perspective - Commonwealth Bank

advertisement
MARKET
PERSPECTIVE
Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017
POLICY SHIFTING EFFECT
Perubahan kebijakan dari monetary ke fiscal policy,
menjadikan ekonomi AS terus tumbuh
GREETINGS
Nasabah yang terhormat,
Terima kasih atas kepercayaan Anda menjadi Nasabah setia Commonwealth Bank.
Pada edisi e-Market Perspective kali ini, Kami mengulas mengenai pergerakan pasar
saham dan pasar obligasi selama bulan Januari 2017 yang tidak mengalami banyak
pergerakan dikarenakan investor masih bersikap wait and see menunggu dilantiknya
Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45. Dengan Donald Trump resmi
menjabat sebagai presiden, maka arah kebijakan ekonomi Amerika Serikat akan bergeser
ke arah kebijakan fiskal dari kebijakan moneter seperti yang selalu digemborkan pada
setiap kampanyenya. Pertanyaan terbesarnya adalah, apakah kebijakan fiskal yang akan
diterapkan akan membawa dampak yang signifikan bagi perekonomian Amerika Serikat?
Kami mencoba mengulas dan membandingkan dengan negara maju yang pernah
menggunakan kebijakan fiskal untuk mendorong perlambatan ekonomi negaranya.
Selain itu Kami juga mengulas potensi pasar saham Indonesia di tengah momentum
program percepatan infrastruktur serta perbaikan kondisi makroekonomi yang telah
dilakukan sepanjang tahun 2016.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai strategi dan rekomendasi
produk-produk investasi, Anda dapat menghubungi Relationship Manager Kami di
cabang terdekat.
Dewi Rustini
Director of Retail Banking
Market Perspective | Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017 | 1
EQUITY MARKET REVIEW
JANUARI 2017
Seperti lazimnya yang terjadi pada bulan Desember dimana
umumnya ditutup positif, maka di 2016 kemarin IHSG
juga kembali ditutup positif di 5.297. Hingga pertengahan
bulan Desember IHSG masih berada dalam teritori negatif,
namun menjelang akhir bulan IHSG mengalami kenaikan
yang signifikan dari 5.027 ke 5.302 hanya dalam 3 hari
bursa. Namun dari awal hingga pertengahan Januari IHSG
masih berjalan di tempat, investor asing melakukan netsell hingga pertengahan bulan. Dengan fokus menunggu
inagurasi Donald Trump sebagai Presiden pada 20 Januari,
para investor cenderung untuk menurunkan risiko dan
melihat kepastian kebijakan yang akan dilakukan Donald
Trump sebelum kembali berinvestasi di emerging market.
Bila pada awalnya kekhawatiran pasar diakibatkan rencana
Presiden terpilih AS melakukan fiskal stimulus yang dapat
memicu kenaikan suku bunga acuan lebih cepat, maka saat
ini dengan baiknya rilis data wage growth dan ditambah
core inflation yang telah mencapai 2,2% menunjukkan
ekonomi AS siap menghadapi kenaikan suku bunga.
Janet Yellen, Gubernur The Fed dalam pidatonya
menyatakan bahwa tidak ada risiko jangka pendek pada
ekonomi AS. Data ekonomi seperti inflasi yang memenuhi
target dan pengangguran yang rendah menunjukkan waktu
yang tepat untuk kembali menaikan suku bunga. Namun
Yellen juga menekankan tidak diperlukannya menaikkan
suku bunga secara agresif, dan tetap berpegang pada data
ekonomi sebagai indikatornya.
Beberapa pejabat The Fed lainnya juga telah menekankan
pentingnya untuk menaikkan suku bunga agar dapat
mencegah ekonomi AS menjadi overheating, terlihat dari
rasio hutang korporasi sendiri terus meningkat sejak krisis
2008.
Per akhir Januari IHSG turun tipis -0,05% YTD, MSCI World
Index naik +2,35% YTD, dan MSCI Emerging Market Index
naik +5,45% YTD. Sementara investor asing telah keluar
dari pasar saham sebesar Rp -966 miliar.
Angka Pengangguran AS Turun
dan Inflasi Mencapai Target The Fed
Sumber: Bloomberg
Mengawali 2017 dengan menghadapi risiko kenaikan
suku bunga dan ketidakpastian kebijakan presiden
baru AS Donald Trump membuat pasar khawatir untuk
investasi di emerging market. Fokus Donald Trump yang
mengedepankan America First, akan menekan para
produsen bila ingin menjual produknya di AS, di mana
mereka juga harus memproduksinya di wilayah AS. Ini
mewakili suara dari masyarakat AS yang menginginkan
untuk mengambil kembali lapangan kerja yang hilang dan
memberikan added value pada perekonomiannya. Namun
di sisi lain jika dilihat dari sudut pandang global dan harga,
kebijakan ini nampak tidak efisien mengingat mahalnya
biaya tenaga kerja di negara maju.
Mayoritas lembaga riset memandang saat ini cukup
berisiko untuk berinvestasi di emerging market, terutama
yang memiliki high exposure terhadap AS. Namun terdapat
beberapa negara emerging market yang tetap dipandang
menarik karena lebih mengandalkan konsumsi domestik
daripada ekspor pada perekonomiannya, seperti Indonesia.
Di akhir Januari IHSG ditutup di level 5.294,1 belum banyak
bergerak dari penutupan 2016 di 5.296,71 dibandingkan
bursa regional lainnya yang rata-rata telah mengalami
kenaikan sekitar 2% YTD. Beberapa pelaku pasar menilai
risiko Pilkada serempak pada 15 Februari nanti menjadi
pertimbangan untuk kembali masuk ke IHSG, dan
cenderung melakukan wait & see. Namun sebaliknya di
pasar obligasi, bila pada awalnya dikhawatirkan akan lebih
tertekan karena sangat sensitif terhadap kenaikan yield
UST, maka terhitung dari awal tahun yield SUN 10 tahun
justru telah mengalami penurunan sebesar 32 basis.
