I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk merupakan salah satu tanaman buah yang penting dan dibudidayakan secara luas di Indonesia. Hal ini terlihat dari total produksi jeruk di Indonesia menduduki peringkat kedua tertinggi setelah pisang dengan angka 1,8 juta ton, (BPS, 2011). Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pemenuhan kebutuhan jeruk juga meningkat. Pada tahun 2010, kebutuhan produksi buah jeruk diprediksi sebesar 2.355.550 ton dan jika produktivitasnya 17 - 20 ton per ha, maka pada tahun tersebut diperlukan luas panen kurang lebih 127.327 ha dari 70.000 ha luas panen yang tersedia pada tahun 2004 (Litbang Deptan, 2005). Pada kenyataannya, total produksi jeruk pada tahun 2010 sebesar 2 juta ton pun belum memenuhi perkiraan kebutuhan yang ada. Pengembangan jeruk di Indonesia yang semakin pesat membutuhkan ketersediaan bibit sehat dan bebas penyakit. Salah satu penyakit pada jeruk yang pernah menyebabkan kehancuran skala besar dalam sejarah pertanaman jeruk Indonesia yaitu penyakit huanglongbing, atau yang di Indonesia juga dikenal sebagai CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) (Tirtawidjaja dan Suharsojo, 1990). Huanglongbing (HLB) adalah salah satu penyakit yang paling merusak pertanaman jeruk di dunia. Penyakit ini berhubungan dengan tiga jenis Candidatus Liberibacter, yaitu “Candidatus Liberibacter asiaticus”, “Candidatus Liberibacter africanus”, dan “Candidatus Liberibacter americanus”, dan ditularkan terutama oleh kutu loncat jeruk asia (Diaphorina citri) dan kutu loncat 1 jeruk afrika (Trioza erytreae). Setelah laporan pertama dari penyakit ini di Sao Paulo, Brazil pada tahun 2004 dan Florida, USA pada tahun 2005, HLB mulai menghancurkan industri jeruk di dunia. Penyakit ini dengan cepat terus menyebar ke daerah-daerah penghasil jeruk yang tersisa yang masih bebas dari penyakit, seperti Amerika Tengah, Timur Tengah, dan di hampir semua negara-negara produsen jeruk Asia (Da Graça, 2004). Usaha untuk mengatasi serangan HLB telah dilakukan dengan pendekatan melalui berbagai aspek. Stover et al. (2013) telah melakukan penelitian mengenai respons tanaman jeruk transgenik terhadap HLB. Dilaporkan bahwa beberapa kultivar yang diteliti yaitu 'Temple', 'Murcott', dan 'Minneola' menunjukkan gejala HLB. Kultivar 'Temple' menunjukkan gejala paling rendah. Penelitian mengenai profil transkriptom pada kelompok jeruk tahan dan rentan HLB untuk mengidentifikasi gen resisten sedang dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan RNA-seq dan bioinformatika untuk mengidentifikasi gen resisten utama dari tanaman jeruk rentan dan tahan dalam menanggapi infeksi “Candidatus Liberibacter asiaticus” (Duan, 2013). Kekayaan plasma nutfah jeruk Indonesia cukup beragam. Beberapa jenis jeruk komersial yang memperkaya pasar jeruk Indonesia di antaranya jeruk kultivar SoE, Tawangmangu, Brastagi, jeruk pamelo ‘Nambangan’, ‘Magetan’, ‘Pangkajahe Putih’ dan ‘Pangkajahe Merah’. Beberapa kerabat liar jeruk, seperti Triphasia trifolia, Aegle marmelos, dan papeda dapat digunakan sebagai sumber genetik untuk berbagai kepentingan, salah satunya untuk ketahanan tanaman terhadap serangan patogen. Triphasia trifolia dilaporkan sebagai sumber resistensi 2 jeruk terbaik, bahkan ketika C. trifoliata dicangkokkan ke batang bawah yang terinfeksi parah (Stover et al., 2013). Martin et al. (1991) telah menjelaskan sebuah metode efisien berbasis RAPD untuk mengisolasi fragmen DNA yang bertautan dengan sifat tertentu. Teknik ini berpotensi dalam membantu mengidentifikasi gen-gen yang relevan dengan resistensi terhadap HLB. Oleh karena itu, perlu pengkajian lebih lanjut bahwa penanda molekuler merupakan teknik yang efektif dalam analisis genetik, termasuk untuk mendeteksi keberadaan gen yang terkait dengan ketahanan terhadap suatu penyakit tertentu. Penanda molekuler Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA secara in vitro dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dikembangkan oleh Williams et al. (1980). Menurut Demeke dan Adams (1994), prosedur RAPD relatif murah, cepat, membutuhkan sampel DNA lebih rendah (0,5-50 ng), tidak memerlukan radioisotop, dan tidak terlalu membutuhkan keahlian tinggi untuk pelaksanaannya. Salah satu pemanfaatan teknologi RAPD adalah untuk mengidentifikasi penanda genetik yang bertautan dengan sifat yang menjadi target, tanpa harus melakukan pemetaan terhadap seluruh genom. Suatu penelitian telah dilakukan oleh Prasetyaningrum et al. (2012) menggunakan teknik RAPD dengan lima primer untuk melihat keragaman fragmen yang dihasilkan oleh enam jenis jeruk pamelo (C. maxima), yaitu ‘Pangkajahe Putih’, ‘Pangkajahe Merah’, ‘Nambangan’, ‘Magetan’, ‘Raja’, dan ‘Ratu’. Informasi tersebut kemudian dikomparasi dengan data fenotipe intensitas HLB. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa keberadaan fragmen 3 865 bp pada genom tanaman yang dihasilkan oleh primer OPA-02 diduga berasosiasi dengan kerentanan tanaman terhadap HLB. Namun, hasil penelitian ini masih membutuhkan konfirmasi dan pengkajian lebih lanjut mengenai fungsi dan karakter fragmen tersebut. Temuan terbaru mengenai sumber gen ketahanan terhadap HLB adalah berasal dari bayam (Amaranthus spp.). Dr Erik Mirkov, dari Texas A&M AgriLife Research and Extension Center di Weslaco, telah melakukan transformasi dua gen dari bayam. Tanaman transgenik tersebut telah menunjukkan ketahanan dalam uji rumah kaca dan akan segera ditanam di Florida untuk pengujian lapangan (Ana, 2012). Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas maka pengembangan penanda genetik dapat diarahkan pada eksplorasi marka EST (Expressed Sequence Tag) yang mengendalikan respon tanaman terhadap penyakit HLB. Penelitian ini mencoba untuk melakukan verifikasi terhadap fragmen 865 bp yang diduga berasosiasi dengan kerentanan terhadap HLB dan memetakan informasi dari 5 gen yang telah terekspresi terkait dengan indikasi serangan HLB. 4 B. Tujuan Penelitiam Penelitian ini bertujuan untuk 1. melakukan konfirmasi keberadaan fragmen 865 bp yang berasosiasi dengan kerentanan tanaman terhadap HLB, 2. melakukan karakterisasi terhadap sekuens basa nitrogen fragmen 865 bp, dan 3. melakukan pengembangan penanda genetik terkait dengan respon tanaman terhadap HLB. C. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah 1. membantu usaha karakterisasi gen yang berkaitan dengan respon tanaman jeruk terhadap penyakit HLB, dan 2. memberi langkah dasar dalam pemanfaatan teknik biologi molekuler dalam usaha pengendalian HLB melalui perbaikan genetik. 5