuk sampai kedalam pesawat. Sistem pelayanan penumpang terdiri dari tiga bagian utama dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Daerah pertemuan antara jalan masuk dengan terminal dimana penumpang diarahkan dari perjalanan darat masuk ke bagian passenger-proscessing untuk keperluan perjalanan udaranya. Kegiatan-kegiatannya berupa sirkulasi kendaraan dan parkir, serta naik turunnya penumpang dari kendaraan menuju pelataran terminal dan sebaliknya. b. Bagian pemrosesan merupakan kegiatan yang terjadi di dalam terminal dimana penumpang melewati proses dalam persiapan untuk keperluan memulai dan mengakhiri suatu perjalanan udara. Kegiatan-kegiatan pada bagian ini meliputi proses pembelian tiket, pengecekan tiket, check-in, lapor masuk bagasi, pengambilan bagasi, pelayanan pengawasan keamanan. 59 c. Bagian pertemuan dengan pesawat dimana aktivitas penumpang berpindah antara bagian pemrosesan dengan pesawat. Kegiatan-kegiatannya meliputi pemindahan muatan dari dan ke pesawat. Demikian juga naik dan turunnya penumpang dari dan ke pesawat. Sistem pelayanan penumpang memiliki tujuan yaitu : 1. Memikirkan mengenai cara penumpang sampai di bandar udara. 2. Melayani proses penumpang yang memulai perjalanan maupun mengakhiri perjalanan udaranya. 3. Mendistribusikan penumpang dan barang bawaan dari dan ke pesawat. Bagian-bagian sistem pelayanan penumpang di dalam area terminal, yaitu :access interface, processing, flight interface. ACCESS INTERFACE Bagian ini terdiri dari pelataran terminal, fasilitas parkir, serta fasilitas penghubung yang memungkinkan penumpang, pengunjung dan barang untuk masuk dan keluar dari terminal. Fasilitas-fasilitas fisik pada bagian ini adalah sebagai berikut : 1) Pelataran depan bagi penumpang untuk naik dan turun dari kendaraan, juga menyediakan posisi bongkar muat bagi kendaraan untuk menuju dan meninggalkan bangunan terminal. 2) Fasilitas parkir mobil yang menyediakan tempat parkir untuk jangka pendek dan jangka panjang bagi mobil penumpang dan pengunjung, serta fasilitas-fasilitas untuk mobil sewaan, angkutan umum dan taksi. 3) Fasilitas jalan yang menuju pelataran terminal, pelataran parkir dan jaringan jalan umum, serta jalan bebas hambatan. 60 4) Fasilitas untuk menyeberang jalan bagi pejalan kaki, termasuk terowongan, jembatan dan peralatan otomatis yang memberikan jalan masuk antara fasilitas parkir kendaraan dengan bangunan terminal. 5) Jalan lingkungan dan lajur bagi kendaraan pemadam kebakarann yang menuju ke berbagai fasilitas dalam terminal dan ke tempat-tempat penyimpanan barang, tempat truk pengangkut bahan bakar dan lain-lain. PROCESSING Bagian ini meliputi pemrosesan penumpang dan bagasi yang terjadi di dalam bangunan terminal. Fasilitas-fasilitasnya pada terminal adalah sebagai berikut: 1) Tempat pelayanan tiket (ticket counter) dan kantor yang digunakan untuk penjualan tiket, lapor masuk bagasi (baggage check-in). Fasilitas administratif dan pelayanan informasi penerbangan. 2) Ruang pelayanan terminal yang terdiri dari daerah umum dan bukan umum seperti konsesi, fasilitas-fasilitas untuk penumpang dan pengunjung, tempat perbaikan kendaraan ground handling, ruangan untuk menyiapkan makanan sewaktu penerbangan sebelum makanan dibawa ke dalam pesawat, serta gudang bahan makanan dan barang-barang. 3) Lobi untuk sirkulasi penumpang dan ruang tunggu bagi tamu. 4) Daerah sirkulasi umum untuk penumpang dan pengunjung yang terdiri dari daerah-daerah seperti tangga, eskalator, lift, dan koridor. 5) Ruangan untuk bagasi, yang tidak boleh dimasuki um, untuk menyortir dan proses bagasi yang akan dimasukkan ke pesawat (outbound baggage space). 6) Ruangan bagasi yang digunakan untuk proses bagasi yang akan dipindahkan dari satu pesawat ke pesawat lain dari 61 perusahaan penerbangan yang sama ataupun berbeda (intraline and interline baggage space). 7) Ruangan bagasi yang digunakan untuk menerima bagasi dari pesawat yang tiba kemudian menyerahkan bagasi kepada penumpang (inbound bagage space). 8) Daerah pelayanan dan administrasi bandar udara yang digunakan untuk manajemen, operasi dan fasilitas pemeliharaan bandar udara. 9) Fasilitas pelayanan pengwasan federal yang merupakan daerah untuk pemrosesan penumpang yang tiba pada penerbangan internasional yang kadang digabungkan sebagai bagian dari elemen penghubung. FLIGHT INTERFACE Bagian ini menghubungkan terminal dengan pesawat yang diparkir. Pada bagian ini meliputi fasilitas-fasilitas sebagai berikut: 1) Ruangan terbuka (concourse) untuk sirkulasi menuju ruang tunggu keberangkatan, yang digunakan untuk menunggu keberangkatan. 2) Ruang keberangkatan yang digunakan penumpang untuk menunggu keberangkatan. 3) Peralatan keberangkatan penumpang yang digunakan untuk naik dan turun dari dan menuju pesawat dan ruang tunggu keberangkatan atau ruang kedatangan. 4) Ruang operasi perusahaan penerbangan yang digunakan untuk pegawai, peralatan dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kedatangan dan keberangkatan pesawat. 5) Fasilitas-fasilitas keamanan yang digunakan untuk memeriksa penumpang dan bagasi serta memeriksa jalan masuk untuk penumpang yang menuju ke daerah keberangkatan (koordinasi) penumpang. 62 6) Daerah pelayanan terminal, yang memberikan fasilitas kepada umum, dan daerah-daerah yang bukan umum yang digunakan untuk operasi, seperti bangunan untuk utilitas dan pemeliharaan. B.6. SISTEM BOARDING PESAWAT Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk pengangkutan penumpang antara terminal dengan pesawat yaitu: a. Berjalan kaki pada apron dan menaiki tangga, b. Jalan kaki melalui penghubung antara terminal dengan pesawat seperti jembatan penumpang/garbarata. c. Dengan menggunakan beberapa jenis kendaraan. Metode pengangkutan penumpang ke pesawat tersebut tergantung pada sistem pemrosesan yang digunakan, tipe parkir pesawat dan denah sistem parkir pesawat. Gambar II-37 Sistem Boarding Pesawat Menggunakan Tangga Sumber: http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2015/04/07/523746/670x335/inicara-mario-jadi-penumpang-gelap-dan-masuk-ban-pesawat-garuda.jpg (13 Februari 2016) Gambar II-38 Detail Sistem Boarding Menggunakan Tangga Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga 63 Gambar II-39 Sistem Boarding Menggunakan Garbarata Sumber: http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=816702&page=2 (13 Februari 2016) Gambar II-40 Detail Sistem Boarding Menggunakan Garbarata Sumber: Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33, Jakarta: Erlangga Gambar II-41 Sistem Boarding Menggunakan Kendaraan Sumber: http://1.bp.blogspot.com/lWMpI_Ow6O0/TtcMohaJFcI/AAAAAAAAAN0/0D60UvfTMFA/s320/neopla n-airport-bus-lauda-a.jpg (13 Februari 2016) 64 B.7. PINTU HUBUNG (GATE) Gate atau pintu hubung merupakan interface antara area landside menuju area airside ataupun sebaliknya. Gate menghubungkan antara bangunan terminal dengan apron, atau jalan hubung para penumpang untuk memasuki pesawat. Jumlah dan layout dari pintu hubung akan mempengaruhi jumlah dan cara parkir pesawat pada apron. JUMLAH PINTU HUBUNG Jumlah pintu-hubung (gate) ditetapkan berdasarkan arus pesawat per jam yang telah ditetapkan lebih dahulu dapat ditampung. Jadi jumlah pintu-hubung (gate) yang dibutuhkan bergantung pada jumalah pesawat yang ditampung selama jam rencana dan lama pesawat mendiami suatu pintu-hubung. Jumlah pesawat yang harus ditampung bersama-sama merupakan suatu fungsi dari volume lalu lntas bandar udara. Untuk perhitungan jumlah pintu-hubung ada baiknya menggunakan volume lalu lintas pada jam puncak, dan agar perhitungan seimbang maka volume tersebut tidak boleh melebihi kapasitas landasan pacu. Lamanya waktu pesawat mendiami suatu pintu-hubung disebut waktu pemakaian pintu-hubung (gate occupancy-time). Waktu ini berkaitan dengan ukuran pesawat dan tipe operasi, yaitu apakah merupakan penerbangan terusan atau penerbangan pulangpergi (turn around flight). Pesawat yang diparkir pada suatu pintuhubung adalah untuk pemrosesan penumpang, bagasi dan untuk penerbangan. Pesawat yang lebih besar biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama dibangdingkan dengan pesawat yang kecil. Hal ini disebabkan karena waktu untuk membersihkan kabin dan bahan bakar pesawat yang besar lebih lama, dan ini merupakan kegiatankegiatan kritis yang menentukan pemakaian pintu-hubung. Selain itu tipe operasi juga mempengaruhi waktu pemakaian pintu-hubung karena berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan pelayanan. 65 Suatu pesawat dengan penerbangan terusan mungkin membutuhkan sedikit layanan atau tidak sama sekali sehingga waktu pemakaian pintu-hubung 20-30 menit. Sebaliknya, pesawat dengan penerbangan pulang pergi membutuhkan pelayanan yang lengkap sehingga membutuhkan waktu pemakaian gate sekitar 40 sampai 60 menit. UKURAN PINTU HUBUNG Ukuran pintu hubung bergantung pada pesawat yang akan ditampung dan tipe parkir yang digunakan. Ukuran pesawat menentukan luas tempat yang dibutuhkan untuk parkir dan untuk manuver dengan demikian berhubungan dengan ukuran pelataran yang perlu disediakan untuk pesawat. Tipe parkir pesawat yang digunakan di pintu-hubung mempengaruhi ukuran pintu-hubung karena luas yang dibutuhkan untuk masuk dan keluar dari pintuhubung bervariasi tergantung dari bagaimana pesawat diparkir. B.8. STANDAR BANGUNAN TERMINAL Besar dari bangunan terminal dapat dilihat dari jumlah Penumpang Waktu Sibuk (PWS). Jumlah Penumpang Waktu Sibuk (PWS) tergantung besarnya jumlah penumpang tahunan bandar udara dan bervariasi untuk tiap bandar udara, namun untuk memudahkan perhitungan guna keperluan verifikasi di gunakan jumlah penumpang waktu sibuk sebagai berikut yang diambil dari hasil studi oleh JICA. Jumlah penumpang transfer dianggap sebesar 20% dari jumlah penumpang waktu sibuk. Jumlah penumpang waktu sibuk digunakan dalam rumus-rumus perhitungan didasarkan pada ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. , kecuali bila disebutkan lain. Perlu diketahui bahwa hasil dari perhitungan disini merupakan kebutuhan minimal sesuai hasil perhitungan dari rumus-rumus yang ada. Tabel II-10 Kategori Terminal dari Penumpang pada Waktu Sibuk dan Jumlah Penumpang Transfer Penumpang Waktu Sibuk (Orang) > 50 (terminal kecil) 101-500 ( terminal sedang) Jumlah Penumpang Transfer (Orang) 10 11-20 66 Penumpang Waktu Sibuk (Orang) 501-1500 (terminal menengah) 501-1500 (terminal besar) Jumlah Penumpang Transfer (Orang) 21-100 101-300 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta TERMINAL PENUMPANG KEBERANGKATAN 1) Kerbs/Curbs Secara umum panjang kerb keberangkatan adalah panjang bagian depan yang bersisian dengan jalan dari bangunan terminal tersebut. Tabel II-11 Standar Lebar dan Panjang Kerbs Penumpang Waktu Sibuk (PWS) < 100 orang >100 orang Lebar Kerb minimal 5m 10m Panjang (m) Sepanjang