BOND MARKET REVIEW
JANUARI 2017
Mengawali tahun 2017 pasar obligasi menguat ditandai
dengan kenaikan Bloomberg Indonesia Local Sovereign
Index (BINDO Index) ke level 198,95 dari 195,4 atau naik
sebesar 1,82% dari akhir Desember tahun lalu. Ini tercermin
dari penurunan yield SBN 10 tahun menjadi 7,65% dari
7,97% di akhir tahun lalu.
Katalis positif dari dalam negeri, datang dari data inflasi
Desember sebesar 0,42% MoM atau berada di level 3,02%
YoY sepanjang 2016. Inflasi ini merupakan inflasi terendah
dalam 7 tahun terakhir dan berada dalam range target
Bank Indonesia. Selain itu, neraca perdagangan Desember
yang mencatatkan surplus yang lebih tinggi dari bulan
sebelumnya yakni $ 992 juta serta tidak dipertahankannya
BI 7-days Reverse Repo Rate di level 4,75% oleh Bank
Indonesia ikut mendorong kenaikan harga obligasi.
Dari global sikap hawkish datang dari pejabat The Fed.
Gubernur The Fed Janet Yellen berkomentar bahwa
ekonomi AS telah mendekati target yang ditetapkan The
Fed yakni tingkat inflasi dan tingkat pengangguran serta
mengindikasikan bahwa FFR akan kembali pada tingkat
yang normal dalam beberapa tahun ke depan. Hal yang
2 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017
sama diutarakan oleh Presiden The Fed San Fransisco,
John Williams bahwa ekonomi AS tumbuh solid dan
mencapai target The Fed, jadi wajar jika The Fed akan
menaikan FFR ke arah yang normal.
Sementara pidato perdana dan pidato inagurasi Presiden
Trump tidak merinci langkah kebijakan ekonomi yang akan
diambil oleh Trump terkait rencana ekspansi fiskal dan
proteksi perdagangan. Namun di minggu pertamanya,
Trump langsung menandatangani penghentian program
kesehatan “Obamacare” dan pernyataan formal penarikan
diri AS dari kesepakatan perdagangan bebas Trans-Pacific
Partnership (TPP), meninjau ulang kesepakatan NAFTA
serta perintah pembangunan tembok di perbatasan dengan
Meksiko untuk menekan imigran gelap.
Sumber: Media
Pidato Trump ditanggapi positif oleh pelaku pasar ditandai
dengan penurunan yield UST 10 tahun ke level 2,40% dari
2,44% meskipun pernyataan The Fed yang cenderung
hawkish, ini sedikit menunjukkan bahwa pergerakan pasar
obligasi tahun ini akan lebih didorong oleh pernyataan
politik dari pemimpin Negara ketimbang penyataan
kebijakan moneter dari Bank Sentral seperti yang terjadi
pada tahun lalu.
Setelah resmi menjadi Presiden AS, Donald Trump
kembali menyatakan ekspektasinya terhadap AS. Trump
menginginkan ekonomi AS dapat kembali tumbuh 4% YoY
dengan ditopang oleh stimulus fiskal, dengan menciptakan
25 juta lapangan kerja baru dan mengembalikan lapangan
kerja yang selama ini beralih ke emerging market.
Ambisi Donald Trump untuk menaikan pertumbuhan
ekonomi menjadi 4% YoY merupakan tantangan besar
dalam jangka pendek ini. Seperti diketahui pertumbuhan
pinjaman nasional (loan growth) merupakan indikator yang
kerap digunakan untuk memperkirakan pertumbuhan
ekonomi atau PDB. Sementara pada 2017 ini The Fed
berencana menaikkan suku bunga sebanyak 2 hingga 3
kali. Kenaikan suku bunga acuan ini tentu memberi dampak
akan naiknya bunga pinjaman dan akan menurunkan
permintaan untuk pinjaman. Dibutuhkan waktu untuk
menyesuaikan dampak dari kenaikan suku bunga pinjaman,
terlebih dengan melihat rasio hutang korporasi AS saat ini
sudah cukup tinggi.
GLOBAL MARKET OUTLOOK
Shifting From Monetary to Fiscal Policy
Mengawali 2017 pasar kembali dihadapkan pada
ketidakpastian seperti yang terjadi pada awal tahun lalu.
Pada awal 2016 pasar global terkoreksi cukup dalam akibat
kekhawatiran potensi resesi global yang pada akhirnya
hanya merupakan kekhawatiran berlebihan. Bila tahun
lalu potensi resesi global menjadi fokus utama maka saat
ini kekhawatiran pasar berpusat pada rencana kebijakan
pemerintah AS dan potensi kenaikan suku bunga yang
dapat mengganggu kestabilan pasar keuangan global.
Rencana Trump lainnya yang menjadi perdebatan publik
adalah rencananya melakukan stimulus fiskal dengan
memangkas pajak korporasi, individu serta melebarkan
defisit fiskal untuk meningkatkan belanja infrastruktur.
Publik mempertanyakan efektivitas dari rencana Donald
Trump meningkatkan belanja infrastruktur ketika angka
pengangguran di AS saat ini hanya 4,70%. Kondisi ini
berbeda jauh ketika Ronald Reagan menjadi Presiden
dimana masa itu angka pengangguran mencapai 7,50%
sehingga investasi yang dilakukan jauh lebih efektif dan
memberikan multiplier effect yang besar.
