Variasi Genetik Jeruk Keprok SoE (Citrus reticulata Blanco) Hasil Radiasi Sinar Gamma Menggunakan Penanda ISSR Farida Yulianti1*, C. Martasari1, Karsinah2, dan Tangguh Hartanto3 1 Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Jl. Raya Tlekung Junrejo, Batu, Kotak Pos 22, Malang 65301 Telp. (0341) 592683; Faks. (0341) 593047; *E-mail: [email protected] 2 Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok Aripan Km. 8, PO Box. 5, Solok 2730-Sumatera Barat Telp. (0755) 20137; Faks. (0755) 20592 3 Universitas Brawijaya, Jl. Mayjen Haryono 169, Lowokwaru, Malang 65145, Jawa Timur Telp. (0341) 551611, (0341) 575777; Faks. (0341) 565420 Diajukan: 5 Mei 2010; Diterima: 10 November 2010 ABSTRACT Genetic Variation of Keprok SoE Mandarin (Citrus reticulata Blanco) Resulted from Gamma Iradiation Based on ISSR Markers. SoE mandarin is one of the best mandarin from Indonesia which has been chosen as one of mandarin for import substitution. The citrus quality could be improved through breeding program, one of this program was mutation breeding using gamma rays irradiation. The research was aimed to obtain information of SoE mandarin genetic variation derived from gamma rays irradiation using ISSR marker. The research was conducted at Breeding and Tissue Culture Laboratory of Indonesian Citrus and Subtropical Research Institute (ICISFRI) from May to September 2008. Five ISSR primers were used to amplify DNA samples. Matrix data was counted and dendrogram of samples was established using UPGMA and SAHN methods. The resulst showed that 3 of the primers indicated polymorphism. About 22 locus were amplified from 3 primers, 9 (40.9%) locus showed polymorphism. The genetic similarity of SoE mandarin derived from gamma rays irradiation were 73-100%. Keywords: SoE, genetic variation, ISSR, mutation breeding. ABSTRAK Jeruk keprok SoE merupakan salah satu jeruk keprok unggulan Indonesia untuk mensubstitusi jeruk impor. Kualitas jeruk dapat ditingkatkan melalui program pemuliaan, salah satunya adalah melalui pemuliaan mutasi dengan menggunakan sinar gamma. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang variasi genetik jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma menggunakan penanda ISSR. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) pada bulan Mei-September 2008. Lima penanda ISSR digunakan untuk mengamplifikasi sampel DNA. Pengelompokan tanaman di dalam dendrogram dihitung menurut UPGMA menggunakan metode SAHN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga penanda mengindikasikan adanya polimorfisme. Dari 22 134 lokus yang terbentuk dari tiga penanda, sembilan lokus (40,9%) menunjukkan polimorfisme. Tingkat kesamaan genetik jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma berkisar antara 73-100%. Kata kunci: SoE, variasi genetik, ISSR, pemuliaan mutasi. PENDAHULUAN Jeruk keprok SoE (Citrus reticulata Blanco) merupakan salah satu jeruk unggul Indonesia yang telah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional (SK Menteri Pertanian No. 863/Kpts/TP.240/11/98) dan sebagai jeruk substitusi impor, khususnya untuk jenis mandarin. Penelitian Adar et al. (2003) menunjukkan, jeruk keprok SoE memiliki mutu yang dapat bersaing dengan jeruk impor yang dipasarkan di Indonesia. Secara fisik, jeruk SoE memiliki kulit buah dengan warna orange cerah, mudah dikupas, tekstur kulit buah halus, mengkilap, bentuk buah bulat pipih, dan ukuran besar (diameter buah 7-8 cm). Jeruk ini memiliki rasa yang khas yang merupakan campuran antara manis dan asam yang segar, warna daging buah orange, dan tekstur daging buah lembut. Kelemahan jeruk ini adalah jumlah bijinya yang cenderung banyak (>10) (Hardiyanto et al., 2007). Hal ini tentu kurang disukai oleh konsumen Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan kualitas buah agar dapat bersaing dengan jeruk impor. Pemuliaan jeruk secara konvensional