Bangunan Terminal Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 2) Hall Keberangkatan Hall Keberangkatan harus cukup luas untuk menampung penumpang datang pada waktu sibuk sebelum mereka masuk menuju ke check-in area. Tabel II-12 Luas Hall Keberangakatan Besar Terminal Kecil Sedang Menengah Besar Luas Hall Keberangkatan (m2) 132 132-265 265-1320 1320-3960 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 3) Security Gate Jumlah security gate disesuaikan dengan banyaknya pintu masuk menuju area steril. Jenis yang digunakan dapat berupa walk through metal detector, hand held metal detector serta baggage x-ray machine. Minimal tersedia masing-masing satu unit dan minimal 3 orang petugas untuk pengoperasian satu gate dengan ketiga item tersebut. Tabel II-13 Kebutuhan Security Gate Besar Terminal Kecil Sedang Jumlah Security Gate 1 1 67 Besar Terminal Menengah Besar Jumlah Security Gate 2-4 >5 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 4) Ruang Tunggu Keberangkatan Ruang Tunggu Keberangkatan harus cukup untuk menampung penumpang waktu sibuk selama menunggu waktu check-in, dan selama penumpang menunggu saat boarding setelah check in. Pada ruang tunggu dapat disediakan fasilitas komersial bagi penumpang untuk berbelanja selama waktu menunggu. Tabel II-14 Luasan Ruang Tunggu Besar Terminal Kecil Sedang Menengah Besar Luas Ruang Tunggu (m2) <75 75-147 147-734 734-2200 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 5) Check-in Area Check-in area harus cukup untuk menampung penumpang waktu sibuk selama mengantri untuk check-in. Tabel II-15 Luasan Check-in Area Besar Terminal Kecil Sedang Menengah Besar Luas Check-in Area (m2) <16 16-33 34-165 166-495 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 6) Check-in Counter Meja check-in counter harus dirancang dengan untuk dapat menampung segala peralatan yang dibutuhkan untuk check-in (komputer,printer,dll) dan memungkinkan gerakan petugas yang efisien. Tabel II-16 Jumlah Check-in Counter Besar Terminal Kecil Sedang Jumlah Check-in Counter <3 3-5 68 Besar Terminal Menengah Besar Jumlah Check-in Counter 5-22 22-66 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 7) Timbang Bagasi Jumlah timbangan sesuai dengan banyaknya jumlah checkin counter. Timbangan di letakkan menyatu dengan check-in counter. Menggunakan timbangan mekanikal maupun digital. Deviasi timbangan ± 2,5 %. 8) Fasilitas Custom Imigration Quarantine Pemeriksaan passport diperlukan untuk terminal penumpang keberangkatan internasional/luar negeri serta pemeriksaan orang-orang yang masuk dalam daftar cekal dari imigrasi. Tabel II-17 Jumlah Meja Periksa Besar Terminal Kecil Sedang Menengah Besar Jumlah Meja Pemeriksa 1 1-2 2-6 6-17 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 9) People Mover System Penggunaan people mover system sangat tergantung dari ukuran Terminal Kedatangan. Bila jarak dari ruang tunggu keberangkatan menuju gate cukup jauh (lebih dari 300 m) maka dapat disediakan ban berjalan untuk penumpang (people mover system). Biasanya people mover system digunakan untuk bandar udara yang tergolong sibuk dengan jumlah penumpang waktu sibuk 500 orang keatas. Atau bila dari terminal menuju apron cukup jauh harus disediakan transporter (bis penumpang) untuk jenis terminal berbentuk satelit.13 13 Airport Terminal Reference Manual 1.6.11 69 10) Rambu (Sign) a. Rambu harus dipasang yang mudah dilihat oleh penumpang. b. Papan informasi/rambu harus mempunyai jarak pandang yang memadai untuk diiihat dari jarak yang cukup jauh. c. Bentuk huruf dan warna rambu yang digunakan juga harus memudahkan pembacaan dan penglihatan. d. Warna untuk rambu harus sejenis dan seragam. - Hijau untuk informasi penunjuk arah jalan : arah ke terminal keberangkatan, terminal kedatangan. - Biru untuk penanda tempat pada indoor : toilet, telepon umum, restauran. - Kuning untuk penanda tempat outdoor : papan nama terminal keberangkatan. e. Penggunaan simbol dan rambu menggunakan simbolsimbol yang umum dipakai dan mudah untuk dipahami. Lebih jauh mengenai pedoman mengenai rambu/marka petunjuk bangunan terminal dapat mengacu pada Standar Rambu Rambu Terminal Bandar Udara (SKEP DIRJEN HUBUD/13/11/90 atau SKEP DIRJEN HUBUD yang terbaru mengenai rambu). 11) Tempat Duduk Kebutuhan tempat duduk diperkirakan sebesar 1/3 penumpang pada waktu sibuk. Tabel II-18 Jumlah Tempat Duduk Besar Terminal Kecil Sedang Menengah Besar Jumlah Tempat Duduk <19 20-37 38-184 185-550 Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 12) Fasilitas Umum Toilet diasumsikan bahwa 20% dari penumpang waktu sibuk menggunakan fasilitas toilet. Kebutuhan ruang per 70 orang ~ 1 m2. Penempatan toilet pada ruang tunggu, hall keberangkatan, hall kedatangan. Untuk toilet para penyandang cacat besar pintu mempertimbangkan lebar kursi roda. Toilet untuk usia lanjut perlu dipasangi railing di dinding yang memudahkan para lansia berpegangan. Tabel II-19 Luas Toilet dalam Terminal Bandara Luas Toilet (m2) 7 7-14 15-66 66-198 Besar Terminal Kecil Sedang Menengah Besar Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 13) Penerangan Ruang Terminal Penerangan buatan untuk masing masing bagian pada terminal penumpang dapat dilihat dalam standar berikut. Tabel II-20 Standar Penerangan Ruangan Terminal Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 14) Pengkondisian Udara Udara dalam ruang terminal menggunakan sistem pengkondisian udara (AC) untuk kenyamanan penumpang. Tabel II-21 Nilai Parameter AC Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 71 15) Lift dan Escalator Untuk bandar udara yang mempuyai ruangan lebih dari 1 lantai. Tabel II-22 Standar Lift dan Escalator Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 16) Gudang Untuk gudang kantor dan operasional bandar udara (bukan gudang kargo). Sebagai tempat penyimpanan peralatan perawatan dan perbaikan gedung atau yang berkaitan dengan operasional gedung di dalam lingkungan bandar udara. Luas gudang diambil 20-30 m2 untuk tiap 1000 m2 gedung terminal. Bila jarak antar terminal jauh, maka gudang di buat untuk melayani tiap-tiap terminal Tabel II-23 Standar Luas Gudang Peralatan/Perawatan Terminal Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta TERMINAL PENUMPANG KEDATANGAN 1) Baggage Conveyor Belt Besaran dari baggage conveyor belt tergantung dari jenis dan jumlah seat pesawat udara yang dapat dilayani pada satu waktu. Idealnya satu baggage claim tidak melayani 2 pesawat udara pada saat yang bersamaan. 72 Tabel II-24 Konstanta Jenis Pesawat Udara dan Jumlah Seat Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 2) Baggage Claim Area Besar ruang baggage claim area dihitung berdasarkan 0,9 jumlah penumpang datang pada waktu sibuk ditambah 10%. Tabel II-25 Luas Baggage Claim area Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 3) Fasilitas Custom Imigration Quarantine (CIQ) Meja pemeriksaan paspor di layani oleh petugas imigrasi yang memeriksa keaslian paspor dan maksud tujuan kedatangan penumpang, serta apakah penumpang termasuk daftar notice dari kepolisian / interpol, serta pemeriksaan barang berbahaya/terlarang yang di bawa penumpang dan barang terkena bea masuk. Tabel II-26 Jumlah Meja Pemeriksaan Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 73 4) Hall Kedatangan Hall kedatangan harus cukup luas untuk menampung penumpang serta penjemput penumpang pada waktu sibuk. Area ini dapat pula mempunyai fasilitas komersial. Luas area hall keberangkatan dihitung berdasarkan jumlah penumpang transfer, jumlah penumpang datang pada waktu sibuk, jumlah pengunjung per penumpang (2orang) Tabel II-27 Luas Hall Kedatangan Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 5) Kerb Kedatangan / Curbs Lebar kerb kedatangan sama seperti pada terminal keberangkatan dan panjang kerb sepanjang sisi luar bangunan terminal kedatangan yang bersisian dengan jalan umum. Tabel II-28 Lebar kerb Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 6) Rambu (Sign). Rambu / graphic sign pada terminal kedatangan pada intinya sama dengan pada terminal keberangkatan, yang membedakan hanya isi informasinya (mengenai kedatangan). 7) Fasilitas umum/Toilet. Fasilitas umum / toilet pada terminal kedatangan mempunyai acuan yang sama seperti pada bangunan terminal keberangkatan. Luas toilet dalam bandara 74 tercantum dalam Tabel II-19 Luas Toilet dalam Terminal Bandara. 8) Penerangan Ruang Terminal Standar penerangan ruangan pada terminal kedatangan mempunyai acuan yang sama seperti pada bangunan terminal keberangkatan. Nilai penerangan ruang terminal kedatangan dapat dilihat pada Tabel II-20 Standar Penerangan Ruangan Terminal. 9) Pengkondisian Udara Standar pengkondisian udara dalam ruangan pada terminal kedatangan mempunyai acuan yang sama seperti pada bangunan terminal keberangkatan. Sudah tercantum pada Tabel II-21 Nilai Parameter AC. 10) Lift dan Escalator Untuk bandar udara yang mempuyai ruangan lebih dari 1 lantai. Detail standar parameter lift dan escalator tercantum pada Tabel II-22 Standar Lift dan Escalator. 11) Gudang Gudang kantor dan operasional bandar udara (bukan gudang kargo). Sebagai tempat penyimpanan peralatan perawatan dan perbaikan gedung atau yang berkaitan dengan operasional gedung di dalam lingkungan bandar udara. Luas gudang diambil 20-30 m2 untuk tiap 1000 m2 gedung terminal. Bila jarak antar terminal jauh, maka gudang di buat untuk melayani tiap-tiap terminal. Detail luas gudang peralatan tercantum pada Tabel II-23 Standar Luas Gudang Peralatan/Perawatan Terminal. 75 TERMINAL KARGO 1) Luas Terminal Kargo Tabel II-29 Luas Terminal Kargo Bandar Udara Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 2) Parkir Pesawat Untuk parkir pesawat udara kargo, tergantung dari jenis pesawat udara kargo terbesar yang dilayani, ,jumlah kargo pertahun, luas yang dibutuhkan sama seperti pada parkir pesawat udara penumpang, tergantung dari jenis pesawat udara kargonya. Untuk ilustrasi kebutuhan parkir pesawat udara digunakan MD-11 dan B-747 sebagai pesawat udara kargo yang paling banyak digunakan sekarang. Tabel II-30 Luas Area Parkir Pesawat Udara Minimal Berdasarkan Jenis Pesawat Sumber: IATA, Airport Development Referencec Manual, Chapter 5 Sumber: Seminar on Airport Engineering. JICA, 1999 76 3) Kantor Administrasi Kantor Administrasi pada terminal kargo digunakan untuk segala keperluan administrasi yang berkaitan dengan kargo. Luas disesuaikan dengan kebutuhan ruang kantor. Diasumsikan luas bangunan kantor administrasi 10% dari total luas terminal kargo sudah mencukupi untuk kebutuhan ruang-ruang kantor. Bentuk terminal kargo yang diambil sebagai acuan adalah terminal kargo tanpa jalur GSE. Tabel II-31 Luas Kantor Administrasi Terminal Kargo Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta ELEMEN PENUNJANG OPERASIONAL TERMINAL 1) Sistem Plumbing Kebutuhan air bersih : a. Kebutuhan air untuk penumpang = 20 l/hari. b. Kebutuhan air untuk karyawan bandar udara = 100 l/karyawan/hari c. Jumlah karyawan = 1/200 x jumlah penumpang tahunan d. Kebutuhan air untuk hangar 500 – 1000 l / pesawat udara masuk hanggar / hari e. Kebocoran 20%. 