Bila dilihat dari rencana ekspansi fiskal dan rencana
menaikkan suku bunga sesungguhnya menunjukkan
ekonomi AS telah pulih dan merupakan berita positif untuk
ekonomi global. Namun sayangnya saat ini pasar keuangan
global sangat bergantung pada “hot money” yang dapat
ditarik sewaktu-waktu, termasuk pada emerging market.
Dimulainya pemerintahan baru di AS juga menunjukkan
perubahan kebijakan dari yang sebelumnya mengandalkan
kebijakan moneter melalui The Fed, maka saat ini mulai
melakukan shifting pada kebijakan fiskal. Idealnya
kebijakan yang dilakukan AS saat ini menjadi seimbang,
ketika kebijakan moneter mulai diperketat dengan kenaikan
suku bunga, maka melalui pemerintah AS dilakukan
fiskal stimulus dengan rencana memangkas pajak dan
memperlebar fiskal defisit yang berarti meningkatkan porsi
hutang.
Namun Presiden Donald Trump yang baru resmi dilantik 20
januari lalu memiliki rencana agresif dalam melakukan fiskal
stimulus dan memproteksi ekonominya, America First.
US Unemployment rate on Reagan
& Trump Period
8
7
6
5
4
7.5
3
4.7
2
1
0
Ronald Reagan 1981
Sumber : Bloomberg diolah oleh Commonwealth
Donald Trump 2017
Market Perspective | Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017 | 3
daya manusia dan infrastruktur yang menunjang, untuk
itu diperlukan investasi yang besar dan cost of fund yang
rendah sehingga menjadi lebih kompetitif.”
Increasing Japan Government Debt
not Enough to Boost GDP Growth
Japan GDP Annual Growth Rate
Japan Government Debt T.
10
105
8
100
95
6
90
4
85
2
80
75
0
Tidak perlu menjadi presiden untuk mengetahui apa yang
dibutuhkan Indonesia untuk keluar dari middle income trap.
Tiongkok telah menjadi contoh bagaimana investasi besarbesaran di infrastuktur dan kualitas sumber daya manusia
telah membawa negara tersebut menjadi kekuatan ekonomi
terbesar kedua di dunia saat ini.
70
-2
1988
1990
1992
1994
1996
65
1998
Sumber : Trading Economic
Berbeda dengan kasus Brexit dimana keluarnya anggota
Uni Eropa merupakan sesuatu yang baru dan belum
pernah terjadi sehingga membuat para investor menerkanerka bagaimana dampak riil dari langkah politik ini.
Sementara rencana Trump melebarkan defisit fiskal,
dengan memangkas pajak untuk menaikkan pertumbuhan
ekonomi sudah pernah terjadi sebelumnya.
Sejak tahun 1990 ekonomi Jepang mengalami perlambatan
yang menandakan berakhirnya periode super growth mereka.
Pemerintah Jepang sendiri saat itu telah berusaha keras
mengembalikan growth dengan inflasi sebagai indikatornya,
dengan cara melebarkan defisit hutang. Namun faktanya
hingga 27 tahun berselang Jepang tidak pernah mampu
kembali menikmati periode super growth seperti sebelum
tahun 1990. Dampak riil yang signifikan terjadi justru terlihat
dengan meroketnya hutang hingga sekarang mencapai level
234% dari PDB. Bila diperhatikan pola yang terjadi antara
AS setelah krisis subprime mortgage mirip dengan yang
terjadi di Jepang sejak tahun 90an.
Mengetahui apa yang dibutuhkan Indonesia saat ini
membuat pasar menyambut positif peningkatan anggaran
infrastuktur yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya.
Pemerintahan Jokowi tetap konsisten memprioritaskan
pertumbuhan kualitas infrastruktur dengan sasaran tahun
ini antara lain pembangunan 836 km jalan, pembangunan
serta pengembangan fasilitas pelabuhan di 61 lokasi,
pembangunan baru atau lanjutan 13 bandara dan lainnya.
Saat ini pemerintah kembali memecahkan rekor dengan
menganggarkan dana Rp 380 triliun dan alokasi yang
meningkat menjadi 2,8% dari APBN. Bahkan dengan
peningkatan sebesar ini masih jauh dari cukup untuk
mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara lain.
Peringkat Infrastruktur
LPI LPI Customs Infrastructure
Rank Score
International Logistics
Trading
Timeless
shipments competence & Tracing
Country
Year
Germany
2016
1
4.23
4.12
4.44
3.86
4.28
4.27
4.45
Netherlands 2016
4
4.19
4.12
4.29
3.94
4.22
4.17
4.41
4.27
4.00
2016
3
4.20
3.92
4.25
4.38
4.45
Memang betul terdapat perbedaan mendasar antara AS
dan Jepang. AS merupakan negara yang memiliki kekuatan
konsumsi luar biasa besar sehingga tidak memiliki masalah
dengan defisit perdagangan, setidaknya hingga Trump
menjadi presiden. Dari faktor demografi pun juga terdapat
perbedaan dimana usia median penduduk AS masih jauh
lebih muda daripada Jepang walaupun tidak semuda ratarata penduduk ASEAN.
Luxembourg 2016
2
4.22
3.90
4.24
4.24
4.01
4.12
4.80
United
Kingdom
2016
8
4.07
3.98
4.21
3.77
4.05
4.13
4.33
Singapore
2016
5
4.14
4.18
4.20
3.96
4.09
4.05
4.40
Switzerland 2016 11
3.99
3.88
4.19
3.69
3.95
4.04
4.24
United
States
2016 10
3.99
3.75
4.15
3.65
4.01
4.20
4.25
Canada
2016 14
Dengan melihat fakta yang terjadi di Jepang sejak tahun
1990, maka untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi
AS stabil di level 4% akan sangat besar tantangannya.
