Variasi Genetik Jeruk Keprok SoE (Citrus reticulata Blanco) Hasil

advertisement
Variasi Genetik Jeruk Keprok SoE (Citrus reticulata Blanco) Hasil Radiasi Sinar
Gamma Menggunakan Penanda ISSR
Farida Yulianti1*, C. Martasari1, Karsinah2, dan Tangguh Hartanto3
1
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Jl. Raya Tlekung Junrejo, Batu, Kotak Pos 22, Malang 65301
Telp. (0341) 592683; Faks. (0341) 593047; *E-mail: [email protected]
2
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok Aripan Km. 8, PO Box. 5, Solok 2730-Sumatera Barat
Telp. (0755) 20137; Faks. (0755) 20592
3
Universitas Brawijaya, Jl. Mayjen Haryono 169, Lowokwaru, Malang 65145, Jawa Timur
Telp. (0341) 551611, (0341) 575777; Faks. (0341) 565420
Diajukan: 5 Mei 2010; Diterima: 10 November 2010
ABSTRACT
Genetic Variation of Keprok SoE Mandarin (Citrus
reticulata Blanco) Resulted from Gamma Iradiation Based
on ISSR Markers. SoE mandarin is one of the best mandarin
from Indonesia which has been chosen as one of mandarin for
import substitution. The citrus quality could be improved
through breeding program, one of this program was mutation
breeding using gamma rays irradiation. The research was
aimed to obtain information of SoE mandarin genetic variation
derived from gamma rays irradiation using ISSR marker. The
research was conducted at Breeding and Tissue Culture
Laboratory of Indonesian Citrus and Subtropical Research
Institute (ICISFRI) from May to September 2008. Five ISSR
primers were used to amplify DNA samples. Matrix data was
counted and dendrogram of samples was established using
UPGMA and SAHN methods. The resulst showed that 3 of the
primers indicated polymorphism. About 22 locus were
amplified from 3 primers, 9 (40.9%) locus showed polymorphism. The genetic similarity of SoE mandarin derived
from gamma rays irradiation were 73-100%.
Keywords: SoE, genetic variation, ISSR, mutation breeding.
ABSTRAK
Jeruk keprok SoE merupakan salah satu jeruk keprok unggulan
Indonesia untuk mensubstitusi jeruk impor. Kualitas jeruk
dapat ditingkatkan melalui program pemuliaan, salah satunya
adalah melalui pemuliaan mutasi dengan menggunakan sinar
gamma. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang variasi genetik jeruk keprok SoE hasil radiasi
sinar gamma menggunakan penanda ISSR. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Kultur Jaringan, Balai
Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro)
pada bulan Mei-September 2008. Lima penanda ISSR digunakan untuk mengamplifikasi sampel DNA. Pengelompokan tanaman di dalam dendrogram dihitung menurut UPGMA menggunakan metode SAHN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tiga penanda mengindikasikan adanya polimorfisme. Dari 22
134
lokus yang terbentuk dari tiga penanda, sembilan lokus
(40,9%) menunjukkan polimorfisme. Tingkat kesamaan genetik jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma berkisar antara
73-100%.
Kata kunci: SoE, variasi genetik, ISSR, pemuliaan mutasi.
PENDAHULUAN
Jeruk keprok SoE (Citrus reticulata Blanco)
merupakan salah satu jeruk unggul Indonesia yang
telah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional
(SK Menteri Pertanian No. 863/Kpts/TP.240/11/98)
dan sebagai jeruk substitusi impor, khususnya untuk
jenis mandarin. Penelitian Adar et al. (2003) menunjukkan, jeruk keprok SoE memiliki mutu yang
dapat bersaing dengan jeruk impor yang dipasarkan
di Indonesia.
Secara fisik, jeruk SoE memiliki kulit buah
dengan warna orange cerah, mudah dikupas, tekstur
kulit buah halus, mengkilap, bentuk buah bulat pipih, dan ukuran besar (diameter buah 7-8 cm). Jeruk
ini memiliki rasa yang khas yang merupakan campuran antara manis dan asam yang segar, warna daging buah orange, dan tekstur daging buah lembut.
Kelemahan jeruk ini adalah jumlah bijinya yang
cenderung banyak (>10) (Hardiyanto et al., 2007).
Hal ini tentu kurang disukai oleh konsumen
Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan kualitas buah agar dapat bersaing dengan jeruk
impor.