77 Tabel II-32 Kebutuhan Air Dalam Bandar Udara Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 2) Garbarata Mulai digunakan untuk bandar udara dengan jumlah penumpang sibuk 500 orang keatas dan pesawat udara yang dilayani adalah pesawat udara berbadan lebar. Jumlah garbarata yang digunakan disesuaikan dengan lalu lintas pesawat udara pada jam sibuk. Jumlah minimal untuk tiap pesawat udara yang membutuhkan garbarata untuk loading/unloading penumpang adalah satu buah. 3) Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Terbang Passanger loading : a. Mobil tangga. b. Transporter. Jumlah mobil tangga dan transporter minimal tersedia masing-masing satu buah untuk melayani satu pesawat udara pada jam sibuk. 4) Peralatan Pemantau Lalu Lintas Orang, Barang, Kendaraan di Dalam Terminal / Apron / Land Side Peralatan pemantau lalu lintas orang, barang, kendaraan di dalam Terminal / Apron / Land side : a. integrated security system b. closed circuit television (CCTV) Peralatan CCTV digunakan secara integrated untuk memantau seluruh operasional dan keamanan bandar udara. Asumsi penggunaan kamera CCTV akan dapat melingkupi ruang seluas 30m2. Kamera ditempatkan pada 78 setiap ruangan pada terminal sedemikan agar dapat meliputi seluruh ruangan atau tempat-tempat strategis atau tempat yang dimana banyak orang yang melewati atau menggunakan ruangan tersebut, seperti jalan masuk, ruangan check-in, dll. Tabel II-33 Kebutuhan Kamera Pengawas Minimal Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta GEDUNG OPERASI 1) Gedung Pertolongan Kecelakaan Penerbangan – Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Kebutuhan bangunan untuk kendaraan PKP-PK sesuai dengan kebutuhan kendaraan minimal yang diatur dalam kelompok fasilitas PKP-PK. Luas bangunan memperhitungkan jumlah kendaraan rescue and fire fighting minimum dan kendaraan tambahan berupa ambulan. Tinggi garasi/tempat parkir memperhitungkan tinggi kendaraan dan tinggi alat penyemprot, diambil tinggi minimal 5 m. tempat parkir / garasi PKP-PK berupa ruang terbuka tanpa kolom pada tengah ruangan atau penempatan kolom yang seminimal mungkin pada tengah ruangan. Dilengkapi bak air dengan volume sesuai yang disyaratkan. 79 Tabel II-34 Tabel Kelompok Bandar Udara dan Fasilitas PKP-PK Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.Skep/77/VI/2005. Jakarta 2) Menara Kontrol a. Letak menara kontrol sedekat mungkin dengan titik tengah bandar udara dimana pesawat udara melakukan pergerakan. b. Tidak ada obstacle untuk melihat seluruh pergerakan pesawat udara di bandar udara. c. Ketinggian dinding kabin ± 1,5 m dari lantai kabin. d. Tinggi menara kontrol tidak boleh terlalu tinggi sehingga menjadi obstacle bagi operasi penerbangan di bandar udara tersebut. e. Kaca menara kontrol menggunakan kaca yang nonreflektif (Rayban). 3) Stasiun Meteorologi a. Lokasi harus mempunyai pandangan jelas ke bandar udara. b. Aksesibilitas tinggi (mudah dicapai). c. Apabila bandar udara mempunyai dua landasan maka letak stasiun meteorologi berada di antara kedua landasan. 4) Gedung Non Directional Beacon (NDB) a. Luas gedung : 24, 48, 96 m2. 80 b. Tidak boleh ada struktur metal pada radius ≤ 300 m dari titik tengah lahan NDB, yang melebihi ketinggian 3o dari titik tengah dasar antena NDB. c. Lahan NDB harus rata dan berdrainase baik. d. Luas tapak minimal untuk area NDB adalah 100x100m 5) Gedung Very high Omni directional Range (VOR) a. Luas lahan : 200 x 200 m b. Sampai dengan radius 600 m, bangunan dan benda tumbuh lainnya di batasi besar dan tingginya sampai maksimum 1o. c. Tidak boleh ada jaringan tegangan tinggi pada jarak tangensial minimal 2.000 m. 6) Gedung Distance Measuring Equipment (DME) Ditempatkan pada lokasi yang sama dengan VOR atau bisa digabung menjadi satu. Kebutuhan ruang untuk DME / VOR: a. Ruang peralatan; b. Ruang genset / ruang battery; c. Ruang kerja / kantor; d. Ruang penunjang: gudang, toilet. GEDUNG TEKNIS PENUNJANG 1) Power House Fasilitas yang terkait dengan jaminan kelangsungan operasional bandar udara dari aspek keselamatan, kelistrikan dan pergerakan pesawat. Tabel II-35 Luas Ruang Power House Tanpa Ruang Penunjang Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP 347/XII/1999. Jakarta 81 Tabel II-36 Standar Luas Bangunan Power House dengan Kapasitas 15kva 3x250 Kva Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP 347/XII/1999. Jakarta 2) Stasiun Bahan Bakar (DPPU) Cara pengisian bahan bakar ke pesawat udara udara a. Dengan mobil tangki, fasilitas yang harus disediakan: Depot penyimpanan bahan bakar. Kendaraan tangki pengangkut termasuk tempat parkir dan garasi Ruang kerja/kantor Ruang untuk peralatan pemadam kebakaran termasuk bak air Bengkel Shelter pembongkaran dan pengisian bahan bakar ke tangki mobil pengangkut Pengolahan limbah b. Dengan menggunakan system hydrant/pipa, fasilitas yang harus disediakan: Tangki penyimpanan : tangki pengisian baru, tangki pengendapan, tangki pengisian ke pesawat udara udara Stasiun pompa untuk menerima dan pendistribusian bahan bakar Peralatan pemadam kebakaran Gedung pemeliharaan 82 Ruang kerja/kantor Garasi dan gudang peralatan suku cadang Pengolahan limbah Tabel II-37 Luas Area Stasiun Bahan Bakar Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2005. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP 77/VI/2005. Jakarta B.9. ANTARMODA TRANSPORTASI DARAT Keterpaduan antarmoda tercermin pada simpul antarmoda yang berupa sistem terminal, yakni perpaduan antara terminal darat-udara,atau terminal darat-laut, atau terminal darat-laut-udara. Trasnportasi darat adalah proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sarana angkutan darat. Titik simpul dari transportasi darat adalah terminal bus dan stasiun kereta api. Sistem transportasi darat terdiri dari dua jenis berdasarkan media penggeraknya, yaitu moda transportasi massal berbasis rel dan berbasis non rel.14 MODA TRANSPORTASI BERBASIS REL Moda transportasi berbasis rel merupakan moda transportasi yang media penggeraknya menggunakan media rel, dimana roda penggerak dari setiap moda bergerak di atas rel baja. Moda transportasi yang berbasis rel didominasi oleh moda transportasi kereta api dengan berbagai macam teknis dan jenisnya. 14 Warpani, P. Suwardjoko. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung : ITB 83 Di Indonesia, jenis rel yang digunakan jenis rel dengan gauge 1067 mm (narrow gauge) yang digunakan di mayoritas wilayah Indonesia dan 1000 mm (cape gauge) yang digunakan di Aceh. Moda transportasi darat yang bergerak di atas rel terdiri dari Kereta Api, MRT dan Monorail. a) Kereta Api Gambar II-42 Kereta Api Sumber : https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Krdi_banyubiru_SL O.jpg&filetimestamp=20110227003440& (14 Februari 2016) Kereta api adalah bentuk transportasi rel yang terdiri dari serangkaian kendaraan yang ditarik sepanjang jalur kereta api untuk mengangkut kargo atau penumpang. Kereta api bisa terdiri dari kombinasi satu atau lebih dari lokomotif dan gerbong kereta terpasang, atau beberapa unit yang digerakkan sendiri. Dari tahun 1910-an dan seterusnya lokomotif uap mulai digantikan oleh lokomotif diesel dan lokomotif listrik. b) MRT (Mass Rapid Transit) MRT merupakan angkutan yang juga berbasis rel yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah banyak atau secara massal dengan waktu tempuh yang lebih cepat. MRT dapat dibangun dalam 3 kondisi, di atas tanah (Surface), layang (Elevated) dan bawah tanah (Subway). 15 15 PT. MRT Jakarta 84 Gambar II-43 Spesifikasi Kereta MRT Sumber PT. MRT Jakarta - Lebar trek : 1,067 m (3 ft 6 in) - Daya listrik : 1.500 V DC overhead catenary - Kecepatan : hingga 120 km/h c) Monorail Gambar II-44 Monorail Sumber : By Sirap bandung - Own work, CC BY-SA 4.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=39851274 (14 Februari 2016) Monorail adalah kereta api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai. Rel kereta ini hanya terdiri dari satu batang besi. Letak kereta api didesain menggantung pada rel atau di atas rel. Karena efisien, biasanya digunakan sebagai alat transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang mirip seperti jalan layang. 85 MODA TRANSPORTASI BERBASIS NON REL Moda transportasi berbasis non rel merupakan moda transportasi yang media penggeraknya menggunakan media bukan rel, dimana roda penggerak dari setiap moda bergerak di atas aspal jalan. Moda transportasi non rel terdiri dari Bus Umum, Bus Khusus, angkutan umum dan angkutan kapal (waterways) (Warpani, 2002) a) Bus Umum Bus adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam wilayah perkotaan hingga antar kota dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek angkutan tetap dan teratur. Bus umum menggunakan jalur jalan raya berdampingan dengan moda angkutan darat non rel lainnya.16 Bus umum memiliki berbagai tipe berdasarkan jumlah kapasitas penumpang yang dapat diangkut, yaitu : Bus kecil dengan kapasitas antara 9 - 16 orang. Bus sedang disebut juga bus 3/4 dengan kapasitas 17 sampai 35 orang. Bus besar dengan kapasitas 36 - 60 orang. Bus tingkat dengan kapasitas 70 sampai 120 orang. Bus tempel dengan kapasitas 100 -170 orang. b) Bus Rapid Transit Gambar II-45 Bus Rapid Transit, TranJogja Sumber : http://www.bismania.com/home/archive/index.php/t8305.html?s=c3ff28ac85c0af94dbd3f0c063bd9d62 (15 Februari 2016) 16 https://id.wikipedia.org/wiki/Bus_kota , 14 Februari 2016 86 Bus Rapid Transit atau disingkat BRT adalah sebuah sistem bus yang cepat, nyaman, aman dan tepat waktu dari infrastruktur, kendaraan dan jadwal. Menggunakan bus untuk melayani servis yang kualitasnya lebih baik dibandingkan servis bus yang lain. Pada hakekatnya bus rapid transit hampir sama dengan bus kota pada umumnya, tetapi memiliki jalur khusus serta sistem operasional yang jauh berbeda. Hasil dari sistem tersebut mendekati rail transit dan masih menikmati keamanan dan tarif bus.17 c) Taksi Taksi adalah sebuah transportasi non-pribadi yang digunakan oleh penumpang tunggal atau sekelompok kecil penumpang., sering untuk naik non -berbagi . Sebuah taksi mengantarkan penumpang antara lokasi pilihan mereka. Ini berbeda dari moda transportasi umum di mana pick-up dan drop-off lokasi yang ditentukan oleh penyedia layanan, bukan oleh penumpang. TINJAUAN UMUM ARSITEKTUR ECO-CULTURE Eco Culture merupakan gabungan antara kata ecological yang disingkat eco atau dalam bahasa Indonesia adalah ekologi dan kata culture yang dalam bahasa Indonesia adalah kebudayaan. Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. (Frick. 1998 : 1). Eco atau ekologi adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Semua keputusan yang dihasilkan oleh semua kalangan yang terlibat selalu berorientasi kepada keseimbangan alam. 17 https://id.wikipedia.org/wiki/Bus_Rapid_Transit, 15 Februari 2016 87 Culture atau kebudayaan menurut Selo Soemardjan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Eco Culture adalah sebuah konsep pengembangan dan perancangan yang berorientasi budaya dan keseimbangan alam. C.1. TINJAUAN UMUM ARSITEKTUR EKOLOGI Telah disadari bersama bahwa masalah energi telah menjadi isu yang paling banyak mengundang perhatian dunia. Respon keprihatinan dan bukti kepedulian terhadap energi yang kian mengkhawatirkan tidak hanya melilit negara-negara maju, tetapi juga melanda negara yang sedang berkembang. Salah satu konsep desain arsitektur yang memperhatikan masalah energi dan berwawasan lingkungan adalah eko-arsitektur. Pembangunan sebagai kebutuhan hidup manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis atau eko-arsitektur. Konsep penekanan desain eko-arsitektur ini juga didasari dengan maraknya isu global warming. Diharapkan dengan konsep perancangan yang berdasar pada keseimbangan alam ini, dapat mengurangi pemanasan global sehingga suhu bumi tetap terjaga. Satu penyumbang terbesar bagi pemanasan global dan bentuk lain dari perusakan lingkungan adalah industri konstruksi bangunan. Perlawanan terhadap global warming pun segera menjadi sorotan dunia saat ini, tidak terkecuali negara Indonesia yang tercatat memiliki nilai respon tertinggi ke dua se-Asia Tenggara yang sama nilainya dengan Filipina 19% dari negara lainnya dalam green building survey. Meskipun demikian, Indonesia memiliki posisi ke-6 dengan nilai green building involvementnya yang hanya 67%.18 Itu berarti bahwa penerapan konsep desain yang berwawasan lingkungan di Indonesia masih sangat perlu ditingkatkan.19 18 BCI Asia.2014. Green Building Market Report South East Asia 2014 Sukawi. 2008. Ekologi Arsitektur : Menuju Perancangan Arsitektur Hemat Energi dan Berkelanjutan. Semarang : Universitas Diponegoro, hal 2-3 19 88 Gambar II-46 Persentase Respon dan Involment Green Building Sumber : Green Building Market Report.2014 C.2. PENGERTIAN ARSITEKTUR EKOLOGIS Di dalam beberapa buku teks tentang ekologi, dikatakan bahwa istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana biologi bangsa Jerman bernama Ernest Haeckel pada tahun 1869.20 Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu “oikos” adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat ilmu atau ilmiah. Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. 21 Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan yang disebut ekosistem. Ilmu lingkungan ini memusatkan studinya pada masalah-masalah lingkungan ditinjau dari sudut pandang kepentingan manusia, bagaimana manusia mempengaruhi alam dan bagaimana alam dipengaruhi manusia.22 Eko-Arsitektur atau Arsitektur Ekologis adalah pembangunan rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya.23 20 Resosoedarmo S., Kartawinata K. Dan Soegianto A. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung : Remaja Karya, hal 1 21 Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, hal 2 22 Chiras, D.D. 1985. Environmental Science, a Framework for Decision Making. The Benyamin/Cummings Pulb. Co., Menlo Park, Ca. , hal 4 23 Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius 89 Pada hakikatnya ekologi bersifat netral. Hubungan- hubungan yang ada dalam ekosistem tidak bersifat statis, melainkan bersifat dinamis. Tidak ada yang sama sekali hilang dari muka bumi ini, yang ada hanalah perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain, dan dari satu sifat ke sifat lainnya.24 Dalam suatu ekosistem, selalu ada keseimbangan anatara energi yang masuk dengan energi yang keluar untuk menjaga agar ekosistem tersebut dapat terus berlangsung. Ekosistem akan mengalami pertumbuhan apabila energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar. Sebaliknya, ekosistem akan mengalami kemunduran apabila energi yang masuk lebih kecil dari energi yang keluar. Menurut Metallinou (2006), bahwa pendekatan ekologi pada rancangan arsitektur atau eko-arsitektur bukan merupakan konsep rancangan bangunan hi-tech yang spesifik, tetapi konsep rancangan bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran dan keberanian sikap untuk memutuskan konsep rancangan bangunan yang menghargai pentingnya keberlangsungan ekosistem di alam. Pendekatan dan konsep rancangan arsitektur seperti ini diharapkan mampu melindungi alam dan ekosistem di dalamnya dari kerusakan yang lebih parah, dan juga dapat menciptakan kenyamanan bagi penghuninya secara fisik, sosial dan ekonomi. C.3. DASAR-DASAR PEMIKIRAN ARSITEKTUR EKOLOGIS Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu diketahui, antara lain25: a. Holistik Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian. Adapun pola perencanaan eko-arsitektur yang berorientasi pada alam secara holistik adalah sebagai berikut : 24 25 Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta. PT.Grasindo : hal 6 Batel Dinur, Interweaving Architecture and Ecology - A theoritical Perspective 90 Penyesuaian pada lingkungan alam setempat. Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit penggunaan energi. Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara). Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan material yang masih dapat digunakan di masa depan. Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air) dan limbah (air limbah, sampah). Penghuni ikut secara aktif dalam perencanaan pembangunan dan pemeliharaan. Kedekatan dan kemudahan akses dari dan ke bangunan. Menggunakan teknologi lanjutan (intermediate technology), teknologi alternatif atau teknologi lunak. b. Memanfaatkan pengalaman manusia. c. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis. d. Kerjasama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak. C.4. PRINSIP-PRINSIP PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS Prinsip-prinsip ekologi sering berpengaruh terhadap arsitektur. 26 Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain : a. Flutuation Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didesain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan bukan sebagai penyajian dari proses. Keberhasilannya adalah ketika adanya interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya. 26 Batel Dinur, Interweaving Architecture and Ecology - A theoritical Perspective 91 b. Stratification Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan bagianbagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu. c. Interdependence (Saling Ketergantungan) Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan. Dari ketiga prinsip tersebut dapat disimpulkan bahwa arsitektur ekologis merupakan proses perancangan yang berwawasan lingkungan, di mana menonjolkan arsitektur yang berkualitas tinggi yakni lebih mengedepankan interaksi dan keselarasan antara manusia dan lingkungannya. Fenomena yang ada sekarang adalah kualitas arsitektur yang hanya memperhatikan bentuk dan konstruksi gedung dan cenderung kurang memperhatikan kualitas hidup dan keinginan pemakainya, padahal mereka adalah tokoh utama. Untuk itu arsitektur ekologis adalah jawaban yang tepat sebagai proses pendekatan desain di mana kualitas struktur bangunan seimbang dengan kualitas hidup organisme di dalamnya. C.5. KRITERIA ARSITEKTUR EKOLOGIS Kriteria arah pembangunan ekologis menurut Heinz Frick (1999) : a. Menghemat energi Memanfaatkan sumber daya alam terbarui yang terdapat disekitar kawasan perencanaan untuk system bangunan, baik yang berkaitan dengan material bangunan maupun untuk utilitas bangunan (sumber energi, penyediaan air) b. Kesehatan penghuni Bangunan yang sehat artinya yang tidak memberi dampak negatif bagi kesehatan manusia dalam proses, 92 pengoperasian/purna huni, maupun saat pembingkaran. Di dalamnya juga termasuk lokasi yang sehat, bahan yang sehat, bentuk yang sehat, dan suasana yang sehat. c. Psikospiritual Bangunan yang nyaman bagi kondisi thermal, audial, maupun visual dalam cara-cara alamiah. Untuk itu bangunan harus tanggap terhadap masalah dan potensi iklim dan konteks lingkungan setempat sehingga menghasilkan sistem bangunan yang alamiah dan hemat energi. d. Fungsi, pembentukan, dan kesenian Bangunan yang dapat mengakomodasi fungsi dengan baik dengan memperhatikan kekhasan aktivitas manusia pemakainya serta potensi lingkungan sekitarnya dalam membentuk citra bangunan. C.6. UNSUR POKOK ARSITEKTUR EKOLOGIS Sejak awal keberadaan bumi, telah berkembang sebuah berinteraksi yang seimbang bagi semua kehidupan. Susunan kehidupan ini terlahir dari tanah, udara, api, dan air, yang mengisi seluruh lingkungan hidup kita.27 Unsur-unsur alam (udara, air, api, tanah/bumi) ini dijadikan pedoman oleh masyarakat tradisional dan merupakan unsur-unsur pokok yang sangat erat dengan kehidupan manusia di bumi. Dalam kehidupan masyarakat modern pun juga harus tetap memperhatikan unsur-unsur tersebut karena sedikit saja penyalahgunaan unsur alam tersebut besar akibatnya terhadap keseimbangan ekologis. Adapun unsur-unsur pokok eko-arsitektur dapat dilihat pada gambar berikut ini. 27 Simons, John Ormsbee. 1983. Landscape Architecture Second Edition. Halliday Lithograph. United States of America. Hal 11. 93 Gambar II-47 Unsur-unsur Pokok Eko-Arsitektur Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal :29 Dalam hal ini aplikasi pada arsitektur ekologis menyangkut pengolahan tanah, kebutuhan air, sumber energi dan pengolahan limbah kawasan. a. Konservasi air dengan cara mengolah air menggunakan pengolahan khusus sehingga air yang kotor bisa diolah dan digunakan kembali. Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah yang mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang dan sebagainya. Kualitas air limbah tidak memadai untuk langsung dibuang ke lingkungan, oleh karena itu harus dikumpulkan dan dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. b. Konservasi Energi dengan penggunaan Energi mandiri, yaitu energi yang terbarukan baik energi air, biogas, surya, angin dan energi alternatif non-fosil. c. Konservasi Tanah, dengan penghijauan dan penanaman kawasan, sehingga tanah tetap subur, tidak tererosi dan mencegah terjadinya tanah longsor. d. Pengolahan limbah/sampah. Sampah dibagi menjadi 2 kategori, yakni sampah organik yang bisa di komposkan sehingga dapat digunakan untuk pupuk atau biogas, dan sampah anorganik yang bisa didaur ulang atau dihancurkan sehingga tidak mencemari alam. 94 C.7. ASPEK PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS DALAM DESAIN Sebenarnya, eko-arsitektur tersebut mengandung juga bagianbagian dari arsitektur biologis (arsitektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan), arsitektur alternative, arsitektur matahari (dengan memanfaatkan energi surya), arsitektur bionic (teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan kesehatan manusia), serta biologi pembangunan. Ekoarsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun, arsitektur ekologis mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. Gambar II-48 Konsep Arsitektur Ekologis dengan Sistem Keseluruhan Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal : 39 PENYELIDIKAN KUALITAS Tujuan setiap perencanaan arsitektur ekologis yang memperhatikan cipta dan rasa adalah kenyamanan penghuni. Sayangnya, kenyamanan tidak dapat diukur dengan alat sederhana seperti lebar dan panjang ruang dengan meter, melainkan seperti yang telah diuraikan tentang kualitas, penilaian kenyamanan selalu sangat subjektif dan tergantung pada berbagai faktor. Kenyamanan dalam suatu ruang tergantung secara immaterial dari kebudayaan dan kebiasaan manusia masing-masing, dan secara material terutama dari iklim dan kelembapan, bau dan pencemaran udara. 95 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN Struktur bangunan merupakan salah satu aspek bagi terciptanya bangunan yang kologis. Bentuk dan Struktur bangunan yang berkualitas turut mempengaruhi perencanaan bangunan berarsitektur ekologis.28 Struktur mengandung massa dan isi. Dinding pembatas, tiang, lantai, lubang bukaan dan sebagainya mempengaruhi bentuk ruang. Penggolongan struktur adalah sebagai berikut:29 Gambar II-49 Penggolongan Struktur Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal :19 PENCAHAAYAN DAN WARNA Cahaya matahari yang masuk melalui bukaan-bukaan pada dinding sangat mempengaruhi orientasi di dalam ruang. Perpaduan antara cahaya, warna dan bayangan dapat menimbulkan keindahan serta menciptakan suasana yang diinginkan dalam suatu ruangan. Gambar II-50 Pencahayaan dan Bayangan Mempengaruhi Orientasi di Dalam Ruang Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal :47 Bagian ruang yang tersinari dan yang dalam keadaan gelap akan menentukan nilai psikis yang berhubungan dengan ruang (misalnya dengan perabot, lukisan, dan hiasan lainnya). Cahaya 28 29 Frick Heinz, Purwanto, LMF.1998. Sistem Bentuk Struktur Bangunan, Hal. 13-14 Frick Heinz, Purwanto, LMF.1998. Sistem Bentuk Struktur Bangunan, Hal 19 96 matahari memberi kesan vital dalam ruang, terutama jika cahaya tersebut masuk dari jendela yang orientasinya ke timur. Indonesia merupakan daerah beriklim tropis dengan efek sampingan sinar panas, maka orang sering menganggap ruang yang agak gelap akan terasa lebih sejuk dan nyaman. Tetapi hal tersebut melawan ketentuan akan kebutuhan cahaya bagi manusia..30 Pencahayaan buatan dengan lampu dan sebagainya mempengaruhi kesehatan manusia, maka dibutuhkan pencahayaan alam yang terang tanpa kesilauan dan tanpa sinar panas. Untuk memenuhi tuntutan yang berlawanan ini, maka sebaiknya sinar matahari tidak diterima secara langsung, melainkan dicerminkan/dipantulkan sinar tersebut dalam air kolam (kehilangan panasnya) dan lewat langit-langit putih berkilap yang menghindari penyilauan orang yang bekerja di dalam ruang.31 Gambar II-51 Pencahayaan Alam Tanpa Sinar Panas dan Tanpa Penyilauan Sumber : Heinz Frick. 1998. Hal :19 Kenyamanan dan kreativitas dapat juga dipengaruhi oleh warna seperti dapat dipelajari pada alam sekitar dengan warna bunga. Oleh karena itu, warna adalah salah satu cara untuk mempengaruhi ciri khas suatu ruang atau gedung. Masing-masing warna memiliki tiga ciri khusus, yaitu sifat warna, sifat cahaya (intensitas cahaya yang direfleksi), dan kejenuhan warna (intensitas sifat warna). Makin jenuh dan kurang bercahayanya suatu warna, 30 31 Gunawan, Yurika. 2000. Arsitektur Ekologis Dalam Bangunan Rumah Tinggal, Hal 7 Gunawan, Yurika. 2000. Arsitektur Ekologis Dalam Bangunan rumah Tinggal, Hal 49 97 akan makin bergairah. Sebaliknya, hawa nafsu dapat diingatkan dengan penambahan cahaya. Pada praktek pengetahuan, warna juga dapat dimanfaatkan untuk mengubah atau memperbaiki proporsi ruang secara visual demi peningkatan kenyamanan. Misalnya :32 Langit-langit yang terlalu tinggi dapat ‘diturunkan’ dengan warna yang hangat dan agak gelap Langit-langit yang agak rendah diberiwarna putih atau cerah, yang diikuti oleh 20 cm dari dinding bagian paling atas juga diberi warna putih, yang memberi kesan langit-langit seakan melayang dengan suasana yang sejuk. Warna-warna yang aktif seperti merah atau oranye pada bidang yang luas memberi kesan memperkecil ruang. Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan memberi kesan memperkecil ruang. Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan memberi warna hangat pada dinding bagian muka, sedangkan dapat berkesan panjang dengan menggunakan warna dingin. Dinding samping yang putih memberi kesan luas ruang tersebut. Dinding tidak seharusnya dari lantai sampai langit-langit diberi warna yang sama. Jikalau dinding bergaris horizontal ruang berkesan terlindung, sedangkan yang bergaris vertical berkesan lebih tinggi. SINAR MATAHARI DAN ORIENTASI BANGUNAN Sinar matahari dan orientasi bangunan yang ditempatkan tepat di antara lintasan matahari dan angin, serta bentuk denah yang terlindung adalah titik utama dalam peningkatan mutu iklim-mikro yang sudah ada. Dalam hal ini tidak hanya perlu diperhatikan sinar matahari yang mengakibatkan panas saja, melainkan juga arah angin yang memberi kesejukan. Orientasi bangunan terhadap sinar 32 Tomm, Arwed. 1992. Oekologisch Planen und Bauen. Braunschweig. Hlm.23 98 matahari yang paling cocok dan menguntungkan terdapat sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari timur ke barat dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin seperti gambar berikut. Gambar II-52 Orientasi Bangunan Terhadap Sinar Matahari Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal :56 Untuk orientasi bangunan dan perlindungan dari pancaran sinar matahari berlaku suatu aturan dasar sebagai berikut: a. Di daerah iklim tropika basah perlu suatu perlindungan terhadap bangunan agar cahaya yang terpancar secara langsung atau tidak langsung perlu suatu lubang yang bertujuan agar sinar menyebar keseluruh ruangan. b. Di daerah iklim tropika kering, dalam musim panas diperlukan suatu pelindung untuk lubang-lubang pada dinding bangunan tertutup. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengaruh dari udara kering. c. Untuk fasad bangunan yang terbuka menghadap ke utara atau ke selatan sebaiknya tidak terkena sinar radiasi langsung, sehingga tidak menimbulkan pertambahan panas yang tinggi. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang paling tepat dan menguntungkan terdapat sebagai hubungan letak antara bangunan berarah dari timur ke barat dan tegak lurus terhadap arah angin (Frick, 1998 : 56). 99 IKLIM HAYATI33 Iklim Hayati terdiri dari beberapa faktor, antara lain: a. Temperatur Temperatur atau suhu dipengaruhi oleh pemakaian bahan bangunan yang sesuai, berat atau ringan, sehubungan dengan kecepatan atau kelembabannya dalam mengubah temperature ruangan dan membantu membuat ruangan menjadi terasa dingin dan sejuk. Untuk ruangan dengan kondisi daerah kering diharapkan tidak menggunakan bahan yang tidak menyerap panas. b. Kelembaban Udara Kadar kelembaban udara, berbeda dengan unsur lain, kadar kelembaban udara dapat mengalami fluktuasi yang tinggi tergantung pada perubahan temperatur udara. Semakin tinggi temperature, semakin tinggi pula kemampuan udara menyerap air. Kadar kelembaban juga tergantung dari curah hujan dan suhu udara. c. Gerakan Udara Gerakan udara merupakan faktor perencanaan yang penting karena sangat mempengaruhi kondisi alam, baik untuk setiap bangunan rumah tinggal maupun bangunan gedung. Arah angin turut menentukan arah orientasi bangunan. Pengudaraan ruangan secara terus-menerus mempersejuk iklim ruangan. Udara yang bergerak menghasilkan penyegaran terbaik karena dengan penyegaran tersebut terjadi proses penguapan yang menurunkan suhu pada kulit manusia. Dengan demikian juga dapat digunakan angin untuk mengatur udara didalam ruang.34 33 34 Lippsmeier, George. 1994. Bangunan Tropis. Jakarta : Erlangga, Hal 32-36 Reed, Robert H. 1953. Design for Natural Ventilation in Hot Humid Weather. Texas. 100 Gambar II-53 Pergerakan Angin dalam Sebuah Ruang Sumber: Reed, Robert H. 1953. Design for Natural Ventilation in Hot Humid Weather. Texas. d. Persyaratan-persyaratan Kenyamanan Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan di dalam ruangan tertutup adalah temperatur udara, kelembaban udara, temperatur radiasi rata-rata dari dinding dan atap, kecepatan gerakan udara, tingkat pencahayaan dan distribusi cahaya pada dinding pandangan. BAHAN BANGUNAN Pemakaian bahan bangunan yang ekologis dan tepat guna tidak hanya ditentukan oleh iklim tetapi juga oleh kemampuan dalam mengolah bahan bangunan tersebut baik secara tradisional maupun secara modern. Bahan bangunan yang ekologis adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 101 Dapat memberi pengaruh positif bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan Bahan bangunan yang hemat energi Tidak terlalu banyak mencemari lingkungan Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regenerative), contoh: kayu, rotan, serabut kelapa dan lainlain Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali, contoh: tanah, batu kali, batu alam dan lain-lain Bahan bangunan buatan yang dapat digunakan lagi (recycling), contoh: sampah, potongan, ampas dari perusahaan industri dan sebagainya seperti ban mobil bekas, potongan kaca dan seng Bahan bangunan yang mengalami perubahan sederhana, contoh: genting tanah liat, bata merah Bahan bangunan yang mengalami beberapa tahapan perubahan, contoh: Bahan plastik yang membutuhkan banyak energi pada proses produksinya. Bahan-bahan alam seperti batu alam, kayu, bambu dan sebagainya tidak mengandung zat kimia yang menganggu kesehatan tetapi bahan bangunan yang sudah diolah secara modern seperti keramik, pipa, plastik, perekat dan sebagainya dapat mengganggu kesehatan manusia. Resiko gangguan kesehatan ini sepenuhnya ditanggung oleh para penghuni, para tukang pekerja, para buruh yang bekerja di pabrik dan para buruh yang kemudian hari akan membongkar bangunan yang dibangun dengan bahan bangunan yang mengganggu kesehatan.35 Guna memenuhi syarat ekologis, maka patokan yang dapat digunakan dalam membangun bangunan adalah sebagai berikut:36 35 36 Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, Hal 103-104 Frick & Mulyani, 2006, 3-4 102 o Menciptakan kawasan penghijauan diantara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau. o Memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan/ radiasi geobiologis dan meminimalkan medan elektromagnetik