Hong Kong 2016
China
Sweden
3.93
3.95
4.14
3.56
3.90
4.10
4.01
9
4.07
3.94
4.10
4.05
4.00
4.03
4.29
Japan
2016 12
3.97
3.85
3.85
3.69
3.99
4.03
4.21
Indonesia
2016 63
2.98
2.69
2.69
2.90
3.00
3.19
3.19
Sumber: World Bank
EQUITY MARKET OUTLOOK
Keluar Dari Middle Income Trap
Seandainya pakar ekonomi dunia ditanyakan apakah yang
dibutuhkan negara berkembang seperti Indonesia untuk
naik kelas menjadi negara maju? Maka jawabannya kurang
lebih sama “diperlukan peningkatan kualitas barang dan
jasa, untuk itu diperlukan peningkatan kualitas sumber
Momentum Untuk Program Percepatan
Infrastruktur
Walaupun tidak pernah hingga menyentuh batas defisit
fiskal sebesar 3%, namun rasio hutang Indonesia perlahanlahan meningkat, terutama sejak periode pemerintahan
Jokowi. Peningkatan hutang ini merupakan langkah
positif yang dilakukan pemerintah karena digunakan untuk
meningkatkan produktivitas yakni belanja infrastruktur.
4 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017
Momentum untuk meningkatkan belanja infrastruktur saat
ini juga sangat tepat karena didukung beberapa faktor.
Pertama, jelas dengan kondisi infrastruktur Indonesia yang
memprihatinkan maka peningkatan kualitas wajib dikejar.
Bila di pulau Jawa saja masih sangat kurang, apalagi yang
di luar pulau Jawa.
Kedua, walaupun perlahan-lahan kembali normal namun
tren suku bunga rendah akibat melambatnya pertumbuhan
ekonomi global yang melambat harus dapat dimanfaatkan
semaksimalkan mungkin oleh pemerintah untuk melakukan
program percepatan infrastruktur. Umumnya proyek
infrastruktur 60-70% pendanaannya menggunakan hutang,
maka tren bunga rendah global saat ini seperti bless in
disguise.
sudah di peringkat 7 di dunia berdasarkan World Bank,
maka investasi besar yang akan digelontorkan tidaklah
akan memberikan multiplier effect sebesar yang dilakukan
Indonesia.
Rasio Hutang Jangka Pendek Terhadap Devisa
Asia external debt and savings rate
External
debt
(US$bn)
Short-term
debt % of FX
reserves
2014
2015
3Q16
3Q16
1997
2015
147
1,780
1,416
1,432
(20)
21
28
40
49
Ketiga, rasio hutang Indonesia masih sangat rendah.
Dengan disiplin maksimal defisit fiskal 3% rasio hutang
Indonesia saat ini sangat rendah di bawah 30% dan
merupakan yang terendah di Asia.
India
94
458
479
484
6
18
22
26
32
Indonesia
136
293
310
325
11
188
38
30
33
Korea
162
424
395
400
(6)
285
30
32
35
Malaysia
47
214
194
209
(2)
70
83
39
29
Keempat, consumer confidence Indonesia saat ini telah
pulih. Dengan pulihnya consumer confidence maka
masyarakat memiliki willingness yang lebih tinggi untuk
melakukan konsumsi. Dengan semakin besarnya dana
yang yang dicemplungkan pemerintah ke ekonomi dan
perputaran uang yang lebih cepat karena meningkatnya
consumer confidence maka akan memberikan added value
meningkatnya ekonomi Indonesia.
Philippines
51
78
77
77
(1)
135
16
20
35
Taiwan
37
178
159
172
(3)
30
36
28
35
Thailand
110
142
131
139
(2)
141
31
34
34
Asia XJ
784
3,567
3,163
3,238
(9)
72
30
31
35
%
Rptn
Government infra spending
% of GDP (RHS)
2.8
350
3
2.8
2.6
2.5
2.4
300
2.2
250
200
1.8
150
1.6
1.6
100
1.5
1.6
1.4
50
2
1.9
1.8
1.8
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
1
0
6
0
20
7
0
20
8
0
20
9
0
20
0
1
20
1
1
20
2
1
20
3
1
20
4
1
20
5
1
20
F
16
Sumber: Pemerintah, CLSA
Kekhawatiran Investor Global Pada Indonesia
Terus meningkatnya Belanja Infrastruktur
400
1997
Gross
savings
% of GNI
China
450
1997
% chg
4Q143Q16
F
17
Sumber: Pemerintah, CLSA
Dengan rasio return on investment yang rendah maka
investasi infrastruktur memberikan waktu break even point
yang lebih lama. Periode suku bunga rendah seperti saat
ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan
program peningkatan kualitas infrastruktur.
Langkah yang serupa saat ini juga dilakukan oleh
AS. Donald Trump menjadikan program peningkatan
infrastruktur melalui ekspansi fiskal sebagai salah satu
program andalannya. Namun yang menjadi pertanyaan
adalah dengan ekspansi fiskal berarti meningkatkan hutang
pemerintah AS, sementara rasio hutang saat ini sudah jauh
lebih tinggi daripada ketika periode subprime mortgage di
2008. Sementara dengan kualitas infrastruktur AS saat ini
Kekhawatiran investor global pada Indonesia selama ini
pada current account deficit diakibatkan tingginya impor.
Current account deficit ini juga yang membuat Indonesia
masuk dalam fragile five pada 2013 walaupun saat ini telah
keluar.
Dengan positifnya harga batubara dan CPO yang sangat
tinggi saat ini membuat kebutuhan USD dapat ditutupi
penerimaan USD melalui ekspor dua komoditi tersebut.
Dilihat dari rasio hutang jangka pendek dibandingkan
cadangan devisa, Indonesia saat ini juga telah berada
pada kondisi yang jauh lebih sehat dibandingkan pada
tahun 1998. Bila dulu rasio hutang jangka pendek terhadap
cadangan devisa mencapai 188% maka saat ini telah turun
drastis menjadi 36%.