banyak dihambat oleh tingginya juvenilitas pada bibit dan heterozigositas yang tinggi dengan karakter fenotipe poligenik. Hambatan ini dapat diatasi melalui Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 metode mutasi buatan. Mutagen fisik yang banyak digunakan untuk pemuliaan tanaman buah-buahan adalah radiasi sinar gamma. Sinar gamma sering diaplikasikan karena memiliki kemampuan penetrasi yang jauh ke dalam jaringan tanaman. Induksi mutasi diarahkan untuk mengubah satu atau beberapa karakter penting yang menguntungkan tanaman. Teknik mutasi buatan umumnya ditujukan untuk mengubah karakter tertentu dengan tetap mempertahankan sebagian besar karakter aslinya (Wardiyati et al., 2002). Aktivitas induksi mutagenesis telah dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) (Agisimanto et al., 2003, 2004, 2005, 2006, 2007). Tiga level dosis sinar gamma (20, 40, dan 60 Gray) dipaparkan pada mata tunas jeruk keprok SoE dan diokulasikan pada batang bawah Japansche Citroen (JC) (tanaman M1V1). Namun hanya mata tunas yang dipapar dengan dosis 20 dan 40 Gray yang mampu bertahan hidup dan menghasilkan beberapa cabang yang berpotensi menghasilkan buah seedless. Untuk memaksimalkan identifikasi mutan, sistem karakterisasi harus diprogram dengan baik. Pengembangan penanda DNA telah membuka peluang untuk identifikasi sejumlah spesies secara cepat. Penggunaan multialel penanda kodominan untuk analisis spesies heterozigot sangat bermanfaat karena memungkinkan individu-individu digenotipekan secara khusus (Powell et al., 1996) dan diaplikasikan pada berbagai bidang seperti seleksi genotipe, pemetaan gen, sidik jari individu, analisis genetik pada populasi, dan individu (Rafalski et al., 1996). Sidik jari (fingerprinting) DNA untuk identifikasi kultivar atau varietas telah menjadi alat yang penting untuk identifikasi genetik tanaman untuk kebutuhan riset, komersial, dan atau kepastian genotipe. Berbagai sistem dan teknik telah tersedia. Analisis isozim mampu membedakan kultivar yang dihasilkan dari reproduksi seksual, namun tidak mampu membedakan kultivar yang berubah akibat mutasi (Roose, 1988). Berkembangnya sistem analisis berbasis PCR yang menawarkan automasi, cepat, dan massal dengan jumlah DNA yang terbatas telah membuatnya banyak digunakan untuk identifikasi genetik. Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 Inter-Simple Sequence Repeat (ISSR) merupakan penanda DNA berbasis PCR yang menggunakan sekuen mikrosatelit. Keunggulan penanda ISSR adalah aplikasinya yang sangat sederhana, mudah dilakukan, cepat, melibatkan kuantitas cetakan DNA rendah (10-30 bp), dapat diulang dan konsisten, tidak memerlukan banyak informasi untuk mendesain primer, dan mampu membedakan individu-individu yang memiliki kekerabatan yang sangat dekat (Zietkiewicz et al., 1994). Penggunaan penanda ISSR dalam identifikasi jeruk telah banyak dilakukan (Shahsavar, 2007; Capparelli et al., 2004; Fang dan Roose, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang variasi genetik jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma generasi kedua (M1V2) dengan menggunakan penanda ISSR. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Tlekung, Jawa Timur, pada bulan Mei-September 2008. Sebanyak 31 tanaman hasil radiasi M1V2 digunakan sebagai sampel. Tanaman K2 merupakan tanaman kontrol (0 Gy), tanaman nomor 1-24 merupakan hasil radiasi dengan dosis 20 Gy, dan tanaman nomor 25-30 adalah hasil radiasi dengan dosis 40 Gy. Ekstraksi, Isolasi, dan Kuantifikasi DNA Metode isolasi DNA mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Karsinah et al. (2002). Daun sekitar 0,5 g ditambah Polyvinil Pyrolidon (PVP) 10 mg dan nitrogen cair digerus sampai halus dalam mortar dingin. Selanjutnya daun dimasukkan ke dalam tabung mikro berisi 1 ml bufer ekstraksi (3% CTAB (Cetyl Triethyl Ammonium Bromide); 1,4 M NaCl; 20 mM EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acid); 100 mM Tris-HCl pH 8,0; dan 1% ß-mercaptoethanol yang ditambahkan saat akan ekstraksi) bersuhu 65oC. Campuran diinkubasi pada suhu 65oC selama 60 menit. Pemurnian DNA dilakukan dengan menambahkan 0,7 ml CHISAM (kloroform : isoamil alcohol = 24 : 1) ke dalam campuran tersebut, dan sentrifugasi (10.000 rpm) selama 10 menit. Fase 135 cair yang telah dipisahkan ditambah dengan 1 ml CHISAM. Fase cair yang didapat ditambah dengan 1 ml isopropanol dingin, dan diinkubasi dalam freezer selama 30 menit. DNA yang didapat dipisahkan dengan sentrifugasi (10.000 rpm) selama 10 menit. Endapan DNA dicuci dengan 0,5 ml bufer pencuci (76% etanol, 10 mM amonium asetat) dan dikeringkan dengan cara membalikkan tabung mikro di atas tisu. Selanjutnya, endapan DNA diresuspensi ke dalam 0,5 ml bufer TE dan RNAse (20 μg/ml) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit Selanjutnya ditambahkan 50 μl Na-asetat pH 5,2 dan 1 ml etanol absolut dingin, dikocok perlahan-lahan sampai terlihat benang-benang puting dan inkubasi dalam freezer selama 30 menit. DNA disentrifugasi (10.000 rpm) selama 15 menit. Endapan DNA dikeringkan dengan cara membalikkan tabung mikro di atas tisu, kemudian dilarutkan dalam 0,1 ml bufer TE. Sebanyak 5 µl DNA bersama-sama dengan 50 ng dan 100 ng Lamda DNA dilewatkan dalam gel agarose 1% untuk mengetahui kuantitas DNA. Amplifikasi dan Separasi DNA Amplifikasi sampel DNA dengan penanda ISSR dilakukan berdasarkan metode Scarano et al. (2002) Program mesin PCR adalah satu siklus denaturasi suhu 94oC selama 3 menit, diikuti oleh 28 siklus denaturasi suhu 94oC selama 45 detik, annealing suhu 53oC selama 1 menit, dengan ekstensi suhu 72oC selama 2 menit. Siklus PCR untuk penanda ISSR diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir dengan suhu 72oC selama 10 menit. Setiap sampel DNA dicampur dengan 20 µl yang mengandung 10 ng DNA genomik sebagai cetakan, 0,25 mM dNTP (dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP), 0,5 pmol primer (ISSR A, ISSR B, ISSR C, ISSR D dan ISSR E) (Tabel 1), satu unit Taq DNA polymerase dalam larutan buffer 1x dan 3 mM MgCl2. Pemisahan pitas DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan metode elektroforesis pada gel agarose 2% yang mengandung etidium bromide (10 mg/l) dalam larutan 1 x TBE selama 50 menit pada kekuatan arus 50 volt. Deteksi pita DNA dilakukan dengan sistem biodokumentasi. 136 Analisis Data Skoring pita DNA dilakukan berdasarkan keberadaan pita DNA pada setiap tanaman. Pita-pita DNA yang terbentuk dari hasil analisis molekuler marker dianggap sebagai satu karakter yang mewakili satu lokus DNA. Pita-pita DNA dengan laju migrasi yang sama diasumsikan sebagai lokus yang homolog. Profil DNA tersebut selanjutnya diterjemahkan ke dalam data biner berdasarkan kehadiran pita DNA (1) dan tidak ada pita DNA (0) untuk membangun matriks kemiripan. Pengelompokan tanaman di dalam dendrogram dihitung menurut UPGMA menggunakan metode SAHN pada program NTSys-PC versi 2.10. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil amplifikasi dan separasi DNA (Gambar 1), tanaman hasil radiasi mempunyai beberapa pola pita DNA, yaitu pola pita DNA yang sama, kehilangan pita DNA, dan mengalami penambahan pita baru dibandingkan dengan tanaman kontrol. Penambahan dan kehilangan pita DNA terjadi pada tanaman yang dipapar dengan dosis radiasi 20 Gy. Kemungkinan penyebab hilangnya pita adalah terjadi delesi pada situs di mana seharusnya primer dapat menempel, duplikasi, substitusi basa nitrogen, insersi, dan translokasi pada saat jaringan tanaman dipapar dengan sinar gamma. Ionisasi basa di dalam molekul DNA juga dapat menyebabkan basa-basa tersebut salah berpasangan. Van Harten (1998) menyatakan, jika radiasi pengion mengubah DNA maka akan terjadi mutasi gen. Beberapa penyebab bertambahnya pita adalah (1) terjadi delesi antara