Pemuliaan jeruk secara konvensional banyak
dihambat oleh tingginya juvenilitas pada bibit dan
heterozigositas yang tinggi dengan karakter fenotipe poligenik. Hambatan ini dapat diatasi melalui
Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010
metode mutasi buatan. Mutagen fisik yang banyak
digunakan untuk pemuliaan tanaman buah-buahan
adalah radiasi sinar gamma. Sinar gamma sering diaplikasikan karena memiliki kemampuan penetrasi
yang jauh ke dalam jaringan tanaman. Induksi
mutasi diarahkan untuk mengubah satu atau beberapa karakter penting yang menguntungkan tanaman. Teknik mutasi buatan umumnya ditujukan untuk
mengubah karakter tertentu dengan tetap mempertahankan sebagian besar karakter aslinya (Wardiyati
et al., 2002).
Aktivitas induksi mutagenesis telah dilakukan
di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah
Subtropika bekerja sama dengan Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) (Agisimanto et al.,
2003, 2004, 2005, 2006, 2007). Tiga level dosis
sinar gamma (20, 40, dan 60 Gray) dipaparkan pada
mata tunas jeruk keprok SoE dan diokulasikan pada
batang bawah Japansche Citroen (JC) (tanaman
M1V1). Namun hanya mata tunas yang dipapar dengan dosis 20 dan 40 Gray yang mampu bertahan
hidup dan menghasilkan beberapa cabang yang berpotensi menghasilkan buah seedless.
Untuk memaksimalkan identifikasi mutan,
sistem karakterisasi harus diprogram dengan baik.
Pengembangan penanda DNA telah membuka peluang untuk identifikasi sejumlah spesies secara
cepat. Penggunaan multialel penanda kodominan
untuk analisis spesies heterozigot sangat bermanfaat
karena memungkinkan individu-individu digenotipekan secara khusus (Powell et al., 1996) dan diaplikasikan pada berbagai bidang seperti seleksi genotipe, pemetaan gen, sidik jari individu, analisis
genetik pada populasi, dan individu (Rafalski et al.,
1996).
Sidik jari (fingerprinting) DNA untuk identifikasi kultivar atau varietas telah menjadi alat yang
penting untuk identifikasi genetik tanaman untuk
kebutuhan riset, komersial, dan atau kepastian
genotipe. Berbagai sistem dan teknik telah tersedia.
Analisis isozim mampu membedakan kultivar yang
dihasilkan dari reproduksi seksual, namun tidak
mampu membedakan kultivar yang berubah akibat
mutasi (Roose, 1988). Berkembangnya sistem analisis berbasis PCR yang menawarkan automasi, cepat, dan massal dengan jumlah DNA yang terbatas
telah membuatnya banyak digunakan untuk identifikasi genetik.
Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010
Inter-Simple Sequence Repeat (ISSR) merupakan penanda DNA berbasis PCR yang menggunakan sekuen mikrosatelit. Keunggulan penanda
ISSR adalah aplikasinya yang sangat sederhana,
mudah dilakukan, cepat, melibatkan kuantitas
cetakan DNA rendah (10-30 bp), dapat diulang dan
konsisten, tidak memerlukan banyak informasi
untuk mendesain primer, dan mampu membedakan
individu-individu yang memiliki kekerabatan yang
sangat dekat (Zietkiewicz et al., 1994). Penggunaan
penanda ISSR dalam identifikasi jeruk telah banyak
dilakukan (Shahsavar, 2007; Capparelli et al., 2004;
Fang dan Roose, 1997).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi tentang variasi genetik jeruk keprok SoE
hasil radiasi sinar gamma generasi kedua (M1V2)
dengan menggunakan penanda ISSR.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Pemuliaan dan Kultur Jaringan, Balai Penelitian
Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Tlekung,
Jawa Timur, pada bulan Mei-September 2008. Sebanyak 31 tanaman hasil radiasi M1V2 digunakan
sebagai sampel. Tanaman K2 merupakan tanaman
kontrol (0 Gy), tanaman nomor 1-24 merupakan hasil radiasi dengan dosis 20 Gy, dan tanaman nomor
25-30 adalah hasil radiasi dengan dosis 40 Gy.
Ekstraksi, Isolasi, dan Kuantifikasi DNA
Metode isolasi DNA mengikuti prosedur
yang dikembangkan oleh Karsinah et al. (2002).
Daun sekitar 0,5 g ditambah Polyvinil Pyrolidon
(PVP) 10 mg dan nitrogen cair digerus sampai halus
dalam mortar dingin. Selanjutnya daun dimasukkan
ke dalam tabung mikro berisi 1 ml bufer ekstraksi
(3% CTAB (Cetyl Triethyl Ammonium Bromide);
1,4 M NaCl; 20 mM EDTA (Ethylene Diamine
Tetra Acid); 100 mM Tris-HCl pH 8,0; dan 1%
ß-mercaptoethanol yang ditambahkan saat akan
ekstraksi) bersuhu 65oC. Campuran diinkubasi pada
suhu 65oC selama 60 menit.