Data Ekonomi Menunjukkan 2017 Akan Menjadi
Tahun Yang Lebih Baik
Indonesia di 2017 ini menunjukkan situasi ekonomi
yang sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Data consumer confidence meningkat, konsumsi semen
meningkat tipis, penjualan ritel juga meningkat baik untuk
kalangan bawah ataupun menengah.
Pertumbuhan pinjaman (loan growth) yang lazim digunakan
sebagai indikator pertumbuhan PDB juga telah meningkat
selama tiga kuartal terakhir. Membaiknya rasio-rasio
Market Perspective | Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017 | 5
tersebut merupakan katalis kuat pertumbuhan ekonomi
Indonesia di 2017 akan lebih baik dibandingkan di 2016.
Bila memperkirakan berapa idealnya level IHSG di 2017,
maka valuasi yang dapat digunakan adalah dengan
membandingkan laba bersih dari IHSG (P/E) atau nilai
buku IHSG (P/BV). Pada umumnya investor menggunakan
rasio laba bersih sebagai perbandingan, namun pada
situasi ekonomi yang melambat laba bersih dapat jatuh
di bawah nilai rata-ratanya dan tidak dapat merefleksikan
nilai IHSG yang sesungguhnya. Menggunakan rasio nilai
buku IHSG dapat lebih stabil, karena perubahan nilai aset
tidak sefluktuatif laba bersih.
Berdasarkan rasio nilai buku 5 tahun terakhir maka IHSG
saat ini diperdagangkan di bawah rata-rata dan berada
di standar deviasi -1. Semakin pulihnya laba bersih
IHSG dapat dipastikan akan membawa IHSG setidaknya
diperdagangkan di nilai buku rata-ratanya yaitu 2,61x.
Dengan nilai buku saat ini 2.238 maka IHSG berpotensi
menyentuh 5.841.
pasar selalu menunggu pernyataan tentang rencana
kebijakan ekonomi yang digembor-gemborkan selama
kampanyenya.
Di tengah masih adanya ketidakpastian ekonomi global,
yield obligasi Indonesia ternyata berhasil turun sepanjang
bulan Januari. Salah satu hal yang mempengaruhi
penurunan yield adalah terus menurunnya risiko Indonesia
di mata investor asing yang ditandai dengan penurunan
angka Credit Default Swap (CDS).
Secara historikal dari beberapa goncangan eksternal atau
internal ekonomi yang pernah terjadi memperlihatkan
bahwa volatilitas yang terjadi di pasar obligasi Indonesia
hanya berlangsung sesaat. Tren penurunan CDS
ini menunjukkan bahwa perbaikan makroekonomi
menurunkan risiko untuk Indonesia dimana saat ini CDS
berada di level yang relatif rendah.
Credit Default Swap 10 Tahun Indonesia
IHSG Menarik Dilihat Dari Nilai Buku
Sumber : Bloomberg diolah oleh Commonwealth
Sumber: Bloomberg
BOND MARKET OUTLOOK
Uncertainty Attract Short Tenure Bond
Pergeseran sentimen kemungkinan besar akan terjadi pada
tahun ini, dari sebelumnya pasar obligasi lebih digerakan
oleh pernyataan bank sentral dari berbagai Negara terkait
kebijakan moneternya, bergeser menjadi digerakan oleh
pernyataan dari pemimpin-pemimpin Negara developed
market terutama terkait kebijakan ekonomi AS.
Ini tercermin ketika Donald Trump menyatakan tidak
ingin dolar terlalu kuat berbarengan dengan peryataan
pandangan hawkish Yellen, direspon dengan penurunan
yield UST.
Semenjak terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden
AS pada November dan resmi dilantik pada 20 Januari
Pasar obligasi masih diminati oleh para investor
meskipun bayang-bayang kenaikan FFR sudah di depan
mata. Namun para investor institusi yang tetap harus
menempatkan dananya di instrumen obilgasi, seperti
dana pensiun dan asuransi jiwa meskipun pasar kurang
mendukung, melakukan pengaturan ulang portofolionya
dengan menurunkan durasi portofolio untuk mereduksi
volatilitas. Ini tercermin dari penurunan yield tenor pendek
yang jauh lebih besar dibanding tenor panjang.
Investor domestik mendominasi permintaan di pasar
obligasi pada bulan Januari dengan bank menjadi pembeli
terbesar obligasi yang diterbitkan pemerintah. Tercermin
dari penambahan kepemilikan bank sebesar Rp 103 triliun
hingga 27 Januari.
Selain itu, investor asing juga terlihat kembali minati
obligasi Indonesia di awal tahun ini dengan membukukan
pembelian bersih sebesar Rp 20,27 triliun. Walaupun
tercatat lebih rendah dibanding dengan dari bulan Januari
pada tahun sebelumnya yakni Rp 19.8 triliun, namun minat
asing tampak sudah kembali setelah melakukan sell-off
pada November tahun lalu.
6 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017
Minat investor yang tinggi juga tampak terlihat dari
permintaan yang masuk pada lelang sepanjang bulan
Januari. Meskipun demikian peminat peserta lelang lebih
banyak tertuju pada seri SPN 3 bulan dan SPN 12 bulan.
Ini sejalan dengan langkah pemerintah yang merencanakan
untuk memperbanyak penerbitan SPN 3 bulan yang
salah satu tujuannya untuk meningkatkan manajemen
kas pemerintah dan memperdalam pasar obligasi untuk
menjadikan SPN 3 bulan lebih ditekankan sebagai acuan.