buatan. o Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah. o Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan. o Menghindari kelembapan tanah naik ke dalam konstruksi bangunan dan memajukan sistem bangunan kering. o Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu mengalirkan uap air. o Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan. o Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan harmonikal. o Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan masalah lingkungan dan membutuhkan energi sesedikit mungkin (mengutamakan energi terbarukan). o Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat dimanfaatkan oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang tua, maupun orang cacat tubuh). Arsitektur ekologi juga memiliki kriteria dalam berarsitektur yaitu dengan recycling. Istilah recycling mengandung empat persyaratan dasar, yaitu menghindari monokultur, meningkatkan mobilitas mental, membatasi penggunaan energi, struktur gedung yang ada dapat digunakan kembali (building recycling). Dalam hubungannya dengan bahan bangunan, istilah recycling mengandung 3 macam istilah, yaitu diolah kembali, didaur ulang, dan digunakan kembali.37 37 Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, Hal 119 103 Pengolahan sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung terdiri dari bahan organik (kayu, tripleks, bambu, dsb) dan bahan anorganik (semen, pasir, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca, kaleng, cat sintetis, pipa plastik dan bahan sintetis lainnya).38 Berhubungan dengan sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan, kita dapat ikut bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan kita dengan memilih bahan yang ekologis saja. C.8. TINJAUAN UMUM CULTURE Culture yang dalam bahasa Indonesia adalah budaya, menurut Selo Soemardjan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. 39 Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.40 C.9. DEFINISI KEBUDAYAAN / CULTURE Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Sedangkan culture atau budaya 38 Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, Hal 121 https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya , 19 Februari 2016 40 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25 39 104 menurut Selo Soemardjan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuankemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Dalam pandangan Haviland (1985) sedikitnya ada tiga ciri khas kebudayaan. Pertama, kebudayaan adalah milik bersama atau sering diteruskan sampai pemahaman bahwa kebudayaan adalah milik publik. Kedua, kebudayaan adalah hasil belajar. Semua kebudayaan adalah hasil belajar, bukan warisan biologis. Ketiga, kebudayaan didasarkan pada lambang. Segala perilaku manusia menggunakan lambang, itulah sebabnya setiap yang memuat lambang dalam hidup manusia dapat dikategorikan budaya.41 Berbagai definisi tersebut dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. 41 Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan : Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Widyatama. (hal 27) 105 Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan bendabenda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. C.10. KEBUDAYAAN JAWA Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik, Kebaya dan Gamelan.42 Kebudayaan Jawa tidak hanya menampilkan nilai-nilai estetika, namun budaya ini mengedepankan nilai-nilai toleransi, keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya itu budaya jawa mengangkat tinggi nilai kesederhanaan dan kesopanan.43 C.11. MACAM - MACAM BUDAYA JAWA 1. Rumah Adat Perkembangan bentuk rumah tinggal orang jawa dapat dikategorikan menjadi 4 macam yaitu bentuk Panggang-pe, bentuk Kampung, bentuk Limasan, dan bentuk Joglo 42 43 https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Jawa , 19 Februari 2016 http://www.budayaindonesia.net/2013/07/budaya-jawa.html , 19 Februari 2016 106 2. Kesenian Jawa a. Tarian, contohnya • Tari Serimpi, sebuah tarian keraton pada masa silam dengan suasana lembut, agung dan menawan. • Tari Blambangan Cakil, mengisahkan perjuangan Srikandi melawan Buto Cakil (raksasa). Sebuah perlambang penumpasan angkara murka. • Tari Srimpi, Tari Golek, Tari Bondan, Tari Topeng, dan lain-lain b. Wayang Kulit Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna 'bayangan', hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. c. Ketoprak Ketoprak termasuk salah satu kesenian rakyat di Jawa tengah, tetapi juga bisa ditemui di Jawa bagian timur. Ketoprak sudah menyatu menjadi budaya masyarakat Jawa tengah. ketoprak adalah sejenis seni pentas yang berasal dari Jawa. 3. Senjata Tradisional Keris adalah salah satu senjata tradisional budaya Indonesia, tentunya setelah nenek moyang kita mengenal besi. 107 4. Pakaian Adat Nama pakaian adat Jawa Tengah adalah kain kebaya. 5. Alat Musik Tradisional Jawa Alat musik tradisional Jawa, yaitu gamelan 6. Aksara Jawa C.12. ARSITEKTUR JAWA Arsitektur Jawa adalah arsitektur atau bentuk bangunan khas yang digunakan oleh masyarakat Jawa untuk berbagai fungsi. Arsitek Jawa telah ada dan berlangsung selama paling tidak 2.000 tahun. Dalam kurun tersebut telah terjadi berbagai perubahan dan kita sebenarnya tidak bisa tahu segala sesuatu yang pernah terjadi. Tetapi, kalau kita menengok Candi Borobudur (abad ke-9), tampak bahwa rumah-rumah (orang di Jawa) yang digambarkan di sana sangat berbeda dengan yang kita pahami sekarang. Rumah-rumah itu berkolong tinggi dan cenderung persegi panjang daripada bujur sangkar sehingga lebih mirip rumah Melayu atau Bugis sekarang. Arsitektur Jawa kuno dipengaruhi oleh kebudayaan India bersamaan dengan datangnya pengaruh Hindu dan Buddha terhadap kehidupan masyarakat Jawa. Wilayah India yang cukup banyak memberi pengaruh terhadap Jawa adalah India Selatan. Meskipun budaya India berpengaruh besar tetapi Jawa tidak meniru begitu saja kebudayaan tersebut. Dengan kearifan lokal masyarakat, budaya dari India diterima melalui proses penyaringan (filtrasi) yang natural. Proses akulturasi budaya ini dapat dilihat pada model arsitektur, misalnya, punden berundak (budaya asli Indonesia) pada Candi Sukuh di Jawa Tengah. Dalam perkembangan selanjutnya dalam periode Klasik Muda di wilayah Jawa Timur pada abad ke13-15 M arsitektur bangunan suci HinduBuddha di Jawa telah memperoleh gayanya tersendiri. Bentuk arsitekturnya terdiri dari candi bergaya Singhasari, gaya candi Jago, gaya Candi Brahu, dan punden berundak. Pengaruh India dalam hal ini hanya tinggal dalam konsep keagamaannya saja, konsep-konsep kedewataan kemudian digubah kembali oleh para Pujangga Jawa Kuna. 108 Arsitektur Jawa dianggap sebagai warisan budaya yang perlu digali potensinya untuk kemudian diangkat sebagai salah satu arsitektur Indonesia yang berjati diri. Namun terlepas dari itu semua, ternyata Arsitektur Jawa memiliki citra yang mempesona yaitu: Ayu, Ayom, dan Ayem. ARSITEKTUR JAWA ITU AYU Ayu dapat diartikan/dimaksudkan: 1) Estetis atau memiliki dan memakai kaidah atau norma seni yang baik; Jadi arsitektur Jawa itu juga mengenal dan memakai kaidah estetika seperti keseimbangan (balancing), berirama (rhythm), penekanan (emphasize), proporsi, skala, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa pada umumnya bangunan atau rumah Jawa selalu berbentuk simetris atau setangkup, dan kalaupun tidak simetris tapi tetap memakai kaidah keseimbangan. Arsitektur Jawa itu memakai kaidah pengulangan atau menggunakan irama (rhythm). Untuk mencapai atau mempermudah kesatuan (unity) diperlukan perulangan atau kesamaan. 2) Simbolis atau menggunakan bentuk-bentuk sebagai perlambang. Perlambang untuk nilai, waktu, tokoh dan sebagainya. Banyak bentuk-bentuk yang terdapat pada Arsiterktur Jawa yang dimaksudkan atau yang digunakan sebagai perlambang. Ada yang disimbolkan karena bentuknya yang mirip dengan bentuk yang ada di alam semesta ini. Misalnya kata Griya yang berasal dari kata Giri Raya (gunung yang besar) karena rumah Jawa memang pada umumnya memiliki atap yang menjulang tinggi mirip dengan bentuk gunung. Elemen atap yang terdapat di daerah dataran tinggi dinamakan Gajah karena memang berskala besar dan tinggi seperti gajah. Tatanan usuk atau kasau untuk rumah 109 tajug, joglo atau limas an yang dibuat memusat dan tidak sejajar satu dengan lainnya disebut Satriyo Pinayungan, artinya kesatria yang dipayungi. Jadi bangunan ini menampilkan kesan/citra wibawa seperti seorang kesatria sejati. 3) Kaya, maksudnya sesuatu yang ayu atau indah pada umumnya memerlukan dan dikelilingi oleh kekayaan baik dalam mutu maupun jumlahnya. Nampaknya memang sederhana. Bentuk bangunan atau rumah Jawa itu hanya ada 5 (lima) jenis yang mudah dihafal dan dikenali, yaitu: 44 • Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Saka Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya. • Limasan; yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya. • Kampung; yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah bubungan di tengah saja. • Tajug atau Masjidan; yaitu bangunan dengan Saka Guru atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing. • Panggang Pe, yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi. Gambar II-54 Rumah Tinggal Tradisional Jawa Sumber : http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/ (19 Februari 2016) 44 http://djodigowes-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-43342-AkademisArsitektur%20Jawa%20Tengah.html, 19 Februari 2016 110 Masing-masing bentuk berkembang menjadi beraneka jenis dan variasi yang bukan hanya berkaitan dengan perbedaan ukurannya saja, melainkan juga dengan situasi dan kondisi daerah setempat. Dari kelima jenis itu masing-masing memiliki varian yang jumlahnya mencapai belasan atau likuran. Sedemikian sehingga namanya saja cukup sulit untuk diingat, apalagi ciri-cirinya yang juga sulit untuk dikenal. 