Pemurnian DNA dilakukan dengan menambahkan 0,7 ml CHISAM (kloroform : isoamil
alcohol = 24 : 1) ke dalam campuran tersebut, dan
sentrifugasi (10.000 rpm) selama 10 menit. Fase
135
cair yang telah dipisahkan ditambah dengan 1 ml
CHISAM. Fase cair yang didapat ditambah dengan
1 ml isopropanol dingin, dan diinkubasi dalam
freezer selama 30 menit. DNA yang didapat
dipisahkan dengan sentrifugasi (10.000 rpm) selama
10 menit. Endapan DNA dicuci dengan 0,5 ml bufer
pencuci (76% etanol, 10 mM amonium asetat) dan
dikeringkan dengan cara membalikkan tabung
mikro di atas tisu. Selanjutnya, endapan DNA
diresuspensi ke dalam 0,5 ml bufer TE dan RNAse
(20 μg/ml) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama
60 menit Selanjutnya ditambahkan 50 μl Na-asetat
pH 5,2 dan 1 ml etanol absolut dingin, dikocok perlahan-lahan sampai terlihat benang-benang puting
dan inkubasi dalam freezer selama 30 menit. DNA
disentrifugasi (10.000 rpm) selama 15 menit.
Endapan DNA dikeringkan dengan cara membalikkan tabung mikro di atas tisu, kemudian dilarutkan
dalam 0,1 ml bufer TE. Sebanyak 5 µl DNA bersama-sama dengan 50 ng dan 100 ng Lamda DNA
dilewatkan dalam gel agarose 1% untuk mengetahui
kuantitas DNA.
Amplifikasi dan Separasi DNA
Amplifikasi sampel DNA dengan penanda
ISSR dilakukan berdasarkan metode Scarano et al.
(2002) Program mesin PCR adalah satu siklus denaturasi suhu 94oC selama 3 menit, diikuti oleh 28
siklus denaturasi suhu 94oC selama 45 detik,
annealing suhu 53oC selama 1 menit, dengan
ekstensi suhu 72oC selama 2 menit. Siklus PCR
untuk penanda ISSR diakhiri dengan satu siklus
ekstensi akhir dengan suhu 72oC selama 10 menit.
Setiap sampel DNA dicampur dengan 20 µl
yang mengandung 10 ng DNA genomik sebagai
cetakan, 0,25 mM dNTP (dATP, dCTP, dGTP, dan
dTTP), 0,5 pmol primer (ISSR A, ISSR B, ISSR C,
ISSR D dan ISSR E) (Tabel 1), satu unit Taq DNA
polymerase dalam larutan buffer 1x dan 3 mM
MgCl2. Pemisahan pitas DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan metode elektroforesis pada gel
agarose 2% yang mengandung etidium bromide (10
mg/l) dalam larutan 1 x TBE selama 50 menit pada
kekuatan arus 50 volt. Deteksi pita DNA dilakukan
dengan sistem biodokumentasi.
136
Analisis Data
Skoring pita DNA dilakukan berdasarkan keberadaan pita DNA pada setiap tanaman. Pita-pita
DNA yang terbentuk dari hasil analisis molekuler
marker dianggap sebagai satu karakter yang mewakili satu lokus DNA. Pita-pita DNA dengan laju
migrasi yang sama diasumsikan sebagai lokus yang
homolog. Profil DNA tersebut selanjutnya diterjemahkan ke dalam data biner berdasarkan kehadiran
pita DNA (1) dan tidak ada pita DNA (0) untuk
membangun matriks kemiripan. Pengelompokan
tanaman di dalam dendrogram dihitung menurut
UPGMA menggunakan metode SAHN pada
program NTSys-PC versi 2.10.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil amplifikasi dan separasi
DNA (Gambar 1), tanaman hasil radiasi mempunyai beberapa pola pita DNA, yaitu pola pita DNA
yang sama, kehilangan pita DNA, dan mengalami
penambahan pita baru dibandingkan dengan tanaman kontrol. Penambahan dan kehilangan pita DNA
terjadi pada tanaman yang dipapar dengan dosis
radiasi 20 Gy.