Yield Curve SBN
Sementara risiko dari domestik, pilkada serentak yang akan
diselenggarakan pada pertengahan Februari mendatang
menjadi ujian bagi Indonesia memastikan pemilihan dapat
berjalan dengan aman. Terlebih dengan demo besarbesaran yang terjadi belum lama ini.
Rendahnya penerimaan pajak di tengah kebutuhan dana
yang besar untuk belanja pemerintah akan memperlebar
defisit anggaran, yang memicu meningkatnya supply
obligasi di pasar.
Risiko capital outflow akan menghantui pasar keuangan di
tahun ini. Harus diakui bahwa porsi kepemilikan investor
asing di pasar saham maupun obligasi relatif besar. Dengan
membaiknya kondisi ekonomi AS maka memperbesar
tekanan outflow untuk keluar dari emerging market yang
dapat memberikan tekanan baik di pasar saham maupun
obligasi.
REKOMENDASI INVESTASI
Sumber: Bloomberg
RISKS TO WATCH
Resminya Donald Trump menjadi presiden pada 20
Januari kemarin bukan berarti uncertainty telah selesai.
Hal yang paling dinantikan adalah akan seperti apa gaya
kepresidenan Trump, kebijakan apa yang akan dilakukan.
Hanya dalam beberapa hari bekerja sebagai presiden
Trump telah membuktikan ucapannya membatalkan
perjanjian TPP dan mengecewakan negara-negara yang
menjadi anggotanya.
Dari global, pemilihan presiden dan perdana menteri
yang akan diselenggarakan Perancis dan Jerman
pada tahun ini dapat menjadi risiko politik terbesar
akan kesatuan Uni Eropa dan dapat memberikan risiko
sistemik mengingat besarnya ekonomi Uni Eropa.
Semakin banyaknya simpatisan pendukung partai yang
menginginkan untuk keluar dari Uni Eropa membuat
risiko semakin meningkat.
Dengan ekonomi AS telah menunjukkan pemulihan dan
rencana stimulus fiskal Donald Trump membuat The Fed
berpotensi menaikkan suku bunga secara lebih agresif
di 2017 untuk menyesuaikan dengan angka inflasi yang
saat ini berada dikisaran 1,5%. Kenaikan suku bunga yang
terlalu agresif dapat menganggu kestabilan pasar finansial
seperti yang terjadi di 2015.
Pada pasar Saham, hingga akhir Januari IHSG masih
flat, belum banyak bergerak ketika yield obligasi justru
telah turun 32 basis terhitung dari awal tahun. Terdapat
beberapa alasan seperti risiko politik dari pilkada atau
valuasi IHSG yang sudah premium membuat investor asing
lebih memfokuskan investasi di negara lain saat ini. Kami
memandang ini merupakan kesempatan bagi para investor
domestik untuk meningkatkan investasinya di reksa dana
saham. Telah dipangkasnya suku bunga sebesar 150 basis
dan beberapa data ekonomi yang membaik memberikan
indikasi IHSG bahwa akan tumbuh lebih baik dari 2016.
Ditambah bila di pertengahan tahun ini Indonesia
mendapatkan status investment grade dari S&P. Secara
jangka panjang Kami masih tetap bullish pada equity dan
menaikan rekomendasi aset alokasi menjadi 70% dari total
portofolio.
Pada pasar obligasi, tantangan yang dihadapi tahun ini
adalah potensi lebih agresifnya The Fed untuk menaikan
FFR guna menyeimbangkan naiknya inflasi AS. Ini akan
memicu kenaikan yield obligasi Indonesia terutama yang
berdenominasi dolar AS. Meskipun diproyeksi Bank
Indonesia tidak akan melakukan pemotongan suku bunga
sepanjang tahun ini namun permintaan terhadap obligasi
domestik masih akan tinggi ditopang oleh kebutuhan
investor domestik, khususnya dari Institusi Keuangan
Non Bank (IKNB) untuk memenuhi kewajibannya terkait
minimum investasi di SBN. Dengan mempertimbangkan
masih adanya ketidakpastian ekonomi global, Kami
merekomendasikan untuk menurunkan durasi portofolio
untuk mereduksi risiko volatilitas. Diproyeksi pasar obligasi
masih dapat memberikan return positif tahun ini, meskipun
akan lebih kecil dari tahun lalu. Dengan demikian Kami
merekomendasikan penurunan alokasi menjadi 30% dari
total portofolio.
Market Perspective | Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017 | 7
ANALISA VALAS
Di awal tahun 2017 ini pergerakan USD banyak diwarnai dengan kebijakan-kebijakan Trump yang cukup
mengundang banyak kritik antara lain penarikan diri dari perjanjian dagang Trans pasifik sampai ke masalah
peraturan imigrasi yang melarang imigran masuk dari 7 negara mayoritas muslim. Kebijakan-kebijakan ini yang
berpotensi membuat investor kembali memburu aset aman dan menghindari aset beresiko.
Pada bulan januari ini pergerakan USD kembali tertekan setelah Presiden AS Donald Trump dan para penasihatnya
menyinggung masalah kebijakan mata uang dari beberapa rekan dagang utama AS. Kondisi seperti ini meningkatkan
asumsi dan kecemasan di market bahwa Pemerintah US sedang bersiap untuk melakukan devaluasi mata uang
USD.