4) Menampilkan identitas atau jati dirinya. Jadi arsitektur Jawa memiliki identitas atau menampilkan citra yang memang sesuai dengan tingkatan yang selayaknya atau representatif. Bentuk tertentu dari bangunan Jawa dapat menunjukkan siapa pendiri dan/atau pemiliknya terutama dalam hal status sosialnya. Rumah atau bangunan Joglo Lambang Gantung, rumah Limasan Sinom Trajumas dan Tajug Lambang Gantung misalnya menunjukkan bahwa pendiri dan pemiliknya adalah seorang raja yang berdaulat. Rumah Limasan dan Kampung pada umumnya dimiliki oleh rakyat biasa. ARSITEKTUR JAWA YANG AYOM Ayom dapat diartikan sebagai teduh dan terlindung. Jadi dalam hal ini arsitektur Jawa dimaksudkan sebagai: 1) Teduh dan rindang: Bagaikan pohon beringin ia dapat melindungi manusia dari panasnya sinar matahari dan melindungi dari derasnya hujan. Bahkan ia tetap tegak berdiri kokoh meskipun berkali-kali diguncang gempa bumi. Rumah/bangunan Jawa selalu mumpunyai citra arsitektur atap, dimana atap bangunan selalu lebih menonjol dari bagian dinding dan bagian fondasinya. Tetap kokoh berdiri walaupun terkena guncangan gempa bumi yang dahsyat dan bermahkotakan atap yang menjulang tinggi. Bangunan berbentuk Joglo, 111 Tajug/Masjidan, Limasan Sinom Trajumas jelas memberikan citra yang menonjolkan bentuk atap. 2) Terlindung/terhindar dari kekuatan metafisika: yang merugikan Arsitektur Jawa diciptakan untuk keserasian antara alam jagad raya (macro cosmos) dengan alam manusia (micro cosmos). Kekuatan-kekuatan yang jahat diusahakan untuk ditolak/disingkirkan atau dikendalikan sesuai dengan kodrat dan kemampuan manusia. Dengan demikian arsitektur Jawa itu tanggap terhadap kekuatan alam metafisika. ARSITEKTUR JAWA YANG AYEM Ayem dapat diartikan tentram. Tentram bisa terjadi apabila beberapa faktor bisa terpenuhi, diantaranya: 1) Kesejahteraan; arsitektur Jawa diciptakan dalam rangka memenuhi kesejahteraan pemakainya atau penghuninya baik secara lahir maupun batin, khususnya dalam hal bermasyarakat dan menempatinya. 2) Keamanan; bangunan Jawa kokoh berdiri cukup megah dengan bermahkotakan atap itu selalu didukung oleh sistem struktur rangka kayu yang fleksibel dan kuat. Struktur ang dipakai itu ternyata cukup kuat menghadapi guncangan gempa bumi. 3) Keselarasasan dan keserasian; arsitektur Jawa selalu berusaha menyelaraskan diri dengan alam fisik di sekitarnya dan menyelaraskan diri dengan masyarakatnya. Jadi selalu diupayakan dengan meniadakan timbulnya pertentangan. 112 C.13. KETERKAITAN ARSITEKTUR ECO-CULTURE DENGAN PERANCANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL DI YOGYAKARTA Masalah lingkungan adalah persoalan-persoalan yang timbul sebagai akibat dari berbagai gejala alam. Dalam artian ini, masalah lingkungan adalah sesuatu yang melekat pada lingkungan itu sendiri dan sudah ada sejak alam semesta ini, khususnya bumi dan segala isinya diciptakaan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Masalah lingkungan ini menjadi makin serius karena dalam memanfaatkan lingkungan alam untuk kepentingannya sendiri, manusia kurang memperhatikan kepentingan alam itu sendiri. Dalam hubungan pembangunan yang berwawasan lingkungan inilah peranan tingkah laku manusia menjadi sangat penting. Dalam hubungan manusia dengan alamnya, manusia dimungkinkan untuk menjadi titik sentral perkembangan lingkungan.45 Proses pembangunan yang dilakukan secara terus-menerus dapat menimbulkan masalah lingkungan. Masalah lingkungan ini menjadi makin serius karena dalam memanfaatkan lingkungan alam untuk kepentingannya sendiri, manusia kurang memperhatikan kepentingan alam itu sendiri. Dengan membangun bangunan baru, akan mengancam lahan terbuka hijau. Ancaman pemanasan global (global warming) melibatkan banyak faktor yang saling berhubungan. Demikian juga dengan perkembangan proyek konstruksi. Proyek konstruksi dianggap memiliki peran besar terhadap perubahan lingkungan di permukaan bumi ini, dimulai dari tahap konstruksi hingga tahap operasional tidak dapat terhindar dari pemanfaatan sumber daya alam yang jumlahnya semakin terbatas. Dampak lain yang timbul dari penggunaan fasilitas bangunan serta pemilihan material bangunan yang terkait dengan peningkatan suhu di bumi. Melihat dari peningkatan pemanasan global yang semakin memprihatinkan ini sudah saatnya proyek konstruksi perlu dikelola untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kerusakan lingkungan alam yang semakin parah. Proses konstruksi 45 Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta : Grasindo. Hal 1-3 113 harus menggunakan metode atau konsep, bahan bangunan yang tepat, efisien dan ramah lingkungan di bidang konstruksi. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai respon dalam penanganan pemanasan global. Yogyakarta merupakan daerah yang kaya akan budaya serta adat istiadat ini mencerminkan setiap detail kebudayaannya pada kehidupan warganya sehari-hari. Selain keanekaragaman budaya yang sudah terasimilasi dan berkembang, Yogyakarta juga masih kental dengan budaya dan adat istiadat Jawa yang masih dijaga hingga saat ini. Inilah yang mendorong banyak wisatawan baik lokal maupun internasional untuk berkunjung ke Yogyakarta. Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Kebudayaan Jawa ini tidak hanya menampilkan nilai-nilai estetika, namun budaya ini mengedepankan nilai-nilai toleransi, keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya itu budaya jawa mengankat tinggi nilai kesederhanaan dan kesopanan. Dalam pembangunan bandar udara internasional yang baru kebutuhan energi dari suatu bandara internasional sangat besar, energi saat pembangunan maupun dari operasional setelah bandara internasional jadi akan terus membutuhkan energi. Teknologi ramah lingkungan telah ramai dikampanyekan, masyarakat dikenalkan dengan konsep ramah lingkungan, misal prinsip pemisahan sampah organik dan anorganik, serta penggunaan plastik dan sabun yang bisa terdegradasi. Selain itu perusahaan-perusahaan juga mulai diwajibkan untuk menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan penanganan pengolahan limbah sesuai dengan standard yang telah ditetapkan oleh badan yang terkait, misalnya dengan adanya ISO 4001 tentang lingkungan. Kelangkaan energi seperti BBM & BBG serta fenomena global warming menyebabkan setiap bidang keilmuwan 114 berlomba untuk melakukan inovasi penggunaan energi-energi alternatif selain minyak dan gas bumi, serta berlomba menciptakan energi terbarukan dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan agar dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan potensi generasi mendatang atau berkelanjutan (sustaineble). Bandara Internasional Yogyakarta berperan dan berfungsi sebagai pintu gerbang suatu negara dan suatu wilayah, gerbang menuju dan keluar Yogyakarta maupun wilayah sekitar. Serta mampu menjawab tuntutan fungsi penerbangan dan kegiatan kebandarudaraan yang aman, nyaman, cepat, efisien, lancar, serta situasi dan kondisi karakter lingkungan daerah Yogyakarta yang berwawasan lingkungan serta kesinambungan perannya di masa yang akan datang. Bandara internasional ini tidak hanya melaksanakan tugas sebagaimana mestinya namun mampu menjadi salah satu ikon untuk mengenalkan Yogyakarta serta budayanya ke mata dunia. Untuk merealisasikan bandara internasional baru di Yogyakarta lebih tepatnya di Temon yang merupakan pintu gerbang memasuki wilayah Yogyakarta yang kaya akan budaya dan istiadat, serta penggunaan energi dalam membangun dan pengoperasian bandara tersebut, maka pendekatan eco-culture merupakan pendekatan yang tepat guna mewadahi kegiatan kebandarudaraan di dalam bandar udara kelas internasional yang aman, nyaman, cepat, efisien dan lacar serta menjadikan bandara internasional ini berkelanjutan (sustaineble). PRESEDEN BANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL DENGAN PENERAPAN ECO CULTURE D.1. BANDARA I GUSTI NGURAH RAI Nama : I Gusti Ngurah Rai International Airport Kode IATA : DPS Kode ICAO : WADD Koordinat : 08°44´50.57"S , 115° 10´ 08.54" E Kapasitas Bandara : 25 juta orang / tahun Panjang Runway : 3.000m Konsep Terminal : Linier 115 Bandara I Gusti Ngurah Rai terletak 13 km dari Kota Denpasar. Bandara I Gusti Ngurah Rai adalah bandara dengan daya tampung terbesar di Indonesia saat ini. Bandara yang memiliki aerodrome PKP-PK kategori 9 ini memiliki daya tampung penumpang yang mencapai 25 juta penumpang per tahun lebih besar dari Bandara Soekarno-Hatta yang hanya 22 juta penumpang per tahun dan Bandara Kualanamu saat ini dengan kapasitas 8,1 juta penumpang per tahun. Bandara I Gusti Ngurah Rai yang memiliki konsep terminal linier ini berdiri di atas lahan yang terbatas seluas 285 hektar, namun memiliki ukuran terminal yang cukup besar dan megah, serta dilengkapi dengan teknologi kebandarudaraan yang canggih dan mutakhir. Satu satunya baggage handling system yang menggunakan teknologi HBS (Hold Baggage Screening) dimana bagasi penumpang digerakkan secara elektronis dan mekanis dari sejak check-in hingga mendekati pesawat. Teknologi ini menjadikan minim kontak fisik dari petugas, namun jauh lebih akurat, cepat, efektif, dan efisien. Bandara I Gusti Ngurah Rai beroperasi 24 jam. Bandara yang memiliki pendistribusian vertikal dengan banyak tingkat ini memiliki check-in counter sebanyak 96 unit. Terdapat 22 gate pada Bandara I Gusti Ngurah Rai,8 gate pada terminal domestik dan 14 gate pada terminal internasional. 11 gate yang digunakan terminal internasional keberangkatan berada di lantai 3, dan 3 gate untuk terminal internasional kedatangan berada pada lantai 1. Sistem boarding pada bandara ini menggunakan sistem campuran yaitu transporter dan elevator bridge (garbarata). Bandara I Gusti Ngurah Rai memiliki garbarata yang jumlahnya mencapai 24 unit. Gambar II-55 Bentuk Atap Terminal Seperti Ombak Sumber : http://www.angkasapura1.co.id/detail/berita/daya-tampung-bandara-i-gustingurah-rai-menjadi-yang-terbesar-di-indonesia-saat-ini (24 Februari 2016) 116 Selain kecanggihan teknologi, bandara ini juga mengadopsi kekayaan budaya Bali. Bangunan utama memiliki atap seperti gelombang lautan. Bentuk atap bergelombang dipilih karena memungkinkan untuk mengakomodasi bentangan yang sangat lebar sekaligus penerapan konsep eco-airport yang memaksimalkan pencahayaan alami. Gambar II-56 Bentuk Parkir Berbentuk Seperti Terasering Persawahan di Bali Sumber : http://maria.co.id/manhole-cover-apron-bandara-ngurah-rai/ (24 Februari 2016) Gedung parkir dibuat bertingkat berbentuk limas, menyerupai hamparan terasering persawahan di Bali. Bangunan berlantai lima seluas 42.580m2 ini akan mampu mengakomodir jumlah kendaraan dua kali lebih banyak dari sebelumnya. Area parkir motor seluas 3450 m2 dan area parkir mobil seluas 39.130 m2. Gambar II-57 Gerbang Masuk ke Terminal Bandara dari Apron Berupa Candi Bentar Sumber : http://maria.co.id/manhole-cover-apron-bandara-ngurah-rai/ (24 Februari 2016) Selain itu, khasanah budaya lokal juga tampak dari arsitektur Candi Bentar pada gerbang masuk dari apron menuju bangunan terminal. Selain itu terdapat pula Bale Kulkul yang digunakan dipadu padankan dengan jam antik sebagai penunjuk waktu di dalam bangunan terminal. 117 Gambar II-58 Bale Kulkul yang Khas dari Bali Digunakan sebagai Penunjuk Waktu pada Area Terminal Sumber: http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1567121&page=87 (24 Februari 2016) D.2. BANDAR UDARA KUALANAMU Nama : Kualanamu International Airport Kode IATA : KNO Kode ICAO : WIMM Koordinat : 3°38'32"N , 98°53'7"E Kapasitas Bandara : 22,18 juta orang / tahun Panjang Runway : 3.750m Konsep Terminal : Linier Gambar II-59 Bangunan Terminal Bandara Kualanamu Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/e/e2/Kuala-Namu.jpg/800pxKuala-Namu.jpg (25 Februari 2016) Bandar Udara Internasional Kualanamu adalah sebuah bandar udara internasional yang melayani kota Medan dan sekitarnya. Bandara ini terletak 39 km dari kota Medan. Pembangunan bandara ini merupakan bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), untuk menggantikan Bandar Udara Internasional Polonia yang telah berusia lebih dari 85 tahun. Bandara Kualanamu diharapkan dapat menjadi bandara pangkalan transit internasional untuk kawasan Sumatera dan sekitarnya. Bandara ini mulai beroperasi sejak 25 Juli 2013 meskipun ada fasilitas yang belum sepenuhnya selesai dikerjakan. 