Kemungkinan penyebab hilangnya pita
adalah terjadi delesi pada situs di mana seharusnya
primer dapat menempel, duplikasi, substitusi basa
nitrogen, insersi, dan translokasi pada saat jaringan
tanaman dipapar dengan sinar gamma. Ionisasi basa
di dalam molekul DNA juga dapat menyebabkan
basa-basa tersebut salah berpasangan. Van Harten
(1998) menyatakan, jika radiasi pengion mengubah
DNA maka akan terjadi mutasi gen. Beberapa penyebab bertambahnya pita adalah (1) terjadi delesi
antara dua situs tempat primer menempel, (2) jika
terjadi substitusi pada potongan DNA tertentu akan
Tabel 1. Penanda ISSR yang digunakan dalam
analisis variasi genetik.
Kode primer
Sekuen
ISSR A
ISSR B
ISSR C
ISSR D
ISSR E
(AC)8YA
(AC)8YG
HVH(TCC)5
(TCC)5RY
(GT)8YC
Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010
menyebabkan terdapat situs baru yang cocok untuk
primer tertentu (Harahap, 2005).
Berdasarkan hasil amplifikasi DNA, kelima
penanda ISSR yang digunakan mampu mengenali
daerah sekuen mikrosatelit yang ada pada genom
jeruk SoE hasil mutasi pada frekuensi dan kuantitas
yang berbeda. Dari lima penanda yang digunakan,
untuk mengamplifikasi DNA sampel, tiga di antaranya menghasilkan pita DNA polimorfis, dan dua
penanda menghasilkan pita monomorfis. Jumlah
pita polimorfis yang dihasilkan cukup rendah, yaitu
M K2 1
40,9% (Tabel 2). Hal ini disebabkan oleh kesamaan
varietas asal sampel dan jumlah penanda yang
digunakan relatif sedikit sehingga belum semua pita
DNA muncul pada proses amplifikasi.
Berdasarkan dendrogram yang dihasilkan terlihat bahwa jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar
gamma memiliki tingkat kemiripan 73-100% atau
jarak genetiknya 0-27% (Gambar 2). Dalam penelitian ini terdapat 16 tanaman yang tidak berbeda
secara genetik dengan tanaman kontrol (kelompok
1). Hal ini menunjukkan tidak semua jeruk kerprok
2
3
4 5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 M K2 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
2
3
4 5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 M K2 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
2
3
4 5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 M K2 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
A
M K2 1
B
M K2 1
C
: lokus yang mengalami penambahan pita DNA,
: lokus yang kehilangan pita DNA.
Gambar 1. Pola pita DNA jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma yang diamplifikasi dengan penanda ISSR C (A), ISSR D (B), dan
ISSR E (C).
Tabel 2. Primer dan jumlah lokus hasil amplifikasi 3 penanda ISSR.
Primer
ISSR C (HVH(TCC)5)
ISSR D ((TCC)5RY)
ISSR E ((GT)8YC)
Jumlah
Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010
Total Lokus
Lokus Polimorfik
Lokus Monomorfik
8
6
8
4 (50%)
4 (66,67%)
1 (12,5%)
4
2
7
22
9 (40,9%)
15
137
k2
1
2
30
28
26
5
6
21 Kelompok 1
7
29
18
17
16
9
10
13
19
22
11
12
23 Kelompok 2
27
24
25
20
15
3
4 Kelompok 3
8
0,73
0,80
0,87
Coefficient
0,93
1,00
Gambar 2. Dendrogram jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma berdasarkan data gabungan penanda ISSR C, ISSR D, dan ISSR E.
SoE yang diradiasi sinar gamma mengalami perubahan secara genetik, atau radiasi sinar gamma pada
tunas tertentu hanya merusak jaringan tanaman.
Jika dilihat dari pengelompokan genotipenya,
jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma tidak
berkelompok berdasarkan dosis radiasinya, dengan
kata lain pengelompokan genetik tidak dipengaruhi
oleh dosis radiasi. Kelompok tanaman yang sama
atau relatif sama (kemiripan >90%) dengan kontrol
(kelompok 1) terdiri atas tanaman yang diradiasi
dengan dosis 20 dan 40 Gy. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok 2. Hal ini dimungkinkan oleh
sifat radiasi sinar gamma sangat bersifat individual
(Medina et al., 2004) dan bagian sel yang terkena
radiasi yang mengalami mutasi yang berbeda antar
tanaman.
KESIMPULAN
Penanda ISSR dapat digunakan untuk mengetahui variasi genetik jeruk keprok SoE hasil radiasi
sinar gamma. Hasil PCR dengan penanda ISSR
pada tanaman jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar
gamma menunjukkan berbagai pola, yaitu pitanya
sama, kehilangan pita, dan mengalami penambahan
pita baru dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma memi-
138
liki tingkat kemiripan 73-100% atau jarak genetiknya 0-27%.