USD/IDR
Pergerakan USD/IDR hingga akhir Januari 2016 tergolong
cukup stabil dengan range antara 13230 – 13495 dengan
kecenderungan USD melemah ditengah ketidakpastian
mengenai kebijakan Trump terutama yang saat ini sedang
dibahas yaitu mengenai masalah imigran. keluarnya kebijakan
imigrasi Trump yang membatasi masuknya imigrasi dari tujuh
negara mayoritas muslim memicu protes luas di AS dan dapat
menghasilkan risiko bagi perdagangan global. Sementara
itu dari kondisi lokal pemerintah dan BI sedang memikirkan
langkah-langkah untuk menekan inflasi, ini menunjukkan
sinyal-sinyal semakin tingginya kekhawatiran terhadap
kenaikannya di 2017 – BI memperkirakan outlook inflasi bisa
akan cenderung naik diatas 4% YoY di 2017. Inflasi yang
naik terlalu cepat juga berpotensi menyebabkan tekanan
depresiasi rupiah di masa depan dan ini juga bisa membuat
bank sentral untuk menyesuaikan suku bunga ke level yang
lebih tinggi.
Diperkirakan nilai tukar Rupiah akan berada di rentang 13,250
– 13,500 pada kisaran bulan Februari ini.
AUD/USD
Pada bulan Januari ini AUD bergerak cenderung menguat
signifikan dengan range 0.7165 – 0.7610, RBA masih
diprediksi akan mempertahankan suku bunga di level terendah
di 1,50%. Dalam pernyataannya, RBA akan fokus dengan
sektor tenaga kerja domestik yang menjadi indikator umum
dari pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Australia.
Pertumbuhan tenaga kerja hanya bertumbuh sebesar 13.5K
dan level pengganguran dirilis naik di 5,8% dari sebelumnya
di 5,7%, di lain sisi neraca perdagangan dirilis cukup positif
dengan surplus AUD 1.2 miliar. Hal ini memberikan indikasi
ke market bahwa suku bunga masih bisa bertahan di level
sekarang paling tidak sampai pertengahan tahun 2017. Untuk
jangka waktu pendek AUD masih cenderung berpotensi
kembali melemah terhadap mata uang lainnya dikarenakan
kebijakan ekonomi Trump dan prospek kenaikan suku bunga
US untuk tahun ini masih cukup menyita perhatian market.
Diperkirakan AUD/USD akan cenderung bergerak dengan
rentang 0.7350 – 0.7620 pada kurun waktu bulan Februari
2017.
EUR/USD
Nilai tukar Euro terhadap USD bergerak signifikan dengan
range 1.0340 – 1.0810 di bulan Januari, dipicu oleh prediksi
hutang Yunani yang dikeluarkan oleh IMF berpotensi
melonjak signifikan di tahun 2030, bahkan hingga beberapa
kali lipat dari PDB yang dihasilkan. Lonjakan hutang tersebut
sangat mungkin sekali terjadi apabila yunani tidak melakukan
reformasi yang berarti dalam program hutangnya. Disamping
itu isu kemungkinan Yunani meninggalkan Uni Eropa seperti
yang dilakukan Inggris mulai diangkat kembali, akibat
deadlock pembicaraan antara PM Yunani dengan European
Stability Mechanism (ESM) untuk mengucurkan dana bantuan.
Sementara itu dari kondisi ekonomi Zona Euro sendiri indeks
harga konsumen Zona Euro tumbuh pada kecepatan tahunan
1,8% di bulan Januari, melampaui estimasi kenaikan 1,6%
dalam jajak pendapat Reuters. Sementara pertumbuhan
ekonomi Zona Euro dilaporkan berakselerasi di kuartal
terakhir tahun lalu. Data awal memperlihatkan GDP Zona
Euro tumbuh 0,5% di kuartal ke-4 setelah berekspansi 0,4%
di kuartal sebelumnya.
Untuk jangka pendek diperkirakan EUR/USD akan cenderung
bergerak dalam rentang 1.0500 – 1.0850 pada kurun waktu
bulan Februari 2017.
8 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017
GBP/USD
Poundsterling kembali bergerak signifikan di bulan Desember
ini dengan range 1.1985 – 1.2660 disebabkan oleh fokus
market terhadap hasil sidang Mahkamah agung inggris
yang menghasilkan kesepakatan bahwa pemerintah harus
mendapatkan persetujuan parlemen dalam pengajuan resmi
Brexit. Sidang mahkamah juga menghasilkan kesepakatan
bahwa proses keluar Inggris dari Uni Eropa (UE) tidak
membutuhkan izin dari Irlandia, Skotlandia, dan Wales
menyebabkan GBP kembali tertekan. Ditambah lagi prediksi
beberapa analis yang menilai bahwa keikutsertaan parlemen
dalam pengajuan Pasal 50 tidak akan mengubah rencana
Perdana Menteri (PM) Theresa May. Hal ini tentu ada dasarnya
mengingat mayoritas anggota parlemen berasal dari partai
Konservatif pimpinan PM May.
Diperkirakan GBP/USD akan cenderung bergerak dalam
rentang 1.2260 – 1.2670 pada kurun waktu bulan Februari
2017.
USD/JPY
USD/JPY masih bergerak sangat fluktuatif pada bulan
Januari, JPY kembali menguat terbatas dengan range 112.30
– 118.60 di bulan Januari ini disebabkan oleh beberapa
kebijakan Trump antara lain masalah imigrasi dan penarikan
diri dari perdagangan trans pasifik membuat investor
kembali memburu aset safe haven menyebabkan JPY
kembali menguat. BoJ juga memberikan indikasi akan tetap
berkomitmen menggunakan suku bunga dan pembelian aset
sebagai alat kebijakan utama untuk menghidupkan kembali
perekonomian.
Diperkirakan USD/JPY akan cenderung bergerak dengan
rentang 111.80 - 115.30 pada bulan Februari 2017.