118 Bandara yang memiliki fasilitas bandara terpusat dan konsep terminal linier ini dilakukan pembangunan secara dua tahap. Tahap I bandara dapat menampung 8,1 juta-penumpang dan 10.000 pergerakan pesawat per tahun, sementara setelah selesainya tahap II bandara ini rencananya akan menampung 22,18 juta penumpang per tahun. Luas terminal penumpang yang akan dibangun adalah sekitar 6,5 hektar dengan fasilitas area komersial seluas 3,5 hektar dan fasilitas kargo seluas 1,3 hektar. Gambar II-60 Foto Bandara Kualanamu dari Udara Sumber : https://zulaidinmas.wordpress.com/2013/09/06/bandara-kualanamukno-pintu-gerbang-baru-indonesia/ (25 Februari 2016) Bandara Internasional Kualanamu memiliki panjang landas pacu 3,75 km yang cocok untuk didarati pesawat sebesar Boeing 747. Bandara ini sanggup didarati oleh pesawat penumpang Airbus A380. Bandara ini juga adalah bandara keempat di Indonesia yang bisa didarati Airbus A380 selain Bandar Udara Juanda dan Bandara Soekarno-Hatta. Bandara Internasional Kualanamu Bandara yang memiliki apron dengan luas 200.000m2 menggunakan system boarding berupa jembatan penghubung (elevator bridge) beupa garbarata. Jumlah garbarata pada Bandara Kualanamu terdapat 8 garbarata, 6 garbarata untuk terminal domestik dan 2 garbarata untuk terminal internasional. Gambar II-61 Kereta, Intermoda Transportasi di Bandara Kulanamu Sumber : http://image.metrotvnews.com/bank_images/actual/171602.jpg (25 Februari 2016) 119 Pembangunan Tahap I disertai pula oleh pembangunan jalur kereta api dari Stasiun Araskabu di kecamatan Beringin ke bandara yang berjarak sekitar 450 meter. Stasiun Araskabu sendiri terhubung ke Stasiun Medan dengan jarak 22,96 kilometer. Jarak tempuh dari Medan hingga Kuala Namu berkisar 30-47 menit (kereta menuju bandara diprioritaskan dalam penggunaan rel tunggal Medan-Kualanamu). Stasiun di bandara sudah jadi dan telah dioperasikan sejak 25 Juli 2013. Frekuensi perjalanan terus ditingkatkan, dari awalnya 13 kali per arah pada awal pengoperasian, meningkat menjadi 17-18 perjalanan, dan mulai Mei 2014, 20 kali per arah. Pada awalnya kereta api yang dipakai adalah KRDE buatan INKA, lalu pada November 2013 kereta baru dari Korea Selatan yang dilengkapi Wi-Fi mulai digunakan menggantikan KRDE INKA. Layanan kereta api ini dioperasikan oleh PT Railink yang merupakan perusahaan patungan PT Angkasa Pura II dan PT Kereta Api Indonesia.46 Gambar II-62 Interior dengan Penerang Ruangan Berupa Transformasi Bentuk Pohon Sawit Sumber: http://fokus.news.viva.co.id/news/read/432123-selamat-datang-bandarainternasional-kualanamu (25 Februari 2016) Bandara dengan luas total area terminal sebesar 23.000m2 memiliki eksterior dan interior bangunan yang mencerminkan wilayah Kota Medan dan sekitarnya, dengan menampilkan ornamen dan bentuk penerangan berwarna-warni dengan bentuk dari transformasi pohon sawit yang memang sebagai komoditi di Sumatera Utara. terdapat 18 counter check-in dengan luas area 1.109m2. 46 https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Internasional_Kualanamu, 25 Februari 2016 120 D.3. BANDARA SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN Nama : Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan International Airport Kode IATA : BPN Kode ICAO : WALL Koordinat : 01016’03” S - 116053’38”E Kapasitas Bandara : 10 juta orang / tahun Panjang Runway : 2.495m Konsep Terminal : Linier Gambar II-63 Terminal Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan Sumber : http://www.iberita.com/wp-content/uploads/2014/03/Desain-BandarUdara-Internasional-Sepinggan.jpg (25 Februari 2016) Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman adalah sebuah bandar udara internasional yang melayani Kota Balikpapan dan sekitarnya. Bandara ini sangant dekat dengan Kota Balikpapan yaitu hanya 6 km dari kota Balikpapan. Terminal bandara ini telah beroperasi sepenuhnya mulai tanggal 22 Maret 2014. Kapasitas Terminal Bandara Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman bisa menampung hingga 10 juta penumpang per tahun. Bandara yang sebelumnya hanya bisa menampung 2 juta penumpang dan telah mengalami over capacity pada tahun 2013 sebanyak 7 juta. Sehari-harinya ada 20.000-22.000 penumpang yang datang, berangkat, transit atau transfer melalui Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman. 121 Gambar II-64 Check-in Counter Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan Sumber : http://img2.bisnis.com/makasar/posts/2015/02/20/186152/201404011bandarasepinggan.jpg (25 Februari 2016) Bandara yang menggunakan boarding system berupa elevator bridge (garbarata) ini memiliki 11 garbarata, 68 check-in counters dan 8 unit conveyor. Gedung parkir empat lantai dengan kapasitas hingga 2.300 unit kendaraan. Aplikasi Airport Integrated Management System (AIMS). HBS (hold baggage screening) level 4. 245 CCTV di berbagai sudut bandara untuk memantau semua aktivitas yang terjadi di bandara dan tidak ada celah yang tidak terpantau. Gambar II-65 Taman di Dalam Bangunan Terminal Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan Sumber : http://images.detik.com/content/2014/05/26/1519/121408_chang2.jpg (25 Februari 2016) Bandara yang sebelumnya mempunyai nama Bandara Internasional Sepinggan memiliki beberapa keunggulan dalam desain dan konsep. Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan memiliki fasilitas penanganan bagasi dan sistem keamanan yang canggih, mengusung konsep futuristic eco-airport, desainnya juga dibuat modern tapi tetap ramah lingkungan. Berdinding kaca-kaca transparan. Kaca juga 122 dipasang di atap sehingga sinar matahari yang melimpah bisa masuk ke ruangan dan konsumsi energi listrik bisa ditekan. Bandara pertama di Indonesia yang seluruh lampu penerangannya menggunakan LED. Atap terminalnya yang tinggi sehingga pengunjung yang datang ke sini benarbenar merasakan kenyamanan karena segala sesuatu di bandara ini tampak lega. Terdapat fasilitas taman di tengah terminal, tiga taman di taruh di area pengambilan bagasi di lantai satu dan dua lainnya di lantai tiga, yakni di samping area check-in. Bandara ini juga memiliki fasilitas boutique mall yang terintegrasi dengan bandara. Merupakan satu-satunya bandara di Indonesia yang menerapkan mall yang terintegrasi dalam bandara, mall akan berada di lantai 1-3 dan bisa di akses oleh pengunjung umum. Gambar II-66 Ruang Tunggu pada Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan Sumber : http://www.busbandara.com/wp-content/uploads/2015/02/Info-Bus-DamriBandara-Sepinggan-Balikpapan-e1424237259105.jpg (25 Februari 2016) Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan juga telah memenangkan penghargaan dari Menhub Ignasius Jonan yaitu Pelayanan Prima Utama 2014 untuk Bandara Sepinggan. Selain itu juga berturut-turut sebelum itu pada awal 2015, Bandara Sepinggan juga terpilih menjadi Airport of the Year 2014 dari Majalah Bandara. Kemudian oleh INACA (Indonesian National Air Carrier Association/asosiasi maskapai penerbangan nasional Indonesia), Bandara Sepinggan dinobatkan sebagai The Best CSI 2014 untuk pelayanan penumpang. Bahkan, juga ada penghargaan dari Kementerian Kesehatan sebagai Bandar Udara Sehat 2014. 123 D.4. BANDARA SUVARNABHUMI, BANGKOK, THAILAND Nama : Suvarnabhumi Airport Kode IATA : BKK Kode ICAO : VTBS Koordinat : 13°41′33″N 100°45′00″E Kapasitas Bandara : 45 juta orang / tahun Panjang Runway : 4.000m dan 3.700m Konsep Terminal : Sentral Bandara Internasional Suvarnabhumi yang memiliki arti golden land ini adalah bandara internasional yang melayani Kota Bangkok, Thailand, dan merupakan bandara baru untuk menggantikan Bandara Internasional Don Mueang. Bandara ini resmi dibuka untuk penerbangan terbatas pada 15 September 2006, dan dibuka untuk semua rute domestik dan internasional pada 28 September 2006. Kode nama BKK diturunkan dari nama Don Mueang setelah bandara lama itu meniadakan penerbangan internasionalnya. Gambar II-67 Bangunan Terminal Bandara Suvarnabhumi Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Suvarnabhumi_Airport#Capacity_and_safety_issues (26 Februari 2016) Bandara ini terletak di Racha Thewa di Distrik Bang Phli, Provinsi Samut Prakan, sekitar 25 km sebelah timur Bangkok. Nama Suvarnabhumi dipilih sendiri oleh Raja Bhumibol Adulyajed, merujuk pada kerajaan emas yang diduga berada di Asia Tenggara. Bandara ini didesain oleh Helmut Jahn dari Murphy/Jahn Architects. 124 Gambar II-68 Interior Bandara Suvarnabhumi Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Suvarnabhumi_Airport#Capacity_and_safety_issues (26 Februari 2016) Bandara ini mempunyai menara kontrol tertinggi di dunia (132.2 m). Luas terminal bandara (563.000 meter2) juga menjadikannya sebagai bandara yang mempunyai luas terminal tunggal kedua di dunia di bawah Bandara Internasional Hong Kong. Di Asia, bandara ini menjadi bandara tersibuk keempat dan juga merupakan pertemuan jalur kargo yang utama. Gambar II-69 Menara Kontrol Bandara Suvarnabhumi (tertinggi di dunia) Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Suvarnabhumi_Airport#Capacity_and_safety_issues (26 Februari 2016) Bandara ini memiliki gaya arsitektur modern, dengan mayoritas warna metalik dan ekspos pada struktur kerangka dan penyangga. Bandara ini juga banyak menggunakan kaca untuk menunjukkan gaya arsitekturnya. Untuk mengimbangi modernitasnya, bandara ini menambahkan instalasi seni yang bergaya khas budaya Thailand berupa bentuk menyerupai paviliun dan patung para dewa dan asura dalam adegan Samudramantana. 125 Gambar II-70 Paviliun di Lantai Empat Bandara Suvarnabhumi yang memiliki Gaya Khas Kebudayaan Thailand Sumber : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/2b/Suvarnabhumi_Airport,_Bangkok, _Thailand.jpg (26 Februari 2016) Gambar II-71 Patung Para Dewa dan Asura dalam Adegan Samudramantana di Bandara Suvarnabhumi Sumber : https://www.world-airportcodes.com/content/uploads/2013/08/BKK_a_t_newbkk_ldee7lsumr.jpg (26 Februari 2016) Bandara ini memiliki beberapa fasilitas, antara lain berbagai restoran makanan siap saji dari berbagai jaringan internasional, makanan Asia atau Thailand, dan juga beberapa restoran dan toko yang buka 24 jam di area keberangkatan, bahkan terdapat pula mushola yang sangat representatif di lantai tiga. 126