dua situs tempat primer menempel, (2) jika terjadi substitusi pada potongan DNA tertentu akan Tabel 1. Penanda ISSR yang digunakan dalam analisis variasi genetik. Kode primer Sekuen ISSR A ISSR B ISSR C ISSR D ISSR E (AC)8YA (AC)8YG HVH(TCC)5 (TCC)5RY (GT)8YC Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 menyebabkan terdapat situs baru yang cocok untuk primer tertentu (Harahap, 2005). Berdasarkan hasil amplifikasi DNA, kelima penanda ISSR yang digunakan mampu mengenali daerah sekuen mikrosatelit yang ada pada genom jeruk SoE hasil mutasi pada frekuensi dan kuantitas yang berbeda. Dari lima penanda yang digunakan, untuk mengamplifikasi DNA sampel, tiga di antaranya menghasilkan pita DNA polimorfis, dan dua penanda menghasilkan pita monomorfis. Jumlah pita polimorfis yang dihasilkan cukup rendah, yaitu M K2 1 40,9% (Tabel 2). Hal ini disebabkan oleh kesamaan varietas asal sampel dan jumlah penanda yang digunakan relatif sedikit sehingga belum semua pita DNA muncul pada proses amplifikasi. Berdasarkan dendrogram yang dihasilkan terlihat bahwa jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma memiliki tingkat kemiripan 73-100% atau jarak genetiknya 0-27% (Gambar 2). Dalam penelitian ini terdapat 16 tanaman yang tidak berbeda secara genetik dengan tanaman kontrol (kelompok 1). Hal ini menunjukkan tidak semua jeruk kerprok 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 M K2 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 M K2 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 M K2 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 A M K2 1 B M K2 1 C : lokus yang mengalami penambahan pita DNA, : lokus yang kehilangan pita DNA. Gambar 1. Pola pita DNA jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma yang diamplifikasi dengan penanda ISSR C (A), ISSR D (B), dan ISSR E (C). Tabel 2. Primer dan jumlah lokus hasil amplifikasi 3 penanda ISSR. Primer ISSR C (HVH(TCC)5) ISSR D ((TCC)5RY) ISSR E ((GT)8YC) Jumlah Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 Total Lokus Lokus Polimorfik Lokus Monomorfik 8 6 8 4 (50%) 4 (66,67%) 1 (12,5%) 4 2 7 22 9 (40,9%) 15 137 k2 1 2 30 28 26 5 6 21 Kelompok 1 7 29 18 17 16 9 10 13 19 22 11 12 23 Kelompok 2 27 24 25 20 15 3 4 Kelompok 3 8 0,73 0,80 0,87 Coefficient 0,93 1,00 Gambar 2. Dendrogram jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma berdasarkan data gabungan penanda ISSR C, ISSR D, dan ISSR E. SoE yang diradiasi sinar gamma mengalami perubahan secara genetik, atau radiasi sinar gamma pada tunas tertentu hanya merusak jaringan tanaman. Jika dilihat dari pengelompokan genotipenya, jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma tidak berkelompok berdasarkan dosis radiasinya, dengan kata lain pengelompokan genetik tidak dipengaruhi oleh dosis radiasi. Kelompok tanaman yang sama atau relatif sama (kemiripan >90%) dengan kontrol (kelompok 1) terdiri atas tanaman yang diradiasi dengan dosis 20 dan 40 Gy. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok 2. Hal ini dimungkinkan oleh sifat radiasi sinar gamma sangat bersifat individual (Medina et al., 2004) dan bagian sel yang terkena radiasi yang mengalami mutasi yang berbeda antar tanaman. KESIMPULAN Penanda ISSR dapat digunakan untuk mengetahui variasi genetik jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma. Hasil PCR dengan penanda ISSR pada tanaman jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma menunjukkan berbagai pola, yaitu pitanya sama, kehilangan pita, dan mengalami penambahan pita baru dibandingkan dengan tanaman kontrol. Jeruk keprok SoE hasil radiasi sinar gamma memi- 138 liki tingkat kemiripan 73-100% atau jarak genetiknya 0-27%. DAFTAR PUSTAKA Adar, D., M. Bano, E.S. Woods, Wei, R. Mason, dan S. Singgih. 2003. Selera konsumen terhadap jeruk keprok SoE di beberapa kota di Indonesia. Dalam P. Simatupang, N. Syafaal, J. Nulik, dan A. Ila (eds.) Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Pengembangan Jeruk Keprok SoE. Nusa Tenggara Timur, 2-3 Juni 2003. hlm. 210-217. Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto. 2003. Perbaikan jeruk keprok dan pamelo melalui induksi mutasi. Laporan Akhir Tahun Penelitian Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Tahun 2003. Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto. 2004. Perbaikan jeruk keprok dan pamelo melalui induksi mutasi. Laporan Akhir Tahun Penelitian Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Tahun 2004. Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto. 2005. Perbaikan jeruk keprok dan pamelo melalui induksi mutasi. Laporan Akhir Tahun Penelitian Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Tahun 2005. Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto. 2006. Perbaikan varietas jeruk lokal komersial melalui induksi mutasi. Laporan Akhir Tahun Penelitian Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Tahun 2006. Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, dan I. Sutarto. 2007. Perbaikan varietas jeruk lokal komersial melalui induksi mutasi. Laporan Tengah Tahun Penelitian Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Tahun 2007. Capparelli, R., M. Viscardi, M.G.Amoroso, G. Blaiotta, and M. Bianco. 2004. Inter-simple sequence repeat markers and flow cytometry for the characterization of closely related citrus limon germplasms. Biotechnol. Lett. 26:1295-1299. Fang, D.Q. and M.L. Roose. 1997. Identification of citrus cultivars with inter-simple sequence repeat markers. Theor. Appl. Genet. 95:v408-417. Harahap, F. 2005. Induksi variasi genetik tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) dengan radiasi sinar gamma. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hardiyanto, C. Martasari, dan H. Mulyanto. 2007. Analisis keragaman jeruk keprok indonesia menggunakan primer RAPD. Jurnal Hortikultura 3:239-246. Karsinah, Sudarsono, Lilik Setyobudi, dan Hajrial Aswidinnoor. 2002. Keragaman genetik plasma nutfah jeruk berdasarkan analisis penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian VII(1):18-16. Medina, F., E. Amano, and S. Tano. 2004. Mutation Breeding Manual. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA), Japan. Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th.2010 Powell, W., G.C. Macharay, and J. Provan. 1996. Polymorphism revealed by simple sequence repeats. Trends Plant Genet 1:215-222. Rafalski, J.A., J.M. Vogel, M. Morgante, W. Powell, C. Andre, and S.V. Tingey. 1996. Generating and using DNA markers in plants. In B. Birren, and E. Lai (eds.) Nonmammalian Genomic Analysis. A Practical Guide. Academic Press, San Diego. p. 75134. Roose, M.L. 1988. Isozymes and DNA restriction fragment length polymorphisms in citrus breeding and systematics. In Goren, R., and K. Mendel (eds.) Proc 6th Int Citrus Congr. Balaban Publishers, Rehovot, Israel. 1:155-165. Scarano, M.T., L. Abbate, S. Ferrante, S. Lucretti, and N. Tusa. 2002. ISSR-PCR technique: A useful method for characterizing new allotetraploid somatic hybrids of mandarin. Plant Cell Rep. 20:1162-1166. Shahsavar, A.R., K. Izadpanah, E. Tafazoli, and B.E. Sayed Tabatabaei. 2007. Characterization of citrus germplasm including unknown variants by intersimple sequence repeat (ISSR) markers. Scientia Horticulturae 112:310-314. Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding: Teory and Practical Applications. Cambridge University Press. Cambridge. Wardiyati, W., S, Darmawan, S. Soertini, dan W. Dyah. 2002. Pengaruh cholchisin dan radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan vegetatif anggrek bulan (Phaleonopsis). Agrivita XXIV(2):80-85. Zietkiewicz, E., A. Rafalski, and D. Labuda. 1994. Genome fingerprinting by simple sequence repeats (ssr)anchored polymerase chain reaction amplification. Genomic 20:176-183. 139