RECOMMENDATION
EUR/USD
GBP/USD
AUD/USD
Expected buying level
13.250 - 13.300
USD/IDR
1.0550 - 1.0660
1.2300 - 1.2350
0.7350 - 0.7400
112.00 - 112.50
Expected selling level
13.500 - 13.550
1.0800 - 1.0850 1.2600 - 1.2650
0.7600 - 0.7650 115.00 - 115.50
Long profit taking 13.500 and above
1.0800 and above
1.2600 and above
0.7600 and above
115.00 and above
Short profit taking 13.300 and below
1.0660 and below
1.2350 and below
0.7400 and below
112.50 and below
Long cut loss 13.150 - 13.200
1.0450 - 1.0500
1.2200 - 1.2250
0.7250 - 0.7300
111.00 - 111.50
Short cut loss 13.600 - 13.650
1.0900 - 1.0950
1.2700 - 1.2750
0.7700 - 0.7750
116.00 - 116.50
Entry Point
Profit Taking
Cut Loss
*Data di atas hanya bersifat indikatif dan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung kondisi pasar.
USD/JPY
DISCLAIMERS
Kecuali dinyatakan lain, semua data bersumber dari berita media massa, dan tidak diterbitkan oleh PT
Bank Commonwealth (PTBC). PTBC harus dijamin untuk dibebaskan dari tanggung jawab, termasuk
tetapi tidak terbatas pada penuntutan hukum oleh pihak ketiga. PTBC beserta direkturnya, karyawannya
dan perwakilannya dalam Lampiran ini selanjutnya bersama-sama disebut sebagai “Grup”. Laporan
ini diterbitkan semata-mata untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai suatu ajakan
atau penawaran untuk membeli efek atau instrumen keuangan. Laporan ini telah disusun tanpa
mempertimbangkan tujuan, situasi keuangan dan kapasitas untuk menanggung kerugian, pengetahuan,
pengalaman atau kebutuhan orang-orang tertentu yang mungkin menerima laporan ini. Tidak ada anggota
dari Grup yang melakukan atau harus melakukan penilaian kelayakan atau penyesuaian laporan untuk
penerima laporan ini yang karenanya tidak mendapat manfaat dari perlindungan peraturan dalam hal
ini. Laporan ini bukan nasihat atau petunjuk. Semua penerima laporan ini harus, sebelum bertindak atas
dasar informasi dalam laporan ini, mempertimbangkan kewajaran/kelayakan dan kesesuaian informasi,
dengan memperhatikan tujuan-tujuan mereka sendiri, situasi keuangan dan kebutuhan, dan jika perlu
mencari profesional yang tepat, memperhatikan kondisi valuta asing atau nasihat keuangan tentang isi
laporan ini sebelum membuat keputusan investasi. Kami percaya bahwa informasi dalam laporan ini
adalah benar dan setiap pendapat, kesimpulan atau rekomendasi yang cukup telah diadakan atau dibuat,
berdasarkan informasi yang tersedia pada saat kompilasi, tetapi tidak ada pernyataan atau jaminan,
baik tersurat atau tersirat, yang dibuat atau disediakan untuk akurasi, kehandalan atau kelengkapan
setiap pernyataan yang dibuat dalam laporan ini. Setiap pendapat, kesimpulan atau rekomendasi yang
ditetapkan dalam laporan ini dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan dan mungkin berbeda
atau bertentangan dengan, kesimpulan, pendapat atau rekomendasi yang diungkapkan oleh Grup di
tempat lain. Kami tidak berkewajiban untuk, dan tidak, memberitahukan perkembangan terkini atau harus
terus mengikuti informasi terkini yang terdapat dalam laporan ini. Grup tidak menerima tanggung jawab
untuk setiap kerugian atau kerusakan yang timbul akibat dari penggunaan seluruh atau setiap bagian dari
laporan ini. Setiap penilaian, proyeksidan prakiraan yang terkandung dalam laporan ini didasarkan pada
sejumlah asumsi dan perkiraan dan tunduk pada kontinjensi dan ketidakpastian. Asumsi dan perkiraan
yang berbeda dapat mengakibatkan hasil material yang berbeda pula. Grup tidak mewakili atau menjamin
bahwa salah satu proyeksi penilaian atau prakiraan, atau salah satu dasar asumsi atau perkiraan, akan
dipenuhi. Kinerja masa lalu bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk kinerja masa depan.
Grup tidak menjamin kinerja dari produk investasi atau pembayaran kembali modal dengan produk yang
didistribusikan oleh PTBC. Investasi dalam produk ini bukan merupakan simpanan atau kewajiban lainnya
dari Grup atau anak perusahaannya dan setiap jenis produk investasi memiliki risiko investasi termasuk
hilangnya pendapatan dan modal yang diinvestasikan. Contoh yang digunakan dalam komunikasi ini hanya
untuk ilustrasi. Semua materi yang disajikan dalam laporan ini, kecuali bila ditentukan lain, berada di bawah
hak cipta Grup. Tak satu pun dari materi, maupun isinya, maupun salinannya, dapat diubah dengan cara
apapun, ditransmisikan ke, disalin atau didistribusikan kepada pihak lain, tanpa izin tertulis dari perusahaan
terkait yang menjadi bagian dalam Grup. Grup, berikut agennya, asosiasinya dan kliennya memiliki atau
telah memiliki posisi panjang atau pendek pada efek atau instrumen keuangan lainnya yang disebut di sini,
dan dapat setiap saat melakukan pembelian dan/atau penjualan terhadap kepentingan atau surat berharga
dalam kapasitasnya sebagai prinsipal atau agen, termasuk menjual atau membeli dari klien atas dasar
pokok dan dapat terlibat dalam transaksi yang tidak konsisten dengan laporan ini. Silakan melihat website
kami di www.commbank.co.id untuk informasi lebih lanjut. Jika Anda ingin berbicara dengan seseorang
mengenai instrumen keuangan yang dijelaskan dalam laporan ini, silakan hubungi Call Centre kami di
15000 30 atau email kami di [email protected].
10 | Market Perspective | Wealth Management Newsletter | Januari - Februari 2017
Download