DAFTAR PUSTAKA
Adar, D., M. Bano, E.S. Woods, Wei, R. Mason, dan S.
Singgih. 2003. Selera konsumen terhadap jeruk
keprok SoE di beberapa kota di Indonesia. Dalam P.
Simatupang, N. Syafaal, J. Nulik, dan A. Ila (eds.)
Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Hasil-hasil
Penelitian dan Pengkajian Pengembangan Jeruk
Keprok SoE. Nusa Tenggara Timur, 2-3 Juni 2003.
hlm. 210-217.
Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto.
2003. Perbaikan jeruk keprok dan pamelo melalui
induksi mutasi. Laporan Akhir Tahun Penelitian
Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah
Subtropika Tahun 2003.
Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto.
2004. Perbaikan jeruk keprok dan pamelo melalui
induksi mutasi. Laporan Akhir Tahun Penelitian
Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah
Subtropika Tahun 2004.
Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto.
2005. Perbaikan jeruk keprok dan pamelo melalui
induksi mutasi. Laporan Akhir Tahun Penelitian
Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah
Subtropika Tahun 2005.
Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010
Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto.
2006. Perbaikan varietas jeruk lokal komersial
melalui induksi mutasi. Laporan Akhir Tahun
Penelitian Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah
Subtropika Tahun 2006.
Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto.
2007. Perbaikan varietas jeruk lokal komersial
melalui induksi mutasi. Laporan Tengah Tahun
Penelitian Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah
Subtropika Tahun 2007.
Capparelli, R., M. Viscardi, M.G.Amoroso, G. Blaiotta, and
M. Bianco. 2004. Inter-simple sequence repeat
markers and flow cytometry for the characterization
of closely related citrus limon germplasms.
Biotechnol. Lett. 26:1295-1299.
Fang, D.Q. and M.L. Roose. 1997. Identification of citrus
cultivars with inter-simple sequence repeat markers.
Theor. Appl. Genet. 95:v408-417.
Harahap, F. 2005. Induksi variasi genetik tanaman manggis
(Garcinia mangostana L.) dengan radiasi sinar
gamma. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Hardiyanto, C. Martasari, dan H. Mulyanto. 2007. Analisis
keragaman jeruk keprok indonesia menggunakan
primer RAPD. Jurnal Hortikultura 3:239-246.
Karsinah, Sudarsono, Lilik Setyobudi, dan Hajrial
Aswidinnoor. 2002. Keragaman genetik plasma
nutfah jeruk berdasarkan analisis penanda RAPD.
Jurnal Bioteknologi Pertanian VII(1):18-16.
Medina, F., E. Amano, and S. Tano. 2004. Mutation
Breeding Manual. Forum for Nuclear Cooperation in
Asia (FNCA), Japan.
Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010
Powell, W., G.C. Macharay, and J. Provan. 1996.
Polymorphism revealed by simple sequence repeats.
Trends Plant Genet 1:215-222.
Rafalski, J.A., J.M. Vogel, M. Morgante, W. Powell, C.
Andre, and S.V. Tingey. 1996. Generating and using
DNA markers in plants. In B. Birren, and E. Lai
(eds.) Nonmammalian Genomic Analysis. A
Practical Guide. Academic Press, San Diego. p. 75134.
Roose, M.L. 1988. Isozymes and DNA restriction fragment
length polymorphisms in citrus breeding and
systematics. In Goren, R., and K. Mendel (eds.)
Proc 6th Int Citrus Congr. Balaban Publishers,
Rehovot, Israel. 1:155-165.
Scarano, M.T., L. Abbate, S. Ferrante, S. Lucretti, and N.
Tusa. 2002. ISSR-PCR technique: A useful method
for characterizing new allotetraploid somatic hybrids
of mandarin. Plant Cell Rep. 20:1162-1166.
Shahsavar, A.R., K. Izadpanah, E. Tafazoli, and B.E. Sayed
Tabatabaei. 2007. Characterization of citrus
germplasm including unknown variants by intersimple sequence repeat (ISSR) markers. Scientia
Horticulturae 112:310-314.
Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding: Teory and
Practical Applications. Cambridge University Press.
Cambridge.
Wardiyati, W., S, Darmawan, S. Soertini, dan W. Dyah.
2002. Pengaruh cholchisin dan radiasi sinar gamma
terhadap pertumbuhan vegetatif anggrek bulan
(Phaleonopsis). Agrivita XXIV(2):80-85.
Zietkiewicz, E., A. Rafalski, and D. Labuda. 1994. Genome
fingerprinting by simple sequence repeats (ssr)anchored polymerase chain reaction amplification.
Genomic 20:176-183.
139
Download